Upload
maryko-awang-herdian
View
215
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jdjdjd
Citation preview
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. M Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : 26 tahun Suku bangsa : Lampung
Status perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SLTA
Alamat : Bekri
ANAMNESIS
Diambil dari: autoanamnesa
Keluhan Utama:
Badan lemas sejak 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Lima hari SMRS Os merasa lemas terutama saat malam hari setelah bekerja. Tidak ada
riwayat obat yang dikonsumsi dan nafsu makan sedikit menurun. Ada sakit kepala berdenyut saat
bekerja dan tidak berkurang saat istirahat, dan pasien minum obat warung untuk mengurangi
keluhannya. Setelah minum obat, sakit kepala berkurang sedikit. Kedua kaki dirasakan
kesemutan. Ada mual tanpa disertai muntah, ada demam ringan tidak sampai menggigil. BAK
frekuensi 5-7x sehari, warna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah dan tidak berbusa. BAB
frekuensi 1-2 x sehari, konsistensi padat, warna coklat, tidak nyeri, tidak ada darah dan tidak
berlendir.
Sejak 3 hari smrs ada batuk berdahak berwarna putih disertai pilek. Batuk sesekali,
sepanjang hari, ada sakit ketika menelan, nafas tidak sesak, serta disertai demam ringan. Dalam 3
hari batuk semakin berat disangkal.
1 hari SMRS Os merasakan badan semakin lemas dan akhirnya memutuskan untuk pergi
ke IGD RS Demang Sepulau Raya.
Setelah 2 hari dirawat di RS, pasien mendapat terapi transfusi darah dan obat-obatan,
sehingga kondisi pasien mulai membaik.
Sebenarnya sudah sejak 5 tahun terakhir pasien sakit seperti ini, dirawat inap dan
ditransfusi darah sebanyak 13 kali dengan gejala yang sama. Dalam keluarga tidak ada yang
1
menderita penyakit seperti ini. Riwayat keluarga yang DM, hipertensi, Penyakit Jantung, dan
asma disangkal. Os sering minum vitamin penambah darah dan jamu-jamuan, tidak ingat sudah
berapa lama, tapi menyangkal adanya riwayat alergi makanan ataupun obat-obatan.
Penyakit Dahulu (Tahun)
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/ Saluran Kemih(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat(-) Batuk rejan (+) Tifus Abdominalis (-) Wasir(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal
Ayah Lupa Laki – laki Sehat -Ibu 64 tahun Perempuan Sehat -Saudara 6 orang 3P, 3L Sehat -
Adakah Kerabat Yang Menderita:
Penyakit Ya Tidak HubunganAlergi - + -Asma - + -Tuberkulosis - + -Arthritis - + -Rematisme - + -Hipertensi - + - Jantung - + -Ginjal - + -Lambung - + -
2
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : BaikKesadaran : compos mentisTekanan darah :110/70 mmHgNadi : 86x/menit Suhu : 36,5 CPernapasn (Frekuensi dan tipe) : 28x/menit, abdominotorakal Tinggi badan : 168 cmBerat badan : 50 kg Keadaan gizi : IMT = BB/(TB²) = 50kg/(1,68m)²=17,71
(Kurang)Sianosis : tidak ada Udema umum : tidak ada Habitus : astenikus Cara berjalan : normal Mobilitas (Aktif / Pasif) : aktif
KulitWarna : sawo matang Effloresensi : tidak adaJaringan parut : + Pigmentasi : tidak adaPertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : normalSuhu raba : afebris Lembab / kering : keringKeringat Umum: ( + ) Turgor : normal
Setempat: ( - ) Ikterus : AdaLapisan lemak : merata Edema : tidak ada
Kelenjar Getah BeningSubmandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesarSupraklavikula: tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesarLipat paha : tidak teraba membesar
KepalaEkspresi wajah : tenang Simetri muka : simetrisRambut : merata Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi
MataExophthalmus : tidak ada Enopthalmus : tidak ada Kelopak : tidak udem Lensa : jernih
3
Konjungtiva : pucat Visus : normalSklera : ikterik Gerakan mata : normalLapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata : tidak dilakukanDeviatio konjungae : tidak ada Nystagmus : tidak ada
TelingaTuli : -/- Selaput pendengaran : utuh, intak ( + )Lubang : +/+ Penyumbatan : -/-Serumen : -/- Perdarahan : -/-Cairan : -/-
MulutBibir : basah Tonsil : T1 – T1 tenangLangit-langit : normal Bau pernapasan : tidak khasGigi geligi : karies ( - ) Trismus : tidak adaFaring : hiperemis Selaput lendir : normalLidah : tidak kotor
Leher Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5 – 2 cmH2OKelenjar Tiroid : tidak teraba membesarKelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Dada Bentuk : normal Pembuluh darah : tidak tampakBuah dada : simetrisSpider nevi : negatif
Paru-paruDepan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis
dan dinamis.Simetris saat statis dan dinamis.
Kanan Simetris saat statis dan dinamis.
Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi Kiri Taktil fremitus
simetris.Taktil fremitus simetris.
Kanan Taktil fremitus simetris.
Taktil fremitus simetris.
4
Perkusi Kiri Sonor pada semua
lapang paruSonor pada semua lapang paru
Kanan Sonor pada semua lapang paru
Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi Kiri Vesikuler, Ronki(-),
Wheezing (-) Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)
Kanan Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)
Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus cordis.Palpasi Iktus cordis teraba di sela iga IV 1 jari medial linea
midklavikula kiri.Perkusi Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.
Batas kiri : sela iga V linea midklavikula kiri.Batas Kanan : sela iga IV linea sternal kanan.
Auskultasi BJ I-II murni reguler.Murmur (-), gallop (-).
PerutInspeksi : - Datar, simetris.
- Vena kolateral tidak terlihatPalpasi Dinding perut : Supel, nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba pembesaran.Limpa : Teraba pembesaran. S3Ginjal : Ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-.Lain-lain : Tidak ada.
Perkusi : Tymphani, shifting dullness (-).Auskultasi : BU (+) normalRefleks dinding perut : normal
Anggota gerakKanan Kiri
Lengan Otot: Tonus Normotonus. Normotonus. Massa Eutrofi. Eutrofi. Sendi Tidak bengkak. Tidak bengkak. Gerakan Aktif Aktif Kekuatan + 5. + 5. Lain-lain(Palmar eritem)
- -
5
Tungkai dan kaki Luka Tidak ada. Tidak ada. Varises Tidak ada. Tidak ada. Otot: Tonus Normotonus. Normotonus. Massa Eutrofi. Eutrofi. Sendi Normal. Normal. Gerakan Aktif. Aktif. Kekuatan +5. +5. Edema - - Lain-lain - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HbLeukositHTTrombositLED
3,9 g/dL3900 /uL21 %197.000 /uL61 mm
UreumKreatininAsam Urat
23 mg/dL0,6 mg/dL3,9 mg/dL
AlbuminGlobulin
5,18 g/dL3,23 g/Dl
SGOTSGPT
98 U/L19 U/L
Bilirubin Total 1,67 mg/Dl
Hitung Jenis Leukosit :
- Basofil- Eosinofil- Batang- Segmen- Limfosit- Monosit
00085132
6
RINGKASAN
Seorang Pria, 26 tahun, datang ke IGD RS Demang Sepulau Raya dengan keluhan badan
terasa lemas sejak 5 hari SMRS. Kepala terasa sakit berdenyut disertai mual-mual. 3 hari SMRS
os batuk berdahak, berwarna putih dan pilek. 1 hari SMRS os semakin lemas. Os memiliki
riwayat sering mengkonsumsi jamu dan vitamin penambah darah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis, Konjungtiva anemis, Sklera ikterik,
dan kulit ikterik. Teraba pembesaran Limpa di titik S3.
Laboratorium : Hb 3,9 g / dL, Leukosit 3.900 / μL, Ht 21 %, , LED 61mm, Bilirubin
Total 1.67 mg/dL.
DIAGNOSIS KERJA
1. Anemia hemolitik autoimun idiopatik
Dasar anemia :
- Hb menurun (3,9 g/dL)
Dasar hemolitik :
- Kulit tampak ikterik
- Bilirubin Total 1,67 mg/dL (meningkat)
Dasar autoimun :
- Serangan anemia akut Hb < 4g/dL. Hb 3,9 g/dL
- Ikterik
- Splenomegali S3
-
2. Faringitis ec virus
Dasar : - Batuk berdahak, warna putih
- Pilek
- Faring hiperemis
- Demam
DIAGNOSIS BANDING
1. a. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Yang tidak mendukung : Os tidak BAK warna gelap/kehitaman
7
b. Anemia hemolitik def G6PD
Yang tidak mendukung : Os tidak sedang dalam paparan agen pencetus
(‘Fava bean’, obat-obatan)
c. Anemia hemolitik ec Drug Induced
Yang mendukung : Os sering minum jamu-jamuan
Yang tidak mendukung : Os tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang
diduga mencetus anemia hemolitik (contoh : metildopa, dapsone,cisplatin,dsb)
d. Thalassemia
Yang mendukung : Setiap serangan, pasien mengalami anemia berat
Hb < 4 g/dL
Yang tidak mendukung :
- Os tidak mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
- Tidak ditemukan kelainan khas Thalassemia : Thalassemic facies, pigmentasi
kulit.
e. Anemia defisiensi besi
Yang tidak mendukung :
- Os sering mengkonsumsi vitamin penambah darah
- Nafsu makan baik
- Tidak ada manifestasi perdarahan
2. Faringitis ec bakteri
Yang tidak mendukung :
- Leukosit tidak meningkat
- Sputum tidak berwarna kekuningan atau kehijauan
PENATALAKSANAAN
- IVFD NaCl 0,9% 6 tetes/menit
- Transfusi PRC bertahap 5-10cc/kgBB/hari s/d Hb > 10g/dL setelah diambil
darah untuk pemeriksaan darah tepi. Bila Coombs Test + diberikan washed
PRC
8
- PCT 3x500mg, bila demam
- OBH 3x15cc
- Terapi steroid, prednisone 1-1,5 mg/kgBB/hari = 50mg/hari. Setelah ada
respons (umumnya 2-4 minggu), diturunkan perlahan 10mg/minggu hingga
dosis terendah.
PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN
1. Periksa Hb, Ht, Trombosit, Leukosit setiap 24 jam : Untuk menilai perbaikan Hb setelah
transfusi.
2. Bilirubin Indirek dan Direk .
3. Hitung Retikulosit : Untuk melihat aktivitas eritropoiesis. Bila meningkat, mendukung
WD anemia hemolitik.
4. Sediaan Hapus darah tepi : Untuk melihat morfologi sel darah merah, juga untuk
menyingkirkan leukemia). Bila normositik normokrom, mendukung WD anemia
hemolitik dan menyingkirkan DD anemia def. besi.
5. Tes Coombs : Bila positif, menunjang Anemia hemolitik autoimun.
6. Pemeriksaan untuk menyingkirkan PNH: Ham test, sugar water test
7. Elektroforesa Ha untuk menyingkirkan thalassemia.
8. Pemeriksaan kadar G6PD, diperiksa 3 bulan setelah onset hemolitik untuk
menyingkirkan Anemia hemolitik Defisiensi enzim G6PD
PENCEGAHAN
1. Primer : tidak ada
2. Sekunder : tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, Transfusi darah untuk
mempertahankan target Hb 7 g/dL. Terapi dengan steroid. Menghindari obat-obatan yang
dapat mencetuskan anemia hemolitik.
3. Tertier: iron chelation therapy bila kadar ferritin darah meningkat. Splenektomi bila
terapi dengan obat-obatan tidak berhasil.
9
PROGNOSIS:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10
ANEMIA HEMOLITIK1
Hemolisis adalah kerusakan dini eritrosit. Anemia hemolitik akan berkembang jika
aktivitas sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi hilangnya eritrosit. Tingkat keparahan
anemia tergantung pada apakah terjadinya hemolisis secara bertahap atau tiba-tiba dan pada
tingkat kerusakan eritrosit. Hemolisis ringan dapat tanpa gejala sementara anemia pada hemolisis
yang parah dapat mengancam kehidupan dan menyebabkan angina dan dekompensasi
cardiopulmonary.
(Apusan darah tepi dengan sel sabit di 1000X. Apusan darah tepi dengan sel sabit pada perbesaran 1000X. Gambar milik Ulrich
Woermann, MD.)
Ada beberapa penyebab anemia hemolitik, dan presentasi klinis dapat berbeda tergantung
pada etiologi. Sebuah array tes laboratorium yang tersedia untuk mendeteksi hemolisis, dan tes
khusus dapat diindikasikan untuk mendiagnosa penyebab hemolisis . Ada perbedaan dalam
pengelolaan berbagai jenis anemia hemolitik .
Etiologi
Berbagai jenis anemia hemolitik telah didokumentasikan . Hanya gangguan hemolitik lebih
umum ditemui dibahas dalam artikel ini antara lain penyakit keturunan termasuk membran
eritrosit, cacat enzimatik, dan kelainan hemoglobin.
1. Penyakit keturunan meliputi:
a. Defisiensi dehidrogenase glukosa-6-fosfat (G-6-PD)
b. Hereditary spherocytosis
c. Anemia sel sabit
11
2. Hemolisis didapat termasuk
a. Gangguan kekebalan tubuh : Anemia Hemolitik Autoimun
b. Bahan kimia beracun dan obat-obatan antivirus (misalnya,
ribavirin
c. Infeksi.
d. Anemia hemolitik mikroangiopati ditemukan pada pasien
dengan cacat katup jantung prostetik, koagulasi
intravaskular diseminata (DIC), sindrom uremik hemolitik
(HUS), dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
eritrosit Terfragmentasi (schistocytes) terlihat di
mikroangiopati hemolitik anemi.
e. PNH (paroxysmal nocturnal hemoglobinuria ), hemolisis
intravaskular karena kerusakan complement-mediated
eritrosit.
Gejala Klinis
Gejala anemia hemolitik yang beragam dan akibat anemia, tingkat kompensasi, pengobatan
sebelumnya, dan gangguan yang mendasarinya. Pasien dengan anemia hemolitik minimal atau
lama mungkin asimtomatik, dan hemolisis sering ditemukan secara tidak sengaja selama
pengujian laboratorium rutin.
Pada hemolisis intravaskular, kekurangan zat besi karena hemoglobinuria kronis dapat
memperburuk anemia dan kelemahan. Takikardia, dyspnea, angina, dan kelemahan terjadi pada
pasien dengan anemia berat. Fungsi jantung sensitif terhadap anoxia. Hemolisis Persistent dapat
mengakibatkan perkembangan bilirubin batu empedu. Pasien-pasien ini mungkin hadir dengan
nyeri perut. Warna kulit perunggu dan diabetes terjadi pada hematosiderosis. Kelebihan zat besi
dapat terjadi pada pasien yang telah menerima beberapa transfusi atau mereka yang telah keliru
diberikan terapi besi. Hemoglobinuria mungkin ditemukan.
Selain hemolisis, pasien dengan trombotik thrombocytopenic purpura (TTP) mungkin
mengalami demam, tanda-tanda neurologis, gagal ginjal, dan trombositopenia. Ulkus kaki dapat
berkembang pada pasien dengan anemia sel sabit dan gangguan hemolitik lainnya, sebagai akibat
12
dari penurunan RBC deformabilitas dan perubahan endotel. Pasien dapat diketahui menggunakan
obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh, ini termasuk penisilin, kina, quinidine,
dan L-Dopa. Pada pasien dengan defisiensi G-6-PD, obat oksidan dan stres dari infeksi dapat
memicu hemolisis. Kacang fava dapat menginduksi hemolisis pada individu yang rentan dengan
varian Mediterania kekurangan G-6-PD.
Anoksia dan penurunan volume vaskular dapat terjadi pada anemia parah namun tidak
spesifik untuk anemia hemolitik. Ikterus dapat terjadi karena peningkatan dalam bilirubin tidak
langsung dalam hemolisis. Peningkatan tidak spesifik untuk gangguan hemolitik dan dapat
terjadi pada penyakit hati dan obstruksi bilier. Kadar bilirubin jarang lebih besar dari 3 mg / dL
pada hemolisis, kecuali disertai oleh penyakit hati atau cholelithiasis.
Splenomegali terjadi pada sferositosis herediter dan anemia hemolitik lainnya, tetapi
tidak hadir di semua gangguan hemolitik. Misalnya, splenomegali biasanya tidak hadir dalam
defisiensi G-6-PD. Kehadiran splenomegali bisa menyarankan gangguan yang mendasari seperti
leukemia limfositik kronis (CLL), beberapa limfoma, atau lupus eritematosus sistemik (SLE).
Kupu-kupu malar ruam dan arthritis juga menyarankan SLE. Limfadenopati bersama dengan
splenomegali konsisten dengan CLL. Splenomegali terkadang tidak jelas pada pemeriksaan fisik,
dan pencitraan ultrasonik atau CT scan mungkin diperlukan untuk menentukan ukuran limpa.
Ketika mengevaluasi ukuran limpa, penting untuk menghindari tekanan yang tidak perlu untuk
menghindari pecahnya limpa.
Kanan atas perut kuadran nyeri mungkin menunjukkan cholelithiasis (bilirubin batu
empedu) dan penyakit kandung empedu. Ulkus kaki dapat hadir. Takikardia dan dyspnea
mungkin jelas ketika terjadinya hemolisis tiba-tiba dan anemia berat. Angina dan gejala gagal
jantung dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya.
Pada pasien dengan anemia hemolitik kronis dapat menyebabkan defisiensi folat.
Manifestasi klinis mungkin termasuk hiperpigmentasi kulit dan gejala GI.
Anemia Hemolitik Autoimun Idiopatik
13
Definisi
Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia) merupakan suatu kelainan
dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
Patofisiologi
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi terjadi melalui aktivasi sistem
komplemen, aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.
a. Aktivasi Sistem Komplemen
Aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya membran sel
eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan hemoglobinuria
dan hemoglobinemia.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.
Antibodi-anti-bodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,
IgG1, IgG2, dan IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini
berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu
dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin tipe hangat, sebab antibodi ini
berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu
tubuh.
b. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik
Reaksi diawali dengan aktivasi C1, suatu protein yang dikenal sebagai
recognition unit. C1 berikatan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif
serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Kompleks penghancur
membran teridir dari molekul C5b, C6, C7, C8, dan C9. Kompleks ini akan
menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran sehingga
permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam
sel sehingga sel membengkak dan ruptur.
c. Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif
14
Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3 dan C3b yang kemudian
akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian melekat
pada C3b dan oleh faktor D B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu
protease serin dan tetap melekat pada c3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan
memecah C3 menjadi C3a dan C3b. C5 berikatan dengan C3b dan Bb dipecah
menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran membran.
Klasifikasi
I. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
A. AIHA tipe hangat
a. Idiopatik
b. Sekunder (CLL, Limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
a. Idiopatik
b. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan,
limforetikuler)
II. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria
A. Idiopatik
B. Sekunder (viral dan sifilis)
III. AIHA Atipik
A. AIHA Tes Globulin negatif
B. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
a. AIHA diinduksi obat
b. AIHA diinduksi aloantibodi
IV. Reaksi hemolitik transfusi
V. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
Gejala Klinis
Onset dari AIHA sering parah dan dramatik. Kadar hemoglobin dapat turun sampai
mencapai 4 g/dL. Hemolisis masif akan memunculkan gejala ikterik dan sering terjadi
splenomegali. Kemungkinan diagnosa AIHA menjadi tinggi bila trias tersebut ada. Dapat juga
15
terjadi hemoglobinuri yang membuat urin menjadi gelap. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada
AIHA idiopatik terjadi splenomegali 50-60%, hepatomegali pada 30%, dan limfadenopati 25%
pasien.
Pada AIHA tipe dingin sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan
kronik. Anemia biasanya ringan antara 9-12 g/dL. Sering juga didapatkan akrosianosis dan
splenomegali.
Pemeriksaan Penunjang
I. Direct Antiglobulin Test (Direct Coomb’s Test)
Tes ini mereaksikan sel eritrosit pasien yang sudah dicuci dengan antibodi monoclonal
atau antiserum terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG
dan CD3. Bila positif maka akan terjadi aglutinasi.
II. Indirect Antiglobulin Test (Indirect Coomb’s Test)
Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Imunoglobulin yang beredar
pada serum akan melekat pada reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera
dengan terjadinya aglutinasi.
Penatalaksanaan
Terapi
1. Kortikosteroid
Dosis 1-1,5 mg/kg/hari. Diberikan 2-4 minggu sampai menunjukkan respon klinis,
kemudian dilanjutkan dengan dosis tappering, yaitu penurunan dosis sampai dosis
minimum yang dapat mempertahankan kadar Hb pasien tidak turun. Penurunan dosis
dimulai dengan 10-20 mg/hari.
2. Imunosupresi
Azatioprin 50-200 mg/hari (80 mg/mm2) ; siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/mm2)
3. Terapi transfusi
Terapi transfusi bukan kontraindikasi mutlak. Diberikan transfusi bila kondisi yang
mengancam nyawa, Hb < 3g/dL. Bila Coomb’s test positif diberikan PRC cuci.
4. Splenektomi
16
Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan,
maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan tempat
utama pemecahan sel darah merah.Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan
setelah splenektomi.
5. Terapi lain
Penggunaan Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol digunakan bersama
steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid dihentikan atau diturunkan dan dosis
danazol menjadi 200-400 mg/hari.
Terapi imunoglobulin (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) menunjukkan perbaikan
pada sebagian pasien tetapi pada sebagian lain tidak menunjukkan perbaikan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hemolytic Anemia. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/201066-
clinical#aw2aab6b3b2 . Diakses pada 25 Agustus 2013.
2. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Loscalzo J,et al (eds.). Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 17th ed. New York : Mc Graw-Hill ; 2001
3. Schumacher HR, Rock WA, Stass SA. Handbook of Hematologic Pathology. New York :
Marcell Decker, inc ; 2000
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia ; 2006.
18