Upload
ichsan-abudoru-h
View
117
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol
Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan
sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral
atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika
tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon
petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral
atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak densik,
litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik
(Soil Survey Staff , 2010).
Suatu tanah memiliki sifat andik bila : 1) mengandung bahan organik
< 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan memenuhi satu atau kedua syarat
berikut, 2) memenuhi semua syarat berikut a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi
air 33 kPa yaitu < 0.90 g/cm3, b) retensi fosfat > 85 %, dan c) jumlah persentase
Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 2.0 %, atau 3) memenuhi syarat berikut
: a) mengandung > 30 % fraksi tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm, b) retensi
fosfat > 25 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat)
> 0.4 %, d) mengandung volcanic glass > 5 %, dan e) [(% Al + ½ Fe) × (15.625)]
+ [% volcanic glass] > 36.25 (Soil Survey Staff, 2010).
Penamaan tanah Andisol memiliki sejarah yang panjang. Pada tahun 1947,
Ando soil merupakan nama dari bahasa Jepang dari kata Anshokudo yang berarti
Universitas Sumatera Utara
gelap (An), warna (Shoku) dan tanah (Do). Banyak nama yang diberikan kepada
tanah ini. Diantaranya Trumao Soils (Amerika Selatan), Andosol, Tanah Debu
Hitam, Tanah Pegunungan (Indonesia), Kuroboku, Black Volcanic Soils,
Kurotsuchi, Andosols, Humic Allophane Soils, atau brown Forest Soils (jepang),
Brown Loam Soils (New Zaland), Talpetate Soils (Nikaragua), Andept atau
Hydrol Humic Latosols (USA) (Mukhlis, 2011).
Pada tahun 1964, Dudal melihat banyak perbedaan dan persamaan
penamaan Andosol. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka sejak tahun itulah
tanah ini resmi digunakan dengan nama Andosol. Nama Andosol pun kian kuat
karena juga dipakai dalam peta tanah dunia FAO-Unesco. Namun dalam Soil
Taksonomi 1979, digunakan nama Andept sebagai sub ordo Inseptisol. Tahun
1978, Smith mengusulkan Andept sebagai satu ordo baru, yaitu Andisol. Nama ini
resmi digunakan dalam Soil Taksonomi 1990 hingga sekarang (Mukhlis, 2011).
Pada sistem klasifikasi 7th Approxionation, Andisol dinamakan Andept
sebagai sub ordo Inseptisol. Nama sub ordo Andept ini, digunakan dalam
klasifikasi Soil Taxonomy A Basic System of Soil Classification for Making and
Interpreting Soil Surveys pada tahun 1979. Sub ordo ini terdiri dari 7 great group,
yaitu Cryandept, Durandept, Hydrandept, Placandept, Vitrandept, Entrandept, dan
Dystrandept. Sub ordo ini digunakan pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1983,
tahun 1985, dan tahun 1987. Ordo Andisol digunakan sebagai ordo ke 11 pada
Keys to Soil Taxonomy tahun 1990. Ordo Andisol terdiri dari 7 sub ordo
berdasarkan regim temperatur, kelembaban serta sifat retensi air antara lain
Aquand, Cryand, Torrand, Xerand, Vitrand, Ustand, dan Udand. Klasifikasi ini
tidak berubah pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1992, tahun 1994, tahun 1996,
Universitas Sumatera Utara
dan tahun 1998. Namun, pada Keys to Soil Taxonomy tahun 2003 ordo Andisol
mengalami penambahan 1 sub ordo, sehingga menjadi 8 sub ordo, yaitu Geland.
Klasifikasi ini tidak berubah pada Keys to Soil Taxonomy tahun 2006 dan tahun
2010 (Soil Survey Staff, 2003).
Bahan induk tanah Andisol terbentuk dari bahan vulkanik yang berasal
dari wilayah dan aktivitas vulkanik. Bahan induk ini awalnya terbentuk dari debu
vulkan menjadi aliran lava, beberapa terdapat batuan besar dan ledakan vulkanik
hasil dari ledakan erupsi. Karena letusan mengandung banyak bahan (debu,
pumice, batuan), banyak lapisan tanah Andisol terbentuk sepanjang pergerakan
massa tanah membentuk berbagai lapisan. Pembentukan tanah Andisol juga
tergantung dengan kelembaban dan regim temperatur dimana ditemukan banyak
variasi terhadap pembentukannya. Namun umumnya tanah Andisol dijumpai di
daerah beriklim tropis (Kimble, dkk, 1999).
Andisol terbentuk dari debu volkanik. Debu vulkanik kaya dengan mineral
liat amorf atau alofan yang mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini
akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al
dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan
retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Tan, 1998).
Penyebaran tanah Andisol dominan di wilayah dekat dengan pusat-pusat
erupsi gunung api. Jenis tanah banyak tersebar di Chile, Peru, Ecuador, Colombia,
Amerika Tengah, USA, Kamchatka, Jepang, Filipina, Indonesia, New Zealand,
dan Negara bagian kepulauan Selatan-Barat Pasifik. Di Indonesia, luas
penyebaran Andisol 3,4 % luas daratan Indonesia yang diperkirakan seluas
6.491.000 ha. Andisol paling banyak tersebar di Sumatera Utara dengan
Universitas Sumatera Utara
luas area 1.875.000 ha, Jawa Timur 0,73 juta Ha, Jawa Barat
0,50 juta Ha, Jawa Tengah 0,45 juta Ha, dan Maluku 0,32 juta Ha
(Munir, 1995, Neall, 2009, dan Subagyo, dkk, 2000).
Tanah Andisol banyak tersebar di dataran rendah hingga dataran tinggi
dengan berbagai jenis vegetasi. Andisol tersebar di wilayah dataran tinggi sekitar
700 m dpl atau lebih. Umumnya digunakan untuk pertanian pangan lahan kering
seperti jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, umbi-umbian. Untuk tanaman
hortikultura sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis dan kacang-
kacangan sedangkan untuk budidaya bunga-bungaan serta tanaman perkebunan
seperti kopi dan teh (Kimble, dkk, 1999, Tan, 1998 dan Subagyo, dkk, 2000).
Karakteristik Kimia Fisika Tanah Andisol
Mineral yang sangat banyak terdapat pada tanah Andisol adalah alofan dan
imogolit. Alofan merupakan penentu struktur tanah. Alofan memiliki diameter
3-5 nm yang dapat dilihat dibawah mikroskop elektron dan memiliki rasio Si/Al
antara 0,5-1. Alofan menunjukkan karakteristik komplek pertukaran dan
selektifitas yang tinggi terhadap kation divalen, dan sangat reaktif pada fosfat.
Imogolit merupakan mineral yang memiliki rasio Si/Al 0.5 dan bentuknya
panjang dengan diameter didalamnya 1 nm dan luar 2 nm (Nanzyo, 2002).
Alofan adalah salah satu mineral alumino hidrous silikat dari orde rentang
pendek dan didominasi oleh gugus Si-O-Al. Ada dua pokok utama alofan yang
terdapat dalam tanah dari abu vulkan ini yaitu : alofan kaya Al dengan
perbandingan Al/Si = 2/1 dan alofan kaya Si dengan Al/Si = 1/1. Rumus kimia
Universitas Sumatera Utara
alofan diduga sebagai berikut : SiO2.Al2O3.2H2O atau Al2O3.SiO2.2H2O
(Parfitt, 1984 dan Tan, 1998).
Nilai Al/Si pada tanah Andisol akan menentukan jenis mineral dari alofan.
Nisbah Al/Si kecil didominasi oleh mineral liat kristalin seoerti Haloisit. Nisbah
Al/Si tinggi didominasi oleh mineral liat oleh rentang pendek. Rasio Al/Si dengan
kisaran 1-2 memiliki campuran protoimogolite alofan dan alofan dengan
Al/Si = 1. Rasio Al/Si > 2 memiliki struktur protoimogolit dengan kekosongan
beberapa silikat tetrahedral. Rasio Al/Si jika < 1 maka memiliki sejumlah besar
polimer silikat dalam strukturnya (Arifin, 1994).
Alofan mengandung area permukaan spesifik yang sangat luas. Bentuk
dan ukurannya menandakan bahwa alofan mempunyai porositas yang sangat
tinggi. Alofan mempunyai muatan variabel yang tinggi dan bersifat amfotermik
dan dapat memfiksasi fosfat dalam jumlah yang tinggi, kapasitas tukar kation
sebesar 20-50 cmol/kg dan kapasitas tukar anion sebesar 5-30 cmol/kg
(Parfitt, 1984 dan Tan, 1998).
Imogolit memiliki struktur seperti silikat. Imogolit dalam debu vulkanik
kebanyakan dalam kondisi bercampur dengan alofan. Imogolit lebih sedikit reaktif
dengan fosfat dari pada alofan (Nanzyo, 2002).
Imogolit dianggap penting dalam tanah Andisol. Imogolit menunjukkan
sifat kimia serupa dengan alofan tetapi imogolit bersifat parakristalin karena
berbentuk silinder halus berdiameter 18.3-20.2 Å . Rumus kimia Imogolit adalah
1.1SiO2.Al2O3.2.5H2O (Tan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara alofan dan imogolit serta mineral-mineral liat lainnya
dapat diilustrasikan dengan deretan hancuran iklim sebagai berikut :
Gelas volkanik Hidrat Al dan Si amorf Alofan Imogolit Halosit Kaolinit Gibbsit
(Tan, 1998).
Mineral rentang pendek yang menjadi ciri khas Andisol adalah Ferrihidrit.
Ferrihidrit adalah hidroksida besi yang sedang atau telah melapuk dari kumpulan
kaca atau kristal dalam batuan induk vulkanik yang terekstraksi dan besi
diekstraksi oksalat. Ferrihidit memiliki permukaan kimia yang hampir sama
dengan alofan. Konsentrasi ferrihidrit dapat diduga dari konsentrasi Fe ekstrak
oksalat (Feo), dengan mengalikan faktor 1,7 untuk mengkonversikan nilai Feo
menjadi konsentrasi Ferrihidrit (Neall, 2009 dan Mukhlis, 2011).
Mineral silika opalin merupakan hasil dari hancuran iklim tingkat awal
dari abu volkanik, dan pembentukannya sesuai pada horizon permukaan dimana
aktivitas Al didukung oleh pembentukan kompleks Al-humus. Pembentukan silika
opalin diduga melalui konsentrasi dan presipitasi silika yang tersedia dari gelas
volkanik. Silika opalin ditemukan pada tanah-tanah muda daripada di tanah yang
telah lanjut, dihorizon A yang kaya humus dari pada horizon B dan C. Opal
tanaman terbentuk pada horizon A atau horizon A tertimbun dan berasal dari
spesies rumput dan serasah, ini menunjukkan bahwa tipe vegetasi penting bagi
biosiklus silika (Mukhlis, 2011).
Rendahnya bulkdensiti merupakan salah satu kriteria utama pada tanah
Andisol. Besar bulkdensiti tanah Andisol adalah < 0.9 g/cm3. Bulkdensiti yang
rendah disebabkan oleh bahan organik yang tinggi dan agregat tanah
(Chesworth, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Rendahnya bulkdensiti sebagian disebabkan oleh rendahnya partikel
density yaitu 1,4-1,8 g/cm3. Rendahnya partikel densiti gelas volkanik 2,4 g/cm3
juga menyumbang rendahnya bulkdensiti tanah Andisol. Namun rendahnya
bulkdensiti merupakan refleksi dari porositas yang tinggi, jadi alofan sendiri
bukanlah alasan untuk rendahnya bulkdensiti tanah Andisol. Rendahnya
bulkdensiti disebabkan oleh porositas tinggi yang terjadi oleh agregat yang
berkembang baik dari mineral non kristalin (Mukhlis, 2011).
Tanah Andisol memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air yang
tidak dapat kembali seperti semula apabila mengalami kekeringan (irreversible
drying). Sifat irreversible ini menyebabkan perubahan ukuran partikel, karena
alofan yang dikandung tanah Andisol akan cenderung membentuk fraksi pasir
semu (pseudosand) hasil agregasi alofan dengan partikel lainya termasuk bahan
organik (Munir, 1995).
Alofan dalam Andisol bereaksi dengan asam humik mengakibatkan
akumulasi bahan organik. Al dan Fe dipermukaan alofan akan bereaksi dan
membentuk khelat alofan-asam humik. Khelasi antara asam humik dan Al-Fe
tersebut membentuk khelat logam-humik yang akan meningkatkan retensi humus
terhadap dekomposisi mikrobiologis. Akumulasi humus karena khelasi dengan Al
ini akan mempengaruhi pertukaran ligan dikarenakan khelatnya mengendap dan
menjadi imobil (Tan, 1998).
Pada tanah Andisol banyak humus terakumulasi di horizon A,
sebagaimana ditunjukkan oleh sekuen profil tanah. Hal ini disebabkan karena
kompleksasi humus dan Al. Rumus kimia Al-humus {C36(COO[Al])3COO-}n.
Alasan yang penting untuk akumulasi humus yang tinggi adalah stabilitas humus
Universitas Sumatera Utara
akibat kompleksasi dengan Al. Stabilitas humus akibat kompleksasi dengan Al
diperlihatkan oleh hubungan antara Al ekstrak pirofosfat (Alp) dan kadar
C-organik (Mukhlis, 2011).
Kompleks Al- dan Fe-humus memiliki arti penting pada genesis Andisol
dan terhadap sifat-sifatnya. Ternyata ada tanah Andisol yang tidak memiliki
alofan tetapi kaya dengan kompleks Al- dan Fe-humus, terutama di lapisan atas,
memperlihatkan sifat-sifat tanah andik. Penemuan ini telah membawa beberapa
perubahan dalam konsep utama dan definisi sifat-sifat tanah andik pada Andisol
(Arifin, 1994).
Rasio Alp : Alo digunakan untuk menunjukkan komposisi fraksi koloid dan
klasifikasi andisol alofanik atau non alofanik. Jika nilai rasio > 0.5 menunjukkan
bahwa asam organik yang dominan dalam proses hancuran iklim membentuk
Andisol non alofanik. Bila nilai < 0.5 menunjukkan dominasi asam karbonat
dalam proses hancuran iklim membentuk Andisol alofanik
(Mukhlis, 2011).
Tanah yang memiliki sifat andik ini memiliki muatan yang berbeda.
Terkadang bermuatan positif atau kondisi pH asam dan bermuatan negatif pada
pH yang lebih tinggi. Kondisi ini disebut dengan kondisi tanah yang bermuatan
variabel. Kondisi pH yang demikian merupakan kondisi dimana titik antara
muatan positif dan negatif permukaan koloid bernilai nol sehingga dikatakan titik
tersebut adalah titik muatan pada kondisi nol atau zero point of charge (ZPC).
Nilai ZPC yang bergantung dengan pH ini dikatakan bermuatan negatif jika pH
tanah > ZPC dan bermuatan positif jika pH < ZPC. Tanah Andisol diharapkan
bermuatan positif atau nol. Namun, muatan positif berpengaruh terhadap sifat
Universitas Sumatera Utara
kimia tanah. Pada saat pH rendah, tanah memiliki kapasitas yang rendah untuk
mengikat kation dan mungkin dianggap tidak subur kecuali untuk spesies tanaman
yang toleran asam (Mukhlis, 2011, Neall, 2009 dan Tan, 1998).
Sifat kimia Andisol yang mempengaruhi muatan variabel adalah gugus
OH dari aluminol, ferrol, dan silanol dari liat amorf. Semua fraksi liat Andisol
bersifat amfotermik kecuali silanol. Pada pH tanah tinggi Al-OH melepaskan H+
dan permukaan aluminol bermuatan negatif, tetapi pada pH tanah rendah aluminol
akan menerima tambahan H+ hingga muatan positif, begitu juga dengan ferrol.
Sedangkan silanol akan melepaskan H+ saja, tetapi tidak akan menerima tambahan
proton diatas pH 2, jadi silanol tidak bersifat amfotermik pada pH 3-10
(Tan, 1998).
Nilai ZPC dipengaruhi oleh bahan organik. Muatan variabel memiliki pH0
yang lebih rendah dari pada horizon di bawah permukaan karena tingginya bahan
organik. Nilai ZPC dapat diturunkan dengan pemberian bahan organik
(Uehara dan Gillman, 1981). Oleh Mukhlis, Sitourus, dan Sihotang (2011)
dijelaskan bahwa nilai ZPC pada tanah Andisol di beberapa kemiringan lereng
sejalan menurun dengan meningkatnya nilai C-organik tanah. Kadar C-organik
tanah 4.43% memiliki nilai ZPC 5.05, peningkatan kadar C-organik tanah sebesar
13.57% mampu menurunkan nilai ZPC menjadi 4.70.
Identifikasi alofan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan
pengukuran pH dengan pengekstrak kuat NaF, pengukuran retensi fosfat,
pengukuran dengan DTA (Differential Thermal Analysis), dan dengan mikroskop
electron. Keberadaan jumlah Alofan dalam tanah Andisol dapat dihitung dengan
menggunakan larutan terseleksi untuk mengekstrak Al, Si, dan Fe. Jumlah Si yang
Universitas Sumatera Utara
terekstrak dengan ammonium oksalat (Sio) dikonversi untuk menghitung
persentase alofan dengan humus yaitu % Alofan = % Sio x 7,1
(Devnita, dkk, 2005).
Alofan yang terdiri dari senyawa kimia Al, Fe, dan Si dapat ditentukan
jumlahnya dapam tanah. Ekstraksi asam amonium oksalat merupakan cara yang
efektif untuk memisahkan Al dan Fe dalam kompleks alofan, imogolit dan Al-
humus. Ekstraksi dengan larutan amonium pyrofosfat dapat mengekstrak senyawa
Al dari kompleks Al-humus. Metode ekstraksi asam amonium oksalat ini
merupakan metode terbaik untuk menentukan persentase alofan dalam tanah
Andisol (Parfitt, 1984)
Salah satu cara menganalisa ada tidaknya bahan andik adalah analisa pH
NaF. Bahan andik umumnya menghasilkan pH NaF lebih tinggi dari tanah lain
dan dengan karakteristik nilai pH NaF > 9.4 sehingga dikatakan tanah tersebut
digolongkan memiliki bahan andik. Analisa pH NaF dilakukan dengan pertukaran
ligan antara F¯ dan OH¯dalam 1 gram tanah yang memiliki material andik dengan
menggunakan larutan NaF 1 N (Uehara, 1984).
Tanah Andisol memiliki rentang pH tanah H2O. Logam-humus yang
mendominasi tanah menyebabkan kemasaman (< 5) dengan kejenuhan basa yang
rendah dan juga berhubungan dengan keracunan Al. Tanah yang didominasi oleh
alofan umumnya memiliki pH 5.5-6.5. Reaksi kemasaman tanah dengan KCl
cenderung lebih rendah 0.5-1.5 dari pada pH H2O, perbedaan besar antara
keduanya terjadi karena kompleks logam-humus didalam tanah. Reaksi
kemasaman tanah dengan KCl penting untuk menunjukkan kemasaman tanah
Universitas Sumatera Utara
dalam reaksi kemasaman Andisol dan jika pH KCl < 5.5 maka jumlah logam Al
nyata dalam larutan tanah (Chestworth, 2008 dan Mukhlis, 2007).
Selisih antara pH KCl dan pH H2O atau disebut juga ΔpH. Nilai ΔpH
merupakan gambaran suatu tanah bermuatan variabel. Suatu tanah bermuatan
variabel jika memiliki nilai ΔpH antara – 0.5 s/d ~ . Kemasaman tanah dengan
nilai ΔpH yang mendekati nol diharapkan memiliki aluminium yang dapat
dipertukarkan dalam jumlah yang sedikit. Jika nilai ΔpH lebih mendekati nilai
negatif, tidak dapat dikatakan apakah muatan tersebut permanen atau tetap, tetapi
lebih diindikasikan dengan muatan variabel yang negatif
(Uehara and Gillman, 1981).
Sifat yang tidak baik pada tanah Andisol ini adalah memiliki retensi fosfat
> 85 %. Retensi fosfat pada tanah Andisol menyebabkan P yang tidak tersedia
bagi tanah sehingga perlu aplikasi pemupukan (Neall, 2009).
Fosfor dalam tanah Andisol sangat kuat terikat oleh Al dan Fe dari mineral
nonkristalin. Debu vulkanik yang masih baru mengandung fosfor yang mudah
larut dalam larutan asam. Tanaman dapat menyerap fosfor yang larut dan dengan
mudah fosfor juga dapat membentuk ikatan. Aplikasi fosfor dapat bereaksi
dengan debu vulkanik hasil hancuran iklim seperti Al dan Fe dari mineral
nonkristalin sehingga menghasilkan ikatan metal fosfor yang tidak mudah larut
(Shoji dan Takahasi, 2002).
Pemanfaatan Lahan Pada Tanah Andisol
Tanah Andisol di Indonesia sampai saat ini digunakan untuk budidaya
pertanian tanaman hortikultura, perkebunan, dan hutan. Andisol yang berkembang
Universitas Sumatera Utara
di daerah datar dan daerah miring yang diteras sudah diusahakan untuk bercocok
tanaman padi, palawija, dan kelapa sawit. Sedangkan di daerah tinggi umumnya
digunakan untuk perkebunan kopi, teh, sayuran dan berupa kawasan hutan
lindung (Munir, 1995).
Bulkdensiti yang rendah pada tanah Andisol membuat tanah ini menjadi
media yang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya tanah ini memiliki
kapasitas menahan air yang tinggi sehingga tanah ini cocok untuk tanaman
dengan perakaran yang dalam. Namun, kekurangan dari tanah vulkanik ini adalah
penetrasi akar yang hanya mampu pada kedalaman 6 m untuk menyalurkan air
dan unsur hara. Sehingga Andisol lebih banyak digunakan untuk tanaman
hortikultura (Neall, 2009).
Banyak bagian dunia memanen hasil pertanian yang sangat tinggi di tanah
Andisol. Akumulasi debu yang melapuk menjadi tanah Andisol menyebabkan
tanah ini menjadi subur. Konsekuensinya, ketersediaan P menjadi sedikit dalam
tanah, dimana P mendukung kesuksesan produksi pertanian pada tanah Andisol.
Walaupun Andisol mengandung kemasaman yang tinggi karena berasal dari
bahan induk asam, penambahan bahan kapur dapat meredakan keracunan Al atau
dengan alternatif lain menanam tanaman yang toleran terhadap kemasaman.
(Kimble, dkk, 1999).
Konversi hutan menjadi lahan pertanian pada tanah Andisol sudah banyak
dilakukan. Budidaya tanaman tahunan dan semusim melibatkan factor-faktor
komplek berupa kegiatan pengelolahan tanah yang berkaitan dengan penanaman,
pemeliharaan dan pemanenan tanman yang dibudidayakan. Penggunaan lahan dan
pengelolaan tanah dapat menyebabkan perubahan sifat fisika tanah seperti
Universitas Sumatera Utara
kandungan bahan organik, permeabilitas tanah, kapasitas infiltrasi, kemantapan
agregat dan porositas tanah (Saidi, dkk, 2002).
Pengelolaan tanah Andisol mempengaruhi jumlah dan ketersediaan unsur
hara dalam tanah. Respon terhadap kimia kesuburan tanah akibat pengelolaan
lebih spesifik dan tergantung pada jenis tanah, sistem pertanaman, iklim, aplikasi
pemupukan dan manajen pengelolaan. Pengelolaan konvensional meningkatkan
kadar bahan organik tanah pada lahan tanaman yang dilakukan pengelolaan,
walaupun umumnya lebih banyak terdapat pada lapisan atas saja. Pengelolaan
tanah juga menyebabkan nilai pH yang bervariasi terhadap penggunaan lahan
yang berbeda. Nilai pH terendah terdapat pada lahan tanaman yang tidak
dilakukan pengelolaan didalamnya. Demikian pula dengan nilai KTK tanah yang
juga mengikuti nilai pH tanah. (Rahman, dkk, 2008).
Tanaman sayur-sayuran pada umumnya akan tumbuh baik pada tanah
dengan kandungan bahan organik (humus) yang tinggi, tidak tergenang, memiliki
aerasi dan drainasi yang baik. Kandungan bahan organik yang rendah merupakan
kendala utama dalam produksi sayur-sayuran. Oleh karena itu untuk mendapatkan
produksi sayur-sayuran yang tinggi, disamping pemberian pupuk kimia juga harus
dilakukan pemberian pupuk organik Peningkatan efisiensi pemupukan dapat
dilakukan dengan pemberian bahan organik. Salah satu sumber bahan organik
yang banyak tersedia disekitar petani adalah pupuk kandang. Pemberian
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia juga akan menyumbangkan
unsur hara bagi tanaman serta meningkatkan serapan unsur hara oleh tanaman.
Pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, pH KCl,
KTK tanah, dan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik dapat memicu
Universitas Sumatera Utara
dekomposisi oleh mikrobia menghasilkan CO3- dan OH- yang meningkatkan pH
H2O. Selain itu pupuk kandang juga menambah kandungan K+ yang jika bereaksi
dengan H2O akan menghasilkan KOH yang akan melepaskan OH-, sehingga
meningkatkan pH tanah (Syukur dan Harsono, 2008 dan Sarno, 2009).
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo memiliki
jenis tanah Andisol dengan tiga penggunaan lahan yang berbeda dalam satu areal.
Ketiga penggunaan lahan yang dimaksud antara lain, lahan hutan asli, lahan
tanaman tahunan, dan lahan tanaman semusim. Terletak di lereng sebelah utara
Gunung Sinabung pada ketinggian 1432 meter hingga 1439 meter diatas
permukaan laut. Secara geografis kawasan ini berada pada 03º12’00” -
03º16’48.0” LU dan 98º20’24.0” - 98º24’36.0” BT.
Wilayah ini memiliki bahan induk yang sama. Berasal dari bahan induk
Tuff Sinabung yang meletus + 400 tahun lalu. Pada Peta Satuan Lahan dan Tanah,
unit lahan wilayah penelitian ini adalah Va 1.4.2 yaitu Stratovolcanocs,
intermediate, maffic tuff, volcano lower, slope & footslope, dengan ketinggian
tempat 1000 m (1200-1300 m dpl). Bahan induk dengan pelapukan Parsial,
lithologi Tuff Andesiti, dan formasi geologi Qvt. Wilayah ini berada pada
kemiringan lereng 3 – 8 % dan ketinggian lereng 201 – 500 m
(Wahyunto, dkk, 1990).
Data rata-rata curah hujan tahunan di wilayah ini terdapat 9 bulan basah
dan 3 bulan kering. Penggolongan iklim ini berdasarkan Oldeman, yaitu bulan
basah jika curah hujan > 200 mm, bulan kering jika curah hujan < 100 mm.
Universitas Sumatera Utara
Penentuan temperatur tanah diperoleh dari pendekatan rata rata temperatur udara
tahunan + 1°C, sehingga rata rata suhu tanah yang diperoleh adalah 28,8 °C
(Hardjowigeno, 1993 dan Kartasapoetra, 1993).
Vegetasi yang dominan di lahan hutan asli adalah tanaman hutan dan
semak belukar. Pada lahan tanaman tahunan, vegetasinya adalah kopi dan jeruk.
Pada lahan tanaman semusim, vegetasi yang dominan adalah kentang, kol, cabai,
bawang merah dan bawang putih.
Pemupukan untuk tanaman tahunan dilakukan dua tahap, yaitu dua tahun
sekali untuk pupuk NPK dengan aplikasi di lubang tanam dan setahun sekali
untuk pupuk kandang dengan aplikasi di bedengan. Pada tanaman semusim,
pemupukan tanaman dilakukan setiap masa tanam, jenis pupuk dan aplikasi yang
dilakukan sama seperti tanaman tahunan. Untuk dosis yang diberikan, para petani
di wilayah ini tidak pernah menghitung besar pupuk yang diberikan, baik untuk
tanaman tahunan dan tanaman semusim.
Universitas Sumatera Utara