21
Pendahuluan Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil, dimana 6 – 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klasifikasi dibuat berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik. Beratnya angina : 1. Kelas 1 : angina yang berat untuk pertama kali, atau bertambah beratnya nyeri dada 2. Kelas 2 : angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir 3. Kelas 3 : adanya serangan angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir. Keadaan klinis : 1. Kelas A : angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris 2. Kelas B : angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak 3. Kelas C : angina yang timbul setelah serangan infark jantung

Angina Pektoris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

file

Citation preview

Page 1: Angina Pektoris

Pendahuluan

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil, dimana 6 – 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klasifikasi dibuat berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.

Beratnya angina :

1. Kelas 1 : angina yang berat untuk pertama kali, atau bertambah beratnya nyeri dada2. Kelas 2 : angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tidak

ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir3. Kelas 3 : adanya serangan angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik

sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis :

1. Kelas A : angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris2. Kelas B : angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak3. Kelas C : angina yang timbul setelah serangan infark jantung

Page 2: Angina Pektoris

Definisi

Nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan

sementara. (Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar PATOLOGI. ED.7. Vol.2.EGC.)

“jeritan” otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan oksigen; gejala klinik yang

disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. (Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.)

Sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat

di dada yg sering kali menjalar ke lengan kiri. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Klasifikasi

Angina Pektoris Stabil

Mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau mengalami bentuk stres

lainnya. Nyeri biasanya dilaporkan sebagai sensasi substernum, seperti diremas atau tertekan,

yang mungkin menyebar ke lengan kiri. Angina pektoris stabil disebabkan penyempitan

aterosklerotik tetap satu/ lebih arteria koronaria (75%). Nyeri biasanya mereda dengan

istirahat (penurunan kebutuhan) atau pemberian nitrogliserin. Dengan diagnosis klinis nyeri

dada dan gejala lainnya yang dicetuskan oleh sebuah stimulus, angina stabil hilang dengan

istirahat atau penghentian stimulus. Gejala dicetuskan oleh iskemia miokard, biasanya

muncul sbg akibat gangguan pasokan darah miokard sebagai konsekuensi dari stenosis.

Gejala bersifat reversible dan progresif.

Angina Prinzmetal atau varian

Mengacu pada angina yang terjadi pada saat istirahat. Etiologi: spasme arteri koronaria.

Gejala angina saat istirahat dan elevasi segmen S-T pg EKG yang menandakan iskemia

transmural. Keadaan yang tidak biasa ini tampaknya berhubungan dengan ada tonus

arterikoroner yang bertambah, yang dengan cepat hilang dengan pemberian nitrogliserin dan

dapat diprovokasi oleh asetilkolin.

Page 3: Angina Pektoris

Angina Pektoris tak stabil (angina Cressendo)

Ditandai dengan:

nyeri angina yang frekuensi meningkat dan dirasakan semakin berat, lebih dari 3x

sehari

pasien yang sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina lebih sering, dan lebih

berat sakit dada, tetapi faktor presipitasi makin ringan

pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Etiologi

1. Angina stabil : iskemia miokaradium.

2. Angina Pectoris tak stabil :

Ruptur plak

Trombosis dan agregasi trombosit

Vasospasme

Erosi pada plak tanpa rupture

(IPD FKUI Jilid III)

Patogenesis

· Angina Pectoris Stabil :

· Angina Pectoris tak stabil :

Ruptur plak : Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari angina

pectoris tidak stabil, sehingga tiba tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh

koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. 2/3 dari pembuluh yang

mengalami rupture sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang. Plak

aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan

fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya

infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima

yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang kadang keretakan timbul pada

dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan

secara enzimatik melemahkan dinding plak. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi,

adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus

menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan

bila trombus tidak menyumbat 100% hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi

angina tidak stabil.

Page 4: Angina Pektoris

Trombosis dan Agregasi Trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus

merupakan salah satu dasar terjadinya angina pektoris tidak stabil. Terjadinya trombosis

setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,

makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan penting dalam pembentukan trombus

yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak berhubungan

dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,

factor jaringan berinteraksi dengan factor VII a untuk memulai kaskade reaksi enzimatik

yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal

endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu

agregasi yang lebih luas, vasokontriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan

inflamasi ikut berperan dalam perubahan terajdinya hemostase dan koagulasi dan berperan

dalam memulai trombosis yang intermiten pada angina tidak stabil.

Vasospasme : Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peran penting pada angina

tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh

platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah yang menyebabkan spasme.

Spasme yang terlokalisir seperti pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak

stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran

dalam pembentukan trombus.

Erosi pada plak tanpa rupture : Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena

adanya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel,

adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan

penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia. (IPD FKUI Jilid III)

Faktor Resiko

o lipid dan diet

o merokok

o obesitas

o diabetes mellitus

o Hipertensi Sistemik

o Jenis Kelamin dan hormone seks

o Riwayat keluarga

Page 5: Angina Pektoris

o Geografi

o Kelas social

o Aktivitas Fisik

o Pembekuan Darah

o Alkohol

Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Patofisiologi

Angina pectoris terjadi sebagai konsekuensi dari iskemik miokard. Pasokan oksigen gagal

memenuhi kebutuhan oksigen, selalu karena penurunan pasokan sebagai akibat gangguan

aliran arteri koroner. Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen niokard (MVO2)

antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil, dan denyut jantung. Subendokard

paling sensitif terhadap iskemia, dan redistribusi perfusi miokard pada stenosis koroner

dapatberperan dalam suseptibilitas infark subendokard. Adanya hipertrofi vantrikel

merupakan faktor tambahan yang mempengaruhi kemungkinan timbulnya iskemia

subendokard.

Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Manifestasi klinis

Angina stabil mempunyai karakteristik :

1. Lokasinya pada dada, substernal / sedikit kirinya dengan penjalaran ke leher,

rahang,bahu kiri sampai lengan dan jari jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri

2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat

di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti

diremas remas atau dada mau pecah dan pada keadaan yang berat disertai keringat

dingin dan sesak napas seperti perasaan takut mati. Nyeri berhubungan dengan

aktivitas hilang dengan istirahat tapi tidak ada hubungannya dengan gerakan

pernapasan atau gerakan dada ke kanan dan ke kiri. Nyeri jg dapat dipresipitasi oleh

stress fisik atau emosional.

3. Kuantitas : Nyeri yg pertama kali timbul biasanya agak nyata dari beberapa menit

sampai kurang dr 20 menit. Bila lebih dari 20 menit maka harus dipertimbangkan

sebagai angina tidak stabil. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual

dalam hitungan detik atau menit. Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul dengan

Page 6: Angina Pektoris

intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Gradasi

berat nyeri dada dibuat oleh Canadian Cardiovaskular Society :

Klas 1 : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai, dll

tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat,

berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja/bepergian

Klas 2 : Aktivitas sehari hari agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas lebih

berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau

berjalan menanjak/ melawan angina

Klas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik

tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

Klas 4: AP bisa timbul wktu istirahat sekalipun. Hampir smua akivitas dpt

menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dll

Agina tidak stabil : Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat &

lebih lama. Mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas minimal. Nyeri

dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang kadang disertai dengan

keringat dingin. (IPD FKUI Jilid III)

Pemeriksaan Penunjang

o EKG Istirahat

o Radiografi toraks

o EKG aktivitas

o ± Ekokardiogram

o ± Pindaian radionuklida

o ± Arteriografi koroner

Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Page 7: Angina Pektoris

Angina Pectoris Stabil

1. EKG waktu istirahat

2. Foto thorax : dapat melihat kalsifikasi koroner/ katup jantung. Tanda tanda lain

misalnya pasien menderit gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis,

anurismadissekan, serta pasien yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru

3. EKG waktu aktivitas/ Latihan

4. Ekokardiografi : Bermanfaat pada pasien dengan murmur sistolik untuk

memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta signifikan atau kardiomiopati hipertrofi.

Dapat menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada sedang

berlangsung, selain itu bermanfaat bila untuk menganalisis fungsi miokardium

segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien AP stabil kronik/ bila pernah iskemia

jantung sebelumnya, walau hal ini tidak memperlihatkan iskemia yang baru terjadi.

5. Stess imaging dengan ekokardiografi atau radionuklir

6. Angiografi Koroner

Angina Pectoris Tak stabil

1. EKG : Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya

iskemia akut. Gelombang T(-) juga salah satu tanda iskemi/NSTEMI. Perubahan

gelombang ST & T yang non spesifik seperti depresi segmen ST < 0, 5 mm &

gelombang T (-) < 2mm, tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena

hal lain. Pada angina tak stabil 4% EKG normal, pada NSTEMI 1-6% EKG normal.

2. Uji Latih : Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan

tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasil (-)

prognosis baik, bila hasil(+) perlu pemeriksaan angiografi koroner.

3. Ekokardiografi : bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi

mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung

4. Pemeriksaan Lab : pemeriksaan Troponin I & T dan pemeriksaan CK-MB IPD

FKUI Jilid III

Pemeriksaan khusus lainnya

o Uji latih jantung dengan beban

o Skintigrafi Thallium-201

o Angiografi koroner

Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.

Page 8: Angina Pektoris

Diagnosis Banding

o Nyeri dinding dada

o Syndrome Da Costa

o Pleuritis

o Emboli paru

o Penyakit tulang belakang servikal

o Patologi Gastrointestinal

Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Tatalaksana Medis

Angina Pectoris Stabil

Farmakologis :

1. Aspirin

2. Penyekat beta

3. Angiotensin Connerting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi LV

4. Pemakaian obat2an utk penurunan LDL pd pasien2 dgn LDL > 130 mg/dl (target

<100mg/dl)

5. Nitrogliserin semprot / sublingual utk mengontrol angina

6. Antagonis kalsium/ nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan beta

bloker apabila ada kontra indikasi penyekat beta, atau efek samping tidak dapat

ditolerir atau gagal

7. Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.

8. Antagonis Ca non hidropiridin long action sebagai pengganti penyekat beta untuk

terapi permulaan

Terapi terhadap factor resiko Non Farmakologis :

1. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok)

2. Penurunan BB

3. Penyesuaian diet

4. Olah raga teratur

Page 9: Angina Pektoris

Angina Pectoris tak stabil

Tindakan umum : Pasien perlu perawatan di RS, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien

perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin

perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin

Terapi medikamentosa :

Obat anti iskemia :

1. Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan

efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi kebutuhan

oksigen (oxygen demand)

2. Penyekat beta : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek

penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Kontra indikasi pemberian

penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial dan bradiaritmia.

3. Antagonis Kalsium

o Dihidropiridin : mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat. Contoh nifedipin

o Nondihidropiridin : dapat mengurangi infark pada pasien dengan sindrom

koroner akut dan fraksi ejeksi normal, mengurangi denyut jantung dan

afterload.

Obat anti agregasi trombosit :

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak stabil

maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti platelet seperti aspirin,

tienopiridin, dan inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.

1. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian

jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% - 72% pada pasien

angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan diberikan seumur hidup dengan

dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 – 325 mg per hari.

2. Tiklopidin : merupakan turunan tienopiridin, obat lini kedua pengobatan angina tak

stabil apabila pasien tidak tahan terhadap aspirin. Efek samping granulositopenia.

3. Klopidogrel : juga merupakan turunan tienopiridin, yang dapat menghambat agregasi

platelet. Dianjurkan diberikan pada pasien yang tidak tahan terhadap aspirin. Dosis

dimulai 300 mg per hari sampai selanjutnya 75 mg per hari.

Page 10: Angina Pektoris

4. Inhibitor Glikoproten IIb/IIIa : pada saat ini ada 3 macam golongan obat yang telah

disetujui pemakaiannya dalam klinik yaitu : absiksimab, suatu antibodi monoklonal;

eptifibatid suatu siklik heptapeptid; tirofiban, suatu nonpeptid mimetik.

Obat anti trombin

1. Unfrractionated Heparin : heparin adalah glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai

rantai polisakarida yang berbeda panjangnyadengan aktifitas antikoagulan yang

berbeda beda. Metaanalisis dari 6 penelitian menunjukkan bahwa pemberian heparin

bersama aspirin dapat mengurangi resiko sebesar 33% dibandingkan pemberian

aspirin saja.

2. Low Moleculer Weight Heparin (LMWH) : LMWH yang dipakai di indonesia adalah

dalteparin, nadroparin, enoksaparin, dan fondaparinux. Keuntungan pemberian

LMWH karena cara pemberian mudah yaitu disuntikkan secara subkutan dan tidak

membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

3. Direct Trombin Inhibitor : DTI secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja

langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein

ataupun platelet faktor 4.

Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner

Tindakan revaskulerisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat, dan

refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada angina tak stabil apa perlu tindakan invasif dini

atau konservatif tergantung dari stratifikasi resiko pasien : pada resiko tinggi, angina terus

menerus, depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel kiri buruk,adanya

gangguan irama jantung yang maligna seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini.

IPD FKUI Jilid III

Unstable Angina

Pada umumnya penderita unstable angina harus dirawat, agar pemberian obat dapat

diawasi secara ketat dan terapi lain dapat diberikan bila perlu. Penderita mendapatkan obat

untuk mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah, yaitu:

o Heparin (suatu antikoagulan yang mengurangi pembentukan bekuan darah)

o Penghambat glikoprotein IIb/IIIa (misalnya absiksimab atau tirofiban)

o Aspirin.

Page 11: Angina Pektoris

o Juga diberikan beta-blocker dan nitrogliserin intravena untuk mengurangi beban kerja

jantung. Jika pemberian obat tidak efektif, mungkin harus dilakukan arteriografi

koroner dan angioplasti atau operasi bypass.

Page 12: Angina Pektoris

Operasi Bypass Arteri Koroner

Pembedahan ini sangat efektif dilakukan pada penderita angina dan penyakit arteri

koroner yang tidak meluas. Pembedahan ini bisa memperbaiki toleransi penderita terhadap

aktivitasnya, mengurangi gejala dan memperkecil jumlah atau dosis obat yang diperlukan.

Pembedahan dilakukan pada penderita angina berat :

o tidak menunjukkan perbaikan pada pemberian obatobatan

o sebelumnya tidak mengalami serangan jantung

o fungsi jantungnya normal

o tidak memiliki keadaan lainnya yang membahayakan pembedahan (misalnya penyakit

paru obstruktif menahun).

Pembedahan ini merupakan pencangkokan vena atau arteri dari aorta ke arteri

koroner, meloncati bagian yang mengalami penyumbatan. Arteri biasanya diambil dari bawah

tulang dada. Arteri ini jarang mengalami penyumbatan dan lebih dari 90% masih berfungsi

dengan baik dalam waktu 10 tahun setelah pembedahan dilakukan. Pencangkokan vena

secara bertahap akan mengalami penyumbatan.

Angioplasti koroner

Alasan dilakukannya angioplasti sama dengan alasan untuk pembedahan bypass.

Tidak semua penyumbatan bisa menjalani angioplasti, hal ini tergantung kepada lokasi,

panjang, beratnya pengapuran atau keadaaan lainnya. Angioplasti dimulai dengan menusuk

arteri perifer yang besar (biasanya arteri femoralis di paha) dengan jarumbesar. Kemudian

dimasukkan kawat penuntun yang panjang melalui jarum menuju ke sistem arteri, melewati

aorta dan masuk ke dalam arteri koroner yang tersumbat.

Page 13: Angina Pektoris

Sebuah kateter (selang kecil) yang pada ujungnya terpasang balon dimasukkan

melalui kawat penuntun ke daerah sumbatan. Balon kemudian dikembangkan selama

beberapa detik, lalu dikempiskan. Pengembangan dan pengempisan balon diulang beberapa

kali. Penderita diawasi dengan ketat karena selama balon mengembang, bisa terjadi sumbatan

alliran darah sesaat. Sumbatan ini akan merubah gambaran EKG dan menimbulkan gejala

iskemia. Balon yang mengembang akan menekan ateroma, sehingga terjadi peregangan arteri

dan perobekan lapisan dalam arteri di tempat terbentuknya sumbatan. Bila berhasil,

angioplasti bisa membuka sebanyak 80-90% sumbatan.

Sekitar 1-2% penderita meninggal selama prosedur angioplasti dan 3-5% mengalami

serangan jantung yang tidak fatal. Dalam waktu 6 bulan (seringkali dalam beberapa minggu

pertama setelah prosedur angioplasti), arteri koroner kembali mengalami penyumbatan pada

sekitar 20-30% penderita.

Angioplasti seringkali harus diulang dan bisa mengendalikan penyakit arteri koroner

dalam waktu yang cukup lama. Agar arteri tetap terbuka, digunakan prosedur terbaru, dimana

suatu alat yang terbuat dari gulungan kawat (stent) dimasukkan ke dalam arteri. Pada 50%

penderita, prosedur ini tampaknya bisa mengurangi resiko terjadi penyumbatan arteri

berikutnya.

Page 14: Angina Pektoris

Referat

DIAGNOSIS DAN TERAPI PADA PENYAKIT

ANGINA PECTORIS

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT GUNUNG JATI

Pembimbing : dr.H.Edial Sanif SpJP-FIHA

Penyusun : Achmad Mauludy Noor (1102009003)

JUNI 2013

Page 15: Angina Pektoris

Daftar Pustaka

1. Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.

2. Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar PATOLOGI. ED.7. Vol.2.EGC.

3. Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

4. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM jilid 3 FK-UI