20
Universitas Indonesia 1 ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN 2014 Anasatia Nuansa Fitri Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Analisis waktu tunggu operasi elektif memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya untuk pasien operasi elektif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu operasi elektif pasien khususnya dari rawat inap dan untuk mengetahui penyebab lamanya waktu tunggu dilihat dari input, proses dan output. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pencatatan waktu, telaah dokumen dan wawancara mendalam. Waktu tunggu dihitung 2 kali, yaitu ketika pasien di poliklinik dan ketika pasien di rawat inap. Hasil penelitian didapatkan rata-rata waktu tunggu operasi elektif (dari poliklinik) yaitu 5.39 hari, dan 0.32 hari (dari rawat inap). Lamanya waktu tunggu operasi elektif dipengaruhi oleh kekurangan kamar perawatan, kamar dan alat operasi, kekurangan SDM medis operasi, serta kondisi fisik pasien. Kesimpulan pada penelitian ini adalah waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap masih cukup lama, yaitu 5.39 hari yang melebihi standar SPM Rumah Sakit. Kata Kunci: operasi, operasi elektif, waktu tunggu. Abstract The purpose of analysis of waiting time for elective surgery is to improve hospitals’s quality in service especially for elective surgery patients. This research is done to measure the average waiting time for elective surgery of inpatient and to know the factors influencing the wait time, measured from the input, process and output. This research is a qualitative and quantitative research with cross-sectional design. Data collecting is done by observating, time writing, document analysis and indepth interview. Waiting time is measured 2 times, first is when the patient is at outpatient unit and the second is when the patient is at inpatient unit. The result states that the average waiting time (from outpatient unit) is 5,39 days while from inpatient unit is 0.32 days. Waiting time for elective surgery is influenced by these factors: lack of nursing room, operating room and operating tools; lack oh medikal human resource; and patient’s physical condition. The summary of this research is that waiting time for elective surgery of inpatients is still considerably long, which is 5.39 days. Key Words: elective surgery, surgery, waiting time. Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 1  

ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN

2014

Anasatia Nuansa Fitri

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Analisis waktu tunggu operasi elektif memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya untuk pasien operasi elektif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu operasi elektif pasien khususnya dari rawat inap dan untuk mengetahui penyebab lamanya waktu tunggu dilihat dari input, proses dan output. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pencatatan waktu, telaah dokumen dan wawancara mendalam. Waktu tunggu dihitung 2 kali, yaitu ketika pasien di poliklinik dan ketika pasien di rawat inap. Hasil penelitian didapatkan rata-rata waktu tunggu operasi elektif (dari poliklinik) yaitu 5.39 hari, dan 0.32 hari (dari rawat inap). Lamanya waktu tunggu operasi elektif dipengaruhi oleh kekurangan kamar perawatan, kamar dan alat operasi, kekurangan SDM medis operasi, serta kondisi fisik pasien. Kesimpulan pada penelitian ini adalah waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap masih cukup lama, yaitu 5.39 hari yang melebihi standar SPM Rumah Sakit.

Kata Kunci: operasi, operasi elektif, waktu tunggu. Abstract

The purpose of analysis of waiting time for elective surgery is to improve hospitals’s quality in service especially for elective surgery patients. This research is done to measure the average waiting time for elective surgery of inpatient and to know the factors influencing the wait time, measured from the input, process and output. This research is a qualitative and quantitative research with cross-sectional design. Data collecting is done by observating, time writing, document analysis and indepth interview. Waiting time is measured 2 times, first is when the patient is at outpatient unit and the second is when the patient is at inpatient unit. The result states that the average waiting time (from outpatient unit) is 5,39 days while from inpatient unit is 0.32 days. Waiting time for elective surgery is influenced by these factors: lack of nursing room, operating room and operating tools; lack oh medikal human resource; and patient’s physical condition. The summary of this research is that waiting time for elective surgery of inpatients is still considerably long, which is 5.39 days. Key Words: elective surgery, surgery, waiting time.

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 2: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 2  

Pendahuluan

Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia yang hidup di dunia. Negara Republik

Indonesia menjamin kesehatan masyarakatnya sebagaimana yang tercantum pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berbagai upaya dilakukan oleh

pemerintah untuk menjamin agar tiap-tiap penduduk Indonesia memiliki akses yang mudah

terhadap kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin

kesehatan masyarakat adalah dengan diselenggarakannya Jaminan Kesehatan Nasional pada

tahun 2014.

Rumah sakit khususnya rumah sakit pemerintah memiliki kewajiban untuk menjadi

anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan

Nasional. Dampak dari penyelenggaraan JKN pada tahun 2014 adalah terjadinya peningkatan

jumlah pasien terutama jumlah pasien operasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Setiap

tahunnya di RS Kanker “Dharmais” memang terjadi peningkatan jumlah pasien operasi.

Namun antrian semakin bertambah sejak diselenggarakannya JKN pada tahun 2014. Berikut

merupakan pertumbuhan pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”.

Tabel Pertumbuhan Pasien Operasi Tahun 2010-2013

No. TAHUN TARGET (JML)

REALISASI PENINGKATAN/ PENURUNAN (%) JML PASIEN PRESENTASE

(%) 1 2010 2397 2197 91,7 2 2011 2619 2294 87,6 4,42%

3 2012 2419 2343 96,9 2,14% 4 2013 2481 3067 123,7 30,9%

Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”

Sumber: Data Seksi Admission RS Kanker “Dharmais” 2013-2014

Gambar Kenaikan Jumlah Pasien Operasi Setelah Pelaksanaan JKN

0  

200  

400  

600  

800  

1000  

Oktober  13   Nopember  13  

Desember  13  

Januari  14   Februari  14   Maret  14  

Kemoterapi   Operasi   PKU  

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 3: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 3  

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa antrian pasien operasi meningkat setelah

dilaksanakannya JKN. Antrian dalam hal ini merupakan jumlah pasien yang dijadwalkan

untuk dilaksanakan operasi per hari namun belum dilaksanakan. Adapun penjadwalan operasi

dilakukan oleh dokter tanpa melihat kelengkapan administrasi pasien operasi.

Tabel Realisasi Operasi per Hari Januari-Maret 2014

Januari Februari Maret (s.d tgl 20)

Rencana 14,05 15,8 18,21 Batal 3,76 4,95 7,5 Tambahan 2,71 3,6 4,29 Terlaksana 12,05 14,45 10,5

Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”

Dapat disimpulkan pada triwulan pertama tahun 2014, rata-rata pelaksanaan operasi di

Instalasi Bedah Sentral per harinya yaitu sebanyak 14 kali. Dibandingkan dengan antrian

pasien operasi yang mencapai 110 orang per harinya, hal ini merupakan suatu gap atau

kesenjangan yang cukup besar. Artinya kapasitas operasi yang dapat dilaksanakan oleh rumah

sakit masih jauh mengalami kekurangan dibandingkan dengan antrian pasien yang ada. Selain

itu, rata-rata pembatalan operasi per hari hingga tanggal 20 Maret 2014 adalah 5 kali, dan

angka pembatalan harian per bulan mengalami kenaikan. Hal ini berpengaruh terhadap waktu

tunggu operasi elektif karena dengan dibatalkannya suatu operasi elektif menyebabkan waktu

tunggu yang semakin panjang. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai

analisis waktu tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker

“Dharmais” tahun 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran waktu

tunggu operasi elektif untuk pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker

“Dharmais” serta penyebab lamanya waktu tunggu tersebut.

Tinjauan Teoritis

1. Waktu Tunggu

Menurut Azwar (1993) yang dikutip dalam Mashuri (2012), waktu tunggu merupakan

salah satu dari aspek mutu menurut dimensi pasien. Waktu tunggu dapat bervariasi

berdasarkan saat memulai penelitian sampai dengan akhir penelitian. Waktu tunggu operasi

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 4: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 4  

elektif menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit Badan Layanan Umum 2013 adalah rata-rata

lama menunggu sebelum dioperasi elektif dalam hitungan hari. Waktu tunggu sebelum

operasi dihitung berdasarkan waktu tunggu pasien sejak diputuskan operasi elektif dan telah

dijadwalkan di kamar operasi sampai dilaksanakannya tindakan operasi elektif. Standar waktu

tunggu sebelum operasi elektif berdasarkan Indikator Kinerja RS BLU Tahun 2013 adalah 2

(dua) hari. Waktu tunggu operasi elektif menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang

Standar Pelayanan Miniman Rumah Sakit merupakan tenggang waktu yang dimulai dari

dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan.

Standar waktu tunggu berdasarkan SPM Rumah Sakit adalah ≤2 (dua) hari.

2. Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu

Menurut Siregar (2006) yang dikutip oleh Mashuri (2012), terdapat 5 (lima) hal yang

menyebabkan keterlambatan penanganan kasus prabedah, yaitu:

a. Birokrasi administrasi

b. Lamanya pemasangan instrumentasi prabedah

c. Penanganan pasien yang tidak terorganisir

d. Ketidaksiapan ruang perawatan

e. Lamanya penanganan/konsultasi anestesi

Dalam penelitian ini Siregar (2006), sebagaimana yang dikutip dalam Mashuri (2012),

menyebutkan bahwa penekanan bukanlah pada waktu (golden hour), tetapi pada

penanggulangan yang baik untuk mencapai hasil yang maksimal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), beberapa penyebab

keterlambatan operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah adalah sebagai berikut:

a. Operator datang terlambat

b. Keterlambatan pelaksanaan operasi sebelumnya

c. Adanya operasi cito di kamar operasi yang sudah dijadwalkan untuk operasi

elektif sebelumnya

d. Pasien yang akan dioperasi terlambat diantar ke ruangan operasi dari kamar

perawatan. Hal ini dikarenakan persiapan operasi yang belum selesai, yaitu

persiapan medis.

e. Pasien menunggu kedatangan keluarga

f. Problem manajerial

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 5: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 5  

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mashuri (2012), waktu tunggu persiapan

operasi cito berhubungan erat dengan beberapa factor sebagai berikut:

a. Persetujuan operasi

b. Kesiapan SDM di kamar operasi

c. Kesiapan peralatan operasi

Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan Mashuri, terdapat beberapa factor

yang berhubungan dengan lamanya persetujuan operasi dari keluarga atau penanggungjawab.

Untuk pasien umum, persetujuan keluarga dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan yang

berlawanan dengan informasi yang diberikan oleh dokter atau petugas rumah sakit. Sementara

untuk pasien jaminan, persetujuan operasi dipengaruhi oleh prosedur-prosedur yang

disyaratkan oleh penjamin.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan desain

penelitian cross sectional. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menghitung rata-rata waktu

tunggu operasi elektif pasien rawat inap peserta BPJS mulai dari penetapan tanggal sampai

dilaksanakan operasi di Instalasi Bedah Sentral. Sementara pendekatan kualitatif dilaksanakan

untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan lama waktu

tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral.

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer didapat dari pencatatan terhadap dokumen registrasi dan pelaksanaan

operasi pasien di bagian administrasi Instalasi Bedah Sentral serta rekam medik pasien yang

kemudian menjadi acuan untuk menghitung waktu tunggu. Selain itu data primer juga

diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan yang telah dipilih oleh peneliti untuk

mendapatkan informasi mendalam mengenai faktor yang berhubungan dengan waktu tunggu

operasi elektif berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi dari informan. Data sekunder

didapat dari telaah dokumen bagian Admission dan Instalasi Bedah Sentral.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang dilakukan operasi

elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam 1 bulan. Pada

penelitian ini, populasi yang termasuk berjumlah 295 orang, didapat dari rata-rata pelaksanaan

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 6: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 6  

operasi elektif untuk pasien rawat inap peserta BPJS per bulan terhitung dari Januari-April

2014. Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

! =!

1+ !(!)!

Dimana n merupakan jumlah sampel yang diperlukan, N adalah jumlah populasi, serta

e adalah persentasi kelonggaran ketidaktelitian akibat kesalahan pengambilan sampel, yaitu

0,1 (10%). Dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan sampel sebanyak 75. Untuk

menutupi kemungkinan kesahalah, maka peneliti menambah sampel menjadi 82 pasien.

Untuk penelitian kualitatif, informan dipilih berdasarkan purposive sampling, artinya peneliti

menentukan siapa dan berapa orang yang dipilih menjadi informan berdasarkan prinsip

Adequacy (Kecukupan) dan Appropriateness (Kesesuaian).

a. Adequacy (Kecukupan)

Informasi yang diperoleh mencakup keseluruhan fenomena yang berkaitan dengan

topik dan masalah penelitian, oleh karena itu harus memenuhi karakteristik yang

berkaitan dengan penelitian.

b. Appropriateness (Kesesuaian)

Informan dipilih berdasarkan tingkat pengetahuan sesuai dengan topik atau fenomena

yang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan 8 (delapan) orang informan dalam

wawancara mendalam sebagai berikut:

1. Kepala Instalasi Bedah Sentral : 1 orang

2. Wakil Kepala Instalasi Bedah Sentral : 1 orang

3. Kepala Ruang Perawatan Operasi : 1 orang

4. Kepala Seksi Admission : 1 orang

5. Petugas Admission : 2 orang

6. Petugas Administrasi Instalasi Bedah Sentral : 2 orang

Jumlah : 8 orang

Untuk penelitian yang bersifat kualitatif, upaya menjaga validitas data dilakukan

dengan metode triangulasi. Terdapat beberapa metode triangulasi, yaitu triangulasi sumber,

triangulasi metode dan triangulasi data. Pada penelitian ini, peneliti melakukan semua metode

triangulasi untuk menjaga keabsahan data.

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 7: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 7  

1. Triangulasi Sumber

Peneliti menggunakan beberapa sumber dalam penelitian ini, yakni telaah

dokumen dan dibandingkan dengan fakta yang ada. Peneliti mencocokkan data

yang ada pada dokumen dengan hasil wawancara mendalam terhadap informan

penelitian.

2. Triangulasi Metode

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan telaah dokumen,

wawancara mendalam serta observasi untuk melihat apakah data yang diperoleh

konsisten atau tidak.

Hasil Penelitian Sampel pada penelitian ini terdiri atas 82 pasien rawat inap yang dilaksanakan operasi

elektif di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”. Adapun karakteristik sampel adalah

sebagai berikut. Tabel Karakteristik Pasien Berdasarkan Kelas Perawatan

Kelas Perawatan Frekuensi Persen

VVIP 1 1,2 VIP 5 6,1

I 9 11 II 7 8,5

IIIA 9 11 IIIB 21 25,6

Tulip I 3 3,7 Tulip II 13 15,9 Tulip III 14 17,1

Total 82 100

Berdasarkan table dapat dilihat bahwa pasien paling banyak berasal dari kelas

perawatan IIIB. Kelas perawatan ini merupakan kelas perawatan khusus untuk pasien BPJS

PBI. Dari tabel, jenis kamar perawatan Tulip merupakan kamar yang khusus menampung

pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”. Berdasarkan jenis pembayaran, karakteristik sampel

adalah sebagai berikut: Tabel Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Pembayaran

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 8: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 8  

Jenis  Pembayaran   Frekuensi   Persen  Pribadi   10   12,2  

Perusahaan   4   4,9  BPJS   68   82,9  Total   82   100  

Dari tabel dapat dilihat bahwa pasien BPJS memiliki proporsi yang lebih banyak

dibanding pasien lainnya, yaitu 68 pasien atau 82,9% dari total sampel. Untuk penelitian

kualitatif, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 8 orang informan yang

memiliki karakteristik sebagai berikut.

Tabel Karakteristik Informan Penelitian

No   Jabatan   Jenis  Kelamin   Pendidikan  /Spesialisasi  

Lama  Kerja  

Kode  Informan  

1   Kepala  Instalasi  Bedah  Sentral  

Laki-­‐Laki   Bedah  Onkologi  

26  Tahun   I1  

2   Kepala  Seksi  Admission   Perempuan   S2   20  Tahun   I2  3   Wakil  Kepala  Instalasi  

Bedah  Sentral  Laki-­‐Laki   S1   19  Tahun  

 I3  

4   Kepala  Ruangan  Operasi   Perempuan   S1   21  Tahun   I4  5   Petugas  Admission  1   Laki-­‐Laki   S1   21  Tahun   I5  6   Petugas  Admission  2   Perempuan   SMA   17  Tahun   I6  7   Petugas  Administrasi  IBS  1   Perempuan   SMA   21  Tahun   I7  

8   Petugas  Administrasi  IBS  2   Perempuan   S1   21  Tahun   I8  

Kesiapan SDM

Sumber daya manusia terkait operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral terdiri dari

petugas administrasi, dokter bedah dan anestesi serta perawat bedah dan perawat anestesi

dengan kuantitas sebagai berikut. Tabel Jumlah Sumber Daya Manusia di IBS

No   SDM   Jumlah  1   Petugas  Administrasi   3  2   Dokter  Bedah   24  

3   Dokter  Anestesi   7  

4   Perawat  Bedah   16  

5   Perawat  Anestesi   7  

Petugas administrasi yang ada pada saat ini berjumlah 3 orang namun pada saat

pengumpulan data, peneliti hanya melihat 2 orang petugas administrasi dan berdasarkan

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 9: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 9  

wawancara, informan mengatakan bahwa 1 orang petugas tengah cuti karena sakit. Perawat

bedah pada saat ini berjumlah 16 orang dan perawat anestesi berjumlah 7 orang. Jumlah

perawat yang ada dirasa masih kurang terutama untuk perawat anestesi. Berdasarkan

observasi, kamar yang aktif berjumlah 5. Apabila 5 kamar digunakan pada saat bersamaan,

dibutuhkan minimal 5 perawat anestesi dan 10 sampai 15 perawat bedah karena untuk 1

tindakan membutuhkan 1 perawat anestesi dan 2 sampai 3 perawat bedah yang mendampingi

dokter bedah maupun dokter anestesi. Belum memperkirakan ada kemungkinan perawat yang

libur atau tidak masuk dan waktu yang dibutuhkan untuk turn over setiap tindakan, sehingga

jumlah yang ada pada saat ini dirasa terbatas.

Kekurangan perawat yang ada sangat dirasakan ketika ada perawat yang libur atau ada

perawat yang mengikuti acara seperti pelatihan akreditasi, sehingga operator yang harusnya

memiliki perawat pendamping bedah hanya didampingi oleh perawat keliling atau perawat

instrument. Jumlah dokter yang ada, baik dokter bedah maupun dokter anestesi yang ada juga

masih dirasa kurang. Hal ini terutama karena dokter juga harus melayani pasien di poliklinik

RS Kanker “Dharmais”.

Kekurangan SDM yang ada pada saat ini menyebabkan seringnya terjadi lembur di

Instalasi Bedah Sentral. Rumah Sakit belum memberlakukan sistem shift di IBS karena

dianggap sistem shift belum diperlukan di IBS. Namun pada kenyataan yang ada, lembur

seringkali terjadi di IBS. Setelah diberlakukan pembatasan 15 operasi per hari, informan

mengatakan seharusnya bisa ditangani dengan baik dan lembur dapat ditekan. Salah satu

penyebab terjadinya lembur selain kekurangan SDM adalah kurangnya manajemen waktu

beberapa SDM. Seringkali terjadi operasi yang seharusnya dilaksanakan pada jam tertentu,

dapat mundur 1 sampai 2 jam berkutnya karena maish menunggu SDM pelaksana operasi.

Kejadian lembur dapat ditekan dengan kedisiplinan SDM yang ada terhadap waktu, karena

pada jadwal operasi per hari sudah diperhitungkan waktu pelaksanaan operasi dan jeda yang

diperlukan.

Menurut Ilyas (2004), ketersediaan SDM yang cukup dan diikuti dengan kualitas yang

tinggi, professional sesuai dengan fungsi dan tugasnya merupakan salah satu indicator

keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien. Kurangnya jumlah SDM yang ada di

Instalasi Bedah Sentral dapat mempengaruhi proses pelayanan terhadap pasien, yang

menyebabkan tidak optimalnya pelayanan kepada pasien. Menurut Giddings (2005) dan

Hanaffi (2005) yang dikutip oleh Anggita (2012), masalah jumlah SDM yang tidak sesuai

dengan kebutuhan bisa mempengaruhi waktu tunggu. Menurut observasi dan wawancara yang

telah dilakukan oleh penulis, masalah kekurangan SDM memiliki pengaruh terhadap waktu

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 10: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 10  

tunggu namun tidak signifikan. Kekurangan SDM berdampak pada mundurnya pelaksanaan

operasi dan terganggunya proses di dalam kamar operasi.

Kualitas SDM yang ada di IBS sudah sesuai dengan persyaratan secara kualitatif yaitu

SDM yang sudah memiliki pengalaman yang dan keterampilan yang cukup terkait

pembedahan atau anestesi. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan SDM yang ada adalah dengan pelatihan dan pendidikan. Instalasi Bedah Sentral

mengadakan pelatihan rutin setiap tahunnya yang bersifat wajib, yaitu Advanced Cardiac Life

Support (ACLS) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS). Namun informan mengeluhkan

bahwa pelatihan yang ada pada saat ini dirasa masih kurang. Karena keterbatasan dana, tidak

semua perawat dapat mengikuti pelatihan tersebut setiap tahun, perawat yang sudah

mengikuti di tahun sebelumnya tidak diikutkan dalam pelatihan di tahun berikutnya. Selain

pelatihan yang ada, masih dibutuhkan seminar ataupun symposium untuk meningkatkan

keterampilan dan pengetahuan perawat. Oleh karena tidak adanya anggaran diklat untuk

perawat di IBS, sampai saat ini perawat yang ada belum bisa mengikuti symposium dan

seminar. Untuk mengatasi keterbatasan dana, pihak IBS sudah mencari sponsor untuk

mengadakan pelatihan rutin setiap tahun.

Persiapan Administrasi

Gambar Flowchart Alur Administrasi Pasien

  Poliklinik

APJ Kasir

Admission

Rawat  Inap

Mendapat  jadwal  di  Administrasi  IBS

Pelaksanaan  Operasi  di  IBS

Rawat  Inap HCU/ICU

jaminan  umum

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 11: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 11  

Berdasarkan observasi yang dilakukan dan wawancara mendalam terhadap informan,

perbedaan administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien BPJS dengan pasien lainnya adalah

berkas STBO. Untuk pasien BPJS atau jaminan lainnya, harus melakukan pengurusan STBO

ke bagian Administrasi Pasien Jaminan (APJ) untuk mendapatkan stempel. Sementara untuk

pasien umum, pengurusan biaya dilakukan di kasir dan kemudian akan diberikan surat

keterangan oleh kasir.

Berdasarkan wawancara, untuk pendaftaran di admission, pasien harus menyerahkan

surat pengantar rawat dari dokter serta STBO yang sudah diberi stempel atau surat bukti

pembayaran dari kasir. Sementara untuk pendaftaran di administrasi IBS pasien harus ada

STBO serta SIT baru bisa dimasukkan ke daftar pasien operasi. Menyertakan lembar STBO

pada saat pendaftaran di administrasi IBS bersifa wajib sehingga pasien tidak bisa didaftarkan

untuk operasi apabila belum memiliki STBO. Informan menyatakan bahwa kebijakan bahwa

pasien yang akan mendaftar harus memiliki STBO terlebih dahulu diterapkan mulai bulan

Mei 2014. Penetapan kebijakan ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pembatalan

operasi yang cukup banyak sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut. Sebelumnya masih

terdapat kejadian dimana operator meminta agar pasiennya dimasukkan dalam daftar operasi

padahal pasien tersebut belum ada STBO. Kejadian lain adalah terkadang operator

menginginkan pasien dilaksanakan operasi pada hari itu juga, namun terpaksa ditolak karena

pasien belum memiliki STBO dan belum melengkapi persyaratan medis. Informan

menyatakan bahwa IBS sudah berupaya meminimalisir masalah tersebut dengan memberikan

pengertian kepada operator mengenai persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh

pasien sebelum bisa dilaksanakan operasi.  

Persiapan Medis

Beberapa persiapan medis yang dilakukan terhadap pasien sebelum operasi adalah

sebagai berikut:

1. Konsultasi Jantung

2. Konsultasi Anestesi

3. Pemeriksaan Radiologi

4. Pemeriksaan Laboratorium

5. Persiapan Saluran Pencernaan dan Pernapasan

Adapun persiapan medis yang harus dilakukan oleh masing-masing pasien itu berbeda

tergantung pada tingkat kompleksitas operasi dan risiko anestesi pasien. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Sangkot (2010), beberapa faktor yang menyebabkan

perubahan jadwal operasi elektif adalah kondisi klinis pasien serta pasien masih memerlukan

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 12: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 12  

pemeriksaan lain. Pada penelitian ini, informan mengatakan bahwa persiapan medis pasien

tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap waktu tunggu operasi elektif. Persiapan medis

yang harus dilalui oleh pasien biasanya dapat diselesaikan dalam 1 hari. Namun masih ada

kejadian dimana pasien dibatalkan operasi akibat kondisi fisik pasien yang menurun. Hal ini

merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari atau diperkirakan.

SOP dan Kebijakan

Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti sudah melihat adanya SOP tertulis yang

berbentuk buku di bagian Admission namun belum ada di bagian administrasi IBS. SOP yang

ada di IBS terpusat berada di ruangan kepala instalasi. Berdasarkan wawancara, ada petugas

yang tidak mengetahui tentang SOP tertulis dan ada yang sudah mengetahui adanya SOP

tertulis. Informan yang ada juga sudah mengerti tugas dan aturan kerja masing-masing sesuai

dengan SOP yang ada. Untuk bagian Admission, petugas sudah mengetahui persyaratan apa

saja yang harus dipenuhi oleh pasien untuk dimasukkan dalam daftar tunggu kamar.

Sementara untuk bagian administrasi sudah mengetahui kebijakan dan SOP apa saja terkait

pendaftaran pasien operasi. Hal ini membuktikan bahwa SOP yang ada telah disosialisasikan

dan diterapkan oleh petugas yang ada.

Dalam penerapannya, masih terdapat pihak-pihak yang tidak mematuhi kebijakan dan

SOP yang ada. Masih ada operator yang tetap ingin mendaftarkan pasien untuk operasi tanpa

ada berkas STBO padahal sudah ada kebijakan terkait pendaftaran pasien di IBS. Upaya yang

dilakukan oleh IBS untuk meminimalisir kejadian tersebut adalah dengan memberikan

peringatan lisan mengenai SOP dan kebijakan yang ada. Untuk evaluasi, IBS belum memiliki

tools dan belum melakukan evaluasi secara tertulis terhadap ketepatan pelaksanaan SOP yang

ada. Evaluasi yang dilakukan selama ini masih berupa observasi dan pengamatan terhadap

pekerjaan sehari-hari.

Menurut Notoatmodjo (1992) yang dikutip oleh Anggita (2012), kinerja yang efisien

tidak hanya bergantung kepada kemampuan atau keterampilan pekerja, tetapu juga

dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah sebuah prosedur kerja yang berisikan

uraian tugas yang jelas. Menurut Hapsara (1977) dalam Anggita (2012), petunjuk pelaksanaan

merupakan faktor terpenting dalam menentukan arah dan kebijakan serta strategi yang akan

dijalankan pada tahun berikutnya.

Berdasarkan hasil penelitian, di Instalasi Bedah Sentral sebaiknya menyebarkan

sebuah SOP dan kebijakan tertulis kepada semua petugas yang ada di IBS. Hal ini untuk

memastikan semua petugas mengetahui dan memiliki dokumentasi SOP yang ada sehingga

pihak yang memaksakan untuk bertindak berlainan dengan SOP dapat dicegah dengan

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 13: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 13  

memperlihatkan SOP terkait. Mengenai kebijakan-kebijakan yang baru diterapkan agar dibuat

sebuah pengumuman atau SOP tertulis dan segera disosialisasikan kepada semua pihak terkait

agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan lancer dan pelayanan yang diberikan kepada pasien

menjadi lebih optimal.

Sarana dan Prasarana Pasien yang akan dilakukan operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral harus terlebih

dahulu masuk kamar perawatan di rawat inap. Instalasi Bedah Sentral tidak menerima

pendaftaran pasien operasi elektif yang belum mendapatkan kamar, kecuali untuk pasien

rawat singkat atau One Day Care yang bisa pulang dalam 1 hari. Permasalahan yang ada di

lapangan berdasarkan wawancara dan telaah dokumen pendaftaran pasien di bagian

Admission adalah lamanya waktu tunggu masuk kamar untuk semua kamar tidak hanya untuk

pasien elektif. Hal ini diakibatkan oleh jumlah kamar yang tidak sebanding dengan jumlah

pasien yang mendaftar. Lama perawatan pasien di rawat inap juga menjadi penyebab semakin

bertambahnya daftar tunggu pasien. Berikut merupakan rata-rata waktu tunggu masuk kamar

perawatan.

Tabel Waktu Tunggu Masuk Kamar Perawatan

Sarana dan prasarana untuk operasi maupun penunjang operasi di Instalasi Bedah

Sentral masih dirasa kurang. Kamar operasi yang ada pada saat ini berjumlah 6 kamar, dengan

5 kamar yang aktif dan 1 kamar non aktif karena tidak ada alat. Dari 5 kamar operasi aktif

terdapat 4 kamar untuk pelaksanaan operasi mayor dan 1 kamar untuk operasi minor. Kamar

operasi non aktif berdasarkan keterangan informan akan ditambahkan alat kesehatan pada

tahun 2014. Untuk penunjang seperti computer, meja dan printer cukup optimal. Petugas

mengeluhkan bahwa printer yang ada butuh penggantian dan telah dilakukan permintaan

namun pihak RS belum melakukan pengadaan. Informan mengatakan walaupun terdapat

kekurangan alat penunjang, hal ini masih bisa ditoleransi.

Menurut Buku Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Kamar Bedah, 2010 (yang

dikutip oleh Askar, 2011), jumlah kamar bedah tergantung dari beberapa hal, yaitu: jumlah

Variabel   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  

Waktu  Tunggu  Masuk  Kamar  Perawatan  

82   -­‐1   56   7.66   7.629  

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 14: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 14  

dan lama waktu operasi yang dilakukan; jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta

subspesialisasi dan fasilitas penunjang; pertimbangan antara operasi berencana dan operasi

segera; jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar bedah baik jam per hari dan per minggu;

serta sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan penyediaan

peralatan.

Dari pertimbangan jumlah kamar operasi berdasarkan teori di atas, kamar operasi yang

ada pada saat ini masih dirasakan kurang karena jumlah dan lama waktu operasi masih

melebihi jam operasional IBS, yaitu dari pukul 8.00 sampai dengan 16.00. Dengan pembagian

jumlah operasi per harinya, pasien yang dapat ditampung oleh IBS hanya sampai 15 pasien.

Dengan menambah kamar operasi dan alat operasi, IBS dapat menambah kapasitas pasien

yang dapat ditampung per harinya.

Penjadwalan Operasi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa yang menentukan jadwal operasi

pasien adalah dokter operator. Untuk penjadwalan operasi elektif ada beberapa dokter yang

menetapkan tanggal 2 kali, yaitu ketika pasien berada di poliklinik dan ketika pasien sudah

masuk kamar perawatan. Ada juga dokter yang menetapkan tanggal operasi setelah pasien

masuk kamar perawatan. Hal ini mengakibatkan waktu tunggu operasi elektif dari poliklinik

tidak dapat diukur.

Sistem penjadwalan operasi yang ada pada saat ini dirasa masih belum optimal. Belum

ada suatu standar khusus penjadwalan operasi elektif. Selain itu penjadwalan yang ada pada

saat ini masih menggunakan sistem pencatatan manual. Hal ini mengakibatkan masih terdapat

pihak-pihak yang menjadwalkan pasien tanpa mengikuti SOP.

Koordinasi SDM untuk penjadwalan operasi yaitu pertama kali dokter di poliklinik

memutuskan pasien untuk di operasi dan membuat surat pengantar rawat untuk operasi, pada

surat ini sebagian dokter menulis tanggal rencana operasi dan sebagian lain tidak

mencantumkan. Setelah itu pasien mendaftar untuk masuk kamar ke bagian Admission,

rencana masuk kamar pasien yaitu 2 hari sebelum tanggal rencana operasi. Kemudian

Admission akan berkoordinasi dengan petugas rawat inap mengenai ketersediaan kamar.

Setelah pasien masuk kamar, petugas di rawat inap menghubungi operator untuk memastikan

jadwal operasi. Setelah itu petugas rawat inap menghubungi administrasi IBS untuk

pendaftaran pasien operasi. Petugas administrasi IBS kemudian akan melihat persyaratan

pasien, apabila sudah lengkap maka pasien akan dimasukkan dalam daftar operasi. Selama ini

petugas menjadwalkan pasien berdasarkan pasien yang terlebih dahulu mendaftar. Hal ini

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 15: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 15  

sesuai dengan teori Sobolov et al (2000) yang dikutip oleh Sangkot (2010), bahwa pasien

yang memiliki prioritas yang sama dipilih berdasarkan urutan kedatangan mereka. Namun

masih ada operator yang mendahulukan pasien umum sebelum pasien BPJS. Hal ini

seharusnya tidak dilakukan karena semua pasien operasi elektif memiliki prioritas yang sama.

Pelaksanaan Operasi Cito di Kamar Operasi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan operasi cito tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap waktu tunggu operasi elektif. Hal ini dikarenakan

di IBS jarang terjadi kasus operasi cito yang bersifat life saving. Hal yang dilakukan apabila

ada operasi cito adalah dengan menunggu ketersediaan kamar operasi di IBS. Menurut

informan, selama ini operasi cito tidak menyebabkan penundaan operasi elektif pada hari

berikutnya, walaupun tertunda pada umunya operasi elektif dapat dilakukan di hari yang

sama.

Instalasi Bedah Sentral tidak memiliki sebuah kamar operasi khusus untuk

pelaksanaan operasi cito. Selama ini ruangan operasi yang ada digunakan untuk operasi

elektif dan operasi cito. Sebenarnya RS Kanker “Dharmais” sudah memiliki suatu kamar

operasi khusus cito di UGD namun tidak dioperasikan. Hal ini karena peralatan yang ada

tidak cukup dan masih ada kebingungan penggunaan sumber daya manusia, apakah dari IBS

atau dari UGD.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), operasi cito merupakan salah

satu penyebab keterlambatan dimulainya operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah. Hal ini

karena belum adanya pemisahan kamar operasi untuk operasi elektif dan operasi cito.

Meskipun jumlah operasi cito di RS Kanker “Dharmais” masih bisa dibilang jarang,

sebaiknya dilakukan pemisahan pelaksanaan operasi elektif dengan operasi cito di kamar yang

berbeda. Kamar operasi cito yang ada di UGD sebaiknya mulai dioperasikan dengan

menambah alat dan menentukan SDM yang jelas untuk melaksanakan operasi cito di UGD.

Hal ini untuk mengantisipasi kejadian cito di masa datang agar tidak tumpang tindih dengan

pelaksanaan operasi elektif.

Waktu Tunggu Operasi Elektif di Instalasi Bedah Sentral

Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dari dokter memutuskan

untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan. Untuk operasi

elektif pasien rawat inap, dokter memberikan 2 (dua) jadwal untuk pasien, yang pertama yaitu

ketika pasien di poliklinik, dan yang kedua yaitu ketika pasien sudah masuk kamar perawatan

di Instalasi Rawat Inap. Dari kedua jadwal tersebut, peneliti membagi rata-rata waktu tunggu

operasi elektif menjadi dua, yaitu dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat pasien di

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 16: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 16  

poliklinik atau sebelum masuk rawat inap, dan dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat

pasien sudah masuk kamar perawatan. Tabel berikut menunjukkan rata-rata waktu tunggu

pasien operasi elektif untuk pasien rawat inap. Tabel Waktu Tunggu Operasi Elektif

Variabel   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  Waktu  Tunggu  (dihitung  dari  Poli)   31   0   20   5.39   4.991  

Waktu  Tunggu  (dihitung  dari  kamar)   82   -­‐2   6   0.32   1.143  

Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa waktu tunggu operasi elektif yang menjadi

masalah adalah waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik. Rata-rata waktu tunggu yang

dihitung dari poliklinik adalah 5.39 hari dan hal ini melebihi standar yang ada pada SPM.

Sedangkan untuk waktu tunggu yang dihitung dari kamar sudah sesuai dengan standar

berdasarkan SPM. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar waktu

tunggu untuk operasi elektif adalah ≤2 hari. Namun di SPM tidak disebutkan bagaimana

perhitungan waktu tunggu, apakah jika operasi sesuai dengan jadwal itu dihitung 0 atau 1

hari. Penelitian ini peneliti memiliki asumsi bahwa apabila operasi dilaksanakan di hari yang

sama dengan jadwal yang diberikan, perhitungannya adalah 0 hari, atau tidak ada waktu

tunggunya. Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari kamar)

Jenis  Pembayaran   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  Pribadi   10   0   0   0.00   .000  

Perusahaan   4   0   1   0.25   .500  BPJS   68   -­‐2   6   0.37   1.245  Total   82   -­‐2   6   0.32   1.143  

           

Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari poli)

Jenis  Pembayaran   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  Pribadi   5   0   17   4.80   7.050  

Perusahaan   1   3   3   3.00   .  BPJS   25   0   20   5.60   4.743  

Total   31   0   20   5.39   4.991  

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu tunggu untuk pasien BPJS cenderung

lebih lama dibandingkan dengan pasien lainnya. Dihitung dari kamar perawatan, pasien

dengan pembayaran pribadi atau umum memiliki rata-rata waktu tunggu 0 hari. Pasien

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 17: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 17  

jaminan perusahaan memiliki rata-rata waktu tunggu 0.25 hari dengan rentang waktu 0-1 hari.

Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 0.37 hari dengan rentang waktu -2 sampai

dengan 6 hari. dihitung dari poliklinik, pasien dengan pembayaran pribadi atau umum

memiliki rata-rata waktu tunggu 4.80 hari dengan rentang waktu 0-17 hari. Pasien jaminan

perusahaan memiliki waktu tunggu 3 hari. Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 5.6

hari dengan rentang waktu 0 sampai dengan 20 hari.

Menurut Wijono (1999) yang dikutip oleh Iksan (2012), waktu tunggu pasien

merupakan salah satu indicator tingkat kepuasan pasien. Semakin lama waktu tunggu,

semakin rendah tingkat kepuasan pasien, begitu sebaliknya. Menurut Brunicardi (2007) dan

Prawirohardjo (2008) dalam Mashuri (2012), waktu tunggu operasi merupakan suatu faktor

yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Menurut Braybrooke et. al (2007), semakin

lama waktu tunggu operasi maka outcome dari operasi tersebut akan semakin buruk. Waktu

tunggu yang lama memiliki pengaruh negative terhadap hasil dari operasi tersebut.

Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker

“Dharmais” dihitung cukup lama, yaitu rata-rata 5.99 hari dan melebihi standar pada SPM

Rumah Sakit. Faktor utama yang menyebabkan lamanya waktu tunggu adalah kurangnya

jumlah kamar perawatan sehingga pasien membutuhkan waktu yang lama untuk mengantri

masuk kamar rawat inap. Faktor lain yang berhubungan dengan lamanya waktu tunggu adalah

masih kurangnya jumlah kamar operasi beserta alat kesehatan di Instalasi Bedah Sentral serta

kurangnya SDM pelaksana operasi sehingga IBS membatasi pelaksanaan operasi per hari

hanya sampai 15 pasien. Waktu tunggu yang lama dapat mengakibatkan kondisi pasien,

terutama pasien kanker semakin memburuk dan berpengaruh terhadap outcome dari operasi

yang dilaksanakan.

Kesimpulan

a. Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS

Kanker “Dharmais” dapat dibagi menjadi 2 jenis. Pertama waktu tunggu yang

dihitung dari pertama kali dokter menetapkan pasien untuk operasi di poliklinik dan

yang kedua dihitung dari jadwal yang diberikan dokter ketika pasien sudah masuk

ruang perawatan. Namun waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik tidak dapat

dihitung untuk semua sampel karena tidak semua dokter mencantumkan tanggal

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 18: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 18  

rencana operasi di surat pengantar rawat. Rata-rata waktu tunggu yang dihitung dari

poliklinik adalah 5.39 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Rata-rata waktu tunggu

yang dihitung dari kamar perawatan adalah 0.32 hari dengan rentang waktu -2

sampai dengan 6 hari.

b. Waktu tunggu operasi elektif yang dihitung dari poliklinik untuk pasien BPJS adalah

5.60 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Waktu tunggu pasien BPJS dari sampel

penelitian lebih lama dibanding pasien dengan jenis pembayaran lainnya. Waktu

tunggu untuk pasien umum dan perusahaan adalah 4.80 hari dan 3.00 hari. Untuk

waktu tunggu operasi elektif pasien BPJS yang dihitung dari kamar perawatan juga

sedikit lebih lama daripada pasien lainnya. Waktu tunggu untuk pasien BPJS, pasien

umum dan perusahaan adalah 0.37 hari, 0 hari dan 0.25 hari.

c. Beberapa penyebab lamanya waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap adalah

sebagai berikut:

1. Ketersediaan kamar di rawat inap yang tidak sebanding dengan jumlah pasien

yang ada sehingga menyebabkan tingginya daftar tunggu dan berpengaruh

terhadap lama waktu tunggu operasi elektif pasien operasi.

2. Ketersediaan kamar operasi di Instalasi Bedah Sentral yang masih sedikit dan

SDM yang juga masih dirasa belum cukup sehingga terjadi pembatasan operasi

per hari.

3. Penundaan pelaksanaan operasi pasien oleh operator ke hari berikutnya

4. Kondisi fisik pasien yang menurun pada hari jadwal operasi

 

 

Saran

Bagi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”

1. Perlunya dibuat suatu kebijakan atau SOP tertulis yang berisi pedoman untuk

menghitung waktu tunggu operasi elektif untuk mengetahui waktu tunggu operasi

pasien dan penyebab lamanya waktu tunggu sehingga dapat mengetahui dimana letak

permasalahan yang ada.

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 19: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 19  

2. Mengalokasikan anggaran pendidikan dan pelatihan untuk Instalasi Bedah Sentral

agar kualitas SDM yang ada semakin baik sehingga pelayanan terhadap pasien juga

optimal.

3. Mengupayakan penjadwalan operasi menggunakan sistem computer

Bagi Instalasi Bedah Sentral

1. Memperbarui SOP terkait pendaftaran maupun pelaksanaan operasi elektif

2. Sosialisasi SOP yang ada kepada SDM yang terkait

3. Memberikan dokumentasi SOP kepada SDM yang ada

4. Melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap ketepatan pelaksanaan

SOP

5. Membuat peraturan yang tertulis atau sistem reward dan punishment yang bertujuan

untuk meningkatkan kedisiplinan dan kesadaran SDM yang ada

Bagi SDM Medis Operasi

1. Meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan terhadap tanggungjawab dan waktu kerja

2. Mengupayakan agar melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang ada

Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan dalam waktu yang lebih panjang

dan agar penelitian dilakukan secara observasi partisipatif dengan mengikuti pasien dari awal

ditetapkan operasi sampai dengan pelaksanaan operasi sehingga dapat dilihat dengan jelas

berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap sebelum operasi. Perlunya dilakukan

analisis yang lebih lanjut dan lebih mendalam terutama terkait sarana yang ada di rawat inap.

Daftar Pustaka

Anggita S.P.D. (2012). Skripsi: Analisis Waktu Tunggu Pemberian Informasi Tagihan Pasien

Pulang Rawat Inap di RS GRHA Permata Ibu Tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia.

Askar, M. (2011). Tesis: Analisis Penyebab Keterlambatan Dimulainya Operasi Elektif di

Instalasi Kamar Bedah Rumah Sakit Otorita Batam. Depok: Universitas Indonesia.

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Page 20: ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT …

Universitas Indonesia 20  

Baybrooke, J. et. al. (2007). The Impact of Surgical Wait Time on Patient-Based Outcomes in

Posterior Lumbar Spinal Surgery. Published 14 August 2007. Eur Spine Journal.

Iksan, A. G. 2012. (Skripsi): Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan (Pagi) di Poliklinik Penyakit

Dalam, Paru, dan Jantung RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2012. Depok: Universitas

Indonesia.

Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit (Teori, Metode dan Formula). Cetakan

Ketiga. Depok: FKM UI.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit.

Mashuri, A. 2012. (Tesis): Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tunggu

Persiapan Operasi Cito Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Karya a I Kabupaten

Bekasi Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia.

RS Kanker Dharmais. 2014. Data Bagian Admission RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS

Kanker Dharmais.

RS Kanker Dharmais. 2014. Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS

Kanker Dharmais.

Sangkot, H. S. 2010. (Tesis): Mortalitas dan Morbiditas Pada Pasien Elektif Dalam Daftar

Tunggu Operasi Bedah Pintas Koroner di RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Tahun 2010. Depok: Universitas Indonesia.

 

Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014