Upload
aditama-dewantara
View
106
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER
Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin hematokrit
dan jumlah eritrosit di bawah nilai normal. Anemia juga diartikan sebagai suatu
keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit
atau kadar hemoglobin yang tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2
di antara jaringan dan darah (Depkes, 2007)
Klasifikasi anemia dapat didasarkan atas gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <
80 fl dan MCH < 27 pg; anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan
MCH 27-34 pg; anemia makrositer, bila MCV > 95 fl.
Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis heme
seperti gangguan, sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyerap,
mengangkut, menyimpan atau menggunakan besi atau kekurangan keterampilan
masalah sintetis askorbat protein, zat besi, vitamin A, piridoksin, tembaga atau
mangan. Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan
untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng,
timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena
defisiensi atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E.
Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena kehilangan besi
(perdarahan menahun), asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang,
kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas).
Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk
mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah,
kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena defisiensi
atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E.
Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi
merupakan penyebab anemia tersering yang dijumpai, baik dalam praktek klinik
maupun dilapangan. Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom
adalah:
1. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)
2. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
3. Thalasemia (gangguan globin)
4. Aanemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
A. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyedian besi untuk
eritropoesis berkurang. Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik
mikrositerm, besi serum menurun, TIBC (total iron binding capacity)
meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun,
pengecatan besi sumsum tulang negative dan adanya respon terhadap
pengobatan dengan preparat besi.
a. Patofisiologi dan Gejala Anemia Defisiensi Besi
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap,
melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.
Stadium 1 : Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga
menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang.
Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah
berkurang secara progresif.
Stadium 2 : Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat
memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah,
sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
Stadium 3: Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah
merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar
hemoglogin dan hematokrit menurun.
Stadium 4: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan
kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan
menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil
(mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
Stadium 5: Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi
dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat
besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang
tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri,
yaitu:
Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan
makanan seperti es batu, kotoran atau kanji
Glositis : iritasi lidah
Keilosis : bibir pecah-pecah
Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya
seperti sendok.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia
hiprokomik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai
dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV
< 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan
thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat
yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala
anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,
anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel
target. Derajat hipokromia dan mikrositis berbanding lurus dengan
derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan
trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat
anemia. Pada kasus ankilostomasis sering dijumpai eosinophilia.
2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity
(TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferrin < 15%.
3. Kadar serum ferritin < 20µg/dl (ada yang memakai < 15 µg/dl, ada
juga < 12µg/dl). Jika terdapat inflamasi maka ferritin serum sampai
dengan 60 µg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 µg/dl)
5. Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik dengan
normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.
6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferrin :
kadar reseptor transferrin meningkat pada defisiensi besi, normal
pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.
7. Pengecatan besi sumsum tulang denga biru prusia (Perl’s stain)
menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin
negative).
8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia
defisiensi besi : antara lain pemeriksaan feses untuk cacing
tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah samar dalam
feses, endoskopi,barium intake atau barium inloop, dan lain-lain,
tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.
B. Anemia Akibat Penyakit Kronik (Anemia Of Chronic Disease)
Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada
penyakit kronik tertentu yang khas ditandai dengan gangguan metabolisme
besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Beberapa penelitian,
menunjukkan bahwa anemia ini merupakan penyebab kedua tersering
setelah anemia defisiensi besi.
Penyebab anemia ini belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa penyakit yang mendasari timbulnya nemia penyakit kronis,
yaitu:
1. Infeksi kronik
Tuberkulosis paru
Infeksi jamur kronik
Bronkhietasis
Penyakit radang panggul kronik
Osteomyelitis
Infeksi saluran kemih kronik
Colitis kronik
2. Inflamasi kronik
Artritis rematoid
SLE
Inflammatory bowel disease
sarkoidosis
3. Neoplasma ganas
Karsinoma
Limfoma
a. Manifestasi Klinis dan Laboratorik
Gejala klinik anemia akibat penyakit kronik tidak khas karena
lebih banyak didominasi oleh gejala penyakit dasar. Sindrom anemia tidak
terlalu mencolok karena biasanya penurunan hemoglobin tidak terlalu
berat.
Anemia akibat penyakit kronik memberikan gambaran
laboratorium sebagai berikut :
1. Anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang < 8 g/dL
2. Anemia bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl)
3. Besi transferrin sedikit menurun
4. Protoporfirin eritrosit meningkat
5. Feritin serum normal atau meningkat
6. Reseptor transferrin normal
7. Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia, besi sumsum
tulang normal atau meningkat dengan butir – butir hemosiderin yang
kasar.
C. Anemia Sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblas cincin (ring
sideroblas) dalam sumsum tulang. Anemia ini relative jarang dijumpai
tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis
banding anemia hipokromik mikrositer.
a. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi
kegagalan inkorporasi besi ke dalam senyawa heme pada mitokondria
yang mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat
dengan cat besi akan kelihatan sebagai bintik-bintik yang mengelilingi inti
yang disebut sebagai sideroblas cincin. Hal ini menyebabkan kegagalan
pembentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis inefektif dan
menimbulkan anemia hipokromik mikrositer.
b. Bentuk klinik
Anemia sideroblastik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
bentuk herediter dan bentuk didapat (acquired).
1. Bentuk herediter
a. Jarang dijumpai, herediter dan sex linked (X-linked). Sebagian
menunjukkan defek enzim ALA synthetase.
2. Idiopathic acquired sideroblastic anemia
a. Mutasi somatik pada progenitor eritroid
b. Tergolong sebagai sindrom mielodisplastik
c. Menurut klasifikasi FAB disebut sebagai refractory anemia with ring
sideroblast (RARS)
3. Anemia sideroblastik sekunder
a. Akibat alkohol, obat anti TBC : INH, dan keracunan Pb
4. Anemia yang responsif pada terapi piridoksin (pyridoxine responsive
anemia)
Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoprfirin(pembentukan heme)
Besi menumpuk dalam Gangguan pembentukanmitochondria hemoglobin
Ring sideroblast Hipokromik mikrositer
Eritropoesis inefektif ANEMIA
Gambar 1: Skema Patofisiologi Anemia Sideroblastik
c. Gambaran Laboratorik
Pada anemia sideroblastik, dijumpai antara lain :
1. Anemia bervariasi dari ringan sampai berat
2. Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gambaran populasi
ganda atau doble population dimana dijumpai eritrosit hipokromik
mikrositer berdampingan dengan eritrosit normokromik normositer
3. Pada bentuk dijumpai tada diplastik terutama pada eritrosit, kadang-
kadang juga pada leukosit dan trombosit.
4. Besi serum dan ferittin serum normal atau meningkat
5. Pada pengecatan besi sumsum tulang dengan cara Perl (memakai
biru prusia), dijumpai sideroblas cincin >15 % dari sel eritroblas
D. Thalasemia
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter
dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau
insersi nukleotida.
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada
sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya
sintesis rantai globin. (robbins,2007)
Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturuna) yang
menyebabkan sel darah merah (eritrosit) pecah/hemolisa. (suryo,2005)
a. Klasifikasi
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe
utama thalassemia yaitu α thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga
terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate. Talasemia
diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot
biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih
berat dari talasemia α atau β.
Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-
α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Silent carrier thalassemia-α
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-
Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang
terletak pada kromosom 16.
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat
secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah
merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih.
Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga
(misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah
lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia
dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup
kuat menuju diagnosis thalasemia.
Trait thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada
satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom.
Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan
Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4)
dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts
tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α,
merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan
supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit,
sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan
sebagai Heinz bodies.
Thalassemia-α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi
semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α,
maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi
pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang
tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2),
yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat
hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang
dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfusi.
Thalassemia-β (8)
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
1. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah
sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak
tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%
individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2
yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai
sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang
benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar
dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. (8)
2. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-
tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk
wajah yang khas.
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa
mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin
terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β°
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping
hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang
terfragmentasi, sel bizarre dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang
berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga
terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran
biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi
dalam eritrosit.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita thalasemia adalah :
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah
eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel
PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah
trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
Serum Iron dan Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan
menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila
angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan
hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT
akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari
kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan
darah.
2. Elektroforesis Hb (2)
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika
ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2.
Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang
sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8.
pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis.
Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang
meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan
pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi
memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan
gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography
Untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk
memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent.
E. Diagnosis Banding Jenis-Jenis Anemia Hipokromik Mikrositer
Cara membedakan keempat jenis anemia hipokromik mikrositer
tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Anemia
defisiensi
besi
Anemia akibat
penyakit
kronik
Trait
thalassemia
Anemia
sideroblastik
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurn/N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal/ Normal
Saturasi Menurun Menurun/N Meningkat Meningkat
Transferin <15% 10-20% >20% >20%
Besi
sumsum
tulang
Negatif Positif Positif kuat Positif
dengan ring
sideroblast
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat Normal Normal
Feritin
serum
Menurun
<20 µg/dl
Normal
20-200µg/dl
Meningkat
>50µg/dl
Meningkat
>50µg/dl
Elektrofoesis
Hb.
N N Hb.A2
meningkat
N
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Yayan. 2011. Anemia Defisiensi Besi.
http://yayanakhyar.wordpress.com/2011/08/19/anemia-defisiensi-besi-
fe/. Diakses 20 April 2013
Anonim. Tt. Anemia, Penyebab, Gejala, dan Diagnosisnya.
http://www.resep.web.id/tips/anemia-penyebab-gejala-dan-
diagnosanya.htm. Diakses 20 April 2013
Anonim. 2010. Anemia Defisiensi Besi (Anemia Mikrositik Hipokromik).
http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anemia-mikrositik-
hipokromik.html. Diakses 20 April 2013
Bakta, Made. 2003. Hematologi Klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Lanny. 2010. Anemia Mikrositik hipokrom.
http://enelyalanny.blogspot.com/2010/05/anemia-mikrositik-
hipokrom.html. diakses 20 April 2013