8
1 Untuk Diagnosa Lebih Baik Daftar Isi Aplikasi Klinis CRP untuk Deteksi dan Pencegahan Penyakit Kardiovaskular............................... 1 Small,dense LDL pada FCH dan Penyakit Kardiovaskular ........................................ 4 Mikroalbumin pada Hipertensi ...................... 7 [ ISSN 0854-7165 | No. 6/2003 ] LABORATORIUM KLINIK APLIKASI KLINIS CRP UNTUK DETEKSI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR PENDAHULUAN Dalam rangka memperbaiki prediksi risiko kardiovaskular secara menyeluruh, perhatian yang besar telah difokuskan pada C-Reactive Protein (CRP), suatu penanda inflamasi yang telah ditunjukkan dalam studi epidemiologi prospektif multipel, dapat memprediksi kejadian infark miokard, stroke, penyakit arteri perifer dan kematian jantung mendadak. CRP juga dapat memperkirakan risiko iskemia rekuren dan kematian diantara penderita angina yang stabil dan tidak stabil, yang menjalani angioplasti perkutan, dan yang dibawa ke ruang gawat darurat dengan sindrom koroner akut (1). Data klinis yang sangat konsisten ini didukung oleh sejumlah besar bukti laboratorium dan eksperimental, yang menunjukkan bahwa aterotrombosis, selain merupakan penyakit karena akumulasi lipid, juga menunjukkan proses inflamasi kronik (1). Dalam aplikasi klinis, CRP merupakan prediktor kejadian kardiovaskular yang lebih kuat dibandingkan LDL, dan memberi informasi prognostik tambahan pada semua tingkat risiko Framingham dan sindrom metabolik (1). Keuntungan pemeriksaan CRP adalah : otomatisasi, cepat dan reprodusibel. Akan tetapi banyak metode yang mempunyai batas deteksi lebih rendah, yaitu sekitar 5 mg/L, yang membatasi penggunaan mereka dalam memperkirakan risiko PJK, di mana telah dilaporkan adanya perubahan yang signifikan dalam range 0,5-3,5 mg/L (5). Metode dengan sensitivitas tinggi telah dikembangkan untuk mengukur kadar CRP < 0,15 mg/L. Lebih jauh lagi, satu algoritme untuk perkiraan risiko kejadian koroner di masa datang telah diusulkan dengan menggunakan kombinasi kadar CRP dan rasio kolesterol total : HDL. Berdasarkan algoritme ini, risiko individu dapat diperkirakan dari quintile CRP dan lipid yang berasal dari ongoing population-based survey (4). Dengan menggunakan pemeriksaan yang mempunyai sensitivitas tinggi (high sensitivity CRP/hs-CRP), kadar CRP < 1,0, 1,0 3,0 dan > 3,0 mg/L berkaitan dengan kelompok risiko kejadian kardiovaskular di kemudian hari yang rendah, menengah dan tinggi (1). CRP DAN LDL Seperti diindikasikan sebelumnya, algoritme yang diusulkan untuk memperkirakan risiko koroner di masa datang adalah menggunakan quintile CRP dan rasio kolesterol total : HDL. Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa quintile dan tertile CRP mempunyai hubungan yang sama dengan risiko kejadian koroner di masa datang. Hal lain lagi, pada saat dikombinasi dengan CRP, kemampuan LDL untuk memperkirakan penyakit kardiovaskular dapat dibandingkan dengan rasio kolesterol total : HDL. Dengan demikian, untuk interpretasi klinis yang mudah, dapat digunakan cutpoint yang dibuat lebih sederhana berdasarkan tertile populasi US (< 1,0, 1,0 - 3,0, > 3,0 mg/L). Cutpoint ini mempunyai keuntungan mudah untuk diingat, dan pada saat ditambahkan ke dalam cutpoint LDL yaitu < 130, 130 160 dan > 160 mg/dL, dapat digunakan dalam algoritme untuk perkiraan risiko penyakit kardiovaskular dalam pencegahan primer (gambar 1). Cutpoint LDL yang digunakan adalah yang direkomendasikan oleh National Cholesterol Education Program (NCEP) (4).

Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

  • Upload
    kloter1

  • View
    11

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CRP

Citation preview

Page 1: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

1

Untuk Diagnosa Lebih Baik

Daftar Isi

Aplikasi Klinis CRP untuk Deteksi dan PencegahanPenyakit Kardiovaskular............................... 1

Small,dense LDL pada FCH dan PenyakitKardiovaskular ........................................ 4

Mikroalbumin pada Hipertensi ...................... 7

[ ISSN 0854-7165 | No. 6/2003 ]

LABORATORIUMKLINIK

APLIKASI KLINIS CRP UNTUK DETEKSI DANPENCEGAHAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

PENDAHULUANDalam rangkamemperbaiki prediksi risiko kardiovaskularsecaramenyeluruh, perhatian yang besar telah difokuskanpada C-Reactive Protein (CRP), suatu penanda inflamasiyang telahditunjukkandalamstudi epidemiologi prospektifmultipel, dapat memprediksi kejadian infark miokard,stroke, penyakit arteri perifer dan kematian jantungmendadak. CRP juga dapatmemperkirakan risiko iskemiarekuren dan kematian diantara penderita angina yangstabil dan tidak stabil, yang menjalani angioplastiperkutan, dan yangdibawake ruang gawat darurat dengansindrom koroner akut (1).

Data klinis yang sangat konsisten ini didukung olehsejumlah besar bukti laboratorium dan eksperimental,yang menunjukkan bahwa aterotrombosis, selainmerupakan penyakit karena akumulasi lipid, jugamenunjukkan proses inflamasi kronik (1).

Dalam aplikasi klinis, CRPmerupakan prediktor kejadiankardiovaskular yang lebih kuat dibandingkan LDL, danmemberi informasi prognostik tambahan pada semuatingkat risiko Framingham dan sindrom metabolik (1).Keuntungan pemeriksaan CRP adalah : otomatisasi, cepatdan reprodusibel. Akan tetapi banyak metode yangmempunyai batas deteksi lebih rendah, yaitu sekitar 5mg/L, yang membatasi penggunaan mereka dalammemperkirakan risikoPJK,dimana telahdilaporkanadanyaperubahan yang signifikan dalam range 0,5-3,5mg/L (5).

Metode dengan sensitivitas tinggi telah dikembangkanuntuk mengukur kadar CRP < 0,15 mg/L. Lebih jauh lagi,satu algoritme untuk perkiraan risiko kejadian koroner dimasa datang telah diusulkan dengan menggunakan

kombinasi kadar CRP dan rasio kolesterol total : HDL.Berdasarkan algoritme ini, risiko individu dapatdiperkirakan dari quintileCRP dan lipid yang berasal dariongoing population-based survey (4).

Dengan menggunakan pemeriksaan yang mempunyaisensitivitas tinggi (high sensitivity CRP/hs-CRP), kadarCRP < 1,0, 1,0 � 3,0 dan > 3,0 mg/L berkaitan dengankelompok risiko kejadian kardiovaskular di kemudian hariyang rendah, menengah dan tinggi (1).

CRP DAN LDLSeperti diindikasikan sebelumnya, algoritme yangdiusulkan untuk memperkirakan risiko koroner di masadatang adalah menggunakan quintile CRP dan rasiokolesterol total : HDL. Baru-baru ini telah ditunjukkanbahwa quintile dan tertile CRP mempunyai hubunganyang sama dengan risiko kejadian koroner di masadatang. Hal lain lagi, pada saat dikombinasi dengan CRP,kemampuan LDL untuk memperkirakan penyakitkardiovaskular dapat dibandingkan dengan rasiokolesterol total : HDL. Dengan demikian, untukinterpretasi klinis yangmudah, dapat digunakan cutpointyang dibuat lebih sederhana berdasarkan tertile populasiUS (< 1,0, 1,0 - 3,0, > 3,0mg/L). Cutpoint ini mempunyaikeuntungan mudah untuk diingat, dan pada saatditambahkan ke dalam cutpoint LDL yaitu < 130, 130 �160 dan > 160 mg/dL, dapat digunakan dalam algoritmeuntuk perkiraan risiko penyakit kardiovaskular dalampencegahan primer (gambar 1). Cutpoint LDL yangdigunakan adalah yang direkomendasikan oleh NationalCholesterol Education Program (NCEP) (4).

Page 2: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

2

4. Hasil hs-CRP harus dinyatakan hanya dalam mg/L(rekomendasi klas 1, level of evidence C)

Variabilitas hasil hs-CRP

Dari penanda inflamasi yang ada saat ini, hanyapemeriksaan hs-CRP yang secara relatif tidak mahal,otomatisasi, dapat distandarisasi danmempunyai presisiyang dapat diterima.Working groupmerekomendasikanbahwa hs-CRP harus diukur 2 kali, baik puasa atau tidakpuasa pada pasien yang stabil secara metabolik, dannilai rata-rata dinyatakan dalammg/L. Hanya ada sedikitvariasi musim atau diurnal. Faktor yang berhubungandengan kadar yang meningkat meliputi tekanan darahdan massa tubuh yang meningkat, merokok sigaret,sindrom metabolik, diabetes mellitus dan penggunaanestrogen dan progesteron. Individu dengan infeksi aktif,proses inflamasi sistemik atau trauma tidak bolehdiperiksa sampai kondisi ini kembali normal (2,3).

Kadar hs-CRP >10 mg/L harus dikeluarkan dan diulangdalamwaktu 2minggu untukmembiarkan inflamasi akutmereda sebelum diuji ulang. Kadar yang rendah terlihatpada pengkonsumsi alkohol moderat, kehilangan beratbadan, olah raga yangmeningkat dan pengobatan denganstatin, fibrat atau niacin (2,3).

Penggunaan hs-CRP dalam Praktek Klinik

Kadar hs-CRP tidak berkorelasi dengan baik denganbesarnya aterosklerosis yang ditetapkan secaraangiografik dan dengan demikian mempunyai nilai yangkecil dalam pemilihan pasien untuk prosedur arterikoroner (2,3).

Working groupmenyimpulkan bahwa sangat masuk akaluntuk mengukur hs-CRP sebagai tambahan terhadapfaktor risiko utama untuk pemeriksaan risiko absolutpenyakit koroner dalam pencegahan primer lebih lanjut(2,3).

Adanya kadar hs-CRPdengan risiko relatif tinggi (>3,0mg/L)menunjukkan perlunya terapi penurun risiko yangmeningkat atau dapat digunakan untuk memotivasibeberapa pasien untuk merubah gaya hidupnya dandiikuti dengan terapi (2,3).

Individu dengan risiko tinggi atau dengan penyakitaterosklerosis yang sudah jelas harus ditangani tanpamemperhitungkan kadar hs-CRP. Dengan demikian,manfaat hs-CRP dalam pencegahan sekundermempunyainilai yang terbatas (2).

Pada pasien dengan penyakit koroner yang stabil atausindrom koroner akut, pengukuran hs-CRP bergunasebagai penanda independen untuk memperkirakan

Kategori risiko relatif dan kadar hs-CRP rata-rata

Gambar 1. Algoritme yang diusulkan untuk perkiraan risikoPJK pada pria dan wanita

Individu dengan LDL < 130 mg/dL dan CRP > 3,0 mg/Lmenggambarkan kelompok risiko tinggi yang seringkalilolos dalam praktek klinik (1).

REKOMENDASI PENGGUNAAN PENANDA INFLAMASI DALAMKLINIK DAN KESEHATAN MASYARAKAT

Pada bulan Maret 2002 sekelompok ahli menghadiriworkshop yang disponsori oleh American HeartAssociation dan Centres for Disease Control untukmembuat konsensus panduan bagaimana pemeriksaanpenanda inflamasi digunakan dalam praktek klinik.Penanda inflamasi yang terpilih adalah high sensitivityC-Reactive Protein (hs-CRP) (2,3).

Rekomendasi untuk Pemeriksaan Laboratorium

Rekomendasi untuk pemeriksaan laboratorium adalahsebagai berikut :1. Dari penanda inflamasi terbaru yang dapat

diidentifikasi, hs-CRP mempunyai karakteristikanalit dan pemeriksaan yang lebih kondusif untukdigunakan dalam praktek (rekomendasi klas IIa,level of evidence B).

2. Pengukuran hs-CRP harus dilakukan 2 kali (nilainyadirata-ratakan), optimalnya dengan jarak 2minggu,puasa atau tidak puasa pada pasien yang stabilsecara metabolik. Jika kadar hs-CRP > 10 mg/L,pemeriksaan harus diulang dan dicari sumber infeksiatau inflamasi pada pasien tersebut (rekomendasiklas IIa, level of evidence B).

3. Kadar hs-CRP, menggunakan pemeriksaan yangterstandarisasi, dikategorikan sebagai berikut :

Kategori risiko relatif dan kadar hs-CRP rata-rata

Rendah < 1,0 mg/L

Rata-rata 1,0 � 3,0 mg/L

Tinggi > 3,0 mg/L

(rekomendasi klas IIa, level of evidence B)

Page 3: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

3

kejadian rekuren, meliputi infark miokard, restenosissetelah intervensi koroner perkutan dan kematian.Akantetapi, intervensi pencegahan sekunder harus tidaktergantung pada kadar hs-CRP dan pemeriksaan hs-CRPserial tidak boleh digunakan untuk memantau efekpengobatan (2,3).

Ridker merekomendasikan hs-CRP untuk diukur padapasien rawat jalan bersamaan dengan kolesterol untukmenentukan total risiko penyakit vaskular koroner. JikaLDL > 160 mg/dL dan hs-CRP meningkat harus diberikanterapi medis. Jika LDL berada di antara 130 dan 160mg/dL, CRP yang meningkat menunjukkanmeningkatnya risiko penyakit vaskular koroner daninformasi ini harus memberikan compliance yang lebihbaik dengan panduan pengobatan. Pada subjek denganLDL < 130 mg/dL CRP yang meningkat memberikandugaan risiko yang lebih tinggi dibandingkan denganperkiraan berdasarkan LDL saja. Pasien pada kelompokini harus melakukan modifikasi gaya hidup (2,3).

Rekomendasi untuk Praktek Klinik danKesehatan Masyarakat(Circulation 2003 ;107:499-511)1. Population Science

Tidak perlu ujisaring untuk populasi umum(rekomendasi klas III, level of evidence C).

2. Praktek klinik- Pencegahan primer :Untuk perkiraan risiko secara menyeluruhpada kelompok risiko intermediet

- Pasien dengan penyakit koroner stabil atausindrom koroner akut :Dapat berguna untuk stratifikasi risiko.

3. Pemeriksaan Laboratorium- hanya hs-CRP yang harus diperiksa, dalammg/L

- rata-ratakan 2 hasil pemeriksaan yangdiambil dalam selang waktu 2 minggu- untuk pencegahan primer, < 1,0 rendah,1,0-3,0 rata-rata/menengah, > 3,0 tinggi

- untuk sindrom koroner akut, > 10 mg/Lmerupakan risiko tinggi

PENUTUP

CRP merupakan indikator inflamasi yang sudah dikenalluas dan diketahui berperan penting dalam aterogenesis.Studi-studi prospektif terbaru telahmenunjukkan bahwapeningkatan kadarCRPdalam interval referensmerupakanprediktor kuat untuk infark miokard, stroke, kematianjantung tiba-tiba, dan penyakit vaskular perifer padapopulasi dewasa sehat.

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, AHA dan CDC telahmembuat panduan untuk penggunaan CRP padapencegahan primer PJK dan pada pasien dengan penyakitkoroner stabil atau sindrom koroner akut.

Dengan menggunakan pemeriksaan yang mempunyaisensitivitas tinggi (high sensitivity CRP/hs-CRP), kadarCRP < 1,0, 1,0 � 3,0 dan > 3,0 mg/L berkaitan dengankelompok risiko kejadian kardiovaskular di kemudian hariyang rendah, menengah dan tinggi.

Penambahan pemeriksaan CRP pada evaluasi kolesterolstandar merupakan metode yang sederhana dan tidakmahal untuk memperbaiki prediksi risiko secaramenyeluruhdan compliancedenganpendekatanpreventif.CRPmemberikan informasi prognostik pada semua kadarLDL seperti yang dikelompokkan oleh NCEP.

Marita Kaniawati

RUJUKAN :1.Ridker PM. Clinical Application of C-Reactive Protein forCardiovascular Disease Detection and Prevention.Circulation 2003 ; 107 : 363-369.

2.Beilby J. Summary statement from a workshop onmarkers of inflammation and cardiovascular disease :Applications to clinical and public health practice.Clin Biochem Rev 2003 ; 24 : 71-74.

3.Pearson TA, Mensah GA, Alexander RW, Anderson JL,Cannon III RO, Criqui M, et al. AHA/CDC Scientific Statement.Markers of Inflammation and Cardiovascular Disease.Application to Clinical and Public Health Practice.A Statement for Healthcare Professionals from the Centersfor Disease Control and Prevention and the American HeartAssociation. Circulation 2003 ; 107 : 499-511.

4.Rifai N, Ridker PM. Population Distribution of C-ReactiveProtein in Apparently Healthy Men and Women in theUnited States : Implication for Clinical Interpretation.Clin Chem 2003 ; 49/4 : 666-669.

5.Ledue TB, Rifai N. Preanalytic and Analytic Sourcesof Variations in C-Reactive Protein Measurement :Implications for Cardiovascular Disease Risk Assessment.Clin Chem 2003 ; 49/8 : 1258-1271.

Page 4: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

4

SMALL, DENSE LDL PADA FAMILIALCOMBINED HYPERLIPIDEMIA DANPENYAKIT KARDIOVASKULAR

PENDAHULUANPenyakit kardiovaskular merupakan penyebab utamakematian pada pasien diabetes, dan risiko mortalitasserta morbiditas secara signifikan lebih tinggi pada dia-betes dibandingkan dengan nondiabetes. Beberapapenelitian cross-sectional dan prospektif telahmengaitkan small, dense LDL (sdLDL) terhadap penyakitjantung koroner (1).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Vakkilainen dankawan kawan, ukuran LDL dan konsentrasi lipoproteinplasma menunjukkan hubungan yang signifikan secarastatistik dengan perkembangan aterosklerosis. Hasilpenelitian ini menyatakan bahwa baik kualitas maupunkuantitas LDL, keduanya mempengaruhi perkembanganaterosklerosis (1).

APOLIPOPROTEIN B

Banyak bukti menunjukkan bahwa apoB plasmamerupakan indeks yang lebih baik untuk penyakitjantung koroner daripada kolesterol total atau kolesterolLDL. Masing-masing bukti ini penting, tetapi juga salingmenunjang satu sama lain. Bukti-bukti ini antara lain :peningkatan jumlah sdLDL tidak hanya umum padapasien PJK tetapi jauh lebih umumdaripada peningkatankolesterol LDL. Sejumlah penelitian metabolik telahmenjelaskan dasar metabolik untuk peningkatan jumlahsdLDL, yang sangat umum pada pasien jantung.Penelitian ini telah menunjukkan bahwa peningkatanjumlah sdLDLmerupakan hasil peningkatan sekresi VLDLoleh hati. Penelitian jugamenunjukkan bahwa pergantiankolesterol ester dan trigliserida antara VLDL dan LDLserta hidrolisis trigliserida di dalam LDL bertanggungjawab dalam perubahan komposisi lipoprotein ini (2).

Penelitian in vivo dan in vitro juga telah menunjukkanbahwa partikel LDL yang miskin kolesterol berukurankecil dan padat, lebih aterogenik daripada partikel LDLdengan komposisi normal (2).

Penelitian AMORIS merupakan penelitian terbaru danterbesar yangmenjelaskan kelebihanApoB dibandingkankolesterol LDL denganmenggunakanmetode yang akuratdan terstandarisasi. ApoB lebih baik daripada kolesterolLDL dalam berbagai perbandingan yang dilakukan dalam

penelitian ini. ApoB bersifat prediktif untuk pasienberusia di atas dan di bawah 70 tahun, sedangkankolesterol LDL hanya bersifat prediktif pada pasienberusia di bawah 70 tahun (2).

ApoB juga bersifat prediktif untuk infark miokard fatalpada pria dan wanita, di mana kolesterol LDL hanyabersifat prediktif pada pria. KadarApoB pada pengobatanstatin dapat memprediksi outcome, di mana kolesterolLDL biasanya tidak. Hal ini merupakan manfaat utamadari ApoB. Data ini menunjukkan bahwa jika terapi lebihditentukan berdasarkan ApoB daripada kolesterol LDL,statin memiliki potensi yang lebih besar untukmenurunkan kejadian klinik dibandingkan yang telahdicapai saat ini (2).

Penelitianmultiple cross-sectional telah menunjukkanbahwa risiko klinik hiperTG hiperapoB lebih besardaripada hiperTG normoapoB karena pada hiper TGhiperapoB, kebanyakan partikel LDL berukuran lebih kecildan lebih padat. PadaQuebec Cardiovascular Study, risikomeningkat 2 kali jika apoB meningkat dan terdapat LDLbesar. Tetapi risiko meningkat 6 kali jika ApoBmeningkat dan terdapat sdLDL. Karena itu, pemeriksaanApoB dan komposisi partikel LDL penting untukmengukurrisiko aterogenik (2).

SMALL, DENSE LDL PADA ATEROGENESISBeberapa mekanisme telah dipostulasikan untukmenjelaskan aterogenisitas yang lebih kuat untuk LDLpadat daripada LDL buoyant. LDL yang lebih kecil danlebih padat lebih cepat dioksidasi daripada LDL yanglebih besar. Oksidasi LDL menyebabkan pembentukansel busa yang dihasilkan olehmakrofag dan pembentukanbercak lemak di intima arteri. LDL yang memilikidensitas 1,051 < d < 1,065 g/mL memiliki kandungankolesterol bebas yang lebih rendah dan resistensioksidatif yang lebih rendah daripada LDL yang ringan,yang konsisten dengan hubungan terbalik antarakandungan kolesterol bebas dan oksidabilitasnya. Faktorlain yang dapat meningkatkan aterogenisitas LDL adalahuptake di jaringan arteri (berhubungan terbalik denganukuran partikel) dan retensi oleh dinding arteri yang lebihlama dan dipercepat (lebih kuat pada LDL padat daripadaLDL buoyant) (3).

Segmen ApoB100 yang mengandung asam amino 3359sampai 3367 memediasi hubungan antara LDL danproteoglikan kondroitin. Fosfolipid permukaanmengaturstruktur α-heliks yang berperan pada muatan negatif.Fosfolipid dapat menutupi epitop ApoB yang berfungsisebagai ligan pengikat terhadap proteoglikan.Kehilangan fosfolipid juga dapat menyebabkan paparaninti lipid yang lebih besar yang dapat bereaksi secaranonspesifik dengan membran sel dan matriksekstraselular (4).

Page 5: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

5

Small, dense LDL mengandung fosfolipid dan kolesteroltak teresterifikasi yang lebih sedikit tetapi trigliseridadan protein yang lebih banyak. Rasio kolesterol takteresterifikasi permukaan terhadap fosfolipid menurun,sama seperti area permukaan yang tertutup oleh lipid(4).

ApoB100 menggunakan area permukaan yang lebih luaspada sdLDL danmemiliki kecenderungan yang lebih besaruntuk membentuk kompleks tak larut (4).

FAMILIAL COMBINED HYPERLIPIDEMIA (FCHL)FCHL dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakitkardiovaskular prematur. FCHL awalnya ditemukan padakeluarga yang bertahan dari infark miokard denganadanya hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia, ataukeduanya. FCHL juga ditandai dengan peningkatanApoBdan peningkatan jumlah partikel sdLDL dibandingkandengan orang yang sehat. Kecepatan sekresi ApoB VLDLterbukti dipercepat pada pasien FCHL, di manakecepatan sekresi ini tetap normal pada bentukhipertrigliseridemia genetik yang lain dibandingkandengan kontrol sehat (5).

Purnell dkkmemberikan bukti fisiologis untuk setidaknya2 gangguan independent, yaitu peningkatan produksiApoB dan yang lain adalah resistensi insulin denganadanya sdLDL dan hipertrigliseridemia yang berperanpada patogenesis FCHL (5).

Peningkatan kadar apoB dan sdLDL plasma telah terlihatmeningkatkan diagnosis FCHL. Selama 20 tahunpemantauan terhadap subyek FCHL, peningkatan ApoBlebih persisten daripada peningkatan kolesterol total atautrigliserida. Pria dengan penyakit kardiovaskularprematur dan ApoB yang meningkat memiliki FCHL, fa-milial hypercholesterolemia (FH), atau peningkatan kadarlipoprotein (a). Oleh karena itu, sebelummendiagnosisFCHL dengan menggunakan peningkatan kadar ApoB,adanya FH dan peningkatan kadar Lp(a) harusdikeluarkan (5).

Terlepas dari fenotipe lipid, subyek FCHLmenunjukkanpeningkatan ApoB dan partikel sdLDL yang persistendibandingkan dengan kontrol, terlepas dari variasi kadardan distribusi lipoprotein plasma (5).

Ayyobi dkk menjelaskan hubungan terbalik antarakandungan trigliserida VLDL dan kolesterol LDL padapasien FCHL. Tinjauan ini dapat membantumenjelaskanproses dasar yang mempengaruhi distribusi kolesterollipoprotein pada FCHL. Seseorang dapat membuathipotesis bahwa redistribusi ApoB dan kolesterol plasmamerupakan suatu proses kunci pada perkembanganberbagai fenotipe, menghasilkan peningkatan kadarkolesterol total dan ApoB plasma pada semua fenotipeFCHL. Plasma ApoB dan kolesterol pada partikel VLDL,jika berlebihan, berhubungan dengan kadar kolesterolyang lebih rendah secara signifikan pada partikel LDLyang lebih besar dan lebih buoyant. Akan tetapi, efek

ini reversible dengan menurunkan kadar trigliseridaplasma, yang akhirnya menghasilkan redistribusi ApoBdan kolesterol total dari partikel VLDL ke partikel LDL(5).

Penurunan trigliserida yang signifikan menggunakangemfibrozil pada pasien dengan FCHL menghasilkanredistribusi ApoB dan kolesterol dari partikel VLDLmenjadi partikel LDL yang besar dan buoyant (5).

Terdapat bukti yang menyatakan hubungan yang kuatantara peningkatan lemak intra-abdominal, resistensiinsulin, dan abnormalitas lipid seperti peningkatanApoB,peningkatan trigliserida, kelebihan sdLDL, danpenurunan HDL. Semua abnormalitas tersebut jugaterlihat pada FCHL (5).

Semua fenotipemenunjukkan peningkatan yang berbedapada sdLDL plasma dan penurunan distribusi kolesterolrelatif yang konsisten pada fraksi HDL, terlepas dariabnormalitas lipid individu. Lebih lanjut, terdapatpeningkatan kadar ApoB plasma, walau besarnyapeningkatan untuk tipe IV lebih kecil dari tipe IIa dan IIb(5).

Pengukuran kadar ApoB pada keadaan adanya sdLDLmerupakan alat diagnosis yang lebih baik daripadaanalisis lipid klasik (5).

Pasien dengan kadar aktivitas LPL setengah normal danFCHL terbukti memiliki kadar trigliserida yang lebihtinggi dibandingkan dengan pasien FCHL yangmempunyaikadar LPL normal (5).

TujuanAyyobi dkk meneliti berbagai fenotipe FCHLpada62 pasien FCHL adalah untuk memberikan pemahamanyang lebih baik mengenai perubahan biokimia danbiofisika yang bertanggung jawab terhadap FCHL.Variabilitas pada fenotipe-fenotipe tampaknya diaturoleh perbedaan distribusi ApoB baik pada fraksi VLDLmaupun LDL buoyant. Kadar ApoB meningkat padapasien FCHL. Walaupun sebagian ApoB plasma adasebagai sdLDL, sisanya ditemukan pada VLDL, yangberada dalam keseimbangan dengan LDL besar danbuoyant dalam plasma. Variasi kalori hari ke hari dapatmenentukan kadarApoB dan distribusiApoB antara VLDLdan LDL besar dan buoyant. sdLDL selalu ada, terlepasdari fenotipe lipid FCHL. Oleh karena itu, sdLDLmerupakan karakteristik yang paling menonjol diantarasemua fenotipe FCHL dan tidak tergantung pada kadarlipoprotein plasma klasik (5).

PENUTUP

Small, dense LDL dan konsentrasi kolesterol LDLmemilikiefek kombinasi dalam memprediksi perkembanganaterosklerosis koroner. Baik jumlah maupun kualitaskolesterol LDL merupakan faktor risiko yang pentinguntuk aterosklerosis (5).

Faliawati Moeliandari

Page 6: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

6

RUJUKAN :1.Vakkilainen J, Steiner G, Ansquer JC, Aubin F, Rattier S,Foucher C, et al. Relationships Between Low-Densitylipoprotein Particle Size, Plasma Lipoproteins, andProgression of Coronary Artery Disease. Circulation 2003;107: 1733-1737

2.Sniderman AD. How, When, and Why to Use ApolipoproteinB in Clinical Practice. Am J Cardiol 2002;90 (suppl):48i-54i.

3.Williams PT, Superko HR, Haskell WL, Alderman EL, BlanchePJ, Holl LG, et al. Smallest LDL Particles Are Most StronglyRelated to Coronary Disease Progression in Men.Arterioscler Thromb Vasc Biol 2003; 23: 314-321

4.Proctor SD, Mamo JCL. Intimal Retention of CholesterolDerived From Apolipoprotein B100- and ApolipoproteinB48-Containing Lipoproteins in Carotid Arteries ofWatanabe Heritable Hyperlipidemic Rabbits. ArteriosclerThromb Vasc Biol 2003; 23: 1595-1600

5.Ayyobi AF, McGladdery SH, McNeely MJ, Austin MA, MotulskyAg, Brunzell JD. Small, Dense LDL and Elevated ApolipoproteinB Are the Common Characteristics for the Three Major LipidPhenotypes of Familial Combined Hyperlipidemia. ArteriosclerThrombVascBiol2003;23:1289-1294.

MIKROALBUMINURIA (MAU) PADAHIPERTENSI

PENDAHULUAN

Hipertensi dikenal sebagai silent disease karena tidakmenunjukkan gejala seperti penyakit lainnya sehinggaseseorang umumnya tidakmengetahui dirinyamenderitahipertensi sebelummemeriksakan tekanan darahnya.

Berdasarkandatadari FraminghamHeart Study, seseorangyang bertekanan darah normal, pada usia 55 tahunmempunyai 90% risiko terkena hipertensi. The SeventhReport of the Joint National Committee on Prevention,Detection,Evaluation,andTreatmentofHighBloodPressuremengklasifikasikan tekanan darah untuk dewasa (usia 18tahun ke atas) adalah sebagai berikut (1) :

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah

Hipertensi digolongkan menjadi 2 (dua) kategori, yaituhipertensi primer (esensial) dan sekunder. Dikatakanhipertensi primer apabila penyebabnya belum diketahui,sedangkan hipertensi sekunder penyebabnya telah pasti,misalnya stenosis renal, hiperaldosteronisme primer danpenyakit ginjal intrinsik.Hipertensi primerditandai denganpeningkatan tahanan vaskular sistemik. Patogenesishipertensi primerdisebabkanoleh2mekanismeyang salingmendukung yaitu renin tinggi (resisten terhadap garam)dan renin rendah (sensitif garam) (2).

MIKROALBUMINURIA (MAU)

Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi sejumlah30-300 mg albumin/24 jam (atau 20-200 µg/menit atau30-300 µg/mg kreatinin) pada dua dari tiga pengumpulanurin (6). Mikroalbuminuria terjadi karena adanyatekanan darah yang lebih besar dalam sirkulasimikrovaskular. Jadi MAU dapat digunakan sebagaipenanda adanya kerusakan mikrovaskular dan prediktorterjadinya penyakit kardiovaskular (5)

Tabel 2. Klasifikasi Albuminuria

(Menurut Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia tahun 2002)

Seorang penderita hipertensi yang sensitif terhadap garamdan MAU, memiliki prevalensi yang lebih besar terkenamyocardial ischemia dan penyakit kardiovaskular lainnya.Mekanisme yang menghubungkan antara MAU dengan si-lent ischemia belum jelas tetapi ada hipotesis yangmengatakan bahwa peningkatan aktivitas sistem sarafsimpatik selama olah raga atau kerusakan mikrovaskularpada miokardium yang lebih parah berperan dalammenghubungkan MAU dengan silent ischemia.(5)

Hal ini telah dibuktikan dengan adanya beberapapenelitian bahwa pengukuran tekanan darah siang danmalam hari dan pada saat berolah raga, frekuensiterjadinya silentmyocardial ischemia yang dideteksi olehElectrocardiography, secara signifikan lebih besar padaorang yang menderita hipertensi primer yang sensitifterhadap garam denganMAU dibanding dengan yang nilaiUAE-nya normal dan resisten terhadap garam (5)

Normal <<<<< 120 dan <<<<< 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Tingkat I 140-159 atau 90-99

Hipertensi Tingkat II >>>>>160 atau >>>>> 100

Normal < 30 < 20 < 30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Makroalbuminuria > 300 > 200 > 300

Page 7: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

7

HIPERTENSI DAN MAU

Mikroalbuminuria (MAU) merupakan penanda target organdamage dan peningkatan morbiditas dan mortalitas padapasien hipertensi non-diabetes. Hal ini sudah dibuktikansecara spesifik dalam mengidentifikasi pasien dengan leftventricularhypertrophy(LVH)dancarotidatherosclerosis(3,4)

Peningkatan Urinary Albumin Excretion (UAE) adahubungan dengan peningkatan insidensi komplikasikardiovaskular dan morbiditas, seperti left ventricularhypertrophy,myocardial ischemia, hipertensi retinopati,dan peningkatan ketebalan arteri carotid. Nilai prediktifmikroalbuminuria tetap, bahkan pada saat data dikoreksiterhadap usia, jenis kelamin, obesitas dan tingkattekanan darah (5).

Pada PREVEND study ditemukan hubungan antara UAEtinggi-normal (10-20mg/L) dengan hipertensi. Hubunganyang berkesinambungan antara massa ventrikular kiridengan kecepatan UAE dari range normoalbuminuriadiamati pada pasien yang baru didiagnosis menderitahipertensi primer. Nilai baseline UAE pada range normaldapat menjadi prediktor untuk terjadinyamikroalbuminuria (4).

Padapenderita hipertensi normoalbuminuria yang awalnyatidak dirawat, dilakukan pengamatan selama 3 tahun.Setiap peningkatan 1mg/ 24 jam dari nilai baseline UAEakanmeningkatkan risikomikroalbuminuria selama terapidengan antihipertensi sebesar 6%. Jadi pemantauankecepatanUAEmungkinmenjadi surrogate untuk efisiensipengontrolan tekanan darah dan penurunan risikokardiovaskular (4)

Penderita hipertensi primer yang sensitif terhadap garammemiliki nilai UAE dan penanda risiko kardiovaskularlainnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderitayang resisten terhadap garam. Jadimungkin adahubunganerat antara sensitivitas terhadap garam,mikroalbuminuriadan kejadian kardiovaskular (5)

PENUTUP

Pemeriksaan mikroalbuminuria (MAU) dapatmengidentifikasi pasien hipertensi primer (esensial)non-diabetes yang sensitif terhadap garam, yang dapatmeningkatkan risiko terjadinya silent ischemia dankardiovaskular lainnya.(5)

Mona Yolanda

RUJUKAN :1. www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/express.pdf :

The Seventh Report of the Joint National Committeeon Prevention, Detection, Evaluation, and Treatmentof High Blood Pressure, p.2-3

2. Callghan C and Brenner B.M. Hypertension : complicationand therapy. The Kidney at a Glance.2000; 78-81

3. Wachtell K, Olsen MH, Dahlof B, Devereux RB, KjeldsenSE, Nieminen MS, et al. Microalbuminuria in hypertensivepatients with electrocardiographic left ventricularhypertrophy : The LIFE Study. Journal of Hypertension2002; 20: 405-412.

4. Redon J, Williams B. Microalbuminuria in essentialhypertension : redefining the threshold. Journal ofHypertension 2002; 20: 353-355.

5. Bianchi, Bigazzi, Amoroso, Campese. Silent ischemia ismore prevalent among hypertensive patients withmicroalbuminuria and salt sensitivity. Journal of HumanHypertension 2003; 17: 13-20.

6. Sacks BD, Bruns ED, Goldstein ED, Maclaren NK, McDonaldsJM, Parrot M. Guideline and Recommendations for LaboratoryAnalysis in the Diagnosis and Management of DiabetesMellitus. Clinical Chemistry 2002; 48/3: 459.

Page 8: Aplikasi Klinis CRP Untuk Penyakit KV

8

CertificateNumber: 403247Certified to QMS

Redaksi KehormatanProf. DR. Dr. Marsetio DonosepoetroDrs. Andi WijayaProf. DR. Dr. FX. Budhianto SuhadiDR. Dr. Irwan Setiabudi

Ketua Dewan Redaksi/Penanggung JawabDra. Marita Kaniawati

Anggota Dewan RedaksiDra. Dewi MuliatyDra. Ampi RetnowardaniDra. Lies GantiniFaliawati Moeliandari S.Si

Alamat RedaksiLaboratorium Klinik ProdiaJl. Cisangkuy 2, Bandung 40114Telepon: (022) 7234210 (Hunting)Fax : (022) 7234183e-mail: [email protected]: www.prodia.co.id

Desember 2003 - 3504