Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS VONIS HAKIM ATAS KASUS CERAI AKIBAT GANGGUAN JIWA
(Studi Kasus Pengadilan Agama Sengeti Nomor 152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Hukum Keluarga Islam
Pada Fakultas Syariah
Oleh:
EKA TIARA LESTARI
SHK.141603
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2018
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,
banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu)
diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling
dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu
sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maidah Ayat 42).1
1 Al-Qur’an Tejermahan, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2008), hlm . 58
vi
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap putusan hakim dalam menetapkan kasus
perceraian terhadap salah seorang suami atau isteri karena sakit jiwa di Pengadilan
Agama Sengeti. Skripsi ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris dengan
metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil dan
kesimpulan sebagai berikut: (1) Proses permohonan perceraian terhadap salah
seorang suami atau isteri karena sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti,
diantaranya; Mengajukan dan Mendaftarkan Permohonan, di mana pemohon
melengkapi semua persyaratan dan mengajukan ke bagian pendaftaran perkara,
Mempelajarai Perkara dan Menyiapkan Panitera Sidang, di mana dengan menelaah
persayarat yang telah diajukan dan Penetapan Mejelis Hakim dan Memberi
Putusan, di mana pembentukan tim siding dan juga pemberian keputusan
berdasarkan perkara yang ada. (2) Pertimbangan hakim dalam memutuskan
perceraian adalah dengan melihat perkara pemohon tersebut serta membuktiakan
kebenaran dari perkara tersebut yang disebabkan salah satu pasangan mengalami
sakit jiwa, yang dengan itu berakibat tidak adanya ketentraman, keharmonisan, dan
kebahagiaan dalam membangun rumah tangga. Sehingga tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa tidak
tercapai. Adapun dasar hukum yang digunakan hakim dalam menyelesaikan
gugatan perceraian tersebut adalah pasal 116 hurup (e) dan (f) jo. Pasal 19 hurup
(e) dan (f) jo. Pasal 22 ayat (2), Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975
menjelaskan gugatan tersebut ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi
pengadilan mengenai sebab-sebab tidak terjadinya keselarasan dalam rumah
tangga dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan
suami isteri itu.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang…
“dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang
berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” Qs. Yusuf : 87
“dan Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.”
Qs. Al-Baqarah : 286
Yang Utama Dari Segalanya…
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT.
Taburan cinta dan kasih sayang Mu telah memberikan ku kekuatan
Membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkan dengan cinta
Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan, Akhirnya tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Tak lupa sholowat dan salam kita ucapkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Ayahanda dan Ibunda Tersayang…
Tampak garis kelopak mata yang dah mulai bekerut
Tersadar bahwa dia selalu memperhatikan ku dari kecil hinga kini
Tampak rambutnya yang hitam dah mulai memutih
Dan aku sadar dia selalu memikirkan keadaan ku lagi waktu aku kecil hinga kini
Ya Allah…Ku bersyukur kepadamu
Engkau menciptakan orang tua sebagai pembimbing jiwa ini
Ya Allah…Ku bersyukur kepadamu
Engkau menciptakan orang tua sebagai tempat utama
Berbagi hati ini dikala sedih sepi…
Ku ingin membahagiakannya hingga akhir menutup mata
Ku ingin membahagiakannya hinga senyum dan nasehat terakhirnya
Teruntuk yang terkasih Ayahnda dan Ibunda.
Maafkan bila ananda banyak bersalah…
Semoga ananda bisa membahagiakan ayah dan ibunda
Terima kasih beribu terima kasih anannda ucapkan mungkin ini tak seberapa
Tapi inilah yang ananda bisa kasih
Terima kasih atas segalanya yang telah diberikan…
Terima kasih untuk saudara ku yang tersayang.
Terima kasih untuk semua adik-adik dan kawan-kawan tercinta Kalian semua
telah memberikan semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan karunia, taufiq dan hidayah-Nya. Semoga shalawat serta salam
selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Vonis Hakim atas Kasus Cerai
Akibat Gangguan Jiwa (Studi Kasus Pengadilan Agama Sengeti Nomor
152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt)”.
Meskipun skripsi ini penulis susun dengan segenap kemampuan yang ada,
namun penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan peneliti.
Dan berkat adanya bantuan dari para pihak, terutama bantuan dan bimbingan yang
diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali
kepada yang Terhormat:
1. Bapak Dr. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
2. Bapak Dr. H. Su’aidi Asyari, MA., Ph.D, selaku Wakil Rektor I Bidang
Akademik dan Pengembangan Lembaga UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd., selaku Wakil Rektor II Bidang Administrasi
Umum, Perencanaan dan Keuangan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
ix
4. Ibu Dr. Hj. Fadhillah, M.Pd, selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Hermanto Harun, Lc, M.HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik.
7. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan.
8. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Ibu Siti Marlina, S. Ag., M. HI selaku Ketua Jurusan dan Ibu Dian Mustika S.
HI., MA, selaku Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam.
10. Ibu Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI, selaku Pembimbing I dan Ibu Dian Mustika,
SHI, MA. selaku Pembimbing II.
11. Bapak dan Ibu dosen, Asisten dosen dan Seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi.
12. Semua pihak yang terlibat dalam Penyusunan skripsi ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Disamping itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan layaknya sebuah karya tulis ilmiah, oleh karena itu diharapkan pada
semua pihak untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun
dan positif guna kesempurnaan skripsi ini. Kepada Allah SWT penulis memohon
ampunan atas semua kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini dan kepada sesama
x
manusia penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua dan semoga apa yang kita lakukan hari ini menjadi
nilai positif dan amalan di masa yang akan datang untuk melakukan perubahan
yang lebih baik untuk Nusa, Bangsa dan Agama, dengan mengharap ridho Allah
SWT. Dialah tempat memohon dan sebaik-baiknya pembimbing dan penolong.
Jambi, 1 November 2018
Penulis
Eka Tiara Lestari
NIM: SHK 141603
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Batasan Masalah .................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ........................ 7
E. Kerangka Teori .................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ................................................................. 19
BAB II METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitan .............................................. 22
B. Jenis Penelitian .................................................................... 22
C. Pendekatan Penelitian ......................................................... 23
D. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 24
E. Unit Analisis ........................................................................ 25
F. Instrumen Pengumpulan Data ............................................. 26
G. Teknik Analisis Data ........................................................... 27
H. Sistematika Penulisan .......................................................... 29
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Sengeti ..................................... 31
B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sengeti ........................... 34
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sengeti .................. 40
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Proses Permohonan Perceraian Terhadap Salah Seorang
Suami Atau Isteri Karena Sakit Jiwa
di Pengadilan Agama Sengeti .............................................. 45
B. Akibat Perceraian Karena Suami Sakit Jiwa ........................ 55
C. Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perceraian
Karena Salah Satu Pihak Suami Atau Isteri Sakit Jiwa........ 58
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………….……... 69
B. Saran-Saran..............…...……………………............……... 70
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xiii
DAFTAR SINGKATAN
KHI :Kompilasi Hukum Islam
PA : Pengadilan Agama
RT : Rukun Tetangga
STS : Sulthan Thaha Saifuddin
SWT : Subhanahu Wata’ala
SAW : Shallallahu Alaihi Wasallam
UIN : Universitas Islam Negeri
UUP : Undang-Undang Perkawinan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Esensi yang terkandung dalam
syariat perkawinan adalah mentaati perintah Allah serta sunnah Rasulnya, yaitu
menciptakan suatu kehidupan rumah tangga yang mendatangkan kemaslahatan,
baik bagi pelaku perkawinan itu sendiri, anak bersifat kebutuhan internal yang
bersangkutan, tetapi mempunyai kaitan eksternal yang melibatkan banyak pihak.2
Sebagai suatu perikatan yang kokoh, perkawinan dituntut untuk menghasilkan
suatu kemaslahatan yang kompleks, bukan sekedar penyaluran kebutuhan biologis
semata. Adapun tujuan mensyari’atkan perkawinan menurut Agama Islam yang
telah tergambar dalam Al-Qur’an surat Al-Ru>m ayat 21:
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.3
2 Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka
Bru Press, 2016), hlm. 141. 3 QS. Al-Ru>m (30): 21
2
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa tujuan perkawinan tersebut adalah
tujuan yang menyatu dan terpadu (integral dan induktif), artinya semua tujuan
tersebut harus diletakkan menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkait.
Kenyataan menunjukan bahwa hubungan suami istri tidak selamanya dapat
dipelihara secara harmonis, kadang-kadang suami istri gagal mewujudkan
kedamaian dalam rumah tangga. Banyak faktor yang menyebabkan gagalnya
dalam hubungan suami istri di antaranya salah satu pihak tidak sanggup untuk
menjalankan kewajibannya, dengan kata lain dari perkawinan tersebut apabila
dipertahankan malah akan menimbulkan masalah atau mad{arat, maka
perkawinan ini dapat diputuskan dengan upaya cerai-gugat.4 Hasil dari upaya
cerai-gugat tersebut adalah umumnya jatuhnya khulu’atau fasakh yang diputuskan
oleh Hakim.
Hukum Islam memandang hak cerai sebenarnya terletak pada suami, dan
istilah yang digunakan umumnya talak. Namun apabila seorang Istri memiliki
keinginan untuk diceraikan dengan alasan-alasan tertentu yang dibenarkan agama
dan undang-undang, maka istilah yang digunakan adalah cerai-gugat atau khulu’/
fasakh. Perceraian adalah sesuatu yang menyakitkan bagi kedua belah pihak,
apakah itu suami atau istri.5 Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya
perkawinan itu memiliki tujuan yang mulia.6 Dengan kata lain harapan akhir dari
4 Rati Widyaningsi Latif, “(Study Kasus Putusan Nomor 74/Pdt.G/2012/PA.Mks)”,
Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar 2013, hlm. 7 5 Margaretta Erawati, “Cerai Talak Karena Murtad (Studi Terhadap Putusan Pengadilan
Agama Purwokerto Nomor 1566/Pdt.G/2012/PA.Pwt)”, Skripsi: Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum Purwokerto 2013, hlm. 31 6 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013),
hlm. 7.
3
suatu perkawinan adalah kebahagian sampai hari tua, dimana maut memisahkan
pasangan tersebut, dan bukanlah perceraian.
Menurut istilah (syara’) perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan
ikatan pernikahan. Sebutan tersebut adalah lafadz yang sudah dipergunakan pada
masa jahiliyah yang kemudian digunakan oleh syara’. Dalam istilah Fiqh
perceraian dikenal dengan istilah “Talak” atau “Furqah”. Talak berarti membuka
ikatan atau membatalkan perjanjian.7 Sedangkan Furqah berarti bercerai yang
merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah mempunyai
pengertian umum dan khusus.8 Dalam arti umum berarti segala macam bentuk
perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan
dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.9 Itu artnya
talak yang di ikrarkan oleh suami menyebabkan ikatan perkawinan menjadi putus
sehingga isteri tidak halal bagi suami
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 116 huruf (e) Kompilasi Hukum
Islam jo Pasal 19 huruf (e) PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa alasan perceraian yaitu “salah
satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannnya sebagai suami atau istri. Ketentuan cacad badan
atau penyakit dalam pasal tersebut di atas tidak disebutkan secara terperinci. Di
kalangan fuqaha juga memperbolehkan hakim memutuskan perkara perceraian
7 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Perpustakaan Nasional KDT, 1999), hlm. 235.
8 Rindang Resita Rizki, “Peran Kearifan Dalam Pengambilan Keputusan Untuk Istri Yang
Mengajukan Cerai Gugat Di Pengadilan Agama”, Jurnal Psikologi, 2011, hlm. 4. 9 Ibid., hlm. 190
4
karena suami atau isteri sakit jiwa.10
Di antaranya pendapat mazhab Maliki
mengenai cacad atau penyakit yang dapat dijadikan alasan perceraian antara
lain gila, kusta, sopak, dan impoten
Dari observasi awal yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Sengeti
dapat diketahui bahwa keberadaan Pengadilan Agama Sengeti sangat membantu
masyarakat pencari keadilan dalam menyelesaikan masalah rumah tangga dengan
memberikan pelayanan secara cepat, tepat dan jujur. Menciptakan aparat peradilan
yang professional, berakhlak serta bermartabat dengan menjungjung tinggi
akuntabilitas dan transparansi biaya perkara.11
Berdasarkan data yang peneliti
temukan di Pengadilan Agama Sengeti, dari beberapa perkara perceraian yang
ada di Pengadilan Agama Sengeti ditemukan kasus cerai cerai gugat yang
diajukan istri dikarenakan suami mengalami gangguan yaitu perkara Nomor
152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt.
Dalam perkara tersebut, diceritakan oleh penggugat bahwa penggugat dan
Tergugat adalah suami istri sah, menikah pada tanggal 12 Juli 2011, setelah
menikah, penggugat dan tergugat tinggal bersama di rumah orang tua tergugat di
Desa Ramin, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi sampai terjadi
pisah. Selama pernikahan tersebut, penggugat dengan tergugat telah melakukan
hubungan suami istri (ba’da dukhul), dan dikaruniai 1 orang anak bernama. Pada
awalnya rumah tangga penggugat dan tergugat harmonis, namun sejak bulan Maret
2016 rumah tangga sudah tidak harmonis lagi akibat sering terjadi perselisihan dan
10
Imanda Putri Andini Rangkuti, “Studi Komparatif Perceraian Akibat Pindah Agama
Menurut Fikih Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Analisis Putusan No. 0879/Pdt.
G/2013/PA.Pdg)”, Jurnal De Lega Lata, Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2017 11
Observasi penulis di di Pengadilan Agama Sengeti pada 20 Januari 2018
5
pertengkaran yang disebabkan tergugat mempunyai penyakit (gangguan jiwa) yang
akibatnya tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami.
Puncak ketidakharmonisan terjadi pada bulan Januari 2017, akibatnya
antara penggugat dan tergugat telah pisah rumah, penggugat pergi meninggalkan
rumah kediaman bersama dan pulang ke rumah orang tua penggugat. Selama itu
sudah tidak ada lagi hubungan baik lahir maupun batin dan tergugat sudah tidak
lagi memberi nafkah kepada penggugat. Penggugat menikah pada 20 Juli 2011 dan
rumah tangga penggugat berjalan baik-baik saja layaknya rumah tangga yang
harmonis. Jelang 1 hari setelah pernikahannya terdapat hal yang aneh yakni suami
penggugat mulai sakit/gangguan jiwa (gila) yang mengakibatkan perselisihan dan
pertengkaran antara penggugat dan tergugat. Bahwa puncak dari perselisihan dan
pertengkaran tersebut terjadi pada Mei 2016 yang akibatnya, tergugat pulang
kerumah orangtua. Adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus
tersebut mengakibatkan rumah tangga penggugat dan tergugat tidak ada
kebahagiaan lahir dan batin dan tidak ada harapan untuk kembali membina rumah
tangga meskipun keluarga sudah berusaha mendamaikan.
Perkara Nomor 152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt, hakim telah memberikan putusan
dengan melihat perkara penggugat tersebut serta membuktikan kebenaran dari
perkara tersebut yang disebabkan salah satu pasangan mengalami sakit jiwa, yang
dengan itu berakibat tidak adanya ketentraman, keharmonisan, dan kebahagiaan
dalam membangun rumah tangga. Harta yang diperoleh bersama dibagi
berdasarkan hukum Islam dan hak anak dilimpahkan kepada penggugat karena
tergugat sudah tidak mampu lagi mengurus anak tersebut. Untuk mewujudkan
6
sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana
dimaksud di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 3
Kompilasi Hukum Islam tidak mungkin dapat tercapai. Maka gugatan Penggugat
untuk bercerai dengan Tergugat telah beralasan dan sesuai dengan hukum
sebagaimana diatur di dalam pasal 19 huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan jo Pasal 116 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam.
Meninjau dari perkaradi atas, penulis tergugah untuk meneliti tentang
tentang perceraian akibat suami atau istri sakit jiwa maka penulis akan mencoba
menerangkan dalam bentuk sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “Analisis Vonis
Hakim atas Kasus Cerai Akibat Gangguan Jiwa (Studi Kasus Pengadilan
Agama Sengeti Nomor 152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt)”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana proses permohonan perceraian karena suami sakit jiwa di
Pengadian Agama Sengeti?
2. Bagaimana akibat perceraian terhadap anak dan harta karena suami sakit jiwa?
3. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan perceraian karena suami
sakit jiwa?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih fokus kepada permasalahan yang akan dibahas dan
mencegah terjadinya kesimpangsiuran penyelesaian masalah, serta keterbatasan
7
waktu kemampuan. Maka penulis membatasinya dengan menganalisis putusan
hakim dalam menetapkan kasus perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan
Agama Sengeti perkara Nomor 152/Pdt.G/2017 /PA.Sgt.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan penelitian yaitu
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana proses permohonan perceraian karena suami
sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
b. Untuk mengetahui akibat perceraian terhadap anak dan harta karena suami
sakit jiwa.
c. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus
perceraian karena suami sakit jiwa.
2. Kegunaan Penelitian
a. Penelitian ini sebagai studi awal yang dapat menjadikan suatu pengalaman dan
wawasan bagi penulis sendiri terhadap perkara perceraian salah seorang suami
atau istri yang terkena sakit jiwa.
b. Sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana Strata Satu
(S1) di Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Siafuddin
Jambi.
c. Penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan untuk di Fakultas Syari’ah
khususnya jurusan Hukum Keluarga dan dosen-dosen Fakultas Syari’ah
lainnya.
8
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk mengembangkan
penelitian ini lebih lanjut guna kepentingan ilmu pengetahuan khususnya studi
hukum keluarga Islam.
e. Sebagai sumber referenci dan saran pemikiran bagi kalangan akademisi dan
praktisi masyarakat di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan
bermamfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
E. Landasan Teori
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan menurut istilah hukum islam sama dengan kata nikah dan kata
zawaj. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) yakni dham
yang berarti menghimpit, menindih atau berkumpul.12
Nikah mempunyai arti
kiasan yakni wathaa yang berarti setubuh atau aqad yang berarti mengadakan
perjanjian pernikahan. Dengan begitu perkawinan adalah aqad antara calon suami
istri untuk memenuhi hajad jenisnya menurut yang diatur oleh syariat. Itu artinya
perkawinan adalah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanits
yang diakui oleh negara untuk bersama /bersekutu yang kekal.13
Pasal 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
memberikan batasan pengertian perkawinan, yaitu sebagai berikut : “ Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebagai kesimpulan bahwa perkawinan
12
Muhammad Syaifuddin, Pluralitas Hukum Perceraian, (Bandung: Tunggal Mandiri
Publishing, 2012), hlm. 4 13
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, hlm. 184
9
adalah suatu aqad (perjanjian) antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya sebagai manusia . Selain itu
juga merupakan suatu anjuran dari agama agar kebutuhan jasmani dan rohaninya
itu tersalur dengan jalan yang halal dan suci, sehingga menghasilkan keturunan
yang baik disamping mendapat tempat yang terpandang dalam masyarakat dengan
berlandaskan kepada ketentuan syara‟ dan ketentuan- ketentuan umum yang
berlaku.
2. Pengertian Cerai Gugat
Gugat cerai khulu’ terdiri dari lafazd kha-la-‘a yang berasal dari bahasa
arab, secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian.14
Dihubungkan kata khulu’ dengan perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan
suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istrinya merupakan pakaian bagi
suaminya. Gugatan cerai yang dilakukan istri kepada suaminya disebut dengan
khulu’. Khulu’ ialah perceraian yang dilakukan pihak istri kepada suami, dengan
iwadh/ fidyah (uang pengganti/ tebusan) kepada suami, dalam hal ini tetap
diucapkan oleh suami dan keputusannya tetap berada ditangan laki-laki (suami).15
Khulu’ menurut bahasa berarti tebusan.16
Dari beberapa definisi dapat ditarik
kesimpulan bahwa khulu’ ialah permintaan cerai oleh pihak istri kepada suami
dengan mernberi kembali mahar yang telah diberikan suami.
14
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, hlm. 134. 15
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta Timur: Sinar Garafika,
2015), hlm. 230. 16
Mustafha Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i, (Jakarta Selatan: PT Mizan
Publike, 2009), hlm. 204.
10
3. Hukum Cerai gugat (khulu’)
Cerai gugat khulu’ merupakan salah satu jalan bagi istri untuk menentukan
arah dan tujuan hidupnya, apakah perkawinannya mau dilanjutkan atau diputuskan,
cerai gugat khulu’ adalah kehendak istri. Dasar kebolehan khulu’. Jika pasangan
suami istri saling berselisih, dan membenci karena keburukan akhlak, ketaatannya
terhadap agama, atau karena kesombongan yang menyebabkan istri khawatir tidak
dapat rnenunaikan hak-hak Allah SWT, maka diperbolehkan baginya mengkhulu’
dengan cara memberikan ganti berupa tebusan untuk menebus dirinya dari
suaminya.17
Menurul imam Syafi’i khulu’ dibolehkan pada waktu terjadi
perselisihan dan pada saat rukun dengan cara yang lebih baik dan tepat. Adapun
hukum dari khulu’ adalah mubah (boleh).18
Sesuai dengan firman Allah dalarn
surat Al-Bagarah ayat 229:
Artinya: … jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang
zalim.19
Dengan adanya khulu’ maka si istri akan terhindar dari kesulitan yang ia
rasakan, tanpa merugikan pihak si suami karena kebun yang dijadikan mahar telah
dikembalikan kepada suami. Apabila seorang istri menggugat cerai tanpa suatu
17
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, hlm. 146. 18
Mustafha Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i, hlm. 205. 19
QS. Al-Baqarah, (2): 229
11
alasan, lalu ia meminta tebusan dari suaminya.20
Banyak ulama salaf dan para
imam khalaf yang menyatakan, bahwa tidak boleh khulu’ kecuali jika teijadi
perselisihan dari pihak istri. Maka pada saat itu, bagi suami diperbolehkan untuk
menerima fidyah (tebusan). Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an di atas cukuplah
menjadi fakta kekuatan pengadilan dalam menangani kasus khulu’ sehingga untuk
melindungi hak wanita dalam perkawinan, pemberian hak khulu’ kepada wanita
sangat diperlukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
4. Rukun-Rukun dan Syarat-Syarat cerai gugat
Adapun alasan-alasan dalam perceraian sebagaimana terdapat dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 adalah sebagai berikut:21
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
20
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, hlm. 138. 21
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Kompilasi Hukum Islam
12
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
5. Penyebab Perceraian
Ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah diatur di
dalam fikih maupun di dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP). Meskipun
perkawinan tersebut dipandang mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat di
putuskan. Perkawinan Islam tidak boleh dipandang sebagai sebuah sakramen
seperti yang terdapat di dalam Agama Hindu dan Kristen, sehingga tidak dapat
diputuskan. Ikatan perkawinan harus dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, bisa
bertahan dengan bahagia dan bisa juga putus di tengah jalan.22
Para Ulama klasik juga telah membahas masalah putusnya perkawinan ini di
dalam lembaran kitab-kitab fikih. Menurut Imam Malik sebab-sebab putusnya
perkawinan adalah thalak, khulu’, khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz, ila’ dan
zihar. Imam syafi’i menuliskan sebab-sebab putusnya perkawinan adalah thalak,
khulu’ khiyar atau fasakh, syiqaq, nusyuz, ila’ dan zihar. Islam mendorong
terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan menghindarkan terjadinya
perceraian (talak). Dapatlah dikatakan, pada hal-hal yang darurat.23
Ada empat
22
Nurhasana dan Rozalinda, “Persepsi Perempuan Terhadap Perceraian:Studi Analisis
Terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Padang”, Jurnal Ilmiah
Kajian, Gender Vol. 4 No. 2 Tahun 2014, hlm. 183. 23
Mustafha Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i, hlm. 209.
13
kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat
memicu terjadinaya perceraian, yaitu.
a. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan
dan hal-hal yang dapat menggangu keharmonisan rumah tangga. Berdasarkan
firman Allah SWT memberi opsi sebagai berikut:
1) Istri diberi nasihat dengan cara ma’ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan
yang diperbuatnya.
2) Pisah ranjang, cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri dan
dalam kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap
kekeliruanya.
3) Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi
hukuman fisik dengan cara memukulnya, penting untuk dicatat yang boleh
dipukul adalah bagian yang tidak membahayakan si istri, seperti betisnya.
b. Nusyuz Suami Terhadap Istri
Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat juga
datang dari seorang suami. Selama ini sering disalah pahami bahwa nusyuz datang
dari seorang istri saja, padahal Al-Quran juga menyebutkan adanya nusyuz dari
suami sebagaimana yang tercantum pada firman Allah SWT An-nisa ayat 128.
14
Artinya: dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan
sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.24
Adapun nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak
suami untuk memenuhi kewajibannya terhadap istri, baik nafkah lahir ataupun
bathin.
c. Terjadinya Syiqoq
Jika kedua kemungkinan di atas disebutkan di muka menggambarkan satu
pihak yang melakukan nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal,
maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua-duanya terlibat dalam
Syiqoq (percekcokan), misalnya disebabkan karena faktor ekonomi, sehingga
keduanya sering bertengkar. Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih
disebabkan oleh alasan Syiqoq. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dinyatakan bahwa Syiqoq adalah
perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri. Untuk sampai
kesimpulan bahwa istri tidak dapat lagi di damaikan harus di lalui beberapa proses.
Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. An-nisa: 35.
24
QS. Annisa, (4): 128.
15
Artinya: dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud
Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-
isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.25
d. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina yang Menimbulkan Saling Tuduh
Menuduh Antar Keduanya.
Cara menyelesaikan adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang di
dakwakan dengan cara li’an seperti telah di singgung di muka. Li’an sesungguhnya
telah memasuki “gerbang putusnya” perkawinan, dan bahkan untuk selama
lamanya. Karena akibat li’an adalah terjadinya talak ba’in kubro.26
Jika diamati
aturan-aturan fiqh yang berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah fikih
memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat tetentu memberikan
kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah talak menjadi hak laki-
laki sehingga bisa saja seorang suami bertindak otoriter. Misalnya, mencerai istri
secara sepihak. Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka,
UUP dan aturan-aturan lainya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini untuk
dapat terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang
dibenarkan Undang-undang dan ajaran agama. Jadi semata-mata diserahkan
kepada aturan-aturan agama.
25
QS. An-nis, (4): 35. 26
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, hlm. 153.
16
6. Gangguan Jiwa
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau
mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena
hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan
dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri.27
Sedangkan menurut Nadira Lubis gangguan jiwa adalah gangguan alam:
cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.28
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan
baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri. Itu artinya gangguan Jiwa
sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan
27
Suhaimi, “Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam”, Jurnal
RISALAH, Vol. 26, No. 4, Desember 2015, hlm. 194 28
Nadira Lubis, “Pemahaman Masyarakat Mengenai Gangguan Jiwa Dan
Keterbelakangan Mental”, Jurnal psikologi, Vol. 5, No. 1, Desember 2015, hlm. 3
17
jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila.
7. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan
(somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik).29
Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab
sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa. Menurut Fajar
Rinawati dan Moh Alimansur penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1. Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam
mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat
ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2. Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan
dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk/endoform
cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ectoform
cenderung menjadi skizofrenia.
29
Gilang Purnama, “Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa Di Rw
09 Desa Cileles Sumedang”, Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, Vol.2 No. 1 Juli 2016,
hlm. 6
18
3. Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan
dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4. Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan
sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula
cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang tidak
menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa terancam, ketakutan
hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam. 30
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami
akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua
yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan
tekanan serta memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
d. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.
Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu mempersepsikan dirinya melawan
tantangan, ancaman, atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep
diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.
30
Fajar Rinawati dan Moh Alimansur, “Analisa Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stres Stuart”, Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol. 5 No. 1
Nopember 2016, hlm. 33
19
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan
stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan.31
F. Tinjauan Pustaka
Terdapat penelitian yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang
peneliti lakukan, yaitu;
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Mu’amalludin mahasiswa Jurusan
Ahwal Syakhsiyah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
ditulis pada tahun 2018, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Putusan Pengadilan Agama Nganjuk No. 0270/Pdt.G/2017/PA. Ngj Tentang
Cerai Talak Orang Gila”.32
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hukum seorang
ayah menceraikan anaknya adalah tidak sah. Hal ini dikarenakan orang gila tidak
memenuhi sebagaimana persyaratan melakukan perceraian, sebab orang gila tidak
mempunyai angan-angan untuk mewalikan menceraikan istrinya. Padahal dia
sendiri belum tentu sadar mempunyai istri atau tidak. Jadi apabila dipaksakan
untuk meneruskan perwalian cerai talak ini sangatlah bertentangan dengan syarat
ketiga yakni cerai harus dilakukan atas dasar kesadaran dan kehendak seorang
suami sendiri. Apabila suami atau istrinya yang gila maka kedua belah pihak
memiliki hak fasakh yang sama. Sehingga dalam menyelesaikan kasus ini adalah
dengan cara Pemohon mengajukan fasakh nikah untuk anaknya atau pihak
31
Ibid, hlm. 34 32
Mu’amalludin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nganjuk
No. 0270/Pdt.G/2017/PA. Ngj Tentang Cerai Talak Orang Gila”, Skripsi: Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015, hlm. 3
20
termohon mengajukan cerai gugat. Jadi hukum seorang ayah menceraikan anaknya
yang gila adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat talak dan lebih tepatnya
melalui jalur fasakh.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hardika Mishar,
mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta, ditulis
pada tahun 2013, dengan judul “Gugatan Perceraian Akibat Suami Menderita
Gangguan Jiwa (Suatu Penelitian Di wilayah Mahkamah Syar’iyah
Lhoksukon Aceh Utara)”.33
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) bahwa
proses persidangan perceraian akibat suami menderita gangguan jiwa dilakukan
oleh isteri dengan mengajukan surat cerai kepada Mahkamah syar’iyah
Lhoksukon, keterangan saksi-saksi membenar tergugat mengalami gangguan jiwa,
Hakim memakai persangkaan Hakim yang meyakini bahwa benar tergugat sakit
jiwa dengan itu Hakim mengabulkan gugatan isteri. 2) Kendala yang dihadapi
adalah ketidak hadiran tergugat dalam persidangan, dan minimnya alat bukti yang
menyulitkan Hakim untuk mengambil keputusan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah, mahasiswa
Universitas Islam Sultan Agung Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah
Progam Studi Ahwal Asy-Syakhshiyah Semarang, ditulis pada tahun 2013
dengan judul “Gugat Cerai Dikarenakan Suami Gangguan Jiwa/ Gila(Studi Kasus
Di Pengadilan Agama Demak Tahun 2012” 34
Hasil penelitian menunjukkan
33
Muhammad Hardika Mishar, “Gugatan Perceraian Akibat Suami Menderita Gangguan
Jiwa (Suatu Penelitian Di wilayah Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon Aceh Utara), Jurnal Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta, hlm. 4 34
Siti Fatimah, “Gugat Cerai Dikarenakan Suami Gangguan Jiwa/ Gila(Studi Kasus Di
Pengadilan Agama Demak Tahun 2012”, Skripsi: Universitas Islam Sultan Agung Fakultas Agama
Islam Jurusan Syari’ah Progam Studi Ahwal Asy-Syakhshiyah Semarang 2013, hlm. 3
21
bahwa pertimbangan hakim dalam memutus atau menyelesaikan perkara tersebut
dikembalikan pada akibat suami yang mengalami gangguan jiwa/gila yaitu, yang
berakibat tidak adanya ketentraman, keharmonisan dan kebahagiaan dalam
membangun bahtera rumah tangga, sehingga tujuan perkawinan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa tidak pernah tercapai, maka selanjutnya hakim memutus perkara
perceraian dengan mengabulkan gugatan penggugat berdasarkan hukum yang telah
ditetapkan sekarang ini.
Penelitian tentang tuntutan cerai seorang istri sudah pernah dilakukan baik
di dalam negeri pada umumnya. Adapun persamaan dalam penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya pada putusan hakim dalam memberikan putusan cerai
gugat. Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah penulis menfokuskan pada putusan hakim dalam menetapkan
kasus perceraian terhadap salah seorang suami atau istri karena sakit jiwa di
Pengadilan Agama Sengeti.
22
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini tentang putusan hakim dalam menetapkan kasus perceraian
terhadap salah seorang suami atau istri karena sakit jiwa di Pengadilan Agama
Sengeti. Kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya penelitian, yaitu bulan
April 2018. Kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya penelitian ini.
Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kantor Pengadilan Agama Sengeti telah memutuskan cerai gugat istri karena
suami gila sehingga penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana putusan
hakim dalam menetapkan kasus perceraian terhadap salah seorang suami atau
istri karena sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
2. Adanya kemudahan untuk mendapatkan data dan informasi dan berbagai
keterangan yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini.
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti.35
Sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam
rangka mengetahui putusan hakim dalam mengabulkan tuntutan cerai seorang istri
karena suami gila. Menurut Sugiyono menyatakan bahwa “Metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
35
Umar, Metode Penelitian Untuk Sekripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 22.
23
objek yang alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci”.36
Kualitatif adalah suatu rencana dan cara yang akan
digunakan peneliti untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.
C. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang dengan
kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan
penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang
terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. 37
Atau dengan kata lain yaitu suatu
penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang
terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-
fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian
menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah Penelitian ini termasuk kedalam penelitian Empiris, karena hendak
mengetahui putusan hakim dalam menetapkan kasus perceraian terhadap salah
seorang suami atau istri karena sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hlm. 5. 37
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 9.
24
D. Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah wawancara mengenai data-
data yang berkaitan dengan ketetapan hakim dalam perceraian akibat sakit jiwa di
Pengadilan Agama sengeti. Sumber data yang diproleh oleh peneliti terbagi
menjadi 2, yaitu
1. Data Primer
Adalah data pokok yang di perlukan dalam penulis yang di peroleh secara
langsung dari sumbernya.38
Data primer dari penelitian ini adalah informan
pertama yaitu data asli. Data primer dalam penelitian ini adalah SK Hakim
Pengadilan Agama Sengeti Nomor 152/Pdt.G/2017/PA.Sgt dan hasil wawancara
dengan hakim yang bersangkutan (3 kali pertemuan).
2. Data Sekunder
Adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara tidak langsung
melalui sumber perantaraan. Data ini diperoleh dengan cara mengutip dari sumber
lain sehingga tidak bersifat authentik karena sudah diperoleh tangan kedua, ketiga
dan seterusnya, yang diperoleh melalui buku- buku rujukan seperti, Perundang-
Undangan, juga dalam sebuah skiripsi dan terdapat juga data yang diperoleh dari
internet dan sumber sumber lain yang memiliki hubungan terhadap masalah yang
diteliti.39
38
Umar, Metode Penelitian Untuk Sekripsi dan Tesis Bisnis, hlm. 30 39
Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Fakultas Syari’ah IAIN STS
Jambi, (2012), hlm. 34
25
E. Unit Analisis
Unit analisis dalam penulisan skripsi perlu dicantumkan apabila penelitian
tersebut adalah penelitian lapangan yang tidak memerlukan populasi dan sampel.
Unit analisis dapat berupa organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun
organisasi swasta atau sekelompok orang.40
Unit analisis juga menjelaskan kapan
waktu (tahun berapa, atau bulan apa) penelitian dilakukan, jika judul penelitian
tidak secara jelas menggambarkan mengenai batasan waktu tersebut. Dalam skripsi
ini penulis menggunakan unit analisis dengan analisis judul: “Putusan Hakim
Dalam Menetapkan Kasus Perceraian Terhadap Salah Seorang Suami Atau
Istri Karena Sakit Jiwa di Pengadilan Agama Sengeti”. Penelitian ini, unit
analisisnya adalah putusan hakim dalam menetapkan kasus perceraian terhadap
salah seorang suami atau istri karena sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
Penetapan unit analisis tersebut, karena penelitian yang dilakukan tidak
menggunakan populasi dan sampel, namun hanya menggunakan dokumen-
dokumen dari Kantor Pengadilan Agama Sengeti. dan informasi-informasi yang
berasal dari karyawan atau pegawai di sana saja. Maka yang menjadi informannya
adalah: 2 (dua) Hakim dan 2 (dua) pegawai Kantor Pengadilan Agama Sengeti,
jadi keseluruhan informannya berjumlah 4 orang.
40
Ibid., hlm. 62.
26
F. Instrumen Pengumpulan Data
Berikut merupakan beberapa metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara).41
Walaupun wawancara adalah
proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara
adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian guna mendapatkan
informasi dan data-data yang berhubungan dengan penelitian.42
Alat-alat yang digunakan penulis dalam wawancara adalah buku catatan,
laptop, tape recorder dan camera karena penulis menggunakan wawancara catatan
lapangan. Hal ini bermanfaat untuk mencatat dan mendokumentasikan semua
percakapan dengan sumber data, di mana kesemuanya telah digunakan setelah
mendapat izin dari sumber data. Karena wawancara yang digunakan adalah semi
terstruktur. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode wawancara yang
dilakukan kepada subyek dengan menggunakan dokumntasi catatan lapangan.
Adapun pedoman wawancara yang telah disusun sebagai berikut:
a. Latar belakang, lingkungan dan aktivitas dalam putusan hakim dalam
menetapkan kasus perceraian terhadap salah seorang suami atau istri karena
sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
41
Djam’an Satori Dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm. 130 42
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 170
27
b. Kegiatan dan aktivitas putusan hakim dalam mengabulkan tuntutan cerai
seorang istri karena suami gila di Kantor Pengadilan Agama Sengeti.
c. Hasil pencapaian dan harapan.
2. Dokumentasi
Sebagai suatu cara pengumpulan data atau merupakan rekaman kejadian
masa lalu yang ditulis atau dicetak yang berupa dari dokumen-dokumen yang ada
atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat
kabar, dan lain sebagainya. Dokumentasi merupakan penyusunan memperoleh
data-data dari arsip atau berkas-berkas permohonan dispensasi kawin yang ada di
Pengadilan Agama Sengeti kemudian mempelajarinya dan mengkaji dokumen atau
berkas-berkas tersebut.43
Adapun di dalam skripsi ini penulis mengumpulkan data
mengenai sejarah, visi-misi, profil, serta bukti-bukti putusan hakim dalam
mengabulkan tuntutan cerai seorang istri karena gila di Kantor Pengadilan Agama
Sengeti.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan
kepada orang lain. Aktivitas analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan
mengambil kesimpulan lalu diverifikasi.
43
Djam’an Satori Dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 147
28
1. Reduksi Data
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan
membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis
memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak
relevan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Adapun data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam
penelitian ini, data diperoleh melalui catatan lapangan dan wawancara, kemudian
data tersebut dirangkum, dan diseleksi sehingga akan memberikan gambaran yang
jelas kepada penulis.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah data display atau
menyajikan data. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.
Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. Penyajian
data juga dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan antara kategori dan
sejenisnya. Dalam penulisan kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang
paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif dan di dalam skripsi ini
peneliti menggunakan teks yang bersifat naratif. Penyajian data dilakukan dengan
mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya masing-masing. Data yang telah
29
didapatkan dari hasil wawancara, dari sumber tulisan maupun dari sumber pustaka.
Dalam penelitian ini
3. Kesimpulan/Verifikasi
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.44
Kesimpulan dalam
penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
kurang jelas sehingga menjadi jelas setelah diteliti. Dari ketiga metode analisis
data di atas penulis menyimpulkan bahwa, ketiga metode ini yang meliputi reduksi
data, penyajian data dan kesimpulan akan penulis lakukan setelah semua data telah
diperoleh melalui wawancara catatan lapangan, dan juga memudahkan penulis di
dalam mengetahui dan menarik kesimpulan terhadap putusan hakim dalam
menetapkan kasus perceraian terhadap salah seorang suami atau istri karena sakit
jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam
penulisan skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut:
Pembahasan diawali dengan BAB I, Pendahuluan. BAB ini pada hakiatnya
menjadi pijakan bagi penulisan skripsi, baik mencakup background, pemikiran
tentang tema yang dibahas. BAB I mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 252.
30
Masalah, Batsan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori,
Kerangka Pemikiran, Tinjauan Pustaka.
BAB II dipaparkan, Metode Penelitian yang mencakup Pendekatan
Penelitian, Jenis Dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Unit Analsis dan
Alat Analisis Data, Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian.
BAB III dipaparkan tentang gambaran umum tempat penelitian. Sejarah
Berdirinya, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, dan Sarana dan Prasarana.
BAB IV merupakan inti dari penulisan skripsi yaitu pemaparan tentang
pembahasan dan hasil penelitian.
BAB V merupakan akhir dari penulisan skripsi yaitu BAB V penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran-saran, kata penutup serta dilengkapi dengan
Daftar Pustaka, Lampiran dan Curriculum Vitae.
31
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Sengeti
Eksistensi PA Sengeti didasarkan pada Keputusan Presiden Indonesia
Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002 . PA Sengeti sebelumnya
merupakan bagian dari PA Muara Bulian. PASengeti diresmikan oleh Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji rs. H. Taufiq
Kamil pada tanggal 23 April 2003 di Kantor Bupati Muaro Jambi. Pada periode
awal Kantor PA Sengeti menempati rumah penduduk Desa Sengeti yang bernama
Drs. Thohri Yasin dan Endrawati. Pada tahun 2004 Kantor PA pindah dan
memakai gedung Dinas Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi.45
Pada tahun 2005
mulailah dibangun Gedung PA Sengeti yang permanen dan selesai pada tahun itu.
Gedung PA Sengeti terletak di komplek perkatoran Bukit Cinto Kenang
Pemerintahan Daerah Kabupaten Muaro Jambi yang diresmikan pada hari Senin
tanggal 20 Februari 2006 M bertepatan dengan tanggal 21 Muharram 1427 H oleh
Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bidang Non Yudisial dan
ditanda tangani oleh Drs. H. Syamsuhadi Irsyad, SH.,MH. Pada saat yang sama
diresmikan pula Gedung PA Tebo dan Sabak yang juga masuk Wilayah Pengadilan
Tinggi Agama Jambi.
Ketua PA Sengeti yang pertama dijabat oleh Drs. Usman Karim dan
wakilnya adalah Drs. H. Wachid Ridwan. Panitera/Sekretaris dijabat oleh Drs.
45
Profil Pengadilan Agama Sengeti, di Pengadilan Agama Sengeti 28 Maret 2018,
dokumetasi catatan lapangan.
32
Thohri Yasin. Setelah Ketua memasuki masa purnabakti tahun 2004, jabatan Ketua
dilaksanakan oleh wakil ketua sebagai PLH Ketua PA Sengeti. Sejak tanggal 1
Desember 2005 hingga sekarang PA Sengeti dipimpin oleh Drs. S. Syekhan Al
Jufri selaku Ketua PA Sengeti. Sedangkan untuk jabatan wakil ketua telah
mengaami tiga kali pergantian, yaitu: Drs. H. Wachid Ridwan, Drs. Nuryahya
MH., dan sekarang dijabat oleh Drs. Faizal Kamil, SH., MH. Terhitung sejak 28
Oktober 2010 tongkat kepemimpinan PA Sengeti beralih dari Drs. HS Syekhan Al
jufri kepada Drs. Azwar, SH., M.Ei. Sebelum menjabat sebagai Ketua PA Sengeti,
Drs. Azwar, SH., M.Ei adalah Ketua PA Muara Tebo. Sedangkan Drs. H. S.
Syekhan Al jufri saat ini menjabat sebagai Ketua PA Jambi. Untuk jabatan
Panitera/Sekretaris yang pertama dijabat oleh Drs. Thohri Yasin sampai dengan 31
Desember 2007. Kemudian digantikan oleh Drs. Pitir Ramli terhitung mulai
tanggal 03 Januari 2008 . Jabatan Panitera Sekretaris saat ini dipegang oleh Drs.
Zubir Ishak (sebelumnya Panitera/Sekretaris PA Sarolangun).
Akses menuju PA Sengeti melalui Angkutan Kota (angkot): Dari Pasar
Angso Duo Jambi naik angkot jurusan Sengeti, turun di Pasar Sengeti dengan
ongkos sekitar Rp 10.000,-. Dari Pasar Sengeti naik ojek ke Kantor PA Sengeti
dengan biaya sekitar Rp 5.000, Naik taksi: Dari Bandara Sultan Thaha Jambi atau
tempat lain di kota Jambi naik taksi (taksi sedan atau taksi kijang plat hitam) tujuan
Kantor PA Sengeti dengan biaya sekitar Rp. 150.000. Jarak Kota Jambi ke Sengeti
sekitar 35 KM. 46
Jam kerja: hari senin s/d kamis : 08. 00 wib s/d 12.00 wib :
pelayanan 12.00 wib s/d 13.00 wib : istirahat/sholat/makan 13.00 wib s/d 16.30
wib : pelayanan hari jum'at : 07. 30 wib s/d 12.00 wib : pelayanan 12.00 wib s/d
46
Ibid
33
13.30 wib : istirahat/sholat/makan 13.30 wib s/d 16.30 wib : pelayanan contact pa
sengeti: call centre: 0852.6711.0843. Yurisdiksi Pengadilan Agama Sengeti
meliputi wilayah Kabupaten Muaro Jambi yang terdiri dari 8 kecamatan sebagai
berikut:
Sumber: Pengadilan Agama Sengeti 2018
1. Kecamatan Sekernan
2. Kecamatan Jambi Luar Kota
3. Kecamatan Maro Sebo
4. Kecamatan Mestong
5. Kecamatan Kumpeh
6. Kecamatan Kumpeh Ulu
7. Kecamatan Sungai Gelam
8. Kecamatan Sungai Bahar
9. Kecamatan Bahar Utara
10. Kecamatan Bahar Selatan
11 Kecamatan Taman Rajo
34
B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sengeti
1. Visi pengadilan Agama Sengeti
Terwujudnya Pengadilan Agama Sengeti yang Agung.
2. Misi Pengadilan Agama Sengeti
1. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat dan jujur.
2. Menciptakan aparat peradilan yang professional, berakhlak serta bermartabat.
3. Menjungjung tinggi akuntabilitas dan transparansi biaya perkara kepada pihak-
pihak yang menceri keadilan yustiabelen.
4. Menciptakan aparat pengadilan yang memiliki disiplin, loyalitas dan dedikasi
dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas kedinasan.
5. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada semua pencari
keadilan. 47
3. Fungsi dan Tugas Pokok Pengadilan Agama Sengeti
Pengadilan Agama Sengeti melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang: 48
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
47
Ibid 48
Ibid
35
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah
i. Ekonomi syari'ah.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal -hal yang diatur dalam
atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang
dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1) izin beristri lebih dari seorang;
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh
satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat;
3) dispensasi kawin;
4) pencegahan perkawinan;
5) penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6) pembatalan perkawinan;
7) gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8) perceraian karena talak;
9) gugatan perceraian;
10) penyelesaian harta bersama;
11) penguasaan anak-anak;
36
12) ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak
yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13) penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14) putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15) putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16) pencabutan kekuasaan wali;
17) penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wall dicabut;
18) penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum cult-up umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19) pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya;
20) penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21) putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
22) pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan
yang lain. 49
a) Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-
masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut,
49
Ibid
37
serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing- masing ahli waris.
b) Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan
suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang
berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
c) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pembe gan suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau
badan hukum untuk dimiliki.
d) Yang dimaksud dengan “wakaf'”adalah perbuatan seseorang atau sekelompok
orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut syari'ah.
e) Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
f) Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan,
minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu
Wata'ala.
g) Yang dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatar seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan
38
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap
ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
h) Yang dimaksud dengan “ekonomi syari'ah” adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
bank syari'ah; 50
(1) lembaga keuangan mikro syari'ah.
(2) asuransi syari'ah
(3) reasuransi syari'ah
(4) reksa dana syari'ah
(5) obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
(6) sekuritas syari'ah;
(7) pembiayaan syari'ah;
(8) pegadaian syari'ah;
(9) dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan k. bisnis syari'ah. 51
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama mempunyai
fungsi, antara lain sebagai berikut :
(a) Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
(b) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk
kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik
menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi
50
Ibid 51
Ibid
39
umum/ perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : Pasal
53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
(c) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan
tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan
Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan
(2) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan
administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
(d) Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum
Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide :
Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006).
(e) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis
dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan
umum/perlengakapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006). 52
52
Ibid
40
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sengeti
STRUKTUR ORGANISASI
PENGADILAN AGAMA SENGETI KELAS 1 B53
53
Ibid
Ketua Pengadilan
Drs. Abbdan Khubban, SH., MH
Hakim
1. Yunizar Hidayati, SH
2. Rahmatullah, S. D., SH
3. Dra. Emaneli, MH
Sekretaris Youstra Adi
Pinto, SH
Panitera Drs. Idwal
Maris, SH
Wakil Panitera
Dakardi, S. Ag., M. Sy
Panitera Muda Gudatan
Siti Amriah, SH
Panitera Muda Permohonan
Sandi Hasan, SH
Panitera Muda Hukum
Enda Herian, MH
Hakim
1. Mohaman Syafii, SH., MH
2. Apip Fsrid, MH
Wakil Ketua Pengadilan
Rizlan Hasanudin, Lc
Kasubbag Kepegawaian
M. Solihi, S.Sos., MH
Kasubbag Umum
Jangga Setiyawan, SH.,
MH
41
Dengan mengetahui struktur organisasi Pengadilan Agama Sengeti
tersebut, langkah selanjutnya melakukan penyesuaian dan menetapkan prosedur
kerja secara proporsional sesuai dengan urutan kedudukan/jabatan yang ada. Oleh
karena itu dalam memanfaatkan struktur organisasi sebagai alat untuk menetapkan
pembagian tugas atau job description dari suatu jabatan. Hal ini dapat dilihat dari
tugas pokok dan fungsinya pejabat di Pengadilan Agama Sengeti seperti pada
bagan struktur di atas yaitu: 54
1. Ketua Pengadilan, tugas pokok dan fungsinya adalah memimpin pelaksanaan
tugas Pengadilan Agama Jambi dalam melaksanakan, mengawasi dan
melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan dan menurut peraturan
Perundang- Undangan yang berlaku.
2. Wakil Ketua, tugas pokok dan fungsinya adalah mewakili Ketua Pengadilan
Agama Sengeti dalam hal merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas pokok
dan fungsi sebagai wakil Ketua Pengadilan Agama Sengeti serta
mengkoordinir dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua Pengadilan
Agama Sengeti.
3. Hakim, tugas pokok dan fungsinya adalah menerima, dan meneliti berkas
perkara serta bertanggung jawab atas perkara yang diterima yang menjadi
wewenangnya baik dalam proses penyelesaiannya sampai dengan minutasi,
bekerja sama dengan pejabat terkait dalam penyusunan program kerja
Pengadilan Agama Sengeti.
4. Panitera, tugas pokok dan fungsinya adalah berkoordinasi dengan Ketua
Pengadilan Agama Sengeti dalam merencanakan dan melaksanakan pelayanan
54
Ibid
42
tekhnis di bidang administrasi perkara, yang berkaitan dengan penyiapan
konsep rumusan kebijakan dalam menggerakkan pelaksanaan tugas kegiatan
Kepaniteraan dalam menyusun program kerja jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek serta bertanggung jawab kepada Ketua
Pengadilan Agama Sengeti. 55
5. Sekretaris, tugas pokok dan fungsinya adalah berkoordinasi dengan Ketua
Pengadilan Agama Sengeti dalam melaksanakan tugas dan memimpin
pelaksanaan tugas pada bagian Kesekretariatan dan bertanggung jawab sebagai
Pejabat Pembuat Komitmen/Penanggung Jawab Kegiatan yang menggerakkan
dan menyiapkan konsep serta memecahkan masalah yang muncul di bidang
Kesekretariatan dan menyusun program kerja jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek ; serta bertanggung jawab kepada Ketua
Pengadilan Agama Sengeti.
6. Panitera Muda Gugatan, tugas pokok dan fungsinya adalah memimpin dan
mengkoordinir serta menggerakkan seluruh akhtivitas pada kepaniteraan
gugatan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan
mengevaluasi dan membut laporan / bertanggung jawab kepada Panitera.
7. Panitera Muda Permohonan, tugas pokok dan fungsinya adalah memimpin dan
mengkoordinir serta menggerakkan seluruh akhtivitas pada kepaniteraan
permohonan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan
mengevaluasi dan membut laporan/bertanggung jawab kepada panitera.
8. Panitera Muda Hukum, tugas pokok dan fungsinya adalah memimpin dan
mengkoordinir serta menggerakkan seluruh akhtivitas pada kepaniteraan
55
Ibid
43
Hukum serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan
mengevaluasi dan membut laporan / bertanggung jawab kepada Panitera.
9. Kasubbag Kepegawaian dan Ortala, tugas pokok dan fungsinya adalah
memimpin dan mengkoordinir serta menggerakkan seluruh aktifitas pada
urusan kepegawaian dan Ortala serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan
dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membut laporan/ bertanggung jawab
kepada Sekretaris.
10. Kasubbag Umum dan Keuangan, tugas pokok dan fungsinya adalah memimpin
dan mengkoordinir serta menggerakkan seluruh akhtivitas pada urusan umum
(rumah tangga) dan Keuangan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan
dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membut laporan/ bertanggung jawab
kepada Sekretaris.56
D. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1 B
No Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya
Perceraian
Jumlah
1 Zina -
2 Mabuk -
3 Madat -
4 Judi -
5 Meninggalkan Salah Satu Pihak -
6 Dihukum Penjara 1
7 Poligami -
8 KDRT 1
56
Ibid
44
9 Cacat Badan 1
10 Perselisihan dan Pertengkaran Terus
Menerus
22
11 Kawin Paksa -
12 Murtad -
13 Ekonomi 5
Jumlah 30
Sumber: Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1 B
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Proses Permohonan Perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan
Agama Sengeti
Berdasarkan Bentuk perkara di pengadilan ada 2 (dua) macam, yaitu perkara
gugatan (kontentius) dan perkara permohonan (voluntair). Prosedur pengajuan
perkara permohonan sama dengan prosedur mengajukan gugatan. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara di lapangan dan berdasarkan perkara Nomor
152/Pdt.G/2017/PA.Sgt penulis menemukan bahwa mekanisme proses
permohonan perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti,
sebagai berikut:
1. Mengajukan dan Mendaftarkan Permohonan
Mengakhiri sebuah pernikahan tentu bukanlah hal yang mudah. Ada begitu
banyak aspek yang perlu diperhatikan. Namun, yang terpenting adalah kesiapan
dan kemantapan seseorang saat mengambil keputusan untuk bercerai. Tak jarang,
keputusan cerai diambil dengan tergesa-gesa dan penuh emosi. Rasa menyesal pun
hadir belakangan. Sebagaimana yang disampaikan Bapak Amran selaku Jurusita di
Pengadilan Agama Sengeti, sebagai berikut:
Untuk mengajukan cerai gugat, maka perlu dilakukan pemenuhan
persyaratan yang telah ditentukan di sini. Walaupun persyaratanya agak
rumit, biasanya penggugat tetap mengajukan permohonan tersebut guna
terpenuhi keinginannya dalam perceraian. Jadi kami terus berupaya dalam
memberikan pemahaman dan perlengkapan administrasi yang harus
46
ditempuh. Kalau ada yang tidak meu mengurus tapi melimpahkan kepada
pengacara juga bisa.57
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa banyak sekali pasangan
yang mengurus sendiri perceraian mereka. Meskipun prosesnya sedikit lebih rumit,
namun hal ini tidak mustahil dilakukan. Kuncinya, bekali diri dengan pengetahuan
yang cukup dan jangan malu bertanya. Jika memutuskan tidak menggunakan
bantuan dari pengacara maupun (Lembaga Bantuan Hukum) LBH di pengadilan,
penggugat tetap dapat berkonsultasi kepada pegawai tentang tata cara perceraian.
Peran konsultan hukum juga akan sangat membantu, kalau penggugat memutuskan
mewakili diri sendiri di depan hakim. Cara yang paling mudah adalah mendatangi
pengadilan agama atau pengadilan negeri di wilayah penggugat, dan tanyakan tata
cara mengurus perceraian kepada petugas yang berjaga. Ibu Rohaini selaku
pegawai administrasi di Pengadilan Agama Sengeti menambahkan, sebagai
berikut:
Dalam pemenuhan surat cerai maka penggugat tentu harus memenuhi
persyaratannya, dengan permohonan untuk bercerai, pengasuhan anak atau
juga mengenai harta gono-gini yang telah didapatkan selama hidup
berkeluarga. Setelah semua persyaratan telah terpenuhi maka akan kita
lanjutkan untuk memnuhi, dari identitas penggugat dan bukti-bukti
pernikahan.58
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa umumnya ada tiga poin
yang biasa digugat, yaitu status untuk bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak
mendapatkan harta gono-gini. Sebagai contoh, surat gugatan cerai biasanya berisi:.
Identitas para pihak (Penggugat dan Tergugat) Terdiri atas nama suami dan istri
57
Wawancara bersama Bapak Amran selaku Jurusitas di Pengadilan Agama Sengeti, pada
21 Maret 2018. 58
Wawancara bersama Ibu Rohaini selaku pegawai administrasi di Pengadilan Agama
Sengeti, pada 21 Maret 2018.
47
(beserta bin/binti), umur dan tempat tinggal. Identitas para pihak juga disertai
dengan informasi tentang agama, pekerjaan, dan status kewarganegaraan. Hal ini
diatur dalam pasal 67 (a) Undang-Undang Nomor. 7/1989. Posita (dasar atau
alasan gugat) Atau istilah hukumnya adalah Fundamentum Petendi, berisi
keterangan berupa kronologis sejak mulai perkawinan Anda dengan suami,
peristiwa hukum yang ada (misal, lahirnya anak-anak), hingga munculnya
ketidakcocokan antara pasangan yang mendorong terjadinya perceraian. Alasan-
alasan yang diajukan dan uraiannya kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum).
Sebagaimana dapat dilihat dari hasil wawancara bersama Bapak Darwansyah
selaku pegawai administrasi di Pengadilan Agama Sengeti menambahkan, sebagai
berikut:
Permohonan biasanya mengajukan petitum ke sini dengan melengkapi
persyaratannya, banyak sekali yang bisa kita berikan guna mencari solusi
tebaik dalam sebuah permasalahan. Penggugat tentu berharap majelis
hakim dapat mengabulkan permohonannya, tentu semua itu harus melewati
proses yang panjang dan pembuktian yang menyatakan bahwa keputusan
yang diambil nanti dapat memberikan putusan yang baik.59
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa petitum (tuntutan hukum)
Yaitu tuntutan yang diminta oleh istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh
hakim. Bentuk tuntutan itu misalnya: Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka
dengan ini Penggugat memohon kepada Majelis Hakim berkenan memutus sebagai
berikut: 1. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. 2.
Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat sah putus karena
perceraian. 3. Menyatakan pihak Penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak
dan berhak nafkah dari tergugat 4. Mewajibkan pihak Tergugat membayar biaya
59
Wawancara bersama Bapak Darwansyah selaku pegawai administrasi di Pengadilan
Agama Sengeti, pada 21 Maret 2018.
48
pemeliharaan anak (jika anak belum dewasa) 5. Menyatakan bahwa harta berupa
yang merupakan harta bersama (gono-gini) menjadi hak Penggugat. Setelah
gugatan cerai selesai dibuat, fotokopi berkas tersebut sebanyak lima buah.
Keenam berkas tersebut akan dibagikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengadilan nanti. Satu berkas akan dikirim oleh pengadilan
kepada si suami (Tergugat), tiga berkas untuk para hakim, satu berkas untuk
panitera pengadilan (pegawai yang bertugas mencatat jalannya sidang), dan satu
berkas yang tersisa menjadi pegangan milik penggugat. Pendaftaran gugatan
dilakukan di ruang administrasi oleh pegawai pengadilan yang bertugas untuk
menerima gugatan. Petugas akan memberikan cap atau pengesahan kepada keenam
berkas yang diserahkan. Dengan begitu, surat gugatan sudah sah didaftarkan.
Perkara Nomor 152/Pdt.G/2017/PA.Sgt atas Nama Sri Wulandari Binti
Maja Pramana Umur 24 Tahun, Agama Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan
ibu rumah tangga, tempat tinggal di RT, Desa, Kecamatan Kumpeh Ulu,
Kabupaten Muaro Jambi, Selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Telah
mengajukan permohonan dengan identitas yang jelas. Nama Heriyanto Bin Darka
Umur 33 Tahun, Agama Islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan tani, tempat
tinggal di, Desa Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Selanjutnya
disebut sebagai Tergugat. Setelah berkas terdaftarkan maka pengadilan agama
akan mempelajari surat-surat yang berkaitan dengan perkara ini, telah mendengar
keterangan penggugat dan saksi-saksi di muka sidang. Sebagaimana yang
disampaikan Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti,
sebagai berikut:
49
Benar adanya Perkara Nomor 152/Pdt.G/2017/PA.Sgt yang telah
diputuskan, semuanya melalui proses yang benar dan juga pertimbangan
yang matang, karena inikan permasalahannya adalah suami mengalami gila
dikarenakan bisa jadi stress selama hidup bersama. Dan setelah melalui
proses panjang maka keputusan itu telah diberikan60
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa Perkara Nomor
152/Pdt.G/2017/PA.Sgt telah diputuskan melui proses panjang berdasarkan
ketentuan yang berlaku, dengan memanggil penggugat dan tergugat guna dimintai
keterangannya, dan juga beberapa saksi pun dipanggila agar membuktikan
kebenaran dari perkara di atas.
2. Mempelajari Perkara dan Menyiapkan Panitera Sidang
Setiap perkara yang hendak diselesaikan, maka Pengadilan Agama Sengeti
melihat dalil-dalil gugatan yang digunakan sebagai acuan dalam membarikan
putusan, dengan mengetahui bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri
sah, dan telah tercatat di Kantor Urusan Agama. Sebagaimana dapat dilihat dari
hasil wawancara bersama Ibu Rohaini selaku pegawai administrasi di Pengadilan
Agama Sengeti menambahkan, sebagai berikut:
Benar memang saudari Sri Wulandari mengajukan gugat cerai kepada
suaminya Heriyanto yang dengan itu menunjukkan surat sah menikah yang
dicatat di kantor urusan agama kecamatan kumpeh ulu, beliau menggugat
dikarenakan suami mengalami gangguan jiwa, maslah ekonomi dan
pekerjaan menjadi faktor utamanya.61
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa tergugat memang benar
telah mengalami gangguan jiwa yang menyebabkan kehidupan rumah tangga tidak
bisa berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Dengan berbagai permasalahan
60
Wawancara bersama Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti,
pada 21 Maret 2018. 61
Wawancara bersama Ibu Rohaini selaku pegawai administrasi di Pengadilan Agama
Sengeti, pada 21 Maret 2018.
50
yang dihadapi untuk itu penggugat mengajukan permohonan perceraian dengan
tergugat. Kedua, bahwa setelah menikah, Penggugat dan Tergugat tinggal bersama
di rumah orang tua Penggugat di Desa Ramin, Kecamatan Kumpeh Ulu,
Kabupaten Muaro Jambi sampai terjadi pisah. Ketiga, bahwa selama pernikahan
tersebut, Penggugat dengan Tergugat telah melakukan hubungan layaknya suami
istri (ba’da dukhul), dan dikaruniai 1 orang anak bernama, umur 5 tahun dan saat
ini anak tersebut diasuh oleh Penggugat. Ketiga, bahwa pada awalnya rumah
tangga Penggugat dan Tergugat harmonis, namun sejak bulan Maret 2016 rumah
tangga sudah tidak harmonis lagi akibat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran yang disebabkan Tergugat mempunyai penyakit (gangguan jiwa)
yang akibatnya tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami.
Sebagaimana yang diucapkan. Sebagaimana yang disampaikan Ibu Baihna Selaku
Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti, sebagai berikut:
Penggugat merasa tidak nyaman karena tergugat telah mengalami
gangguan jiwa, sehingga sudah tidak bisa lagi menafkajhi keluarga lahir
dan batin. Namun jauh sebelum itu terjadi permasalahan dalam keluarga
sudah sering terjadi dari cekcok anda juga pulang ke rumah keluarga
masing-masing.62
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa terjadinya perselisihan
sehingga menyebabkan harus pulang kerumah keluarga masing-masing menjadi
semakin besarnya konflik dalam kelaurga penggugat, tak berlangsung lama
ternyata tergugat mengalami gangguan jiwa yang menyebabkan keluarga tidak lagi
harmonis.
62
Wawancara bersama Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti,
pada 24 Maret 2018.
51
Keempat, bahwa puncak ketidakharmonisan terjadi pada bulan Januari
2017, akibatnya antara Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah, Penggugat
pergi meninggalkan rumah kediaman bersama dan pulang ke rumah orang tua
Penggugat dengan alamat sebagaimana tersebut di atas selama 3 bulan hingga
sekarang. Selama itu sudah tidak ada lagi hubungan baik lahir maupun batin dan
tergugat sudah tidak lagi memberi nafkah kepada Penggugat serta tidak
meninggalkan sesuatu apapun yang dapat digunakan sebagai pengganti nafkah.
Bahwa pihak keluarga belum pernah mendamaikan Penggugat dan Tergugat,
namun tidak berhasil dan Penggugat sanggup membayar seluruh biaya yang timbul
akibat perkara ini.
3. Penetapan Mejelis Hakim dan Memberi Putusan
Penetapan Mejelis Hakim PMH disebut sebagai pelaksana dalam
pengambilan keputusan yang telah ditetapkan membuat Penetapan Hari Sidang
PHS. Memanggil para pihak melalui juru sita dan menyidangkan perkara, dengan
menerima berkas dari majelis hakim, memberitahukan isi putusan kepada pihak-
pihak lewat jurusita memberitahukan ke meja II dan kasir yang berkaitan dengan
tugas mereka, menetapkan kekuatan hakim, menyerahkan salinan putusan kepada
penggugat dan instansi terkait, menyerahkan berkas kepada panitera muda.
Panitera muda, mendata perkara, melaporkan dan mengarsipkan.
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat bermohon
kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Sengeti. Majelis Hakim untuk membuka
sidang guna memeriksa dan mengadili perkara ini dengan menjatuhkan putusan
sebagai berikut dengan mengabulkan gugatan Penggugat, menceraikan perkawinan
52
Penggugat (Sri Wulandari Binti Maja Pramana), dengan Tergugat (Heriyanto Bin
Dakar) dan membebankan biaya perkara kepada Penggugat. Bahwa pada hari
persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat datang menghadap sendiri di
persidangan sedangkan tergugat/ Wali Pengampu Tergugat tidak datang dan tidak
pula mengutus orang lain sebagai Wakil atau kuasanya yang sah untuk datang
menghadap di persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut oleh
Jurusita Pengadilan Agama Sengeti sesuai dengan relas panggilan Nomor
152/Pdt.G/2017/PA.Sgt, tanggal 10 April 2017, tanggal 20 April 2017, dan tanggal
27 April 2017 serta tidak terbukti ketidakhadirannya itu disebabkan oleh suatu
alasan yang sah. Sebagaimana dapat dilihat dari hasil wawancara bersama Ibu
Rohaini selaku pegawai administrasi di Pengadilan Agama Sengeti menambahkan,
sebagai berikut:
Pihak pengadilan di sini telah mengeluarkan surat pemberitahuan pada
tergugat untuk berkenan hadir atau dengan diwakili, tertera telah
diberitahukan selam tiga kali untuk menghadiri persidangan. Namun
dengan suatu alsan maka persidangan terus melanjutkan.63
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa majelis Hakim telah
memberi nasehat kepada Penggugat agar rukun kembali dengan Tergugat, namun
usaha tersebut tidak berhasil karena Penggugat tetap pada dalil-dalil gugatannya
untuk bercerai dengan Tergugat. Sebagaimana yang disampaikan Ibu Baihna
Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti, sebagai berikut:
Tentu kita sudah memberikan saran kepada penggugat untuk rukun kembali
dala keluarga, namun rupanya tekat penggugat telah bulat ingin berpisah,
63
Wawancara bersama Ibu Rohaini selaku pegawai administrasi di Pengadilan Agama
Sengeti, pada 21 Maret 2018.
53
dengan begitu kami tidak berhasil dalam membuat keluarga Ibu Sri rukun
kembali, karena dia tetap dengan pilihannya.64
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa perkara ini tidak dapat
dimediasi karena Tergugat/ Wali pengampu tidak pernah datang menghadap
meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, selanjutnya dimulai pemeriksaan
dengan membacakan surat gugatan Penggugat tertanggal 29 Maret 2017, yang
pada prinsipnya tetap dipertahankan oleh Penggugat tanpa ada perubahan.
Dalam menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan
alat bukti di persidangan, diantaranya, Surat, di mana terapat Fotokopi Kutipan
Akta Nikah atas nama Penggugat dengan Tergugat, Nomor 279/25/VII/2011
tanggal 13 Juli 2011, yang aslinya dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, telah
dinazegelen, setelah dicocokkan dengan aslinya ternyata sesuai, sebagaimana bukti
(P);
Saksi pertama umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, tempat
kediaman di, Desa, kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, dibawah
sumpahnya telah memberikan keterangan diantaranya; bahwa saksi kenal dengan
Penggugat dan Tergugat karena saksi ayah kandung Penggugat, bahwa Penggugat
dengan Tergugat adalah suami istri yang menikah bulan Juli tahun 2011, bahwa
setelah menikah Penggugat dengan Tergugat tinggal bersama di rumah orang tua
Tergugat di Desa Ramin sampai terjadi pisah, bahwa Penggugat dengan Tergugat
telah dikaruniai satu orang anak, bahwa awalnya rumah tangga Penggugat dan
Tergugat rukun dan harmonis, namun semenjak bulan Maret 2016 tidak harmonis
64
Wawancara bersama Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti,
pada 29 Maret 2018.
54
lagi disebabkan Tergugat karena gangguan jiwa (stres), bahwa saksi melihat
sendiri, jika saksi datang ke rumah Tergugat, Tergugat pergi ke kamar dan tidak
mau keluar lagi, tidak mau bicara serta mengurung diri dikamar, bahwa Penggugat
dan pihak keluarga telah berusaha membawa Tergugat berobat bahkan ke Rumah
Sakit Jiwa, namun tidak membuahkan hasil, bahwa antara Penggugat dengan
Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 3 bulan karena Penggugat pulang ke
rumah saksi sejak bulan Januari 2017, bahwa pihak keluarga sudah berusaha untuk
mendamaikan Penggugat dengan Tergugat namun tidak berhasil.
Saksi kedua umur 65 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, tempat kediaman
di RT, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, di bawah sumpahnya
memberikan keterangan yang pada pokoknya di antaranya; bahwa saksi kenal
dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi bertetangga dengan Penggugat,
bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang menikah sekitar 4 (empat)
tahun yang lalu, bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal bersama
di rumah orang tua Tergugat, sampai terjadi pisah, bahwa Penggugat dan Tergugat
telah dikaruniai satu orang anak, bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat
sudah berpisah tempat tinggal selama 3 (tiga) bulan, Bahwa penyebabnya Tergugat
karena gangguan jiwa sehingga sehingga tidak bisa melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai suami, saksi melihat Tergugat sering menyendiri di kamar
dan takut dengan orang lain, bahwa pihak keluarga telah berusaha untuk membawa
Tergugat berobat, namun tidak berhasil sehingga pihak keluarga Tergugat
menyarankan Penggugat pulang ke rumah orang tuanya dan berpisah sampai
sekarang, bahwa, selanjutnya Penggugat tidak mengajukan alat bukti lain dan
55
mencukupkan kepada alat bukti yang telah diajukannya tersebut, bahwa,
Penggugat dalam kesimpulannya secara lisan menyatakan tetap dengan gugatannya
dan mohon putusan, bahwa, untuk mempersingkat uraian putusan ini ditunjuk
segala hal yang tercantum dalam berita acara sidang perkara ini yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari putusan in.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses permohonan
perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti, diantaranya;
Mengajukan dan Mendaftarkan Permohonan, di mana penggugat melengkapi
semua persyaratan dan mengajukan ke bagian pendaftaran perkara, Mempelajari
Perkara dan Menyiapkan Panitera Sidang, di mana dengan menelaah persayaratan
yang telah diajukan dan Penetapan Mejelis Hakim dan Memberi Putusan, di mana
pembentukan tim siding dan juga pemberian keputusan berdasarkan perkara yang
ada.
B. Akibat Perceraian Karena Suami Sakit Jiwa
1. Akibat Perceraian Karena Suami Sakit Jiwa Terhadap Anak
Berdasarkan pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan merumuskan bahwa: “Anak yang sah adalah anak yang lahir dari
atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Ada responden yang dalam
melakukan pernikahan sudah mempunyai anak. Sehingga status anak yang
dilahirkan tersebut dianggap sah menurut Undang-Undang yang berlaku yang
mengakibatkan anaak tersebut bisa memperoleh kepastian hukum karena
mempunyai alat bukti yang berupa akta kelahiran.
56
Hal ini sesuai dengan pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Asal usul seorang anak
yang hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang otentik yang
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang”. Adapun mengenai kewajiban orang
tua terhadap anaknya atau sebaliknya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 45 dan 49. Berdasarkan pasal tersebut
dapat diterangkan bahwa kewajiban orangtua terhadap anaknya ialah
memelihara dan mendidik anak merka sebaik-baiknya sampai anak tersebut
menjadi dewasa. Sudah kawin atau dapat mandiri dan kewajiban ini berlaku
terus menerus meskipun perkawinan antara orang tuanya putus (pasal 45).
Dalam hal kekuasaan orang tua terhadap anaknya maka anak yang belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di
bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut kekuasannya.
2. Akibat Perceraian Karena Suami Sakit Jiwa Terhadap Harta Benda
dan Hukum Warisnya.
Perkawinan yang hanya dilakukan berdasarkan pada syariat Islam dan
per Undang-Undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan maka mengenai pengaturan harta bersama
berdasarkan pada syariat Islam. Menurut hukum Islam harta dalam perkawinan
dibagi menjadi dua yaitu harta bawaan atau gono gini dan harta bersama. Harta
gono gini merupakan harta yang diperoleh sebelum mereka menjadi suami istri.
Harga seperti ini istri berhak memiliki dan menguasai hartanya secara
mandiri dan berhak melakukan perbuatan hukum sendiri atas harta itu.
Sedangkan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung.
57
Dalam pemakaiannya harus mendapat persetujuan bersama. Adanya pemisahan
harta dalam perkawinan dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembagian
waris apabila terjadi perceraian atau salah satunya meninggal.
Adapun mengenai hukum waris dalam perkawinan yang disebabkan
suami gila, karena menurut hukum Islam itu sudah sah maka suami atau istri
bisa saling mewairis, artinya jika suami gila maka istri berhak untuk
memperoleh warisan dari harta peninggalan suaminya atau sebaliknya. Sesuai
dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang tidak dicatat
akan berakibat hukum pada suami, istri dan anak serta harta benda dalam
perkawinan.
Dari penejelasan di atas dapat disimpulkan bahwa akibat perceraian
karena suami sakit jiwa maka anak diasuh oleh ibu dalam hal kekuasaan ibu
terhadap anaknya maka ibu merawat anak tersebut mencapai umur 18 tahun
atau setelah menikah dan akibat perceraian karena suami sakit jiwa terhadap
harta benda dan hukum warisnya yand disebut harta gono gini merupakan harta
yang diperoleh sebelum mereka menjadi suami istri. Harga seperti ini istri
berhak memiliki dan menguasai hartanya secara mandiri dan berhak melakukan
perbuatan hukum sendiri atas harta itu. Sedangkan harta bersama yang
diperoleh selama perkawinan berlangsung. Dalam pemakaiannya harus
mendapat persetujuan bersama.
58
C. Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perceraian Karena Suami
sakit jiwa
1. Duduk Perkara
Setelah menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan surat gugatannya
tertanggal 29 Maret 2017 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Agama Sengeti dalam register Nomor 152/Pdt.G/2017/PA.Sgt, tanggal 29 Maret
2017 dengan dalil-dalil gugatan yang mana:
2. Penggugat dan Tergugat adalah suami istri sah, menikah pada tanggal 12 Juli
2011, dan telah tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kumpeh Ulu,
Kabupaten Muaro Jambi, sesuai Kutipan Akta Nikah Nomor 279/25/VII/2011,
tanggal 13 Juli 2011. Menimbang, bahwa berdasarkan penilaian terhadap alat-
alat bukti yang telah diajukan penggugat di atas, Majelis Hakim menemukan
fakta hukum sebagai berikut:
3. Bahwa terbukti benar penggugat dangan tergugat adalah suami istri yang
menikah pada tanggal 12 juli 2011 dan sampai sekarang belum pernah bercerai.
4. Bahwa terbukti benar rumah tangga antara penggugat dan tergugat awalnya
rukun, namun sejak setahun yang lalu tidak harmonis lagi karena tergugat kena
gangguan jiwa sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami
dan ayah.
5. Bahwa terbukti benar penggugat sudah mengurus tergugat selama sakit sekitar
satu tahun, dan membawanya berobat bahkan ke Rumah Sakit Jiwa, namun
sampai perkara ini di putus, tergugat tidak mengalami perubahan/sembuh.
6. Bahwa terbukti benar antara penggugat dengan tergugat telah berpisah tempat
tinggal sejak bulan januari 2017 yaitu 3 (tiga) bulan hingga sekarang.
59
7. Bahwa terbukti benar, pihak keluarga tergugat juga sudah menyarankan agar
penggugat pulang ke rumah orang tuanya, karena tergugat tidak sembuh dari
penyakitnya.
Dari pertimbangan tersebut dapat dicermati bahwa maksud dan tujuan
gugatan Penggugat adalah dewan hakim menerima dan mengabulkan gugatan
penggugat untuk seluruhnya. Pada hari pesidangan yang telah ditetapkan,
Penggugat datang menghadap sendiri (in persion) di pesidangan sedangkan
Tergugat/ Wali pengampu Tergugat tidak datang dan tidak pula mengutus orang
lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah untuk datang menghadap di persidangan
serta tidak pula terbukti ketidakhadirannya itu disebabkan oleh suatu alasan yang
dibenarkan oleh hukum (default without reason), meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut sesuai dengan relaas panggilan Nomor 152/Pdt.G/2017/PA.Sgt,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 149 Ayat 1 RBg.
Perkara ini dapat diputus tanpa hadirnya Tergugat (verstek), sebagaimana
disebutkan dalam kitab I’anatul Thalibin Juz IV hal. 312 yang berbunyi: Artinya:
“Hakim tidak boleh memutus perkara tanpa kehadiran pihak, kecuali ia
bersembunyi atau membangkang”. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
tersebut di atas, maka Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut tetapi
tidak datang menghadap di persidangan harus dinyatakan tidak hadir dan gugatan
Penggugat tidak melawan hukum serta telah beralasan dan selanjutnya perkara ini
tidak dapat dimediasi sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2016 karena Tergugat
tidak pernah hadir.
60
2. Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah memberi nasehat kepada Penggugat
agar rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi usaha tersebut tidak berhasil;
menimbang, bahwa yang menjadi masalah pokok dalam perkara ini adalah gugatan
cerai Penggugat terhadap Tergugat dengan alasan sebagaimana telah diuraikan
dalam duduk perkara di atas; menimbang, bahwa karena Tergugat tidak hadir
dalam persidangan, maka hak jawabnya menjadi gugur dan sekaligus berarti bahwa
sikap tergugat tersebut dianggap mengakui seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat,
hal ini sejalan dengan Hadist Rasulullah yang terdapat dalam Ahkam Al-Qur’an li
Al Jashash, Mauqi’ul Islam, Juz 08 halaman 201, yang diarmbil sebagai pendapat
Majelis Hakim berbunyi: Artinya: “barang siapa dipanggil oleh hakim untuk hadir
dalam persidangan tetapi tidak menghadap, maka ia telah berbuat zalim sehingga
hak jawabnya menjadi gugur”.
Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk perkara perdata khusus
yang tunduk kepada hukum acara yang bersifat khusus pula, maka berdasarkan
azas lex specialis derogat lex generalis ketidakhadiran Tergugat dalam perkara ini
tidaklah dapat dianggap sebagai pengakuannya yang memiliki kekuatan
pembuktian sempurna (volledig) dan mengikat (bindende), melainkan hanyalah
menggugurkan hak jawabnya terhadap gugatan Penggugat, karena menurut Pasal
311 R.Bg jo Pasal 1925 KUHperd, pengakuan yang mempunyai nilai pembuktian
yang lengkap hanyalah pengakuan yang dilakukan didepan hakim. Oleh karena itu
masih harus didukung oleh bukti-bukti lain, sehingga Penggugat wajib dibebani
pembuktian;
61
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan alat bukti di persidangan, yaitu berupa alat bukti surat (P) dan
dua orang saksi; menimbang, bahwa terhadap alat bukti surat (P) yang diajukan
Penggugat, Majelis Hakim berpendapat bahwa alat bukti tersebut merupakan
fotokopi dari suatu akta autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah dilegalkan,
dengan demikian alat bukti terdisebut telah memenuhi persyaratan formil.
Disamping itu, alat bukti (P) tersebut memenuhi keterangan yang menguatkan dan
relevan dengan gugatan Penggugat sehingga telah memenuhi syarat materiil.
Berdasarkan hal itu, maka alat bukti (P) harus dinyatakan dapat diterima.
Sebagaimana yang disampaikan Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan
Agama Sengeti, sebagai berikut:
Semua telah dipertimbangkan dengan seksama, dengan melibatkan alat
bukti dan juga dua orang saksi yang mengetahui perkara tersebut. Adapun
dua orang saksi tersebut telah meemnuhi sarat yang telah ada, sehingga
dapat memberikan keterangannya terkait perkara ini.65
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwapertimbangan hakim
selanjutna dapat diketahui bhwa berdasarkan bukti (P) yang diajukann Penggugat
tegrbukti bahwa Penggugat dengan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang
sah, sehingga Penggugat dan Tergugat adalah pihak materiil yang berkepentingan
dalam perkara ini; menimbang, bahwa terhadap alat bukti berupa dua orang saksi
yang diajukan Penggugat di persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa kedua
orang saksi Penggugat tersebut telah memenuhi persyaratan formil karena masing-
masing telah hadir, dalam hal ini secara pribadi (in pearson), di depan persidangan
65
Wawancara bersama Ibu Baihna Selaku Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti,
pada 21 Maret 2018.
62
dan telah memberikan keterangan dibawah sumpahnya serta tidak terhalang secara
hukum untuk didengar kesaksiannya.
Kemudian secara materiil, keterangan saksi Penggugat yang pertama yang
mengetahui rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat tidak harmonis lagi,
disebabkan Tergugat kena gangguan jiwa sehingga tidak bisa lagi memenuhi
kebutuhan rumah tangga baik jasmani dan rohani Penggugat, dan akhirnya
Penggugat pulang ke rumah orang tuanya pada bulan Januari 2017, sejak saat itu
antara Penggugat dengan Tergugat berpisah tempat tinggal, ksaksi kedua juga
menerangkan hal yang sama sehingga kedua saksi tersebut mengetahui antara
Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 3 (tiga) bulan lebih
sampai sekarang, keterangan mana saling bersesuaian dan saling menguatkan serta
relevan dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, oleh karena itu telah sesuai dengan
ketentuan pasal 171-175 RBg, sehingga secara formil dan materiil alat bukti saksi
yang diajukan penggugat dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut dihubungkan pula
dengan sikap penggugat di persidangan yang mana penggugat tetap ingin bercearai
dengan tergugat, hal mana menunjukkan antara penggugat dengan tergugat tidak
saling mencintai lagi dikarenakan tergugat kena gangguan jiwa (stres), maka
Majelis Hakim berpendapat bahwa perceraian adalah solusi yang terbaik bagi
penggugat dan tergugat, agar keduanya terlepas dari beban penderitaan lahir dan
batin yang berkepanjangan, kalau dipaksakan juga untuk mempertahankannya,
patut diduga bahwa hal itu akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar dari
maslahahnya, padahal menolak mafsadah lebih diutamakan dari mencapai
63
kemaslahatan, ketentuan tersebut sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi:
Artinya: “Menolak kemudharatan lebih utama daripada menarik
(mempertahankan) kebaikan”.
Menimbang, bahwa dengan kondisi Tergugat sebagaimana tersebut di atas,
maka telah ternyata bahwa tergugat sebagai suami tidak mampu menunaikan
kewajibannya, baik di dalam memenuhi keperluan hidup penggugat maupun
melindungi penggugat sebagaimana yang ditentukan di dalam pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan. Oleh karena itu
keberatan atas sikap dan tindakan tergugat tersebut dapat dibenarkan sesuai dengan
pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Menimbang, bahwa dengan demikian tujuan dari perkawinan yaitu untuk
mewujudkan sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
sebagaimana dimaksud di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak mungkin dapat tercapai. Menimbang, bahwa
dari pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka gugatan Penggugat untuk
bercerai dengan Tergugat telah beralasan dan sesuai dengan hukum sebagaimana
diatur di dalam pasal 19 huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal
116 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam
Menimbang, bahwa berdasarkan kaidah fiqih dan ketentuan pasal-pasal
tersebut, dihubungkan dengan apa yang telah dipertimbangkan di atas, maka
Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat telah beralasan hukum dan
menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat telah beralasan hukum, maka
64
Majelis Hakim berpendapat gugatan penggugat dapat dikabulkan dan akan
dicantumkan dalam amar putusan ini.
Menimbang, bahwa untuk memenuhi maksud Pasal 84 ayat 1 dan 2 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, maka diperintahkan
kepada panitera Pengadilan Agama Sengeti secara ex officio untuk mengirimkan
salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kepada
Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman Penggugat
dan Tergugat serta tempat perkawinan dilangsungkan yaitu Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi,
untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam daftar yang disediakan unntuk itu.
Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang
perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Pasal 90 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989, Pasal 91 Ayat (3) Undang ang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 serta Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 Tentang PNBP pada Mahkamah Agung RI,
maka biaya perkara ini dibebankan kepada Penggugat.
Mengingat, segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan dalil-
dalil syara’ yang berkaitan dengan perkara ini dengan mengadili tergugat yang
telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap sidang, tidak hadir,
mengabulkan gugatan Penggugat secara verstek, menjatuhkan talak satu bain
65
shugra Tergugat () terhadap Penggugat (), memerintahkan Panitera Pengadilan
Agama Sengeti untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah berkekuatan
hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan
untuk itu dan membebankan kepada Penggugat untuk membayar seluruh biaya
perkara sebesar Rp 791.000,00 (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);
Demikianlah putusan ini dijatuhkan dalam rapat permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Agama Sengeti pada hari Rabu tanggal 03 Mei 2017 M
bertepatan dengan tanggal 06 Sya’ban 1438 H, oleh Drs. Asli Nasution, M.E. Sy.
sebagai ketua Majelis, Hj. Baihna, A.Ag,M.H., dan Korik Agustian, S.Ag.,M.Ag.,
masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan oleh Ketua
Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga dengan
didampingi hakim anggota yang sama dan dibantu oleh Drs. Said Hasan A.
Sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.
Dalam pelaksanaanya hakim sebagai pertimbangannya melihat kepada bukti
bukti materilnya maupun keterangan saksi saksi di persidangan, hakim juga
merujuk kepada ketentuan-ketentuan Undang-Undang begitu juga merujuk kepada
hukum Islam dan dalam kasus ini sebagai pertimbangan hakim juga adalah kondisi
penyakit sakit jiwa yang berakibat tidak adanya ketentraman, keharmonisan
maupun kebahagiaan dalam membangun rumah tangga yang bahagia.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam
memutuskan perceraian adalah dengan melihat perkara penggugat tersebut serta
membuktikan kebenaran dari perkara tersebut yang disebabkan karena salah satu
66
pasangan mengalami sakit jiwa, yang dengan yaitu berakibat tidak adanya
ketentraman, keharmonisan, dan kebahagiaan dalam membangun rumah tangga.
Sehingga tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha esa tidak tercapai. Adapun dasar hukum yang digunakan
hakim dalam menyelesaikan gugatan perceraian tersebut adalah pasal 116 hurup
(e) dan (f) jo. Pasal 19 hurup (e) dan (f) jo. Pasal 22 ayat (2), Peraturan Pemerintah
No 9 Tahun 1975 menjelaskan gugatan tersebut ayat (1) dapat diterima apabila
telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab tidak terjadinya
keselarasan dalam rumah tangga dan setelah mendengar pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.
D. Perbedaan Putusan Hakim Terhadap Kasus Perceraian Dikarenakan
Suami Gila
1. Putusan gugatan perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan
Agama Bantul
Putusan gugatan perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan
Agama Bantul tidak didasarkan pada penyakit jiwa suami, akan tetapi lebih
pada akibat dari sakit jiwa tersebut yaitu tidak adanya ketentraman,
keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, sehingga tujuan
perkawinan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa tidak tercapai. Adapun dasar
hukum yang digunakan hakim dalam menyelesaikan gugatan perceraian
tersebut adalah Pasal 116 huruf (e) dan (f) Kompilasi Hukum Islam jo Pasal
19 huruf (e) dan (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Hakim
menentukan bahwa alasan perceraian akibat suami sakit jiwa dimasukkan
67
sebagai sebab tidak adanya ketentraman, keharmonisan dan kebahagiaan
dalm ikatan rumah tangga.
2. Putusan gugatan perceraian karena suami sakit jiwa di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Sengeti
Putusan gugatan perceraian karena suami sakit jiwa di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Senget berdasarkan fakta-fakta tersebut dihubungkan pula
dengan sikap penggugat di persidangan yang mana penggugat tetap ingin
bercearai dengan tergugat, hal mana menunjukkan antara penggugat dengan
tergugat tidak saling mencintai lagi dikarenakan tergugat kena gangguan jiwa
(stres), maka Majelis Hakim berpendapat bahwa perceraian adalah solusi yang
terbaik bagi penggugat dan tergugat, agar keduanya terlepas dari beban
penderitaan lahir dan batin yang berkepanjangan, kalau dipaksakan juga untuk
mempertahankannya, patut diduga bahwa hal itu akan menimbulkan mafsadah
yang lebih besar dari maslahahnya, padahal menolak mafsadah lebih
diutamakan dari mencapai kemaslahatan, ketentuan tersebut sesuai dengan
kaidah fiqih yang berbunyi: Artinya: “Menolak kemudharatan lebih utama
daripada menarik (mempertahankan) kebaikan”.
Menimbang, bahwa dengan kondisi Tergugat sebagaimana tersebut di
atas, maka telah ternyata bahwa tergugat sebagai suami tidak mampu
menunaikan kewajibannya, baik di dalam memenuhi keperluan hidup
penggugat maupun melindungi penggugat sebagaimana yang ditentukan di
dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
perkawinan. Oleh karena itu keberatan atas sikap dan tindakan tergugat
68
tersebut dapat dibenarkan sesuai dengan pasal 34 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang putusan hakim dalam
menetapkan kasus perceraian terhadap salah seorang suami atau istri karena sakit
jiwa di Pengadilan Agama Sengeti sudah berjalan baik, untuk itu secara khusus
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses permohonan perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan Agama
Sengeti, diantaranya; Mengajukan dan Mendaftarkan Permohonan, di mana
penggugat melengkapi semua persyaratan dan mengajukan ke bagian
pendaftaran perkara, Mempelajari Perkara dan Menyiapkan Panitera Sidang, di
mana dengan menelaah persayaratan yang telah diajukan dan Penetapan Mejelis
Hakim dan Memberi Putusan, di mana pembentukan tim siding dan juga
pemberian keputusan berdasarkan perkara yang ada.
2. Akibat perceraian karena suami sakit jiwa maka anak diasuh oleh ibu dalam hal
kekuasaan ibu terhadap anaknya maka ibu merawat anak tersebut mencapai
umur 18 tahun atau setelah menikah dan akibat perceraian karena suami sakit
jiwa terhadap harta benda dan hukum warisnya yand disebut harta gono gini
merupakan harta yang diperoleh sebelum mereka menjadi suami istri. Harga
seperti ini istri berhak memiliki dan menguasai hartanya secara mandiri dan
berhak melakukan perbuatan hukum sendiri atas harta itu. Sedangkan harta
70
bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Dalam pemakaiannya
harus mendapat persetujuan bersama.
3. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perceraian bahwa penggugat dangan
tergugat adalah suami istri yang telah menjalani rumah tangga antara penggugat
dan tergugat awalnya rukun, namun sejak awal tahun 2015 tidak harmonis lagi
karena tergugat terkena gangguan jiwa sehingga tidak bisa menjalankan
kewajibannya sebagai suami. Penggugat sudah mengurus tergugat selama sakit
sekitar satu tahun, dan membawanya berobat bahkan ke Rumah Sakit Jiwa,
namun sampai perkara ini di putus, tergugat tidak mengalami sembuh. Sehingga
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
yang maha esa tidak tercapai. Adapun dasar hukum yang digunakan hakim
dalam menyelesaikan gugatan perceraian tersebut adalah pasal 116 hurup (e)
dan (f) jo. Pasal 19 hurup (e) dan (f) jo. Pasal 22 ayat (2), Peraturan Pemerintah
No 9 Tahun 1975 menjelaskan gugatan tersebut ayat (1) dapat diterima apabila
telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab tidak terjadinya
keselarasan dalam rumah tangga dan setelah mendengar pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat disajikan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Pengadilan Agama Sengeti diharapkan melakukan pemeriksaan dengan adil
dan tidak memihak sesuai dengan fakta-fakta dan dengan menerapkan
prinsip-prinsip hukum yang baik dan benar, serta menjadi gambaran bagi
71
Peradilan Agama lain agar senantiasa menjalankan aturan yang telah
diberikan oleh Instansi Peradilan Tertinggi Negara dalam pemeriksaan
terhadap masyarakat pencari keadilan.
2. Hendaknya para keluarga tidak mengambil jalur perceraian selagi masih
dapat diperdamaikan.
3. Hendaknya pihak keluarga ikut serta mendamaikan agar terhindar dari
dampak perceraian karena suami sakit jiwa di Pengadilan Agama Sengeti.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Departemen Agama, Qur’an Tafwid dan Tejermahan, Jakarta: Magfirah Pustaka,
2008.
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta Timur: Sinar
Garafika, 2015.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jakarta: Perpustakaan Nasional KDT, 1999.
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, Yogyakarta:
Pustaka Bru Press, 2016.
Djam’an Satori Dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alfabeta, 2013.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2013.
Muhammad Syaifuddin, Pluralitas Hukum Perceraian, Bandung: Tunggal Mandiri
Publishing, 2012.
Mustafha Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i , Jakarta Selatan: PT
Mizan Publike, 2009.
Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, Jambi: Fakultas Syari’ah IAIN STS
Jambi, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta,
2009.
Umar, Metode Penelitian Untuk Sekripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
B. Jurnal
Gilang Purnama, “Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa
Di Rw 09 Desa Cileles Sumedang”, Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia Vol.2 No. 1 Juli 2016.
Hendrix, “Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan
Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/PA), Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam
Negerisyarif Hdayatullah Jakarta, 2013.
Imanda Putri Andini Rangkuti, “Studi Komparatif Perceraian Akibat Pindah
Agama Menurut Fikih Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Analisis
Putusan No. 0879/Pdt. G/2013/PA.Pdg)”, Jurnal De Lega Lata, Volume 2,
Nomor 2, Juli-Desember 201
Margaretta Erawati, “Cerai Talak Karena Murtad (Studi Terhadap Putusan
Pengadilan Agama Purwokerto Nomor 1566/Pdt.G/2012/PA.Pwt)”,
Skripsi: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Universitas Jenderal
Soedirman Fakultas Hukum Purwokerto 2013.
Mu’amalludin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama
Nganjuk No. 0270/Pdt.G/2017/PA. Ngj Tentang Cerai Talak Orang Gila”,
Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015.
Muhammad Hardika Mishar, “Gugatan Perceraian Akibat Suami Menderita
Gangguan Jiwa (Suatu Penelitian Di wilayah Mahkamah Syar’iyah
Lhoksukon Aceh Utara), Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Bung Hatta.
Nurhasana dan Rozalinda, “Persepsi Perempuan Terhadap Perceraian:Studi
Analisis Terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Ceraidi Pengadilan
Agama Padang”, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Vol. 4 No. 2 Tahun 2014.
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stres Stuart”, Jurnal Ilmu Kesehatan,
Vol. 5 No. 1 Nopember 2016.
Nadira Lubis, “Pemahaman Masyarakat Mengenai Gangguan Jiwa Dan
Keterbelakangan Mental”, Jurnal psikologi, Vol. 5, No. 1, Desember 2015.
Rati Widyaningsi Latif, “(Study Kasus Putusan Nomor 74/Pdt.G/2012/PA.Mks)”,
Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar 2013.
Rindang Resita Rizki, “Peran Kearifan Dalam Pengambilan Keputusan Untuk Istri
Yang Mengajukan Cerai Gugat Di Pengadilan Agama”, Jurnal Psikologi,
2011.
Ryan Ganang Kurnia, “Perceraian Karena Suami Mafqud (Studi Empiris Terhadap
Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Boyolali)”, Skripsi:
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015.
Siti Fatimah, “Gugat Cerai Dikarenakan Suami Gangguan Jiwa/ Gila(Studi Kasus
Di Pengadilan Agama Demak Tahun 2012”, Skripsi: Universitas Islam
Sultan Agung Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah Progam Studi Ahwal
Asy-Syakhshiyah Semarang 2013, hlm.
Suhaimi, “Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam”, Jurnal
RISALAH, Vol. 26, No. 4, Desember 2015.
C. Lainnya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pelaksanaan Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
DAFTAR INFORMAN
No Nama Jabatan
1 Bapak Amran Jurusita di Pengadilan Agama Sengeti
2 Ibu Baihna Hakim Anggota di Pengadilan Agama Sengeti
3 Ibu Rohaini Pegawai administrasi di Pengadilan Agama Sengeti
4 Bapak Darwansyah Pegawai administrasi di Pengadilan Agama Sengeti
DOKUMENTASI