27
Angklung Hasil Budaya Indonesia Indonesia merupakan negeri dengan kekayaan budaya yang sangat luar biasa banyak dan beragamnya. Kekayaan budaya ini menjadi ciri dari masing-masing daerah dan tidak jarang memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi. Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Apakah sebenarnya yang disebut dengan budaya Indonesia? TAP MPR-RI Nomor II Tahun 1998 memberikan definisi sebagai berikut. Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak- Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukukungnya. Ki Hajar Dewantara mengemukakan pandangannya bahwa kebudayaan nasional adalah ”puncak-puncak kejayaan dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan 1

Angklung Hasil Budaya Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Angklung Hasil Budaya Indonesia

Indonesia merupakan negeri dengan kekayaan budaya yang sangat

luar biasa banyak dan beragamnya. Kekayaan budaya ini menjadi ciri dari

masing-masing daerah dan tidak jarang memiliki nilai filosofis yang sangat

tinggi. Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan

lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum

Indonesia merdeka pada tahun 1945.

Apakah sebenarnya yang disebut dengan budaya Indonesia?

TAP MPR-RI Nomor II Tahun 1998 memberikan definisi sebagai berikut.

”Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukukungnya. ”Ki Hajar Dewantara mengemukakan pandangannya bahwa

kebudayaan nasional adalah ”puncak-puncak kejayaan dari kebudayaan

daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin

dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada

kebhinekaan. Sementara itu, Koentjaraningrat mengemukakan definisi

kebudayaan nasional sebagai “yang khas dan bermutu dari suku bangsa

mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa

bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-

puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa

menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk

mewakili identitas bersama. Dengan demikian, kebudayaan daerah tercermin

dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia.

Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

1

Page 2: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang

ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang

tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman

masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat

Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah yang bersifat

kewilayahan, yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan

kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang yang tinggal

tersebar di pulau-pulau yang ada di wilayah Indonesia, mereka juga mendiami

wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan,

tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini

juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa

dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan

kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada

di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di

Indonesia.

Di samping itu, berkembang dan meluasnya agama-agama besar di

Indonesia turut pula mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia

sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa

Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya

atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman

budaya kelompok suku bangsa, tetapi juga keanekaragaman budaya dalam

konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, serta kewilayahan.

Keanekaragaman budaya di Indonesia dapat dikatakan lebih

mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia

mempunyai potret kebudayaan yang sangat lengkap dan bervariasi. Tak kalah

pentingnya, secara sosial budaya dan politik, masyarakat Indonesia

mempunyai dinamika jalinan sejarah interaksi antar kebudayaan yang

dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi

antarkelompok suku bangsa yang berbeda, tetapi juga meliputi antar-

peradaban yang ada di dunia. Berlabuhnya kapal-kapal Portugis di Banten

2

Page 3: Angklung Hasil Budaya Indonesia

pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia dalam lingkup

pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang

Gujarat dan pesisir Pulau Jawa juga memberikan arti yang penting dalam

membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-

singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas

bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan budaya bangsa lain yang

memiliki perbedaan. Di sisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik

dan mengembangkan budaya lokal di tengah-tengah singgungan antar

peradaban itu.

Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak

berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan dengan tiga

wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau

praktik-praktik budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan

yang berwujud artefak atau bangunan. Beberapa hal yang berkaitan dengan

ketiga wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain

adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan

sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks studi ini lebih banyak

diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada masa kini.

Dalam konteks masyarakat yang multikultur seperti ini, keberadaan

keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati

keberadaannya. Keragaman budaya harus dapat meminimalkan perbedaan

budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia.

Jika kita merujuk kepada konvensi UNESCO 2005 (Convention on The

Protection and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions) tentang

keragaman budaya atau “cultural diversity”, maka cultural diversity ini dapat

diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam

kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya.

Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi

kebudayaan latar belakangnya, tetapi juga variasi cara dalam penciptaan

artistik, produksi, diseminasi, distribusi dan penghayatannya, apa pun makna

dan teknologi yang digunakannya. Bahkan, Unesco dalam dokumen konvensi

3

Page 4: Angklung Hasil Budaya Indonesia

UNESCO 2005 mengistilahkan hal ini sebagai “ekpresi budaya” (cultural

expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada

makna simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang

melatarbelakanginya.

Wujud kebudayaan Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa

kategori. Kategori tersebut terdiri atas seni arsitektur rumah adat, pakaian

adat, tarian, musik, alat musik, lagu, ornamen hias, patung, teater, bahasa

dan sastra, makanan, upacara atau prosesi adat, tata sosial masyarakat,

serta ilmu-ilmu terapan yang berkembang pada masyarakat tradisional.

Di antara beragamnya wujud kebudayaan Indonesia tersebut, terdapat

tiga jenis wujud kebudayaan dalam bentuk musik dan alat musik yang mampu

mewakili Indonesia di kancah pergaulan internasional. Ketiga aspek wujud

kebudayaan tersebut adalah angklung dan musik angklung, musik keroncong,

dan musik dangdut.

4

Page 5: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Bagian Pertama: ANGKLUNG

5

Page 6: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Mengenal Lebih Dekat Alat Musik Angklung

Hampir tak ada seorang pun warga Indonesia yang tidak mengenal

angklung. Bahkan, sebagian masyarakat dunia mengenal dengan baik alat

musik khas Indonesia ini. Terutama setelah beberapa duta kesenian kita

memperkenalkan alat musik dan permainan musik angklung ini pada berbagai

kesempatan di mancanegara. Tidak sedikit warga asing yang turut

mempelajari dan memahami alat musik angklung serta cara memainkannya.

Apa dan bagaimana sebenarnya alat musik angklung ini?

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara

tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa

bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara

digoyangkan sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar. Alat musik

angklung ini mungkin satu-satunya alat musik melodius yang dimainkan

dengan cara digoyang. Cobalah perhatikan gambar alat musik ini dengan

cermat.

Gambar 1. Bagian-bagian angklung

Jika kita amati gambar 1 di atas, ternyata seluruh badan angklung

terbuat dari bambu, kecuali sedikit tali pengikatnya yang terbuat dari rotan.

Sebuah angklung dapat mengeluarkan suara “klung klung” yang merdu ketika

digoyang. Bunyi ini muncul karena tabung resonator besar dan tabung

6

Page 7: Angklung Hasil Budaya Indonesia

resonator kecil berbeturan dengan tabung dasar. Untuk memainkan angklung,

orang dapat memegang rangka angklung dengan tangan kiri agar angklung

tergantung bebas sementara tangan yang lain memegang tabung dasar dekat

resonator besar.

Untuk membunyikan angklung, secara umum ada tiga cara sebagai

berikut.

Digetarkan panjang selama ketukan nada (dalam istilah permainan

angklung Sunda disebut kurulung).

Dihentakkan sekali untuk satu ketukan nada (dihentakkan atau centok).

Digetarkan sambil menutup salah satu tabung resonator (tengkep).

Sebuah angklung terdiri beberapa tabung bambu (tergantung

fungsinya) yang berbeda ketinggian dan diameternya untuk mencapai

harmoni nada yang diinginkan.

Bentuk angklung tentu saja bermacam-macam ukurannya, tergantung

dari tinggi rendahnya nada yang dihasilkan. Makin rendah nada yang

dihasilkan, maka bentuk angklung akan kian besar. Sebaliknya, kian tinggi

nada angklung yang dihasilkan, maka makin kecil ukuran angklung yang

dibuat. Jumlah tabung resonator pada angklung dapat bervariasi antara 2

tabung, 3 tabung, atau 4 tabung resonator.

Gambar 2 Bentuk angklung yang dikenal saat ini. Gambar di atas memperlihatkan bentuk angklung dengan dua tabung suara, tiga tabung suara, dan empat tabung suara. (Sumber:

http://www.datasunda.org/).

7

Page 8: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Berdasarkan jenisnya, terdapat angklung melodi dan angklung akor.

Sebuah angklung melodi biasanya terdiri dari dua tabung yang menghasilkan

nada terpaut satu oktaf, sementara angklung pengiring (accompagnement)

terdiri dari tiga atau bahkan empat tabung tergantung accord yang dimainkan.

Tabung-tabung tersebut kemudian diikatkan pada rangka batang bambu

untuk membentuk alat musik angklung yang lengkap. Meskipun demikian,

terdapat juga angklung melodi yang menggunakan tiga tabung resonator.

Sedangkan angklung akor dapat terdiri atas tiga tabung resonator atau empat

tabung resonator, tergantung dari jenis akor yang dihasilkan.

Gambar 3. Jenis alat musik angklung berdasarkan fungsinya dalam permainan musik. (Sumber gambar: http://www.kolintang.co.id/angklung/)

Nada yang dihasilkan oleh masing-masing tabung resonator biasanya

berbeda satu oktaf. Misalnya, pada angklung bernada c dengan dua tabung

resonator akan terdapat satu tabung nada c pada oktaf kecil dan satu tabung

nada c pada oktaf strip satu, atau satu oktaf lebih tinggi. Sedangkan pada

angklung melodi dengan tiga tabung resonator akan terdapat dua tabung

resonator bernada yang sama ditambah satu tabung resonator yang bernada

satu oktaf lebih tinggi.

8

Page 9: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Pada angklung akor, jumlah tabung

yang digunakan sangat bergantung kepada

jenis akornya. Pada akor trinada, akan

terdapat tiga tabung resonator. Sedangkan

angklung dengan empat tabung reonator

digunakan untuk akor-akor empat nada pula,

seperti akor-akor dominant seventh, akor

minor seventh, akor major seventh, dan

lainnya.

Meskipun demikian, pada angklung

yang dibuat dalam skala nada pentatonis

Salendro dan Pelog, tidak dikenal jenis

angklung akor seperti yang terdapat pada

angklung diatonis. Nada-nada yang disusun

pada angklung pentatonis salendro dan pelog

merupakan nada-nada pokok dengan nada

yang satu oktaf lebih tinggi. Oleh karena itu, pada angklung bertangga nada

pentatonis Salendro dan Pelog tidak terdapat bentuk angklung dengan tabung

resonator lebih dari tiga buah.

Sebuah angklung hanya menghasilkan satu nada, jadi untuk

memainkan sebuah lagu dibutuhkan beberapa set angklung yang dimainkan

oleh banyak orang. Kurang lebih seperti kelompok paduan suara dalam

membawakan sebuah lagu.

Asal-usul Angklung

Kapankah angklung mulai digunakan oleh masyarakat penggunanya?

Tidak ada catatan atau petunjuk yang dapat dijadikan pegangan kapan alat

musik angklung ini digunakan untuk pertama kalinya. Para ahli menduga

bahwa alat musik angklung telah digunakan oleh masyarakat pra-Hindu di

Jawa Barat.

9

Gambar 4. Dua macam angklung melodi. (Sumber gambar:

http://www.kolintang.co.id/angklung/)

Page 10: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Sejak November 2010, angklung terdaftar sebagai Karya Agung

Warisan Budaya Lisan Nonbendawi Manusia di UNESCO. Pengakuan ini

mengokohkan posisi angklung sebagai salah satu hasil budaya bangsa

Indonesia yang telah berkembang sejak masa lalu.

Memang benar, tidak ada petunjuk pasti yang mengatakan sejak kapan

alat musik angklung digunakan oleh masyarakat Nusantara. Akan tetapi,

diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang

berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern,

sehingga angklung dapat dikatakan merupakan bagian dari relik pra-

Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara. Menurut perkiraan Dr. Groneman,

sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia, angklung sudah

merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De

Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi,

jilid XIX, hal. 4).

Sebagai alat musik pra Hindu, Angklung tidak digambarkan pada candi

Borobudur dan Prambanan, sebagaimana halnya alat musik bambu lainnya

yang sudah  berkembang sebelum zaman zaman Hindu di Indonesia,

misalnya alat musik bambu berdawai. Kekawin Arjunawiwaha yang

diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya menyebut jenis alat musik

Sundari (semacam alat musik aerofon yang di Jawa Barat dikenal dengan

sebutan Sondari dan di Bali disebut Sundaren).

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan

Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu,

seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang

agraris dengan sumber kehidupan dari padi (Bhs. Sunda: pare) sebagai

makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri

Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (Bhs. Sunda: hirup-

hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat

Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali

penanaman padi.

10

Page 11: Angklung Hasil Budaya Indonesia

Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian

(tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan

lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci,

serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang

malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya.

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai

dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang

dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang

kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam

permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari)

yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan-aturan tertentu sesuai

dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke

lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan,

mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut

ngaseuk. Tradisi penanaman padi seperti ini didasari oleh kepatuhan

masyarakat Sunda masa lalu terhadap ajaran agama leluhurnya, yakni agama

Sunda Wiwitan yang bersumber dari ajaran Galunggung.

Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan

permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan

dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya

Arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan

Rengkong, Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke

seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Hal ini didasari oleh

hubungan budaya kerajaan Sunda dengan kerajaan-kerajaan lain yang ada di

Nusantara, jauh sebelum berdirinya kerajaan Majapahit.

Jenis Angklung di Jawa Barat dan Sekitarnya

Dalam penyebarannya di Jawa Barat dan sekitarnya, angklung memiliki

perkembangan masing-masing sesuai dengan kondisi daerahnya. Meskipun

11

Page 12: Angklung Hasil Budaya Indonesia

demikian, fungsi utama alat musik angklung ini tetap sama. Beberapa jenis

angklung yang hidup di Jawa Barat dan sekitarnya adalah sebagai berikut.

1. Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy)

digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan

semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau

dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh

angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas

(dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada

yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski

demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai

aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare

(mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah

itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan,

dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup

angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung,

yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan

tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di

pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain:

Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan,

Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula,

Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak

Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo,

Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang,

Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak

delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi

berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang

lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah

baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini

berbeda dengan masyarakat Baduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat

12

Page 13: Angklung Hasil Budaya Indonesia

dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan

hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata

dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung,

ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel

yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama

bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk.

Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-

kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di

Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit,

tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug,

tanpa talingtit dan ketuk.

Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan

(Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo,

Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa

membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang

mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Orang Kaluaran

membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

2. Angklung Dogdog Lojor

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer

Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar

Gunung Halimun (berbatasan dengan Jakarta, Bogor, dan Lebak).

Meskipun kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu

instrumen yang ada di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung

karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen

seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di

pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman

kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk

gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan

karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat

13

Page 14: Angklung Hasil Budaya Indonesia

lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan

prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak).

Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka

akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi

bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi

kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami

perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak,

perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan

dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah

angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang

terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok.

Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah

enam orang.

Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung,

Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-

aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung

cenderung tetap.

3. Angklung Gubrag

Pada zaman dahulu, Kampung Cipining, Bogor, diancam oleh bencana

kelaparan akibat tanaman padi di ladang-ladang yang tidak tumbuh

dengan baik. Penduduk meyakini bahwa musibah tersebut terjadi akibat

kemarahan Dewi Sri yang sedang murung karena kurang mendapat

hiburan, atau sedang murka kepada penduduk. Penduduk yang juga

meyakini bahwa Dewi Sri bersemayam di angkasa kemudian melakukan

berbagai usaha untuk mengundang kembali Dewi Sri untuk turun ke bumi

dan memberikan berkahnya bagi kesuburan tanaman padi penduduk.

Beberapa usaha dilakukan, di antaranya adalah menyediakan sedekah

sesajian, mengadakan acara-acara kesenian seperti pertunjukan seruling,

pertunjukan karinding, dan lain-lain.

Namun usaha-usaha tersebut tidak membawa hasil. Dewi Sri tetap tidak

berkenan turun ke bumi, dan tanaman padi penduduk tetap tidak tumbuh

14

Page 15: Angklung Hasil Budaya Indonesia

dengan baik. Akhirnya, tampillah kemudian seorang pemuda yang

bernama Mukhtar. Ia mengajak kawan-kawannya pergi ke Gunung

Cirangsad untuk menebang pohon bambu surat. Bambu tersebut

kemudian dikeringkan dan sambil melakukan mati geni selama empat

puluh hari, Mukhtar mengolah bambu-bambu tersebut menjadi waditra

Angklung. Angklung tersebut lalu disempurnakan dengan ditambahkan

dua buah dog-dog lojor. Ia kemudin mengajarkan permainan Angklung

kepada penduduk dan mengatur suatu upacara bagi Dewi Sri, dengan

mempergunakan kesenian Angklung sebagai media. Ternyata setelah

upacara tersebut, tanaman padi penduduk tumbuh dengan baik, subur,

dan butir-butirnya pun begitu bernas.

Hal itu diyakini sebagai pertanda bahwa Dewi Sri telah menerima upacara

tersebut, dan berkenan turun ke bumi memberikan berkah kesuburannya.

Karena Angklung tersebut ternyata mampu memikat Dewi Sri untuk turun

dari langit (dalam bahasa Sunda Ngagubrag), Angklung tersebut kemudian

dinamakan Angklung Gubrag. Angklung Gubrag dimainkan pada upacara

seren taun, yaitu upacara besar-besaran pada akhir tahun panen. Selain

itu, Angklung Gubrag juga dimainkan pada upacara-upacara hajatan

keluarga, perhelatan hari raya, hari-hari besar nasional, dan acara-acara

lain yang menyangkut dan melibatkan orang banyak.

4. Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan

angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa

Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan

untuk kepentingan dakwah Islam. Diduga angklung badeng telah

digunakan masyarakat sejak masa sebelum Islam untuk acara-acara yang

berhubungan dengan ritual penanaman padi.

Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam

menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu

penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan

Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan

15

Page 16: Angklung Hasil Budaya Indonesia

agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya

adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel,

1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung

anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek.

Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa

Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa

Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta

menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-

lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan

senjata tajam.

Lagu-lagu badeng di antaranya: Lailahailelloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike,

Lilimbungan, dan Solaloh.

5. Angklung Bungko

Angklung Bungko terdapat di Desa Bungko yang terletak di perbatasan

antara Cirebon dan Indramayu. Angklung Bungko yang pertama dibuat

diyakini telah berusia lebih dari 600 tahun. Walaupun begitu, instrumen

Angklung Bungko pertama masih ada, tersimpan dengan baik, walaupun

sudah tidak bernada lagi. Angklung Bungko pertama ini selalu disertakan

dalam setiap pergelaran kesenian Angklung Bungko sebagai simbol

resminya pergelaran tersebut. Angklung Bungko dilestarikan oleh seorang

tokoh masyrakat bernama Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, setelah

dipergunakan sebagai kesenian yang mengiringi penduduk Desa Bungko

berperang melawan serangan bajak laut. Oleh Ki Gede Bungko, Angklung

Bungko kemudian dipergunakan sebagai kesenian yang mendukung

penyebaran agama Islam.

6. Angklung Buncis

Angklung Buncis dibuat pertama kali oleh Pak Bonce pada tahun 1795 di

Kampung Cipurut, Desa Baros, Arjasari, Bandung. Diceritakan, Pak Bonce

yang sehari-hari bekerja sebagai pembubu ikan di sungai, suatu saat

16

Page 17: Angklung Hasil Budaya Indonesia

mendapati sungai tempat ia menyimpan bubu meluap dilanda banjir. Banjir

tersebut menghanyutkan beberapa batang bambu yang kemudian ia bawa

pulang dan disimpan di atas tungku. Setelah kering, bambu-bambu

tersebut dipukul-pukul dan ternyata menghasilkan bunyi yang bagus dan

nyaring. Bambu-bambu tersebut kemudian diolah dan dibuat alat musik

Angklung. Angklung tersebut lalu dinamakan Angklung Buncis. Pak Bonce

membuat tujuh set Angklung Buncis yang kemudian dijual kepada Aki

Dartiam. Oleh Aki Dartiam, Angklung-angklung tersebut lalu

dikombinasikan dengan dog-dog dan terompet.

Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang

berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan

sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya

pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau

kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya

fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis

berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat

penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-

rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis,

dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang

langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian

buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa

padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal

di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut

terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung

indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1

angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit,

panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah

dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro

dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis

17

Page 18: Angklung Hasil Budaya Indonesia

di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-

ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula

lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain

angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

7. Angklung Padaeng

Angklung padaeng adalah penamaan bagi bentuk angklung yang

dimodernisasi oleh Daeng Soetigna, seorang guru dari Kuningan, Jawa

Barat. Jenis angklung ini tidak lagi menggunakan tangga nada pentatonis

salendro dan pelog, tetapi menggunakan tangga nada diatonis barat. Alat

musik angklung tradisional yang sederhana dan dalam jumlah terbatas

telah diubah menjadi alat musik yang kompleks dengan jumlah yang

banyak. Tangga nada yang dimainkan pun dapat mencapai wilayah yang

lebih luas. Penggunaan skala nada yang luas ini memungkinkan alat

musik ini menjangkau repertoar-repertoar lagu populer, tidak saja yang

terdapat dalam khasanah musik nasional, tetapi juga musik Barat lainnya.

Daeng Soetigna, seorang guru Hollandsch Inlandsche School (HIS) di

Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dinilai telah berhasil dengan baik

menempatkan kembali kedudukan angklung di tengah-tengah masyarakat

dengan melakukan modernisasi alat musik Angklung.

Sesuai dengan teori musik, angklung padaeng secara khusus dibuat

menjadi dua jenis besar yakni:

Angklung melodi, adalah angklung yang secara fisik terdiri atas dua

tabung suara dengan beda nada 1 oktaf. Pada satu unit angklung,

umumnya ada:

o Angklung melodi kecil, terdiri atas 31 angklung.

o Angklung melodi besar, atau disebut juga bass-party, terdiri atas

11 angklung.

Angklung akompanimen (accompagnement), adalah angklung yang

digunakan sebagai pengiring untuk memainkan nada-nada harmoni.

Tabung suaranya ada 3 atau 4, sesuai dengan Akord diatonis. Suatu

unit angklung standar biasanya memiliki:

18

Page 19: Angklung Hasil Budaya Indonesia

o Angklung akompanimen mayor sekaligus akord dominan septim,

terdiri atas 12 buah angklung

o Angklung akompanimen minor, terdiri atas 12 buah angklung

Pak Daeng menggunakan angklung ciptaannya untuk melatih anak-anak

pandu (pramuka jaman dulu). Tidak heran kalau lagu-lagu yang dimainkan

mereka saat itu umumnya lagu-lagu wajib nasional. Beberapa peninggalan

aransemen asli Daeng Soetigna di antaranya "Satu Nusa Satu Bangsa",

"Ibu Kita Kartini", atau "Wajib Belajar".

Selain jenis-jenis Angklung tersebut, masih banyak lagi jenis-jenis

Angklung lain yang tersebar di hampir seluruh pelosok daerah Jawa Barat.

Tercatat ada Angklung Jinjing yang kerap dimainkan dalam acara-acara

hiburan, ada kesenian Angklung tanpa vokal di daerah Kanekes, kesenian

Angklung dengan lirik berupa susualan di daerah Panamping, kesenian

Angklung Sered di daerah Tasikmalaya yang berupa perlombaan memainkan

waditra Angklung bagi anak-anak, dan lain-lain.

Salah satu usaha pelestarian dan pengembangan kesenian Angklung

tradisional telah dilakukan oleh Udjo Ngalagena melalui program pelatihan

kesenian Angklung tradisional di sanggar seni Saung Angklungnya, di mana

tiap-tiap peserta pelatihan diharuskan mempelajari dan menguasai dulu

Angklung tradisional sebelum melangkah ke pelatihan Angklung modern atau

kesenian Sunda lainnya yang telah dimodifikasi.

19