20
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh gangguan transmisi neuromuskuler yang dimediasi oleh antibody pada reseptor asetilkolin di neuromuscular junction. 1 Dikenal 4 golongan miastenia gravis, yaitu Golongan I dengan gejala hanya terdapat pada otot ocular, Golongan IIA miastenia gravis umum ringan, Golongan IIB miastenia gravis umum sedang, Golongan III miastenia gravis umum akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan, Golongan IV miastenia gravis kronik yang berat. 1,6 Miastenia gravis tidak jarang dijumpai dengan angka prevalensi paling sedikit 1 dalam 10.000. kelainan ini dapat mengenai individu pada semua kelompok umur, tetapi terdapat puncak insidensi pada perempuan di usia dua puluhan atau tiga puluhan dan pada laki-laki di usia lima puluhan dan enam puluhan. Secara keseluruhan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 3:2. Miastenia dapat berhubungan dengan rematoid arthritis, tumor thyroid, tirotoxicosis dan Lupus eritematosus diseminata. 5 1

anestesi pada Myasthenia Gravis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi

Citation preview

Page 1: anestesi pada Myasthenia Gravis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh gangguan

transmisi neuromuskuler yang dimediasi oleh antibody pada reseptor asetilkolin di

neuromuscular junction.1

Dikenal 4 golongan miastenia gravis, yaitu Golongan I dengan gejala hanya

terdapat pada otot ocular, Golongan IIA miastenia gravis umum ringan, Golongan IIB

miastenia gravis umum sedang, Golongan III miastenia gravis umum akut yang berat,

yang juga mengenai otot-otot pernafasan, Golongan IV miastenia gravis kronik yang

berat.1,6

Miastenia gravis tidak jarang dijumpai dengan angka prevalensi paling sedikit 1

dalam 10.000. kelainan ini dapat mengenai individu pada semua kelompok umur, tetapi

terdapat puncak insidensi pada perempuan di usia dua puluhan atau tiga puluhan dan

pada laki-laki di usia lima puluhan dan enam puluhan. Secara keseluruhan perempuan

lebih sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 3:2. Miastenia dapat

berhubungan dengan rematoid arthritis, tumor thyroid, tirotoxicosis dan Lupus

eritematosus diseminata. 5

BAB II

1

Page 2: anestesi pada Myasthenia Gravis

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh gangguan

transmisi neuromuskuler yang dimediasi oleh antibody pada reseptor asetilkolin di

neuromuscular junction yang menunjukkan beberapa gejala klinis, namun yang paling

penting adalah ditandai dengan kelemahan otot-otot volunter. Kelemahan otot tersebut

terutama pada saat beraktifitas, yang mana dapat kembali normal dengan istirahat, dan

kekuatan otot tersebut dapat meningkat secara dramatis dengan pemberian obat

antikolinesterase seperti neostigmin.1,3

KLASIFIKASI 1,6

Osserman membagi miastenia gravis menjadi 4 golongan, yaitu :

Golongan I = gejala-gejalanya hanya terdapat pada otot okular

Golongan IIA = miastenia gravis umumn ringan

Golongan IIB = miastenia gravis umum sedang

Golongan III = miastenia gravis umum akut yang berat, yang juga mengenai

otot-otot pernafasan

Golongan IV = miastenia gravis kronik yang berat

DI samping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk

varian miastenia gravis, lalah :

a. Miastenia neonatus

Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang darl satu bulan. Jenis ini terjadi

pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan

disebabkan oleh masuknya antibodi anti-reseptor asetilkolin ke dalam janin melalui

plasenta.

b. Miastenia anak-anak (Juvenile myasthenia)

Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.

c. Miastenia congenital

2

Page 3: anestesi pada Myasthenia Gravis

Biasanya muncul pada saat atau tak lama setelah bayi lahir. Tak ada kelainan

imunologik dan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini

biasanya ticlak progresif

d. Miastenia familial

Sebenarnya, jenis ini merupakan kategari diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi

pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.

e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert syndrome)

Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya

pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma

bronkus (small cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia

gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa

disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks

tendo menurun atau negatif. Sering ka1i penderita mengeluh mulutnya kering.

f. Miastenia gravis antibodi-negatif

Kurang lebih 1/4 dari para penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya

antibodi. Pada umumnya keadaan demikian ini terdapat pada pria dari golongan I

(okular) dan II B. Tiadanya antibodi tidak menunjukkan bahwa penderita tidak akan

memberi respons terhadap pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau

timektomi.

g. Miastenia gravis terinduksi penisilamin

D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati artritis reumatoid, penyakit

Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita

dapat mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang

setelah D-P dihentikan.

h. Botulisme

3

Page 4: anestesi pada Myasthenia Gravis

Botulisme merupakan akibat dari bakteri anerob, Clostridium botulinum, yang

menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya ialah

paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin

botulinum, tipe A dan B paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E

terdapat pada ikan laut (seafood). Intoksikasi biasanya terjadi sesudah makan

makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna.

Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian

muncul pandangan kabur, disfagia dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal.

Kelemahan terjadi pola desenden. selama 4-5 hari; kemudian mencapai tahap stabil

(plateau), paralisis otot pemapasan dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada

kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot okular dan lidah. Sebagian besar

penderita mengalami disfungsi otonom (mutut kering, konstipasi, retensi urin).

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Tubuh memiliki 3 jenis otot, yaitu otot skelet yang bersifat volunter serta otot

jantung dan otot polos yang bersifat involunter, otak mengontrol otot volunter dengan

mengirimkan sinyal melalui saraf, sinyal tersebut dikirimkan dari otak ke medulla

spinalis kemudian dilanjutkan melalui saraf perifer ke otot. Hubungan antara ujung

saraf perifer dengan otot disebut neuromuscular junction. Ketika sinyal dari otak

sampai pada ujung saraf perifer, ujung saraf tersebut akan mengeluarkan

neurotransmitter (asetilkolin).

Pada saat asetilkolin sampai pada permukaan otot di neuromuscular junction,

asetilkolin tersebut berikatan dengan reseptornya yang langsung mengakibatkan

kontraksi otot, apabila terdapat gangguan sinyal dari otak untuk melintasi

neutromuscular junction maka akan terjadi gangguan kontraksi otot. Miastenia gravis

terjadi karena ada gangguan impuls dari saraf ke otot pada neuromuscular junction.

Gangguan tersebut disebabkan karena adanya antibody yang menghalangi

asetilkolin untuk mencapai reseptornya di otot dengan cara merusak atau menghalangi

reseptor asetilkolin. Bagaimana antibody dapat merusak reseptor masih dalam

penelitian.

4

Page 5: anestesi pada Myasthenia Gravis

Antibody adalah suatu substansi yang dibuat oleh system imun tubuh untuk

melawan infeksi. Kelenjar timus sangat penting dalam perkembangan system imun

pada awal kehidupan. Pada beberapa penderita miastenia gravis dewasa didapatkan

pertumbuhan abnormal dari kelenjar timusnya (tumor jinak kelenjar timus). Walaupun

hubungan antara kelenjar timus dengan miastenia gravis masih belum jelas, para

ilmuwan berpendapat kelenjar timus kemungkinan bertanggung jawab atas system imun

yang menyerang reseptor asetilkolin.

GEJALA KLINIS

Biasanya otot-otot yang seringkali terserang adalah otot-otot mata dan lebih

sedikit mengenai otot wajah, otot rahang, otot tenggorok dan otot leher, namun pada

kasus yang lebih jarang keluhan awalnya pada otot tungkai dan lengan, namun seiring

dengan bertambah beratnya penyakit, otot otot yang lain dapat pula ikut terkena.

5

Page 6: anestesi pada Myasthenia Gravis

Pada lebih dari 90 % kasus, muskulus levator palpepbrae atau otot-otot

ekstraokuler juga ikut terlibat. kelumpuhan otot-otot okuler dan ptosis biasanya disertai

dengan kelemahan otot orbicularis oculi sehingga pasien tidak dapat untuk

memejamkan mata.

Otot-otot pembentuk ekspresi wajah, otot pengunyah, penelan dan otot berbicara

adalah yang paling sering terkena berikutnya (sekitar 80 %), sering pada kasus yang

berat, semua otot melemah, termasuk diaghfrahma, abdomen dan otot-otot interkostal.

Keluhan yang biasanya disampaikan oleh penderita adalah jatuhnya kelopak

mata dan diplopia intermiten. Sinar matahari yang terang dapat memperberat ptosis.

Mobilitas otot-otot wajah dan pembentuk ekspresi juga ikut berubah, jika pasien

diminta untuk tersenyum, maka ekspresi yang terlihat adalah muka yang geram. Rahang

mungkin juga ikut terbuka sehingga agar tertutup, rahang pasien harus selalu disangga

oleh tangan. Pasien juga dapat mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan,

dan bahkan dapat lebih sulit lagi untuk makan setelah berbicara, suara juga dapat

terdengar menjadi sengau.

Segala gejala yang disebutkan di atas, pada pasien miastenia gravis biasanya

dapat berkurang setelah pasien beristirahat.1,2,3

PEMERIKSAAN PENUNJANG.2

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita miastenia gravis :

1. Tensilon test (edrophonium)

Pemeriksaan ini sering digunakan untuk mendiagnosis miastenia gravis.

Enzim asetilkolinesterase memecah asetilkolin setelah perangsangan pada otot.

Edrophonium clorid (tensilon) adalah obat yang memblok sementara aktivitas

asetilkolinesterase, dengan terbloknya aktivitas asetilkolinesterase akan

memperpanjang stimulasi otot dan meningkatkan kekuatan otot sementara. Pada test

edrophonium diberikan secara intra vena dengan dosis 10 mg atau 1 ml (2 mg

sebagai dosis inisial 8 mg diberikan setelah 30 detik dari dosis yang pertama

tesebut), maka dengan pasien miastenia akan didapatkan peningkatan kekuatan otot

selama 5 menit.

2. Pemeriksaan X-ray dan CT Scan

6

Page 7: anestesi pada Myasthenia Gravis

X-ray dan CT Scan pada dada digunakan untuk mendektasi untuk mendeteksi

pembesaran timus atau timoma yang biasanya ditemukan pada miastenia gravis

3. EMG

Pada pemeriksaan EMG ditemukan kontraksi ototnya melemah secara

progresif.

4. Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan dengan radioimmunoassay ditemukan serum antibody reseptor

asetilkolin 85-90% pada pasien miastenia gravis dan kurang lebih 70 % pada pasien

yang baru mempunyai gejala pada otot mata.

7

Page 8: anestesi pada Myasthenia Gravis

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

8

Page 9: anestesi pada Myasthenia Gravis

PENATALAKSANAAN.2

A. Tatalaksana Umum

1. Obat Antikolinesterase

Seperti Neostigmine (prostigmin) dan pyridostigmine (mestinon) merupakan

analog dari neostigmin. Obat ini mencegah pemecahan asetilkolin sehingga

asetilkolin terakumulasi dan terakumulasi pada neuromuscular junction dan

memperlama aktivitas asetilkolin, hal ini menyebabkan otot dapat berkontraksi

lebih lama. Antikolinesterase memberikan perbaikan bermakna pada beberapa

pasien dan sedikit, bahkan tidak berpengaruh sama sekali pada pasien lainnya.

Antikolinesterase dipengaruhi oleh infeksi, menstruasi, stres emosional dan cuaca

panas. Obat ini mempunyai efek sampimg antara lain hipersalivasi, nyeri abdomen,

mual, muntah dan diare. Untuk mengurangi efek samping gastrointestinal ini,

bersama dengan antiesterase diberikan juga kaolin. Dosis neostigmin 15 mg per oral

4 kali sehari dan dinaikkan dosisnya sampai 180 mg/ hari untuk menimbulkan

perbaikan. Dosis piridostigmin 0.6- 1,5 gram/hari sampai memberikan perbaikan

maksimal.

2. Kortikosteroid

9

Page 10: anestesi pada Myasthenia Gravis

Kortikosteroid mensupresi antibody yang memblok reseptor asetilkolin pada

neuromuscular junction. Kortikosteroid diberikan pada pasien yang mempunyai

respon minimal terhadap pemberian obat antikolinesterase dan bagi orang yang

belum siap menjalani timektomi. Diberikan dosis inisial 60-100 mg/hari dan

diturunkan secara bertahap, dan dipertahankan dosisnya sampai 15 mg/ hari. Efek

samping yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid adalah ulkus peptic,

hiperglikemia, osteoporosis, hipertensi, psikosis, glaucoma, infeksi dan lain-lain.

Perbaikan nyata dan kesembuhan total terjadi pada lebih dari 75 % yang diobati

dengan prednisone. Kebanyakan perbaikan terjadi pada 6 sampai 8 minggu pertama,

tetapi peningkatan kekuatan sampai remisi total tercapai pada pengobatan berbulan-

bulan. Respon baik terutama pada pasien yang baru menunjukkan gejala awal.

3. Timektomi

Timektomi harus dilakukan pada pasien di bawah 60 tahun, dan

dipertimbangkan pada pasien yang lebih tua, dengan kelemahan yang tidak terbatas

hanya pada otot ekstraokuler.

4. Immunosupressan

Azathioprine dapat digunakan pada pasien miastenia gravis apabila

pengobatan lainnya tidak berhasil. Gejala-gejala muncul kembali 2-3 bulan setelah

obat dihentikan atau dosis dikurangi sampai dibawah dosis terapeutik. Pasien yang

mengalami kegagalan dalam pengobatan dengan kortikosteroid mungkin akan

memberikan respon pada peemberian azathioprine.

Efek samping immunossupresant dapat berat, termasuk diataranya leukopeni,

disfungsi hepar, mual muntah dan kerontokan rambut. Immunosuppressant tidak

digunakan dalam myasthenia gravis congenital, karena kondisi ini bukan

disebabkan oleh kegagalan system imun.

5. Plasmapheresis

Digunakan dalam intervensi jangka pendek untuk pasien miastenia gravis yang

tiba-tiba memburuk, untuk meningkatkan kekuatan secara cepat sebelum operasi,

dan sebagai terapi intermittent kronis untuk pasien yang mengalami kegagalan pada

pengobatan lain.

1

Page 11: anestesi pada Myasthenia Gravis

Kebutuhan plasma exchange dan frekuensi pemberian ditentukan oleh keadaan

klinis pasien secara individu. Perbaikan umum dapat tercapai segera setelah

pertukaran yang pertama kalinya. Perbaikan ini dapat bertahan selama berminggu-

minggu atau berbulan-bulan, kemudian efeknya akan menghilang kecuali

pertukaran plasmanya disertai dengan timektomi atau terapi imunosupresive.

Pertukaran berulang-ulang tidak memberikan keuntungan komulatif.

6. Immunoglobulin Intravena

Beberapa kelompok pasien dilaporkan memberikan respon yang baik pada

pemberian immunoglobulin intravena dosis tinggi (2g/kgBB melalui infuse selama

2-5 hari). Pebaikan timbul pada 50-100% pasien, biasanya dimulai pada waktu 1

minggu dan bertahan selama beberapa minggu / bulan

B. Tatalaksana Anestesi

KOMPLIKASI

1. Gagal napas

2. Disfagia

3. Krisis miastenik

1

Page 12: anestesi pada Myasthenia Gravis

4. Krisis kolinergik

5. Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama :

Osteoporosis, katarak, hiperglikemia

Gastritis, penyakit peptic ulcer

PROGNOSIS

Dengan terapi yang adekuat sebagian pasien miastenia gravis memiliki

prognosis yang baik. Pasien pasien tersebut mendapatkan perbaikan yang nyata dan

menjalani kehidupan normal. Pada beberapa kasus dapat terjadi remisi sementara dan

sembuh total sehingga pengobatan dapat dihentikan, tapi pada kasus tertentu dapat

menyebabkan keadaan krisis (kegagalan pernapasan) yang membutuhkan tindakan

emergency.

1

Page 13: anestesi pada Myasthenia Gravis

BAB III

KESIMPULAN

Myastenia Gravis adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh gangguan

transmisi neuromuskuler yang dimediasi oleh antibody pada reseptor asetilkolin di

neuromuscular junction.

Osserman membagi miastenia gravis menjadi 4 golongan, yaitu :

Golongan I = gejala-gejalanya hanya terdapat pada otot okular

Golongan IIA = miastenia gravis umumn ringan

Golongan IIB = miastenia gravis umum sedang

Golongan III = miastenia gravis umum akut yang berat, yang juga

mengenai otot-otot pernafasan

Golongan IV = miastenia gravis kronik yang berat

Gejala Klinis didapatkan biasanya otot-otot yang seringkali terserang adalah otot-

otot mata dan lebih sedikit mengenai otot wajah, otot rahang, otot tenggorok dan

otot leher, namun pada kasus yang lebih jarang keluhan awalnya pada otot tungkai

dan lengan, namun seiring dengan bertambah beratnya penyakit, otot otot yang lain

dapat pula ikut terkena. Kelemahan otot tersebut terutama pada saat beraktifitas,

yang mana dapat kembali normal dengan istirahat

Pemeriksaan Penunjang terdiri dari :

1. Tensilon test (edrophonium)

2. Pemeriksaan X-ray dan CT Scan

3. EMG

4. Pemeriksaan serologi

Penatalaksanaan meliputi pemberian obat Antikolinesterase, kortikosteroid,

pemberian imunogloblulin intravena atau plasmapheresis. Timektomi biasanya

dilakukan pada pasien berusia dibawah 60 tahun

Dengan terapi yang adekuat sebagian pasien miastenia gravis memiliki prognosis

yang baik. Pasien pasien tersebut mendapatkan perbaikan yang nyata dan menjalani

kehidupan normal

1

Page 14: anestesi pada Myasthenia Gravis

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, Raymond D, Victor Maurice, Myasthenia Gravis, Principles of

Neurology. Ed 4th.USA,1989.

2. Simon, Roger, Aminoff, Michael J, Greenberg, David. Myasthenia Gravis, Lange

Clinical Neurology. Ed 4th . USA. 1999.

3. Rowland, P,Lewis Harad, Y. Myasthenia Gravis. Merrit’s Neurology. Ed 7th.

USA 2005.

4. Jones, Royden, H. Myasthenia Gravis. Netter Neurology International Student.

USA. 2005

5. Isselbacher, Braundwald, Wilson, Miastenia Gravis. Harrison Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam edisi 13, volume 5. 2000

6. Harsono. Spondilitis Tuberkulosis, Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua.

Penerbit Universitas Gajah Mada, 2003.

1