132
ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA CERAI TALAK (Studi atas Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : SAEFUL MUPID NIM. 1113044000010 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H / 2018 M

ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM

DALAM PERKARA CERAI TALAK

(Studi atas Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

SAEFUL MUPID

NIM. 1113044000010

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H / 2018 M

Page 2: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 3: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 4: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 5: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

iv

ABSTRAK

Saeful Mupid, 1113044000010, “ANALISIS YURIDIS ULTRA

PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA CERAI TALAK (Studi atas

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT

dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA

JK)”. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H / 2018 M. ix + 73 halaman + 49

halaman lampiran.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk: a) mengetahui implementasi asas

ultra petitum partium terkait hak asuh anak pada putusan pengadilan agama

Jakarta Timur nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan pengadilan tinggi

agama Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK. b) mengetahui penyebab disparitas

putusan pengadilan agama Jakarta Timur nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan

putusan pengadilan tinggi agama Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK.

Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan jenis

penelitian kualitatif dan pendekatannya menggunakan pendekatan yuridis

normatif. Sumber data primer diperoleh dari berkas putusan pengadilan agama

Jakarta Timur nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT, berkas putusan pengadilan tinggi

agama Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK dan Hasil wawancara dengan hakim

yang memutus perkara nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan perkara nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK. Sumber data sekunder, yaitu: data-data yang memberikan

penjelasan mengenai data hukum primer, berupa buku-buku, Al-qur’an, As-

Sunah, jurnal, skripsi, artikel, ensiklopedia, dan penulisan skripsi ini meliputi

bahan-bahan bacaan yang ada hubungannya dengan masalah ultra petitum partium

terkait hak asuh anak. Teknis pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka,

dokumentasi dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan deskriptif-kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hakim pada asasnya tidak boleh

memutus melebihi dari yang diminta, tapi asas tersebut tidak berlaku bagi para

pihak yang telah melakukan perceraian walaupun para pihak tidak meminta hak

asuh anak, hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua untuk

mengasuh dan mendidik anak. Sehingga asas ultra petitum partium dapat

dikesampingkan selama ada aturan yang lebih khusus yakni SEMA No 7 Tahun

2012. Implementasi asas ultra petitum partium pada putusan nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT sudah berjalan dengan baik, hanya saja hakim tingkat

pertama tidak menerapkan SEMA No. 7 Tahun 2012 pada putusannya. Lain

halnya dengan hakim tingkat banding pada putusan nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK

yang menunjuk ibu sebagai pengasuh bagi ketiga anaknya pasca perceraian.

Adapun faktor yang menyebabkan adanya perbedaan putusan tersebut ialah

implementasi asas ultra petitum partium dan implementasi SEMA No. 7 Tahun

2012.

Kata Kunci : Hak Asuh Anak, Ultra Petitum Partium, Putusan Nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT, Putusan Nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK.

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.

Daftar Pustaka : 1997-2016.

Page 6: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan limpahan kasih-sayang

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tak lupa shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarga, para sahabat, dan

pengikutnya sebagai suri tauladan yang baik bagi kita semua.

Dari awal masa perkuliahan hingga tahap penyelesaian penyusunan skripsi

ini, banyak pihak yang selalu memberi dukungan, bimbingan dan arahan kepada

penulis. Maka dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Phil. H. Asep Saepudin Djahar, M.A. Selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Bapak Indra Rahmatullah, S.H.I.,

M.H. Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Hj. Hotnidah Nasution, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

selalu membimbing, memberikan arahan dan selalu memotivasi hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, hanya ucapan

terimakasih dan doa yang dapat penulis sampaikan.

4. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu membimbing, mengarahkan dan mengajarkan penulis dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan, yang tidak

Page 7: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

vi

dapat penulis sebutkan satu persatu tapi tidak mengurangi rasa hormat

penulis.

6. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Staf

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membantu dan

memberikan pelayanan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

7. Staf Pengadilan Agama Jakarta Timur, Staf Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta dan Staf Pengadilan Tinggi Agama Banten yang telah memberikan

jalan dan akses untuk mendapatkan data-data yang penulis perlukan dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Drs. Ahmad Zawawi, M.H. selaku hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur yang penulis wawancarai yang senantiasa memberikan

motivasi dan semangat.

9. Bapak Drs. Sam’un Abduh, S.Q., M.H. selaku hakim Pengadilan Tinggi

Agama Banten yang penulis wawancarai yang senantiasa meluangkan

waktunya.

10. Yang teristimewa Ibunda tercinta Hj. Nurhayati, Ayahanda tercinta

H. Atuy Masturo, Adik tersayang Akmal Wildan dan sicantik Aira

Himmatul Alya, Nenek tercinta Alm. Hj. Umsih, Kakek tercinta H.Udin

dan semua keluarga penulis, yang telah memberikan kasih sayang,

pengorbanan dan segalanya, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya tanpa doa, nasihat dan pengorbanan dari kalian mustahil skripsi

ini dapat diselesaikan. ( اغفرليذنوبيالل كمارب يانىصغيراهم وارحمهما ولوالدى )

Terkhusus nenek tercinta Alm. Hj. Umsih semoga amal dan ibadah beliau

diterima Allah SWT. Aammiinn… ucapan terimakasih dan doa selalu

penulis panjatkan ( ورحمهاوعافهاواعفعنهاهماغفرلهاالل )

11. Kawan seperjuangan penulis di Majlis Al-Fajriyah Fajri Arba, Murdanil

Arifin dan Sutarno Ibnu Abdullah Terimakasih telah menemani dan

berbagi ilmu semoga kita tetap berkumpul dalam kebaikan.

Page 8: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

vii

12. Saudara Penulis di Toko Aneka Lestari Mang IIp, Fajri Hidayat dan Dion

terimakasih telah menyemangati penulis berkat support dari kalian skripsi

ini dapat diselesaikan.

13. Sahabat – sahabat penulis Rahmat Hidayat, Muhammad Ihsan Muttaqin,

dan Ahmad Ferizqo Achdan yang telah menemani dari awal perkuliahan

hingga penyelesaian skripsi.

14. Keluarga Besar SAS A angkatan 2013, {Mim, Dayat, Husnil, Fuad, Jamil,

Andri, Holil, Lukman, Zhaffar, Sakino, Alim, Alwi, Icat, Abi, Nidzom

Alfan, Annisaul, Robiah, Kholis, samha, Lulu, Rustanti, Dina, Azri, Najla,

Mela, Dina, Fahra, Farah, Vicky, Ais, Elma, Tami, Hikmah, Eno}.

15. Seluruh teman-teman mahasiswa Hukum Keluarga angkatan 2013 dan

teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah menemani penulis

dalam menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Ciputat, 25 Oktober 2018

16 Safar 1440

Penulis

Page 9: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 5

C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 6

D. Perumusan Masalah.............................................................................. 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6

F. Metode Penelitian ................................................................................. 7

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI TALAK, HAK ASUH

ANAK, ULTRA PETITUM PARTIUM DAN KAJIAN

KEPUSTAKAAN

A. Cerai Talak ......................................................................................... 11

B. Hak Asuh Anak .................................................................................. 16

C. Ultra Petitum Partium ......................................................................... 22

D. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 27

BAB III PROFIL PENGADILAN DAN PUTUSAN TENTANG CERAI TALAK

TERKAIT YANG TIDAK DITUNTUT

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Timur ............................................ 30

B. Profil Pengadilan Tinggi Agama Jakarta ........................................... 34

C. Putusan Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT ............................................ 39

C. Putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK............................................. 48

Page 10: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

ix

BAB IV ASAS ULTRA PETITUM PARTIUM PADA PUTUSAN NOMOR

1082/Pdt.G/2013/PTA JK DAN PUTUSAN NOMOR

16/Pdt.G/2015/PTA JK

A. Implementasi Asas Ultra Petitum Partium ......................................... 54

B. Faktor Penyebab Disparitas Putusan .................................................. 58

C. Kebebasan Hakim Dalam Mengenyampingkan Asas Ultra Petitum

Partium ............................................................................................... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 68

B. Saran ................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan adalah makhluk Allah yang

diciptakan-Nya berpasang-pasangan. Hubungan antara pasang-pasangan itu

membuahkan keturunan, agar hidup di alam semesta ini berkesinambungan.

Dengan demikian penghuni dunia ini tidak pernah sunyi dan kosong, tetapi terus

berkembang dari generasi ke generasi.1

Allah SWT. Tidak ingin manusia memiliki perilaku yang sama dengan

makhluk-Nya yang lain (binatang,red) yang senang mengumbar nafsunya dan

melampiaskannya dengan bebas, hubungan antara laki-laki dan perempuan terjadi

tanpa aturan maupun ikatan. Allah SWT telah menetapkan aturan sesuai dengan

fitrah manusia, yang dengan fitrah tersebut, harga diri dan kehormatannya dapat

terjaga. Oleh karena itu, Allah SWT menjadikan hubungan laki-laki dan

perempuan dalam ikatan yang suci, yaitu pernikahan yang terjalin atas dasar

saling ridha diantara calon suami dan calon isteri.2

Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikannya dasar yang kuat bagi

kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan

utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah SWT. Untuk

mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi syariat dan hukum-hukum Islam

agar dilaksanakan manusia dengan baik.3

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat

manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat di tegakkan dan dibina

sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga

berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling

berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang

1 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), cet-1, h. i. 2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2010), cet-1, Jilid 4, h. 197. 3 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,

penerjemah: Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2011), cet-2, h. 39.

Page 12: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

2

berada dalam rumah tangga itulah yang disebut “keluarga”. Keluarga merupakan

unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga yang dicita-citakan dalam ikatan

perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat

ridha dari Allah SWT.4

Kuat lemahnya perkawinan yang ditegakkan dan dibina oleh suami istri

tersebut sangat tergantung pada kehendak dan niat suami istri yang melaksanakan

perkawinan tersebut. Oleh karena itu, dalam suatu perkawinan diperlukan adanya

cinta lahir batin antara pasangan suami istri tersebut. Perkawinan yang dibangun

dengan cinta yang semu (tidak lahir batin), maka perkawinan yang demikian itu

biasanya tidak berumur lama dan berakhir dengan suatu perceraian.5

Pasal 113 Kompilasi isinya sama dengan pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974

yang menentukan perkawinan dapat putus karena :

a. Kematian;

b. Perceraian; dan

c. Atas putusan pengadilan.6

Putus hubungan dalam perkawinan merupakan suatu perbuatan yang tidak

disukai. Karenanya, ia dibenci Allah. Maka sedapat mungkin kekejaman ini harus

dihindari, dengan sekuat tenaga, baik dari pihak suami atau dari pihak isteri. Juga

dari pihak kaum keluarga dan mereka yang sanggup untuk turut serta dalam hal

ini, untuk bersama-sama menuntun dan mendamaikan. Dijelaskan oleh Abdul

Rahman (1996:80) sebagai berikut:7

Syari’at bermaksud membentuk suatu unit keluarga yang sejahtera melalui

perkawinan, namun karena beberapa alasan tujuan ini gagal, maka tak perlu lagi

memperpanjang harapan-harapan tersebut, sebagaimana yang dipraktekan dan

diajarkan oleh beberapa agama lain bahwa perceraian itu tidak diperbolehkan.

Islam lebih menganjurkan perdamaian diantara kedua suami isteri dari pada

4 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2008), Cet-2, h. 1. 5 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet-2, h. 1. 6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: CV. Akademi Pressindo ,2010), Edisi

Pertama, Cet-4, h. 140. 7 Dedi Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam,

(Bandung : Pustaka Al-Fikriis 2009), Cet-1, h. 190-191.

Page 13: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

3

memutuskannya. Namun, jika hubungan baik diantara pasangan itu tak

memungkinkan terus dilangsungkan, maka Islam pun tidak membelenggu dengan

rantai yang memuakkan, mengakibatkan keadaan yang menyiksa dan

menyakitkan. Maka diizinkanlah perceraian.8

Perceraian diakui dalam Islam sebagai satu jalan keluar dari kemelut rumah

tangga yang disebabkan oleh pertengkaran yang tidak ada hentinya, dimana bila

hal itu tidak dilakukan, maka sebuah rumah tangga seolah-olah menjadi neraka

bagi kedua belah pihak atau bagi salah satunya. Dan hal seperti itu jelas

bertentangan dengan tujuan disyariatkannya pernikahan.9

Perceraian hanya boleh dilakukan karena mengandung unsur kemaslahatan,

karena setiap jalan perdamaian antara suami istri yang bertikai tidak menemukan

jalan perdamaian. Perceraian hendaknya menjadi alternatif yang lebih mendidik

kedua belah pihak. Hukum islam memberikan kebebasan sepenuhnya kepada

kedua belah pihak untuk mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang,

dalam batas-batas yang dapat dipertanggung jawabkan. Di samping banyaknya

akibat buruk dari suatu perceraian menyangkut kehidupan kedua belah pihak dan

anak-anak, dapat pula dibayangkan betapa tersiksanya seseorang yang mana

kedamaian rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan, sehingga dalam

kondisi seperti ini perceraian sebagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan

ini.10

Menurut hukum islam, seorang suami mempunyai hak talak sedangkan istri

tidak. Talak adalah hak suami, karena dialah yang berminat melangsungkan

perkawinan, dialah yang berkewajiban memberi nafkah, dia pula yang wajib

membayar mas kawin, mut’ah, serta nafkah di samping itu laki-laki lebih sabar

terhadap sesuatu yang tidak disenangi oleh perempuan. Laki –laki tidak akan

segera menjatuhkan talak apabila marah atau ada kesukaran yang menimpanya.

Sebaliknya kaum wanita itu lebih cepat marah, kurang tabah sehingga ia cepat-

8 Aulia Muthiah, Hukum Islam – Dinamika perkembangan Seputar Hukum Perkawinan

dan Hukum Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2017), h. 104. 9 Mustaming, Al-Syiqaq dalam Putusan Perkawinan di Pengadilan Agama Tanah Luwu,

(Sleman: DEEPUBLISH, 2012), h. 72. 10 Aulia Muthiah, Hukum Islam – Dinamika perkembangan Seputar Hukum Perkawinan

dan Hukum Keluarga, h. 104.

Page 14: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

4

cepat minta cerai hanya karena sebab yang sebenarnya sepele atau tidak masuk

akal. Karena itulah kaum wanita tidak diberi hak untuk menjatuhkan talak.11

Hukum islam memberikan kekuasaan mutlak untuk menyatakan perceraian

adalah suami, akan tetapi isteri juga mempunyai hak untuk menyatakan berpisah

dengan suaminya. Jika suami menceraikan isterinya dalam tata hukum islam di

Indonesia disebut dengan permohonan talak, namun jika seorang istri yang

bermaksud untuk berpisah dengan suaminya hal ini disebut dengan gugat cerai,

karena yang memiliki hak talak adalah suami.12

Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai

beberapa akibat hukum berdasarkan Pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut :

a. Memberikan mut’ah (sesuatu) yang layak kepada bekas istrinya, baik

berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul;

b. Memberi nafkah, makan dsan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada

bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in

atau nusyuz dan dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in

atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila

qabla al-dukhul;

d. Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan anak) untuk anak yang belum

mencapai umur 21 tahun.13

Salah satu asas yang wajib diperhatikan dalam proses penyelesaian sengketa

mengenai cerai talak adalah asas ultra petitum partium, Hakim wajib mengadili

semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak

dituntut atau mengabulkan melebihi dari yang dituntut. Asas inilah yang lazim

dikenal sebagai asas ultra petitum partium.14

11 Aulia Muthiah, Hukum Islam – Dinamika perkembangan Seputar Hukum Perkawinan

dan Hukum Keluarga, h. 105. 12 Aulia Muthiah, Hukum Islam – Dinamika perkembangan Seputar Hukum Perkawinan

dan Hukum Keluarga, h. 105. 13 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet-

2, h. 77. 14 Hartini, “Pengecualian terhadap penerapan asas ultra petitum partium dalam beracara

dipengadilan agama”, Mimbar Hukum, XXI, 2 (juni 2009), h. 382.

Page 15: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

5

Salah satu produk Pengadilan Tinggi Agama Jakarta tentang cerai talak yakni

putusan nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK. Yang menjadi kontroversi dalam putusan

ini ialah majelis hakim menunjuk penggugat rekonvensi selaku ibu kandung

sebagai penanggung jawab pemeliharaan atas ketiga orang anak, anak pertama

laki-laki lahir pada tanggal 17 Juni 1997, anak kedua perempuan lahir pada

tanggal 10 Juli 2001 dan anak ketiga laki-laki lahir pada tanggal 27 Oktober 2002

masing-masing masih berusia di bawah 21 tahun. Dalam posita dan petitum

penggugat rekonvensi tidak menuntut hak asuh anak, tapi dalam hal ini. Majelis

hakim menunjuk penggugat rekonvensi selaku ibu kandung yang bertanggung

jawab atas pemeliharaan ketiga anaknya. Berbeda dengan putusan tingkat pertama

nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT Pengadilan Agama Jakarta Timur, Majelis hakim

tidak menunjuk salah satu dari kedua orang tuanya untuk bertanggung jawab atas

pemeliharaan ketiga anaknya.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik menelitinya dalam

bentuk skripsi dengan judul : ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM

PARTIUM DALAM PERKARA CERAI TALAK (Studi atas Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan Putusan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK).

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah saya buat diatas, saya dapat

mengidentifikasi pembahasan tema skripsi saya ini kedalam beberapa pertanyaan

guna mengidentifikasi permasalahan yang akan saya bahas:

1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan?

2. Apa yang dimaksud dengan Perceraian?

3. Apa yang dimaksud dengan cerai talak?

4. Apa yang dimaksud dengan cerai gugat?

5. Apa saja penyebab putusnya perkawinan?

6. Apa yang dimaksud dengan ultra petitum partium?

7. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari cerai talak?

8. Apa yang menjadi pertimbangan hakim pada perkara ultra petitum partium

terkait hak asuh anak?

Page 16: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

6

9. Bagaimana tata cara penyelesaian sengketa Ultra Petitum Partium terkait Hak

Asuh Anak yang tidak dituntut dalam perkara nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK?

10. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara tersebut?

11. Bagaimana amar putusannya?

C. Pembatasan masalah

Skripsi ini dibatasi pada pembahasan implementasi asas ultra petitum partium

dalam perkara cerai talak pada putusan nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan

putusan nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK.

D. Perumusan masalah

Untuk memperjelas masalah yang akan penulis bahas, penulis mencoba

merumuskan masalah agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan jelas

pembahasannya, rumusannya sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi asas ultra petitum partium terkait hak asuh anak

pada putusan nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK?

2. Faktor apakah yang menyebabkan adanya disparitas putusan antara

Pengadilan Agama Jakarta Timur pada putusan nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada putusan

nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK?

E. Tujuan dan manfaat penelitian

Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi asas ultra petitum partium terkait hak asuh

anak pada putusan nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK.

2. Untuk mengetahui penyebab disparitas putusan nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK.

Manfaat penelitian

1. Dapat memberikan sumber reverensi pembelajaran bagi mahasiswa FSH pada

umumnya dan bagi mahasiswa bagian hukum keluarga islam pada khususnya.

Page 17: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

7

2. Memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan

hukum keluarga pada khususnya yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas oleh peneliti.

3. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu menambah pengembangan

keilmuan hakim dalam memutus perkara terutama dalam perkara ultra

petitum partium terkait Hak Asuh Anak.

F. Metode penelitian

Untuk mendukung penelitian dan pembahasan skripsi ini agar diperoleh hasil

yang koperhensif dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis, maka

diperlukan metodologi pembahasan yang diharapkan mampu menjadi sarana

eksplorasi yang diperlukan dalam penulisan. Adapun metode yang digunakan

adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.15

2. Jenis penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif,

yakni penelitian yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.16

3. Sumber data

a. Sumber data primer, yaitu: Data Primer yaitu data yang diperoleh penulis

dari lapangan berupa berkas putusan perkara Cerai Talak.

1) Berkas Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT

2) Berkas Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK

15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), cet-1, h. 105. 16 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2004), cet-18, h. 3.

Page 18: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

8

3) Hasil wawancara dengan Hakim yang memutus perkara nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT dan 16/Pdt.G/2015/PTA JK

b. Sumber data sekunder, yaitu: data yang memberikan penjelasan mengenai

data hukum primer, berupa buku-buku, Al-quran, As-Sunnah, jurnal,

skripsi, artikel, ensiklopedia, dan penulisan skripsi ini meliputi bahan-

bahan bacaan yang ada hubungannya dengan masalah Ultra Petitum

Partium terkait Hak Asuh Anak

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Studi Pustaka

Dilakukan untuk memahami dan mendapatkan data tentang teori dan

konsep yang berkenaan dengan metode ijtihad Hakim melalui beberapa

buku dan literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek

penelitian.

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

penelitian ini adalah studi dokumenter yakni studi yang mengkaji tentang

berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan

perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.17

c. Wawancara

Penulis melakukan wawancara dengan hakim yang memutus perkara

nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT Pengadilan Agama Jakarta Timur dan

hakim yang memutus perkara nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta.

5. Metode Analisa Data

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Deskriptif adalah

penelitian yang dimaksudkan untuk menerima informasi seluas-luasnya tentang

variable yang bersangkutan. Sedangkan penelitian kualitatif berkenaan dengan

17 Salim Hs dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 19.

Page 19: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

9

data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk-bentuk simbolik seperti

pernyataan-pernyataan tafsiran, tanggapan-tanggapan, lisan harfiah, tanggapan

non verbal (tidak berupa ucapan lisan), dan grafik-grafik.

6. Teknik penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan

Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan

menjadi beberapa bab yang diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I Merupakan Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan, rumusan masalah, tujuan,

manfaat penulisan, review studi terdahulu, metode penelitian,

sistematika penulisan dan daftar pustaka sementara.

BAB II Pada Bab ini membahas Tinjauan umum tentang , Cerai Talak, Hak

Asuh Anak dan Ultra Petitum Partium, dimana tinjauan umum dari

masing masing sub menguraikan pengertian, dasar hukum, macam-

macam, sebab-sebab terjadinya dan akibat hukum.

BAB III Pada Bab ini membahas tentang Profil Pengadilan Agama Jakarta

Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang terdiri dari sejarah,

fungsi, dan tugas pokok. Serta membahas tentang Cerai Talak dan

Ultra Petitum Partium terkait Hak Asuh Anak, dimana masing-masing

sub menjelaskan duduk perkaranya, alasan diajukannya, amar

putusannya, pertimbangan hakim sampai tahap penyelesaiannya.

BAB IV Pada bab ini membahas tentang analisis isi putusan nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK

yang terbagi beberapa sub bab, diantaranya isi dari kedua putusan

tersebut, perbedaan pertimbangan Hakim pada kedua putusan tersebut

Page 20: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

10

faktor penyebab adanya disparitas putusan antara Pengadilan Agama

Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

BAB V Merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dari permasalahan

yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran sebagai

solusi dari permasalahan.

Page 21: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

11

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI TALAK, HAK ASUH ANAK,

ULTRA PETITUM PARTIUM DAN KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Cerai Talak

1. Pengertian Cerai Talak

Talak secara bahasa ialah ath-Thalaq (الطالق) yang artinya adalah

melepaskan. Dikatakan (طللقة الناقة) “unta itu lepas”.1 Adapun secara syara, talak

berarti melepaskan ikatan pernikahan dengan kata “talak” (cerai) atau

sejenisnya.2

Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk

melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya.3 Dalam tradisi para ahli

fiqih, talak adalah terlepasnya ikatan suami istri, baik secara langsung

ataupun di masa mendatang, dengan menggunakan ucapan khusus ataupun

ucapan yang berada pada posisinya (menggantikan ucapan talak). 4

Sementara dalam kompilasi hukum Islam, Talak adalah ikrar suami di

hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

perkawinan,5 Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan

untuk menceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai

talak.6

1 Tim ulama fikih dibawah arahan Shalih bin Abdul Aziz Alu-asy-Syaikh, Fiqih

Muyassar, penerjemah: Izzudin Karimi, (Jakarta: Darul Haq, 2015), cet-1, h. 500. 2 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul

Hafiz, (Jakarta: Al Mahira, 2010), cet-1, h. 579. 3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009), cet-1 Jilid 4, h. 2. 4 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, penerjemah:

Harist Fadly dan Ahmad Khotib, (Solo: Era Intermedia, 2005), cet-1, h. 311. 5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika

Presindo, 2010), Edisi Pertama, cet-4, h. 141. 6 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

Cet-2, h. 80.

Page 22: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

12

2. Dasar Hukum Talak

فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان الطلاق مرتان

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (Q.S. Al-

Baqarah: 229)

Juga berdasarkan sunah adalah sabda Rasulullah saw,

د اهلل إىل اهلل الطالقابغض احلالل عن

“Perkara halal yang paling dibenci oleh allah adalah talak”. (HR Abu

Dawud dan Ibnu Majah).

Manusia telah berkonsensus atas pembolehan talak. Hal itu juga

didukung oleh logika. Bisa saja kondisi hubungan suami istri telah rusak,

sehingga dipeliharanya ikatan sumi istri hanya semata-mata menjadi sebuah

kerusakan dan keburukan, dengan dibebankannya suami untuk memberikan

nafkah dan tempat tinggal. Dan si istri ditahan dengan perlakuan yang buruk,

serta pertikaian yang bersifat terus menerus yang tidak ada faidahnya. Oleh

karena itu, ditetapkan syariat yang dapat melepaskan ikatan perkawinan,

untuk menghilangkan kerusakan dari perkawinan ini.7

3. Macam-macam Hukum Talak

a. Haram, seperti talak yang dijatuhkan di saat istri haid atau di saat

melakukan hubungan seksual dengan istri. Talak ini dinamakan talak

bid’ah yang bertentangan dengan sunah.

b. Wajib, seperti talak yang dijatuhkan oleh qadi (hakim) ketika tidak

mungkin lagi mendamaikan suami istri.

c. Makruh, seperti talak yang dijatuhkan karena tidak ada keperluan.

7 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah: Abdul Hayyie al-

Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet-1, jilid 9, h. 318-319.

Page 23: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

13

d. Mubah, seperti talak yang dijatuhkan karena adanya suatu kebutuhan.

e. Sunah, seperti talak yang dijatuhkan oleh suami yang tidak mampu

melaksanakan hak-hak suami istri.8

4. Rukun Talak

Rukun talak ada lima, yaitu:

a. Orang yang menalak.

b. Shighat atau kata-kata talak.

c. Orang yang ditalak.

d. Perwalian.

e. Niat.9

5. Syarat Talak

Suami yang menceraikan istrinya disyaratkan harus baligh,berakal dan

atas kehendak sendiri.10 Sementara, bagi perempuan yang diceraikan

disyaratkan harus berupa istri atau berada dalam status istri, dan perempuan

yang diceraikan masih berada pada masa iddah talak dari suaminya tersebut.11

Kemudian kata-kata (shighat) talak ditunjukan kepada pihak perempuan bisa

menggunakan kata ganti orang kedua, seperti “kamu ditalak”.12

6. Macam – macam Talak

Untuk mengetahui macam-macam talak, perlu diketahui lebih dahulu dari

segi mana kita melihatnya.

a. Dilihat dari segi ucapannya, talak itu dibagi menjadi dua yaitu :

1) Talak Sharih, yaitu talak yang diucapkan dengan jelas. Contohnya

“kamu ditalak”.

8 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, penerjemah:

Harist Fadly dan Ahmad Khotib, h. 312-313. 9 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul

Hafiz, h. 580. 10 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul

Hafiz, h. 580. 11 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, penerjemah:

Harist Fadly dan Ahmad Khotib, h. 312. 12 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul

Hafiz, h. 582.

Page 24: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

14

2) Talak Kinayah, yaitu talak yang diucapkan dengan sindiran.

Contohnya “kamu bebas”.13

b. Dilihat dari segi pengaruhnya, talak terbagi menjadi dua bagian:

1) Talak Raj’i, yaitu talak yang membolehkan suami untuk kembali

kepada istinya selama masih dalam masa ‘iddahnya tanpa akad baru,

meskipun si istri tidak ridha dan terjadi setelah talak pertama dan talak

kedua yang bukan talak ba’in. sedangkan jika masa ‘iddah sudah

habis, maka ia menjadi talak ba’in dan suami tidak memiliki hak rujuk

kepada istri yang telah dicerainya kecuali dengan akad baru.

2) Talak Ba’in adalah talak yang tidak memberikan kesempatan lagi,

bagi suami untuk merujuk kembali istri yang telah ditalaknya. Jenis

talak ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Talak Ba’in Shugra adalah talak yang tidak memberikan

kesempatan pada suami untuk rujuk kembali kepada istrinya

kecuali melalui akad baru dan mahar baru.

b) Talak Ba’in Kubra adalah talak yang tidak memberikan peluang

bagi suami untuk merujuk istri yang ditalaknya, baik dalam

masa ‘iddah maupun sesudahnya, kecuali dengan akad baru,

mahar baru, setelah ia (istri) menikah dengan laki-laki lain dan

suami kedua tersebut telah menyenggaminya, untuk kemudian ia

menjanda, baik karena ditinggal mati atau dicerai suami

keduanya, hingga masa ‘iddahnya berakhir.14

c. Dilihat dari segi sifatnya, talak dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Talak Sunnah adalah talak yang sesuai dengan perintah Allah dan

Rasul-Nya, dan dijatuhkan dengan mekanisme yang diizinkan secara

syara’. Aspek syara’ dalam talak terkait dengan dua hal: waktu

penjatuhannya dan jumlah talak.

13 Musthafa Dib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam

Madzhab Syafi’I, penerjemah: D.A Pakihsati, (Surakarta: Media Zikir, 2015), cet-4, h. 374. 14 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, penerjemah:

Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Azzam,2009), edisi revisi, cet-3, h. 457-465.

Page 25: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

15

2) Talak bid’ah adalah talak yang bertentangan dengan ketentuan talak

Sunnah, baik dari segi waktu penjatuhan talak maupun dari segi

jumlah talak yang dijatuhkan. 15

d. Dilihat dari segi berlakunya konsekuensi yang ditimbulkan, talak terbagi

menjadi tiga, yaitu:

1) Talak Munajjaz adalah talak yang redaksinya terbebas dari ta’liq

(ketergantungan) pada syarat tertentu atau disandarkan pada masa

mendatang, akan tetapi pentalak menginginkan penjatuhan talak pada

saat itu juga. Misalnya “kamu tertalak!”.

2) Talak Mudhaf adalah talak yang redaksinya disertai waktu, sehingga

jika waktu yang ditentukan telah tiba, maka jatuhlah talak tersebut.

Misalnya: “kamu tertalak awal bulan depan, atau terhitung sejak pukul

24.00 hari ini!”.

3) Talak Mu’allaq adalah talak yang digantungkan pada terjadinya

sesuatu, baik berkaitan dengan perbuatan pentalak maupun tertalak,

atau bukan perbuatan seseorang (terkait dengan syarat). Misalnya: si

suami berkata kepada istrinya, “jika kamu keluar rumah, maka kamu

tertalak!” atau “jika si fulan mengunjungimu, kamu tertalak!.”.16

7. Waktu Menjatuhkan Talak

Hendaknya suami menjatuhkan talak dalam masa suci istrinya (yakni

bukan ketika istri sedang haid), dan juga sebelum melakukan hubungan suami

istri (jimak) pada masa suci tersebut. Sebab, menjatuhkan talak ketika istri

sedang haid ataupun setelah melakukan hubungan suami istri dalam masa

suci, adalah perbuatan bid’ah (dalam istilah talak disebut talak bid’iy) yang

haram hukumnya kendatipun sah (yakni tetap jatuh talaknya). Perbuatan

seperti itu diharamkan, karena mengakibatkan penderitaan bagi istri, dengan

menambah panjangnya masa iddah yang harus dijalani.17

15 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, penerjemah:

Khairul Amru Harahap, edisi revisi, cet-3, h. 457-465. 16 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, penerjemah:

Khairul Amru Harahap, edisi revisi, cet-3, h. 472-474. 17 Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, penerjemah:

Muhammad Al-Baqir, (Jakarta: Mizan, 2014), h. 170.

Page 26: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

16

Seandainya seorang suami terlanjur mentalak istrinya, hendaknya dia

segera rujuk, yakni menjalin kembali hubungan perkawinan yang telah dia

putuskan. Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar pernah menceraikan

istrinya ketika sedang haid. Ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw., beliau

berkata kepada Umar (ayah Abdullah), “Perintahkan Abdullah agar rujuk

dengan istrinya itu, sampai dia telah suci kembali dari haidnya, lalu datang

lagi haid selanjutnya, lalu dia suci kembali. Setelah itu, terserah dia jika

hendak menceraikan istrinya ataupun mempertahankan hubungan perkawinan

dengannya. Rasullah Saw. Memerintahkan kepada Abdullah bin Umar agar

menunggu dua kali masa suci itu, setelah rujuk (seperti hadis di atas), agar

tindakan rujuknya itu tidak semata-mata bertujuan membolehkan talak

baginya.18

8. Akibat Talak

Ikatan perkawinan putus karena suami mentalak istrinya mempunyai

beberapa akibat hukum berdasarkan Pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut:

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang

atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al dukhul;

b. Memberi nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada

bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak

ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila

qabla al-dukhul;

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak yang belum mencapai umur 21

tahun.19

B. Hak Asuh Anak

1. Pengertian Hak Asuh Anak

Hadhanah diambil dari kata al-hidnu yang artinya samping atau

merengkuh ke samping. Adapun secara syara’ hadhanah artinya

18 Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, penerjemah:

Muhammad Al-Baqir, h. 171. 19 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 149.

Page 27: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

17

pemeliharaan anak bagi orang yang berhak untuk memeliharanya. Atau, bisa

juga diartikan memelihara atau menjaga orang yang tidak mampu mengurus

kebutuhannya sendiri karena tidak mumayyiz seperti anak-anak, orang dewasa

tetapi gila. Pemeliharaan di sini mencakup urusan makanan, pakaian, urusan

tidur, membersihkan, memandikan, mencuci pakaian dan sejenisnya.20

Pengertian hadlanah dalam kompilasi hukum Islam adalah kegiatan

mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu

berdiri sendiri.21 Definisi hadhanah menurut ahli fikih adalah aktifitas untuk

merawat anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan, atau anak

belum dewasa yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri, melakukan yang

terbaik untuk dirinya, menjaga mereka dari sesuatu yang menyakiti dan

menimbulkan dari mudharat baginya, memberikan pendidikan kepadanya

baik jasmani, emotional dan akalnya sampai mereka mampu berdiri sendiri

dalam menghadapi kehidupan dan memikul tanggung jawab.22

2. Dasar Hukum Hadhanah

Alqur’an menyatakan bahwa orang tua diperintahkan Allah SWT untuk

memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh

anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan larangan-

larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak23. Hal

tersebut dijelaskan di dalam Q.s. At-Tahrim: 6.

(6:66/)التحرمي ارةوالحجاس ا النودهيا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وق

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.

20 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah: Abdul Hayyie al-

Kattani dkk, cet-1, jilid 10, h.59-60. 21 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 113. 22 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, h. 138-

139. 23 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2003),

cet-1, h. 176-177.

Page 28: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

18

3. Tanggung Jawab Hadhanah dalam Perceraian

Pada dasarnya tanggung jawab pemeliharaan anak menjadi beban orang

tuanya, baik kedua orang tuanya masih hidup rukun atau ketika perkawinan

mereka gagal karena perceraian.24 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan Pasal 42-54 dijelaskan bahwa orang tua wajib

memelihara dan mendidik anak-anaknya yang belum mencapai umur 18

tahun dengan cara yang baik sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.

Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara orang tua si anak

putus karena perceraian atau kematian. Kekuasaan orang tua juga meliputi

untuk mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam

dan di luar pengadilan. Kewajiban orang tua memelihara anak meliputi

pengawasan (menjaga keselamatan jasmani dan rohani), pelayanan (memberi

dan menanamkan kasih sayang) dan pembelajaran dalam arti yang luas yaitu

kebutuhan primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan tingkat sosial

ekonomi orang tua si anak. Ketentuan ini sama dengan konsep hadhanah

dalam hukum islam, di mana dikemukakan bahwa orang tua berkewajiban

memelihara anak-anaknya, semaksimal mungkin dengan sebaik-baiknya.25

Seorang suami, sesuai penghasilannya, menanggung biaya rumah tangga,

perawatan, pengobatan, dan pendidikan anak. Kewajiban orang tua berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, dan kewajiban itu terus

berlaku meskipun perkawinan kedua orang tua putus. Batas usia anak yang

mampu berdiri sendiri/dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tidak cacat

fisik/mental dan belum kawin. Semua biaya penyusuan anak

dipertanggungjawabkan kepada ayahnya, bila sudah meninggal, dibebankan

kepada orang yang berkewajiban menafkahi ayah atau walinya.26

24Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1997), cet-2, h. 247. 25 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

Agama, (Jakarta: Prenada Media Group,2005) cet-3, h. 429. 26 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh al-Qadha,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), h. 207.

Page 29: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

19

Jika terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum

12 tahun) adalah hak ibunya, setelah mumayyiz diserahkan pada anak untuk

memilih ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.

Sedangkan biaya pemeliharaan tetap ditanggung oleh ayahnya. Semua biaya

hadlanah dan nafkah anak tetap merupakan kewajiban ayah sesuai

kemampuannya terhadap anak-anaknya yang belum berusia 21 tahun.27

Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun mereka bercerai. Hal ini

sejalan dengan bunyi Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, dimana dijelaskan bahwa suami mempunyai kewajiban

untuk memenuhi dan memberi segala kepentingan biaya yang diperlukan

dalam kehidupan rumah tangganya. Apabila suami ingkar terhadap tanggung

jawabnya, bekas istri yang kebetulan diberi beban untuk melaksanakan

putusan Pengadilan Agama setempat agar menghukum bekas suaminya untuk

membayar biaya hadlanah sebanyak yang dianggap patut jumlahnya oleh

Pengadilan Agama. Jadi, pembayaran itu dapat dipaksakan melalui hukum

berdasarkan putusan Pengadilan Agama.28

Permohonan soal penguasaan anak dan nafkah anak dapat diajukan

bersama-sama dengan gugatan perceraian atau diajukan secara tersendiri

setelah terjadinya perceraian. Selama proses perceraian seorang istri dapat

meminta pengadilan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin

pemeliharaan dan pendidikan anak. Karena proses perceraian tidak bisa

dijadikan alasan bagi suami istri untuk melalaikan tugas terhadap anak-anak,

harus dijaga jangan sampai harta kekayaan bersama, harta suami atau istri

menjadi terlantar atau tidak terurus dengan baik, karena tidak hanya akan

merugikan keduanya, tetapi juga pihak ketiga.29

Kewajiban dan tanggung jawab orang tua juga disebutkan dalam Pasal 26

Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-

27 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh al-Qadha h.

208. 28 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

Agama, h. 431. 29 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh al-Qadha, h.

209.

Page 30: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

20

undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu untuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindunginya. Menumbuhkem-

bangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. Mencegah

terjadinya perkawinan pada usia anak. Memberikan pendidikan karakter dan

penanaman nilai budi pekerti pada anak. Apabila orang tua tidak ada atau

karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung

jawabnya, kewajiban itu dapat dialihkan ke keluarga yang dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Orang tua yang melalaikan kewajiban terhadap anak, dapat dilakukan

tindakan pengawasan bahkan kuasa orang tua dapat dicabut melalui

penetapan pengadilan. Permohonan penetapan pengadilan ini dapat

dimintakan oleh salah satu orang tua, saudara kandung atau keluarga sampai

derajat ketiga. Pencabutan kuasa orang tua dapat juga diajukan oleh pejabat

atau lembaga yang berwenang, selanjutnya pengadilan dapat menunjuk orang,

yang harus seagama, atau lembaga pemerintah / masyarakat sebagai walinya.

Penetapan itu juga harus memuat pernyataan bahwa perwalian tidak memutus

hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya atau

menghilangkan kewajiban orang tua untuk membiayai anaknya dan adanya

penyebutan batas waktu pencabutan.30

Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa Akibat

putusnya perkawinan karena perceraian ialah

a. Baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi

keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu: bilamana bapak dalam kenyataan

tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

30 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh al-Qadha, h.

210.

Page 31: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

21

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

istri.31

Garis hukum yang terkandung dalam Pasal 41 undang-undang tersebut,

tampak tidak membedakan antara tanggung jawab pemeliharaan yang

mengandung nilai materiil dengan tanggung jawab pengasuhan anak yang

mengandung nilai nonmaterial atau yang mengandung nilai kasih sayang.

Undang-Undang Perkawinan penekanannya berfokus pada nilai materiilnya,

sedangkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam penekanannya meliputi kedua

aspek tersebut. Menurut Pasal 105 KHI dalam hal terjadinya perceraian,

yaitu:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk

memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

pemeliharaanya;

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.32

Ketentuan KHI tersebut, tampak bahwa tanggung jawab seorang ayah

kepada anaknya tidak dapat gugur walaupun ia sudah bercerai dengan istrinya

atau ia sudah kawin lagi. Dapat juga dipahami bahwa ketika anak itu masih

kecil (belum baligh) maka pemelihaaanya merupakan hak ibu, namun biaya

ditanggung oleh ayahnya. Selain itu, anak yang belum mumayyiz maka ibu

mendapat prioritas utama untuk mengasuh anaknya. Apabila anak sudah

mumayyiz maka sang anak berhak memilih di antara ayah atau ibunya yang ia

ikuti.33

4. Syarat Pengasuh dan Anak yang diasuh

Bagi orang yang hendak mengasuh, baik laki-laki maupun perempuan

ditetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

31 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 66. 32 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 66. 33 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 67.

Page 32: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

22

a. Baligh, anak kecil atau yang belum baligh tidak boleh menjadi pengasuh

untuk orang lain karena dia sendiri belum mampu mengurus

keperluannya sendiri.

b. Berakal, ulama Malikiyyah mensyaratkan pengasuh haruslah cerdas,

tujuannya agar harta milik anak yang dipelihara tidak dibelanjakan untuk

hal-hal yang tidak diperlukan kemudian ulama Hanabilah dan

Malikiyyah mensyaratkan pengasuh tidak menderita penyakit kusta/lepra

dan sejenisnya yang membuat orang lain menjauhinya.

c. Memiliki kemampuan untuk mendidik anak yang dipelihara. Orang yang

lemah, baik karena sudah lanjut usia, sakit, maupun sibuk tidak berhak

mengurus anak, jika kesibukan pengasuh tidak menghambat dalam

mengurus anak ia diperbolehkan mengurus anak.

d. Mempunyai sifat amanah. Kategori orang tidak amanah adalah orang

yang fasik baik laki-laki maupun perempuan, pemabuk, pezina, sering

melakukan perkara haram.

e. Orang yang mengurus anak disyaratkan harus beragama Islam menurut

Syafi’iyyah dan Hanabilah.34

Adapun syarat untuk anak yang akan diasuh adalah:

a. Ia masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri

dalam mengurus hidupnya sendiri.

b. Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena ia tidak

dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa, seperti orang idiot. Orang

yang telah dewasa dan sempurna akalnya tidak boleh berada di bawah

pengasuhan siapapun.35

C. Ultra Petitum Partium

Ultra Petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas suatu perkara yang

tidak dituntut atau memutus melebihi apa yang diminta oleh pemohon, Ultra

34 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani

dkk, cet-1, jilid 10, h. 66-67. 35 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), cet,-2, h. 329.

Page 33: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

23

Petita dalam hukum formil mengandung pengertian penjatuhan putusan atas

perkara yang tidak dituntut atau meluruskan lebih dari pada yang diminta. Ultra

Petita menurut I.P.M. Ranuhandoko adalah melebihi yang diminta. Ultra Petita

sendiri banyak dipelajari di bidang hukum perdata dengan keberadaan peradilan

yang lebih tua berdiri sejak ditetapkan kekuasaan kehakiman di Indonesia.36

Pijakan hukum Ultra Petita sendiri diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3)

Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 (2)

dan (3) Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java

en Madura (RBg) yang melarang seseorang hakim memutus melebihi apa yang

dituntut (petitum). 37

Menurut Yahya Harahap Ultra Petitum Partium ialah Putusan tidak boleh

mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan. Hakim yang

mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui

batas wewenang atau ultra vires yakni bertindak melampaui wewenangnya

(beyond the powers of his authority). Apabila putusan mengandung ultra petitum,

harus dinyatakan cacat (invalid) meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad

baik (good faith) maupun sesuai dengan kepentingan umum (public interest).

Mengadili dengan cara mengabulkan melebihi dari apa yang digugat, dapat

dipersamakan dengan tindakan yang tidak sah (illegal) meskipun dilakukan

dengan iktikad baik.38

Oleh karena itu, hakim yang melanggar asas ultra petitum disamakan telah

melanggar prinsip rule of law, karena:

1. Tindakan itu tidak sesuai dengan hukum, padahal sesuai dengan prinsip rule

of law, semua tindakan hakim mesti sesuai dengan hukum (accordance with

the law),

2. Tindakan hakim yang mengabulkan melebihi dari yang dituntut, nyata-nyata

melampaui batas wewenang yang diberikan Pasal 178 ayat (3) HIR

36 Haposan Siallagan, “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang”,

Mimbar Hukum, XXII, 1 (Februari, 2010), h. 74. 37 Haposan Siallagan, “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang”,

Mimbar Hukum, h. 74. 38 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), cet-14, h. 801.

Page 34: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

24

kepadanya, padahal sesuai dengan rule of law siapapun tidak boleh

melakukan tindakan yang melampaui batas wewenangnya (beyond the

powers of his authority).39

Sehubungan dengan itu, sekiranya tindakan ultra petitum itu dilakukan hakim

berdasarkan alasan iktikad baik, tetap tidak dapat dibenarkan atau illegal, karena

melanggar prinsip rule of law (the principal of the rule of law), oleh karena itu

tidak dapat dibenarkan. Hal itu pun ditegaskan dalam Putusan MA No. 1001

K/Sip/1972 yang melarang hakim mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau

melebihi dari apa yang diminta. Yang dapat dibenarkan paling tidak putusan yang

dijatuhkan hakim, masih dalam kerangka yang serasi dengan inti gugatan.

Demikian penegasan Putusan MA No. 140 K/Sip/1971.40

Putusan judex facti yang didasarkan pada petitum subsidair yang berbentuk ex

aequo et bono, dapat dibenarkan asal masih dalam kerangka yang sesuai dengan

inti petitum primair. Bahkan terdapat juga putusan lebih jauh dari itu. Dalam

Putusan MA No. 556 K/Sip/1971, dimungkinkan mengabulkan gugatan yang

melebihi permintaan dengan syarat asal masih sesuai dengan kejadian kejadian

materiil. Namun perlu diingat, penerapan yang demikian sangat kasuistik.41

Akan tetapi, sebaliknya dalam hal petitum primair dan subsidair masing-

masing dirinci satu persatu, tindakan hakim yang mengabulkan sebagian petitum

primair dan sebagian lagi petitum subsidair, dianggap tindakan yang melampaui

batas wewenang, oleh karena itu tidak dibenarkan. Demikian penegasan Putusan

MA Np. 882K/Sip/1974. Dalam hal gugatan mencantumkan petitum primair dan

subsidair, pengadilan hanya dibenarkan memilih satu diantaranya, apakah

mengabulkan petitum primair dan subsidair. Hakim tidak dibenarkan

39 Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta: Prenada Media Group,

2014), cet-1, h. 40. 40 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet-14, h. 802. 41 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet-14, h. 802.

Page 35: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

25

menggunakan kebebasan cara mengadili dengan jalan mengabulkan petitum

primair atau mengambil sebagian dari petitum subsidair. 42

Apalagi mengabulkan sesuatu yang sama sekali tidak diajukan dalam petitum,

nyata-nyata melanggar asas ultra petitum, oleh karena itu harus dibatalkan.

Seperti yang dikemukakan dalam Putusan MA No. 77 K/Sip/1973, putusan harus

dibatalkan, karena putusan PT mengabulkan ganti rugi yang tidak diminta dalam

gugatan. Begitu juga putusan pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang

menyimpang dari dasar gugatan, menurut Putusan MA No. 372 K/Sip/1970 harus

dibatalkan.43

Ketentuan HIR merupakan hukum acara yang berlaku di pengadilan perdata

di Indonesia. Namun demikian, dalam perkembangannya, ultra petita bukan lagi

hanya terjadi di pengadilan perdata, tetapi juga telah merambah ke pengadilan

lain, termasuk pengadilan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang

berwenang untuk mengawal konstitusi.44

Di dalam hukum perdata berlaku asas hakim bersifat pasif, dalam artian ruang

lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa

pada dasarnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan ditentukan

oleh hakim dan para pihak secara bebas sewaktu-waktu sesuai dengan

kehendaknya dapat mengakhiri sendiri sengketa yang diajukannya ke muka

persidangan pengadilan. Bilamana para pihak yang bersengketa di persidangan

tersebut sudah memutuskan untuk mengakhiri persengketaannya dan tidak

menginginkan pemeriksaan perkara yang sedang berlangsung diteruskan maka

hakim tidak dapat menghalang-halanginya karena inisiatif maupun luas pokok

sengketa sepenuhnya ada pada pihak yang bersengketa dan hakim hanya mencari

kebenaran formil.45

42 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet-14, h. 802. 43 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet-14, h. 803. 44 Haposan Siallagan, “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang”,

Mimbar Hukum, h. 74. 45 Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, h. 34.

Page 36: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

26

Dalam hal ini menghadapi suatu persoalan hukum yang diajukan ke

pengadilan, hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan

tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (iudex non ultra petita atau ultra

petita non cognoscitur). Hakim hanya menentukan, adakah hal-hal yang diajukan

dan dibuktikan para pihak itu dapat membenarkan tuntutan hukum mereka. Ia

tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain, dan tidak boleh memberikan

lebih dari yang diminta. Jadi dalam peradilan perdata, jelas bahwa ultra petita

tidaklah diperkenankan oleh undang-undang dan manakala ternyata terjadi

pelanggaran oleh hakim, maka putusan dimaksud bisa dibawa ke dalam upaya

hukum lebih lanjut, seperti kasasi dan peninjauan kembali.46

Oleh karena larangan ini secara tegas ditentukan dalam undang-undang, maka

apabila hakim mengabulkan melebihi apa yang diminta dalam gugatan maka

perbuatan hakim tersebut dapat digolongkan sebagai perbuatan yang ilegal atau

telah melanggar prinsip rule of law. Prinsip rule of law mengajarkan bahwa semua

tindakan hakim harus sesuai dengan hukum (accordan with law).47

Mengapa hakim dilarang untuk memberikan putusan yang melebihi posita,

dapat dipahami jika masalah ini kita tarik kebelakang sampai dengan timbulnya

sengketa. Gugatan perdata selalu bersumber dari konflik yang latar belakangnya

adalah pelanggaran terhadap kesepakatan atau karena perbedaan penafsiran

terhadap klausula perjanjian. Kesepakatan dan perjanjian adalah lembaga hukum

yang ada dalam hubungan hukum perdata atau hubungan yang bersifat privat.

Hubungan hukum dalam ranah hukum privat didasarkan pada prinsip

kesederajatan dan kebebasan para pihak.48

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 Tentang

Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pelaksana

Tugas bagi Pengadilan, bahwa sejak 19 september 2011 telah diadakan rapat

untuk membahas pedoman penerapan sistem kamar dalam proses penanganan

46 Haposan Siallagan, “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang”,

Mimbar Hukum, h. 74. 47 Djoko Imbawani Atmadjaja, “Ultra Petita Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi”,

Jurnal Konstitusi, I, 1 (November 2012), h. 37. 48 Djoko Imbawani Atmadjaja, “Ultra Petita Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi”,

Jurnal Konstitusi, h. 39.

Page 37: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

27

perkara, masing-masing kamar telah melakukan rapat pleno yang membahas

persoalan hukum yang sering kali memicu perbedaan pendapat para hakim dalam

memutus suatu perkara. Maka dengan adanya SEMA Nomor 07 tahun 2012 sub

kamar perdata umum point XII ialah tidak memberlakukan asas ultra petitum

partium yang berkaitan dengan akibat perceraian, suami istri yang telah

melakukan perceraian tidak memunculkan perwalian, maka hakim harus

menunjuk salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang bertanggung jawab

untuk memelihara dan mendidik anak tersebut. Dengan keluarnya peraturan

tersebut jelas hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua untuk

mengasuh anak tersebut, walaupun kedua orang tua tidak ada yang meminta hak

asuh anak.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari plagiat atau kesamaan dalam pembahasan judul skripsi

ini saya melakukan studi review untuk mengetahui bahwa judul yang saya buat

belum ada yang membahas dan tidak disebut plagiat. Studi review saya sebagai

berikut:

Skripsi Ulul Azmi (206044103793) yang berudul “Ultra Petitum Partium

dan Hak Ex Officio Hakim, Studi Kasus Cerai Talak di Pengadilan Agama

Slawi (Putusan No.0203/Pdt.G/2010/PA.Slw)” Fakultas Syariah dan Hukum,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011.

1. Pada kesimpulannya asas ini bersifat umum sehingga dapat disingkirkan

selama ada aturan lebih khusus dan tidak bertentangan dengan undang-

undang, misal dalam kasus cerai talak meski tidak diminta hakim dapat

membebani bekas suami untuk memberi nafkah kepada bekas istri.

2. Apabila ketentuan suatu pasal Undang-undang bertentangan dengan

kepatutan dan tidak sesuai dengan kenyataan dinamika kondisi serta keadaan

yang berkembang dalam jiwa, perasaan dan kesadaran masyarakat. Maka

hakim secara “ex officio” tanpa ada gugat rekonvensi dari isteri dapat

menjatuhkan hukum bagi suami sebagai pemohon untuk membayar nafkah

iddah dan nafkah mut’ah.

Page 38: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

28

Skripsi Risnu Arisandi (107043200850) yang berjudul “Analisis Yuridis

Putusan Cerai Talak di Sebabkan Perselisihan Suami Isteri di Pengadilan

Agama Ternate” Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2012.

1. Skripsi ini membahas Perselisihan suami isteri merupakan salah satu alasan

perceraian dan penyebabnya adalah faktor ekonomi yakni isteri berhutang

tanpa sepengetahuan suami.

2. Hakim yang memutuskan perkara menyatakan bahwa hutang menjadi pemicu

perselisihan yang menyebabkan perceraian.

Skripsi Siti Hidayah (102044125021) yang berjudul “Analisa Putusan

Kewajiban Nafkah bagi isteri dalam perkara cerai talak di pengadilan

agama Jakarta barat (studi kasus terhadap No. Perkara

442/Pdt.G/2005/PAJB) Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2007.

1. Dalam skripsi ini hanya membahas nafkah iddah ialah nafkah yang diberikan

oleh mantan suami kepada isteri yang di talak selama dalam masa iddahnya ,

nafkah iddah ini hanya berlaku kepada mantan isteri yang di talak satu dan

talak dua , ketika isteri di talak tiga maka tidak ada kewajiban bagi mantan

suami.

2. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat tentang nafkah iddah pada nomor

perkara 442/Pdt.G/2005/PAJB sudah sesuai dengan KHI pasal 149 b dan KHI

118.

Jurnal Hartini yang berjudul “Pengecualian Terhadap Penerapan Asas

Ultra Petitum Partium Dalam Beracara di Pengadilan Agama” Mimbar

Hukum Volume 21 Nomor 2 Juni 2009.

Jurnal ini membahas asas ultra petitum partium secara umum, dalam hal ini

ketentuan tentang larangan hakim melakukan ultra petitum partium tentunya

harus diterapkan juga dalam proses memeriksa, mengadili dan menyelesaikan

perkara. Tetapi dalam kasus tertentu Hakim juga boleh menerapkan asas ultra

petitum partium dengan dasar dan pertimbangan yang memberikan rasa keadilan.

Page 39: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

29

Jika dilihat dari studi terdahulu diatas, jelas berbeda objek serta masalah yang

dikaji oleh penulis nantinya, karena yang akan penulis angkat ialah tentang cerai

talak, yang menjadi pokok permasalahannya hakim memberikan putusan yang

tidak dituntut oleh para pihak terkait hak asuh anak yang diberikan kepada ibu.

Page 40: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

30

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR, PENGADILAN

TINGGI AGAMA JAKARTA DAN PUTUSAN NOMOR

1082/PDT.G/2013/PAJT DAN PUTUSAN NOMOR 16/PDT.G/2015/PTA JK

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Sejarah

Sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun

1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17

khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik

yang terdiri dari :

a. Komandan distrik sebagai Ketua.

b. Para penghulu masjid dan Kepala wilayah sebagai anggota.1

Tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa itu mengeluarkan

penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut.

“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai

soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang

harus diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta” memberi

keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari

keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-

pengadilan biasa”.2

Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari

pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam

bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari

hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838

di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).3

1 Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah,2012), cet-1, h. 195. 2 Taufiq Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia, (Jakarta: Tatanusa, 2013), cet-1, h. 40. 3 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum

Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut

Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2006), Edisi Pertama, cet-2, h. 36.

Page 41: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

31

Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr.

Scholten Van Oud Harleem yang menjadi ketua komisi penyesuaian undang-

undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat

sebuah nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa : Untuk

mencegah timbulnya keadaan tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan

jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumiputera, maka harus

diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam

lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka.4

Di daerah khusus ibu kota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri

Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan

perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang

menjadi 4 kantor cabang, antara lain :

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur

2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat

4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat.5

Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur awalnya terletak di Jl. Raya

Bekasi KM 18 Kel. Jatinegara, Kec. Pulogadung Timur dibangun diatas tanah

milik Pemda DKI dengan luas tanah 360 m2 dengan luas bangunan 360 m2,

terdiri dari 2 lantai, dibangun tahun 1979 dibawah APBN Depag RI. Dengan

keadaan yang demikian kecil dan volume pekerjaan yang relatif padat, begitu

pula dengan karyawan yang berjumlah 59 orang ditambah dengan pegawai

honorer 4 orang, maka gedung tersebut tidak memadai lagi. Oleh karena itu,

pada tahun 1997/1998, melalui anggaran APBN/APBD DKI Jakarta

pemerintah membangun tambahan gedung 1 lantai dilokasi yang sama seluas

360 m2. Saat ini Pengadilan Agama Jakarta Timur menempati gedung baru

yang berkedudukan di Jl. Raya Pkp No. 24, RT 2/RW 9, Klp. Dua Wetan,

4 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum

Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut

Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh), Edisi Pertama,

cet-2, h. 36. 5 http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/sejarah# diakses 8 november

2017 jam 12.50.

Page 42: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

32

Ciracas, Kota Jakarta timur 13730 dengan luas tanah 2.760 m2 dan luas

bangunan 1.400 m2.6

2. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan

salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan

peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan

keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang

yang beragama Islam.7

Pengadilan Agama Jakarta Timur yang merupakan Pengadilan Tingkat

Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam

dibidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan

ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor

3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.8

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta

Timur mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :

1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan

Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006).

2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan

petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya,

6 Sofyan Suri,”Hiperseksual Suami Sebagai Alasan Perceraian (Analisis

Yurisprudensi No: 630/Pdt.G/2009/PAJT Di PA Jakarta Timur).” (Skripsi S-1 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 38. 7 http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/tugaspokok diakses 8 November

2017 Jam 13.00. 8 http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/tugaspokok diakses 8 November

2017 Jam 13.00.

Page 43: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

33

baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun

administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan

pembangunan. (vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3

Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas

pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera

Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar

peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya ( vide : Pasal

53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006) dan

terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta

pembangunan. ( vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang

hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila

diminta. ( vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun

2006).

5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan

(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,

keuangan, dan umum/perlengakapan) ( vide : KMA Nomor KMA/080/

VIII/2006).9

Fungsi Lainnya :

1. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan

instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-

lain ( vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

2. Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya

serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era

keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007

tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.10

9 http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/tugaspokok diakses 8 November

2017 Jam 13.00. 10http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/tugaspokok diakses 8

November 2017 Jam 13.00.

Page 44: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

34

B. Profil Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

1. Sejarah

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta (disingkat PTA Jakarta) adalah

Lembaga Peradilan Tingkat Banding yang berwenang mengadili perkara yang

menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding di wilayah

hukum Provinsi DKI Jakarta.11

Sejarah terbentuknya PTA Jakarta tidak terlepas dari terbentuknya

peradilan agama itu sendiri. Secara yuridis formal, Peradilan Agama sebagai

suatu Badan Peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan lahir di

Indonesia (Jawa dan Madura) berdasarkan suatu Keputusan Raja Belanda

yakni Raja Willem III tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24 yang dimuat dalam

Staatsblad 1882 Nomor 152.12

Namun staatsblad tersebut tidak langsung diberlakukan. Pemerintah

Hindia Belanda beralasan akan melihat dahulu reaksi yang timbul dari

masyarakat ketika itu. Padahal, sesungguhnya pemerintah Hindia Belanda

masih enggan -setengah hati- untuk memberikan legitimasi terhadap

eksistensi peradilan agama. Oleh karena itu, atas dasar desakan dari seluruh

elemen masyarakat Muslim pada saat itu, akhirnya pemerintah Hindia

Belanda kemudian mengeluarkan Staatsblad No. 153 pada tanggal 1 agustus

1882. Atas dasar ini, umumnya para cendekiawan -Muslim- menyatakan

bahwa tanggal kelahiran Badan Peradilan Agama lazimnya disebut rapat

agama di Indonesia adalah tanggal 1 Agustus 1882.13

Pemerintah Belanda mengeluarkan Staatsblad 1937 Nomor 116 pasal 2a

ayat (1) yang berlaku tanggal 1 april 1937, kompetensi Peradilan Agama

menjadi terbatas dan lebih sempit sehingga hanya dalam bidang-bidang

tertentu, yakni:

11 https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi_Agama_Jakarta diakses 28

Maret 2018 Jam 16.03. 12 Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2011), cet-1, h. 217-218. 13 Jaenal Aripin, Jejak Langkah Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2013), edisi pertama, cet-1, h.36-37.

Page 45: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

35

a. Perselisihan antara suami istri yang beragama Islam.

b. Perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk, dan perceraian antara orang-

orang yang beragama Islam yang memerlukan perantaraan hakim agama

(Islam).

c. Memberi putusan perceraian.

d. Menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak yang digantungkan (taklik

talak) sudah ada.

e. Perkara mahar (mas kawin) sudah termasuk mut’ah.

f. Perkara tentang keperluan kehidupan suami istri wajib diadakan oleh

suami.14

Keluarnya Staatsblad 1937 Nomor 116 mendapatkan protes keras dari

umat islam karena dinilai mempersempit kaum muslimin untuk menjalankan

agama. Pada tahun itu juga, tepatnya 16 Mei 1937 melalui kongres di

Surakarta berdirilah organisasi perhimpunan penghulu dan pegawai (PPDP).

15 Organisasi ini menyatakan keberatan atas pengalihan wewenang kewarisan

dari pengadilan agama ke pengadilan negeri, dengan alasan masalah Islam

tidak bisa diputuskan oleh Hukum Adat yang berubah-ubah. Begitu juga

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) memprotes keberadaan staatsblad itu,

karena dianggap telah menggoyangkan kedudukan Islam dalam masyarakat

Indonesia. Dan menegaskan pula dalam muktamarnya pada tahun 1938

bahwa staatsblad tersebut mempersempit kaum muslimin dalam menjalankan

agamanya dan merupakan pemerkosaan terhadap agama.16

Untuk meredam protes tersebut, pemerintah Hindia Belanda

melaksanakan politik keagamaan dengan mendirikan sebuah Pengadilan

Agama Tinggi (Hof voor Islamietische Zaken) atau Mahkamah Islam Tinggi

14 Basiq Djalil, Peradilan Islam, cet-1, h. 197-198. 15 Jaenal Aripin, Jejak Langkah Peradilan Agama di Indonesia, h. 45. 16 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum

Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut

Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh), Edisi Pertama,

cet-2, h. 57-58.

Page 46: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

36

pada 1 Januari 1938 dan dibuka secara resmi sejak 7 Maret 1938 atau 5

Muharram 1357 H. di gedung Cikini No. 8 Jakarta.17

Tidak berapa lama setelah diproklamirkan kemerdekaan Republik

Indonesia oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945. Ibu kota Negara

Republik Indonesia Jakarta, diduduki oleh tentara sekutu. Dalam keadaan

demikian, maka untuk menyelamatkan pemerintahan Negara Republik

Indonesi, pemerintah pusat yang dipimpin oleh Soekrno Hatta diungsikan dari

Jakarta ke Jogjakarta. Sehubungan dengan pemindahan pemerintah pusat ini,

maka Mahkamah Islam Tinggi, oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Surat

Keputusan Menteri kehakiman No. T.2. kedudukannya yang semula di

Jakarta dipindahkan ke Surakarta.18

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggal 27

Desember 1949, suasana negeri mulai kondusif. Pusat pemerintahan RI

kembali berpusat di Jakarta. Tetapi MIT tidak kembali dipindahkan ke

Jakarta, ia tetap berada di Surakarta dan menjadi terkenal dengan nama MIT

Surakarta hingga kurun waktu 1949-1976 hanya ada satu MIT untuk Jawa

dan Madura, yakni MIT Surakarta.19

Pada tahun 1976, Menteri Agama mengeluarkan surat keputusan

Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 tentang

pembentukan cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta di Bandung dan

Surabaya. Untuk cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung meliputi wilayah

hukum Jawa Barat dan Jakarta; dan untuk cabang Mahkamah Islam Tinggi

Surabaya meliputi wilayah hukum Jawa Timur dan Madura.20 Waktu itu di

Jakarta sudah ada pengadilan Agama Istimewa Jakarta raya sebagai induk,

17 Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2002), cet-2, h. 63. 18 Taufiq Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia, cet-1, h. 45. 19 Arsip Pengadilan Tinggi Agama Jakarta h. 3 20 Arsip Pengadilan Tinggi Agama Jakarta h. 3

Page 47: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

37

Pengadilan agama cabang Jakarta Utara dan Pengadilan Agama Cabang

Jakarta tengah.21

Tahun 1980, Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Menteri

Agama Nomor 6 Tahun 1980 tanggal 28 Januari 1980 tentang penyeragaman

nama lembaga menjadi sebutan Pengadilan Agama. dan untuk tingkat

banding disebut dengan Pengadilan Tinggi Agama. Dalam hal ini Mahkamah

Islam Tinggi Surakarta menjadi Pengadilan Tinggi Agama Surakarta.22

Berdasarkan surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 61 Tahun 1985,

Pengadilan Tinggi Agama Surakata dipindah ke Jakarta, akan tetapi

realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara

otomatis wilayah hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah

menjadi wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.23 PTA Surakarta

berubah nomenklaturnya dan lokasinya, sehingga menjadi PTA Semarang

berkedudukan di Semarang yang wilayah hukumnya meliputi Jawa Tengah.

Bersamaan dengan itu terbentuk pula beberapa PTA di provinsi lain di

seluruh Indonesia.24

Maka sejak tahun 1987, secara otomatis Pengadilan agama yang sudah

ada di DKI Jakarta berada dibawah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Pada

saat itu PTA Jakarta menempati gedung milik Kementrian Agama di jalan

Cemara Nomor 42 Jakarta Pusat.25 Dan saat ini kantor Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta terletak di Jl. Raden Inten II 3 RT 5/RW 14 Duren Sawit Kota

Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13440.

2. Tugas Pokok Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara

yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

21 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sejarah di akses 30

Maret 2018 Jam 8.10. 22 Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, cet-2, h. 77. 23 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sejarah di akses 30

Maret 2018 Jam 9.46. 24 Arsip Pengadilan Tinggi Agama Jakarta h. 3 25 Arsip Pengadilan Tinggi Agama Jakarta h. 3

Page 48: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

38

1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni

menyangkut perkara-perkara:

a. Perkawinan.

b. Waris.

c. Wasiat.

d. Hibah.

e. Wakaf.

f. Zakat.

g. Infaq.

h. Shadaqah.

i. Ekonomi Syari'ah.

Selain kewenangan tersebut, pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 tahun

2006 menyebutkan bahwa “Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian

rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah”. Penjelasan

lengkap pasal 52A ini berbunyi: “Selama ini pengadilan agama diminta oleh

Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian

orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki

bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka

Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1

(satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan

keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan

penentuan waktu shalat. Di samping itu, dalam penjelasan UU nomor 3 tahun

2006 diberikan pula kewenangan kepada PA untuk Pengangkatan Anak

menurut ketentuan hukum Islam Di samping itu, Pengadilan Tinggi Agama

juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir

sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah

hukumnya.26

26 http://www.pta-jakarta.go.id/index.php/joomla-pages/layout/2-sidebar-2 di akses

11 Februari 2018 jam 08.53.

Page 49: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

39

3. Fungsi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Tinggi Agama

mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan teknis yustisial bagi perkara banding.

b. Memberikan pelayanan di bidang administrasi perkara banding dan

administrasi peradilan lainnya.

c. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum

Islam pada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta

sebagaimana diatur dalam pasal 52 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

d. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan perilaku Hakim,

Panitera, Sekretaris dan Jurusita di daerah hukumnya.

e. Mengadakan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat

Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan

seksama dan sewajarnya.

f. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di

lingkungan Pengadilan Tinggi Agama dan Penagdilan Agama.

g. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti hisab rukyat dan

sebagainya.27

C. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1082/Pdt.G/2013/PAJT

Pengadilan Agama Jakarta Timur menerima surat permohonan cerai talak

pada tanggal 15 April 2013 dengan Pemohon yang memiliki identitas sebagai

berikut :

1. Pemohon, umur 45 Tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat

tinggal di Kabupaten Bekasi.

Pemohon melawan Termohon yang identitasnya sebagai berikut:

27 http://www.pta-jakarta.go.id/index.php/joomla-pages/layout/2-sidebar-2 di akses

11 Februari 2018 jam 08.53.

Page 50: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

40

2. Termohon, umur 44 Tahun, pekerjaan Ibu rumah tangga, bertempat tinggal

di Jakarta Timur, berdasar surat kuasa yang telah didaftarkan memberikan

kuasa insidentil kepada Hj. Musnidar, umur 70 Tahun, agama Islam,

pekerjaan pensiunan hakim.28

Adapun posita Pemohon dalam mengajukan permohonan cerai talak

tersebut ialah bahwa, pada tanggal 8 september 1996 telah dilangsungkan

pernikahan antara Pemohon dan Termohon yang dicatatkan dikantor urusan

agama, keduanya tinggal dirumah kediaman bersama. dari pernikahan

tersebut dikaruniai 3 orang anak: anak pertama laki-laki lahir pada tanggal 17

Juni 1997, anak kedua perempuan lahir pada tanggal 10 Juli 2001, anak

ketiga laki-laki lahir pada tanggal 27 Oktober 2002.29

Pemohon setelah berumah tangga dengan Termohon merasa tidak bahagia

ada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti hubungan antara keduanya tidak

harmonis, adanya ketidakcocokan yang mengakibatkan terjadinya

perselisihan dan pertengkaran terus menerus, yang penyebabnya antara lain:

a. Adanya ketidakcocokan dan perbedaan persepsi antara Pemohon dan

Termohon dalam membangun rumah tangga.

b. Adanya komunikasi yang kurang baik antara Pemohon dan Termohon.

c. Termohon memutuskan silaturahmi dengan keluar dari pihak Pemohon,

d. Termohon tidak bisa mengelola keuangan keluarga.

e. Termohon tidak melayani Pemohon seperti menyediakan makan,

menyiapkan baju bersih dan sebagainya.

f. Termohon sering keluar rumah tanpa izin dan sepengetahuan Pemohon.

g. Termohon sering mengucapkan kata-kata kasar terhadap Pemohon.

h. Termohon sering melarang Pemohon berhubungan dengan keluarga

Pemohon.

i. Termohon selalu menolak berhubungan suami istri dengan pemohon.30

28 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 1. 29 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 2. 30 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 2-3.

Page 51: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

41

Puncak dari pertengkaran dan perselisihan terjadi pada tanggal 5

Desember 2012 antara Pemohon dan Termohon telah pisah rumah, Pemohon

meninggalkan rumah dan tinggal di kontrakan. Sehingga sejak saat itu antara

keduanya sudah tidak pernah melakukan hubungan sebagaimana layaknya

suami istri, hilangnya rasa cinta mencintai dan kasih sayang menyebabkan

pernikahan antara Pemohon dan Termohon sulit dibina untuk membentuk

suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah sebagaimana

maksud dan tujuan dari suatu pernikahan.31

Perselisihan terus menerurus membuat Pemohon merasa tidak dapat lagi

bertahan dan Pemohon memutuskan untuk bercerai sehingga Pemohon

mengajukan permohonan cerai talak di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Setelah keduanya hadir dipersidangan, hakim memberikan nasihat agar

Pemohon dan Termohon rukun kembali dan hidup harmonis seperti dulu tapi

nasihat tersebut gagal, hakim kemudian memerintahkan untuk melakukan

mediasi dan ditunjuklah Drs. H. Ahmad Fakaubun sebagai mediator, mediasi

yang telah dilaksanakanpun dinyatakan gagal.32

Persidangan dilanjutkan dengan membacakan surat Permohonan Pemohon

yang isinya sebagai berikut:

Primair

- Menerima dan mengabulkan Permohonan Talaq dari Pemohon untuk

seluruhnya.

- Memberikan Ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan dan membacakan

Ikrar Talaq kepada Termohon di Persidangan Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

- Membebankan biaya perkara menurut hukum.

Subsidair

- Mohon putusan yang seadil-adilnya.33

31 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 3. 32 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 3-4. 33 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 3-4.

Page 52: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

42

Atas permohonan Pemohon tersebut Termohon menyampaikan eksepsi

pada jawabannya tentang identitas Pemohon yang dalam surat

permohonannya tertulis bahwa pekerjaan Pemohon adalah pegawai swasta,

menurut Termohon pekerjaan Pemohon sebenarnya adalah pegawai negeri

disalah satu perusahaan BUMN sehingga ada unsur kebohongan. Oleh karena

itu, Termohon memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara

ini agar permohonan cerai talak Pemohon tidak diterima.34

Setelah keduanya menikah sebenarnya tidak tinggal dirumah kediaman

bersama akan tetapi tinggal dirumah dikontrakan kemudian berpindah-pindah

sampai rumah yang sekarang Termohon tempati adalah rumah yang kesekian

kalinya Pemohon kontrak. Termohon mengaku rumah tangganya baik-baik

saja antara keduanya masih ada rasa cinta mencintai dan hormat

menghormati, Termohon merasa Pemohon adalah suami dan ayah yang

menyayangi anak dan istrinya, sekalipun terjadi pertengkaran bisa

diselesaikan dengan baik, namun sejak November 2012 terlihat gelagat dan

tingkah laku yang kurang baik dari Pemohon dimana Pemohon sering pulang

larut malam, pernah suatu saat secara tidak sengaja Termohon mendengar

Pemohon sedang menerima telpon dari seseorang, Pemohon didesak untuk

segera menikah, walaupun Pemohon sudah terpeleset mencari kesenangan

dengan perempuan lain diluar sana tapi Termohon akan tetap bersabar dan

berdoa semoga suatu saat nanti Pemohon akan kembali. Oleh karena itu,

Termohon menolak semua alasan-alasan yang dibuat oleh Pemohon,

Termohon akan tetap mempertahankan pernikahannya tidak akan berpisah

atau bercerai gara-gara Pemohon yang sedang puber untuk kedua kalinya.35

Termohon memohon kepada majelis hakim agar memutuskan perkara ini

sebagai berikut :

Primair

- Menolak permohonan cerai talak Pemohon.

- Membebankan biaya perkara menurut hukum.

34 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 4. 35 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 4-7.

Page 53: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

43

Subsidair

- Mohon putusan yang seadil-adilnya.36

Termohon kemudian malakukan Gugatan Rekonvensi, sejak bulan

November 2012 Termohon Rekonvensi telah melalaikan kewajibannya

sebagai seorang ayah yang baik, sehingga ketiga anak kurang mendapatkan

perhatian dan kasih sayang dari Termohon Rekonvensi, ketiga anak tersebut

tinggal bersama Pemohon Rekonvensi. Keduanyapun masih mempunyai

tunggakan kredit kepemilikan rumah yang dibeli melalui KPR Bank BTN

dengan jangka waktu cicilan kredit selama 15 tahun dan baru berjalan 2

tahun, karena dikhawatirkan Termohon Rekonvensi tidak membayar cicilan

rumah tersebut maka Pemohon Rekonvensi memohon pada majelis hakim

agar Termohon Rekonvensi membayar cicilan sisa tersebut sampai lunas dan

menyerahkan rumah tersebut pada Pemohon Rekonvensi yang tujuannya

untuk tempat tinggal bersama anak-anak.37

Sulitnya melakukan komunikasi dan kedua anak sudah waktunya

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, akhirnya Permohon

Rekonvensi mengambil keputusan dengan mendaftarkan kedua anak untuk

masuk SMP dan SMA. Dimana biaya SPP dan biaya lainnya memerlukan

biaya masing-masing Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). Jadi biaya untuk

kedua anak tersebut memerlukan Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) yang

harus dibayar sebelum tanggal 10 tiap awal bulan.38

Berdasarkan hal tersebut, Pemohon Rekonvensi mohon pada majelis

hakim agar memutuskan perkara sebagai berikut:

- Mengabulkan permohonan Pemohon Rekonvensi seluruhnya.

- Menghukum Termohon Rekonvensi membayar cicilan rumah di Perum

Bekasi setiap bulannya sampai lunas.

36 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 7. 37 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 8. 38 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 8.

Page 54: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

44

- Menghukum Termohon Rekonvensi membayar biaya sekolah kedua

anaknya setiap bulannya sebesar Rp. 4.000.000,00 (Empat juta rupiah)

yang harus dibayarkan setiap tanggal 10 di awal bulan.39

Majelis hakim kemudian menyatakan persidangan dapat dilanjutkan,

majelis hakim perlu mengetahui lebih dahulu ada tidaknya pernikahan antara

Pemohon Rekonvensi dan Termohon Rekonvensi, berdasarkan bukti berupa

Fotokopi kutipan akta nikah dari kantor urusan agama yang telah diberi

materai, kemudian dicocokan dengan aslinya dan ternyata sesuai, bukti

tersebut dinilai telah memenuhi syarat sebagai alat bukti dan dinilai sebagai

akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga

harus dinyatakan terbukti antara Pemohon Rekonvensi dan Termohon

Rekonvensi telah terikat perkawinan yang sah.40

Setelah majelis hakim memeriksa semua alat bukti yang sudah

dikonfirmasi semua dengan aslinya, termasuk pengakuan dari Pemohon dan

Termohon diperkuat dengan keterangan saksi-saksi yang sudah ditanyakan

dan disumpah baik saksi dari Pemohon maupun Termohon, terbukti bahwa

keduanya telah pisah rumah dan komunikasi diantara keduanya pun sudah

tidak baik, dengan ini majelis hakim berpendapat ada keretakan dalam rumah

tangga antara Pemohon dan Termohon, keduanya sudah tidak rukun dan

seharmonis dulu serta adanya perselisihan secara terus menerus yang

menyebabkan hilangnya rasa kasih sayang sehingga tidak ada harapan untuk

rukun kembali.41

Dalam memutuskan perkara ini, Hakim mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

1) Bahwa terhadap eksepsi yang diajukan Termohon terhadap dalil

permohonan pemohon yang mencantumkan identitas yang tidak benar,

seperti pekerjaan pemohon adalah pegawai swasta padahal sebenarnya

pegawai negeri sipil di salah satu perusahaan BUMN dianggap kabur dan

tidak jelas, atas eksepsi tersebut pemohon telah mengajukan surat

39 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 8-9. 40 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 9. 41 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 9-14.

Page 55: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

45

keterangan dari atasannya yang menerangkan bahwa pemohon bukan

pegawai negeri sipil karena perusahaan Pemohon tidak terikat dengan

ketentuan Pasal 3 PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990

tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi pegawai negeri sipil,

perusahaan Pemohon hanya mengacu pada Undang-undang No. 13 Tahun

2013 tentang ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 19 Tahun 2003

tentang badan usaha milik negara yang kesemuanya tidak mengatur

perceraian harus seizing atasan.42

2) Bahwa dari fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan telah terbukti

bahwa adanya keretakan dalam rumah tangga, adanya percekcokan dan

pertengkaran secara terus menerus, pihak keluarga juga sudah berusaha

mendamaikan Pemohon dan Termohon tetapi tidak berhasil. Menurut

Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tujuan perkawinan adalah

untuk membina rumah tangga yang bahagia dan kekal. Apabila dalam

suatu rumah tangga tidak ada kebahagiaan dan salah satu pihak telah

bertekad untuk bercerai maka mempertahankan rumah tangga yang

demikian mafsadatnya adalah lebih besar dari pada manfaat dan

maslahatnya, sesuai kaidah fiqh yang berbunyi:

املفاسدمقدم على جلب املصاحلدرأ

Artinya: Bahwa menghindarkan kerusakan harus lebih diutamakan dari

pada mendambakan kemaslahatan.43

3) Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan diatas, majelis hakim menilai

rumah tangga antara Pemohon dan Termohon mengalami perpecahan yang

sulit untuk dirukunkan, dengan demikian maksud Pemohon Konvensi

untuk bercerai telah sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun

1974 jo. Pasal 116 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)

KHI. oleh karena itu, dengan menunjuk kepada ketemtuan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (2), permohonan pemohon sudah

42 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 15. 43 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 18-19.

Page 56: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

46

sepatutnya dikabulkan dengan memberi izin kepada pemohon untuk

mengucapkan talak satu raj’I.44

4) Bahwa karena permohonan Pemohon Konvensi dikabulkan, maka majelis

hakim secara ex officio mempertimbangkan kewajiban Pemohon

Konvensi, bilamana perkawinan putus atas kehendak suami, suami wajib

memberikan Mut’ah. Majelis hakim secara ex officio menghukum

Pemohon Konvensi untuk memberikan mut’ah berupa uang sebesar Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah) dan karena perkawinan ini putus karena

talak, majelis hakim secara ex officio menghukum Pemohon Konvensi

untuk memberikan nafkah selama masa iddah sebesar 3.000.000,- (tiga

juta rupiah).45

5) Bahwa gugatan Penggugat Rekonvensi agar Tergugat Rekonvensi

membayar biaya sekolah atas kedua orang anak yang telah dilalaikan

Tergugat Rekonvensi sebesar Rp. 4.000.000,- setiap bulan. Terhadap

gugatan tersebut Tergugat Rekonvensi telah membantahnya dengan

mengajukan bukti-bukti pembayaran, baik melalui transfer maupun datang

langsung ke sekolah. Oleh karena itu, gugatan Penggugat Rekonvensi

dinyatakan ditolak.46

6) Bahwa meskipun Tergugat Rekonvensi sebagai ayah telah memenuhi

kewajibannya untuk memberikan biaya sekolah kepada anak-anaknya

secara langsung kesekolah, namun sesuai pasal 149 huruf (d) bilamana

perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib memberikan

nafkah kepada anak-anaknya yang belum mencapai 21 tahun, majelis

hakim secara ex officio menghukum Tergugat Rekonvensi untuk

membayar nafkah kepada ketiga anaknya sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta

rupiah) setiap bulan diluar biaya pendidikan, kesehatan dan sandang.47

44 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 19-20. 45 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 20. 46 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 21. 47 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 21.

Page 57: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

47

7) Bahwa gugatan Penggugat Rekonvensi agar Tergugat Rekonvensi

membayar sisa cicilan rumah sampai lunas dan memberikan rumah

tersebut pada Tergugat Rekonvensi dianggap tidak jelas, maka majelis

hakim menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima.48

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka amar putusannya adalah:

Dalam Eksepsi

- Menolak eksepsi Termohon

Dalam Konvensi

- Mengabulkan Permohonan Pemohon.

- Menetapkan memberi ijin kepada Pemohon untuk ikrar menjatuhkan talak

1 (satu) raj’I terhadap Termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama

Jakarta Timur.

- Menghukum Pemohon untuk memberikan kepada Termohon:

- Nafkah Iddah sebesar Rp. 3.000.000,- (Tiga juta rupiah)

- Mut’ah berupa uang sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah)

- Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk

mengirim salinan penetapan ikrar talak perkara ini kepada Pegawai

Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cianjur Kabupaten

Cianjur Jawa Barat dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Pondok Bambu,

Kota Jakarta Timur, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.

Dalam Rekonvensi

- Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi sebagian.

- Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan nafkah anak sebesar

Rp. 3.000.000,- (Tiga juta rupiah) setiap bulan diluar biaya pendidikan,

kesehatan dan sandang.

- Menolak dan menyatakan tidak dapat diterima selain dan selebihnya.

48 Salinan Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 21.

Page 58: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

48

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

- Membebankan kepada Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk

membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 416.000,-

(Empat ratus enam belas ribu rupiah).49

D. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta No. 16 Pdt.G/2015/PTA JK

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang berkedudukan di ibu kota

mendapat permohonan banding atas putusan Pengadilan Agama Jakarta

Timur Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT yang diputus pada hari senin tanggal 1

september 2014 M bertepatan dengan tanggal 2 Zulqa’dah 1435 H,

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta kemudian memberikan nomor perkara

16/Pdt.G/2015/PTA JK. Permohonan banding tersebut diajukan oleh

Termohon karena merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Termohon sekarang sebagai Pembanding dan Pemohon

sekarang sebagai Terbanding.50

Pembanding mengajukan memori banding dengan suratnya pada tanggal 6

oktober 2014 untuk menanggapi putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

yang dinggap luput dari pertimbangan hakim dalam memutuskan putusannya

yang di terima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada

tanggal 23 oktober 2014 dan untuk kontra memori banding di ajukan

Terbanding pada tanggal 18 November 2014 untuk menanggapi memori

banding Pembanding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama

Jakarta Timur pada tangal 19 November 2014. Kemudian perkara ini

terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada tanggal 20

Januari 2015. Karena perkara ini telah diajukan dengan waktu dan cara-cara

yang telah sesuai dengan aturan maka maka majelis hakim tingkat banding

menyatakan dapat diterima.51

49 Salinan Amar Putusan PA Jakarta Timur Nomor : 1082/Pdt.G/2013/PAJT, h. 22-

23 diputuskan dalam permusyawaratan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur pada

hari Rabu tanggal 1 September 2014 bertepatan dengan tanggal 2 Zulqa’dah 1435 Hijriah. 50 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 1. 51 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 3.

Page 59: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

49

Dalam memutuskan perkara ini, hakim tingkat banding

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa terhadap keberatan Termohon/Pembanding yang menyatakan

susunan majelis hakim didalam putusan yang terdiri dari Drs. Ahmad

Zawawi, M.H., sebagai ketua majelis, Dra. Nur’aini Saladin, S.H., dan

Dra. Hj. Nuroniah, S.H., M.H., sebagai hakim anggota, ketika pembacaan

putusan yang terbuka untuk umum tersebut salah seorang hakim anggota

tidak hadir dan digantikan oleh hakim laki-laki dimana

Termohon/Pembanding tidak mengetahui namanya terhadap keberatan

tersebut majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa perbedaan

nama hakim pada saat pembacaan putusan tersebut hanya terjadi kesalahan

ketik pada kaki putusan dan tidak akan mengubah substansi putusannya,

susunan majelis telah sesuai dengan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1)

UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang

menyatakan:”Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara

dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali

undang-undang menentukan lain.52

2. Bahwa penetapan mut’ah dan nafkah iddah yang telah diputus oleh majelis

hakim tingkat pertama telah sesuai dengan Pasal 149 huruf (a) dan (b)

KHI, majelis hakim tingkat banding sependapat dan menyetujui

pertimbangan tersebut, namun majelis hakim tingkat banding memperbaiki

jumlah masing-masing penetapan. Dengan stastus Pemohon/Terbanding

sebagai karyawan salah satu BUMN dengan perceraian ini

Termohon/Pembanding akan kehilangan hak-haknya sebagai istri

karyawan BUMN seperti asuransi kesehatan, hak pensiun dan sebagainya.

Berdasarkan kontra memori banding yang disampaikan oleh

Pemohon/Terbanding majelis hakim tingkat banding memperoleh fakta

meskipun slip penghasilan bulan November 2012 sebesar Rp 6.487.218,-

(enam juta empat ratus delapan puluh tujuh dua ratus delapan belas

rupiah), namun majelis hakim menilai kemampuan Pemohon/Terbanding

52 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 4.

Page 60: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

50

dari pendapatan lain yaitu THR, Gaji XIII dan Bonus yang diterima bulan

Mei 2014 sebesar Rp. 58.858.711,- (lima puluh delapan juta delapan ratus

lima puluh delapan tujuh ratus sebelas rupiah), THR, Gaji XIII uang

muka/Bonus yang diterima pada bulan Juni 2014 sebesar Rp. 24.000.000,-

(dua puluh empat juta), THR, Gaji XIII, uang muka/bonus yang diterima

pada Juli 2014 sebesar Rp. 15.209.940,- (lima belas juta dua ratus

sembilan ribu sembilan ratus empat puluh rupiah). Oleh karena itu, majelis

hakim tingkat banding menetapkan biaya mut’ah sebesar Rp. 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah), sedang nafkah Iddah selama 3 bulan sebesar Rp.

4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), yang harus dibayar tunai

pada saat ikrar sidang talak.53

3. Bahwa sesuai memori banding yang disampaikan oleh

Termohon/Pembanding melalui Panitera Pengadilan Agama Jakarta

Timur, maka Penggugat Rekonvensi mengajukan gugatan sebagai berikut:

a. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan nafkah anak-

anak dan istrinya sejumlah Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah) setiap

bulan, uang pendidikan, kesehatan dan sandang kepada anak-anak

setiap bulan sebesar Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah).

b. Menghukum Tergugat Rekonvensi/Terbanding mematuhi dan

melaksanakan isi surat pernyataan yang dibuat diatas materai oleh

Tergugat Rekonvensi/Terbanding sendiri pertanggal 14 November

2013 di hadapan Asisten Manager.

Ketentuan Pasal 132 b HIR menyatakan : “Tergugat Rekonvensi wajib

memajukan gugatan melawan bersama-sama dengan jawabannya, baik

dengan surat maupun dengan lisan”. Berdasarkan ketentuan tersebut

majelis hakim tingkat banding berpendapat gugatan rekonvensi yang

diajukan oleh Termohon/Pembanding bersama dengan memori bandingnya

tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan rekonvensi, oleh karena itu

majelis hakim tingkat banding tidak dapat diterima.54

53 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 6-8. 54 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 9-10.

Page 61: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

51

4. Bahwa terhadap gugatan rekonvensi yang diajukan sesuai berita acara

persidangan, majelis hakim tingkat banding sependapat dengan majelis

hakim tingkat pertama, akan tetapi majelis hakim tingkat banding perlu

menambah dan menyesuaikannya dengan perkembangan kebutuhan

nafkah bagi ketiga anaknya menjadi sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000,-

(empat juta rupiah) setiap bulan dengan kenaikan 20% setiap tahunnya

hingga masing-masing berumur 21 tahun atau mandiri diluar biaya

pendidikan, kesehatan dan sandangnya.55

5. Bahwa dalam rangka menjaga agar tidak terjadi penelantaran terhadap

ketiga anak tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU

No. 23 Tahun 2004 tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga

sebagai akibat kelalaian pembayaran nafkah bagi keriga anaknya, maka

majelis hakim tingkat banding menerapkan ketentuan Pasal 1131

KUHPerdata, dengan menyatakan bahwa gaji dan penghasilan

Pemohon/Terbanding sebagai salah satu karyawan BUMN atau semua

harta milik Pemohon/Terbanding baik yang ada atau yang akan ada

sebagai jaminan atas kelalaian pembayaran nafkah terhadap ketiga orang

anak.56

6. Bahwa dalam rangka untuk memberikan perlindungan hukum dan

kepastian hukum terhadap siapa yang bertanggungjawab terhadap

pemeliharaan kepada ketiga anaknya setelah terjadi perceraian antara

kedua orang tuanya, maka majelis hakim tingkat banding menunjuk

Penggugat Rekonvensi/Pembanding selaku ibu kandungnya sebagai pihak

yang bertanggungjawab untuk memelihara ketiga anaknya tersebut hingga

masing-masing memilih untuk diasuh atau dipelihara oleh Tergugat

Rekonvensi/Terbanding selaku ayah kandungnya.57

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka amar putusannya adalah:

- Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menyatakan, permohonan banding yang

diajukan oleh Termohon/Pembanding dapat diterima.

55 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 10. 56 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 11. 57 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 11.

Page 62: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

52

- Menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No.

1082/Pdt.G/2013/PA JT, tanggal 01 September 2014 Masehi, bertepatan

dengan tanggal 02 Dzulqa’dah 1435 Hijriah dengan tambahan dan

perbaikan amar sehingga berbunyi sebagai berikut:

Dalam Eksepsi

- Menolak eksepsi Termohon.

Dalam Konvensi

- Mengabulkan permohonan Pemohon.

- Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i

terhadap Termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama Jakarta Timur.

- Menghukum Pemohon untuk memberikan kepada Termohon:

- Mut’ah berupa uang sejumlah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah).

- Nafkah Iddah sejumlah Rp 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu

rupiah).

Yang harus dibayar secara tunai sesaat setelah ikrar talak dijatuhkan.

- Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk

mengirim salinan penetapan ikrar talak perkara ini kepada pegawai

pencatat nikah kantor urusan agama kecamatan Cianjur, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat, dan kantor urusan agama kecamatan Tarumajaya

Kabupaten Bekasi dan kantor urusan agama kecamatan Duren Sawit, Kota

Jakarta Timur untuk dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.

Dalam Rekonvensi

- Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi sebagian.

- Menunjuk Penggugat Rekonvensi selaku ibu kandung sebagai penanggung

jawab pemeliharaan atas ketiga orang anak yang bernama anak 1, laki-laki,

lahir 17 Juni 1997, anak 2, perempuan, lahir tanggal 10 Juli 2001, dan

anak 3, laki-laki, lahir tanggal 27 Oktober 2002, hingga masing-masing

anak tersebut berumur 21 tahun atau masing-masing anak a quo memilih

untuk diasuh atau dipelihara oleh Tergugat Rekonvensi selaku ayah

kandungnya.

Page 63: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

53

- Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar kepada Penggugat

Rekonvensi berupa nafkah ketiga orang anak tersebut dalam point 2 (dua)

minimal sejumlah Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah) setiap bulan dengan

kenaikan 20% (dua puluh persen) pertahunnya hingga masing-masing

ketiga orang anak a quo berumur 21 tahun atau mandiri di luar biaya

pendidikan, kesehatan dan sandangnya. Dan menyatakan gaji Tergugat

Rekonvensi sebagai karyawan salah satu BUMN atau semua hartanya baik

yang ada atau yang akan ada sebagai jaminan atas kelalaian pembayaran

nafkah ketiga orang anak a quo kepada Penggugat Rekonvensi.

- Menyatakan menolak dan dapat menerima gugatan selain dan selebihnya.

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

- Membebankan kepada Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi biaya

perkara sejumlah Rp 1.266.000,- (satu juta dua ratus enam puluh enam

ribu rupiah).

- Membebankan kepada Termohon/Pembanding untuk membayar biaya

perkara ini dalam tingkat banding sejumlah Rp 150.000,- (serratus lima

puluh ribu rupiah).58

58 Salinan Amar Putusan PTA Jakarta : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 12-14 diputuskan

dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada hari rabu

tanggal 25 Februari 2015 bertepatan dengan tanggal 6 Jumadilawal 1436 Hijriah.

Page 64: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

54

BAB IV

ASAS ULTRA PETITUM PARTIUM PADA PUTUSAN NOMOR

1082/PDT.G/2013PAJT DAN PUTUSAN NOMOR 16/PDT.G/2015/PTA JK

A. Implementasi asas Ultra Petitum Partium terkait hak asuh anak pada putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan Putusan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK.

Sistem hukum acara perdata yang terdapat di dalam HIR/RBG adalah

menyerahkan kepada hakim agar berperan untuk memimpin persidangan mulai

dari permulaan proses berperkara sampai dengan berakhirnya proses perkara

tersebut. Sistem hukum acara yang menyerahkan pimpinan proses kepada hakim

adalah sesuai dengan pikiran tradisional Indonesia yang mengutamakan

kepentingan masyarakat yang menghendaki bahwa suatu perkara diajukan pada

hakim, negara wajib menyelesaikan perkara tersebut sehingga perkara dapat

berakhir secara mutlak.1

Permasalahannya adalah apakah peranan yang diberikan kepada hakim untuk

memimpin proses berperkara tersebut sedemikian luasnya, sehingga hakim

dengan menggunakan asas et aequo et bono tidak terikat lagi pada bentuk dan isi

petitum atau bahkan hakim dapat memutus melebihi petitum yang diajukan para

pihak,2 terutama dalam kasus yang penulis bahas yaitu putusan yang tidak dituntut

baik oleh pemohon maupun termohon terkait hak asuh anak.

Mengenai perkara cerai talak ini sebenarnya baik majelis hakim Pengadilan

Agama Jakarta Timur maupun majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

pasca perceraian sama-sama menginginkan yang terbaik bagi anak, namun para

hakim berbeda pendapat dalam menunjuk atau tidak menunjuk hak asuhnya, di

tingkat pertama majelis hakim tidak menunjuk siapa pengasuhnya namun majelis

hakim tingkat banding menunjuk ibu sebagai pihak yang bertanggungjawab bagi

ketiga anaknya, masing-masing mempunyai ijtihad dan pertimbangan untuk

kemaslahatan anak.

1 Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta: Prenada Media Group,

2014), cet-1, h. 36-37. 2 Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, cet-1, h. 37.

Page 65: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

55

Hakim tingkat pertama maupun hakim tingkat banding sebenarnya tetap

bersandar pada Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189 ayat (3) Rbg yang melarang

seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut, hakim hanya boleh memutus

yang dituntut oleh para pihak, tidak boleh menambah hal-hal lain yang tidak

diminta. Namun dalam hal ini ada aturan khusus yakni SEMA No 7 Tahun 2012

terutama pasca perceraian walaupun tidak diminta hak asuh oleh para pihak,

hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua untuk mengasuh dan

mendidik anak tersebut, sehingga ultra petita tidak berlaku dalam hal ini. Dengan

keluarnya SEMA No 7 Tahun 2012 sub kamar perdata umum point XII ialah tidak

memberlakukan asas ultra petitum partium yang berkaitan dengan akibat

perceraian, suami istri yang melakukan perceraian tidak memunculkan perwalian,

maka hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang

bertanggung jawab untuk mendidik dan memelihara anak tersebut.

Penerapan asas ultra petitum partium di Pengadilan Agama Jakarta Timur

pada putusan nomor 1082/Pdt.G/2013/PA JT sudah berjalan dengan baik, berikut

wawancara yang penulis lakukan dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur

yang memutus perkara nomor 1082/Pdt.G/2013/PA JT.

“ Fokus kami kemarin ke perkara cerai talaknya tidak ke hadhanahnya,

karena dalam permohonan tersebut pemohon tidak meminta hak asuh,

kemudian dalam jawaban termohon juga tidak, baik dalam konvensi maupun

rekonvensi tidak ada yang mempermasalahkan hak asuh. Jadi ada asas ultra

petitum partium (pengadilan tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi apa

yang diminta) kami sesuai dengan asas itu sudah benar, kami hanya memutus

yang diminta saja. Yang saya lihat hubungan antara anak dan ayah baik-baik

saja, suka bercanda baik-baik aja tidak ada masalah artinya tidak perlu kita

tetapkan dan berjalan seperti biasa saja, jadi anak bisa kesini dan bisa kesana,

karena diawal sudah ada di ibu sesuai dengan pasal 105 KHI otomatis tidak

kita tetapkan lagi. Putusan yang kami jatuhkan sudah sesuai dengan asas ultra

petitum partium.”3

Perihal Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak menunjuk ayah atau

ibu sebagai pihak pengasuh bukan semata-mata tanpa sebab, melainkan ada alasan

dalam memutus perkara tersebut, majelis hakim melihat dalam proses persidangan

3 Ahmad Zawawi. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta,

22 Juni 2018.

Page 66: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

56

baik ayah maupun ibu sama-sama tidak ada yang meminta hak asuh, dalam

petitum, jawaban, replik dan duplik tidak ada yang meminta hak asuh anak,

sehingga dalam petimbangan hakimpun tidak ada bahasan tentang hak asuh anak.

Namun dalam hal ini, hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak menerapkan

SEMA No 7 Tahun 2012 dalam putusannya, padahal aturan tersebut aturan

khusus yakni pasca perceraian walaupun tidak diminta oleh para pihak, hakim

harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik anaknya, dalam hal ini penulis

menganggap hakim ditingkat pertama kurang teliti membaca surat edaran

mahkamah agung sehingga putusannya kurang tepat, wawancara yang penulis

lakukan dengan hakim tingkat pertama dalam jawabannya hakim hanya membaca

surat edaran mahkamah agung di kamar agama saja tanpa melihat kamar perdata,

padahal aturan tersebut ada di sub kamar perdata umum.

“ Biasanya kalau pengadilan itu masing-masing kamar kan? Buat rumusan

rumusan, kebetulan saya juga sudah mengcopy dan yang saya copy itu khusus

untuk kamar agama karena wilayah kita di kamar agama, saya tidak baca

yang dikamar perdata umum saya langsung buka di kamar perdata agama.

Diumum itu kan kadang-kadang ada aturan perkawinan diluar Islam. Kenapa

kita tidak pertimbangkan masalah SEMA itu? Karena memang tidak ada dari

awal, dari permohonan, replik, duplik, tidak ada jadi khusus untuk cerai

talaknya saja dan nafkah anak. Masalah hak asuhnya tidak kita jadikan

masalah karena memang selama ini sudah berjalan dengan baik, kalau kita

berikan ke salah satu orang tua mungkin akan timbul sengketa, kadang

setelah ditunjuk itu bukan semakin baik malah semakin renggang karena

masing-masing punya keinginan untuk mengasuh anak. Makanya kita ambil

jalan tengah karena sudah berjalan seperti itu dan tidak ada masalah juga

lebih maslahat.” 4

Berbeda dengan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, hakim ditingkat banding

menerapkan SEMA No. 7 Tahun 2012 terkait pasca perceraian, walaupun tidak

diminta oleh para pihak. Hakim ditingkat banding menunjuk ibu sebagai pihak

yang bertanggungjawab bagi ketiga anaknya. Hakim ditingkat banding

sebenarnya tetap berpedoman pada asas ultra petitum partium. Seperti wawancara

4 Ahmad Zawawi. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta,

22 Juni 2018.

Page 67: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

57

yang penulis lakukan, dalam jawabannya hakim menyampaikan bahwa memutus

melebihi yang dituntut tidak diperkenankan.

“yang namanya ultra petitum, gak boleh kalau hakim itu mengadili suatu

yang tidak diminta, apa yang diminta oleh sipenggugat itu yang diputus.

Umpamanya dalam perceraian, istri minta cerai dan dia hanya minta cerai

saja, si istri tidak menggugat harta tapi kok putusannya menyatakan harta dan

sebagainya itu tidak boleh. Jadi apa yang diminta itu yang diputuskan kecuali

ketika diminta ditengah proses persidangan ada perubahan itu bisa saja. Kalau

ada gugatan sesudah pembuktian itu sudah tidak bisa lagi.”5

Dalam hal ini karena ada aturan yang lebih khusus maka hakim di tingkat

banding mengenyampingkan ultra petitum partium dan menerapkan SEMA No 7

2012 dengan menunjuk ibu sebagai pihak yang bertanggung jawab bagi anaknya.

“Begini, didalam memutuskan suatu perkara harus punya sandaran atau

rujukan.. nah rujukan itu adalah SEMA. Anak itu kan harus ada yang

tanggungjawab selama masih ada orang tuanya baik bapak maupun ibunya,

itu tidak perlu menunjuk perwaliannya pada orang lain, berdasarkan SEMA

itu maka ditunjuklah ibu sebagai pihak yang bertanggungjawab, adapun

tingkat pertama tidak menggunakan SEMA itu hak mereka”6

Hakim ditingkat banding dalam putusannya kenapa memberikan hak asuh

pada ibu? Disini hakim beralasan untuk memberikan perlindungan hukum dan

kepastian hukum terhadap siapa yang bertanggung jawab untuk mengasuh ketiga

orang anaknya setelah terjadi perceraian, maka majelis hakim tingkat banding

menunjuk pembanding selaku ibu kandung sebagai pihak yang bertanggung jawab

untuk memelihara ketiga anak tersebut hingga masing-masing anak tersebut

memilih untuk diasuh atau dipelihara oleh Terbanding selaku ayah kandungnya.

Hal tersebut sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun

2012 tentang rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung sebagai

Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, sub kamar perdata umum, Point

XII, bahwa tentang akibat perceraian berdasarkan Pasal 41, 47 dan Pasal 50

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa dengan adanya

perceraian tidak menjadikan kekuasaan orang tuanya berakhir dan tidak

5 Sam’un Abduh. Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten, Wawancara Pribadi, Jakarta,

28 Juni 2018. 6 Sam’un Abduh. Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten, Wawancara Pribadi, Jakarta,

28 Juni 2018.

Page 68: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

58

memunculkan perwalian. Hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang

tuanya sebagai pihak yang memelihara dan mendidik anak tersebut.7

B. Faktor yang menyebabkan adanya disparitas putusan Pengadilan Agama Jakarta

Timur nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK tentang Ultra Petitum Partium terkait Hak

Asuh Anak.

Berdasarkan keterangan dan wawancara penulis dengan hakim Pengadilan

Agama Jakarta Timur dan hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dapat

diidentifikasi bahwa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan putusan tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Implementasi Asas Ultra Petitum Partium.

Hakim di tingkat pertama tetap berpegang teguh pada asas ultra petitum

partium tidak memutus bila tidak diminta, dalam proses persidangan para pihak

baik dalam posita, petitum, jawaban, replik dan duplik tidak ada yang

mempermasalahkan hak asuh anak sehingga hakim tingkat pertama tidak

memutus hak asuh tersebut, dengan ditunjuknya siapa pengasuhnya hakim

berkeyakinan akan muncul sengketa baru, akan ada perebutan hak asuh anak

sehingga hakim mengambil jalan tengah dengan tidak menunjuk pengasuh artinya

anak bisa ikut ke ibu bisa juga ikut ke ayah, hakim juga berkeyakinan dengan

tidak ditentukan ke ayah atau ke ibu selama ini sudah berjalan dengan baik dan

memberikan kemaslahatan untuk anak. Kemudian penulis juga berpendapat hakim

kurang menguasai SEMA No. 7 Tahun 2012 dalam jawabannya hakim memahami

SEMA No 7 Tahun 2012 hanya di kamar agama saja tanpa melihat kamar-kamar

lain, padahal aturan pasca perceraian anak harus ditunjuk ada di sub kamar

perdata umum.

2. Implementasi SEMA No 7 Tahun 2012.

Faktor kedua yang menyebabkan adanya perbedaan putusan ialah hakim

tingkat banding taat pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 7 Tahun 2012

tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai

Pedoman Pelaksana Tugas Bagi Pengadilan, sub kamar perdata umum, Point XII,

7 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 11-12.

Page 69: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

59

bahwa tentang akibat perceraaian berdasarkan Pasal 41, 47 dan Pasal 50 Undang-

Undang Perkawinan dengan adanya perkawianan tidak menjadikan kekuasaan

orang tua berakhir dan tidak memunculkan perwalian, Hakim harus menunjuk

salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang memelihara dan mendidik

anak tersebut. Walaupun pada asasnya hakim dilarang memutus melebihi dari

yang diminta, asas tersebut dapat dikesampingkan dengan adanya SEMA No 7

Tahun 2012 sehingga pasca perceraian tidak menjadikan kekuasaan orang tua

berakhir dan tidak memunculkan perwalian, walaupun tidak dimita oleh para

pihak hakim menunjuk ibu sebagai pihak yang memelihara dan mendidik ketiga

anaknya, hakim juga berkeyakinan jika tidak ditunjuk siapa pengasuhnya maka

tidak ada kepastian dan akan muncul masalah lain, hakim juga beralasan dalam

penunjukan ibu tersebut akan ada perlindungan dan kepastian hukum bagi anak.

Terhadap putusan yang tidak diminta tersebut, Majelis hakim tingkat banding

berpedoman pada Yuresprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 556/Sip/1971

tanggal 8 Januari 1972, Nomor 425K/Sip/1975 tanggal 15 Juli 1975 yang

mengandung kaidah hukum: “Judex Facti dibenarkan untuk memberikan putusan

melebihi petitum gugatan penggugat, dengan syarat hal tersebut masih sesuai

dengan dalil/posita/kejadian materiil yang dikemukakan oleh penggugat dalam

gugatannya”.8

Kemudian kenapa hak asuh ketiga anak diberikan pada ibu semua? Melalui

musyawarah, semua hakim sepakat menunjuk ibu karena ibu memiliki kasih

sayang dan perhatian yang lebih jika dibanding dengan ayah. Berikut jawaban

hakim tingkat banding ketika diwawancarai oleh penulis:

“Itu lihat kasusnya, jadi begini kenapa ayah itu tidak dapat hak asuh? ada

suatu kasus perceraian, kasus perceraian ini disamping kasus cerainya juga

mempersengketakan masalah anak, umpamanya suami menceraikan istrinya

dan sudah memiliki anak, anak itu kan ada yang masih dibawah umur dalam

arti belum mumayyiz dan ada yang sudah mumayyiz, dalam KHI anak umur

12 tahun dianggap sudah mumayyiz, kalau anak sudah mumayyiz dia

mempunyai hak pilih mau ikut bapak atau mau ikut dengan ibu, anak yang

sudah mumayiz harus dihadirkan dihadapan sidang untuk diketahui pendapat

anak tersebut, yang intinya mau kemana. Pada saat itu kita sepakat bahwa

berdasarkan SEMA harus ditentukan anak itu mau kemana supaya anak ini

8 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 12.

Page 70: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

60

ada yang melindungi, berdasarkan kesepekatan tersebut kita menunjuk ibu

untuk mengasuh ketiga anaknya. Karena kalau tidak kita tentukan siapa yang

memelihara anak bisa kacau. Seorang bapak tentu berbeda dengan ibu, kalau

bapaknya menikah lagi dari pada ikut ibu tiri lebih baik ikut dengan ibu

kandung. Kenapa berdasar SEMA No 7 tahun 2012? Supaya anak itu ada

yang melindungi”.9

C. Kebebasan Hakim Dalam Mengenyampingkan Asas Ultra Petitum Partium.

Anak yang lahir dari kandungan ibunya, ia lahir dalam keadaan fitrah (suci

bersih) dan kedua orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya

sebaik-baiknya menjadi anak yang terdidik, shalih dan shalehah, menuju bahtera

kehidupan duniawi dan ukhrawi, sejahtera lahir batin, berbakti untuk nusa dan

bangasa. Kewajiban orang tua sebagaimana diurai diatas, berlaku sampai anak

dewasa atau dapat berdiri sendiri atau sudah kawin, kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan kedua orang tua telah putus karena perceraian.10 Mengenai

perkara cerai talak ini sebenarnya baik hakim di tingkat pertama maupun hakim

ditingkat banding menginginkan yang terbaik bagi anak setelah terjadi perceraian

antara kedua orang tuanya, namun hakim berbeda pandangan dalam menentukan

hak asuh dengan menunjuk atau tidak menunjuk hak asuh pada ibu atau ayah,

hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak menunjuk salah satu dari kedua

orang tua untuk mengasuh anak pasca perceraian, namun hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta menunjuk ibu sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk

memelihara dan mendidik anak tersebut.

Pada dasarnya ibu kandung mempunyai hak asuh terhadap anaknya yang

belum mumayyiz, sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105,

dalam hal terjadinya perceraian:

1. pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya.

2. pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan pada anak untuk

memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya.

9 Sam’un Abduh. M.H. Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten, Wawancara Pribadi,

Jakarta, 28 Juni 2018. 10 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2015), Cet-1, h. 129.

Page 71: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

61

3. biaya pemeliharaan diserahkan pada ayahnya.11

Mengenai permasalahan tersebut sebenarnya baik hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur maupun hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta tetap berpedoman

pada pasal 178 ayat (3) HIR dan pasal 189 ayat (3) Rbg putusan yang dijatuhkan

pengadilan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Keberadaan pengaturan

tentang asas ultra petitum partium di dalam Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189

ayat (3) Rbg, seringkali menimbulkan pemikiran yang berbeda diantara para

aparat penegak hukum, terkhusus bagi para hakim, dalam rangka memeriksa dan

memutus suatu petitum ex aequo et bono atau petitum subsidair, yang berbunyi

“mohon putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan”.12 Ex aequo et bono

menurut kamus hukum ialah memberikan kebebasan kepada hakim untuk menilai

kepantasan dan kesesuaian rasa keadilan masyarakat, sehingga hakim tidak

tunduk lagi pada undang-undang.13

Dalam petitum subsidair sebuah surat gugatan atau permohonan seringkali

ditemui kalimat yang umum yaitu kalimat ex aequo et bono dan biasanya

digabung dengan kalimat kalau majelis hakim berpendapat lain mohon agar

putusan yang seadil-adilnya. Menurut Yahya Harahap memasukkan mohon

keadilan ex aequo et bono sebagai petitum subsidair, dan tuntutan subsidair

diajukan sebagai antisipasi jika seandainya tuntutan primair tidak dikabulkan

hakim, oleh karenanya kalimat ini karakternya tidak mutlak, bersifat alternative,

dan sangat tergantung pada kebebasan hakim. Dengan demikian, penjatuhan

putusan ex aequo et bono merupakan putusan subsidair, bukan primair, maka

dalam putusan ex aequo et bono sekaligus merupakan putusan ultra petita.

Menurut Yahya Harahap, pada satu sisi putusan ex aequo et bono tidak boleh

melebihi materi pokok petitum primair, sehingga putusan yang dijatuhkan tidak

melanggar ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR,

sedangkan pada sisi lain, putusan ini tidak boleh sampai berakibat merugikan

11 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), Edisi

Pertama, cet-4, h. 138 12 Bambang Sugeng Ariadi Subagyono dkk, “Kajian Penerapan Asas Ultra Petita Pada

Petitum Ex Aequo Et Bono” Jurnal Yuridika, XXIX, 1, (Januari-April, 2014), h. 103. 13 Jonaedi Efendi, Kamus Istilah Hukum Populer, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 139.

Page 72: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

62

tergugat atau termohon dalam melakukan pembelaan kepentingannya.14 Mantan

ketua MA, Prof. Bagir manan menyatakan, bahwa putusan ultra petita itu

diperbolehkan asalkan sejak awal permohonan menyebut “ex aequo et bono”

didalam permohonannya.15

Hakim diwajibkan menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana ditentukan di dalam

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009. Makna mengadili menurut

hukum, bukan hanya berdasarkan pada peraturan tertulis akan tetapi juga hukum

yang tidak tertulis, dalam artian hakim tidak hanya “corong Undang-Undang”,

dengan demikian terdapat kebebasan bagi Hakim untuk menemukan hukum

(rechtsvinding) yang dianggap adil. Dengan kata lain, dalam rangka melakukan

tugas penerapan hukum, hakim harus menemukan hukum, jika tidak menemukan

dari hukum tertulis harus mencari dari hukum tidak tertulis, dari nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat.16

Menurut Gerhard Robbers, secara konstektual ada 3 (tiga) esensi yang

terkandung dalam kebebasan hakim untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman,

yakni:

1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan.

2. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.

3. Tidak boleh ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam

menjalankan tugas yudisialnya.17

Adanya anggapan di dalam hukum acara perdata yang melarang adanya

putusan yang mengandung ultra petitum partium selama ini, sebenarnya tidak

sepenuhnya benar, karena di dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung adanya

larangan hakim memutuskan melebihi dari apa yang diminta mengalami

14 Bambang Sugeng Ariadi Subagyono dkk, “Kajian Penerapan Asas Ultra Petita Pada

Petitum Ex Aequo Et Bono” Jurnal Yuridika, h. 105 15 Moh. Mahfud MD, Perdebatan hukum tata negara pasca amandemen, (Jakarta:

Pustaka LP3ES Indonesia), 2007, cet-1, h. 99. 16 Bambang Sugeng Ariadi Subagyono dkk, “Kajian Penerapan Asas Ultra Petita Pada

Petitum Ex Aequo Et Bono” Jurnal Yuridika, h. 104-105. 17 Abintoro Prakoso, Penemuan Hukum: Sistem, Metode, Aliran dan Prosedur dalam

Menemukan Hukum. (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2016), cet-1, h. 195-196

Page 73: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

63

pergeseran mengarah kepada diizinkan dengan tetap menggunakan pertimbangan

yang dapat dipertanggungjawabkan.18

Beberapa putusan Mahkamah Agung yang membenarkan hakim yang

menjatuhkan putusan melanggar asas ultra petitum partium antara lain:

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1043 K/Sip/1971 tanggal 3

Desember 1974 yang salah satu konsiderannya menyatakan

“menambahkan alasan-alasan hukum yang tidak diajukan oleh pihak-

pihak merupakan kewajiban Hakim berdasar Pasal 178 HIR”

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 556 K/Sip/1971 tanggal 8 Januari

1972 yang salah satu konsiderannya menyatakan “Mengabulkan

melebihi dari apa yang digugat adalah diizinkan, selama hal ini masih

sesuai dengan kejadian materiil”

3. Purusan Mahkamah Agung Nomor: 452 K/Sip/1975 tanggal 15 Juli

1975 yang salah satu konsiderannya menyatakan “Mengabulkan lebih

dari petitum, diizinkan, asal saja sesuai dengan posita. Di samping itu

dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia baik hukum acara pidana

maupun hukum acara perdata, Hakim bersifat aktif.19

Dalam peraturan hukum di Indonesia sendiri masih banyak kekosongan-

kekosongan hukum, kekosongan tersebut di isi oleh Mahkamah Agung melalui

PERMA dan SEMA. Hasil survei dari 100 responden hakim dan panitera

menunjukan “89 % responden menyatakan PERMA dan SEMA sangat penting

sebagai pengisi kekosongan hukum di Indonesia dalam peraktik peradilan dan

hukum Indonesia; 90 % responden hakim telah menjadikan PERMA dan SEMA

sebagai bagian dari landasan hukum yang dipedomani dan dipertimbangkan

hakim dalam me-manage peradilan dan memutus perkara.” Hal ini menunjukan

bahwa peranan PERMA dan SEMA sangat penting dalam konteks pengisi

18 Bambang Sugeng Ariadi Subagyono dkk, “Kajian Penerapan Asas Ultra Petita Pada

Petitum Ex Aequo Et Bono” Jurnal Yuridika, h. 105. 19 Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, Cet-1, h. 37-38.

Page 74: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

64

kekosongan hukum di Indonesia sebagai wahana “judge made law” hakim

membentuk hukum.20

Dalam putusan tingkat pertama, penulis berpendapat bahwa hakim kurang

menguasai SEMA No. 7 Tahun 2012 terlihat dalam putusan nomor

1082/Pdt.G/2012/PAJT, pasca perceraian seharusnya hakim menerapkan SEMA

No. 7 Tahun 2012 dengan menunjuk salah satu orang tua untuk mengasuh anak

sehingga ada kepastian dan perlindungan hukum untuk anak, walaupun para pihak

tidak ada yang meminta hak asuh. Disini hakim seharusnya memperluas

pengertian ex aequo et bono semata-mata demi kepentingan terbaik bagi anak,

ketentuan Pasal 178 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (3) Rbg. Dapat dikesampingkan

setelah mempertimbangkan hal-hal yang dirasa baik bagi anak.

Hakim tingkat pertama menganut Positvisme Hukum, positivisme

mengutamakan kepastian hukum dibandingkan keadilan. Cara pandang

positivisme hukum yang formalistik membuat hakim tidak dapat bertanya apakah

norma hukum positif itu adil atau tidak adil. Hakim yang positivistik hanya

menemukan penafsiran undang-undangnya yang sudah tersedia dan siap saji, juga

metode berpikirnya selalu sistematik.21

Titik berat pada perkara hak asuh anak ialah kepentingan yang terbaik bagi

anak, bukan mengacu pada kepentingan orang tua,22 berdasarkan hal tersebut

majelis hakim tingkat banding sudah tepat dengan menunjuk hak asuh pada ibu

karena dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yaitu setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya

sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa

pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan

pertimbangan terakhir. Dalam hal terjadinya pemisahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), anak tetap berhak;

20 H.M. Fauzan, Peranan PERMA dan SEMA Sebagai Pengisi Kekosongan Hukum

Indonesia Menuju Terwujudnya Peradilan yang Agung, (Jakarta: Prenada Media Group), 2013,

Cet-1, h. vii. 21 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cet-1, h. 136-137. 22 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cet-1, h. 129.

Page 75: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

65

a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua

orang tuanya.

b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan

untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan

kemampuan, bakat, dan minatnya.

c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya.

d. Memperoleh hak anak lainnya.

Untuk menghilangkan kekhawatiran mejelis hakim tingkat banding

menjatuhkan hak asuh anak pada ibu dikarenakan ibu lebih memahami dan

menyayangi anak jika dibanding dengan ayah, biasanya seorang ayah cenderung

kaku sehingga hubungan antara anak dan ayah tidak sedekat seperti hubungan

antara ibu dan anak, kemudian pasca perceraian sudah tentu ayah akan menikah

lagi dengan perempuan lain, hal itulah yang dikhawatirkan hakim jika anak ikut

dengan ayah pasti anak akan ikut dengan ibu tiri, dari pada anak ikut dengan ibu

tiri lebih baik anak ikut dengan ibu kandung, dengan pertimbangan tersebut hakim

menunjuk ibu sebagai pengasuh bagi ketiga anaknya. Alasan lain yang menjadi

pertimbangan majelis hakim tingkat banding ialah walaupun putusan hakim pada

asasnya tidak boleh memutus melebihi dari apa yang dituntut (ultra petitum

partium) hakim tingkat banding menerobos asas tersebut dikarenakan ada aturan

khusus pasca perceraian, dalam SEMA No. 7 Tahun 2012 di sub kamar perdata

umum disebutkan tentang akibat perceraian berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50

UUP, dengan adanya perceraian tidak menjadikan kekuasaan orang tua berakhir

dan tidak memunculkan perwalian, hakim harus menunjuk salah satu dari kedua

orang tua sebagai pihak yang memelihara dan mendidik anak tersebut, walaupun

para pihak tidak ada yang meminta hak asuh anak. Berdasarkan SEMA tersebut

maka majelis hakim tingkat banding menunjuk ibu sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik ketiga anak.

Hakim berpedoman pula kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

556/Sip/1971 tanggal 8 Januari 1972, Nomor 1245/Sip/1974 tanggal 9 November

1976, dan Nomor 425/Sip/1975 tanggal 15 Juli 1975 yang mengandung kaidah

hukum: “Judex Facti dibenarkan untuk memberikan putusan melebihi petitum

Page 76: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

66

gugatan penggugat, dengan syarat hal tersebut masih sesuai dengan

dalil/posita/kejadian materiil yang dikemukakan oleh penggugat dalam surat

gugatannya”.23

Hakim tingkat banding telah mampu melakukan terobosan dengan menaati

SEMA No 7 Tahun 2012 tentang akibat perceraian, walaupun tidak diminta hakim

menunjuk ibu sebagai pengasuh bagi ketiga anaknya, hakim tingkat banding juga

sangat progresif dibanding dengan hakim tingkat pertama yang tidak berani keluar

dari asas ultra petitum partium. Hakim tingkat banding juga telah sesuai dengan

asas peraturan perundang-undangan yakni, asas lex specialis derogat legi generali

yang artinya aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat

umum.

Dalam hak pengasuhan anak tentu harus dilihat juga perilaku dari orang tua,

ibu memiliki tabiat yang baik dan pekerja keras. Namun, ayah memiliki sikap

yang kurang baik yakni melakukan perselingkuhan dengan wanita lain. Kemudian

ketika terjadi perceraian, anak belum dewasa dan masih membutuhkan kasih

sayang terutama dari ibu. Maka ditunjuklah ibu sebagai pengasuh bagi ketiga

anaknya. Berdasarkan hal tersebut telah sesuai kaidah fiqh yang berbunyi:

درأاملفاسدمقدم على جلب املصاحل

Artinya: Bahwa menghindarkan kerusakan harus lebih diutamakan dari pada

mendambakan kemaslahatan

Penulis sependapat dengan majelis hakim tingkat banding yang menunjuk

ibu sebagai pengasuh bagi ketiga anak karena dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang perlindungan anak ialah seorang anak belum dianggap dewasa

sebelum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak

pada saat terjadinya perceraian masing – masing berumur: anak pertama berumur

15 tahun, anak kedua berumur 11 tahun dan anak ketiga berumur 10 tahun.

Meskipun kedua orang tua bercerai, bila tidak memperselisihkan

pemeliharaan anak maka, baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan

23 Salinan Putusan PTA Jakarta Nomor : 16/Pdt.G/2015/PTA JK, h. 12.

Page 77: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

67

mendidik anak-anaknnya semata-mata berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak.

ayah bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan anak, bilamana ayah

tidak mempunyai kesanggupan untuk itu maka ibu turut bertanggungjawab.24

Hukum positif betapa pun lengkapnya selalu tertatih-tatih mengikuti

perkembangan zaman, selalu dibatasi oleh ruang dan waktu yang pada zaman lain

sudah tidak berlaku lagi. Putusan yang mendekati keadilan tentu bukan putusan

yang penalaran hukumnya hanya menempatkan hakim sebagai mulut atau corong

undang-undang. Kita dapat menilai putusan yang berkualitas yang

argumentasinya dapat memulihkan kepercayaan masyarakat. Hakimnya tidak

hanya membaca teks, tetapi berusaha menembus apa yang ada di balik teks,

berdialog dengan konteks seraya melibatkan kepekaan nuraninya.25

Mu’adz bin Jabal ketika dilantik menjadi hakim (qadli) di yaman, beliau

diuji kelayakan oleh Rasullah SAW. “Bagaimana kamu akan menghukumi

(memutuskan hukuman)? Jawab Mu’adz, dengan kitabullah. Tanya Rasul, jika

tidak didapatkan hukumnya pada kitabullah? Jawab Mu’adz, aku putuskan dengan

Sunnah Rasul. Tanya Rasulullah, jika tidak kamu dapati dalam Sunnah? Jawab

Mu’adz, saya berijtihad dengan akal pikiran saya. Demikian pula halnya dengan

proses penemuan hukum dan pembentukan hukum.26

Pada akhirnya putusan yang menetapkan dan menunjuk secara tegas hak

asuh anak pada pihak siapa dari salah satu orang tuanya adalah putusan yang

memberi kepastian hukum dan bermanfaat pada anak dalam melindungi hak anak

untuk diasuh oleh salah satu dari orang tuanya pasca perceraian, dalam hal ini

adalah putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta nomor 16/Pdt.G/2015/PTA JK.

24 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cet-1, h. 130. 25 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cet-1, h. 137. 26 Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cet-1, h. 141.

Page 78: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

68

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan,

maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi asas ultra petitum partium dalam putusan Nomor

1082/Pdt.G/2013/PAJT sudah berjalan dengan baik, hanya saja hakim

dalam putusannya tidak menunjuk salah satu dari kedua orang tuanya untuk

memelihara anak pasca perceraian, walaupun pada asasnya hakim dilarang

memutus melebihi dari yang diminta (ultra petitum partium) asas itu dapat

dikesampingkan dengan adanya SEMA No. 7 Tahun 2012 yakni pasca

perceraian hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua untuk

mengasuh anaknya. Hakim tingkat banding pada putusan Nomor

16/Pdt.G/2015/PTA JK juga tetap berpedoman pada asas ultra petitum

partium, tetapi karena ada aturan yang lebih khusus yakni SEMA No 7

Tahun 2012 di sebutkan pasca perceraian tidak menjadikan kekuasaan orang

tua berakhir dan tidak memunculkan perwalian. Hakim harus menunjuk

salah satu dari kedua orang tuanya sebagai pihak yang memelihara dan

mendidik anak, atas dasar hal tersebut hakim tingkat banding menunjuk ibu

sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidik

ketiga anaknya.

2. Bahwa dalam putusan nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan putusan nomor

16/Pdt.G/2015 PTA JK terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya

perbedaan putusan hakim dengan menunjuk atau tidak menunjuk salah satu

dari kedua orang tua untuk mengasuh anak pasca perceraian. Faktor pertama

ialah implementasi asas ultra petitum partium, hakim tingkat pertama tetap

berpegang teguh pada asas ultra petitum partium tidak memutus bila tidak

diminta, dalam proses persidangan para pihak tidak ada yang

mempermasalahkan hak asuh anak sehingga hakim tingkat pertama tidak

memutus hak asuh tersebut, kemudian hakim juga kurang memahami

SEMA No 7 Tahun 2012, dalam jawabannya hakim hanya memahami

Page 79: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

69

SEMA No 7 Tahun 2012 dikamar agama saja, padahal aturan pasca

perceraian anak harus ditunjuk ada di sub kamar perdata umum (Hakim

tingkat pertama menganut mazhab Positivisme hukum). Faktor kedua ialah

implementasi SEMA No 7 Tahun 2012, hakim tingkat banding taat pada

SEMA No 7 Tahun 2012 walaupun pada asasnya hakim dilarang memutus

melebihi dari yang diminta, asas tersebut dapat dikesampingkan dengan

adanya SEMA No 7 Tahun 2012 sehingga pasca perceraian tidak

menjadikan kekuasaan orang tua berakhir dan tidak memunculkan

perwalian, walaupun tidak diminta oleh para pihak hakim tingkat banding

menunjuk ibu sebagai pihak yang memelihara bagi ketiga anaknya (Hakim

tingkat banding sangat Progresif dimana telah mampu melakukan terobosan

hukum).

B. Saran

Setelah memperhatikan beberapa kesimpulan yang penulis uraikan diatas,

penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Dari penulisan skripsi ini, penulis menyarankan kepada para aparat penegak

hukum, terkhusus bagi para hakim agar memahami SEMA No 7 Tahun

2012 dengan sebaik mungkin, agar tidak terjadi perbedaan pendapat dalam

memutus suatu perkara yang sama.

2. Untuk para hakim yang akan memutus menyangkut kepentingan anak,

hendaknya hakim mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak,

jangan mengacu pada kepentingan orang tua.

3. Penulis menyarankan kepada setiap orang yang akan menikah, hendaknya

memilih pasangan yang benar-banar baik dan tulus, jangan sampai

pernikahan putus di tengah jalan dan anak yang menjadi korban.

Page 80: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

70

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Edisi Pertama. Cet. Ke-4. Jakarta: CV.

Akademi Pressindo, 2010.

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet. Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika,

2007.

________. Metode Penelitian Hukum. Cet. Ke-1, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Aripin, Jaenal. Jejak Langkah Peradilan Agama di Indonesia. Edisi Pertama. Cet.

Ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

As-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal bin. Shahih Fikih Sunnah. Penerjemah Khairul

Amru Harahap. Edisi Revisi. Cet, Ke-3. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani dkk. Cet. Ke-1. Jakarta: Gema Insani, 2011.

Bintania, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh al-Qadha.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Dib Al-Bugha, Musthafa. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam

Madzhab Syafi’I. Penerjemah D.A. Pakishati. Cet. Ke-4. Surakarta: Media

Zikir, 2015.

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum

Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama

Pasang Surut Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat

Islam Aceh. Edisi Pertama. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2006.

________. Peradilan Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: Amzah, 2012.

Fauzan, H.M. Peranan SEMA dan SEMA Sebagai Pengisi Kekosongan Hukum

Indonesia Menuju Terwujudnya Peradilan yang Agung. Cet. Ke-1. Jakarta:

Prenada Media Group, 2013.

Halim, Abdul. Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia. Cet. Ke-2.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Hamami, Taufiq. Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia. Cet. Ke-1. Jakarta: Tatanusa, 2013.

Page 81: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

71

Hamid Al-Ghazali, Imam Abu. Menyingkap Hakikat Perkawinan. Penerjemah

Muhammad Al-Baqir. Jakarta: Mizan, 2014.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cet. Ke-14. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Cet. Ke-2. Jakarta:

Prenada Media, 2003.

HS, Salim. dan Nurbani, Erliez Septiana. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian

Tesis dan Disertasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Koto, Alaiddin. Sejarah Peradilan Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2011.

Mahfud MD, Moh. Perbebatan hukum tata negara pasca amandemen. Cet. Ke-1.

Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2007.

Mahmud Mathlub, Abdul Majid. Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Penerjemah

Harist Fadly dan Ahmad Khotib. Cet. Ke-1. Solo: Era Intermedia, 2005.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada

Media Group, 2008.

________. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Cet.

Ke-3. Jakarta: Prenada Media Group, 2005.

Mappiase, Syarif. Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim. Cet. Ke-1. Jakarta:

Prenada Media Group, 2015.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz. dan Sayyed Hawwas, Abdul Wahab. Fiqh

Munakahat. Penerjemah Abdul Majid Khon. Jakarta: Amzah, 2011

Muthiah, Aulia. Hukum Islam – Dinamika perkembangan Seputar Hukum

Perkawinan dan Hukum Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2017.

Mustaming, Al-Syiqaq dalam Putusan Perkawinan di Pengadilan Agama Tanah

Luwu, Sleman: DEEPUBLISH, 2012.

Prakoso, Abintoro. Penemuan Hukum: Sistem, Metode, Aliran dan Prosedur dalam

Menemukan Hukum. Cet. Ke-1. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2016.

Page 82: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

72

Rahman Ghozali, Abdul. Fiqh Munakahat. Cet. Ke-1. Jakarta: Prenada Media Group,

2003.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Cet. Ke-2. Jakarta: PT.Raja Grafindo,

1997.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin. Cet. Ke-1.

Jakarta: Cakrawala Publishing, 2010.

Sunarto. Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata. Cet. Ke-1. Jakarta: Prenada

Media Group, 2014.

Supriyadi, Dedi. dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan Islam Di Dunia

Islam. Bandung : Pustaka Al-Fikriis, 2009.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan. Cet. Ke-2. Jakarta: Prenada Media, 2007.

Tim Ulama fikih dibawah arahan Shalih bin Abdul Aziz Alu-asy-syaikh. Penerjemah:

Izzudin Karimi, Fiqh Muyassar. Cet. Ke-1, Jakarta: Darul Haq, 2015.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’I. Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul

Hafiz. Cet. Ke-1. Jakarta: Al Mahira, 2010.

B. Jurnal

Ariadi Subagyono, Bambang Sugeng. dkk, “Kajian Penerapan Asas Ultra Petita pada

Petitum Ex Aequo Et Bono”. Jurnal Yuridika. Volume XXIX. Nomor 1.

Januari-April 2014.

Hartini. “Pengecualian terhadap penerapan asas ultra petitum partium dalam beracara

dipengadilan agama”. Mimbar Hukum. Volume XXI. Nomor 2. Juni 2009.

Atmadjaja, Djoko imbawani. “Ultra Petita Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi”.

Jurnal Konstitusi. Volume I. Nomor 1. November 2012.

Siallagan, Haposan. “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-

Undang”. Mimbar Hukum. Volume XXII. Nomor 1. Februari 2010.

C. Peraturan Perundang-undangan

HIR / R.Bg.

Page 83: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

73

Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

D. Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1082/Pdt.G/2013/PAJT

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 16/Pdt.G/2015/PTA.JK

E. Skripsi

Suri, Sofyan. “Hiperseksual Suami Sebagai Alasan Perceraian (Analisis

Yurisprudensi No: 630/Pdt.G/2009/PAJT Di PA Jakarta Timur).” Skripsi S1

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Jakarta, 2011.

F. Kamus

Efendi, Jonaedi. Kamus Istilah Hukum Populer, Jakarta: Kencana, 2009.

G. Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Hakim Drs. Ahmad Zawawi, M.H.

Wawancara Pribadi dengan Hakim Drs. H. Sam’un Abduh, S.Q., M.H.

H. Internet

http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sejarah

http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/sejarah#

http://www.pa-jakartatimur.go.id/index.php/profil/tugaspokok

http://www.pta-jakarta.go.id/index.php/joomla-pages/layout/2-sidebar-2

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi_Agama_Jakarta

Page 84: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 85: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 86: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 87: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 88: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Drs. Ahmad Zawawi, M.H.

Tempat : Pengadilan Agama Jakarta Timur

Waktu : Jum’at, 22 Juni 2018

Durasi : 55 Menit 35 Detik

Pertanyaan : Bagaimana Bapak Hakim dalam memutus suatu perkara mengenai

hak asuh anak, apakah hanya yang diminta saja atau dapat

ditambah diluar dari permohonan?

Jawaban : Jadi fokus kami kemarin ke perkara cerai talaknya, tidak ke

hadhanahnya, karena dalam permohonan tersebut pemohon tidak

meminta hak asuh, kemudian dalam jawaban termohon juga tidak

ada, baik dalam konvensi maupun rekonvensi, jadi ada asas ultra

petitum partium (pengadilan tidak boleh menjatuhkan putusan

melebihi apa yang diminta) jadi kami sesuai dengan asas itu sudah

benar. Kami hanya memutus yang diminta saja. Yang saya lihat

hubungan antara anak dan ayah hubungannya baik-baik aja, suka

bercanda artinya baik-baik aja, artinya tidak perlu kita tetapkan

berjalan seperti biasa saja mengalir seperti itu, jadi anak bisa kesini

bisa kesitu. Putusan yang sudah kami jatuhkan sudah sesuai dengan

asas ultra petitum partium dalam putusan itu sudah benar. Karena

di awal sudah ada di ibu sesuai pasal 105 KHI otomatis tidak kita

tetapkan lagi. Didalam gugatan rekonvensi itu kan ada masalah

nafkah ya? disitu yang dikabulkan nafkah anak, itu pun disesuaikan

dengan kemampuan dari pihak pemohon, termasuk juga walaupun

gak diminta, kewajiban seorang suami yang menceraikan istri ada

hak istri yang harus dipenuhi oleh suami, seperti : nafkah iddah dan

mut’ah dalam putusan itu kita tetapkan walaupun dia gak minta itu

otomatis kewajiban bagi suami.

Pertanyaan : Mengapa Bapak Hakim menghukum Pemohon untuk memberikan

nafkah anak tanpa menunjuk siapa pengasuhnya?

Jawaban : Karena dalam permohonannya tidak meminta kepada siapa

ditetapkan hak asuh tersebut baik kebapak atau keibu, jadi kita

hanya memutuskan nafkahnya saja yang kita tetapkan, jadi disitu

yang diminta biaya sekolah untuk 2 orang anak ya? Jadi yang kita

putus hanya nafkahnya saja, dari awal permohonannya tidak ada

yang minta ditetapkan ke ayah atau ke ibunya jadi kita tidak

Page 89: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

menentukan itu. Dalam replik duplik pun tidak ada. Jadi kita tidak

tetapkan ke ayah atau ke ibu.

Pertanyaan : Mengapa Bapak Hakim tidak menunjuk salah satu dari orang tua

untuk mengasuh ketiga anaknya, padahal sudah ada aturan yang

mengatur hal tersebut, yakni SEMA No 7 tahun 2012?

Jawaban : Biasanya kalau pengadilan itu masing-masing kamar kan? Buat

rumusan-rumusan, kebetulan saya juga udah mengcopy yang saya

copy itu khusus untuk kamar agama karena wilayah kita di kamar

agama, saya tidak baca yang dikamar perdata umum saya langsung

buka di kamar perdata agama. diumum itu kan kadang-kadang ada

aturan perkawinan diluar Islam. Kenapa kita tidak pertimbangkan

masalah SEMA itu? Karena memang tidak ada dari awal, dari

permohonan, replik, duplik, tidak ada jadi khusus untuk cerai

talaknya saja dan nafkah anak. Masalah hak asuhnya itu tidak kita

jadikan masalah karena memang selama ini sudah jalan baik, kalau

kita memberikan ke salah satu orang tua itu mungkin akan timbul

sengketa, kadang setelah ditunjuk itu bukan semakin baik malah

semakin renggang karena masing-masing punya keinginan untuk

mengasuh anak. Makanya kita ambil jalan tengah karena sudah

berjalan seperti itu dan tidak ada masalah, lebih maslahat.

Pertanyaan : Apakah putusan tersebut telah memberikan rasa keadilan bagi

semua pihak, baik untuk Pemohon, Termohon maupun Anak?

Jawaban : Ada rasa puas atau tidak puas, ukurannya ukuran masing-masing

ya? relatif tidak bisa diukur, bagi yang tidak dikabulkan tidak adil

tapi bagi yang dikabulkan dibilang adil. Umpamanya dalam

menentukan nafkah anak pemohon meminta sekian terus

dikabulkan hanya sekian, dia kan gak puas dibilang gak adil gak

sesuai dengan kebutuhan anak, padahal kita dalam menentukan

nafkah anak kita melihat kemampuan ayah. Seperti dalam kasus ini

dulu ayah punya jabatan lumayan tapi karena istri mengadu

keatasan akhirnya si suami kena sanksi dan turun jabatannya jadi

pegawai biasa, kita melihat gajinya minim jadi kalau dikasih anak

masih ada untuk suami, itu alasannya. Kita timbang semuanya baru

kita tentukan sekian dengan melihat fakta dipersidangan, masalah

keadilan itu relatif tergantung dari mana menilainya.

Page 90: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

Pertanyaan : Apakah putusan tersebut telah memberikan kemaslahatan untuk

anak?

Jawaban : Sudah maslahat, kita tidak tentukan ke ayah atau ke ibu selama ini

sudah berjalan dengan baik gak kesana sini, bisa ke ayah bisa ke

ibu, menurut kita itu sudah bagus yang berjalan selama ini sudah

baik. Jadi kalau kita tentukan ke ayah nanti jarang ketemu ibu,

kalau kita tentukan ke ibu nanti jarang ketemu ayah, menurut

hakim itulah yang terbaik.

Page 91: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Drs. H.Sam’un Abduh, S.Q., M.H.

Tempat : Pengadilan Tinggi Agama Banten

Waktu : Kamis, 28 Juni 2018

Durasi : 35 Menit 54 Detik

Pertanyaan : Mengapa Bapak Hakim menunjuk Pembanding (Ibu) sebagai pihak

yang bertanggungjawab atas ketiga anaknya?

Jawaban : Begini, didalam memutuskan suatu perkara harus punya

sandaran/rujukan.. nah rujukan itu adalah SEMA. Anak itu kan

harus ada yang tanggungjawab selama masih ada orang tuanya baik

bapak maupun ibunya, itu tidak perlu menunjuk perwaliannya

pada orang lain, berdasarkan SEMA itu maka ditunjuklah ibu

sebagai pihak yang bertanggungjawab, adapun tingkat pertama

tidak menggunakan SEMA itu hak mereka

Pertanyaan : Mengapa bapak hakim tidak memberikan hak asuh anak pada

ayah? Padahal anak ada 3 dan semua di berikan pada ibu?

Jawaban : Itu lihat kasusnya, jadi begini kenapa ayah itu tidak dapat hak

asuh? ada suatu kasus perceraian, kasus perceraian ini disamping

kasus cerainya juga mempersengketakan masalah anak,

umpamanya suami menceraikan istrinya dan sudah memiliki anak,

anak itu kan ada yang masih dibawah umur dalam arti belum

mumayyiz dan ada yang sudah mumayyiz, kalau dalam KHI anak

umur 12 tahun dianggap sudah mumayyiz, kalau anak sudah

mumayyiz dia mempunyai hak pilih mau ikut bapak atau mau ikut

dengan ibu, anak yang sudah mumayiz harus dihadirkan dihadapan

sidang untuk diketahui pendapat anak tersebut, yang intinya mau

kemana. Pada saat itu kita sepakat bahwa berdasarkan SEMA harus

ditentukan anak itu mau kemana supaya anak ini ada yang

melindungi, berdasarkan kesepakatan tersebut kita menunjuk ibu

untuk mengasuh ketiga anaknya. Karena kalau tidak kita tentukan

siapa yang memelihara anak bisa kacau.seorang bapak tentu

berbeda dengan seorang ibu, kalau bapaknya menikah lagi dari

pada ikut ibu tiri lebih baik ikut ibu kandung. kenapa berdasar

SEMA No 7 tahun 2012? Supaya anak itu ada yang melindungi

Page 92: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

Pertanyaan : Bagaimana bapak hakim dalam memutus suatu perkara, apakah

hanya pada yang diminta saja atau dapat ditambah diluar dari

permohonan?

Jawaban : Itu yang namanya ultra petitum, gak boleh kalau hakim itu

mengadili suatu yang tidak diminta, apa yang diminta oleh

sipenggugat itu yang diputus. Umpamanya dalam perceraian, istri

minta cerai dan dia hanya minta cerai saja, si istri tidak menggugat

harta tapi kok putusannya menyatakan harta dan sebagainya itu

tidak boleh. Jadi apa yang diminta itu yang diputuskan kecuali

ketika diminta ditengah proses persidangan ada perubahan itu bisa

saja. Kalau ada gugatan sesudah pembuktian itu sudah tidak bisa

lagi.

Pertanyaan : Bagaimana tanggapan bapak hakim mengenai penerapan SEMA

No. 7 Tahun 2012.kode di Pengadilan Tinggi Agama?

Jawaban : Sebagai rujukan, disini dipakai kita terapkan seperti itu, khusus

putusan yang sudah jadi ya, sebagai referensi dan rujukan supaya

anak ada yang melindungi.

Pertanyaan : Apakah menurut bapak hakim dalam putusan tersebut telah

memberikan rasa keadilan?

Jawaban : Biasanya hakim itu kan memberikan putusan yang seadil-adilnya

pada para pihak, tetapi namanya orang-orang yang berperkara

kalau pun hakim telah memberikan putusan yang dirasa adil

namanya orang kalah bilang gak adil, iya kan? Ya gitu. Jadi gak

bisa diklaim, Hakim memberikan putusan seperti itu bahwa anak

diputuskan pada pembanding pada ibunya supaya terlindungi apa

sudah adil? Kalau menurut hakim yang sudah begitu yang adil

supaya anak terlindungi karena melihat bapaknya sibuk dan

sebagainya, tapi kalau ada salah satu pihak yang merasa dirugikan

dan mengatakan tidak adil itu haknya juga, biasanya kalau yang

berperkara menang bilang adil ya? Kalau yang kalah bilang gak

adil ya? heheee

Pertanyaan : Bagaimana tanggapan bapak hakim mengenai penerapan SEMA

No 7 tahun 2012 di tingkat pertama?

Jawaban : Satu prodak putusan merupakan hasil ijtihad dari pada masing-

masing hakim, jadi hakim tingkat pertama dengan pemikiran dan

pendapatnya hasil pola pikirnya tidak menerapkan SEMA, kan

begitu ya? Kalau kita karena itu dianggap sebagai suatu rujukan

tepat kita terapkan itu saja pola pikirnya.

Page 93: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,

LAMPIRAN FOTO

Foto diambil setelah selesai melakukan wawancara dengan bapak Drs. Ahmad

Zawawi, M.H. pada Jum’at, 22 Juni 2018 di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Foto diambil setelah melakukan wawancara dengan bapak Drs. Sam’un Abduh,

S.Q., M.H. pada Kamis, 28 Juni 2018 di Pengadilan Tinggi Agama Banten.

Page 94: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 95: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 96: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 97: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 98: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 99: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 100: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 101: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 102: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 103: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 104: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 105: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 106: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 107: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 108: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 109: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 110: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 111: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 112: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 113: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 114: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 115: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 116: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 117: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 118: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 119: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 120: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 121: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 122: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 123: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 124: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 125: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 126: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 127: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 128: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 129: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 130: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 131: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,
Page 132: ANALISIS YURIDIS ULTRA PETITUM PARTIUM DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44722/1/SAEFU… · J A K A R T A 1440 H / 2018 M. iv ABSTRAK Saeful Mupid,