Upload
natasyadevina
View
25
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah singkat
Citation preview
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Disusun Oleh :
Graca J. V. Morena da C. S.
030.10.117
Pembimbing :
dr. Dean Wahjudy, SpOG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016
Definisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau
hemoglobin.1 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan anemia
sebagai kadar hemoglobin yang lebih rendah dari 11 g/dL pada trimester pertama dan
ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dL pada trimester kedua.2
Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu berkisar
antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan
dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi zat besi. Angka
anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi
gizi memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat
dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang,
dibandingkan dengan negara maju.3
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu langsung adalah
perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab tidak langsung adalah
anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering
ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum
tulang. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali
defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk atau
kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan
yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan
kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya
anemia adalah zat besi, asam folat dan kumpulan vitamin B.3,4
Patofisiologi
Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein
pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro.
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan
dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan
penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat
kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan,
zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh
karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada
awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang
diperlukan. Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia
defisiensi besi.
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang
tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau
pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Hematologi sehubungan dengan
kehamilan, antara lain adalah oleh karena peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk
pembesaran uterus, sehingga terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan
volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam
proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi
agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari
efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari
efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan.
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri dalam kehamilan bermanfaat bagi
wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa
hamil. Sebagai akibat dari hipervolemia, cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih
ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang, tekanan darah
tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan
sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung.
Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu
ke-37. Volume plasma meningkat 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldosteron.
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb
atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan
hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus
menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab
itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb,
atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbulah anemia. Umumnya ibu hamil
dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari
33 % .4
Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
• Anemia defisiensi besi
• Anemia karena kehilangan darah secara akut
• Anemia karena inflamasi atau keganasan
• Anemia megaloblastik
• Anemia hemolitik
• Anemia aplastik
2) Herediter
• Thalasemia
• Hemoglobinopati lain
• Hemoglobinopati sickle cell
• Anemia hemolitik herediter
Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan
pemecahan sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam
kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik karena
kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan
protein.2
Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh para
penulis. Berdasarkan penelitian di Jakarta, anemia dalam kehamilan dapat dibagi
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi 62,3%
b) Anemia megaloblastik 29,0%
c) Anemia aplastik 8,0%
d) Anemia hemolitik 0,7%
Anemia yang akan dibahas adalah anemia yang sering ditemukan di Indonesia yaitu
anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.4
Faktor Predisposisi1
• Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
• Kelainan gastrointestinal
• Penyakit kronis
• Riwayat Keluarga
Gejala Klinis
a. Lemah letih
b. Palpitasi
c. Cepat lelah
d. Lunglai
e. Sering pusing
f. Mata berkunang-kunang
g. Lidah luka
h. Nafsu makan turun (anoreksia)
i. Konsentrasi hilang
j. Nafas pendek (pada anemia parah)
k. Mual muntah lebih hebat pada hamil muda
l. Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku ,
konjungtiva mata
A. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan :
a) Kurang intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,
peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik,
atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan -kopi), polyphenol
(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan.
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh
meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir.
Zat besi yang rata-rata dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah
untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200
mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan post partum. Jadi penyimpanan zat
besi yang minimal di dalam tubuh pada wanita hamil adalah lebih dari 500 mg di awal
kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka mudah terjadi
anemia defisiensi zat besi, terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang
sering dalam jangka waktu yang singkat dan vegetarian. Di daerah tropia, zat besi lebih
banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan
tidak sama untuk berbagai negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita
hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg.
Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg. 2,4
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan, ketika
pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata, kebutuhan besi harian adalah antara 6 dan
7 mg dibandingkan dengan 1 mg / hari dalam kondisi fisiologis normal. Selama 6
sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan meningkat hingga 10 mg / hari.
Meskipun penyerapan zat besi yang meningkat secara substansial selama kehamilan
dan cukup pada pemenuhan zat besi wanita yang sehat, itu gagal untuk memenuhi
kebutuhan pemakaian zat besi wanita hamil. Pada wanita yang memasuki kehamilan
dengan cadangan zat besi rendah, suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah
kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal
dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi
selama kehamilan.
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama
kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah
merah darah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu dilindungi dari
hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan dengan persalinan.
Namun, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah >1 L, dan gejala anemia,
termasuk gejala jantung, bisa terjadi pada parturients, sehingga mengekspos mereka
untuk transfusi darah.
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun (13)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan
kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam
sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan
pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi
total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor
transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia). Gejala klinis anemia defisiensi besi adalah pucat, lemah, lesu, anoreksia, sesak,
depresi mental, nyeri kepala, berdebar-debar, rambut halus dan rapuh, koilonikia,
atropi papila lidah dan stomatitis. Pucat ditemukan di mukosa membran, konjugtiva,
kuku, dan telapak tangan. Pada kasus yang berat, ditemukan takikardia dan takipnea.
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan
darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak
selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan
normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan
defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi
serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi, protoporfirin
eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin
dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang
diperiksa dan Hb kurang dari 10gr/dL, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita
anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia
dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. Nilai Hb yang kurang dari 10g/dl
dianggap sebagai anemia defisiensi besi yang ringan, manakala Hb yang kurang dari
8g/dl adalah anemia defisiensi besi yang berat.
Diagnosis anemia defisiensi besi. 2
Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi besi
pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak pasien
karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan penyerapan zat
besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus dicatat bahwa meskipun ada bukti yang
mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi
oral, data pada peningkatan berat lahir dan berkurangnya kelahiran prematur masih
kurang.
Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi
oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular dapat
disuntikkan dekstran besi Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai,
hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula
diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus,
dengan hasil yang sangat memuaskan.
Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang menimbulkan
efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini dapat dilakukan.
Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Transfusi darah
sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan walaupun
hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak terjadi perdarahan. Darah secukupnya
harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi
perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat
besi yang dianjurkan untuk ibu hamil seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan
mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-
kacangan (kaya zat besi dan asam folat).
B. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat
(pterolyglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
Asam folat merupakan vitamin larut air yang sumbernya dari daging, hati, kacang-
kacangan dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh adalah di hepar.
Berbeda dari Eropa dan di Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam
kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal itu erat hubungannya dengan defisiensi gizi di
negara yang berkembang. Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang
berusia lebih dari 30 tahun, atau individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat
yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah
pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell
anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin).
Asam folat diperlukan untuk sintesa DNA di dalam tubuh, karena itu diperlukan
kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat
terjadi disebabkan:
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan
pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat, yaitu
sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis,
ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi.
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari
apusan darah tepi adalah makrositer dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai, kecuali
bila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis, seperti
hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear yang merupakan petunjuk bagi
defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering berdampingan dengan defisiensi besi
dalam kehamilan. Standar buku emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik
adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat absorption test dan clearance test asam
folat.
Pada pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan
terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam
dosis 5-10 mg/hari. Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin
B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, diberikan
dosis terapi oral minimum 6-9 mg/hari. Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan
pada umumnya berat, maka transfusi darah kadang-kadang diperlukan apabila
kehamilan masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat penambah
darah bisa tidak berhasil.
Diagnosis1
Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester II)
Bila Hb < 11 g/dL atau hematorit < 33%, harus dilakukan investigasi klinik yang
baik untuk menghindari tranfusi darah kelak. Sebagian besar AG adalah akibat
defisiensi zat besi, tetapi di belahan dunia lain dapat pula disebabkan oleh
thalassemia atau “sickle cell” anemia. Pada anemia yang berat (kurang dari 6.5 g/L)
hal ini mungkin disebabkan oleh anemia megaloblastik. Pemeriksaan hemoglobin
dilakukan pada kunjungan ANC pertama, minggu ke 30 dan minggu ke 36 . Bila
anemia terdeteksi secara klinis ( Hb < 10 g/L) maka MCV dan serum ferritin harus
diperiksa.2
Tatalaksana1
a. Tatalaksana Umum
Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah
tepi untuk melihat morfologi sel darah merah.
Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan suplementasi besi
dan asam folat. Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 g asam folat. Pada ibuμ
hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90
hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari
pascasalin.Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar
hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi
untuk mencari penyebab anemia.
Berikut ini adalah tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung
dalam berbagai jenis sediaan suplemen besi yang beredar :
Jenis sediaan Dosis sediaan Kandungan besi
elemental
Sulfas ferosus 325 65
Fero fumarat 325 107
Fero glukonat 325 39
Besi polisakarida 150 150
b. Tatalaksana Khusus
Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.
Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan :
o Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan
kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara
180 mg besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal,
lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
o Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu
dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam
untuk perawatan yang lebih spesifik
Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan :
o Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi,
mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
o Infeksi kronik
Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
o Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %
o Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan
berkunang- kunang, atau takikardia (frekuensi nadi >100x per
menit)
o Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan
memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan
USG, dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.
Komplikasi
Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion,
kelainan kongenital.
Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi
kordis hingga kematian ibu.
Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi
karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.
Bahaya saat nifas
Subinvolusio uteri sehingga perdarahan post partum, infeksi puerpuralis, asi
berkurang, infeksi mammae, anemia.4
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau
komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak
menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang, yang
baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. edisi pertama. Jakarta. 2013. p160-1
2. Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Hematological
disorders. In : William obstetrics. 22nd edition. New York : Mc-Graw Hill
Medical Publishing Division, 2005; 1143, 1145, 1148
3. Sharma JB, Shankar Menakshi . 2010. Anemia in Pregnancy. JIMSA October -
December 2010 Vol. 23 No. 4. Availale at :
http://medind.nic.in/jav/t10/i4/javt10i4p253.pdf. Accesed on January 2016.
4. Hudono S.T. Penyakit darah. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin A.B,
Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006; 448, 450-7.
Anemia Defisiensi Besi
No. ICPC-2 : B80 Iron Deficiency Anaemia
No. ICD-10 : 280 Iron Deficiency Anemias
Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
cukup ke jaringan perifer. Anemia merupakan masalah medik yang paling sering
dijumpai di klinik di seluruh dunia. Diperkirakan >30% penduduk dunia
menderita anemia dan sebagian besar di daerah tropis. Oleh karena itu anemia
seringkali tidak mendapat perhatian oleh para dokter di klinik.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter dengan keluhan:
1. Lemah
2. Lesu
3. Letih
4. Lelah
5. Penglihatan berkunang-kunang
6. Pusing
7. Telinga berdenging
8. Penurunan konsentrasi
9. Sesak nafas
Faktor Risiko
1. Ibu hamil
2. Remaja putri
3. Status gizi kurang
4. Faktor ekonomi kurang
5. Infeksi kronik
6. Vegetarian
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Gejala umum
Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan
jaringan di bawah kuku.
2. Gejala anemia defisiensi besi
a. Disfagia
b. Atrofi papil lidah
c. Stomatitis angularis
d. Koilonikia
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah:
Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah eritrosit, morfologi
darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin, dan urin rutin.
2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan sekunder)
Serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Anemia adalah suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar sehingga
penting menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah
dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.
Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:
1. Laki-laki: >13 g/dL
2. Perempuan: >12 g/dL
3. Perempuan hamil: >11 g/dL
Diagnosis Banding
1. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemolitik
4. Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
1. Penyakit jantung anemia
2. Pada ibu hamil: BBLR dan IUFD
3. Pada anak: gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan anemia harus berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan. Setelah penegakan diagnosis dapat diberikan sulfas ferrosus 3 x 200
mg (200 mg mengandung 66 mg besi elemental).
Rencana Tindak Lanjut
Untuk penegakan diagnosis definitif anemia defisiensi besi memerlukan
pemeriksaan laboratorium di layananan sekunder dan penatalaksanaan selanjutnya
dapat dilakukan di layanan primer.
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan
penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa mual, muntah,
heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman.
3. Bila terdapat efek samping obat maka segera ke pelayanan kesehatan.
Kriteria Rujukan
1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.
3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).
4. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan
primer misalnya anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia megaloblastik.
5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau distres pernafasan)
pasien segera dirujuk.
Peralatan
Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah rutin, urin rutin, feses rutin).
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam karena sangat tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik
anemia defisiensi besi dapat teratasi.
Referensi
1. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Harrisson’s: Principle
of Internal Medicine. 17th Ed. New York: McGraw-Hill Companies. 2009.
(Braunwald, et al., 2009)
2. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et al., 2006)
3. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4
thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006. hlm 632-36. (Sudoyo, et al., 2006)
FK Unila