179
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9 Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 1 APLIKASI METODE ANALITIS DAN PEMODELAN NUMERIK UNTUK PREDIKSI INTRUSI AIR LAUT DI KABUPATEN JENEPONTO Sugiarto Badaruddin1), Akhmad Azis 1) , Indra Mutiara1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar ABSTRACT In the last decade, there has been a rapid growth in population which leads to a large increase of clean water demand and groundwater has finally taken an important role in meeting these needs. There are negative effects that arise when exploitation of groundwater becomes excessive and one is the occurrence of seawater intrusion (SWI) which damages the quality and quantity of groundwater. This study purposes to determine the current extent of SWI that occurred in Jeneponto Regency using analytical sharp-interface approach and numerical-dispersive solution of SEAWAT, based on the data obtained from the field. From the results of this study, it was found that the maximum SWI extent occurs in the aquifer of Binamu2, where the analytical solution and numerical simulation produced SWI extent of 850.4 m and 510 m, respectively. In general, the extents of SWI obtained from the analytical solution for four aquifers are larger relative to the results of numerical solutions. This is due to the "pushing seaward effect" due to the influence of circulation flow in the mixing zone which is considered in numerical solution but neglected in the analytical solution. Further field research is required in the form of boring log and geophysical data to validate the results obtained in this research. Keywords: Saltwater intrusion, numerical modelling, analytical solution 1. PENDAHULUAN Secara topografi kawasan pantai merupakan kawasan dataran rendah dan dilihat secara morfologi berupa dataran pantai. Secara geologi batuan penyusun dataran umumnya berupa endapan aluvial yang terdiri atas lempung, pasir, dan kerikil hasil pengangkutan dan erosi batuan di bagian hulu sungai. Pada umumnya, batuan di dataran bersifat kurang kompak sehingga potensi air tanahnya cukup baik. Akuifer di dataran pantai yang baik umumnya berupa akuifer tertekan, tetapi akuifer bebas pun dapat menjadi sumber air tanah yang baik terutama pada daerah-daerah tepi pantai. Permasalahan pokok pada kawasan pantai adalah keragaman sistem akuifer, posisi dan penyebaran air laut baik secara alami maupun secara buatan yang diakibatkan adanya pengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik, nelayan, dan industri. Pada akuifer pantai, perubahan hidrogeologi daerah pantai bisa menyebabkan pergerakan air laut ke arah daratan yang mencemari air tanah dalam aquifer dan dikenal dengan nama intrusi air laut (IAL). Secara historis, terjadinya IAL pada umumnya disebabkan oleh pemompaan air tanah yang berlebihan atau pengambilan air tanah di daratan dan hal ini bisa meyebabkan kehilangan yang signifikan pada ketersediaan air tanah di dalam aquifer pantai di seluruh dunia (Badaruddin et al., 2015; FAO, 2007). Meskipun demikian, efek perubahan iklim (misalnya kenaikan muka air laut dan penurunan jumlah imbuhan air tanah) bisa juga menyebabkan terjadinya IAL (Post, 2005). Oleh sebab itu, kerentanan akuifer pantai terhadap perubahan iklim, peningkatan volume pemompaan air tanah dan kenaikan muka air laut harus dipertimbangkan secara integral dalam investigasi manajemen air tanah. IAL pada dasarnya adalah sebuah proses yang kompleks yang melibatkan aliran dengan kepadatan yang bervariasi (variable-density flow), transportasi larutan, dan proses hidrokimia (Werner et al., 2012), yang membuat penilaian air tanah menjadi relative sulit dan mahal. Sebagai akibatnya, penilaian kerentanan aquifer pantai terhadap IAL dalam skala besar umumnya hanya menggunakan metode kualitatif seperti GALDIT (Lobo-Ferreira et al., 2007) dan CVI (Ozyurt, 2007), yang hanya mempertimbangkan sebagian faktor yang dianggap berdampak pada IAL. Selain itu, metode-metode ini pada umumnya kurang dalam dasar teori dan secara subyektif lebih terfokus pada pemilihan satu elemen saja yang berhubungan dengan IAL. Baru-baru ini, sebuah alternatif prediksi IAL skala besar telah dikembangkan oleh Werner et al. (2012). Metode ini berdasarkan pada kondisi aliran tetap (steady-state), persamaan Strack (1976) yang berasumsi bahwa pertemuan antara air laut dan air tawar di dalam aquifer adalah berupa garis tipis (sharp-interface), sehingga metode ini melibatkan mekanika fisik IAL meskipun dalam kondisi yang sangat ideal. Sedangkan untuk mendapatkan kondisi yang mendekati kondisi ril dalam memprediksi IAL, diperlukan pemodelan numerik yang berasumsi bahwa pertemuan antara air laut dan air tawar dalam aquifer adalah berupa daerah pencampuran (mixing zone). 1 Korespondensi penulis: Sugiarto Badaruddin, Telp: 082291300808, [email protected]

APLIKASI METODE ANALITIS DAN PEMODELAN NUMERIK UNTUK PREDIKSI INTRUSI AIR … · 2020. 9. 8. · Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, ... (m isalnya kenaikan muka air

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 1

    APLIKASI METODE ANALITIS DAN PEMODELAN NUMERIK UNTUK PREDIKSIINTRUSI AIR LAUT DI KABUPATEN JENEPONTO

    Sugiarto Badaruddin1), Akhmad Azis1), Indra Mutiara1)1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

    ABSTRACTIn the last decade, there has been a rapid growth in population which leads to a large increase of clean water

    demand and groundwater has finally taken an important role in meeting these needs. There are negative effects that arisewhen exploitation of groundwater becomes excessive and one is the occurrence of seawater intrusion (SWI) which damagesthe quality and quantity of groundwater. This study purposes to determine the current extent of SWI that occurred inJeneponto Regency using analytical sharp-interface approach and numerical-dispersive solution of SEAWAT, based on thedata obtained from the field. From the results of this study, it was found that the maximum SWI extent occurs in the aquiferof Binamu2, where the analytical solution and numerical simulation produced SWI extent of 850.4 m and 510 m,respectively. In general, the extents of SWI obtained from the analytical solution for four aquifers are larger relative to theresults of numerical solutions. This is due to the "pushing seaward effect" due to the influence of circulation flow in themixing zone which is considered in numerical solution but neglected in the analytical solution. Further field research isrequired in the form of boring log and geophysical data to validate the results obtained in this research.

    Keywords: Saltwater intrusion, numerical modelling, analytical solution

    1. PENDAHULUANSecara topografi kawasan pantai merupakan kawasan dataran rendah dan dilihat secara morfologi

    berupa dataran pantai. Secara geologi batuan penyusun dataran umumnya berupa endapan aluvial yang terdiriatas lempung, pasir, dan kerikil hasil pengangkutan dan erosi batuan di bagian hulu sungai. Pada umumnya,batuan di dataran bersifat kurang kompak sehingga potensi air tanahnya cukup baik. Akuifer di dataran pantaiyang baik umumnya berupa akuifer tertekan, tetapi akuifer bebas pun dapat menjadi sumber air tanah yang baikterutama pada daerah-daerah tepi pantai. Permasalahan pokok pada kawasan pantai adalah keragaman sistemakuifer, posisi dan penyebaran air laut baik secara alami maupun secara buatan yang diakibatkan adanyapengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik, nelayan, dan industri. Pada akuifer pantai, perubahanhidrogeologi daerah pantai bisa menyebabkan pergerakan air laut ke arah daratan yang mencemari air tanahdalam aquifer dan dikenal dengan nama intrusi air laut (IAL).

    Secara historis, terjadinya IAL pada umumnya disebabkan oleh pemompaan air tanah yang berlebihanatau pengambilan air tanah di daratan dan hal ini bisa meyebabkan kehilangan yang signifikan padaketersediaan air tanah di dalam aquifer pantai di seluruh dunia (Badaruddin et al., 2015; FAO, 2007). Meskipundemikian, efek perubahan iklim (misalnya kenaikan muka air laut dan penurunan jumlah imbuhan air tanah)bisa juga menyebabkan terjadinya IAL (Post, 2005). Oleh sebab itu, kerentanan akuifer pantai terhadapperubahan iklim, peningkatan volume pemompaan air tanah dan kenaikan muka air laut harus dipertimbangkansecara integral dalam investigasi manajemen air tanah.

    IAL pada dasarnya adalah sebuah proses yang kompleks yang melibatkan aliran dengan kepadatanyang bervariasi (variable-density flow), transportasi larutan, dan proses hidrokimia (Werner et al., 2012), yangmembuat penilaian air tanah menjadi relative sulit dan mahal. Sebagai akibatnya, penilaian kerentanan aquiferpantai terhadap IAL dalam skala besar umumnya hanya menggunakan metode kualitatif seperti GALDIT(Lobo-Ferreira et al., 2007) dan CVI (Ozyurt, 2007), yang hanya mempertimbangkan sebagian faktor yangdianggap berdampak pada IAL. Selain itu, metode-metode ini pada umumnya kurang dalam dasar teori dansecara subyektif lebih terfokus pada pemilihan satu elemen saja yang berhubungan dengan IAL. Baru-baru ini,sebuah alternatif prediksi IAL skala besar telah dikembangkan oleh Werner et al. (2012). Metode iniberdasarkan pada kondisi aliran tetap (steady-state), persamaan Strack (1976) yang berasumsi bahwa pertemuanantara air laut dan air tawar di dalam aquifer adalah berupa garis tipis (sharp-interface), sehingga metode inimelibatkan mekanika fisik IAL meskipun dalam kondisi yang sangat ideal. Sedangkan untuk mendapatkankondisi yang mendekati kondisi ril dalam memprediksi IAL, diperlukan pemodelan numerik yang berasumsibahwa pertemuan antara air laut dan air tawar dalam aquifer adalah berupa daerah pencampuran (mixing zone).

    1 Korespondensi penulis: Sugiarto Badaruddin, Telp: 082291300808, [email protected]

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 2

    Pada satu dekade terakhir ini telah terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di seluruh duniatermasuk di Indonesia, dan hal tersebut menyebabkan eksploitasi air bawah tanah terus meningkat denganpesat. Fenomena ini telah menyebabkan dampak negatif terhadap kuantitas maupun kualitas air tanah, antaralain penurunan muka air tanah, fluktuasi yang semakin besar serta penurunan kualitas air tanah, serta terjadinyaintrusi air laut (IAL) di beberapa wilayah. Dengan demikian perlu dilakukan upaya nyata dan terpadu untukmeminimalkan dampak negatif tersebut, baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta.

    Dalam penelitian ini, kami mengaplikasikan metode analitis dari Werner et al. (2012) dan metodepemodelan numerik dalam memprediksi IAL di dua kecamatan di Kabupaten Jeneponto. Untuk pertamakalinya, metode analitis dan metode numerik 2 dimensi diaplikasikan dalam menentukan panjang intrusi air lautdi Kabupaten ini. Kabupaten Jeneponto adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan Indonesia yangposisinya berada di tepi laut dan sangat memungkinkan untuk mengalami proses IAL karena air tanah dikabupaten tersebut sudah lama digunakan untuk keperluan domestik dan irigasi. Dengan melihat kondisi yangada di Kabupaten Jeneponto yang sudah lama menggunakan air tanah (khususnya untuk keperluan pertaniandan domesik) (Syamsuddin et al., 2009), maka dibutuhkan pelaksanaan penilaian permulaan mengenai kondisiIAL di daerah ini dan dianggap perlu mengetahui faktor penyebab terjadinya intrusi air laut dan membuatkeputusan mengenai tindakan yang perlu dilakukan dalam memproteksi sumber daya air tanah di kabupatentersebut.

    2. METODE PENELITIANPelaksanaan penelitian ini meliputi tahap persiapan, pengambilan data primer dan data sekunder,

    pengolahan data, dan pembahasan. Penelitian dilakukan di 2 (dua) Kecamatan (Kec. Binamu dan Kec.Arungkeke) di Kabupaten Jeneponto. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dandata sekunder. Data primer berupa data hasil pengukuran muka air tanah dan foto-foto singkapan tanah di lokasipenelitian, sedangkan data sekunder berupa data-data penelitian terdahulu yang mendukung tercapainya tujuanpenelitian ini, antara lain data hidrologi dan hidrogeologi di daerah penelitian. Setelah mendapatkan data yangdiperlukan, langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut.

    Pada tahap mengolah atau menganalisis data dilakukan dengan memasukkan data-data ke dalampersamaan analitis dan kemudian memprediksi panjang IAL. Dalam menganalisis IAL, untuk aquifer tidaktertekan, digunakan Persamaan (1) (Gambar 1a) dan (2) (Gambar 1a) seperti di bawah ini:

    Zona 1 (x ≥ xt) (1)

    Dan,

    Zona 2 (x ≤ xt) (2)

    Dan dari Cheng and Ouazar (1999), diperoleh posisi terjauh IAL (xt [L]) seperti yang ditunjukkanoleh Persamaan (3):

    (3)

    Untuk aquifer tertekan, digunakan Persamaan (4) (Gambar 1b) dan (5) (Gambar 1b) seperti dibawah ini:

    Zona 1 (x ≥ xt) (4)

    Dan,

    Zona 1 (x ≤ xt) (5)

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 3

    Dan dari Cheng and Ouazar (1999), diperoleh posisi terjauh IAL (xt [L]) seperti yang ditunjukkanoleh Persamaan (6)

    (6)

    Gambar 1. Deskripsi parameter hydrogeology untuk (a) aquifer tidak tertekan dan (b) aquifer tertekan,berdasarkan teori dari Strack (1976) (Werner et al., 2012)

    Sebagai pembanding dalam memperkirakan panjang IAL, dalam penelitian ini digunakan jugapemodelan 2D (dua dimensi) dengan menggunakan program SEAWAT yang dikhususkan untuk aliran denganvariasi kepadatan dan transportasi larutan. Program ini menggunakan metode beda hingga yang dapatdipergunakan hanya untuk aliran dengan kondisi jenuh air. Deskripsi metode numerik dan persamaan yangdipakai dalam SEAWAT dapat dilihat di Guo and Langevin (2002) dan Langevin et al. (2008).

    3. HASIL DAN PEMBAHASANData Geologi dan Hidrogeologi Daerah Penelitian

    Pada Tabel 1 berikut disajikan data tinggi muka air di 4 (empat) titik pengamatan di masing-masingkecamatan Binamu dan Kecamatan Arungkeke di Kabupaten Jeneponto. Berdasarkan data pengamatan mukaair, diketahui bahwa muka air tanah di lokasi pengamatan cukup variatif yang kemungkinan disebabkan olehkondisi tanah yang heterogen.

    Tabel 1. Tinggi muka air di lokasi pengamatan (muka air tanah/MATdihitung dari muka air laut/MAL)

    Kode Kecamatan KoordinatElevasi MAT

    dari MAL(m)Lintang Bujur

    Binamu1/SDJP273 Binamu 539’25’’ 11943’52’’ 3.6Binamu2/SDJP54 Binamu 539’33.5’’ 11943’46’’ 2.0Arungkeke1/AK1/TP1 Arungkeke 539’28.7’’ 11947’42’’ 9.5Arungkeke2/AK2/TP2 Arungkeke 539’2.4’’ 11948’10’’ 8.7

    Konseptualisasi dan Parameterisasi Model Daerah Penelitian

    Dalam penelitian ini, penentuan panjang IAL dilakukan hanya pada 4 (empat) potongan melintangpada lokasi-lokasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. dan hanya pada kondisi steady-state. Karenaketerbatasan data hidrologi dan hidrogeologi yang tersedia (misalnya tebal aquifer, stratigraphi tanah,recharge dan tampungan spesifik), maka penyederhanaan dilakukan pada beberapa data hidrogeologi tetapitetap mempertimbangkan data-data sekunder dari penelitian terdahulu. Karena belum ada data boring logdetail yang bisa memberikan deskripsi kondisi stratigrafi lapsan tanah di daerah lokasi penelitian secarakomprehensif, maka diasumsikan bahwa tipe aquifer di lokasi penelitian adalah aquifer tidak tertekan(unconfined aquifer). Tabel 2 memberikan data-data hidrogeologi yang digunakan dalam analisa IAL padapenelitian ini.

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 4

    Gambar 2. Peta garis pengamatan IAL (garis pengamatan ditunjukkan dengan garis kuning)

    Tabel 2. Data hidrogeologi lokasi penelitian yang digunakan dalam pemodelan

    Parameter KasusBinamu1 Binamu2 Arungkeke1 Arungkeke2K (m/d) 5.80 5.80 5.80 5.80hs (m) 68 68 64 64

    MAT hf (m) 3.6 2.0 9.5 8.7xf (m) 5000 4800 3300 3200n (-) 0.46 0.46 0.46 0.46Sy (-) 0.32 0.32 0.32 0.32L (m) 4 4 4 4T (m) 0.4 0.4 0.4 0.4

    Dm (m2/d) 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5

    (-) 0.025 0.025 0.025 0.025Wnet (mm/y) 56.70 56.70 56.70 56.70

    IAL Dari Metode Analitis

    Parameter hidrogeologi yang tertera pada Tabel 3 bersama dengan Persamaan (1), (2), (3), dan (6)digunakan dalam memperkirakan besaran debit aliran air tanah ke laut dan juga panjang teoritis IAL dalamkondisi ‘steady-state’ pada setiap akuifer yang diteliti, yang ditunjukkan pada tabel 3. Hasil ini mewakilikondisi teoritis IAL dalam waktu yang sangat lama (steady-state) berdasarkan pada parameter hidrologi andhidrogeologi saat ini.

    Tabel 3. Hasil perhitungan IAL berdasarkan solusi analitis

    Kode KecamatanKoordinat

    Panjang IALdari garis pantai

    (xT)(m)Lintang Bujur

    Binamu1/SDJP273 Binamu 539’25’’ 11943’52’’ 607.0Binamu2/SDJP54 Binamu 539’33.5’’ 11943’46’’ 850.4Arungkeke1/AK1/TP1 Arungkeke 539’28.7’’ 11947’42’’ 234.8Arungkeke2/AK2/TP2 Arungkeke 539’2.4’’ 11948’10’’ 250.6

    AL Dari Metode Numerik

    Konseptualisasi aquifer dari keempat lokasi penelitian yang digunakan dalam model numerikdikonfigurasikan sebagai aquifer terpisah untuk aquifer Binamu1, Binamu2, Arungkeke1 dan Arungkeke2 dan

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 5

    dimodelkan dalam dua dimensi dan potongan melintang tegak lurus ke arah pantai. Dalam penelitian ini,semua representasi model numerik (kondisi batas) diasumsikan sebagai kondisi “head controlled” (kondisibatas Dirichlet) (Werner and Simmons, 2009) dan tinggi energinya dianggap tetap meskipun terdapat efekpemompaan air tanah.

    Domain model didiskritisasi secara seragam dalam melakukan simulasi “steady-state” untuk keempataquifer, di mana untuk aquifer Binamu1 menggunakan 500 kolom vertikal dengan lebar 10 m dan 76 lapisanhorizontal dengan tebal 1 m, aquifer Binamu2 menggunakan 480 kolom vertikal dengan lebar 10 m dan 76lapisan horizontal dengam tebal 1 m, aquifer Arungkeke1 menggunakan 330 kolom vertikal dengan lebar 10m dan 78 lapisan horizontal dengan tebal 1 m, sementara aquifer Arungkeke2 menggunakan 320 kolomvertikal dan 78 lapisan horizontal dengan tebal 1 m. Diskritisasi ini konsisten dengan Peclet number lebihkecil dari 4, yang direkomendasikan oleh Voss and Souza (1987) untuk mereduksi osilasi numerik. Kondisi“tinggi energy tertentu” diasumsikan pada kondisi batas muka air tanah di daratan dan kondisi “konsentrasikonstan” diasumsikan pada kondisi batas daerah pantai, dengan konsentrasi air laut sebesar 35 kg/m3.Preconditioned Conjugate-Gradient 2 (PCG2) and General Conjugate Gradient (GCG) berturut-turutdigunakan sebagai solusi untuk persamaan aliran dan transportasi larutan. Skema differensial hinggadigunakan untuk solusi adveksi dengan nomor Courant sebesar 0.75. Penggunaan nomor Courant lebih kecilatau sama dengan 1 biasanya dibutuhkan untuk membatasi terjadinya disperse numerik dalam rangkamencapai hasil yang lebih akurat (Zheng and Bennet, 2002).

    Untuk nilai parameter yang tertera pada Tabel 2, kondisi “steady-state” untuk aquifer Binamu1,Binamu2, Arungkeke1 dan Arungkeke2 dicapai dengan menggunakan waktu yang sangat lama (300 tahun),sampai ujung IAL berada pada posisi stabil (tidak mengalami perubahan posisi selama durasi pengamatan).Untuk keempat aquifer yang diamati, nilai xT yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan hasil yangdiperoleh dari solusi analitis. Prediksi IAL yang lebih besar oleh solusi analitis (metode garis pertemuan tipis)sudah diperkirakan akan terjadi (misalnya dari kasus Pool and Carrera, 2011), karena garis batas intrusi akantertekan ke arah laut akibat adanya sirkulasi aliran dalam zona pertemuan antara air tawar dan air laut akibatpencampuran antara air laut dan air tawar yang dalam hal ini dipertimbangkan dalam metode numerik tetapidiabaikan dalam solusi analitis.

    Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa nilai-nilai parameter yang digunakan dalam simulasinumerik SEAWAT ditunjukkan pada Tabel 2. Untuk keperluan penentuan jarak intrusi dan perbandingandengan solusi analitis, ujung IAL (xT) didefenisikan sebagai garis perpotongan antara garis 50% konsentrasiisochlor dengan dasar aquifer, akan tetapi garis 5% dan 95% konsentrasi isochlor tetap ditampilkan sebagaitambahan informasi. Seperti yang terlihat pada Gambar 3, besar nilai xT yang diperoleh untuk aquiferBinamu1, Binamu2, Arungkeke1 dan Arungkeke2 adalah 390, 510, 160, dan 190 m berturut-turut. Berbedadengan Arungkeke1 dan Arungkeke 2 yang nilai panjang IALnya hampir sama, untuk Binamu1 dan Binamu2,meskipun lokasi pengamatannya hanya terpisah sekitar ratusan meter, akan tetapi nilai xT yang diperoleh darisolusi numerik dan solusi analitis cukup berbeda. Hal ini berkorelasi dengan hasil pengamatan tinggi muka airyang cukup berbeda antara aquifer Binamu1 dan Binamu2 (sekitar 1.6 m) yang diperoleh dari surveylapangan, yang kemungkinan besar hal ini diakibatkan oleh pengaruh heterogenitas tanah yang tidakdiperhitungkan dalam penelitian ini.

    Gambar 3. Hasil simulasi numerik SEAWAT untuk prediksi IAL pada (a) aquifer Binamu1, (b) aquiferBinamu2, (c) aquifer Arungkeke1, dan (d) aquifer Arungkeke2, dalam kondisi ‘steady-state’.

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 6

    4. KESIMPULANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat tinggi muka air yang variatif pada lokasi-

    lokasi yang cukup berdekatan di daerah penelitian yaitu misalnya tinggi MAT di Binamu1 dan Binamu2 yangjaraknya hanya sekitar ratusan meter tetapi memiliki deviasi MAT berkisar 1.6 m. Hal ini kemungkinan besardisebabkan oleh heterogenitas lapisan tanah di lokasi penelitian yang datanya belum diketahui secara detail.

    Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai IAL maksimum terjadi pada akuifer Binamu2 di manasolusi analitis dan simulasi numerik menghasilkan panjang IAL sebesar 850.4 m and 510 m, berturut-turut.Secara umum dari hasil penelitian diperoleh hasil prediksi IAL yang cukup berbeda antara solusi analitis dansolusi numerik di mana nilai IAL dari solusi analitis lebih besar dibandingkan dengan nilai IAL dari solusinumerik. Hal ini disebabkan oleh perbedaan peninjauan dari kedua metode tersebut, yaitu keberadaan zonapencampuran antara air laut dan air tawar yang diperhitungkan dalam metode numerik (diabaikan dalamsolusi analitis) memberikan “efek dorong” ke arah laut (akibat pengaruh sirkulasi aliran dalam zonapencampuran) terhadap batas IAL. Meskipun ada perbedaan antara solusi analitis dan numerik, namun darihasil penelitian ini dapat diketahui bahwa hasil dari solusi analitis dapat tetap digunakan dalam penilaian awalIAL karena mampu memberikan hasil secara cepat. Berbeda dengan solusi numerik, dibutuhkan waktu yanglebih lama untuk menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan simulasi pemodelan dalamrangka prediksi IAL (misalnya software dan penyiapan domain model).

    Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan beberapa parameter yang berbeda denganyang digunakan dalam penelitian ini, misalnya heterogenitas tanah dan vegetasi dan demikian pula dengandata penggunaan air tanah di daerah penelitian agar memungkinkan untuk melakukan prediksi IAL sampaibeberapa ratus tahun ke depan dengan berdasarkan pada kondisi eksisting yang ada.

    DAFTAR PUSTAKABadaruddin, S. and A. D. Werner. 2015. Water Table Salinization Due to Seawater Intrusion. Water

    Resources Research.Cheng, A.H.D. and D. Ouazar 1999. Analytical Solutions in: Bear, J., Cheng, A.H.D., Sorek, S., Ouazar, D.,

    Herrera, I. (Eds.), Seawater Intrusion in Coastal Aquifers: Concepts, Methods, and practices. TheNetherlands: Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.

    FAO. 1997. Seawater Intrusion in Coastal Aquifers: Guidelines for Study, Monitoring and Control, FAOWater Reports no. 11. Italy: Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations, Rome.

    Guo, W. and C. Langevin. 2002. User's Guide to SEAWAT: A Computer Program for the Simulation ofThree-Dmensional Variable-Density Ground-Water Flow: USGS Techniques of Water ResourcesInvestigations, Book 6, Chapter A7.

    Langevin, C.D. at al. 2008. SEAWAT Version 4: A Computer Program for Simulation of Multi-Species Soluteand Heat Transport: USGS Techniques and Methods, Book 6, Chapter A22.

    Ozyurt, G. 2007. Vulnerability of Coastal Areas to Sea Level Rise: A Case Study on Goksu Delta, MastersThesis. Ankara, Turkey: Department of Civil Engineering, Middle East Technical University.

    Pool, M. and J. Carrera. 2011. A Correction Factor to Account for Mixing in GhybenHerzberg and CriticalPumping Rate Approximations of Seawater intrusion in Coastal Aquifers. Water Resources Research,47.

    Post, V. 2005. Fresh and Saline Groundwater Interaction in Coastal Aquifers: Is Our Technology Ready forthe Problems Ahead? Hydrogeology Journal, 13: 120—123.

    Strack, O.D.L. 1976. Single-Potential Solution for Regional Interface Problems in Coastal Aquifers. WaterResources Research , 12: 1165—1174.

    Syamsuddin, dkk. 2009. Simulasi Fluktuasi Muka Air Tanah di Daerah Pesisir Jeneponto. Thesis. Makassar:Universitas Hasanuddin.

    Werner, A. D. et al. 2012. Vulnerability Indicators of Sea Water Intrusion. Ground Water, 50 (1): 48-58.Zheng, C. and G.D Bennett. 2002. Applied Contaminant Transport Modeling. 2nd Edition. New York: Wiley

    Interscience,

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 7

    PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PENENTUAN UJUNG DERMAGA DAN POSISITIANG PANCANG PADA RENCANA DERMAGA PLTMG SELAYAR

    Indra Mutiara1)1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

    ABSTRACT

    This research aims to obtain the position of the front line of the jetty and obtain the coordinate position of thepile caps.The jetty front line is determined based on the characteristics of the ship design. The jetty plan is plotted on abathymetric map made to determine the coordinate position of the pile caps. The jetty front line is located at a depth of -5.4 meters LWS. Jetty construction is supported by 54 pile caps consisting of 14 pile caps for single pile at the front ofthe jetty, 2 pile caps for single pile and 12 pile caps for double pile in the middle of the jetty, 14 pile caps for a single pileat the back of the jetty. The position of the pile cap is defined as X, Y coordinates based on the Universal TransverMercator coordinate system, with the ellipsoidal WGS 84 datum.

    Keywords: batimetri, dermaga, tiang pancang

    1. PENDAHULUANPembangunan sebuah dermaga memerlukan data-data pendukung seperti data kapal, data oseanografi

    (angin, pasang surut dan gelombang), data pembebanan struktur yang bekerja, data daya dukung tanah, dataketersedianan lahan darat dan kondisi morfologi perairan. Data kondisi morfologi perairan digambarkandalam bentuk peta batimetri.

    Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan kedalaman laut dan disajikan dengan menggunakangaris kontur kedalaman. Garis kontur adalah garis abstrak yang menghubungkan beberapa lokasi atau daerahyang memiliki ketinggian atau kedalaman yang sama. Peta batimetri sebenarnya tidak sedetail peta rupa bumiyang menyajkan data ketinggian dan kenampakan permukaan bumi. Untuk pengukuran topografi, surveyormembutuhkan sejumlah titk-titik kontrol yang dipakai sebagai titik patokan. Titik kontrol tersebut dikatakanpada stasiun pasang surut untuk mendapatkan referensi ketinggian terhadap muka laut rata-rata (Setiawan,2015).

    Peta batimetri diperoleh dari hasil survey batimetri. Survei batimetri adalah survei yang dilaksanakanuntuk mengetahui nilai kedalaman suatu perairan yakni jarak permukaan air dengan dasar. Dalam istilahhidrografi, pengukuran kedalaman disebut Pemeruman (Fatoni, 2017). Dari peta batimetri yang diperolehdapat dilakukan plot layout dermaga.

    Penentuan layout dermaga ditentukan oleh kondisi morfologi peraian dan data kapal yang akansandar. Karakteristik kapal terdiri dari panjang kapal (LOA, length over all), lebar kapal (beam) dankedalaman sarat (draft) kapal. Draft kapal akan menentukan kedalaman pada ujung rencana dermaga.Berdasarkan kondisi morfologi dasar laut pada peta batimerti juga dapat ditentukan tipe dermaga. Kondisidasar laut yang curam cocok untuk dermaga tipe wharf, sedangkan kondisi dasar laut yang landai cocok untuktipe dermaga jetty yang dihubungkan oleh jembatan penghubung berupa trestle, causeway atau kombinasikeduanya. Dermaga tipe jetty biasanya dibuat berupa struktur deck on pile dengan menggunakan tiangpancang. Beberapa penelitian tentang batimetri untuk perencanaan pelabuhan sudah banyak dilakukan.

    Nugraha dkk (2013) melakukan pemetaan batimetri dan analisis pasang surut untuk menentukanelevasi lantai dan panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga, Kalimantan Timur. Alatperum yang digunakan adalah singlebeam echosounder merk Garmin. Hasil dari peta batimetri yang dibuatdiperoleh kedalaman antara -1,3 meter hingga -8,6 meter terhadap nilai MSL sebagai nilai ±0,00 m. ElevasiDermaga 136 yang dianjurkan adalah +2,76 meter dihitung dari nilai elevasi Zo sebagai nilai ± 0,00 meter dansebesar +2,04 meter apabila menggunakan nilai elevasi MSL sebagai nilai ±0,00 meter. Panjang dermaga hasilperhitungan adalah sebesar 114,84 meter untuk memenuhi standar keamanan dermaga tersebut. Untukkedalaman di depan dermaga adalah sebesar -5 meter.

    Ismail (2014) meneliti dinamika batimetri alur pelayaran Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat yangmengalami pendangkalan alur kapal sebagai akibat dari adanya sedimentasi. Data yang digunakan adalah data

    1 Korespondensi penulis: Indra Mutiara, Telp 085244703579, [email protected]

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 8

    pengukuran batimetri dan arus laut yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia II di daerah perairanPelabuhan Cirebon pada tahun 2006 dan tahun 2007. Pembuatan peta batimetri menggunakan program Surferversi 8. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedalaman alur pelayaran Pelabuhan Cirebon sangat bervariasidengan kisaran sebesar 0,36 m sampai 6,97 m pada tahun 2006 dan 0,79 m sampai 6,87 m tahun 2007. Selamaperiode tahun 2006 sampai tahun 2007 terjadi sedimentasi di alur pelayaran Pelabuhan Cirebon denganpenambahan volume sedimen permukaan sebesar 6.818 m3.

    Indrayani dkk (2015) menggambarkan batimetri Danau Sentani, Papua dalam penelitiannya.Pembuatan batimetri danau dilakukan dengan metode akustik. Perekaman data menggunakan GarminGPSmap 76CSx dan Garmin Echo 100 Fishfinder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman perairanDanau Sentani terdiri dari 9 variasi yang umumnya berkisar 15-23 m. Perairan danau terdalam berada diwilayah timur danau yaitu lebih dari 70 m dan kedalaman terendah antara 0-7 m berada di wilayah Sentanitengah.

    Saputra dkk (2016) meneliti kedalaman perairan, profil perairan, kelerengan serta jenis sedimen dasardi Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalahmetode kuantitatif. Metode pengambilan data kedalaman dan sedimen dasar dilakukan di wilayah yangdianggap mewakili kerakteristik wilayah seluruhnya. Hasil penelitian menunjukkan kedalaman PerairanKarangsong, Kabupaten Indramayu berkisar antara 1 meter sampai 11 meter dengan nilai kelerengan berkisarantara 0,250 hingga 0,277 dengan rata-rata kelerengan adalah hampir datar. Jenis Sedimen Dasar di PerairanKarangsong, Kabupaten Indramayu adalah pasir (silt) dan pasir lanauan (silty sand).

    Wijayanto dkk (2017) meneliti pemetaan batimetri untuk perencanaan pengerukan kolam PelabuhanBenoa, Bali. Pemeruman dilakukan dengan multibeam echosounder di Perairan Teluk Benoa serta dilakukanpengukuran pasang surut di dermaga timur. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai kedalaman areakeruk kolam pelabuhan depan dermaga selatan berkisar antara -8,44 mLWS hingga -11,59 mLWS dan areakeruk kolam pelabuhan depan dermaga timur berkisar antara -4,83 mLWS hingga -10,53 mLWS. Desainkedalaman rencana berdasarkan nilai draft kapal terbesar yaitu -10 mLWS. Volume pengerukan berdasarkandesain kedalaman, slope, penambahan siltation rate dan luas area pada kolam depan dermaga selatan dankolam depan dermaga timur yaitu 29.207,717 m3 dan 59.941,409 m3.

    Kabupaten Selayar yang secara geografis merupakan wilayah kepulauan, saat ini menggunakanPembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) untuk melayani kebutuhan listrik. Pembangkit Listrik TenagaMinyak dan Gas (PLTMG) direncanakan akan dibangun untuk menambah suplai listrik di Kabupaten Selayar.Suplai minyak dan gas sebagai sumber pembangkit listrik memerlukan sarana dan prasarana yang salahsatunya berupa dermaga. Dermaga tersebut dipakai untuk sandar kapal-kapal yang memuat minyak dan gas.

    Dari kondisi tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti Pemetaan Batimetri untuk PenentuanUjung Dermaga dan Posisi Tiang Pancang pada Rencana Dermaga PLTMG Selayar.

    2. METODE PENELITIANMetode pelaksanaan penelitian meliputi pengambilan data dan analisis data.

    1). Pengambilan dataData yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari data titik-titik kedalaman dasar laut yangdiperoleh dari hasil pengukuran kedalaman laut menggunakan alat echosounder. Data pengamatan pasangsurut juga akan digunakan untuk menghitung elevasi muka air rencana dan untuk mengoreksi databatimetri agar semua data kedalaman laut mengacu pada muka air rencana. Sumber data diperoleh daridokumen laporan Site Investigation Distributed Mobile Power Plant and Gas Engine Power PlantLocation : Cluster Sulawesi-1 (Final Report), LP2M-Unhas.

    2). Analisis dataAnalisis data yang dilakukan yaitu koreksi data batimetri terhadap data pengamatan pasang surut,pembuatan peta batimetri menggunakan perangkat lunak pemetaan, perhitungan elevasi lantai dermagadan elevasi ujung dermaga, plot denah dermaga pada peta batimetri dan penentuan posisi koordinat tiangpancang dermaga.

    3. HASIL DAN PEMBAHASANData batimetri merupakan data titik dasar laut dengan koordinat horisontal dengan sistem koordinat

    UTM dan kedalaman air laut pada saat itu, disertai data waktu pengukuran titik yang dinyatakan dalam jammenit dan detik pengukuran. Data kedalaman yang merupakan data kedalaman terhadap muka air laut perlu

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 9

    dihitung dengan mengoreksi ketinggian air laut akibat pengaruh pasang surut. Muka surutan yang dijadikanreferensi adalah muka air terendah selama pengamatan (LWS). Selain pengaruh pasang surut, data kedalamanjuga dikoreksi terhadap sarat transducer (jarak posisi tenggelam alat ke permukaan air laut).

    Proses penggambaran peta bathimetri dilakukan dengan melalui beberapa tahapan. Data hasilpemeruman ditransfer kedalam komputer melalui perangkat lunak mapsource, data koordinat dan kedalamankemudian ditransfer ke perangkat Ms. Excel untuk dikoresi kedalaman menurut surutan LWS. Data XYZ dariprogram Ms. Excel kemudian diolah menggunakan perangkat lunak Autodesk Civil 3D dan/atau Surfer 13untuk menggambar garis kontur berdasarkan interpolasi nilai-nilai kedalaman yang berdekatan

    Gambar 1. Peta batimetri

    1). Karakteristik Kapal RencanaKonstruksi dermaga di lokasi penelitian dimaksudkan untuk sarana tempat berlabuhnya kapal-kapal jenisLCT (Landing Craft Tanker).

    Tabel 1. Ukuran kapal rencana

    Jenis Kapal KapasitasMuatDimensi (meter)

    L B DLCT 831 GT 850 ton 70,5 13,7 3,6

    2). Elevasi Lantai Dermaga

    2170

    00m

    T

    2171

    00m

    T

    2172

    00m

    T

    2173

    00m

    T

    2174

    00m

    T

    2175

    00m

    T

    2176

    00m

    T

    2177

    00m

    T

    2178

    00m

    T

    2179

    00m

    T

    2180

    00m

    T

    2181

    00m

    T

    9329700 mU

    9329800 mU

    9329900 mU

    9330000 mU

    9330100 mU

    9330200 mU

    9330300 mU

    9330400 mU

    9330500 mU

    9330600 mU

    9330700 mU

    9330800 mU

    9330900 mU

    9331000 mU

    -25.0-24.0-23.0-22.0-21.0-20.0-19.0-18.0-17.0-16.0-15.0-14.0-13.0-12.0-11.0-10.0-9.0-8.0-7.0-6.0-5.0-4.0-3.0-2.0-1.00.01.0

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 10

    Tunggang pasang surut (HWS-LWS) sebesar 1,67 meter. Tunggang pasang surut tersebut termasuk kecilsehingga menguntungkan dalam penentuan lantai dermaga. Elevasi lantai dermaga direncanakan sebesar :+1,50 m diatas HWS = 1,67 + 1,50 = 3,17 m LWS ≈ +3,20 m LWS.

    3). Penempatan Ujung DermagaBerdasarkan data kapal rencana, maka dapat ditentukan kedalaman perairan tempat sandar kapal ataukedalaman ujung dermaga. Draft dalam keadaan sarat muat untuk kapal LCT 831 GT adalah 3,6 meter.Kedalaman ujung dermaga direncanakan sebesar -5.4 m (draft + free space) dibawah LWS = (-3,6) + (-1,80) = 5,4 m LWS.

    Gambar 2. Elevasi lantai dan ujung dermaga

    4). Pemilihan Tipe DermagaKondisi pantai di lokasi studi relatif landai, untuk mendapatkan kedalaman yang disyaratkan berdasarkapal rencana (-5,4 m LWS) berjarak ±480 m dari garis pantai surut. Karena garis kedalaman jauh daripantai maka jenis dermaga yang cocok adalah tipe Pier (posisi dermaga menjorok ke laut). Antaradermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (trestle) yang berfungsi sebagai penerusdalam lalu lintas barang.

    5). Jenis Struktur yang DigunakanDengan memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan yang ada di lokasi penelitian, maka jenis strukturdermaga yang digunakan adalah Deck on Pile. Struktur Deck on Pile menggunakan tiang pancang sebagaipondasi bagi lantai dermaga. Seluruh beban lantai dermaga (termasuk gaya akibat sandaran kapal)diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut.

    6). Posisi Tiang Pancang DermagaPosisi tiang pancang dermaga diperoleh dengan terlebih dahulu memplot denah dermaga dan trestle padapeta batimetri menggunakan software Autodesk Civil 3D. Selanjutnya posisi tiang pancang dapat diperolehdengan mendefinisakan koordinat X,Y sesuai sistem peta.

    HWS=+1,67 m

    +3,20 m

    LWS=±0,00 m

    -5,40 m

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 11

    Gambar 3. Denah penamaan tiang pancang

    Tabel 2. Koordinat tiang pancang pada bagian depan dermaga (Kode A)KodeTiang

    Posisi KodeTiang

    PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)

    A1 217730,638 9330559,475 A8 217723,364 9330539,775A2 217729,592 9330556,663 A9 217722,325 9330536,961A3 217728,553 9330553,849 A10 217721,286 9330534,147A4 217727,521 9330551,032 A11 217720,247 9330531,332A5 217726,482 9330548,218 A12 217719,214 9330528,516A6 217725,442 9330545,404 A13 217718,175 9330525,701A7 217724,403 9330542,590 A14 217717,129 9330522,890

    Tabel 3. Koordinat tiang pancang pada bagian tengah dermaga (Kode B)KodeTiang

    Posisi KodeTiang

    PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)

    B1 217733,453 9330558,436 B8.a 217725,876 9330538,913B2.a 217732,230 9330555,322 B8.b 217726,481 9330538,560B2.b 217732,583 9330555,927 B9.a 217725,202 9330536,266B3.a 217731,023 9330552,872 B9.b 217725,077 9330535,577B3.b 217731,712 9330552,748 B10.a 217723,798 9330533,284B4.a 217730,159 9330549,691 B10.b 217724,402 9330532,931B4.b 217730,512 9330550,296 B11.a 217723,123 9330530,638B5.a 217728,952 9330547,241 B11.b 217722,999 9330529,949B5.b 217729,640 9330547,117 B12.a 217721,726 9330527,653B6.a 217728,080 9330544,062 B12.b 217722,331 9330527,300B6.b 217728,433 9330544,667 B13.a 217721,052 9330525,007B7.a 217726,873 9330541,613 B13.b 217720,927 9330524,318

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 12

    B7.b 217727,562 9330541,488 B14 217719,943 9330521,850

    Tabel 4. Koordinat tiang pancang pada bagian belakang dermaga (Kode C)KodeTiang

    Posisi KodeTiang

    PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)

    C1 217736,267 9330557,397 C8 217728,993 9330537,697C2 217735,221 9330554,585 C9 217727,954 9330534,883C3 217734,182 9330551,771 C10 217726,914 9330532,068C4 217733,149 9330548,954 C11 217725,875 9330529,254C5 217732,110 9330546,140 C12 217724,843 9330526,437C6 217731,071 9330543,326 C13 217723,804 9330523,623C7 217730,032 9330540,511 C14 217722,758 9330520,811

    4. KESIMPULANBerdasarkan kapal rencana maka ujung dermaga didesan berada pada kedalaman -5,4 meter LWS

    yang berjarak ±480 meter dari garis pantai ke arah laut sehingga tipe dermaga yang cocok adalah struktur deckon pile dengan jembatan penghubung (trestle). Konstruksi dermaga ditopang oleh 54 tiang pancang yangterdiri dari 14 buah kepala tiang untuk tiang tunggal tegak pada bagian depan dermaga (Kode A), 2 buahkepala tiang untuk tiang tunggal tegak dan 12 buah kepala tiang untuk tiang miring ganda pada bagian tengahdermaga (Kode B), 14 buah kepala tiang untuk tiang tunggal tegak pada bagian belakang dermaga (kode C).Posisi tiang pancang didefinisikan dalam koordinat X,Y berdasarkan sistem koordinat UTM (UniversalTransver Mercator), dengan elipsoid WGS 84 yang ditabulasikan pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 4.

    5. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2015. Site Investigation Distributed Mobile Power Plant and Gas Engine Power Plant Location :

    Cluster Sulawesi-1 (Final Report), LP2M-UNHAS. Makassar.Fatoni, KI. 2017. Pasang Surut Sebagai Kontrol Vertikal Survei Batimetri, (Online),

    (https://pushidrosal.id/assets/filemanager/pdf/ Artikel_Pasut_ to_Batimetri.pdf , diakses 16 Februari 2018).Indrayani, Ervina. dkk. 2015. Peta Batimetri Danau Sentani Papua, (Online), Vol. 4, No. 3,

    (http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/download/ 2723/2748, diakses 16 Februari 2018).Ismail, Muhammad F. A. 2014. Dinamika Batimetri Alur Pelayaran Pelabuhan Cirebon, Provinsi Jawa

    Barat, (Online), Vol. 3, No. 1, (http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/download/1356/1237, diakses 16Februari 2018).

    Nugraha, Adiguna Rahmat. Saputro, Siddhi. dan Purwanto. 2013. Pemetaan Batimetri dan Analisis PasangSurut untuk Menentukan Elevasi Lantai dan Panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga, Kalimantan Timur, (Online), Vol. 16, No. 1, (http://journal.umy.ac.id/index.php/st/article/download/429/579, diakses 16 Februari 2018).

    Saputra , Angga Dwi. Setiyono, Heryoso. Saputro, Agus Anugroho Dwi. 2016. Pemetaan Batimetri danSedimen Dasar di Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, (Online), Vol. 5, No. 1,(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma/article/download/11294/8837, diakses 16 Februari 2018).

    Setiawan, Agnas. 29 Juli 2015. Apa itu Peta Batimetri, (online),(https://geograph88.blogspot.co.id/2015/07/apa-itu-peta-batimetri.html, diakses tanggal 12 Februari 2018).

    Wijayanto, Agustinus Wahyu. Saputro, Siddhi. dan Muslim. 2017. Pemetaan Batimetri untuk PerencanaanPengerukan Kolam Pelabuhan Benoa, Bali, (Online), Vol. 6, No. 1, (https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/joce/article/download/16211/15639, diakses 16 Februari 2018).

    6. UCAPAN TERIMA KASIHTerimakasih disampaikan kepada UPPM Politeknik Negeri Ujung Pandang dan semua pihak yang

    telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 13

    PENGEMBANGAN MODEL GEOMETRIK DAN PENGATURAN SIMPANG SEBIDANGRAMAH LINGKUNGAN WILAYAH PERKOTAAN

    Abdul Kadir Salim1) Lambang Basri Said 1) Rani Bastari Alkam1)1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia Makassar

    ABSTRACT

    This activity is to inventory several crossing locations that are arterial crossroads in the city of Makassar and analyze thegeometric and intersection arrangements of an environmentally friendly plot in the urban area as well as the planneddaily traffic volume at the arterial crossroads in the Makassar City. The expected output or product of this activity is adescription of traffic performance at various major arterial road intersections in Makassar City, which will be the maininput / consideration in taking and establishing a Road Junction Management System in Makassar City. already existingand engineering markers, signs and direction of vehicle movement in the area of Geometric Model and Arrangement ofIntersection of Urban Area Friendly Environments and can be published in accredited national journals and internationaljournals.

    Keywords: Geometric Model, Cross Section, Environmentally Friendly, Urban Area, Traffic Volume

    1. PENDAHULUANKota Makassar menyandang fungsi utama sebagai lbukota Propinsi Sulawesi Selatan dan pusat

    pelayanan Kawasan Timur Indonesia (KTI), berkembang menjadi kota metropolitan dengan jumiah penduduk± 1,7 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,72% per tahun. Keadaan ini mendorong aktivitas dan dinamikapenduduk semakin tinggi dan cepat. Namun dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, Pemerintah KotaMakassar tidak dapat mengimbangi dan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat terutama penyediaanprasarana jalan. Pertumbuhan penduduk mendorong pula pertumbuhan jumlah kendaraan baik roda duamaupun roda empat yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan sehingga mengakibatkan kemacetanlalulintas terutama pada jam-jam sibuk.

    Di sisi lain, Kota Makassar diharapkan dapat meyediakan berbagai fasilitas infrastruktur dalammenunjang berbagai aspek kegiatan tempat berinvestasi yang kondusif, tempat tujuan wisata yang menarikbahkan tempat berbelanja dan rekreasi yang menyenangkan. Penyediaan infrastruktur yang prima jugamendorong tumbuh dan berkembangnya perekonomian masyarakat yang selanjutnya akan mendorongpartisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumny.

    Rumusan MasalahBerdasarkan dari uraian latar belakang daiatas, maka akan dirumuskan masalah yang memungkinkan

    untuk memecahkan persoalan ini seperti :a. Bagaimana Model Geometrik pada Simpang Sebidang di Kawasan Pusat Kotasepanjang jalan arterib. Bagaimana dampak yang ditimbulkan seperti kemacetan dan keselamatan lalulintas pada simpang

    sebidang ramah lingkungan wilayah perkotaanc. Bagaimana mengevaluasi Kinerja Pergerakan Lalulintas yang terjadi pada kawasan wilayah perkotaand. Bagaimana Mengevaluasi Pertambahan Kapasitas Persimpangan pada kawasan wilayah perkotaan

    dari pembentukan geometrik

    2. METODE PENELITIANProsedur Penelitian Produk Terapan :A. Penelitian Tahun I :

    a. Penelitian tahun pertama untuk melakukan pengembangan wilayah Model Geometrik sertapeningkatan Kinerja Simpang Ramah Lingkungan pada wilayah Perkotaan yang telah ditetapkan

    b. Untuk mengetahui berapa pertambahan kapasitas dan tingkat pelayanan, penurunan derajatkejenuhan serta jumlah antrian dan peluang antrian yang terjadi pada simpang tersebut, termasukpenurunan waktu tempuh dan delay.

    Penelitian Tahun II : Optimalisasi Pengendalian Simpang

    1 Korespondensi penulis: Abdul Kadir Salim, Telp 081355723977, [email protected]

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    14

    Penelitian tahun kedua akan dilakukan dengan mempadukanpengendalian simpang dengan mempadukansiatem kanalisasi dengan berbagai bukaan pada median dengan pengambilan data lapangan yang dapatdiperoleh langsung, dan data sekunder melalui instansi terkait baik pada tatanan pemerintakan Kota Makassarmaupun tingkat wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Data lapangan dilakukan dalam dua bentuk yaitu bentukmanual counting dan survey jarak langsung dan waktu tempuh.Penelitian Tahun III : Manajemen Geometrik dan Simulasi Kinerja Simpang Ramah Lingkungan padaKawasan PerkotaanPenelitian tahun ketiga akan dilakukan dengan mempadukan pengendalian Geometrik dan Kinerja SimpangRamah Lingkungan pada Kawasan Perkotaan dengan system control terpadu dan terkoordinasi, pengambilandata lapangan yang dapat diperoleh langsung dan data sekunder melalui instansi yang terkait, sebagai produkakhir studi akan memberikan gambaran simulasi pergerakan lalulintas di wilayah studiD. Tempat dan Waktu Penelitian :Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar pada ruas utama dan simpang , mencakup pada wilayahkawasan Perkotaan yang meliputi Simpang dan ruas Jalan S.Saddang Baru, Veteran Utara dan VeteranSelatan, S.Saddang Lama, S.Walanae, G.Latimojong, Bulukunyi, G.Merapi, S.Tangka, Sudirman, Ratulangi,Karunrung, Dr.Sutomo, Lasinrang, Bontolempangan, St.Hasanuddin dan Arif Rate dalam kurun waktu 3(tiga) tahun dimulai dari tahap perancangan, survey dan data yang diperlukan (baik data primer maupun datasekunder) serta instansi yang terkait di Kota Makassar.E. Output Penelitian Produk TerapanKelayakan secara teknis/rekayasa lalulintas pada kawasan Perkotaan denganSistem Kontrol Manajemen padaKawasan Terpadu dan Terkordinasisebagai unsurutama dalam analisis peningkatan kapasitas ruas jalan dansimpang, serta sistemkanalisasi dan berbagaibukaan pada median yang diperlukan, efisiensi nilai waktu,tundaan dan selisih waktu tempuh dalam persfektif layanan hingga tahun 2027.3. HASIL SURVEIKondisi Sistem Jaringan JalanA. Nomenklatur Jaringan JalanKondisi sistem jaringan jalan pada Kawasan Pettarani yang menjadi lokasi survai pada kegiatan ini disajikanpada Gambar 5.1. berikut :

    Dimana :A = Ruas Jl. S. Saddang Baru – Pelita RayaB = Ruas Jl. S. Saddang Baru – Pelita Raya – Veteran Utara-SelatanC = Ruas Jl. S. Saddang – Veteran Utara-Selatan – S. WalanaeD = Ruas Jl. S. Saddang – S. Walanae – G. Latimojong-BulukunyiE = Ruas Jl. S. Saddang – G. Latimojong-Bulukunyi – KijangF = Ruas Jl. S. Saddang – Kijang – G. MerapiG = Ruas Jl. S. Saddang –G. Merapi – S. TangkaH = Ruas Jl. S. Saddang – S. Tangka – Sudirman-RatulangiI = Ruas Jl. Karunrung – Sudirman-Ratulangi – dr. Sutomo-LasinrangJ = Ruas Jl. Karunrung –dr. Sutomo-Lasinrang – BotolempanganK = Ruas Jl. Karunrung – Botolempangan – Arif Rate1 = Simpang Jl. S. Saddang Baru Timur – Pelita Raya

    B. Panjang Jaringan JalanPanjang jaringan jalan di Kawasan tersebut disajikan pada Tabel 5.1. berikut :

    Tabel 5.1. Panjang Jaringan Jalan di Kawasan PerkotaanNo Kode Ruas Nama Jalan Panjang (m)1 A Jl. S. Saddang Baru Timur 452 B Jl. S. Saddang Baru Barat 1100

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    15

    3 C Jl. S. Saddang Timur 1204 D Jl. S. Saddang Timur 2905 E Jl. S. Saddang Timur 1806 F Jl. S. Saddang Barat 2307 G Jl. S. Saddang Barat 1208 H Jl. S. Saddang Barat 1609 I Jl. Karunrung Timur 130

    10 J Jl. Karunrung Barat 10011 K Jl. Karunrung Barat 72

    KONDISI ARAH PERGERAKAN LALU LINTAS DI PERSIMPANGANKondisi arah pergerakan lalu lintas di setiap persimpangan yang ada di Kawasan Perkotaan yang

    menjadi lokasi studi disajikan pada Gambar 5.2. berikut : 2 = Simpang Jl. S. Saddang Baru Barat – PelitaRaya

    3 = Simpang Jl. S. Saddang Baru-S. Saddang – Veteran Utara- Veteran Selatan4 = Simpang Jl. S. Saddang Timur – S. Walanae5 = Simpang Jl. S. Saddang Timur – S.Saddang Barat - G. Latimojong-Bulukunyi6 = Simpang Jl. S. Saddang Barat – Kijang7 = Simpang Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi8 = Simpang Jl. S. Saddang Barat – S. Tangka9 = Simpang Jl. S. Saddang Barat -Karunrung – Sudirman-Ratulangi10 = Simpang Jl. Karunrung – dr. Sutomo-Lasinrang11 = Simpang Jl. Karunrung – Botolempangan12 = Simpang Jl. Karunrung – Arif Rate

    VOLUME LALU LINTAS HARIAN DI PERSIMPANGAN1. SIMPANG JL. S.SADDANG BARU BARAT – JL. PELITA RAYAVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S.Saddang Baru Barat – Jl. S.Saddang Baru Timur – Jl. Pelita Rayadisajikan pada Tabel berikut :Tabel 5.2. Volume Lalin di Simpang Jl. S.Saddang Baru Brt – Jl. S.Saddang Baru Tmr – Jl. Pelita Raya

    Dimana :LT = Left Turn (Belok Kiri)RT = Right Turn (Belok Kanan) ST = Straight Turn (Arah Lurus)Tabel 5.2 di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga sore hari adalah sebesar 1.446,22 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang terjadisebesar 2.155,1 smp/jam dan volume terkecil sebesar 665,8 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Baru Timur menuju keJl.Pelita Raya dan pendekat Jl. S.Saddang Baru Barat menuju Jl. A.P.Pettarani serta pendekat Jl. S.SaddangBaru Timur lurus ke Jl. Veteran

    C - LT C - ST C - RT H - LT D - LT D - ST E - LT E - ST E - RT JUMLAH07.00 - 08.00 51.30 114.50 152.40 38.50 13.00 125.20 138.40 51.30 67.10 751.7008.00 - 09.00 46.00 108.30 78.00 38.50 13.00 125.20 138.40 51.30 67.10 665.8009.00 - 10.00 59.50 147.50 85.00 192.00 18.00 206.60 170.90 76.60 97.60 1,053.7010.00 - 11.00 51.30 114.50 152.40 131.00 8.00 282.60 185.70 99.60 67.80 1,092.9011.00 - 12.00 51.10 106.20 64.30 225.20 19.50 252.60 268.50 123.40 118.00 1,228.8012.00 - 13.00 55.50 178.30 153.60 307.50 50.00 287.80 325.40 222.60 233.60 1,814.3013.00 - 14.00 39.80 174.20 61.50 309.80 40.00 350.00 331.00 177.50 230.30 1,714.1014.00 - 15.00 92.50 180.50 123.00 282.00 29.00 330.60 236.90 140.60 191.60 1,606.7015.00 - 16.00 105.50 204.80 153.60 253.30 30.00 256.00 205.00 165.50 169.30 1,543.0016.00 - 17.00 140.00 309.10 207.70 193.00 28.50 218.30 221.90 187.30 176.50 1,682.3017.00 - 18.00 182.50 438.00 239.50 261.80 30.50 242.10 342.80 125.60 292.30 2,155.1018.00 - 19.00 113.00 252.30 165.60 363.40 39.50 364.40 278.30 164.20 151.50 1,892.2019.00 - 20.00 35.00 143.50 272.50 309.80 32.00 303.90 203.00 149.50 151.00 1,600.20

    RERATA 78.69 190.13 146.85 223.52 27.00 257.33 234.32 133.46 154.90 1,446.22MAX 182.50 438.00 272.50 363.40 50.00 364.40 342.80 222.60 292.30 2,155.10MIN 35.00 106.20 61.50 38.50 8.00 125.20 138.40 51.30 67.10 665.80

    WAKTU ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    16

    SIMPANG JL. S. SADDANG BARU BARAT - S. SADDANG TIMUR – VETERAN UTARA -VETERAN SELATANVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S.Saddang Baru Barat – S.Saddang Barat – Veteran Utara – VeteranSelatan disajikan pada Tabel berikut :Tabel 5.3. Volume Lalin di Simpang Jl. S.Saddang Baru Brt – S.Saddang Brt -Veteran Utr – VeteranSlt

    Keterangan :LT = Left Turn (Belok Kiri) RT = Right Turn (Belok Kanan)ST = Straight Turn (Arah Lurus) TR = Arah BerputarTabel 5.3 di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga sore hari adalah sebesar 2.608,42 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang terjadisebesar 3.344,6 smp/jam dan volume terkecil sebesar 1.916,6 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Baru Barat yang bergeraklurus menuju Jl. S.Saddang Barat

    SIMPANG JL. S. SADDANG TIMUR – S.SADDANG BARAT - G.LATIMOJONG – BULUKUNYIVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang Timur – Jl.S.Saddang Barat -G. Latimojong - Bulukunyi disajikan pada Tabel 5.4.adalah sebagai berikut :

    Tabel 5.4. Volume Lalin di SimpangJl. S. Saddang Timur – Jl.S.Saddang Barat G. Latimojong -Bulukunyi

    Tabel 5.4 di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga sore hari adalah sebesar 2.218,12 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang terjadisebesar 3.034,94 smp/jam dan volume terkecil sebesar 1.796,1 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Timur yang bergerak lurus.

    F - LT F - ST F - RT I - LT I - ST I - RT07.00 - 08.00 57.00 60.30 53.30 119.00 127.10 131.3008.00 - 09.00 66.00 70.80 59.65 145.50 152.60 159.3009.00 - 10.00 91.30 55.50 67.25 182.60 111.00 153.5010.00 - 11.00 79.60 48.00 47.80 139.20 88.00 110.3011.00 - 12.00 94.10 56.00 54.80 186.20 106.00 123.8012.00 - 13.00 113.10 64.50 64.40 226.20 129.00 151.3013.00 - 14.00 142.40 55.00 90.15 284.80 110.00 180.3014.00 - 15.00 64.30 42.50 51.00 113.80 76.50 92.0015.00 - 16.00 74.80 49.00 60.50 138.30 91.50 111.0016.00 - 17.00 88.30 58.00 71.00 167.80 110.50 135.0017.00 - 18.00 102.90 66.75 82.75 205.80 133.50 60.5018.00 - 19.00 106.65 50.25 81.05 213.30 100.50 162.1019.00 - 20.00 109.40 58.00 88.65 218.80 98.50 177.30

    RERATA 91.53 56.51 67.10 180.10 110.36 134.44MAX 142.40 70.80 90.15 284.80 152.60 180.30MIN 57.00 42.50 47.80 113.80 76.50 60.50

    ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)WAKTU

    I - LT I - RT L - LT L - ST L - TR K - ST K - RT K - TR JUMLAH07.00 - 08.00 166.7575 189.0175 252.36 563.604 25.236 479.296 89.868 29.956 1,796.1008.00 - 09.00 227.5 243.53 331.98 741.422 33.198 481.792 90.336 30.112 2,179.8709.00 - 10.00 292.565 258.5975 252.21 563.269 25.221 410.496 76.968 25.656 1,904.9810.00 - 11.00 205.4325 228.2175 251.73 562.197 25.173 419.2 78.6 26.2 1,796.7511.00 - 12.00 247.52 268.03 274.14 612.246 27.414 391.168 73.344 24.448 1,918.3112.00 - 13.00 303.2575 317.6425 341.37 762.393 34.137 559.872 104.976 34.992 2,458.6413.00 - 14.00 307.8075 333.5675 310.17 692.713 31.017 620.864 116.412 38.804 2,451.3614.00 - 15.00 199.0625 256.6375 285.99 638.711 28.599 488.192 91.536 30.512 2,019.2415.00 - 16.00 237.7375 299.5125 281.22 628.058 28.122 495.424 92.892 30.964 2,093.9316.00 - 17.00 286.65 355.25 318.54 711.406 31.854 586.496 109.968 36.656 2,436.8217.00 - 18.00 371.39375 454.78125 390.54 872.206 39.054 725.568 136.044 45.348 3,034.9418.00 - 19.00 253.09375 305.94375 345.51 771.639 34.551 377.408 70.764 23.588 2,182.5019.00 - 20.00 268.45 291.55 313.44 700.016 31.344 765.888 143.604 47.868 2,562.16

    RERATA 259.02 292.48 303.78 678.45 30.38 523.20 98.10 32.70 2,218.12MAX 371.39 454.78 390.54 872.21 39.05 765.89 143.60 47.87 3,034.94MIN 166.76 189.02 251.73 562.20 25.17 377.41 70.76 23.59 1,796.10

    ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)WAKTU

    1 2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    A

    C

    B

    D J P

    H N

    E KQ

    ROL

    M

    I

    G

    F

    E - LT E - ST E - RT E - TR G - LT G - ST G - RT G - TR JUMLAH585.00 95.40 114.00 114.00 72.50 389.00 17.50 2.00 1,937.40723.50 112.40 140.00 140.00 76.00 520.60 37.30 7.50 1,916.60962.90 61.60 194.10 194.10 63.50 562.50 48.30 3.00 2,243.50679.30 66.50 209.00 209.00 71.00 692.00 53.80 3.00 2,093.90730.30 76.50 220.00 220.00 79.50 855.00 60.30 3.00 2,368.40898.30 93.00 272.50 272.50 69.10 1,160.20 47.30 8.50 2,972.70862.50 144.00 320.50 320.50 69.10 1,160.20 47.30 8.50 3,112.90788.80 76.50 308.00 308.00 63.50 599.30 53.60 4.00 2,293.70647.00 97.50 252.00 252.00 72.50 738.80 59.10 4.00 2,233.90880.50 117.50 311.00 311.00 86.00 910.80 66.10 4.00 2,821.90

    1,046.60 145.00 385.50 385.50 102.50 1,130.30 78.10 4.00 3,338.00818.60 158.00 347.50 347.50 105.80 1,222.90 61.00 8.50 3,231.90959.70 145.00 389.50 389.50 83.00 1,139.60 55.00 6.00 3,344.60814.08 106.84 266.43 266.43 78.00 852.40 52.67 5.08 2,608.42

    1,046.60 158.00 389.50 389.50 105.80 1,222.90 78.10 8.50 3,344.60585.00 61.60 114.00 114.00 63.50 389.00 17.50 2.00 1,916.60

    ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    17

    SIMPANG JL. S. SADDANG BARAT – G. MERAPI UTARA – S.SADDANG BARAT – G.MERAPISELATANVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi Utara - Jl. S. Saddang Barat – G.MerapiSelatan disajikan pada Tabel 5.5 berikut :Tabel 5.5. Volume Lalin di Simpang Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi Utara - Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi Selatan

    Dimana :LT = Left Turn (Belok Kiri) ST = Straight Turn (Arah Lurus)TR = Arah Berputar RT = Right Turn (Belok Kanan)Tabel 5.5 di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga sore hari adalah sebesar 3.095,9 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang terjadisebesar 3.986,3 smp/jam dan volume terkecil sebesar 2.195,6 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Barat dan Jl. S.SaddangBarat yang bergerak lurus dan membelok ke Jl. G.Merapi

    SIMPANG JL. S. SADDANG BARAT -KARUNRUNG – SUDIRMAN-RATULANGIVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang Barat -Karunrung – Sudirman-Ratulangi disajikan padaTabel 5.6 berikut :

    Tabel 5.6. Volume Lalin di Simpang Jl. S. Saddang Barat -Karunrung – Sudirman-Ratulangi

    Jenis Kendaraan

    Volume Lalu Lintas Kendaraan Rata-Rata (Kend/jam)Selama Waktu Pengamatan 12 Jam

    Barat (B) Utara (U) Timur (T)ST LT RT LT ST RT

    HV 291 125 57 153 249 132LV 2314 1606 1928 485 2132 459MC 3912 2085 2456 896 3345 914UM 473 188 140 25 302 248

    Rerata arah gerakan(Kendaraan/jam) 6990 4004 4081 1559 6128 1553

    Rerata arah gerakan (smp/jam) 3836.8 2381.5 2733.2 937.4 3434.3 891.6

    Tabel 56 memperlihatkan bahwa jumlah volume lalu lintas yang melintas pada persimpangan ini adalahsebesar 3.836,8 smp/jam yang bergerak lurus pada pendekat Jl. Ratulangi ke Jl.Sudirman

    4. KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Perkotaan dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut :1. Volume lalulintas terpada pada kawasan Perkotaan terjadi pada Simpang Veteran – S.Saddang dengan

    volume lalulintas rerata pada pagi sampai sore hari sebesar 3,095.9 smp/jam dengan volume tertinggiyang terjadi sebesar 4,195.50 smp/jam dan volume terendah sebesar 2,133.40 smp/jam

    2. Komposisi kendaraan terbesar didominasi oleh kendaraan sepeda motor dengan komposisi antara 42 – 72%, sedangkan kendaraan dengan komopsisi antara 20 – 25 %

    3. Kapasitas Persimpangan dikawasan Perkotaan dengan rerata 6,875.48 smp/jam dengan kapasitasmaksimum sebesar 7,589.19 smp/jam dan kapasitas minimum sebesar 2,990.16 smp/jam

    N - LT N - RT R - LT R - ST R - TR Q - ST Q - RT Q - TR JUMLAH07.00 - 08.00 99.8 205.4 675.1 674.8 76.2 884.3 443.3 148.1 3,207.008.00 - 09.00 132.2 269 647.9 890 99 1167.8 585.3 195.1 3,986.309.00 - 10.00 102.3 169.2 427.1 793.3 89.2 721.9 361.7 121.6 2,786.310.00 - 11.00 86.8 175.7 371.3 673.9 76.7 485.2 243.1 82.9 2,195.611.00 - 12.00 114.8 226.1 438.2 790 88.7 638.9 320.2 107.6 2,724.512.00 - 13.00 131 259.6 506.6 1041.1 117 842.9 421.7 141.6 3,461.513.00 - 14.00 114.3 255.2 518.1 953.6 107.5 858.4 430.1 143.7 3,380.914.00 - 15.00 73.6 188.5 438.3 641 72.2 563.6 282.3 94.1 2,353.615.00 - 16.00 68.5 182.7 417.6 689.2 78.2 585.8 294.3 98.6 2,414.916.00 - 17.00 82 214.4 547.9 781.6 87.4 652.2 327.5 109.6 2,802.617.00 - 18.00 106.5 281.9 613.3 1028 115.7 859.2 431 144.1 3,579.718.00 - 19.00 102.8 249.8 438.1 900.2 100.3 1084.6 542.3 182.3 3,600.419.00 - 20.00 105 253 458.5 912.3 102.8 1151.9 576.2 193.6 3,753.3

    RERATA 101.5 225.4 499.8 828.4 93.1 807.4 404.5 135.6 3,095.9MAX 132.2 281.9 675.1 1,041.1 117.0 1,167.8 585.3 195.1 3,986.3MIN 68.5 169.2 371.3 641.0 72.2 485.2 243.1 82.9 2,195.6

    VOLUME LALU LINTAS (Smp/Jam)WAKTU

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18) 978-602-60766-4-9

    18

    4. Derajat Kejenuhan pada persimpangan Kawasan Perkotaan dengan rerata 0,811 dengan derajatmaksimum sebesar 1,019 dan derajat kejenuhan minimum 0,104

    5. Tundaan lalulintas pada persimpangan Kawasan Perkotaan tertinggi adalah 32,31 detik dengan rerata38,18 detik, untuk kondidis yang terjadi pada simpang Jl.Veteran – Jl.S.Saddang

    6. Peluang antrian terbesr terjadi pada simpang tak bersinyal di Kawasan Perkotaan antara 42 – 83 % yangterjadi pada simpang Jl.Veteran – Jl.S.Saddang

    SaranBerdasarkan hasil penelitian, diusulkan beberapa saran sebagai berikut :1. Agar memperlebar geometrik pada kawasan Perkotaan terutama pada Jl.Veteran –Jl.S.Saddang2. Mengurangi hambatan samping dengan meniadakan parkIr pada bahu jalan terutama pada sepanjang

    jalan S.Saddang dan Jl.G.Latimojong3. Memperbanyak marka jalan sepanjang jalan .Saddang dan jalan G.Latimojong

    5. DAFTAR PUSTAKAAnonimus, 1993, Indonesian Highway CapacityManual, Part I, Urban Road No. 09/T/BNKT/1993,

    Directorate General of Highways, Ministry of Public Works, JakartaAnonimus, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ), Direktorat Jenderal Bina Marga DPU,

    Jakarta.Ahmad Munawar,2006, Manajemen Lalulintas Perkotaan, Penerbit Beta Offset, Cetakan kedua, 2006C.Jotins Khisty, B.Kent Lall,2005,Transportation Engineering, Third Edition,Prentice Hall, New JerseyEdward K. Morlok,1987,Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga (Editor Yani

    Sianipar), Cetakan kedua,Jakarta.Henan Branch, 2013, Signal timing at Newark intersection, The News Journal, The cross of Sanquan Road

    and Huayuan Road, Zhengzhou, China, AprilJohn Fleck, 2012,Underpasses Smooth Bike Route Perils, Roberto E. Rosales Journal, JulyLambang B.Said, 2003, Penentuan Sistem Angkutan Umum Massal dalam Mengatasi Kemacetan Lalulintas

    pada Koridor Jalan Utama Kota Makassar, Laporan Riset,Pusat Studi Transportasi,Lembaga Penelitian UMI, Makassar

    Lambang B.Said, 2006, Studi Sensitivitas Pengguna Moda Angkutan Umum Massal Kota Makassar, LaporanRiset,Pusat Studi Transportasi, Lembaga Penelitian UMI, Makassar.

    Ofyar Z. Tamin, 2000, Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Edisi Kedua, BandungPignataro,L.J, 1993, Traffic Engineering Theory and Practice, Prentice Hall, New YorkRichard Lake, 2013, Roundabout called safer than other intersections, writes about traffic and transportation.

    The Road Warrior appears Sunday and Wednesday in Nevada News, January

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 19

    ANALISA UMUR LAYANAN EMBUNG BEROANGIN KABUPATEN JENEPONTO

    Hasdaryatmin Djufri1), Indra Mutiara1)1)Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

    ABSTRACT

    One of the performance degradation in retention basin is caused by sedimentation, as is the case with theBeroangin retention basin in Jeneponto District which was built in 2015, which if no maintenance is carried out, theservice life of the retention basin will continue to decrease and will not function properly. Sedimentation rate isinfluenced by the condition of the retention basin catchment area including: rainfall, slope, soil type and land cover byanalysis of the USLE method and direct measurements. The retention basin sedimentation rate with the USLE method is492.34 m3/yr and direct measurement is 435.38 m3/yr Therefore the retention basin service life is based on the USLEmethod after the retention basin has been operating for three years with an initial dead storage volume of 1307.49 m3, sothe sedimentation in the weir pond has covered the intake or predicted its useful life is only around 2.65 years. Directmeasurement results obtained the remaining volume of dead storage is 1.33 m3, the remaining service life of Beroanginretention basin is around 0.0031 years.

    Keywords: Beroangin retention basin, Sedimentation, Service life

    1. PENDAHULUANEmbung Beroangin merupakan salah satu bangunan air yang dibangun oleh Pemerintah pusat melalui

    Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang pada tahun 2015 yang dimaksudkan untuk pemenuhankebutuhan air baku masyarakat Desa Beroangin Kabupaten Jeneponto sebesar 4.956 jiwa dan pemenuhankebutuhan air irigasi di Beroangin dengan luas areal 115 Ha (BBWS Pompengan Jeneberang, Laporan AkhirPembangunan SID Air Baku Kab. Jeneponto, 2013). Seiring berjalannya waktu terjadi perubahan fisikmaupun finansial pada embung dan daerah disekitar embung. Hal ini akan berdampak pada umur layananEmbung Beroangin yang di proyeksikan sampai tahun 2024, sehingga perlu adanya perhatian yang lebihterhadap bangunan tersebut. Hal ini dapat diwujudkan dengan dilakukannya kegiatan pemeliharaan embungmengingat terbatasnya sumber daya modal untuk mengganti asset yang dimaksud. Namun seringkali kegiatanpemeliharaan hanya dilakukan bila terdapat masalah pada bangunan tersebut saja. Tidaklah heran bilabangunan yang mulanya indah dan megah, akan rusak hanya dalam beberapa tahun saja, dan kerugian bagimasyarakat yang bergantung pada pemanfaatan embung.

    Berdasarkan data yang dihimpun CV. Emtiga Konsultan pada tahun 2014 terdapat 12 (dua belas)embung yang dibangun di Kabupaten Jeneponto melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberangrusak dan tidak beroperasi. Permasalahan yang terjadi pada umumnya adalah degradasi fungsional, ditandaidengan berkurangnya kapasitas tampungan air, akibat sedimentasi yang tidak terkontrol. Pendangkalan sungaidan kolam embung berimbas pada tumbuhnya tanaman liar yang dapat merusak tubuh embung. Permasalahanini harus mendapat perhatian serius sebab jika tidak ditangani lama kelamaan akan menyebabkan kegagalanstruktur embung sehingga berdampak pada tidak terpenuhinya sistem irigasi yang optimal dan menurunkannilai efisien dari embung.

    Secara alamiah, tidak ada benda yang dibuat oleh manusia yang tidak bisa rusak, tetapi umurlayanannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan secara berkala yang bisa diterima denganmerujuk pada standar yang ditentukan oleh organisasi yang melakukan pemeliharaan. Umur layanan EmbungBeroangin dapat diprediksi dengan memperhitungkan laju sedimentasi yang terjadi pada Daerah AliranSungai (DAS) Embung Beroangin. Salah satu metode yang umum digunakan adalah metode Universal SoilLoss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1978. Dalam penggunaanmetode ini dibutuhkan identifikasi dan pemetaan kondisi lahan. Pengolahan peta dilakukan untukmenghasilkan informasi mengenai kondisi lahan pada DAS Embung Beroangin seperti kemiringan lereng,curah hujan, jenis tanah, dan data penggunaan lahan. Selain metode USLE, laju sedimentasi dapat dihitungdengan melakukan pengukuran langsung pada kolam embung. Data dari hasil pengukuran langsung diolahdengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menggambarkan penampang kolam embung saat ini.

    1 Korespondensi penulis: Hasdaryatmin Djufri, Telp 0811465724, [email protected]

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 20

    Perbandingan volume kolam embung saat ini dan saat setelah pembangunan digunakan untuk memprediksilaju sedimentasi Embung Beroangin.

    Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian terhadap umur layanan Embung Beroangin diharapkandapat memberikan informasi yang akurat mengenai laju sedimentasi yang terjadi pada Embung Beroanginuntuk memprediksi sisa umur layanan Embung Beroangin sebagai acuan dalam menyusun rekomendasipemeliharaannya.

    Kajian tentang analisa umur layanan embung yang berkaitan dengan pengurangan kapasitas tampungoleh beberapa peneliti, diantaranya adalah S. Imam Wahyudi (2004), melakukan penelitian mengenaisedimentasi dan kapasitas operasional Waduk Cacaban di Kabupaten Tegal dengan membandingkan hasilpengukuran elevasi dasar waduk menggunakan alat echosounding. Wilhelmus Bunganaen (2013), melakukanpenelitian mengenai volume sedimentasi yang terjadi pada Embung Bimoku di Lasiana Kota Kupang padakondisi tataguna lahan baik dan kondisi tataguna lahan buruk dengan kalah ulang 12 tahun. Suseno Darsono,dkk. (2016), melakukan penelitian mengenai umur layanan Waduk Sanggeh di Kabupaten Grobogan,penelitian dilakukan dengan menganalisa laju erosi dan sedimentasi serta pengukuran bathimetri.

    2. METODE PENELITIANObjek penelitian adalah Embung Beroangin, terletak di Desa Beroangin, Kecamatan Bangkala Barat,

    Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jarak tempuh mencapai ±80 km dari Kota Makassar.Secara geografis Embung Beroangin terletak pada koordinat 5o28’41.87”LS dan 119o35’39.26”BT

    Untuk memperoleh informasi data yang baik dan benar dengan asumsi agar tujuan penelitian dapatdicapai, maka pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut:

    1) Mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan penelitian, berupa:a) Data curah hujan bulanan Kabupaten Jeneponto dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

    Tabel 1.Curah Hujan Kawasan pada Stasiun

    Tahun Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm)Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des2010 306 158 74 158 146 108 127 19 140 14 142 1272011 405 452 529 301 119 35 27 - - 163 319 5402012 522 419 822 318 93 32 53 - 5 410 225 5252013 1840 698 353 229 186 340 107 - - 21 66 6252014 991 443 91 224 81 82 6 - - - 173 4892015 1118 451 196 166 93 40 - - - - 77 7362016 281 330 268 297 91 119 156 9 168 338 352 3132017 810 520 258 139 112 91 91 36 46 74 250 862

    b) Peta rupa bumi indonesia (RBI) Lembar Sapaya skala 1:50.000 lembar 2010 – 61 Edisi I tahun 1991c) Peta tata guna lahan/tutupan lahan Kabupaten Jeneponto skala 1:50.000 diperoleh dari Badan

    Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jenepontod) Peta jenis tanah Kabupaten Jeneponto skala 1:50.000 diperoleh dari Badan Perencanaan dan

    Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jeneponto

    Gambar 1. Peta Pendukung (a. Peta Rupa Bumi; b. Peta Tutupan Lahan; c. Peta Jenis Tanah)

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 21

    e) Data kelerengan diperoleh dari pengolahan data ASTER GDEM resolusi 30 meter. ASTER DEMdisediakan oleh United State Geological Survey (USGS) dan diunduh pada websitehttp://earthexplorer.usgs.gov.

    f) Data Berat Jenis Tanah, untuk menampilkan laju sedimentasi dalam satuan m3/tahun, diperoleh daripengujian sampel tanah/sedimen yang diambil lokasi penelitian dan uji pada laboratorium mekanikatanah

    g) Data pembangunan Embung Beroangin berupa gambar dan laporan pembangunan diperoleh BalaiBesar Wilayah Sungai Pompengan.

    Gambar 2. Peta Situasi dan Potongan Melintang Kolam Embung Beroangin (kondisi sebelum operasi)

    2) Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung dilokasi penelitian untuk memperoleh data primerberupa bentuk penampang kolam Embung Beroangin saat ini.

    Dalam penelitian ini, dilakukan dua metode analisis lajusedimentasi yaitu menghitung sedimen delivery ratio (SDR) darihasil laju erosi metode USLE dan menghitung laju sedimentasi darihasil pengukuran langsung dengan membandingkan elevasi kolamtampungan kondisi awal dan kondisi saat ini selanjutnyadigunakan sebagai dasar dalam menghitung umur layanan embung.Jadi pada dasarnya model yang digunakan dalam penelitian iniadalah model perbandingan (komparisasi) antara hasil pengukuransecara langsung dengan secara analitis. Erosi dan laju sedimentasidengan metode USLE dengan persamaan sebagai berikut:

    E = R.K.Ls.C.P

    Spot = SDR . E

    SDR = 0,41 A-0,3

    E = Erosi lahan/ jumlah tanah yang hilang rata-rata setiaptahun (ton/ha/tahun)

    Spot = Hasil sedimen yang diperoleh di outlet DAS (ton/thn)SDR = Sediment Delivery Ratio (SDR)A = luas daerah tangkapan air (ha)

    Pendugaan umur layanan embung dihitung berdasarkanhubungan antara volume sedimen yang mengendap dengan sisavolume dead storage (volume tampungan mati) embung (Lewis et

    al., 2013 dalam Darsono dkk, 2016). Hubungan tersebut dapatdilihat berdasarkan persamaan di bawah ini:

    Sisa umur layanan embung =

    Gambar 3. Bagan alir penelitian

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 22

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN3. 1 Hasil Penelitian

    Berdasarkan data-data sekunder dan data primer yang telah diperoleh, selanjutnya dianalisissehingga diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:

    1) Erosivitas Hujan (R); Karena data hujan yang tersedia berupa data hujan bulanan, maka digunakanpersamaan yang dikemukakan Lenvain (1989) dalam Lubis (2016:31), dan diperoleh nilai erosivitas hujansebagai berikut:

    Rm = 2,21 Pm1,36Tabel 2. Nilai Erosivitas Hujan DAS Embung Beroangin

    Dari Hasil analisis data, menunjukkan bahwa nilai erosivitas pada DAS Embung Beroangin 2662.2untuk luas DAS 589,36 ha.

    2) Luas DAS (A); Berdasarkan peta rupa bumi, ditentukan lokasi Embung Beroangin dan selanjutnyadituntakan batas Daerah Aliran Sungai atau tangkapan embung. Luas tangkapan Embung Beroangin adalah589,36 Ha

    3) Faktor Erodibilitas (K); Berdasarkan peta jenis tanah, lokasi penelitian atau daerah tangkapan EmbungBeroangin secara keseluruhan adalah tanah jenis Dystropepts dengan nilai erodibilitas (K) adalah 0,21.

    4) Nilai pengaruh tutupan lahan terhadap erosi lahan (CP); Berdasarkan peta tutupan lahan, lokasi penelitianatau daerah tangkapan Embung Beroangin terdiri atas hutan 70%, semak 19% dan tegalan 11% dengannilai CP bervariasi dari 0.01 sampai dengan 0.07.

    5) Nilai kelerengan terhadap erosi (LS); Kelas kelerengan pada DAS Embung Beroangin dibagi dalam 5kelompok dengan nilai LS yang berbeda, yaitu: datar 4%; landai 16%; agak curam 34%; curam 37% dansangat curam 8% dengan nilai LS berkisar 0,40 s/d 9,50.

    Gambar 4. Peta-peta hasil pengolahan data (Peta DAS; Tutupan Lahan, Jenis Tanah dan Kelerengan)

    Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 132010 231.7 94.3 33.6 94.3 84.7 56.2 70.1 5.3 80.0 3.5 81.6 70.1 905.42011 339.3 393.9 487.9 226.6 64.1 12.1 8.5 - - 98.4 245.2 501.7 2377.72012 479.1 355.3 888.4 244.2 45.9 10.7 21.4 - 0.9 345.0 152.5 482.8 3026.22013 2657.9 711.3 281.4 156.2 117.7 267.4 55.5 - - 6.1 28.8 612.1 4894.42014 1145.7 383.3 44.5 151.6 38.0 38.7 1.1 - - - 106.7 438.4 2347.92015 1349.8 392.7 126.4 100.9 45.9 14.6 - - - - 35.5 764.4 2830.22016 206.4 256.8 193.5 222.5 44.5 64.1 92.7 1.9 102.5 265.3 280.3 239.0 1969.52017 870.8 476.6 183.7 79.2 59.1 44.5 44.5 12.6 17.6 33.6 176.0 947.7 2946.1

    Rata-Rata 2662.2

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 23

    6) Berat Jenis (Gs); Pengujian berat jenis sedimen dilakukan terhadap 3 sampel sedimen dari titik yangberbeda di lokasi tampungan Embung Beroangin, hasil pengujian diperoleh berat jenis sampel A = 2,509gr/cm3, B = 2.488 gr/cm3; C = 2.398 gr/cm3, sehingga Berat jenis rata-rata (A,B,C) = 2.465 gr/cm3

    7) Tampungan Mati Awal Embung; Tampungan mati awal Embung Beroangin dihitung berdasarkan gambarpasca konstruksi sebelum embung beroperasi (as built drawing), total tampungan mati awal EmbungBeroangin adalah 1.307,49 m3

    8) Tampungan mati Embung Beroangin saat ini; Berdasarkan hasil analisa gambar pengukuran/pemetaankondisi kolam embung saat ini, diperoleh total sisa tampungan mati Embung Beroangin adalah 1,33 m3

    3. 2 Pembahasan1) Laju Erosi dan sedimentasi USLE;

    Besarnya nilai laju erosi yang terjadi pada DAS Embung Beroangin dengan analisa metode USLE dihitungpersegmen/perkelompok berdasarkan tingkat kemiringan lahannya. Besarnya sedimentasi yang terjadi padaDAS Embung Beroangin yang akan terangkut kedalam kolam tampungan embung merupakan hasil kalidari besarnya erosi yang terjadi pada DAS dengan rasio pengangkutan sedimen (SDR), dimana nilai SDRDAS Embung Beroangin adalah:

    SDR = 0,41 A-0,3= 0,41 (589,36)-0,3= 0,06

    Dengan berat jenis sedimen adalah 2.465 gr/cm3, maka potensial sedimen yang terjadi pada EmbungBeroangin sebesar 492,34 m3/thn, sebagaimana diuraikan pada tabel berikut.

    Tabel 3. Potensi Sedimen Embung Beroangin

    TopografiKelas

    Lereng(%)

    Luas (ha)Persegmen

    ErosiTotal

    ton/thnSDR SedimenPotensial

    2 3 4 5 6 7Datar 0-8 25.51 163.58 0.06 9.86

    Landai 8-15 93.36 1901.79 0.06 116.21Agak curam 15-25 200.81 6377.92 0.06 385.07

    Curam 25-40 220.74 9049.38 0.06 548.81Sangatcuram > 40 48.94 2616.62 0.06 157.91

    Total sedimen potensial ton/thn 1213.55Total sedimen potensial m3/thn 492.34

    2) Laju Sedimentasi Metode Pengukuran Langsung

    Perkiraan laju sedimentasi dengan pengukuran langsung dilakukan dengan membandingkan volumetampungan mati Embung Beroangin sebelum beroperasi dan setelah beroperasi selama periode waktuselang pengukuran yang dilakukan. Embung Beroangin mulai dioperasikan pada tahun 2015 dalam hal iniEmbung Beroangin telah beroperasi sekitar 3 tahun. Dengan demikian laju sedimentasi dapat dihitungsebagai berikut:

    Laju Sedimentasi

    Tamp. Mati Awal – Tamp. Mati AkhirLama Operasi Embung

    = 1307.49 m3 - 1,33 m33 Tahun

    = 435,39 m3/thn

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 24

    3) Umur Layanan Embung

    Sisa umur layanan Embung Beroangin dihitung berdasarkan volume tampungan mati saat ini dengan lajusedimentasi yang masuk ke kolam embung setiap tahun. Dari hasil perhitungan laju sedimentasi denganmetode Universal Soil Loss Equation (USLE) diketahui laju sedimentasi sebesar 492.34 m3/tahun.Berdasarkan metode USLE, jika Embung Beroangin telah beroperasi selama tiga tahun dengan volumetampungan mati awal sebesar 1307.49 m3 maka sedimentasi pada kolam embung telah menutupi intakeatau diprediksi usia gunanya hanya sekitar 2.65 tahun.

    Hasil pengukuran langsung didapatkan laju sedimentasi sebesar 435.38 m3/tahun dengan sisa volumetampungan mati saat ini sebesar 1.33 m3. Sisa umur layanan Embung Beroangin dihitung denganpersamaan:

    Sisa umur embung =

    1.33 m3= 435.38 m3/tahun

    = 0.0031 tahun

    Dari kedua metode yang digunakan yaitu pengukuran berdasarkan erosi yang terjadi dan berdasarkan datapengukuran langsung tidak terjadi perbedaan laju sedimentasi yang terlalu besar. Sisa umur layananEmbung Beroangin digunakan data hasil pengukuran langsung sebesar 0.0031 tahun karena dianggapmendekati kondisi sebenarnya Embung Beroangin.

    4. KESIMPULAN1) Laju sedimentasi Embung Beroangin dengan analisis metode USLE sebesar = 492.34 m3/tahun dan Laju

    sedimentasi dengan pengukuran langsung sebesar = 435.38 m3/tahun

    2) Berdasarkan metode USLE, jika Embung Beroangin telah beroperasi selama tiga tahun dengan volumetampungan mati awal sebesar 1307.49 m3 maka sedimentasi pada kolam Embung telah menutupi intakeatau diprediksi usia gunanya hanya sekitar 2.65 tahun. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran langsungsisa volume tampungan mati saat ini sebesar 1.33 m3 sehingga sisa umur layanan Embung Beroanginsekitar 0.0031 tahun.

    5. DAFTAR PUSTAKAAsmoro A. T., 2015, Analisis Volume Sedimen Waduk Wonogiri di Muara Sungai Keduang, Naskah Publikasi Program

    Studi Megister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta.Bunganaen, W., 2013, Perubahan Kondisi Tataguna Lahan Terhadap Volume Sedimentasi Pada Embung Bimoku di

    Lasiana Kota Kupang, Jurnal Teknik Sipil Univ. Petra, Vol 1, No 2 (2011),43-56Darsono S., Afifah R. C., Pujiastuti R., 2016, Evaluasi Umur Layanan Waduk Sanggeh, Institutional Repository

    (UNDIP-IR), Universitas Diponegoro.Sasongko D., Linsley K.L, Franzini J.B, 1985. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga: JakartaSosrodarsono S., Takeda K., 1989, Bendungan Type Urugan, PT. Pradya Paramita, JakartaUlfa A., 2016, Perhitungan Kinerja Waduk Dan Evaluasi Kapasitas Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa Tengah,

    Skripsi Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada.Wahyudi, S. I., 2004, Pengaruh Sedimentasi Terhadap Kapasitas dan Operasional Waduk: Studi Kasus Waduk Cacaban,

    Proseding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004, Universitas Muhammadiyah Semarang, ISBN979.704.250-2

    6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kami ucapakan kepada KEMENRISTEKDIKTI atas pendanaan penelitian yang

    diberikan, serta kepada Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UPPM) Politeknik Negeri UjungPandang atas dukungan pelaksanaan penelitian ini.

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 25

    ANALISA KEBISINGAN DAN VOLUME LALULINTAS JALAN DENGAN PERKERASANKAKU DI KOTA MAKASSAR

    Aisyah Zakaria1), Syahlendra Syahrul1)1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

    ABSTRACT

    Increasing the growth of motorized vehicles on the road makes the composition of traffic flow change. AbdullahDg. Sirua, Batua Raya and Adyaksa are longitudinal and continuous road connections so that the traffic volume is highalong with the speed of vehicles passing through solid. The high traffic volume on the road is also influenced by severalcenters such as education, offices. which can cause noise. The tool used to measure traffic noise is SLM. The data takenis data on traffic volume, traffic noise level data. Data processing is done by analyzing the relationship between trafficvolume and the level of noise that occurs on the road with rigid pavement. The results of the analysis get the modelrelationship of vehicle volume with traffic noise Jl.Abd.Dg.Sirua Y = -0,001x + 73,97, Jl. Batua Raya Y = 0,0015x +74,363 and Jl. Adyaksa Y = 0,000005x + 76,578.

    Keywords: Noising, Trafic Volume, Rigid Pavement

    1. PENDAHULUANPertumbuhan suatu negara akan berbanding lurus dengan pertumbuhan di bidang transportasi, dimana

    transportasi mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu sebagai fasilitas penunjang dan pendorongpembangunan.Pertumbuhan suatu negara akan berbanding lurus dengan pertumbuhan di bidang transportasi,dimana transportasi mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu sebagai fasilitas penunjang dan pendorongpembangunan.

    Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat di kota Makassar akan moda transportasi, pertumbuhanjumlah kendaraan bermotor yang beroprasi di jalan menjadi lebih besar dibanding pertumbuhan jumlah jalanyang dibangun. Hal tersebut menimbulkan permasahan pada sektor transportasi. Selain masalah kemacetan,masalah juga timbul dari kerusakan permukaan jalan akibat semakin bertambahnya beban laluintas yang harusdipikul oleh permukaan jalan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa ruas jalan strategis di kotamakassar kemudian dirancang dengan menggunakan perkerasan kaku yang memiliki kekuatan lebih besardalam memikul beban. Masalah lain yang muncul akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yangberoprasi di jalan lebih besar dibanding pertumbuhan jumlah jalan yang dibangun adalah semakin tingginyatingkat polusi suara atau kebisingan lalulintas. Ruas jalan Abdullah Dg. Sirua, Batua Raya dan Adyaksamerupakan ruas jalan memanjang dan berkesinambungan serta merupakan salah satu alternatif menuju jalanA.P. Pettarani, sehingga volume lalu lintas yang tergolong tinggi disertai kecepatan kendaraan yang melintaspadat. Tingginya volume lalu lintas pada ruas jalan tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa pusat kegiatanseperti pendidikan, perkantoran, perdagangan serta kegiatan masyarakat lainnya. Besar volume lalu lintas dankecepatan kendaraan yang melintas pada ruas jalan tersebut yang mengakibatkan kemunculan beberapakemacetan yang berimplikasi pada kebisingan.

    Kebisingan bersumber dari bunyi mesin kendaraan dan gesekan antara ban kendaraan denganpermukaan jalan. Sehingga jalan dengan lapis permukaan perkerasan kaku yang memiliki tekstur permukaanlebih kasar, berpotensi menimbulkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi.Dari setiap kendaraan bermotormenghasilkan suara bising yang bervariasi . Kebisingan ini memiliki dampak yang besar terhadap ketenangandi wilayah yang berhadapan dengan jalan raya.

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kebisinganyang ditimbulkan pada ruas jalan yang menggunakan perkerasan kaku di Kota Makassar, dalam hal inikondisi volume lalulintas, kemudian untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebisingan yang terjadi di ruasjalan yang menggunakan perkerasan kaku di kota makassar.

    Ruas jalan yang ditinjau antara lain Jl. Abd. Dg. Sirua, Jl. Batua Raya dan Jl. Adhyaksa. Alat yangdigunakan untuk mengukur kebisingan lalulintas adalah Sound Level Meter (SLM). Survey dilakukan selama1 hari untuk masing-masing ruas jalan yang ditinjau. Data yang diambil adalah data volume lalulintas, data

    1 Korespondensi penulis: Aisyah Zakaria, Telp 085242821065, [email protected]

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 26

    tingkat kebisingan lalulintas. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisa hubungan antara volume lalulintas dengan tingkat kebisingan yang terjadi pada ruas jalan dengan perkerasan kaku.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi besarnyakebisingan serta memberikan informasi tentang seberapa besar kebisingan yang timbul di ruas jalan yangmenggunakan perkerasan kaku pada ruas jalan yang ditinjau di kota makassar.

    2. METODE PENELITIANLokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan yang menggunakan perkerasan kaku di kota makassar. Ruasjalan yang ditinjau adalah Jl. Abd. Dg. Sirua, Jl. Batua Raya dan Jl. Adhyaksa.

    Populasi dan SampelSurvey dilakukan selama3 hari dari jam 06.00-18.00, survey ini meliputi survey volume yang diagi

    dengan klasifikasi kendaraan yakni MC,LV dan HV ; tingkat kebisingan dengan menggunakan SLM, surveydengan alat roughmeter untuk mengetahui ketidakrataan ruas jalan serta survey geometrik jalan yaknipengukuran jalan dan pengamatan terhadap kondisi titik pengamatan.

    Metode Pengambilan DataDalam penelitian ini, alat yang digunakan antara lain handy camera , alat penghitung , SLM,

    Stopwatch. Metode yang digunakan terbagi dalam dua tahap, tahap yang pertama adalah tahap pengukuranvolume lalulintas. Pengukuran volume lalulintas kendaraan dilakukan berdasarkan pada MKJI 1997 dandilakukan pada tiap ruas jalan yang ditinjau. Metode yang digunakan dalam pengukuran volume lalulintasadalah metode pengukuran langsung dengan menggunakan counter yang dikontrol dengan metode perekamandengan menggunakan kamera.

    Tahap yang kedua adalah tahap pengukuran kebisingan, pengukuran kebisingan lalulintas dilakukandengan menggunakan alat sound level meter (SLM). Pengukuran dilakukan pada tiap ruas jalan yang ditinjau,pada titik ruas yang sudah ditentukan sebelumnya pada survey pendahuluan. Pengukuran dilakukan mulaipukul 07.00 - 18.00. Data kebisingan yang diambil adalah selama 10 menit untuk setiap jamnya.

    3. HASIL DAN PEMBAHASANPengukuran Tingkat Kebisingan1) Tingkat Kebisingan Jalan Abdullah Dg. Sirua

    Kondisi pengukuran kebisingan pada titik 1 selama penelitian berlangsung berjalan normal, berartitidak adanya gangguan yang dapat menambah nilai tingkat kebisingan yang ditangkap oleh Sound LevelMeter (SLM). Cuaca pada saat pengukuran dalam keadaan cerah. Ruas jalan merupakan kawasanperdagangan dan jasa. Grafik tingkat kebisingan untuk titik 1 dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Perhitungan Tingkat Kebisingan Titik 1

    Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa Leq yang didapatkan untuk setiap jamnya selama 12 jamdiatas 70 dB, dimana pada pukul 07.00-08.00, memiliki tingkat kebisingan yang paling tinggi dari jam-jamyang lain yaitu 73,73 dB dan pada pukul 09.00-10.00 memiliki tingkat kebisingan yang paling rendah yaitu71.95 dB. Hal ini terjadi dikarenakan aktifitas disekitar ruas jalan Abdullah Dg. Sirua yang padat. Aktifitas iniberupa bengkel, pertokoan dan restauran yang hampir dapat ditemukan disepanjang jalan. Selain itu akseskendaraan dari jalan AP. Pettrani juga menjadi penyebab padatnya lalu lintas.

  • Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30) 978-602-60766-4-9

    Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan Mitigasi Bencana 27

    Setelah didistribusikan dan didapatkan nilai L90, L50, L10, L1 dan Leq, maka akan didapatkan nilaiLeqday dengan tingkat kebisingan yang diperoleh untuk lokasi penelitian Jalan Abdullah Dg. Sirua adalah73.19 dBA yang berarti sudah melebihi sedikit dari Standar Baku Mutu Tingkat Kebisingan berdasarkanKepMenLH nomor 48 Tahun 1996 untuk kawasan perdagangan dan jasa yang hanya 70 dB.

    2) Tingkat Kebisingan Jalan Batua RayaKondisi pengukuran kebisingan pada titik 2 selama penelitian berlangsung berjalan normal, berarti

    tidak adanya gangguan yang dapat menambah nilai tingkat kebisingan yang ditangkap oleh Sound LevelMeter (SLM). Cuaca pada saat pengukuran dalam keadaan cerah. Ruas jalan merupakan kawasanperdagangan dan jasa. Grafik tingkat kebisingan untuk titik 2 dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Grafik Tingkat Kebisingan Titik 2

    Berdasarkan Gambar 2. dapat dilihat bahwa Leq yang didapatkan untuk setiap jamnya selama 12 jamdiatas 75 dB, dimana pada pukul 15.00 – 16.00, memiliki tingkat kebis