Upload
bahrun
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya
dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
presentasi kasus yang berjudul “Anemia aplastik” Penyusunan tugas ini masih jauh dari
sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pihak pembaca agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat
karya tulis yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami Zulkifli
Abbas, Sp.PD, MH.Kes FINASIM; Dr. Sibli Sp.PD dan Dr. Sunhadi MM. SDM yang telah
membantu menyelesaikan presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arjawinangun, 28 januari 2014
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….... 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………... 2
Identitas Pasien……………………………………………………………………………... 3
Anamnesis…………………………………………………………………………………... 3
Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………………………... 4
Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………………. 7
Resume……………………………………………………………………………………… 8
Diagnosa…….. ...…………………………………………………………………………… 8
Follow up…………………………………………………………………………………… 9
Diskusi...…………………………………………………………………………………..... 13
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 28
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 43 tahun
Alamat : Palimanan
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tgl masuk : 22-01-2014
No.CM : 7133
II. Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dibawa oleh keluarganya dalam keadaan sadar
dengan keluhan nyeri perut sejak +/- 1 minggu SMRS, nyeri perut disertai dengan mual,
muntah sebanyak 5 kali dalam sehari, muntah berisi makanan dan terkadang cairan, pasien
mengaku saat buang air besar berwarna hitam, gusi berdarah (-), mimisan (-), nyeri
tenggorokan (+), sesak nafas (-), demam sejak 13 hari SMRS, Mudah merasa lelah,, tidak
bertenaga, sejak sebulan yang lalu, riwayat menggunakan obat obatan dala jangka waktu lama
(-),
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat asthma, penyakit paru, darah tinggi,
penyakit jantung dan kencing manis.
Riwayat penyakit keluarga :
3
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dan tidak
ada yang mempunyai penyakit kencing manis.
Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien tinggal bersama istrinya. pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya
bekerja sebagai petani. Pasien berobat dengan JAMKESMAS.
III. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : composmentis
- Keaqdaan umum : sedang
- Keadaan sakit : sedang
- BB : 62 kg
- TB : 167 cm
- Tanda Vital :
o Tekanan darah: 110/70 mmHg
o Nadi : 90x/menit (Reguler, isi penuh)
o Pernapasan : 22x/menit (cepat)
o Suhu : 38,8 C
Kepala
- Bentuk : Normal simetris
- Rambut : Hitam beruban dan tidak mudah rontok
- Mata : Konjunctiva ananemis +/+, Sklera ikterik -/-, Pupil bulat
Ditengah, RCL +/+ RCTL +/+
- Telinga : Liang lapang, tidak ada kelainan, bentuk normal, tidak ada
sekret
- Hidung : Septum ditengah, secret - , pernafasan cuping hidung –
- Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak hiperemis, tidak
ada caries, tonsil T1-T1.
4
Leher
Bentuk Normal, deviasi trakea (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB,
JVP normal.
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama dengan kiri ,
tidak ada penonjolan masa.
Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi : redup pada kedua lapangan paru bagian basal, dimulai dari ruang ics IV
Auskultasi : vbs kanan = kiri, ronki -/- pada bagian basal, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V garis axillaries anterior kiri.
Perkusi Batas jantung :
o Batas atas jantung : sela iga II garis parasternalis kiri
o Batas kiri jantung : sela iga V garis axillaries anterior kiri
o Batas kanan jantung : sela iga V linea sternalis kanan
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : cembung, lembut, tidak ada pelebaran vena, simetris
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Palpasi : tidak teraba massa, terdapat nyeri tekan ulu hati dan hepar dan lien
sulit dinilai.
Genitalia
Tidak dinilai
5
Ekstremitas
Akral Hangat, CTR<2”, Arteri perifer teraba normal, edema ekstermitas -/-.
IV. Pemeriksaan Laboratorium
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 4.0 10^3/µl 4.0-12.0LYM 1.9 10^3/ µl 1.0-5.0MON 1.0 10^3/ µl 0.1-1.0GRAN 1.1 L 10^3/ µl 2.0-8.0LYM % 47.5 % 25.0-50.0MON% 26.2 H % 2.0-10.0GRAN% 26.3 L % 50.0-80.0RBC 0.78 L 10^6/ µl 4.0-6.20HGB 3.2 L g/dl 11.0-17.0HCT 8.2 L % 35.0-55.0MCV 105.1 H µm3 80.0-100.0MCH 41.0 H pg 26.0-34.0MCHC 39.0 H g/dl 31.0-35.0RDW 10.3 % 10.0-16.0PLT 9 L 10^3/ µl 150.0-400.0MPV µm3 7.0-11.0PCT % 0.200-0.50POW % 10.0-18.0
Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Kadar Gula Darah Sewaktu (18.30) 150 mg/dL 70- 150 mg/dl
24 januari 2014
Gambaran darah tepi 6
Eritrosit : hipokrom mikrositer
Acantosyte
Burr cell
Pear shaped cell
Lekosit : jumlah sel menurun
Trombosit : jumlah sel menurun
Retikulosit : 1,9%
23 januari 2014
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 2.5 L 10^3/µl 4.0-12.0LYM 1.2 10^3/ µl 1.0-5.0MON 0.5 10^3/ µl 0.1-1.0GRAN 0.8 L 10^3/ µl 2.0-8.0LYM % 46.5 % 25.0-50.0MON% 20.6 H % 2.0-10.0GRAN% 32.9 L % 50.0-80.0RBC 0.86 L 10^6/ µl 4.0-6.20HGB 3.0 L g/dl 11.0-17.0HCT 9.0 L % 35.0-55.0MCV 104.7 L µm3 80.0-100.0MCH 34.0 Pg 26.0-34.0MCHC 33.3 g/dl 31.0-35.0RDW 10.0 % 10.0-16.0PLT 17 L 10^3/ µl 150.0-400.0MPV 7.6 µm3 7.0-11.0PCT 0.013 L % 0.200-0.50POW 8.8 L % 10.0-18.0
23 januari 2014
Dengue blot
IgG dengue blot = negatif
IgM dengue blot = negative
V. Resume
7
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu, keluahan disertai mual, muntah,
bab berwarna hitam, demam, nyeri tenggorokan. Ditemukan HB : 3.2, HT :8.2.
VI. Diagnosa
Anemia aplastik
VII.Diagnosa Banding
1. leukemia
2. ideopatik trombositopenia purpura
3. Dengue hemoragic fever
VIII. Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
1. Tirah baring
Terapi Farmakologis
1. Infus RL
2. Sulfas ferrous 3x1
3. Vit b12 3x1
4. As folat 3x1
5. Ranitidine 3x1
6. Ondansetron 3x1
IX. Follow up
Tgl Pemeriksaan
23-01 2014 Keluhan :
Demam ,nyeri perut,nyeri tenggorokan, bab berwarna hitam,
mual (+).muntah (+), gusi berdaha (-),mimisan (-)
8
PF:
T : 120/80 mmHg P : 120 x/menit
R : 20x/menit S : 38,6oC
Kepala : Ka +/+, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema +/-, crt <2”.
Diagnosa: anemia aplastik
Terapi :
Nonfarmakologis
- Tirah baring
Farmakologis
- Infus RL 20 gtt/menit
- Cefotaxim 3x500 mg
- Antrain 3x1 amp
- PRC 1000 cc
Periksa ADT sebelum transfusi
Cek dengue blot
24-01-2014 Keluhan :
Demam ,nyeri perut,nyeri tenggorokan, bab berwarna hitam
(-), mual (+).muntah (+), gusi berdaha (-),mimisan (-)
PF:
T : 110/80 mmHg P : 121 x/menit
R : 20x/menit S : 38,6oC
9
Kepala : Ka +/+, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema -/-, crt <2”.
25-01-2014 Keluhan :
Demam ,nyeri peut,nyeri tenggorokan(-), bab berwarna
hitam(-), mual (+).muntah (-), gusi berdaha (-),mimisan (-),
PF:
T : 120/80 mmHg P : 120 x/menit
R : 20x/menit S : 37.2oC
Kepala : Ka -/-, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema -/-, crt <2”.
Diagnosa: anemia aplastik
Terapi : PRC 2 labu masuk
26-01-2014 Keluhan :
Demam ,nyeri perut,nyeri tenggorokan (-), bab berwarna
kuning, mual (+).muntah (-), gusi berdaha (-),mimisan (-)
10
PF:
T : 120/70 mmHg P : 110 x/menit
R : 22x/menit S : 38,7oC
Kepala : Ka+/+-, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema -/-, crt <2”.
Terapi : pemberian PRC di stop karena pasien demam
27-01-2014 Keluhan :
Demam ,nyeri perut,nyeri tenggorokan (-), bab (-), mual
(+).muntah (+), gusi berdaha (-),mimisan (-)
PF:
T : 120/70 mmHg P : 112x/menit
R : 24x/menit S : 38,4oC
Kepala : Ka +/+, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema -/-, crt <2”.
Diagnosa: anemia aplastik
Terapi : Th/lanjut
28-01-2014 Keluhan :
11
Demam ,nyeri perut,nyeri tenggorokan (-), bab (-), mual
(+).muntah (+), gusi berdaha (-),mimisan (-)
PF:
T : 110/70 mmHg P : 90x/menit
R : 24x/menit S : 36.8oC
Kepala : Ka +/+, SI -/-
Leher : KGB ttm, JVP normal
Tho : bentuk dan gerakan simetris.
Paru : VBS +/+ Rk -/- wh -/-,
Jantung : BJ 1 dan 2 murni regular, murmur -, gallop -
Abdomen : cembung lembut, nyeri tekan ulu hati -.
Eks : Akral hangat +/+ edema -/-, crt <2”.
Diagnosa: anemia aplastik
Terapi : Th/lanjut
X. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
12
BAB II
DISKUSI
Diagnosa kerja pada kasus ini berdasarkan penemuan sebagai berikut :
A. Anamnesa
1. Mudah merasa lelah, tidak bertenaga, sejak sebulan yang lalu.
2. Pasien menyangkal sering mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu
lama.
3. Pasien mengaku nyeri perut
4. Pasien mengaku pernah BAB warna hitam
5. Pasien mengaku demam
6. Pasien mengaku nyeri tenggorokan
7. Pasien mengaku mual dan muntah
B. Pemeriksaan fisik
1. Conjungtiva : Anemis
2. Lidah : Anemis
3. Leher : JVP tidak meningkat
4. Thoraks : Ictus Cordis kuat di medial SIC V
5. Abdomen :Nyeri tekan pada kuadran kanan atas
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin : Hemoglobim : 3.0 G%
Leukosit : 2.5/mm3
13
Eritrosit : 0.86 juta/mm3
HCT : 9.0 %
Trombosit : 17.000 /mm3
Menurut Boediwarsono (2007) anemia adalah sindroma klinis yang ditandai
adanya penurunan hematokrit, hemoglobin. Dan jumlah eritrosit dalam darah. Anemia
timbul apabila pemecahan atau pengeluaran eritrosit lebih besar dari pada
pembentukan atau pembentukannya sendiri menurun. Salah satu fungsi eritrosit adalah
sebagai alat transpor oksigen, dengan adanya hemoglobin di dalamnya. Apabila
eritrosit kurang berarti kadar hemoglobin kurang dan akhirnya timbulah anoksia dari
jaringan target organ. Gejala-gejala yang timbul akibat dari anoksia jaringan tersebut
atau reaksi kompensasi dari target organ oleh anoksia. Pada umumnya gejala dari
anemia timbul apabila kadar hemoglobin lebih kecil atau sama dengan 7.0 mg/dl.
Organ demi organ gejala anemia adalah :
Gejala dari kardiorespirasi : dengan adanya anoksia maka timbulah kompensasi dari
jantung guna memenuhi kebutuhan oksigen, terjadilah palpitasi, takikardi serta
denyutan prekordial yang pada dasarnya adalah manifestasi dari denyutan yang
bertambah cepat. Sehingga pada pasien ini sering mengeluhkan dada sering berdebar-
debar. Pada orang normal respon yang terjadi akibat akibat anemia adalah cepat lelah
atau sesak nafas dan akibat aliran darah yang cepat pada anemia bisa timbul sistolik
murmur pada ostia dari jantung. Pada pasien ini juga megeluhkan cepat lelah dan
tidak di temukan sesak nafas juga tidak ditemukan bising sistolik dimana punctum
maximum sulit untuk dievaluasi.2.4
Gejala dari sistem saraf : akibat anoksia dari organ dapat timbul sakit kepala, pusing-
pusing, bedan terasa ringan, perasaan dingin, telinga berdenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, lekas capai, dan ititabel. Pada pasien ini mengaku sering
pusing-pusing, dan cepat lelah.
Gejala dari sistem pencernaan makanan, akibat anoksia dapat timbul tidak suka
makan, mual-muntah, flatulensi, perasaan tidak enak pada perut bagian atas, obstipasi
14
dan diare. Pada pasien ini mengaku perut terasa penuh, mual, muntah dan BAB
pernah berwarna hitam.3
Gejala dari jaringan epitel, akibat anoksi jaringan nampak pucat yang mudah dilihat
pada kelopak mata, mulut dan kuku, elastisitas berkurang dan rambut tipis. Pada
pasien ini ditemukan konjungtiva..
Pada pasien ini, berdasarkan pemeriksaan hematologi dimana hemoglobin
turun, PCV turun, dan eritrosit turun, hal ini memenuhi kriteria dari anemia. Lalu kita
lihat MCH dan MCV nya dimana masih dalam batas normal, lalu kita lihat
retikulositnya yang dalam batas normal sehingaa pada pasien ini dapat dikatakan
anemia akibat gagal pada pembentukan sel-sel darah dimana diagnosisnya bisa
leukemia ataupun anemia aplastik. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan
aspirasi dan biopsi sumsum tulang. 6.8
Gambar 2. Alur Evaluasi Anemia
Pada penderita anemia aplastik biasanya disertai dengan adanya pansitopenia.
Penyebab pansitopenia itu sendiri adalah berkurangnya fungsi sumsum tulang, aplasia,
15
leukemia akut, mielodisplasia, myeloma, infiltrasi oleh sel-sel limfoma, tumor padat,
tuberkolusis, anemia megaloblastik, hemoglobinuria paroksimal nokturnal (PNH),
mielofibrosis (jarang ditemukan), sindrom hemofagositik, meningkatnya destruksi
perifer, dan splenomegali .4.6.8.
Pada pasien ini terapi yang bisa diberikan adalah terapi imunosupresif,
mengingat usianya yang sudah 47 tahun karena apabila dilakukan tranplasntasi sell
efek samping yang akan muncul lebih besar sebanding dengan semakin tua usianya.
Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan
sumsum tulang .8
Pada pasien ini diberikan infuse RL 20 tpm, untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit dan digunakan sebagai nutrisi eksogen disebabkan pada
pasien ini mengalami penurunan nafsu makan, mual, dan muntah. Injeksi Kalnex
(Asam Tranexamat ) digunakan sebagai koagulan untuk menghentikan fibrinolisis
lokal. Pada pasien ini mengaku pernah BAB hitam. Injeksi Vit. K sebagai pembantu
koagulasi disebabkan pada pasien ini menglami pansitopenia, pada pasien initidak di
lakukan injek vit K dan kalnek karena BAB berdarah sudah berhenti dimana angka
trombosit turun menjadi 17.000 /mm3. Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan
ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf pusat. Pada pasien ini bisa diberikan Trombocyte
Concentrate karena terjadi pendarahan yang berupa gusi berdarah dan adanya melena.
PRC (Packet Red Cell) diberikan jika Hb<7 g/dl, pada pasien ini perlu diberikan PRC
karena Hb hanya 3,0 mg/dl.1.2.8
Pada pasien ini juga diberikan injeksi ranitidin dan ondansetron, digunakan
untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik dengan cara
meblok reseptor histamin, dimana histamin memicu sekresi asam lambung dan bisa
mengurangi resiko terjadinya regurgitasi dan aspirasi, sehingga pemberian ranitidin
dan ondansetron diberikan untuk mengurangi keluhan mual dan muntah. Pemberian
antibiotik diberikan cefotaxim, cefotaxim merupakan golongan sefalosoprin generasi
ketiga yang mempunyai khasiat bakterisid, cefotaxim sensitif terhadap bakteri gram
16
positif maupun gram negatif, tapi aktivitas cefotaxim lebih besar terhadap bakteri
gram negatif. Pada pasien ini pernah mengeluh demam, demam merupakan salah satu
manifestasi adanya infeksi.
Anemia aplastik Leukemia
Gejala Rasa lemas, pucat pusng, sesak
nafas, sering demam,perdaraha.
Rasa lemas, pucat, pusing, sesak
nafas, ssering demam,
perdarahan. organomegali
Diagnosa Ditemukan gejala anemia.
Tanda infeksi
Pansitopenia
Dx pasti dengan biopsi SSTL
Ditemukan gejala anemia
Tanda infeksi
Dx pasti dengan biopsi SSTL
Terapi Komponen PRC atau TC
Menghindari dan mengatasi
infeksi
Kortikosteroid
Androgen (metanol asetat )
Splenektomi jika tidak ada
respon dengan steroid.
Anti emetik
Profilaksi asam urat
(allupuronol)
Benzilpenicilline (4x1 gr)
Vit k 2 kali seminggu 5 mg
peroral
Asam folat, vit b12
Leukoforesis (untuk mencegah
leukositosis)
ITP DHF
Gejala Pusing, demam, bb
turun,atralgia, rash kulit,
rambut rontok,riwayat
transfusi, perdarahan
Demam 2-7 hari
Manifestasi perdarahn (RL,
ptekie< perdarah mukosa,
hematemesis melena)
Nyeri perut
17
Diagnosis Trombosit <150.000 tidak di
jumpai sitopenia
Aspirasi SSTL ditemukan
megakariosit normal
Memenuhin kriteria klinis
Lab : trombiositopenia
<100.000/mm3
Tanda plasma leakage
Terapi Membatasi aktifitas yang
beresiko traumatik
Mengindari obat obat yang
menggangu fungi trombosit
Transfusi PRC
Simptomatis : antipiretik bila
demam
RL 4-6 jam 1 kolf
Transfusi sesuai indikasi
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
maka didapatkan kesimpulan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah anemia aplastik.
18
BAB III
ANEMIA APLASTIK
3.1 DEFINISI
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah pada
sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia yang disertai
oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada
sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena sumsum tulang pada
sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini
disebut juga sebagai anemia hipoplastik.2 Kelainan ini ditandai oleh sumsum
hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia, granulositopenia, dan
trombositopenia.1
3.2 ETIOLOGI
Masih belum terdapat bukti yang sangat jelas mengapa seseorang dapat diduga secara potensial menderita keracunan sumsum tulang berat dan sering
terdapat kasus cedera sumsum tulang yang tidak dapat disembuhkan.1 Oleh karena itu, penyebab pasti seseorang menderita anemia aplastik juga belum dapat
ditegakkan dengan pasti. 1-3 Namun terdapat sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik. Anemia aplastik dapat diggolongkan menjadi tiga berdasarkan penyebabnya yaitu : anemia aplastik didapat (acquired
aplastic anemia); familial (inherited); idiopathik (tidak diketahui).1 Sumber lainnya membagi penyebabnya menjadi primer (kongenital, idiopatik) dan sekunder (radiasi,
obat, penyebab lain).2.8 Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga penyebab tersebut.
3.3 PATOGENESIS
19
Pansitopenia dalam anemia aplastik menggambarkan kegagalan proses hematopoetik yang ditunjukkan dengan penurunan drastis jumlah sel primitif hematopoetik. Dua mekanisme dijelaskan pada kegagalan sumsum tulang. Mekanisme pertama adalah cedera hematopoetik langsung karena bahan kimia seperti benzene, obat, atau radiasi untuk proses proliferasi dan sel hematopoetik yang tidak bergerak. Mekanisme kedua, didukung oleh observasi klinik dan studi laboratorium, yaitu imun sebagai penekan sel sumsum tulang, sebagai contoh dari mekanisme ini yaitu kegagalan sumsum tulang setelah graft versus host disease, eosinophilic fascitis, dan hepatitis. Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat yang berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan terperinci melibatkan proses imunologi. Sel sitotoksik T diperkirakan dapat bertindak sebagai faktor penghambat dalam sel hematopoetik dalam menyelesaikan produksi hematopoesis inhibiting cytokinesis seperti interferon dan tumor nekrosis faktoR . Efek dari imun sebagai media penghambat dalam hematopoesis mungkin dapat menjelaskan mengapa hampir sebagian besar pasien dengan anemia aplastik didapat memiliki respon terhadap terapi
imunosupresif.4.8Pasien dengan anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10% jumlah sel batang normal. Bagaimanapun, studi laboratorium menunjukkan bahwa sel stromal dari pasien anemia aplastik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari sel induk hematopoetik dan dapat juga menghasilkan kuantitas faktor pertumbuhan hematopoetik dengan jumlah normal atau meningkat
3.4 GEJALA
Permulaan dari suatu anemia aplastik sangat tersembunyi dan berbahaya,
yang d isertai dengan penurunan sel darah merah secara berangsur sehingga
menimbulkan kepucatan, rasa lemah dan letih, atau dapat lebih hebat dengan disertai
panas badan namun pasien merasa kedinginan, dan faringitis atau infeksi lain
yang ditimbulkan dari neutropenia.1Selain itu pasien sering melaporkan terdapat
memar (eccymoses), bintik merah (petechiae) yang biasanya muncul pada daerah
superficial tertentu, pendarahan pada gusi dengan bengkak pada gigi, dan
pendarahan pada hidung (epitaxis). Menstruasi berat atau menorrhagia sering terjadi
20
pada perempuan usia subur. Pendarahan organ dalam jarang dijumpai, tetapi
pendarahan dapat bersifat fatal.2-3 Pemeriksaan fisik secara umum tidak ada
penampakan kecuali tanda infeksi atau pendarahan. Jejas purpuric pada mulut
(purpura basah) menandakan jumlah platelet kurang dari 10.000/l (10 109/liter)
yang menandakan risiko yang lebih besar untuk pendarahan otak. Pendarahan retina
mungkin dapat dilihat pada anemia berat atau trombositopenia. Limfadenopati atau
splenomegali tidak selalu ditemukan pada anemia aplastik, biasanya ditemukan pada
infeksi yang baru terjadi atau diagnosis alternatif seperti leukemia atau limpoma.2
Kelainan Laboratorium
Penemuan pada Darah. Pasien dengan anemia aplastik memiliki tingkat
pansitopenia yang beragam. Anemia diasosiasikan dengan indeks retikulosit yang rendah.
Jumlah retikulosit biasanya kurang dari satu persen atau bahkan mungkin nol. Makrositosis
mungkin dihasilkan dari tingkat eritropoietin yang tinggi, merangsang sedikit sisa sel
eritroblas untuk berkembang dengan cepat, atau dari klon sel eritroid yang tidak normal.
Jumlah total leukosit dinyatakan rendah, jumlah sel berbeda menyatakan sebuah tanda
pengurangan dalam neutropil. Platelet juga mengalami pengurangan, tetapi fungsinya
masih normal.1
Pada anemia ini juga dijumpai kadar Hb <7 g/dl. Penemuan lainnya yaitu
besi serum normal atau meningkat, Total Iron Binding Capacity (TIBC) normal, HbF
meningkat.2
21
22
Penemuan pada Sumsum Tulang. Sumsum tulang biasanya mempunyai tipikal
mengandung spicule dengan ruang lemak kosong, dan sedikit sel hematopoetik. Limfosit,
plasma sel, makrofag, dan sel induk mungkin mencolok, tetapi ini mungkin merupakan
refleksi dari kekurangan sel lain dari pada meningkatnya elemen ini. Anemia aplastik berat
sudah didefinisikan oleh International Aplastic Anemia Study Group sebagai sumsum
tulang kurang dari 25 persen sel, atau kurang dari 50 persen sel dengan kurang dari 30
persen sel hematopoetik, dengan paling sedikit jumlah neutropil kurang dari 500/ l (0.5
109/liter), jumlah platelet kurang dari 20.000/l (20 109/liter), dan anemia dengan indeks
koreksi retikulosit kurang dari 1 persen. Pengembangan in vitro menunjukkan, kumpulan
granulosit monosit atau Colony Forming Unit-Granulocyte/Macrophage (CFU-GM) dan
eritroid atau Burst Forming Unit-Erythroid (BFU-E) dengan pengujian kadar logam
menyatakan tanda pengurangan dalam sel primitif.1
Penemuan Radiologi. Nuclear Magnetic Resonance Imaging (NMRI) dapat
digunakan untuk membedakan antara lemak sumsum dan sel hemapoetik. Ini dapat
memberikan perkiraan yang lebih baik untuk aplasia sumsum tulang dari pada teknik
morpologi dan mungkin membedakan sindrom hipoplastik mielodiplastik dari anemia
aplastik.1,7
Penemuan pada Plasma dan Urin. Serum memiliki tingkat faktor pertumbuhan
23
hemapoetik yang tinggi, yang meliputi erythropoietin, thrombopoietin, dan faktor myeloid
colony stimulating. Serum besi juga memiiki nilai yang tinggi, dan jarak ruang Fe
diperpanjang, dengan dikuranginya penggabungan dalam peredaran sel darah merah.1,7
DIAGNOSIS LABORATORIUM
Tanda pasti yang menunjukkan seseorang menderita anemia aplastik adalah pansitopenia
dan hiposelular sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adan ya infiltrasi atau supresi
pada sumsum tulang.4 Anemia aplastik dapat digolongkan menjadi ringan, sedang,
dan berat berdasarkan tingkat keparahan pansitopenia. Menurut International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) kriteria diagnosis anemia
aplastik dapat digolongkan sebagai satu dari tiga sebagai berikut : (a) hemoglobin
kurang dari 10 g/dl,
atau hematokrit kurang dari 30%; (b) trombosit kurang dari 50 109/L; dan (c)
leukosit kurang dari 3.5 109/L, atau neutrofil kurang dari 1.5 109/L. Retikulosit < 30
109/L (<1%). Gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) : (a)
penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau
selularitas normal oleh hyperplasia eritroid fokal dengan deplesi segi granulosit dan
megakarosit; dan (b) tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik.
Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus dieksklusi.2.6.
24
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan karena mengingat strategi terapi yang akan diberikan. Kriteria yang dipakai pada umumnya adalah kriteria Camitra et al. Tergolong anemia aplastik berat (severe aplastic anemia) bila memenuhi kriteria berikut : paling sedikit dua dari tiga : (a
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila neutrofil < 0.2 109/L. Anemia aplastik
yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia aplastik tidak berat (nonserve
aplastic anemia).2
3.5 DIAGNOSIS BANDING
Pansitopenia merupakan ciri-ciri yang sering muncul dari kebanyakan penyakit. Walaupun anamnesis, pemeriksaan fisik, dan studi laboratorium dasar sering dapat mengek sklusi anemia aplastik dari diagnosis, perbedaan merupakan hal yang lebih susah dalam penyakit hematologi tertentu, dan tes lanjutan sangat diperlukan ) granulosit < 0.5
109/L; (b) trombosit < 20 109/L ; (c) corrected retikulosit < 1%. Selularitas
sumsum tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan < 30% sel-sel hematopoetik.2
3.6 TERAPI
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan
karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.2
Terapi suportif
25
Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat pansitopenia.
Mengatasi infeksi. Untuk mengatasi infeksi antara lain : menjaga higiene mulut,
identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada
hasil, biarkan pemberian antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram
positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penicillin semisintetik (ampisilin) dan
gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan
sudah datang, sesuaikan hasil dengan tes sensitifitas antibiotika. Jika dalam 5 -7hari
panas tidak turun maka pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan untuk memberikan
ampotericin - B atau flukonasol parenteral.2
Transfusi granulosit konsentrat. Terapi ini diberikan pada sepsis berat kuman gram
negatif, dengan nitropenia berat yang tidak memberikan respon pada antibiotika adekuat.
Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
Usaha untuk mengatasi anemia. Berikan tranfusi packed red cell atau (PRC) jika
hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik.
Koreksi sampai Hb 9%-10% tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan
eritropoesis internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsusm
tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.2,3
26
Usaha untuk mengatasi pendarahan. Berikan transfusi konsentrat trombosit jika
terdapat pendaran major atau jika trombosit kurang dari 20.000/mm3. Pemberian trombosit
berulang dapat menurunkan efektifitas trombosit karena timbulnya antibodi anti -trombosit.
Kortikosteroid dapat mengurangi pendarahan kulit.2
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang.
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan sumsum
tulang, meskipun penelitian menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.2
Anabolik steroid. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol.
Oksimetolon diberikan dalam dosis 2-3mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12
minggu. Awasi efek samping berupa firilisasi dan gangguan fungsi hati.
Kortikosteroid dosis rendah-menengah. Fungsi steroid dosis rendah belum jelas.
Ada yang memberikan prednisone 60-100mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada respon
sebaiknya dihentikan karena memberikan efek samping yang serius.
Granulocyte Macrophage - Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau
Granulocyte - Colony Stimulating Factor G-CSF. Terapi ini dapat diberikan untuk
meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoetin juga dapat
diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.2
Terapi definitif
27
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis pilihan yaitu : 1.) Terapi
imunosupresif;2.) Transplantasi sumsum tulang.
Terapi imunosupresif. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam pilihan
terapi definitif pada pasien tua dan pasien muda yang tidak menemukan donor yang cocok.
3Terdiri dari (a) pemberian anti lymphocyte globulin : Anti lymphocyte globulin (ALG) atau
anti tymphocyte globulin (ATG) dapat menekan proses imunologi. ALG mungkin juga
bekerja melalui peningkatan pelepasan haemopoetic growth factor sekitar 40%-70% kasus
memberi respon pada ALG, meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek
kualitatif atau kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita
anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b) terapi imunosupresif lain
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Shadduck RK. Aplastic Anemia. In: Beuttler E, Coller BS, Lichtman M, Kipps
TJ.Williams Hematology. 6th ed. USA: McGraw-Hill;2001. p. 504-523.
2. Bakta IM. Anemia Karena Kegagalan Sumsum Tulang. In: Hematologi Klinik Ringkas. Cetakan I. EGC. Jakarta;2006.
3. Alkhouri N, Ericson SG. Aplastic Anemia:Review of Etiology and Treatment. Avaiable from: http://bloodjourn a l.h e m a tolo g y libr a r y .o r g / c g i/r e print/103/11/4 6 . Diakses 23 januari 2014.
4. Young NS, Shimamura A. Acquired Bone Marrow Failure Syndromes. In: Handin
RI, Lux SE, Stossel TP. Blood Principle and Practice of Hematology. 2nd ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins;2003.
5. Bakhshi S. Aplastic Anemia. Avaiable from : http://em edicine.m edscape.com / a rti c l e /19875 9 . Diakses 23 januari, 2014.
6.. Hoffbrand, A.V, Petit, T, E., and Moss, P,A,H., Kapita selekta Hemtologi, Edisi 4, EGC. Jakarta.
7. Widjanarko A., sudoyo AW., salonder H. Anemia aplastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2009.pp 1116
8. Wilson & price, Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit, edisi 4. EGC. Jakarta.19
29
30
31
32
33
34