andi

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Hakekat Manusia Dan Pengembangannya 2.1.1. Sifat hakekat manusia Sifat Hakekat Manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Sifat hakekat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antrofologi.hal ini menjadi keharusan, karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek melainkan praktek yang berlandaskan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normatif. Besifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis dan universal tentang ciri hakiki manusia. Bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuh kembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur. 2.1.2.Wujud Sifat Hakekat Manusia Wujud Sifat Hakekat Manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan),akan dipaparkan oleh paham eksistensialisme. Dengan tujuan agar menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan,yaitu: a. Kemampuan Menyadari Diri Kaum rasional menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia.Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia,maka manusia menyadari bahwa dirinya(akunya)memiliki ciri khas atau karakteristik diri.Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain(ia,mereka) dan dengan no-aku(lingkungan fisik)di sekitarnya. b.Kemampuan Bereksistensi Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menempatkan diri dan menerobos. Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada manusia terdapat unsur kebebasan. Dengan kata lain, adanya manusia bukan beradaseperti hewan dan tumbuhtumbuhan, melainkanmeng-ada di muka bumi (drijarkra,1962). Jika seandainya pada diri manusia ini tidak terdapat kebebasan, maka manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka,artinya ada hanya sekedar ber-ada dan tidak prnah meng-ada atau ber-eksistensi. Adanya kemampuan bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia sebagai mahkluk human dari hewan selaku mahkluk infra human, dimana hewan menjadi orderdil dari lingkungan,sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungannya.

c.Kata Hati Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani,lubuk hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah pengertianyang ikut serta atau pengertian yang mengikut prtbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan , yang sedang , dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya, bagi manusia sebagia manusia. d.Moral Jika kata hati diartikan sebagai bentukpengertian yang menyertai perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebuat etiket) adalah perbuatan itu sendiri. Disini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya merupakanrealisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan.Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral. Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang oleh M.J.Langevied dinamakan De opvoedeling omzichzelfswil.

e.Tanggung Jawab Kesedian untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam.Ada tanggung jawab kepada diri sendiri,tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan.Dengan demikian tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntuna kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan,sehingga sangsi apapun yang dituntutkan(oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama),. f.Rasa Kebebasan Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntunan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dlamketerikatan.Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntunan kodrat manusia. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral. Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatanya (moralnya)sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya, yaitu kata hati yang sesuai dengan kodrat manusia. g.KewajibanDan Hak

Pada dasarnya hak itu adalah,sesuatu yang masih kosong .Artinya meskipun hak tentang sesuatu itu ada, belum tentu sesorang mengetahuinya (misalnya hak memperoleh perlindungan hukum). Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban. Karena pemenuhan hak dan pelaksaaan kewajiban dibatasi oleh situasi kondisi, yang berarti tidak semua hak dapat terpenuhi dan tidak segenap kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan.

h. KemampuanMenghayati Kebahagian Pada saat orang menghayati kebahagian, aspekrasa lebih berperan dari pada aspek nalar. Oleh karena itu dikatakan bahwa kebahagian itu sifatnya irasional. Kebahagian itu ternyata tidak terletak pada keadaanya sendiri secara faktual(lulus sebagai sarjana,mendapat pekerjaan danseterusnya)ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada kesangguapan menghayati semunya itu dengan keheningan jiwa, dan medudukkan hal-hal tersebut didalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu: usah, norma-norma, dantakdir.Manusia yang menghayati kebahagian adalah pribadi manusia dengan segenapkeadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagaian apabila jiwanya bersih dan stabil, jujur, bertanggung jawab, mempunyai pandangan hidup dan keyakinan hidup yang kukuh dan bertekad untuk merealisasikan dengan cara yang realistis.

2.1.3Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia serta Potensi,Keunikan, dan Dinamikanya

Ada 4 macam dimensi yang akan dibahas, yaitu: Dimensi Keindividualan mengartikan individu sebagai orang-seorang, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi Kesanggupanuntuk memikul tanggung jawab sendiri merupan ciri yang yang sangat esensial dari adnya individualitas pada diri manusia.M.J.langeveld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan unetuk mandiri yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan. Dimensi Kesosialan Setiap bayi yang lahirdikaruniai potensi sosial. Demikian kata (M.J.Langeveld,1955). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkina untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Immnauel Khan seorang filosof tersohor bangsa Jerman menyatakan: Manusia hanya bisa menjadi manusia jika berada diantara manusia. Dikatakan

demikian karena orang dapat mengembangkan individualitasnya didalam pergaulan sosial, Artinya seseorang mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya. Hanya didalam berinterkasi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kamanusiannya. Dimensi Kesusilaan Susila bersal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang panats jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan)dan etika(persoalan kebaikan).Maka dapat dikatakan bahwa kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalankesusilaan sesalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusai itu adalah makhluk susila. Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Dimensi Keberagamaan Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.

2.1.4 Pengembangan Dimensi Hakekat Manusia Pengembangan yang Utuh Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakekat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitukualitas dimensi hakekat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidkan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.Pengembangan dimensi hakekat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap pembinaan dimensi hakekat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang mnciptakan ketinggian

martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh. Pengembangan yangTidak Utuh Pengembangan yang tidak utuh terdapat dimensi hakekat manusia akan terjadi didalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakekat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosilaan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domian afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan yang semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

2.2.Penngertian dan Unsur Pendidikan Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya denga nbaik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa yang dimaksud pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan diperoleh melalui pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsepdasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagi sistem. Bab II ini akan mengkaji pengertian pendidikan,unsur-unsur pendidikan, dan sistem pendidikan. 2.2.1.PENGERTIAN PENDIDIKAN 1. Batasan tentang Pendidikan Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.

a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain. b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka

yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. 2. Tujuan dan proses Pendidikan a. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dazn merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

b. Proses pendidikan Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal. 3. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan sesuatu proses berkesinambungan yang berlangsung

sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali oleh comenius 3 abad yang lalu .Selanjutnya PSH didefenisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan penstruktursn ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. Berikut ini merupakan alasan-alasan mengapa PSH diperlukan: a. Rasional b. Alasan keadilan c. Alasan ekonomi d. Alasan faktor sosial yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek e. Alasan perkembangan iptek f. Alasan sifat pekerjaan 4. Kemandirian dalam belajar a. Arti dan perinsip yang melandasi Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kamauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada perinsip bahwa individu yang belajar akan sampai kepada perolehan hasil belajar. b. Alasan yang menopang Conny Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S. 1988; 14-16) mengemukakan alasan sebagai berikut: Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik(khususnya guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik. a.Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif. b.Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekannya sendiri. c.Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. 2.2.2.UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN

Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu: 1. Subjek yang dibimbing (peserta didik). 2. Orang yang membimbing (pendidik) 3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif) 4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan) 5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan) 6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode) 7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan) Penjelasan: 1. Peserta Didik Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah: a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. b. Individu yang sedang berkembang. c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. 2. Orang yang membimbing (pendidik) Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat. 3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif) interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan. 4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan) a. Alat dan Metode Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat

pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif. b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan) Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. 2.2.3. PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM 1. Pengertian Sistem Beberapa definisi sitem menurut para ahli: a. Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10) b. Sistem meruapakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin, 1992:10) c. Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Tatang Amirin, 1992:11) 2. Komponen dan Saling Hubungan antara Komponen dalam Sistem Pendidikan. Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output(tamatan), instrumentalinput(guru, kurikulum), environmental input(budaya, kependudukan, politik dan keamanan). 3. Hubungan Sistem Pendidikan dengan Sitem Lain dan Perubahan Kedudukan dari Sistem Sistem pendidikan dapat dilihat dalam ruang lingkup makro. Sebagai subsistem, bidang ekonomi, pendidikan,dan politik masing-masing-masing sebagai sistem. Pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan subsistem dari bidang pendidikan sebagai sistem dan seterusnya. 4. Pemecahan masalah pendidikan secara sistematik. a. Cara memandang sistem Perubahan cara memandang suatu status dari komponen menjadi sitem ataupunsebaliknya suatu sitem menjadi komponen dari sitem yang lebih besar, tidak lain daripada perubahan cara memandang ruang lingkup suatu sitem atau dengan kata

lain ruang lingkup suatu permasalahan. b. Masalah berjenjang Semua masalah tersebut satu sama lain saling berkaitan dalam hubungan sebab akibat, alternatif maslah, dan latar belakang masalah. c. Analisis sitem pendidikan Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pendidikan dengan cara yang efesien dan efektif. Prinsip utama dari penggunaan analisis sistem ialah: bahwa kita dipersyaratkan untuk berpikir secra sistmatik, artinya harus memperhitungkan segenap komponen yang terlibat dalam maslah pendidikan yang akan dipecahkan. d. Saling hubungan antarkomponen Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala komponen tersebut tidak berhibungan secra fungsional dengan komponen lain. e. Hubungan sitem dengan suprasistem Dalam ruang lingkup besar terlihat pula sistem yang satu saling berhubungan dengan sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sdangkan segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan pembinaandan pengembangan. 5. Keterkaitan antara pengajaran dan pendidikan Kesimpulan yang dapat ditarik dari persoalan pengajaran dan pendidikan adalah: a. pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling mengisi. b. Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami lebih baik. c. Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap meskipun isi bervariasi dan berubah. 6. Pendidikan prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice education) sebagai sebuah sistem. Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal kepada calon pekerja dalam bidang tertentu dalam periode waktu tertentu. Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada oramg-orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain. Dengan kata lain

pendidikan prajabatan hanya memberikan bekal dasar, sedangkan bekal praktis yang siap pakai diberikan oleh pendidikan dalam jabatan. 7. Pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagai sebuah sistem. Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD,SMP,SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Pendidikan informal adalah suatu fase pendidikan yang berada di samping pendidikan formal dan nonformal. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.

2.3 Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematik sistemik selali bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas asas tettentu. Landasan landasan pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan masyarakat, bangsa dan negara. Beberapa dari landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis dan kultural yang memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan itu menjemput masa depan 2.3.1 Landasan Pendidikan Pendidikan adalah suatu yang bersifat universal dan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu ( filosofis, sosiologis dan kultural ) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah masalah pokok seperti : apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, tujuannya apa dan lain lainnya. Landasan filosofis bersifat filsafat ( philosophi ). Filsafat sendiri bersumber dari bahasa yunani philein artinya mencintai dan sophos artinya hikmah atau arif. Filsafat menelaah sesuatu secara menyeluruh yang menghasilkan konsepsi konsepsi mengenai kehidupan dan dunia yang bersumber dari dua faktor : 1) Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan. 2) Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada di antara keduanya.

Istilah filsafat dapat dalam dua pwndekatan yakni : k Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberikan makna kepada ilmu pengetahuan itu. k Filasafat sebagai kajian khusus yang formal yang mencangkup logika, tentang benar dan salah, etika,estetika,metafisika, serta sosial dan politik. 1. Landasan Filosofis Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia sedangkan filsafat mencoba menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pendidikan, seperti apa, mengapa, ke mana dan bagaimana dari pendidikan itu sendiri. Peranan filasafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang : a) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini sebagai Zoon politicon, homo sapiens, animal educandum dan sebagainya. b) Masyarakat dan kebudayaannya c) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan. d) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan. Berbagai pandangan filosofis tentang manusia secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalisme ( Abu Hanifah 1950 ). Selain itu berkembang beberapa aliran yang lain sehinga terdapat aliran aliran filsafat materi, cita, hidup, hakikat, eksistensi dan wujud ( Beerling, 1951 : 40 ). Sedangkan Wayan Ardhana dan kawan kawan mengemukakan bahwa aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan tetapi melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti : a) Idealisme b) Realisme c) Perenialisme d) Esensialisme e) Pragmatisme dan progesivisme f) Eksistensialisme Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini disebut pula : realisme menekankan pada pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif, di luar manusia. Positivisme mengemukakan bahwa kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu pasti dapat diamati dan atau di ukur. Bertentangan dengan aliran di atas, idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan dari ide sabagai kebenaran bersifat spiritual atau mental. Pragmatisme

merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis atau ukuran kebenaran suatu barabg didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia ( Abu Hanifah, 1950: 136 ). Salah seorang tokoh pragmatisme, john Dewey mengemukakan bahwa penerapan konsep pragmatisme eksperimental melalui lima tahap : 1) Situasi tak tentu, yakni timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik. 2) Diagnosis, yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan faktor penyebabnya. 3) Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah. 4) Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya. 5) Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan. Bagi pragmatisme pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah. Namun ada progresivisme yang menentang pendidikan tradisional serta mengembangkan prinsip prinsip antara lain : 1) Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar. 2) Menumbuhkan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar. 3) Guru harus menjadi peneliti dan pembingbing kegiatan belajar. 4) Harus ada kerja sama sekolah dan rumah. 5) Sekolah proggresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan eksperimentasi ( Wayan Ardhana, 1986 : 16 17 ). Selain itu filsafat yang bercorak keagamaan ikut pula mempengaruhi pemikiran pendidikan walaupun antara agama dan filsafat terjadi sedikit pertentangan. Selanjutnya perlu dikemukakan mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Keempatnya itu ( Redja Mudyahardjo, et. Al. 1992: 144 150; Wayan Ardhana, 1986: 14 18 ) adalah : 1. Esensialisme Essensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis. Mazhab essensialisme mulai dominan di Eropa sejak ada pertentangan di antara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran pelajaran teoritik ( liberal arts ) yang memerdekakan akal dengan pelajaran pelajaran praktek ( praktical arts ). Yang termasuk the liberal arts, yaitu : a. Penguasaan bahasa termasuk retorika. b. Gramatika. c. Kesusastraan. d. Filsafat. e. Ilmu kealaman. f. Matematika.

g. Sejarah. h. Seni keindahan. 2. Perenialisme Perenialisme memiliki sedikit persamaan dengan essensialisme karena sama sama membela kurikulum tradisional. Adapun perbedaannya perenialisme menekankan teori kehikmatan yaitu : o Pengetahuan yang benar ( truth ). o Keindahan ( beauty ). o Kecintaan pada kebaikan ( goodnes ). Dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perenial. Prinsip pendidikan itu antara lain : Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah berubah. Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan manusia yaitu kemampuan berpikir. Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal. Pendidikan merupakan persiapan untuk kehidupan sebenarnya. Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran dasar. Namun sebaiknya harus ada satu sistem pendidikan yang berlaku umum dan terbuka kepada umum yang mencangkup : Z Bahasa Z Matematika Z Logika Z Ilmu pengetahuan alam Z Sejarah 3. Pragmatisme dan Progresivisme manusia dapat berkembang dengan baik apabila dapat berinteraksi dengan lingkungannya berdasarkan pemikiran, dan melalui pendidikan. Dalam proses pendidikan siswa harus belajar secara aktif dengan cara memecahkan masalah pendidik hanya sebagai fasilitator. Progresivisme mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain : a. Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar. b. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar. c. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembingbing kegiatan belajar. d. Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan pedagosis dan eksperimentasi 4. Rekonstruksionisme

Mazhab rekonstruksionisme merupakan kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Untuk itu, sekolah perlu mengembangkan suatu ideologi kemasyarakatan yang demokratis. Uniknya mazhab ini teorinya mengenai peranan guru yakni pemimpin dalam metode proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. c. Pancasila sebagai Landasan Filosifis Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) Pasal dua UU RI No 2 tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pacasila dan Undang undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU RI No 2. Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan, adalah pengamalan Pancasila dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain : pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri ( Undang Undang 1992: 24 ). Sedangkan MPR RI No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan pula Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan dasar Negara Republik Indonesia. P4 atau Ekaprasetya sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari hari, termasuk dalam bidang pendidikan. Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu. Petunjuk pengamalan Pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai nilai Pancasila sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 1. Percaya dan takwa kepada Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 2. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk kepercayaan yang berbeda beda sehingga terbina kerukunan. 3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 5. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia. 6. Saling mencintai sesama manusia. 7. Mengembangkan sikap tenggang rasa. 8. Tidak semena mena terhadap orang lain. 9. Menjungjung tinggi nilai kemanusiaan. 10. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 11. Berani membela kebenaran dan keadilan. 12. Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh unat manusia

sehingga sikap menghormati dan kerja sama dengan bangsa lain. 3. Persatuan Indonesia 13. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 14. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. 15. Cinta tanah air dan bangsa. 16. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia. 17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber Bhinneka Tunggu Ika. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan 18. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat 19. Tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain. 20. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 21. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. 22. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. 23. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 24. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan, menjungjung tinggi hatkat dan martabat serta nilai nilai kebenaran dan keadilan. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 25. Mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotong royong. 26. Bersikap riil. 27. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 28. Menghormati hak hak orang lain. 29. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. 30. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain. 31. Tidak bersifat boros. 32. Tidak bergaya hidup mewah. 33. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. 34. Suka bekerja keras. 35. Menghargai hasil karya orang lain. 36. Bersama sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. 2. Landasan Sosiologis

Baik hewan atau manusia pasti hidup berkelompok atau sosial. Namun pengelompokan manusia jauh lebih sulit dari hewan. Menurut Wayan Ardhana hewan hidup berkelompok menurut ciri ciri : a. Ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya. b. Ada ketergantungan antar anggota. c. Ada kerja sama antar anggota. d. Ada komunikasi antar anggota. e. Ada diskriminasi antar individu yang hidup dalam satu kelompok dengan individu pada kelompok lainnya. Kesemua ciri tersebut juga dapat ditemukan pada manusia. Filsafat sosial sering membedakan manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Sosiologi lahir di eropa pada abad ke 19. Nama sosiologi pertama kali dignakan oleh August Comte ( 1798 1857 ) pada tahun 1839. Dimana sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial sehingga banyak tumbuh cabang sosiologi yang lain seperti : Sosiologi kebudayaan, ekonomi, agama, pendidikan dan lainnya. a. Pengertian tentang Landasan Sosiologis Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu sabagai pendidik dan peserta didik yang memungkinkan peserta didik sebagai generasi yang lebih muda untuk mengembangkan dirinya. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari di sini meliputi : 1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari : a) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan. b) Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan. c) Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan. d) Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau status. e) Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok kelompok dalam masyarakat. 2. Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi : a) Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah. b) Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah. 3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang meliputi : a) Peranan sosial guru b) Sifat kepribadian guru c) Pengaruh keprbadian guru terhadap tingkah laku siswa

d) Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak anak 4. Sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi : a) Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah. b) Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar. c) Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya. d) Faktor faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah. Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat essensial sebagai sarana untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat ( Wayan Ardhana, 1986 : modul 1/67 ) b. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) Masyarakat mencangkup sekelompok orang yang berinteraksi anter sesamanya dan terikat oleh norma dan nilai nilai serta adat istiadat dan tinggal di suatu wilayah tertentu, ada kalanya memiliki hubungan darah dan kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama antara lain : Z Ada interaksi antara warga warganya. Z Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma norma, hukum dan aturan aturan yang khas. Z Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada waraganya. Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, dan loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari kesatuan bangsa. ( Wayan Ardhana, 1986 : 1/68 ). Begitu pula halnya dengan masyarakat di Indonesia, sampai saat ini masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni : 1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan kesatuan sosial atau komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat dan kedaerahan. 2. Secara vertikal ditandai dengan adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan, menengah dan rendah. Tetapi pada saat zaman penjajahan sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol adalah : 1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok sosial atau golongan sosial jajahan yang sering kali memiliki sub kebudayaan sendiri. 2) Memiliki struktur sosial yang terbagi bagi.

3) Seringkali anggota masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan konsensus di antara mereka terhadap nilai nilai yang bersifat mendasar. 4) Terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi. 5) Adanya nominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok kelompok sosial yang lain. 6) Secara relatif integrasi sosial sukar dapat tumbuh ( Wayan Ardhana, 1986: modul 1/70 ). 3. Landasan Kultural Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan menusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Dalam UU RI Nao.2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan Sistem Pendidikan Nasional pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undand Undang Dasar 1945. Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma norma, nilai nilai, kepercayaan, tingkah laku dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki semua anggota masyarakat. a. Pengertian tentang Landasan Kultural Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut berwujud : Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan lainnya. Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat Fisik yakni benda hasil karya manusia ( Koentjaningrat, 1975 : 15 22 ) Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal atau kelakuan dan teknologi dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Berbagai masyarakat ataupun suku bangsa yang ada di Indonesia mempunnyai cara tersendiri untuk mewariskan kebudayaannya, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan yaitu informal, nonformal dan formal. Cara infomal terjadi dalam keluarga. Nonformal dalam masyarakat dan kehidupan sehari hari dan formal dalam lembaga khusus yang bergerak di bidang pendidikan. Pada masyarakat primitif transmisi kebudayaan dilakukan secara informal dan nonformal sedangkan pada masyarakat yang lebih maju dilakukan secara informal, nonformal dan formal. b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) Yang dimaksudkan dengan Sisdiknas adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia ( UU-RI No 2/1989 ) ayat 1 dan 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat mejemuk, maka kebudayaan

bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai kebudayaan Nusantara yang beragam. Pada awal perkembanganya suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Salah satu upaya penyesuaian jalur sekolah dengan keragaman latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan lokal di dalam kurikulum sekolah sekolah di seluruh Indonesia. Belakangan ini makin kuat pendapat bahwa pendidikan seharusnya lebih diupayakan agar menjamin adanya rasa keterikatan antara peserta didik dengan lingkungannya. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal lingkungannya baik alam, sosial dan budaya tetapi dapat mengembangkan lingkungannya itu sendiri. 4. Landasan Psikologis Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umunya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar. Terdapat beberapa pandangan tentang hakikat manusia ditinjau dari segi psikologis dalam kaitannya dengan pendidikan, yakni strategi disposisional, behavioral, dan strategi phenomenologis/humanistik. Strategi disposisional terutama pandangan konstitusional dari Kretschmer dan Sheldon memberikan tekanan pada peranan faktor hereditas dalam perkembangan manusia. Pada strategi behavioral dan strategi phenomenologis ditekankan peranan faktor belajar dalam perkembangan tersebut, akan tetapi keduanya mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Perbedaan pandangan tersebut dapat berdampak pula dalam pandangan tentang pendidikan. a. Pengertian tentang Landasan Psikologis Pemahaman peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, contohnya pengetahuan tentang aspek aspek pribadi dan ciri ciri pertumbuhan setiap aspek juga konsep tentang cara cara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi atau individu. Perbedaan individu terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh karena itu pendidikan sangat diperlukan untuk membantu mengembangkan kepribadian kita karena salah satu tujuan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian yang mantap dan mandiri.

Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan. Semakin kuat motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses yang terjadi dan pada gilirannya akan semakin tinggi hasil belajar yang dapat dicapainya. Berbagai pendapat tentang motivasi tersebut didominasi oleh konsep konsep nafsu atau kebutuhan. S. Freud menekankan peranan nafsu ( drive ) terhadap perilaku manusia, baik nafsu hidup ( libido ) maupun nafsu mati atau agresif ( thanatos ). Yang lainnya menurut A. Maslow kategorisasi kebutuhan kebutuhan itu menjadi enam kelompok, mulai dari yang sederhana dan mendasar meliputi : a) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan untuk mempertahankan hidup. b) Kebutuhan rasa aman : kebutuhan secara terus menerus merasa aman dan bebas dari ketakutan. c) Kebutuhan akan cinta dan pengakuan : kebutuhan berkaitan dengan kasih sayang dan cinta. d) Kebutuhan harga diri : kebutuhan berkaitan dengan pengakuan oleh orang lain sebagai orang yang berkehendak baik. e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri : kebutuhan untuk dapat melakukan sesuatu dan mewujudkan potensi potensi yang dimiliki. f) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami : kebutuhan yang berkaitan dengan iptek. Menurut Maslow kebutuhan yang paling utama adalah kebutuhan fisiologis, dan individu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini sebelum mengejar kebutuhan akan rasa aman. Adapun kajian psikologis yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir dan belajar. Kecerdasan umum banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial : namun kemampuan potensial itu hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman. Pengembangan kecerdasan itu akan terwujud dalam berbagai bentuk kemampuan berpikir, baik berpikir konvergen dan divergen, maupun berpikir intuitif dan reflektif. Berpikir konvergen ( memusat ) terutama bersifat logis konvensional, sedangkan berpikir divergen ( memencar ) terutama bersifat inovatif kreatif. Berpikir reflektif dapat dipakai untuk memecahkan masalah. Dewey ( 1910, Wayan Ardhana 1986: modul 1/47 ) mengajukan lima langkah pokok untuk memecahkan masalah : 1. Menyadari dan merumuskan suatu kesulitan. 2. Mengumpulkan informasi yang relavan. 3. Merakit dan mengklarifikasi data serta merumuskan hipotesis hipotesis. 4. Menerima atau menolak hipotesis tentatif. 5. Merumuskan kesimpulan dan mengadakan evaluasi. Sedangkan James Conant ( 1951, Wayan Ardhana 1986: modul 1/47 ) mengajukan enam

langkah dalam pemecahan masalah yaitu: 1. Menyadari dan merumuskan sesuatu. 2. Mengumpulkan informasi yang relavan. 3. Merumuskan hipotesis. 4. Mengadakan proses deduksi dari hipotesis. 5. Menguji hipotesis dalam situasi aktual. 6. Menerima, mengubah atau menolak hipotesis. b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis Peserta didik selalu dalam proses perubahan baik karena pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dari proses pendewasaan, sedangkan perkembangan karena pengaruh dari lingkungan. Perkembangan manusia berlangsung sejak konsepsi ( pertemuan ovum dan sperma ) sampai saat kematian, sebagai perubahan maju atau pun kemunduran. Tumbuh kembang manusia sepanjang hidupnya sering dikelompokkan menjadi beberapa periode, yaitu : masa pranatal atau sebelum lahir dan postnatal atau sesudah lahir yang meliputi masa bayi, anak anak, sekolah, remaja, pendewasaan, tua dan kemudian kematian. Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri. Di bawah ini beberapa prinsip umum mengenai perkembangan kepribadian, disebut prinsip umum karena : > Prinsip itu mungkin dirumuskan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian. > Prinsip itu akan tampak bervariasi pada kepribadian manusia tertentu karena kepribadian itu unik. Salah satu prinsip perkembangan kepribadian ialah bahwa perkembangan kepribadian mencangkup aspek behavioral maupun aspek motivasional : dengan perkembangan kepribadian, bukan hanya perubahan dari tingkah laku yang tampak, tetapi juga perubahan dari yang mendorong tingkah laku itu sendiri. Prinsip kedua dari perkembangan kepribadian adalah bahwa kepribadian mengalami perkembangan yang menerus dan tidak terputus putus, meskipun pada suatu periode tertentu akan mengalami perkembangan yang cepat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Seperti yang diketahui bersama perkembangan kepribadian pertama kali dipengaruhi faktor keluarga yang juga dipengaruhi oleh faktor hereditas saperti fisik, inteligensi dan lainnya. Alexander tegas mengemukakan tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian seseorang yakni : 1. Bekal hereditas individu. 2. Pengalaman awal keluarga. 3. Peristiwa penting dalam hidupnya di luar lingkungan keluarga ( Hurlock, 1974 : 19

Selanjutnya ada dua hal tentang kepribadian yang penting ditinjau dari konteks perkembangan kepribadian yaitu : 1) Terintegrasinya seluruh komponen kepribadian ke dalam struktur yang terorganisir secara sistemik. 2) Terjadinya pola pola tingkah laku yang konsisten dalam menghadapi lingkungannya.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologis Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti yang diketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, sehingga pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan masyarakat yang semakin komplek maka pendidikan dalam segala aspeknya mau tak mau harus mengakomodasi perkembangan itu, baik perkembangan iptek maupun perkembangan masyarakat. Selanjutnya karena kebutuhan pendidikan yang sangat mendesak maka banyak teknologi dari berbagai bidang ilmu segera diadopsi ke dalam penyelenggaraan pendidikan dan atau kemajuan itu segera dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan itu. a. Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) Terdapat istilah yang berkaitan dengan pendidikan yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi serta istilah lain yang terkait dengannya. Pengetauan atau knowledge adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap fakta, penalaran, intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistemologis, dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu pengetahuan atau science. Landasan antologis berkaitan dengan objek yang ditelaah oleh ilmu adalah apa yang ingin diketahui oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia?. Seperti diketahui ilmu membatasi objeknya pada fakta yang dapat ditangkap oleh alat indra, baik secara langsung ataupun bantuan dari alat lain. Untuk itu ilmu mempunyai tiga asumsi tentang objek empiris itu yakni : 1. Objek objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain yang memungkinkan dilakukan klasifikasi. 2. Objek dalam jangka waktu tertentu tidak mengalami perubahan. 3. Adanya determinasi, bahwa suatu gejala bukan merupakan kejadian yang kebetulan tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap ( Jujun S. Suriasumantri, 1978 Landasan epistemologis dari ilmu berkaitan dengan segenap proses untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, yakni bagaimana prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan agar diperoleh kebenaran, sarana apa yang membantu untuk

mendapatkannya?. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan. Landasan aksiologis dari ilmu berkaitan dengan manfaat pengetahuan ilmiah itu, yaitu :Seperti telah dikemukakan pengetahuan yang memenuhi ketiga landasan itu yang disebut ilmu atau ilmu pengetahuan. Oleh karena itu istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat dari informasi itu. Ketiganya harus mendapat perhatian yang seimbang agar pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut. b. Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Pada zaman mesir, babylonia, hindu, yunani kuno, perkembangan islam, perkembangan teknologi telah terlihat pada kehidupan masyarakatnya. Sekarang ini keterampilan harus diberikan sedini mungkin mulai dari keluarga dan sekolah dasar agar keterampilan dan sikap ilmiah tersebut serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar iptek dan calon calon pakar teknologi yang baru.

2.3.2 Asas Asas Pokok Pendidikan Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidika. Khusus untuk pendidikan di Indonesia terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Dari berbagai asas tersebut, akan dibahas tiga asas yaitu tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan asas kemandirian dalam belajar. Ketiga asas itu dipandang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini atau masa depan. Setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam penyelenggaraan pendidikan sehari harinya. 1. Asas Tut Wuri Handayani Asas Tut Wuri Handayani yang sekarang menjadi semboyan dari Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu asas 1992 yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada 3 Juli 1992. Sebagai asas pertama tut wuri handayani merupakan sistem among dari perguruan itu. Asas ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, mendapat tanggapan positif dari seorang ahli bahasa Drs. R.M.P. Sostrokartono yang menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya yakni Ing Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa ( Raka Joni, et. Al. 1985 : 38; Wawasan Kependidikan Guru, 1982 : 93 ). Dan saat ini ketiga semboyan itu tidak dapat dipisahkan dan menjadi satu kesatuan, yakni :

Ing ngarsa sung tulada ( jika di depan menjadi contoh ) Ing madya mangun karsa ( jika di tengah tengah memberikan motivasi ) Tut wuri handayani ( jika di belakang mengikuti dengan awas )

Agar diperoleh latar keberlakuan dari asas tut wuri handayani, perlu dikemukakan ketujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa tersebut. Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut asas 1992 sebagai berikut : 1. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perkehidupan umum. 2. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan bathin dapat memerdekakan diri. 3. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. 4. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat. 5. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh penuhnya lahir maupun batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir dan batin. 6. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. 7. Bahwa dalam mendidik anak anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak anaknya. Dimana dari ketujuh asas tersebut, asas tut wuri handayani menjadi inti dari asas pertama yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur diri sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum. Jadi ketiga asas itu : ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani telah menjadi asas penting pendidikan Indonesia. 2. Asas Belajar Sepanjang Hayat Asas belajar sepanjang hayat ( life long learning ) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup ( life long education ). Pendidikan ini merupakan a concept ( P. Lengrand 1970 )yang new significance of an old idea ( Dave, 1973 ) tetapi universally acceptable definition is difficult ( Cropley,1979 ). UNESCO institute for education ( UIE Hamburg ) menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus : 1. Meliputi seluruh hidup setiap individu. 2. Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya. 3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu. 4. Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri. 5. Mengakui kontribusi dari semua pangaruh pendidikan yang mungkin terjadi termasuk

yang formal, nonformal dan informal ( Cropley, 1970: 2-3; Sulo Lipu La Sulo, 1990: 2526 ). Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar di sekolah seyogianya mengemban sekurang kurangnya dua misi, yakni membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak dengan itu meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Kurikulum yang mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi ( Hameyer, 1979: 67-81; Sulo Lipu La Sulo, 1990: 28-30 ) sebagai berikut: a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi : di samping keterkaitan dan kesinambungan antartingkatan persekolahan, harus pula terkait dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain tentang : 1. Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan ajaran dengan masa depan dan pengintregasian masalah kehidupan nyata dalam kurikulum. 2. Kurikulum dan perubahan sosial kebudayaan: kurikulum semestinya memungkinkan antipasi terhadap perubahan sosial kebudayaan itu peserta didik justru akan hidup dalam sosial kebudayaan yang telah berubah setelah menamatkan sekolahnya. 3. the forecasting curriculum yakni perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem yang sedang berlaku, maupun saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di masa depan. 4. Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar untuk memperoleh keterpaduan ide bidang studi itu. 5. Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang sosial, agar kelak dapat membangun dirinya sendiri dan bersama sama membangun masyarakatnya. 6. Pengintregasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di keluarga untuk pendidikan dasar dan seterusnya. 7. Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen, peserta didik harus dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu, seperti kesempatan yang terbuka baginya, mobilitas pekerjaan dan pengembangan kepribadian. b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Yang termasuk dimensi horizontal antara lain : 1. Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah : kehidupan di luar sekolah

menjadi objek refleksi teoritis di dalam bahan ajaran sekolah, sehingga peserta didik lebih mengalami persoalan persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah. 2. Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah: kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian empiris, sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi di dalam dan luar sekolah. 3. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar mengajar, baik sebagai narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah maupun dalam kegiatan belajar di luar sekolah. Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber sumber belajar yang tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. 3. Asas Kemandirian dalam Belajar Kedua asas sebelumnya yaitu asas tut wuri handayani dan asas belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Selanjutnya asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi pesereta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila terus tergantung pada orang lain. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utamanya sebagai fasilitator dan motivator di samping peran lainnya. Guru dalam memberikan pengajaran terdapat beberapa strategi belajar mengajar yang dapat mengembangkan kemandirian dalam belajar. Salah satunya adalah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ) yang dapat memberi peluang bagi siswa untuk bertangung jawab terhadap hal tertentu dalam belajar mengajar di lembaga. Hal itu akan dapat terlaksana dengan baik bila setiap lembaga pendidikan umpama sekolah memiliki Pusat Sumber Belajar ( PSB ) yang memadai. Karens PSB itu memberi peluang tersedianya berbagai sumber belajar baik cetak ataupun elektronik. Dengan dukungan PSB itu asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan

2.4 Perkiraan dan Antisipasi Terhadap Masyarakat Masa Depan. Pendidikan akan menyiapkan peserta didik memasuki masyarakat di masa depan. Oleh karena itu, keputusan dan tindakan dalam bidang pendidikan seharusnya berorientasi ke masyarakat masa depan tersebut 2.4.1 PERKIRAAN MASYARAKAT MASA DEPAN Pemahaman tentang keadaan masyarakat masa depan tersebut aka sangat penting sebagai latar depan segala kebiakan dan upaya pendidikan masa kini dan masa yang akan datang. Kajian masyarakat masa depan itu semakin penting jika diingat bahwa pendidikan selalu merupakan penyiapan peserta didik bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan seharusnya selalu mengantisipasi keadaan masyarakat masa depan. 1. Kecenderungan Globalisasi Gelombang globalisasi sedang menerpa seluruh aspek kehidupan dan penghidupan manusia, menyusup ke dalam seluruh unsur kebudayaan dengan dampak yang berbeda-beda. Menurut Emil Salim terdapat empat bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling kuat dan menonjol daya dobraknya, yakni bidang IPTEK, ekonomi, lingkungan hidup, dan pendidikan. y Bidang Iptek yang mengalami perkembangan semakin dipercepat, utamanya penggunaan berbagai teknologi canggih seperti komputer dan satelit. y Bidang ekonomi yang mengarah ke ekonomi regional dan atau ekonomi global tanpa mengenal batas-batas negara. y Bidang lingkungan hidup telah menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai peremuan tingkat Internasional. y Bidang pendidikan dalam kaitannya dengan identirtas bangsa termasuk budaya nasional dan budaya-budaya nusantara. 2. Perkembangan IPTEK Perkembangan iptek yang semakin cepat dalam era globalisasi merupakan salah satu ciri utama dari masyarakat masa depan. Percepatan perkembangan iptek tersebut terkait dengan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. 3. Perkembangan Arus Komunikasi yang Semakin Padat dan Cepat

Kemajuan teknologi telah mendorong perubahan masyarakat dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Dan di indonesia terjadi perubahan yang serentak dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan masyarakat informasi.Perkembangan komunikasi dengan arus informasi yang semakin padat dan akan dipercepat di masa depan, mencakup keseluruhan unsur-unsur dalam proses komunikasi tersebut. Sumber pesan mencakup keseluruhan unsurunsur kebudayaan, mulai dari sistem dan upacara keagamaan sampai dengan, bahkan terutama sistem teknologi dan peralatan. 4. Peningkatan Layanan Profesional

Salah satu ciri penting masyarakat masa depan adalah meningkatnya kebutuhan layanan profesional dalam bidang kehidupan manusia. Karena perkembangan iptek yang makin cepat serta perkembangan arus informasi yang semakin padat dan cepat, maka anggota masyarakat masa depan semakin luas wawasan dan pengetahuannya serta daya kritis yang semakin tinggi.Oleh karena itu, manusia masa depan tersebut makin menuntut suatu kualitas hidup yang lebih baik, termasuk berbagai layanan yang dibutuhkannya. Layanan diberikan oleh pemangku profesi tertentu, atau layanan profesional, akan semakin penting untuk kebutuhan masyarakat tertentu. 2.4.2 UPAYA PENDIDIKAN DALAM MENAGANTISIPASIKAN MASA DEPAN Pengembangan pendidikan dalam masyarakat dalam masyarakat yang sedang berubah dengan cepat haruslah dilakukan secara menyeluruh dengan pendekatan sistematik-sistematis. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya merupakan kunci keberhasilan bangsa dan negara dalam masa yang akan datang. Oleh karena itu kajian selanjutnya akan membahas tentang tuntutan manusia masa depan, dan upaya mengantisipasi masa depan. Tuntutan bagi Manusia Masa Depan (Manusia Modern) Untuk jenjang pendidikan dasar hal itu berarti bahwa kemampuan dasar sebagai manusia Pancasila yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar akan siap untuk:Memasuki lapangan kerja sebagai manusia pembangunan setelah melalui orientasi dan atau pelatihan tambahan sesuai dengan kebutuhan.Melanjutkan ke pendidikan menengah.Tuntutan manusia indonesia di masa depan, setelah kemampuan dasar tersebut, terutama diarahkan kepada pembekalan kemampuan yang sangat diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di masa depan tersebut. Beberapa di antaranya seperti:Ketanggapan terhadap pelbagai masalah sosial, politik, kultural, dan lingkungan.Kretifitas di dalam menemukan alternatif pemecahannya.Efisiensi dan etos kerja yang tinggi 2. Upaya Mengantisipasikan Masa Depan Sesuai dengan penjelasan UU RI No. 2 Tahun 1989,fungsi pendidikan diarahkan bukan hanya untuk pembangunan manusia saja tetapi juga ikut serta dalam pembangunan masyarakat. a. Perubahan Nilai dan Sikap Perubahan nilai dan sikap dalam rangka mengantisipasi masa depan haruslah diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keseimbangan dan keserasian antara aspek pelestarian dan aspek pembaruan. Pendidikan harus selalu menjaga secara seimbang pembentukan kemampuan mempertanyakan, disamping kemampuan menerima dan mempertahankan. Kesrasian dan keselarasan antara pelestarian dan pembaruan nilai dan sikap akan memeberi peluang keberhasilan menjemput masa depan itu. b. Pengembangan Kebudayaan Salah satu upaya penting dalam mengantisipasi masa depan adalah upaya yang berkaitan dengan pengembangan kebudayaan dalam arti luas, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan 1.

sarana kehidupan manusia. Dewasa ini, kita tidak mungkin menutup diri terhadap pengaruh kebudayaan lain. Oleh karena itu, yang dibutuhhkan adlah memperkuat ketahanan budaya, sehingga dapat memanfaatkan pengaruh positif serta menghindari pengaru negatif dari kebudayaan tersebut. Peranan pendidikan merupakan faktor menentukan dalam membangun danmemperkuat ketahanan budaya tersebut. c. Pengembangan Sarana Pendidikan Khusus untuk menyongsong era globalisasi yang makin tidak terbendung, terdapat beberapa hal yang secara khusus memerlukan perhatian dalam bidang pendidikan. Santoso S. Hamijoyo mengemukakan lima strategi dasar dalam era globalisasi tersebut yaitu: Pendidikan untuk pengembangan iptek dipilih terutama dalam bidang yang vital. Seperti manufakturing pertanian.Pendidikan untuk pengembangan keterampilan manajemen, termasuk penguasaan bahasa asing. y Pendidikan untuk pengolahan kependudukan, lingkungan, keluarga berencana, dan kesehatan sebagai penangkal terhadap menurunnya kualitas hidup dan hancurnya sistem pendukung kehidupan manusia. y Pendidikan untuk pengembangan sistem nilai. y Pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan pelatihan. y 2.5 Pengertian, Fungsi dan Jenis Lingkungan Pendidikan Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Bab ini akan membahas tentang pengertian dan fungsi lingkungan pendidikan, tripusat pendidikan dan pengaruh timbal balik antara tripusat pendidikan dan perkembangan peserta didik. 2.5.1. PENGERTIAN DAN FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN Menurut Sartain (ahli psikologi Amerika), yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes. Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal adlam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarny lingkungan mencakuplingkungan fidik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan(pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. 2.5.2 TRIPUSAT PENDIDIKAN Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah an lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.

Keluarga Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi: Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak Menjamin kehidupan emosional anak 2. Sekolah Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut; y Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik . y Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah. 3. Masyarakat Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anakanak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-

1.

kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. 2.5.3. PENGARUH TIMBAL BALIK ANTARA TRIPUSAT PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK. Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni: 1. pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya 2. pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan 3. pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan. 2.6. Aliran-Aliran Pendidikan Aliran-aliran pendidikan telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia. 2.6.1 KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. 1. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia. a. Aliran Empirisme Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke. b. Aliran Nativisme Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.

c. Aliran Naturalisme Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu. d. Aliran Konvergensi Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu. e. Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi. 2. 6.2 Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia

a. Pengajaran Alam Sekitar Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J. Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven. b. Pengajaran Pusat Perhatian Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre dinteret. c. Sekolah Kerja Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandanganpandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya. d. Pengajaran Proyek Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan

memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya masyarakat maju. 2.6.3DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan. a. Asas dan Tujuan Taman Siswa Asas Taman Siswa Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anakanak.Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan. Tujuan Taman Siswa Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai. Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan. c. Hasil-hasil yang Dicapai Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia. 1.

Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat). a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut Berpikir logis dan rasional Keaktifan atau kegiatan Pendidikan masyarakat Memperhatikan pembawaan anak Menentang intelektualisme Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syaratsyarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya. Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah: Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan. b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran. c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.

2.

2.7. Masalah Pokok Pendidikan Permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pemerataan Pendidikan 2. Mutu dan Relevansi Pendidikan 3. Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan mengenai 3 poin permasalahan pendidikan di atas.

2.7.1 Pemerataan Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan. 2.7.2 Mutu dan Relevansi Pendidikan Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung. 2.7.3 Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan.

2.8.SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Pengertian yang 1ebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan na-siona1 dan sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini pendidikan didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana un-tuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( Pasal 1, ayat 1 ). Pendidikan nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat 2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1 ayat 3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2.8.1 Jalur Pendidikan Jalur pendidikan terdiri atas: 1. pendidikan formal, 2. nonformal, dan 3. informal. Jalur Pendidikan Formal Jenjang pendidikan formal terdiri atas: 1. pendidikan dasar, 2. pendidikan menengah, 3. dan pendidikan tinggi. 2.8.2Jenis pendidikan 1. pendidikan umum, 2. kejuruan, 3. akademik, 4. profesi, 5. vokasi, 6. keagamaan, dan 7. khusus. Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pendidikan dasar berbentuk: 1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta 2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:

1. pendidikan menengah umum, dan 2. pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk: 1. Sekolah Menengah Atas (SMA), 2. Madrasah Aliyah (MA), 3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk: 1. akademi, 2. politeknik, 3. sekolah tinggi, 4. institut, atau 5. universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi: 1. pendidikan kecakapan hidup, 2. pendidikan anak usia dini, 3. pendidikan kepemudaan, 4. pendidikan pemberdayaan perempuan, 5. pendidikan keaksaraan, 6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, 7. pendidikan kesetaraan, serta

8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas: 1. lembaga kursus, 2. lembaga pelatihan, 3. kelompok belajar, 4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan 5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pendidikan Informal Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. . Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk: 1. Taman Kanak-kanak (TK), 2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk: 1. Kelompok Bermain (KB), 2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Pendidikan Kedinasan Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan

tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan Keagamaan Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk: 1. pendidikan diniyah, 2. pesantren, 3. pasraman, 4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Pendidikan Jarak Jauh Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran