34
ANEMIA A. Konsep Dasar 1. Anatomi-Fisiologi Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen pembentuk yaitu sel-sel darah, trombosit dan plasma darah. Volume darah pada manusia dewasa sehat kurang lebih lima liter dan bila dibandingkan darah meliputi sekitar 8% berat badan. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Setiap jenis sel darah menjalani beberapa tahap kematangan dan diferensiasi yang kompleks ketika berkembang dari sel induk menjadi sel matur (matang). Pada orang dewasa, pembentukan sel darah terutama berada di dalam sumsum tulang. Sel darah merah merupakan sel yang berdiferensiasi jauh dan mempunyai fungsi transpor oksigen. Sel darah putih adalah sel yang mengandung inti, melindungi tubuh dari invasi bakteri dan reaksi melawan terhadap benda atau jaringan asing, sedangkan platelet berperan dalam pelepasan sel-sel koagulasi. 2. Pengertian Secara umum anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Menurut Fenstermacher dan Hudson (1997), anemia adalah berkurangnya secara signifikan massa sel 1

Anemia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Anemia

ANEMIA

A. Konsep Dasar

1. Anatomi-Fisiologi

Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen

pembentuk yaitu sel-sel darah, trombosit dan plasma darah. Volume darah

pada manusia dewasa sehat kurang lebih lima liter dan bila dibandingkan

darah meliputi sekitar 8% berat badan. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu

sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Setiap jenis sel darah

menjalani beberapa tahap kematangan dan diferensiasi yang kompleks

ketika berkembang dari sel induk menjadi sel matur (matang). Pada orang

dewasa, pembentukan sel darah terutama berada di dalam sumsum tulang.

Sel darah merah merupakan sel yang berdiferensiasi jauh dan

mempunyai fungsi transpor oksigen. Sel darah putih adalah sel yang

mengandung inti, melindungi tubuh dari invasi bakteri dan reaksi melawan

terhadap benda atau jaringan asing, sedangkan platelet berperan dalam

pelepasan sel-sel koagulasi.

2. Pengertian

Secara umum anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah,

kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per

100 ml darah. Menurut Fenstermacher dan Hudson (1997), anemia adalah

berkurangnya secara signifikan massa sel darah merah sehingga kapasitas

darah yang membawa oksigen menjadi berkurang.

Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah

hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan

mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis

melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar

perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan

fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

3. Etiologi

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua

kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen

yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001),

beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :

1

Page 2: Anemia

a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah

hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah

merah yang berlebihan.

c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor

keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

4. Klasifikasi

Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah

serta indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia

menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :

a. Menurut ukuran sel darah merah

Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia

mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik

(ukuran sel darah merah besar).

b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin

Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia

hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia

hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).

Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut

etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah

merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia

hemolitika).

a. Anemia Hipoproliferatifa

Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang

normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel

yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin

disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia

atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau

asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada :

1). Anemia aplastik

Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,

sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah

putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan

idiopatik.

2

Page 3: Anemia

2). Anemia pada penyakit ginjal

Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah

yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai

30 %. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup

sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin.

3). Anemia pada penyakit kronik

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan

anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan

ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan

penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia

akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis

reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai

keganasan.

4). Anemia defisiensi-besi

Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi

tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab

anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh

orang dewasa rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung

pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.

Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah

perdarahan pada penyakit tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor

pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita

premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995),

pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean

Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan

hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular

Haemoglobine atau MCH) menurun.

5). Anemia megaloblastik

Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam

folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan

mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik karena

defisiensi vitamin B12 disebut anemia pernisiosa. Tidak adanya

faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum

dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan

melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita

3

Page 4: Anemia

tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleic acid

(DNA).

Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa

terjadi pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah,

masukan makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau

penderita malnutrisi kronis.

b. Anemia Hemolitika

Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.

Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan

memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan

kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu :

1). Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)

Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah

kecil dan splenomegali.

2). Anemia sel sabit

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya

defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.

Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia

hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi

vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red Blood Cells

Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat

(hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak

sempurna menjadi cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika

bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah

kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh.

RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.

5. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum

dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel

darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Pada destruksi, masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah

yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat

beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel

darah merah.

4

Page 5: Anemia

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam

sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil

samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki

aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera

direfleksikan dengan peningkatan produksi plasma. Hal ini tercermin dalam

anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau

dapat dikatakan kurang pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga

kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yang kita tahu

sebagian besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang

beredar dan akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel

darah merah mati. Bila defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-

endotelial (haemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum

anemia terjadi.

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,

seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin

akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi

plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk

hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (apabila jumlahnya lebih dari

sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan

ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya

hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi

mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien dengan

hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses

hemolitik tersebut.

Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah

merah yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :

a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.

b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan

cara pematangannya.

c. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

6. Manifestasi Klinis

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat

menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:

a. Kecepatan kejadian anemia

5

Page 6: Anemia

b. Durasi

c. Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan

d. Adanya kelainan lain atau kecacatan

e. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan

anemia.

Karena jumlah sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen

yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30%

dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Namun

penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau

ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi

sampai 50%. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui :

a. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah

pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.

b. Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.

c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela

jaringan.

d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.

Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama

dengan kadar hemoglobin antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala

atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan.

Takikardi menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.

Dispnea pada latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5

g/dl yang merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.

Kelemahan hanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 6 g/dl. Dispnea

istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal jantung hanya pada kadar sangat

rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot jantung yang kekurangan

oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang

meningkat.

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah

pucat. Ini diakibatkan berkurangnya volume darah, hemoglobin dan

vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital.

Warna kuku, telapak tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat

digunakan untuk menilai kepucatan.

7. Pemeriksaan diagnostik

Data diagnosis didasarkan atas hasil :

6

Page 7: Anemia

a. Penentuan klinis

1). Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi

sel darah merah).

2). Pemeriksaan fisik.

b. Pemeriksaan tambahan / laboratorium

Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan

penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar hemoglobin dan

hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar

besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar vitamin

B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin dan waktu

tromboplastin parsial.

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk

menentukan adanya penyakit akut atau kronis serta sumber kehilangan

darah kronis.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan

mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan

jenisnya, yaitu :

a. Anemia aplastik

Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum tulang dan terapi

immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan

melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika

transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat

diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet (Phipps,

Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995).

b. Anemia defisiensi besi

Diatasi dengan mengobati penyebabnya dan mengganti zat besi

secara farmakologis selama satu tahun. Laki-laki membutuhkan 10

mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan postmenaupouse

membutuhkan 10 mg/hari.

c. Anemia megaloblastik

Untuk anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi

vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan defisiensi asam folat diobati

dengan pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.

7

Page 8: Anemia

d. Anemia sel sabit

Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan

cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian tambahan asam folat

setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat yang

disebabkan karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya diperlukan

selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik. Pendidikan dan bimbingan

yang terus-menerus termasuk bimbingan genetik, penting dilakukan

untuk pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.

9. Komplikasi

Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal

jantung, kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa

terbakar dan kesemutan).

B. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan holistik problem solving yang

memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan klien dan keluarga (Iyer et. Al., 1996). Proses keperawatan

terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yang terdiri dari pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien (Iyer et. al., 1996).

Proses pengkajian meliputi tiga komponen tahap pengkajian yaitu:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistimatis

tentang klien termasuk kelemahan dan kekuatan klien. Data

dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, grafik dan rekam

medik. Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi,

wawancara dan pemeriksaan fisik.

b. Validasi data

c. Identifikasi pola atau divisi

Data yang terkumpul membentuk data dasar klien. Data dasar

selanjutnya akan digunakan untuk perbandingan nilai-nilai klien dan

8

Page 9: Anemia

standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan keperawatan

dan pencapaian kriteria hasil.

Data dasar adalah data yang berisikan tentang:

a. Identitas klien secara umum meliputi nama, alamat, usia, pekerjaan,

suku dan tingkat pendidikan.

b. Riwayat kesehatan pada waktu yang lampau baik yang ada

hubungannya dengan kondisi sakit klien saat ini (anemia) maupun

mengenai penyakit lain yang pernah diderita oleh klien dan

bagaimana cara penanganannya.

c. Riwayat kesehatan sekarang yang berisikan tentang alasan apa yang

menyebabkan klien harus mendapat perawatan di rumah sakit.

d. Aspek psikologis, sosial dan spiritual klien berhubungan dengan

keadaan sakitnya seperti tingkat kecemasan dan pandangan klien

secara spiritual tentang penerimaan terhadap kondisinya.

e. Kebiasaan sehari-hari yang berisikan tentang kebiasaan klien dalam

hal nutrisi, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene serta aktivitas

sehari-hari.

f. Hasil pemeriksaan fisik yang digambarkan secara sistematis dengan

menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari

rambut sampai kaki.

Dasar data pengkajian klien anemia pada aktivitas dan istirahat

ditemukan adanya takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau

istirahat, kelemahan otot, penurunan kekuatan, postur lungkai, lesu,

berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. Pada

sistem sirkulasi ditemukan adanya kulit pucat, begitupula pada

membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku,

pengisian kapiler melambat, hipotensi postural, rambut kering, kuku

mudah patah. Pada sistem eliminasi ditemukan distensi abdomen,

ungkapan adanya hematemesis, melena, dan penurunan haluaran urine.

Pada status nutrisi dan cairan ditemukan adanya penurunan berat badan,

anoreksia, mual, muntah. Pada sistem neurosensori ditemukan

ungkapan sakit kepala, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi,

insomnia, kelemahan dan keseimbangan buruk. Pada sistem pernapasan

ditemukan napas pendek pada istirahat dan aktivitas, takipnea, dispnea.

9

Page 10: Anemia

Dalam hal keamanan juga dilakukan pengkajian dan ditemukan demam

rendah, menggigil dan berkeringat malam.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia yang berupa status kesehatan atau risiko perubahan pola

dari individu dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito,

2000)

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan

anemia, menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan

Keperawatan (1999) antara lain :

a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke

sel.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen dan kebutuhan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/

absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah

normal.

d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.

e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,

perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.

f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan

hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

3. Perencanaan (Intervensi)

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung pada klien

yang dilaksanakan oleh perawat (Bulecheck & Mc. Closkey, 1989).

Tahapan dalam membuat intervensi adalah:

a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan

b. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan

masalah.

10

Page 11: Anemia

c. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah

ditegakkan.

Rencana tindakan yang disusun untuk Tn. A dengan Anemia Suspect

Hemoroid Interna disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun rencana asuhan

keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan

Keperawatan (1999) antara lain :

a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien

ke sel.

Tujuan : Perfusi jaringan adekuat

Kriteria hasil :

1). Tanda vital stabil

2). Membran mukosa warna merah muda

3). Pengisian kapiler baik

Intervensi :

1). Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran

mukosa, dasar kuku.

Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/

keadekuatan perfusi jaringan dan membantu

menentukan kebutuhan intervensi.

2). Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan

oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

3). Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi

adventisius.

Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan gagal jantung

kanan karena regangan jantung lama/ peningkatan

kompensasi curah jantung.

4). Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan

miokardial/potensial risiko infark.

5). Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh

hangat sesuai indikasi.

Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan

sirkulasi perifer.

11

Page 12: Anemia

6). Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/

hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah

Rasional : Mengidentifikasi definisi dan kebutuhan

pengobatan/respon terhadap terapi.

7). Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah

sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.

Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen,

memperbaiki defisiensi untuk menurunkan

perdarahan.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen dan kebutuhan.

Tujuan : Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas

sehari-hari)

Kriteria hasil :

1). Tanda-tanda vital dalam batas normal

2). Tak ada keluhan dalam beraktivitas

Intervensi :

1). Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat

laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.

Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

2). Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah

aktivitas, catat respon terhadap aktivitas (misal: peningkatan

denyut jantung, tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya).

Rasional : Manifestasi kordipulmonal dari upaya jantung dan

paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat

ke jaringan.

3). Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan

batasi pengunjung.

Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan

kebutuhan oksigen tubuh.

4). Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat

menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan

risiko cedera.

12

Page 13: Anemia

5). Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,

memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.

Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila

klien melakukan sesuatu sendiri.

6). Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.

Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas

sampai normal dan memperbaiki turus

otot/stamina, tanpa kelemahan.

7). Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri

dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.

Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress

dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna

makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah normal.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

1). Berat badan stabil

2). Membran mukosa lembab

3). Peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi :

1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

Rasional : Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan

intervensi.

2) Observasi dan catat masukan makanan klien.

Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas

kekurangan konsumsi makanan.

3) Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas

intervensi nutrisi.

4) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.

Rasional : Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan

meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi

gaster.

13

Page 14: Anemia

5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah

makan

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,

menurunkan pertumbuhan bakteri.

d. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit

nutrisi.

Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan

Kriteria hasil :

1). Membran mukosa lembab

2). Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.

3). Pengisian kapiler baik.

Intervensi :

1). Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna,

hangat lokal, eritema, ekskoriasi.

Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan

mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan

cenderung untuk infeksi dan rusak.

2). Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien

tidak bergerak atau di tempat tidur.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit,

membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi

hipoksia selular.

3). Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering

Rasional : Area lembab terkontaminasi memberikan media

yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme

patogenik.

4). Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif

Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan

mencegah/menurunkan tekanan terhadap

permukaan kulit.

e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,

perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.

Tujuan : Fungsi usus kembali normal

14

Page 15: Anemia

Kriteria hasil :

1). Tidak ada gangguan usus

2). Peningkatan nafsu makan

Intervensi :

1). Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.

Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor

pemberat dan intervensi yang tepat.

2). Auskultasi bising usus.

Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan

menurun pada konstipasi.

3). Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada

makanan/cairan.

Rasional : Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan

berlebihan atau alat dalam identifikasi defisiensi

diit.

4). Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.

Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses

bila konstipasi dan membantu mempertahankan

status hidrasi pada diare.

5). Hindari makanan yang membentuk gas.

Rasional : Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.

f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin,

prosedur invasif, penyakit kronis.

Tujuan : Mencegah/menurunkan risiko infeksi

Kriteria hasil :

1). Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam

2). Tanda-tanda vital normal

3). Hemoglobin normal (14 – 16 g%)

Intervensi :

1). Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan

klien.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang.

2). Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.

Rasional : Menurunkan risiko infeksi bakteri.

15

Page 16: Anemia

3). Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk

dan napas dalam.

Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan

membatu memobilisasi sekresi untuk mencegah

pneumonia.

4). Tingkatkan masukan cairan adekuat.

Rasional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan

untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah

stasis cairan tubuh.

5). Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau

tanpa demam.

Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan

evaluasi atau pengobatan.

6). Amati eritema/cairan luka.

Rasional : Indikator infeksi lokal.

7). Beri antibiotik oral selama indikasi.

Rasional : Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.

g. Kurang pengerahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis

dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan : Pemahaman proses penyakit, prosedur diasnogtik

dan rencana keperawatan meningkat.

Intervensi :

1). Berikan informasi tentang anemia secara spesifik.

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga klien

dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan

ansietas dan dapat meningkatkan kerja sama dalam

program terapi.

2). Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.

Rasional : Ansietas/takut tentang ketidaktahuan mening-

katkan tingkat stress, yang selanjutnya mening-

katkan beban jantung.

3). Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.

Rasional : Kelebihan dosis obat dapat menjadi toksik.

16

Page 17: Anemia

4). Diskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan

gejala yang memerlukan intervensi medis, misal: demam, sakit

tenggorokan, eritema/luka basah.

Rasional : Penurunan produksi leukosit potensial risiko untuk

infeksi.

4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik (Iyer et. al., 1996). Selama tahap implemetasi, perawat

melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan

diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap implementasi antara lain :

a. Tindakan keperawatan mandiri.

b. Tindakan keperawatan kolaboratif.

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan

keperawatan.

Implementasi yang akan dilakukan sesuai intervensi yang telah disusun

adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman

oksigen/nutrien ke sel. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengukur tanda vital, mengkaji pengisian kapiler, warna

kulit/membran mukosa, dasar kuku.

2). Meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

3). Mengawasi upaya pernapasan, mengauskultasi bunyi napas,

memperhatikan bunyi adventisius.

4). Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

5). Mencatat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan

dengan tubuh hangat sesuai indikasi.

6). Mengawasi pemeriksaan laboratorium, misal hemoglobin,

hematokrit, sel darah merah, analisa gas darah.

7). Memberikan sel darah merah lengkap/packed, produksi darah

sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tansfusi.

b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.

Implementasi yang dilakukan antara lain :

17

Page 18: Anemia

1). Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal.

Mencatat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan dalam

menyelesaikan tugas.

2). Mengawasi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan selama dan

sesudah aktifitas. Mencatat respon terhadap aktivitas.

3). Memberikan lingkungan yang tenang, mempertahankan tirah

baring, memantau dan membatasi pengunjung.

4). Mengubah posisi klien dengan perlahan dan memantau terhadap

pusing.

5). Memberikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,

memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.

6). Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.

7). Menganjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi,

nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.

c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan

mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah normal. Implementasi yang dilakukan

antara lain :

1). Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

2). Mengobservasi dan mencatat masukan makanan.

3). Menimbang berat badan setiap hari.

4). Memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering.

5). Memberikan dan membantu oral hygiene mulut yang baik sebelum

dan sesudah makan.

d. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan

masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi

obat.

1). Mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.

2). Mengauskultasi bising usus.

3). Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada

makanan/cairan.

4). Mendorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.

5). Menghindari makanan yang membentuk gas.

18

Page 19: Anemia

e. Diagnosa risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan

mobilitas, defisit nutrisi. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengkaji integritas kulit, mencatat perubahan turgor, gangguan

warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.

2). Mengubah posisi secara periodik.

3). Mengajarkan agar permukaan kulit tetap kering dan bersih.

4). Membantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.

f. Diagnosa risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn

penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis.

Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan

klien.

2). Mempertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan

luka.

3). Mendorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan

napas dalam dan batuk efektif.

4). Meningkatkan masukan cairan adekuat.

5). Memantau suhu, mencatat adanya menggigil dan takikardia dengan

atau tanpa demam.

6). Mengamati eritema atau cairan luka.

7). Memberikan antibiotik oral selama indikasi.

g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

prognosis dan kebutuhan pengobatan. Implementasi yang dilakukan

antara lain :

1). Mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang diderita dan

harapan untuk hidup.

2). Memberikan informasi tentang anemia.

3). Meninjau tujuan dan persiapan untuk pemerikasaan diagnostik.

4). Mendiskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.

5). Mendiskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan

gejala yang memerlukan intervensi medis, misal : demam,

eritema/luka basah.

19

Page 20: Anemia

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawaatan,

rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Ignatanicius &

Bayne, 1994).

Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana

dan tindakan keperawatan. Setiap diagnosa mempunyai kriteria yang harus

dipenuhi :

a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman

oksigen/nutrien ke sel. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila

mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda vital stabil,

membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.

b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan

antara suplai oksigen dan kebutuhan. Rencana tindakan dikatakan

berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda-

tanda vital dalam batas normal, tak ada keluhan dalam beraktivitas dan

peningkatan aktivitas secara bertahap.

c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna

makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah normal. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila

mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat badan stabil,

membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi aktivitas.

d. Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas defisit

nutrisi. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil

yang telah ditetapkan yaitu membran mukosa lembab, elastisitas kulit

kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.

e. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan

masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.

Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang

telah ditetapkan yaitu tidak ada gangguan usus dan peningkatan nafsu

makan.

20

Page 21: Anemia

f. Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan

hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis. Rencana tindakan

dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan

yaitu hemoglobin normal (14 – 16 g%), luka bebas drainase, purulen

atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.

g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi

prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana tindakan dikatakan

berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu

pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik dan rencana

keperawatan meningkat

Klien keluar dari siklus diagnosa keperawatan apabila kriteria hasil

telah tercapai dan akan masuk kembali ke dalam siklus keperawatan apabila

kriteria hasil belum tercapai.

21

Page 22: Anemia

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999). Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.(1996) Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.

Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.

Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan. (2000). Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media Aesculapius.

Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan medikal bedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi ketiga). Jakarta : Balai penerbit FKUI.

22