Anti Virus

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebaga target kemoterapi anti virus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel hospes. Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah :adsorpsi virus ke sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transkripsi tahap akhir, assembly virus da penglepasan virus. HIV juga mengalami tahapn-tahapan diatas dengan bebrapa modifikasi yaitu pada transkripsi awal (tahap 4) yang digati dengan reverse transcription ; translasi awal (tahap 5) diganti dengan integrasi ; dan tahap akhir (assembly dan peglepasan) terjadi bersamaan sebagai proses budding dan diikuti dengan maturasi virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi. Selain daripada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses-proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua proses ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target kemoterapi antivirus

BAB II ISI

A. DEFINISI Virus adalah parasit intraseluler obligat dan ukurannya 20-200 nm, bentuk dan komposisi kimianya bervariasi, tetapi hanya mengandung RNA or DNA. Partikelnya secara utuh disebut VIRION yang terdiri dari Capsid yang dapat terbungkus oleh sebuah Glycoprotein/membrane lipid. Virus resisten terhadap antibiotics Virus merupakan Partikel yang bersifat parasit obligat pada sel/makhluk hidup Aseluler (bukan merupakan sel) Berukuran sangat renik Di dalam sel inang virus menunjukkan ciri makhluk hidup, sedangkan di luar sel menunjukkan ciri bukan makhluk hidup. Bentuk virus berbeda beda ada yang bula, batang, polihidris dan seperti huruf T.

B. STRUKTUR DAN ANATOMI VIRUS Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop cahaya.

Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA. Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom virus dapat berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar. Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung. Protein yang menjadi lapisan pelindung tersebut disebut kapsid. Bergantung pada tipe virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat (sferik), heliks, polihedral, atau bentuk yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus. Kapsid terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut kapsomer. Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi. Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik

dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel. Seperti yang telah dijelaskan pada virus campak, beberapa jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang. Virus pada hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid. Selubung ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung protein dan glikoprotein yang berasal dari virus. Selain protein selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim di dalam kapsidnya. Ada pula beberapa jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein yang melekat pada kepala kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri. Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.

C. PARASITISME VIRUS Jika bakteriofag menginfeksikan genomnya ke dalam sel inang, maka virus hewan diselubungi oleh endositosis atau, jika terbungkus membran, menyatu dengan plasmalema inang dan melepaskan inti nukleoproteinnya ke dalam sel. Beberapa virus (misalnya virus polio), mempunyai tempat-tempat reseptor yang khas pada sel inangnya, yang memungkinkannya masuk. Setelah di dalam, biasanya genom tersebut mula-mula ditrskripsi oleh enzim inang tetapi kemudian biasanya enzim yang tersandi oleh virus akan mengambil alih. Sintesis sel inang biasanya berhenti, genom virus bereplikasi dan kapsomer disintesis sebelum menjadi virion dewasa. Virus biasanya mengkode suatu enzim yang diproduksi terakhir, merobek plasma membran inang (tahap lisis) dan melepaskan keturunan infektif; atau dapat pula genom virus terintegrasi ke dalam kromsom inang dan bereplikasi bersamanya (provirus). Banyak genom eukariota

mempunyai komponen provirus. Kadang-kadang hal ini mengakibatkan transformasi neoplastik sel melalui sintesis protein biasanya hanya diproduksi selama penggandaan virus. Virus tumor DNA mencakup adenovirus dan papavavirus; virus tumor DNA terbungkus dan mencakup beberapa retrovirus (contohnya virus sarkoma rous).

D. REPRODUKSI VIRUS Reproduksi virus secara umum terbagi menjadi 2 yaitu siklus litik dan siklus lisogenik. 1. SIKLUS LITIK

Siklus litik dari bakteriofage (dimulai dari kanan bawah ke kiri): 1. Adsorbsi & penetrasi 2. Pengabungan DNA virus dengan DNA sel 3. Replikasi DNA virus 4. Pembentukan kapsid 5. Pembentukan tubuh dan ekor bakteriofage 6. Lisis Siklus litik dalam virologi merupakan salah satu siklus reproduksi virus selain siklus lisogenik. Siklus litik dianggap sebagai cara reproduksi virus yang utama karena menyangkut penghancuran sel inangnya. Siklus litik, secara umum mempunyai 3 tahap yaitu adsorbsi & penetrasi, replikasi (biosintesis) dan lisis. Setiap siklus litik dalam prosesnya membutuhkan waktu dari 10-60 menit.

Tahapan siklus: Adsorbsi & penetrasi Tahap adsorbsi yaitu penempelan virus pada inang. Virus mempunyai reseptor protein untuk menempel pada inang spesifik. Setelah menempel, virus kemudian akan melubangi membran dari sel inang dengan enzim lisozim. Setelah berlubang, virus akan menyuntikkan DNA virusnya kedalam sitoplasma sel inang. Replikasi (Biosintesis) Setelah disuntikkan kedalam sel inang, DNA dari virus akan menonaktifkan DNA sel inangnya dan kemudian mengambil alih kerja sel inang, lalu menggunakan sel tersebut untuk memperoleh energi dalam bentuk ATP untuk melanjutkan proses reproduksinya. DNA dari virus, akan menjadikan sel inang sebuah tempat pembentukan virus baru, kemudian DNA akan mengarahkan virus untuk menghasilkan protein dan mereplikasi DNA virus untuk dimasukkan ke dalam virus baru yang sedang dibuat. Molekul-molekul protein (DNA) yang telah terbentuk kemudian diselubungi oleh kapsid, kapsid dibuat dari protein sel inang dan berfungsi untuk memberi bentuk tubuh virus. Lisis Tahap lisis terjadi ketika virus-virus yang dibuat dalam sel telah matang. Ratusan virus-virus kemudian akan berkumpul pada membran sel dan menyuntikkan enzim lisosom yang menghancurkan membran sel dan menyediakan jalan keluar untuk virus-virus baru. Sel yang membrannya hancur itu akhirnya akan mati dan virus-virus yang bebas akan menginvasi sel-sel lain dan siklus akan berulang kembali. 2. SIKLUS LISOGENIK Siklus lisogenik dalam virologi merupakan siklus reproduksi virus selain siklus litik. Tahapan dari siklus ini hampir sama dengan siklus litik, perbedaannya yaitu sel inangnya tidak hancur tetapi disisipi oleh asam

nukleat dari virus. Tahap penyisipan tersebut kemudian membentuk provirus. Siklus lisogenik secara umum mempunyai tiga tahap, yaitu adsorpsi dan penetrasi, penyisipan gen virus dan pembelahan sel inang. Tahap siklus: Adsorpsi dan penetrasi Virus menempel pada permukaan sel inang dengan reseptor protein yang spesifik lalu menghancurkan membran sel dengan enzim lisozim, virus melakukan penetrasi pada sel inang dengan menyuntikkan materi genetik yang terdapat pada asam nukleatnya kedalam sel. Penyisipan gen virus Asam nukleat dari virus yang telah menembus sitoplasma sel inang kemudian akan menyisip kedalam asam nukleat sel inang, tahap penyisipan bakteriofage tersebut disebut kemudian profage). akan membentuk terjadi provirus pembelahan (pada sel,

Sebelum

kromosom dan provirus akan bereplikasi. Pembelahan sel inang Sel inang yang telah disisipi kemudian melakukan pembelahan, provirus yang telah bereplikasi akan diberikan kepada sel anakan dan siklus inipun akan kembali berulang sehingga sel yang memiliki profage menjadi sangat banyak. Hubungan dengan siklus litik Provirus yang baru dapat memasuki keadaan Litik dalam kondisi lingkungan yang tepat tetapi kemungkinannya sangat kecil. Kemungkinan akan bertambah besar apabila diberi agen penginduksi. E. KLASIFIKASI VIRUS Virus dapat diklasifikasi menurut kandungan jenis asam nukleatnya. Pada virus RNA, dapat berunting tunggal (umpamanya pikornavirus yang menyebabkan polio dan influenza) atau berunting ganda (misalnya revirus penyebab diare); demikian pula virus DNA (misalnya berunting tunggal

oada fase 174 dan parvorirus berunting ganda pada adenovirus, herpesvirus dan pokvirus). Virus RNA terdiri atas tiga jenis utama: virus RNA berunting positif (+), yang genomnya bertindak sebagai mRNA dalam sel inang dan bertindak sebagai cetakan untuk intermediat RNA unting minus (-); virus RNA berunting negatif (-) yang tidak dapat secara langsung bertindak sebagai mRNA, tetapi sebagai cetakan untuk sintesis mRNA melalui virion transkriptase; dan retrovirus, yang berunting + dan dapat bertindak sebagai mRNA, tetapi pada waktu infeksi segera bertindak sebagai cetakan sintesis DNA berunting ganda (segera berintegrasi ke dalam kromosom inang ) melalui suatu transkriptase balik yang terkandung atau tersandi. Setiap virus imunodefisiensi manusia (HIV) merupakan bagian dari subkelompok lentivirus dari kelompok retrovirus RNA. Virus ini merupakan penyebab AIDS pada manusia, menginfeksi setiap sel yang mengekspresikan tanda permukaan sel CD4, seperti pembentuk T-sel yang matang. Tingkat klasifikasi virus: ordo famili subfamili genus species strain/tipe

Untuk saat ini, klasifikasi virus yang penting hanya dari tingkat famili ke bawah. Semua famili virus memiliki akhiran viridae , misalnya

Poxviridae Herpesviridae Parvoviridae Retroviridae

Anggota-anggota famili Picornaviridae umumnya ditularkan melalui jalur faecal/oral dan melalui udara. Genus memiliki nama dengan akhiran virus . Misalnya, famili Picornaviridae terdiri dari 5 genus:

Genus Enterovirus misalnya poliovirus 1, 2, 3 Genus Cardiovirus misalnya mengovirus Genus Rhinovirus misalnya Rhinovirus 1a Genus Apthovirus misalnya FMDV-C Genus Hepatovirus misalnya virus Hepatitits A

Definisi `spesies merupakan hal yang paling penting, namun sulit dilakukan untuk virus. Penentuan spesies virus mengandung unsur subyektif. Sebagai contoh, genus Lentivirus terdiri dari banyak spesies yang berbeda, termasuk:

HIV-1, Human Immunodeficiency Virus 1 HIV-2, Human Immunodeficiency Virus 2 SIV, Simian Immunodeficiency Virus FIV, Feline Immunodeficiency Virus BIV, Bovine Immunodeficiency Virus Visna (domba) EIAV (kuda) CAEV (kambing)

Dasar-dasar klasifikasi secara taksonomi. Ciri khas seperti morfologi (ukuran, bentuk, ada tidaknya selubung), sifat-sifat fisika-kimia (berat molekul, densitas, pH, stabilitas terhadap temperatur dan konsentrasi ion), genom (RNA, DNA, urutan materi genetik yang tersegmentasi ( segmented sequence ), pemetaan posisi restriksi ( restriction map ), modifikasi, dsb.), makromolekul (komposisi dan fungsi protein), sifat-sifat antigenik, sifat-sifat biologis (organisme apa saja yang menjadi inangnya, cara penularan, cara perpindahan, dsb.), semuanya dipertimbangkan dalam menentukan klasifikasi virus.

F. CONTOH CONTOH VIRUS 1. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Termasuk salah satu retrovirus yang secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan yang mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim transkriptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai ganda kopian ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN inang mengikuti replikasi ADN inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN virus ikut mengalami replikasi. 2. Virus herpes

Virus herpes merupakan virus ADN dengan rantai ganda yang kemudian disalin menjadi mARN.

3.

Virus influenza

Siklus replikasi virus influenza hampir sama dengan siklus replikasi virus herpes. Hanya saja, pada virus influenza materi genetiknya berupa rantai tunggal ARN yang kemudian mengalami replikasi menjadi mARN. 4. Paramyxovirus

Paramyxovirus adalah semacam virus ARN yang selanjutnya mengalami replikasi menjadi mARN. Paramyxovirus merupakan penyebab penyakit campak PENGGOLONGAN OBAT ANTIVIRUS Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus.

Klasifikasi penggolongan obatantvirus adalah :

1. Antinonretovirus - Antivirus untuk herpers - Antivirus untuk influenza - Antivirus untuk HBV dan HCV 2. Antiretrovirus - Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI) - Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI) - NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor) - Protease inhibitor (PI) - Viral entry inhibitor. Golongan obat anti nonretrovirus 1. Antivirus untuk herpes Virus hervers dihubungkan dengan spektrum luas penyakitpenyakit, yaitu bisul dingin, essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru lahir selama persalinan. Obatobat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA. A. Asiklovir Asiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus hervers. Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok monofofat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang

premature. Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu. Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase. Mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir

dimetabolisme oleh enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet asiklovir(dan obat obat seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus. Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV. Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari. Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topikal. Efektivitas pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh tubuh,termaksuk cairan serebrospinal.asiklovir

sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak aktif.Ekskresi

kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular. Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena. B. Gansiklovir Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus hidroksimetil padaposisi 3 rantai samping

asikliknya.metabolisme dan mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gansiklovir terdapat karbon 3 dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer dengan template jadi gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asklovir. Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi sitomegalovirus.gansiklovirmonofospat

merupakan sitrat fospotranverase yang lebih baik dibandingkan dengan asiklovir. Aktu paruh eliminasi gangsiklovir ktrifospat sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam.perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus. Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah satu dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena mutasi pada keduanya( Gen

UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap sidofovir atau foskarnet. Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised ( misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan. Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg gnsiklovir sebagai terapi local CMV retinitis. Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas

gansiklovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat mengurangi klirens renal gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF, filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gansiklovir. C. Famsiklovir Suatu analog asiklik dari 2 deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme menjadi siklovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan gansiklovir tetapi wakyu ini disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral. Efek samping termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan menujukan peningkatan terjadinya

adenokarsinoma mamae dan toksisitas testicular.

D. Foskarnet Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat,

suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gansiklovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai. Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli

dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi tubular masuk urine. Efek samping termasuk nefrotoksisitas,anemia,mual dan demam. Karena kelasi dengan juga dan kation terjadi aretmia divalent, selain juga itu

hipokalsemia,hipomagnesemia

hipokalemia,hipofospatemia,kejang, dilaporkan. E. Trifluridin

pernah

Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu, idoksuridin, pada pengobatan topical keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya.

2. Antivirus untuk Influenza Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV).

A. Amantadin dan Rimantadin Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.

a. Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi. b. Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua obat. c. Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ). d. Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal. e. Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin 10 ml/menit. f. Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin

menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi

sawar otak darah. Efek neurotoksik amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat

antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lamjut.

B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir ) Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion. a. Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan

menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang. b. Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga

disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada

penglepasan virus pada sel yang terinfeksi. c. Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B. d. Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari (2 x 5 mg, setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari (2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.

e. Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.

C. Ribavirin Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA. a. Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein. b. Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium

menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya. c. Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa, Junin,dll ). d. Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi dengan interferon-/ pegylated interferon untuk terapi infeksi hepatitis C. e. Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine. f. Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).

g. Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.

3. Antivirus untuk HBV dan HCV A. Lamivudin Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi

hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants). Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr