29
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20- 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun. Insiden lelaki lebih tinggi. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa. Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Penyebab dan patofisiologi apendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis akut. Apendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan melakukan anamnesis dengan tanda khasnya,

apendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

apendisitis infiltrat

Citation preview

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun. Insiden lelaki lebih tinggi. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa. Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut.Penyebab dan patofisiologi apendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis akut. Apendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan melakukan anamnesis dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang.

1.2 Anatomi ApendiksApendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Sekitar 65% apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan ini menyebabkan apendiks dapat bergerak sesuai dengan panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren . (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Gambar 1 : Apendiks pada saluran pencernaan

Gambar 2 : anatomi apendiks

1.3 Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.4 Definisi Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.Apendisitis infiltrat merupakan salah satu komplikasi dari apendisitis akut berupa infiltrat atau masa yang terbentuk akibat mikroperforasi dari apendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Massa apendiks lebih sering dijumpai pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubug telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

1.5 EpidemiologiInsiden apendisitis akut dinegara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun. Insiden lelaki lebih tinggi. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.6 KlasifikasiI. Apendisitis akut 1) Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa. 2) Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. 3) Appendicitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

4) Appendicitis Perforasi Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.II. Apendisitis Kronik Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

1.7 Etiologi Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi, iskemi, infeksi dan faktor herediter. Obstruksi seringkali menjadi pertanda penting dalam patogenesis apendisitis. Akan tetapi obstruksi hanya ditemukan dalam 30-40% kasus. Apendisitis akut juga merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan sumbatan adalah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti Entamoeba histolytica. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

1.8 Patologi dan PatofisiologiAppendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma (Mansjoer dkk., 2000). Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi iga menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml (Schwartz, 2000). Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi memperberat pembengkakan apendiks (edema). Trombosis pada pembuluh darah intramural (dinding apendiks) menyebabkan iskemik. Pada saat ini, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium (Mansjoer dkk., 2000). Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Mansjoer dkk., 2000). Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforata (Mansjoer dkk., 2000). Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Mansjoer dkk., 2000). Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh yang membatasi proses radang melalui penutupan apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa. Akibatnya, terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforata. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang, dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Pada anak-anak, perforata mudah terjadi karena omentum lebih pendek, apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis, dan daya tahan tubuh yang masih kurang. Pada orang tua, perforata mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer dkk., 2000). Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi membentuk jaringan parut dan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitar. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.9 Gambaran KlinisApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforata. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk . (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal . (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforata. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforata. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Manifestasi klinis apendisitis akut : Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneumlokal di titik McBurney nyeri tekan nyeri lepas defans muskuler Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung o nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan.

1.10 DiagnosisDiagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang. Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan demam, mengarahkan diagnosis pada massa atau abses apendikuler. Diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini terjadi karena perempuan, terutama yang masih muda, sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan dapat berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis yang meragukan dilanjutkan dengan observasi penderita di rumah sakit, dengan pengamatan setiap 1-2 jam (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Pemeriksaan fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.11 Diagnosa banding1) Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut. 2) Demam Dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat. 3) Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. 4) Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. 5) Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.6) Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.7) Endometriosis ovarium eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar. 8) Urolitiasis pielum/ ureter kanan Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. 9) Penyakit saluran cerna lainnya Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

Diagnosa banding apendisitis infiltrat yaitu karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendiks. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.12 Penatalaksanaan Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.Apendektomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).Menurut Mansjoer dkk. (2000), penatalaksanaan apendisitis terdiri dari: a. Sebelum operasi 1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin 3. Rehidrasi 4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena 5. Obat obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai 6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi b. Operasi 1. Apendiktomi 2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika 3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan

c. Pasca Operasi 1. Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. 2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah 3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler 4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien dipuasakan 5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. 6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak 7. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit 8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar 9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

1.13 Komplikasi1) Massa PeriapendikulerMassa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforata ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforata diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforata, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).2) Apendisitis perforataAdanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

1.14 PrognosisPrognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya, mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.

BAB IISTATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN Nama: Tn. IrnopendriJenis Kelamin: Laki-lakiUsia : 22 tahunAlamat : Tanah garam

ANAMNESAKeluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari laluRiwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bagian bawah sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya nyeri dirasakan 2 minggu yang lalu dan pasien merasa mual dan muntah beberapa kali. Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu hati dan menetap di kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus. Nyeri perut bertambah saat membungkuk ataupun saat berubah posisi dan berkurang jika berbaring. Pasien juga mengeluh perut kanan bawah terasa bengkak dan padat sejak 2 hari yang lalu. Demam(-), nafsu makan menurun dan tubuh terasa letih. BAB dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalisata Keadaan Umum: SedangKesadaran: Compos mentis cooperatif Tekanan darah: 120/80Nadi : 82 x/menitNafas: 17 x/menitSuhu : 36C

Kepala-LeherKepala: normochepali, bentuk simetris.Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax-pulmo Inspeksi : tidak ada tanda-tanda inflamasi, dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan tertinggal, tidak ada retraksi dinding dada. Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada krepitasi, vocal fremitus normal. Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru. Auskultasi : Suara pernapasan bronchial dan vesikuler, tidak ada wheezing dan ronki.

Thorax-Cardiovascular Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di RIC V linea midclavicularis sinistra. Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung dalam batas normal Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bisingAbdomen Inspeksi : bentuk dinding perut datar, tidak ada sikatrik Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : teraba massa pada perut kanan bawah dengan ukuran 7 cm x 5 cm, nyeri tekan (+) nyeri lepas (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+) Perkusi : timpani dikeempat kuadran abdomenSTATUS LOKALISRegio abdomen Inspeksi : distensi (-)Palpasi : nyeri tekan titik Mc.Burney (+), nyeri lepas (+), teraba massa pada abdomen kanan bawah ukuran 7cm x 5 cm, permukaan rata, konsistensi kenyal, imobile, rovsing sign (+) psoas sign (+) obturator sign (+)Perkusi : timpaniAuskultasi: bising usus (+) normal

LABORATORIUM Hemoglobin : 13,5 g/dl Hematokrit : 40 % Leukosit : 14.000 mm Trombosit : 315.000 mm

DIAGNOSA KERJASuspek appendicitis infiltrat

DIAGNOSA BANDINGCa. CaecumCa. Colon

PEMERIKSAAN PENUNJANG USG

DIAGNOSIS Apendisitis infiltrat

PENATALAKSANAAN : KONSERVATIF Non medika mentosa : Rawat inap Bed rest, posisi fowler Diet makanan lunakMedikamentosa : Metronidazol infus 3x500 mg Inj. Ranitidin 2x1 amp Paracetamol 3x500 mgOperatif (appendiktomi) jika keadaan sudah membaik

DIAGNOSIS POST OPERASI : -

PROGNOSIS

Quo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad fungtionam: dubia ad bonamQuo ad sanationam: dubia ad bonam

BAB III PENUTUPKesimpulanSeorang pasien, laki-laki umur 22 tahun datang ke IGD RSUD Solok dengan keluhan nyeri perut kanan bagian bawah sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya nyeri dirasakan 2 minggu yang lalu dan pasien merasa mual dan muntah beberapa kali. Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu hati dan menetap di kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus. Nyeri perut bertambah saat membungkuk ataupun saat berubah posisi dan berkurang jika berbaring. Pasien juga mengeluh perut kanan bawah terasa bengkak dan padat sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan menurun dan tubuh terasa letih. Pada pemeriksaan Fisik ditemukan : TD:120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, Napas: 17x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala yang mendukung untuk ditegakkannya diagnosis Apendisitis Infiltrat yaitu nyeri tekan epigastrium atau regio umbilikus (+), nyeri tekan Mc.Burney (+) nyeri lepas (+), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+), teraba massa pada abdomen kanan bawah ukuran 7cm x 5 cm, permukaan rata, konsistensi kenyal padat, nyeri tekan.Pada kasus ini pasien telah diberikan terapi non medikamentosa dan medikamentosa sesuai dengan terapi anjuran.

19