Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
APLIKASI PENGELOMPOKAN DATA PENERIMA KREDIT SEPEDA
MOTOR PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG
CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY C-MEANS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun oleh:
Irene Widya Ratna Utami
NIM : 053114012
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
i
ii
THE APPLICATION OF FUZZY C-MEANS METHOD OF CLUSTER THE
MOTORCYCLE CREDIT RECIPIENT DATA AT PT. FEDERAL
INTERNATIONAL FINANCE CILACAP
Final Project
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the Sarjana Sains Degree
In Mathematics
By:
Irene Widya Ratna Utami
Student Number: 053114012
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTEMENT
FACULTY OF SCIENCE AND OF TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seberapapun tingginya intelejensia,
Tidak bisa menciptakan sesuatu yang jenius....
Perlu imajinasi
dan (mungkin) kombinasi keduanya
(Zeth)
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkatiku,
Papah, Ibu, Eyang Putri dan Kakung yang selalu mendukungku,
Kekasihku tercinta yang selalu memberikan semangat dalam keadaan apapun,
Kakak dan Adikku tersayang serta sahabat-sahabatku,
Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Maret 2010
Penulis,
Irene widya Ratna Utami
vi
ABSTRAK
Metode pengelompokan Fuzzy C-means (FCM) adalah metode
mengelompokan data dengan meminimalkan total jarak pada masing-masing data terhadap pusat cluster. Tujuan pengelompokan (cluster) adalah untuk membagi sejumlah data menjadi beberapa kelompok yang memiliki kemiripan. Pada kondisi awal, pusat cluster ditentukan dengan cara membangkitkan bilangan random, kemudian menghitung fungsi objektif untuk memperoleh cluster yang optimum. Tiap-tiap titik data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster. Dengan cara memperbaiki pusat cluster dan derajat keanggotaan tiap-tiap titik data secara berulang, maka akan dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju lokasi yang tepat dengan galat yang telah ditentukan.
Output dari Fuzzy C-means (FCM) bukan merupakan fuzzy inference
system, namun merupakan deretan pusat cluster dan beberapa derajat keanggotaan untuk tiap-tiap titik data. Informasi ini dapat digunakan untuk membantu dalam melihat profil data dan mempresentasikan kelakuan dari suatu kelompok data
ii
ABSTRACT
Fuzzy C-means (FCM) clustering methods is a method of clustering data by minimizing the total distance in each cluster of data to the center. The objective of grouping (clustering) is to divide the amount of data into several groups that have similarities. In the initial conditions, the cluster center is determined by generating random numbers, then calculate the objective function to obtain the optimum of clustering. Each data point has a degree of membership for each cluster. By improving the cluster centers and the degree of membership of each data point, again, it will be seen that the cluster center will move to the right location with a predetermined error.
The output of the Fuzzy C-means (FCM) is not a fuzzy inference system, but a row series of cluster centers and some degree of membership for each data point. This information can be used to assist in viewing the data profile and present the behavior of a group of data
v
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Berkat dukungan dan bantuan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yosef Agung Cahyanta S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Eko Hari Parmadi, S.Si, M.Kom., selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Kaprodi Matematika
yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
4. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku Dosen Penguji tugas akhir yang
telah memberikan masukan dan saran.
5. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si, M.Si., selaku Dosen Penguji tugas akhir
yang telah memberikan masukan dan saran.
6. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., selaku Dosen Pembimbing akademik
angkatan 2005 yang telah membimbing dan memberikan semangat selama
menjalani proses akademik.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
8. Bapak Zaerilus Tukija dan Ibu Erma Linda Santyas Rahayu yang telah
memberikan pelayanan administrasi kepada penulis selama masa
perkuliahan.
xi
9. Bapak M. Andi Noordiawan selaku Branch Manager PT. FIF yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian.
10. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan staf yang telah menyediakan
fasilitas dan memberikan kemudahan kepada penulis selama masa
perkuliahan.
11. Kedua orang tuaku tercinta: Bapak Agus Slamet dan Ibu Theresia
Ruminingsih yang dengan penuh cinta kasih telah memberikan semangat,
saran dan dukungan kepada penulis dalam segala hal.
12. Eyang Putri dan Eyang Kakungku terkasih dan tercinta: T.S Sukirman dan
Lucia Roestinah yang sudah mau merawat penulis selama 18 tahun dengan
penuh cinta kasih dan selalu memberikan semangat, dukungan, serta
kepercayaan diri dalam segala hal.
13. Arie Wibowo tercinta yang selalu mendampingi penulis dalam segala hal.
14. Kakakku, Wiwit, Ratih, Mekar, adikku Sari, Fani, dan keponakanku Aurel
serta keluarga besar T.S Sukirman yang telah memberikan doa dan dukungan
kepada penulis.
15. Teman-teman angkatan 2005 yang selalu memberikan kebahagian selama
proses akademik, khususnya Dedi ”si guru privat”, Zetho ”si Jenius”, Sisiria
”si perempuan Cina” yang selalu sabar dengan segala tingkah penulis, serta
teman kos Benteng Lt 1, Siska, Mayan, Rani, Novi, Nila dan Wingga yang
telah memberikan kehangatan dan dukungan kepada penulis.
16. Seluruh Kakak angkatanku dan adik angkatanku
xii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya
sebutkan satu-persatu di sini.
Yogyakarta, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI.......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 3
D. Tujuan Penulisan ................................................................................. 3
E. Manfaat Penulisan ............................................................................... 4
F. Metode Penulisan ................................................................................ 4
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 4
BAB II HIMPUNAN KABUR DAN ANALISIS CLUSTER................................. 7
xiii
A. Himpunan Kabur ................................................................................. 7
1. Definisi Himpunan Kabur .............................................................. 7
2. Fungsi Keanggotaan ....................................................................... 11
3. Operasi Baku pada Himpunan Kabur ............................................. 13
4. Relasi Kabur..................................................................................... 17
5. Ukuran Kabur.................................................................................. 20
6. Indeks Kekeburan............................................................................ 21
B. Analisis Cluster.................................................................................... 22
1. Metode-metode dalam Analisis Cluster .................................. 26
BAB III PENGELOMPOKAN KABUR DENGAN METODE FUZZY C-MEANS 34
A. Pembangkit Bilangan Random........................................................... 34
B. Partisi Kabur ...................................................................................... 37.
C. Konsep Pengelompokan Kabur (Fuzzy Clustering)............................. 38
D. Pengelompokan Kabur Dengan Metode C-Means .............................. 40
E. Algoritma Fuzzy C-Means................................................................... 47
BAB IV APLIKASI DAN ANALISIS……………………................................... 61
A. Gambaran Umum Dan Sejarah Singkat Perusahaan............................. 61
B. Pengelompokan Kabur dengan Metode Fuzzy C-Means ...................... 62
1. Aplikasi Fuzzy C-Means .................................................................. 63
2. Contoh Kasus .......................................... ......................................... 69
BAB V PENUTUP .................................................................................................. 76
A. Kesimpulan ............................................................................................ 76
B. Saran ..................................................................................................... 78
xiv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 79
LAMPIRAN ............................................................................................................. 80
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di kehidupan sehari-hari, sering kita menjumpai pengelompokan
suatu objek, baik berupa benda atau suatu data. Biasanya objek-objek tersebut hanya
dianalisis menurut perkiraan subjektif, sehingga kenampakan suatu objek yang
diamati oleh seseorang tidak akan persis sama dengan kenampakan menurut orang
lain yang juga mengamati objek tersebut. Sebagai contoh, dalam penerimaan
kredit motor sebelumnya akan dianalisis dengan menggunakan 5 C yaitu
Characteristic, Capacity, Capital, Condition, and Colateral. Pada setiap lembaga
kredit memiliki karakteristik yang berbeda dalam pengambilan keputusan.
Misalkan suatu lembaga kredit A menitikberatkan pada analisis Capital, maka
akan dibentuk dua kelompok penerima kredit motor berdasarkan banyaknya
pendapatan bulanan dan harga motor yang diambil, yaitu penerima kredit dengan
pendapatan bulanan kurang dari Rp 1.000.000 dan lebih dari Rp 1.000.000. Pada
kelompok pendapatan bulanan kurang dari Rp 1.000.000 cenderung memilih
motor dengan harga murah, tidak memperhatikan model motor. Sedangkan
pendapatan bulanan lebih dari Rp 1.000.000 memiliki ciri sebaliknya.
Berdasarkan ilustrasi di atas diperlukan teknik untuk mengelompokan objek-objek
ke dalam kelompok yang anggota-anggotanya adalah objek-objek yang memiliki
kemiripan karakteristik atau variabel yang diteliti secara bersama-sama. Suatu
2
informasi yang didapatkan dari hasil pengelompokkan dapat digunakan dalam
pemodelan kabur (fuzzy).
Pada ilustrasi di atas dapat diidentifikasi dengan aturan-aturan fuzzy. Salah
satu cara untuk menentukan pengelompokan kabur adalah menggunakan metode
fuzzy c-means. Dengan metode ini suatu himpunan dikelompokkan menjadi c
buah himpunan bagian kabur, masing-masing disebut cluster, yang membentuk
suatu partisi kabur sedemikian sehingga untuk setiap k = 1,2,…,n, 11
=∑=
c
iikμ
dan 0 < < n untuk setiap i = 1,2,…,c. Misalkan ∑=
c
kik
1μ { }nxxxX ,...,, 21= adalah
himpunan data yang diselidiki, konsep dasar fuzzy c-means, menentukan pusat
cluster yang akan menandai lokasi rata-rata untuk tiap-tiap cluster. Pada
kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap titik data memiliki
derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster. Dengan cara memperbaiki pusat
cluster dan derajat keanggotaan tiap-tiap titik data secara berulang, maka akan
dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju lokasi yang tepat.
Perulangan ini didasarkan pada minimisasi fungsi objektif yang
menggambarkan jarak dari titik data yang diberikan ke pusat cluster yang terbobot
oleh derajat keanggotaan titik data tersebut.
iv
tP
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana membuat pengelompokan kabur dengan metode fuzzy c-
means?
3
2. Bagaimana menerapkan pengelompokan kabur dengan metode Fuzzy C-
Means pada masalah nyata studi kasus pada PT. FIF Cabang Cilacap?
C. Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang pengelompokan kabur dengan
metode Fuzzy C-Means dan penggunaannya. Data penelitian yang digunakan
hanya untuk kelompok data kreditor sepeda motor bermerk Honda D Supra X
dengan sample berjumlah 100 kreditor, variabel yang dijadikan acuan
pengelompokan menurut analisis Capital, yaitu pendapatan bulanan, pengeluaran
bulanan, harga barang, uang muka, besarnya angsuran bulanan, dan lama
angsuran bulanan. Dalam skripsi ini tidak membahas fuzzy inference system
sebagai outputnya.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Menghasilkan pengelompokan kabur dengan metode fuzzy c-means.
2. Mengerti penggunaan pengelompokan kabur dengan metode Fuzzy C-
Means
3. Menerapkan pengelompokan kabur dengan metode Fuzzy C-Means pada
data penerima kredit sepeda motor PT. FIF Cabang Cilacap.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
4
1. Membantu menghasilkan penerapan pengelompokan kabur dengan
metode Fuzzy C-Means.
2. Membantu berbagai pihak khususnya PT. FIF Cabang Cilacap dalam
menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan dengan pengelompokan
kabur dengan metode Fuzzy C-Means.
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi pustaka, yaitu
dengan mempelajari beberapa bagian dari buku acuan yang berkaitan dengan
topik tugas akhir dan bantuan komputer dalam pengaplikasiannya dengan
menggunakan program Matlab 7.0.1.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
F. Metode Penulisan
G. Sistematika Penulisan
BAB II HIMPUNAN KABUR DAN ANALISIS CLUSTER
5
A. Himpunan Kabur
1. Definisi Himpunan Kabur
2. Fungsi Keanggotaan
3. Operasi Baku pada Himpunan Kabur
4. Relasi Kabur
5. Ukuran Kabur
6. Indeks Kekaburan
B. Analisis Cluster
BAB III PENGELOMPOKAN KABUR DENGAN METODE FUZZY
C-MEANS
A. Pembangkitan Bilangan Random
B. Partisi Kabur
C. Konsep Pengelompokan Kabur (Fuzzy Clustering)
D. Pengelompokan Kabur dengan Metode Fuzzy C-Means
E. Algoritma Fuzzy C-means
BAB IV APLIKASI DAN ANALISIS
A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Perusahaan
B. Pengelompokan Kabur dengan Metode Fuzzy C-Means
1. Aplikasi Fuzzy C-Means
2. Contoh Kasus
6
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
HIMPUNAN KABUR DAN ANALISIS CLUSTER
A. Himpunan Kabur
1. Definisi Himpunan Kabur
Himpunan kabur merupakan perluasan dari konsep himpunan tegas, yaitu
himpunan yang terdefinisi secara tegas dalam arti bahwa untuk setiap elemen dalam
semestanya selalu dapat ditentukan secara tegas apakah ia merupakan anggota dari
himpunan itu atau tidak. Dalam kenyataannya tidak semua himpunan yang kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara demikian itu, misalnya
himpunan orang yang tinggi, himpunan mahasiswa pandai, dan sebagainya. Pada
himpunan mahasiswa pandai, misalnya, tidak dapat ditentukan secara tegas apakah
seorang mahasiswa itu pandai atau tidak. Kalau misalnya didefinisikan bahwa
“mahasiswa pandai” adalah mahasiswa yang mendapat indeks prestasi lebih besar
atau sama dengan 3,5, maka mahasiswa yang mendapat indeks prestasi 3,45 menurut
definisi tersebut termasuk mahasiswa yang tidak pandai. Sulit rasanya menerima
bahwa mahasiswa yang indeks prestasinya 3,45 itu tidak termasuk mahasiswa pandai.
Untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu,
Zadeh mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan
derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan
syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan
8
nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu, yang
selanjutnya disebut himpunan kabur. Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu
bilangan real dalam selang tertutup [0, 1]. Dengan perkataan lain, fungsi keanggotaan
dari suatu himpunan kabur A~ dalam semesta X adalah pemetaan A~μ dari X ke selang
[0, 1], yaitu ]1,0[:~ →XAμ . Nilai fungsi A~μ (x) menyatakan derajat keanggotaan
unsur x ∈ X dalam himpunan kabur A~ .
Definisi 2.1
Secara matematis suatu himpunan kabur A~ dalam semesta X dapat dinyatakan
sebagai himpunan pasangan terurut
}|))(,{(~ ~ XxxxA A ∈= μ (2.1)
di mana A~μ adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A~ , yang merupakan
suatu pemetaan dari himpunan semesta X ke selang tertutup [0, 1]. Apabila semesta
X adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan kabur A~ seringkali dinyatakan
dengan
∫∈
=Xx
A xxA /)(~
~μ (2.2)
di mana lambang di sini bukan lambang integral seperti yang dikenal dalam
kalkulus, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur
∫
Xx∈ bersama dengan
9
derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A~ . Apabila semesta X adalah
himpunan yang diskret, maka himpunan kabur A~ seringkali dinyatakan dengan
∑∈
=Xx
A xxA /)(~
~μ (2.3)
di mana lambang di sini tidak melambangkan operasi penjumlahan seperti yang
dikenal dalam aritmatika, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur
∑
Xx∈
bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A~ .
Contoh 2.1
Dalam semesta X = {-5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5}, misalkan himpunan kabur
A~ adalah himpunan bilangan real yang dekat dengan nol. Maka
∑∈
=Xx
A xxA /)(~
~μ
= 0.1 / -4 + 0.3 / -3 + 0.5 / -2 + 0.7 / -1 + 1 / 0 + 0.7 / 1 + 0.5 / 2 + 0.3 / 3 + 0.1
/ 4.
Dua buah himpunan kabur A~ dan B~ dalam semesta X dikatakan sama, dengan
lambang A~ = B~ , bila dan hanya bila
)()( ~~ xx BA μμ = (2.4)
untuk setiap x ∈ X. Himpunan kabur A~ dikatakan merupakan himpunan bagian dari
himpunan kabur B~ , dengan lambang A~ ⊆ B~ , bila dan hanya bila
10
)()( ~~ xx BA μμ ≤ (2.5)
untuk setiap x ∈ X. Jadi A~ = B~ bila dan hanya bila A~ ⊆ B~ dan B~ ⊇ A~ .
Definisi 2.2
Pendukung (support) dari suatu himpunan kabur A~ , yang dilambangkan
Pend( A~ ) adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang
mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam A~ , yaitu
Pend( A~ ) = {x ∈ X | )(~ xAμ > 0}. (2.6)
Definisi 2.3
Tinggi (height) dari suatu himpunan kabur A~ , yang dilambangkan dengan
Tinggi( A~ ), didefinisikan sebagai
Tinggi( A~ ) = )}.({sup ~ xAXxμ
∈ (2.7)
Himpunan kabur yang tingginya sama dengan 1 disebut himpunan kabur normal,
sedangkan himpunan kabur yang tingginya kurang dari 1 disebut himpunan kabur
subnormal.
11
Definisi 2.4
Untuk suatu bilangan ],1,0[∈α potongan-α lemah dari suatu himpunan kabur
A~ , yang dilambangkan dengan , adalah himpunan tegas yang memuat semua
elemen dari semesta dengan derajat keanggotaan dalam
αA
A~ yang lebih besar atau
sama dengan α , yaitu
}.)(|{ ~ αμα ≥∈= xXxA A (2.8)
Sedangkan potongan-α kuat dari himpunan kabur A~ adalah himpunan tegas
}.)(|{ ~ αμα >∈=′ xXxA A (2.9)
Suatu himpunan kabur dalam semesta ℝn disebut konveks bila untuk setiap ]1,0(∈α
potongan-α dari himpunan kabur itu adalah himpunan (tegas) yang konveks.
2. Fungsi Keanggotaan
Setiap himpunan kabur dapat dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan. Ada
beberapa cara untuk menyatakan himpunan kabur dengan fungsi keanggotaannya.
Untuk semesta hingga diskret biasanya dipakai cara daftar, yaitu daftar angota-
anggota semesta bersama derajat keanggotaannya, seperti misalnya diberikan dalam
Contoh 2.1.
Untuk semesta takhingga yang kontinu, cara yang paling sering digunakan adalah
cara analitik untuk menyatakan fungsi keanggotaan himpunan kabur yang
12
bersangkutan dalam bentuk suatu formula matematis yang dapat disajikan dalam
bentuk grafik.
Contoh 2.2
Himpunan kabur A~ adalah bilangan real yang dekat dengan 2 dapat dinyatakan
dengan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut:
x – 1 untuk 1 ≤ x ≤ 2
3 – x untuk 2 ≤ x ≤ 3
0 untuk lainnya
yang grafiknya adalah sebagai berikut
=)(~ xAμ
0
0.5
1
1 1.5 2 2.5 3R
Gambar 2.1
Kebanyakan himpunan kabur berada dalam semesta himpunan semua
bilangan real dengan fungsi keanggotaan yang dinyatakan dalam bentuk suatu
formula yang matematis.
a. Fungsi keanggotaan segitiga
13
Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan
segitiga jika memilikai tiga buah parameter, yaitu ∈cba ., ℝ dengan cba
14
Definisi 2.6
Gabungan dua buah himpunan kabur A~ dan B~ adalah himpunan kabur BA ~~ ∪
dengan fungsi keanggotaan
=∪
)(~~ xBAμ max )}(),({ ~~ xx BA μμ
untuk setiap x ∈ X.
Definisi 2.7
Irisan dua buah himpunan kabur A~ dan B~ adalah himpunan kabur BA ~~ ∩
dengan fungsi keanggotaan
=∩
)(~~ xBAμ min )}(),({ ~~ xx BA μμ
untuk setiap x ∈ X.
Contoh 2.3
Misalkan dalam semesta X = {-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6} diketahui
himpunan-himpunan kabur A~ = 0.3 / -3 + 0.5 / -2 + 0.7 / -1 + 1 / 0 + 0.7 / 1 + 0.5 / 2
+ 0.3 / 3 dan B~ = 0.1 / -1 + 0.3 / 0 + 0.8 / 1 + 1 / 2 + 0. 7 / 3 + 0.4 / 4 + 0.2 / 5, maka
A ′~ = 1 / -4 + 0.7 / -3 + 0.5 / -2 + 0.3 / -1 + 0.3 / 1 + 0.5 / 2 + 0.7 / 3 + 1 / 4 + 1
/ 5 + 1 / 6
BA ~~ ∪ = 0.3 / -3 + 0.5 / -2 + 0.7 / -1 + 1 / 0 + 0.8 / 1 + 1 / 2 + 0.7 / 3 + 0.4 / 4 +
0.2 / 5
BA ~~ ∩ = 0.1 / -1 + 0.3 / 0 + 0.7 / 1 + 0.5 / 2 + 0.3 / 3.
15
Definisi 2.8
Suatu pemetaan ]1,0[]1,0[]1,0[: →×k disebut komplemen kabur jika memenuhi
aksioma-aksioma sebagai berikut:
a. k (0) = 1 dan k(1) = 0 (syarat batas)
b. Jika yx < maka untuk semua )()( ykxk ≥ ]1,0[, ∈yx (syarat taknaik)
Definisi 2.9
Suatu pemetaan ]1,0[]1,0[]1,0[: →×s disebut gabungan kabur (norma-s) jika
memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:
a. dan s(1, 1) = 1 (syarat batas) xxsxs == ),0(),0(
b. (syarat komutatif) ),(),( xysyxs =
c. Jika dan xx ′≤ yy ′≤ , maka ),(),( yxsyxs ′′≤ (syarat takturun)
d. (syarat asosiatif) )),(,()),,(( zysxszyxss =
Operasi max{x, y} untuk ]1,0[, ∈yx merupakan suatu contoh dari norma-t:
a. max{0, x} = max{x,0} = x dan max{1, 1} = 1 (syarat batas)
b. max{x, y} = max{y, x} (syarat komutatif)
c. Jika dan xx ′≤ yy ′≤ , maka max{x, y} ≤ max },{ yx ′′ (syarat takturun)
d. max{max{x, y}, z} = max{x, max{y, z}} (syarat asosiatif)
16
Contoh norma-s lainnya misalnya adalah
a. Jumlah Einstein : xyyxyxs je +
+=
1),(
b. Jumlah drastis : ⎪⎩
⎪⎨
⎧==
=lainnya jika 1
0 xjikay 0 jikax
),(y
yxs jd
Definisi 2.10
Suatu pemetaan ]1,0[]1,0[]1,0[: →×t disebut irisan kabur (norma-t) jika
memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:
a. dan t(0, 0) = 0 (syarat batas) xxtxt == ),1()1,(
b. (syarat komutatif) ),(),( xytyxt =
c. Jika dan xx ′≤ yy ′≤ , maka ),(),( yxtyxt ′′≤ (syarat takturun)
d. (syarat asosiatif) )),(,()),,(( zytxtzyxtt =
Operasi min{x, y} untuk ]1,0[, ∈yx merupakan suatu contoh dari norma-t:
a. min{x, 1} = min{1, x} = x dan min{0, 0} = 0 (syarat batas)
b. min{x, y} = min{y, x} (syarat komutatif)
c. Jika dan xx ′≤ yy ′≤ , maka min{x, y} ≤ min },{ yx ′′ (syarat takturun)
d. min{min{x, y}, z} = min{x, min{y, z}} (syarat asosiatif)
Contoh norma-t lainnya misalnya adalah
17
a. Darab aljabar : xyyxtda =),( .
b. Darab Einstein : )(2
),(xyyx
xyyxtde −+−=
c. Darab drastis : ⎪⎩
⎪⎨
⎧==
=lainnya jika 0
1 xjikay 1 jikax
),(y
yxtdd
4. Relasi Kabur
Relasi kabur R~ antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen
dalam himpunan Y didefinisikan sebagai himpunan bagian kabur dari darab Cartesius
X × Y, yaitu himpunan kabur
}.),(|)),(),,{((~ ~ YXyxyxyxR R ×∈= μ (2.10)
Relasi kabur R~ itu juga disebut relasi kabur pada himpunan (semesta) X × Y. jika
X = Y, maka R~ disebut relasi kabur pada himpunan X.
Contoh 2.4
Misalkan X = {31, 78, 205}, Y = {1, 27, 119}, dan R~ adalah relasi kabur “jauh
lebih besar” antara elemen-elemen dalam X dengan elemen-elemen dalam Y. Maka
relasi R~ tersebut dapat disajikan sebagai
R~ = 0.3 / (31, 1) + 0.1 / (31, 27) + 0.5 / (78, 1) + 0.3 / (78, 27) + 0.9 / (205, 1) +
0.7 / (205, 27) + 0.4 / (205, 119).
18
Bila himpunan X dan Y keduanya berhingga, misalnya },,,{ 21 mxxxX L= dan
, maka relasi kabur },,,{ 21 nyyyY L= R~ antara elemen-elemen dalam himpunan X
dengan elemen-elemen dalam himpunan Y dapat dinyatakan dalam bentuk suatu
matriks berukuran sebagai berikut nm ×
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
mia
aa
RM
21
11
~
2
22
12
ma
aa
M
L
L
L
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
mn
n
n
a
aa
M
2
1
di mana ),(~ jiRij yxa μ= untuk mi ,,2,1 L= dan .,,2,1 nj L= Bila X = Y, maka relasi
kabur R~ pada himpunan X itu dapat disajikan dengan suatu matriks bujur-sangkar.
Contoh 2.5
Relasi kabur “jauh lebih besar” antara elemen-elemen dalam X dengan elemen-
elemen dalam Y dalam Contoh 2.3.1 di atas dapat disajikan dalam bentuk matriks
bujur-sangkar sebagai berikut:
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
9.05.03.0
~R 7.03.01.0
⎟⎟⎟
⎠
⎞
4.00.00.0
dengan elemen baris ke-i kolom ke-j dalam matriks tersebut menyatakan derajat
keanggotaan dalam relasi ),( ji yx R~ itu, yaitu ),,(~ jiR yxμ di mana dan
Xxi ∈
.Yy j ∈
19
Definisi 2.11
Himpunan semua himpunan bagian dari A disebut himpunan kuasa dari A, dan
dinotasikan dengan }.|{)( AXXAP ⊆=
Definisi 2.12
Suatu fungsi tegas dikatakan dikaburkan bila fungsi tersebut diperluas
menjadi fungsi , di mana F(X) dan F(Y) berturut-turut adalah
himpunan kuasa kabur dari semesta X dan Y, yaitu himpunan semua himpunan kabur
dalam X dan dalam Y.
YXf →:
)()(: YFXFf →
Contoh 2.6
Bilangan kabur “kurang lebih 6” dapat dinyatakan sebagai himpunan kabur 6~
dengan fungsi keanggotaan segitiga sebagai berikut:
0
1
6R
Gambar 2.2. Bilangan kabur 6~
20
Definisi 2.13
Misalkan A~ dan B~ adalah dua buah bilangan kabur dalam ℝ. Dengan Prinsip
Perluasan dapat didefinisikan penjumlahan A~ dan B~ , yaitu BA ~~ + , sebagai bilangan
kabur dalam ℝ dengan fungsi keanggotaan
),(sup)( ~~~~ yxz BAzyx
BA ×=+
+= μμ
= )}(),(min{sup ~~ yx BAzyx
μμ=+
.
Demikian pula operasi perkalian bilangan kabur A~ dan B~ , yaitu BA ~~ ⋅ , adalah
bilangan kabur dalam ℝ dengan fungsi keanggotaan
)}(),(min{sup)( ~~~~ yxz BAzxy
BA μμμ=
⋅= .
5. Ukuran Kabur (Fuzzy Measure)
Ukuran kabur menunjukkan derajat kekaburan dari himpunan kabur. Secara
umum ukuran kekaburan dapat dinyatakan sebagai suatu pemetaan :
RXf →Ρ )(:
dengan adalah himpunan kuasa dari X. adalah suatu fungsi yang
memetakan himpunan bagian
)(XΡ )~(Af
A~ ke karakteristik derajat kekaburannya.
Dalam mengukur nilai kekaburan, fungsi f harus mengikuti hal-hal sebagai
berikut :
1. jika dan hanya jika 0)~( =Af A~ adalah himpunan tegas
21
2. jika dan hanya jika 1)~( =Af A~ adalah himpunan yang paling kabur, yaitu
5,0)(~ =xAμ untuk setiap Xx∈
3. Jika BA ~~ < maka yang berarti )~()~( BfAf ≤
)()( xx BA μμ ≤ , jika 5,0)( ≤xBμ dan
)()( xx BA μμ ≥ , jika 5,0)( ≥xBμ
4. untuk setiap )'~()~( AfAf = )(~ XPA∈
Contoh 2.7
Misalkan pada semesta X = {1,2,3,4,5,6,7} diketahui himpunan kabur A~ = 0.3/1 +
0.6/2 + 0.8/3 + 0.9/4 + 0.8/5 + 0.4/6 + 0.2/7. Dengan definisi ukuran kekaburan f di
atas ,derajat kekaburan dari himpunan kabur A~ adalah = 0.2. jika diketahui
pula himpunan kabur
)~(Af
B~ = 0.3/1 + 0.5/2 + 0.7/3 + 0.8/4 + 0.8/5 + 0.4/6 + 0.3/7, maka
jelas bahwa A~ kurang kabur dari B~ dan = 0.4, yaitu )~(Bf )~()~( BfAf ≤
6. Indeks Kekaburan
Indeks kekaburan adalah jarak antara suatu himpunan kabur A~ dengan himpunan
tegas C yang terdekat. Himpunan tegas C terdekat dari himpunan kabur A~
dinotasikan sebagai berikut :
1. 0)( =xCμ jika 5,0)(~ ≤xAμ
22
2. 1)( =xCμ jika 5,0)(~ ≥xAμ
Ada 3 kelas yang paling sering digunakan dalam mencari indeks kekaburan, yaitu :
a. Jarak Hamming
∑ −= |)()(|)( xxAf CA μμ atau
∑ −= |)(1),(|min)( xxAf AA μμ
b. Jarak Euclidean
{ } 2/12))()(()( ∑ −= xxAf CA μμ
c. Jarak Minkowski
( ){ } wwCA xxAf /1)()()( ∑ −= μμ
dengan [ ]∞∈ ,1w
B. Analisis Cluster
Analisis cluster merupakan suatu alat analisis yang berguna untuk meringkas data
yang dapat dilakukan dengan jalan mengelompokkan objek-objek berdasarkan
kesamaan karakteristik tertentu di antara objek-objek yang hendak diteliti. Kesamaan
tersebut dinyatakan dalam ukuran similaritas atau disimilaritas.
Pembentukan kelompok-kelompok observasi berdasarkan jarak, objek yang mirip
seharusnya berada dalam kelompok yang sama dan sebaliknya objek yang
mempunyai banyak perbedaan berada dalam kelompok yang berbeda. Pembentukan
23
kelompok tersebut akan diikuti dengan terjadinya pengelompokan yang menunjukkan
kedekatan kesamaan antar objek.
Berikut ini contoh kasus sederhana yang dapat dipakai sebagai ilustrasi
bagaimana analisis cluster bekerja. Gambar berikut menunjukkan contoh data yang
akan dilakukan klasterisasi
Gambar 2.3. Data sebelum dicluster
Jika data dilakukan clustering (pengelompokkan) berdasarkan warna, maka
pengelompokkannya seperti yang terlihat pada gambar berikut
Gambar 2.4. Cluster berdasarkan similaritas (kesamaan) warna
24
Jika data dilakukan clustering (pengelompokkan) berdasarkan bentuk, maka
pengelompokkannya dapat dilihat seperti gambar berikut
Gambar 2.4. Cluster berdasarkan similaritas (kesamaan) bentuk
Analisis cluster akan mengelompokkan objek penelitian ke dalam kelompok-
kelompok berdasarkan variabel-variabel tersebut sedemikian hingga kelompok yang
terbentuk akan memuat objek-objek yang seragam di dalamnya, sedangkan antar
kelompok akan dapat dilihat karakteristik (variabel) apa yang membedakannya.
Data objek yang akan diteliti dapat ditampilkan dalam bentuk matriks
dengan n banyaknya objek dan d banyaknya variabel. nxdX
25
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
ndnn
d
d
xxx
xxxxxxd
L
MMM
L
L
L
21
22221
11211
21variabel
X
nM
obyek21
Kemiripan antara objek-objek yang diteliti dapat dideskripsikan sebagai
matriks . nxnD
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
nnnn
n
ddd
dddd
KKK
MOMM
MOMM
MOMM
MM
KKK
21
22
11211
D
Matriks D berisi ukuran similaritas atau disimilaritas antara n objek. Ukuran
disimilaritas yang paling umum untuk mengukur dekatnya dua titik adalah
metrik dengan pemetaan RΔ d x Rd onto R1 dan memenuhi aksioma berikut :
a. , untuk semua x dan y di R0),( ≥Δ yx d.
b. jika dan hanya jika 0),( =Δ yx yx = .
c. untuk semua x dan y di R),(),( xyyx Δ=Δ d.
d. ),(),(),( zyzxyx Δ+Δ≤Δ untuk semua x, y dan z di Rd.
26
Ukuran tersebut dinyatakan dalam jarak dua objek yang pengukurannya dapat
menggunakan norma berikut
Norma L2 yang terkenal dengan nama jarak Euclidean
21
1
2
2 ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−=−= ∑=
p
kjkikjiij xxxxd (2.11)
1. Metode-Metode Dalam Analisis Cluster
Ada banyak metode yang digunakan dalam analisis cluster, pada umumnya dibagi
dua, yaitu hierarchical cluster dan nonhierarchical cluster. Metode yang termasuk
dalam hierarchical cluster adalah metode agglomerative ( agglomerative method )
dan metode divisif ( divisive method ). Metode ketergantungan ( linkage method ) di
antaranya yaitu, metode ketergantungan tunggal ( Single linkage method ) atau dalam
SPSS disebut nearest neighbour, metode ketergantungan lengkap ( complete linkage )
atau dalam SPSS disebut farthest neighbour, metode centroid (centroid method ),
metode varians ( variance method ) yang umum digunakan adalah metode Ward’s,
sedangkan metode yang termasuk dalam nonhierarchical cluster adalah sequential
threshold, paralel threshold dan optimizing partitioning. Hubungan antara metode-
metode dalam analisis cluster tersebut dapat dibuat bagan sebagai berikut :
27
Diagram 2.1. Hubungan antara metode-metode dalam analisis cluster
Metode Nonhierarchical
Tujuan yang akan dicapai dalam metode ini adalah untuk meminimalkan
total variansi antar cluster (minimize total intra-cluster variance) atau fungsi
kuadrat kesalahan (squared error function), yaitu
(2
1∑ ∑= ∈
−=k
i Cxij
ij
xE μ ) (2.12)
di mana iμ merupakan centroid dari semua objek ij Cx ∈ .
Input dari metode k-means ada dua, pertama data yang berisi n objek dan d
variabel serta yang kedua k (jumlah cluster). Output dari metode k-means
adalah himpunan k cluster. Langkah dasar metode ini sederhana, awalnya
menentukan k dan mengasumsikan centroid dari cluster-cluster tersebut.
28
Objek manapun dapat dipilih secara acak sebagai centroid awal atau objek
pada urutan pertama juga bisa dipakai sebagai centroid awal, kemudian
algoritma k-means akan melalui tiga tahap yang diulang-ulang secara
berurutan sampai stabil (tidak ada objek yang berpindah-pindah cluster). Tiga
tahap tersebut adalah :
1). Menentukan centroid.
2). Menentukan jarak dari setiap objek ke centroid.
3). Mengelompokkan objek berdasarkan jarak minimum.
Contoh 2.10
Diketahui empat macam obat yang mempunyai dua variabel, yaitu indeks
berat dan pH. Empat macam obat tersebut akan dikelompokkan
menjadi 2 berdasarkan indeks berat dan pH. )2( =k
Obat Indeks Berat Ph A 1 1 B 2 1 C 4 3 D 5 4
Data yang akan dikelompokkan
Dari tabel di atas, diperoleh matriks jarak dengan menggunakan jarak
Euclidean (2.11), yaitu
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
24.483.201561.310
11D
29
Matriks tersebut digunakan pada iterasi 0. Misal, obat A dan obat B
sebagai centroid yang pertama, yaitu ( )1,1=1c dan . ( )1,2=2c
Gambar 2.10. Flowchart algoritma k-means
30
Gambar 2.11. Koordinat objek dari Tabel
Gambar 2.12. Iterasi 0 pada proses K-means
Setiap kolom di dalam matriks jarak merupakan objek. Baris pertama dari
matriks jarak dapat disamakan dengan jarak dari setiap objek ke centroid
yang pertama dan baris kedua adalah jarak dari setiap objek ke centroid
kedua. Sebagai contoh, jarak obat ( )3,4C = ke centroid pertama ( )1,1=1c
31
adalah ( ) ( ) 61.31314 22 =−+− dan jarak ke centroid kedua ( )1,2=2c
adalah ( ) ( ) 83.21324 22 =−+− .
Langkah selanjutnya, setiap objek dikelompokkan berdasarkan jarak
minimum, maka obat A ditempatkan ke dalam cluster pertama, obat B, C
dan D pada cluster kedua.
Iterasi 0 selesai, lanjut ke iterasi 1. Setelah mengetahui mengetahui
anggota-anggota dari setiap cluster, centroid baru dapat dihitung
berdasarkan keanggotaan yang baru tersebut. Cluster pertama hanya
mempunyai satu anggota, maka centroid-nya tetap berada pada ( )1,1=1c .
Cluster kedua mempunyai 3 anggota, maka centroid-nya berubah, yaitu
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ ++++=
38,
311
3431,
3542
2c . Langkah selanjutnya adalah
menghitung jarak dari semua objek ke centroid yang baru. Caranya mirip
menghitung matriks D11, diperoleh
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
89.147.036.214.3561.310
12D .
32
0 1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
pH
Indeks Berat
Obyekcentroid
Garis pemisah cluster
Gambar2.13. Iterasi 0 pada proses K-means
Lalu mengelompokkan setiap objek berdasarkan jarak minimum pada
matriks D12. Berdasarkan matriks tersebut, obat B dipindahkan ke dalam
cluster pertama, sementara objek yang lain tetap berada pada cluster yang
sudah ditentukan pada iterasi 0.
Iterasi 1 selesai, lanjut ke iterasi 2. Centroid yang baru dihitung kembali
berdasarkan pengelompokkan dari iterasi 1. Cluster pertama dan kedua,
masing-masing mempunyai dua anggota, maka centroid-centroid-nya
berubah, yaitu ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= 1,
211
211,
221
1c dan
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
213,
214
243,
254
2c dan diperoleh matriks jarak yang baru
adalah
33
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
71.071.054.330.461.420.350.050.0
13D
Gambar 2.14. Iterasi 2 pada proses K-means
Berdasarkan matriks D13, hasil pengelompokkan sama pada iterasi 1,
sehingga pada iterasi 2 objek-obj ek tidak ada yang berpindah cluster.
Oleh karena itu, perhitungan pengelompokkan k-means telah mencapai
kestabilan dan berhenti pada iterasi 2. Hasil akhir pengelompokkan dari
data tabel di atas adalah
Tabel 2.3. Data hasil pengelompokan
Obat Indeks Berat pH Cluster
A 1 1 1 B 2 1 1 C 4 3 2 D 5 4 2
BAB III
PENGELOMPOKAN KABUR DENGAN METODE FUZZY C-MEANS
A. Pembangkit Bilangan Random
Bilangan random adalah suatu bilangan yang diambil dari sekumpulan
bilangan, dimana tiap-tiap elemen dari kumpulan bilangan ini mempunyai peluang
yang sama untuk terambil. Berdasarkan pada tingkat kesulitan untuk memprediksi
bilangan yang akan dibangkitkan selanjutnya maka bilangan random dibagi
menjadi dua yaitu bilangan random sepenuhnya (Trully Random) dan bilangan
random semu (Pseudo-Random). Didalam skripsi ini hanya akan digunakan
bilangan random pseudo.
Dalam sistem nyata, adanya faktor keacakan menyebabkan sesuatu tidak
dapat sepenuhnya dapat diramalkan. Dalam metode Monte Carlo faktor keacakan
dimasukkan kedalam model dengan melibatkan satu atau lebih variabel random.
Sebuah metode untuk membangkitkan bilangan random dikatakan baik
jika bilangan random yang dihasilkan memenuhi sifat keacakan, saling bebas,
memenuhi distribusi statistik yang diharapkan, dan dapat direproduksi. Selain itu
pembangkit tersebut harus mampu bekerja dengan cepat dan hanya memerlukan
sedikit kapasitas memori.
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menghasilkan bilangan
random yang baik. Metode yang digunakan saat ini adalah metode yang
melibatkan prosedur deterministik. Walaupun barisan bilangan random yang
dihasilkan dapat memenuhi sifat keacakan yang baik, namun bilangan-bilangan
35
tersebut tidaklah sepenuhnya acak, sehingga seringkali disebut sebagai bilangan
random semu (pseudorandom number).
Bilangan random pseudo adalah kumpulan bilangan yang dihasilkan
menggunakan algoritma yang menerapkan rumus matematika untuk menghasilkan
bilangan yang terlihat acak. Salah satu algoritma untuk pembangkitan bilangan
random pseudo adalah pembangkit kesebangunan (Congruential generator).
Metode ini diperkenalkan oleh lehmer (1951) yaitu dengan menggunakan formula
rekursif berdasarkan perhitungan sisa modulo suatu bilangan bulat dari
transformasi linear. Metode ini memerlukan penentuan awal empat bilangan non
negatif a, b, x0, dan m. dalam hal ini x0 berfungsi sebagai nilai awal (seed).
Kemudian nilai x1 dapat dicari secara iteasif melalui formula:
)( 1 baxx nn += − mod m
Dengan,
nx =bilangan random ke n
1−nx =bilangan random ke 1−n
m = angka modulo
a dan b merupakan konstanta , dengan a adalah faktor pengali dan b
adalah increment factor.
Bentuk alternatif metode ini adalah dengan mengambil b=0 sehingga
formula yang digunakan adalah
1−= nn axx mod m
36
Walaupun metode ini secara lengkap deterministik, namun dengan
pemilihan nilai yang tepat untuk parameter-parameter yang dibutuhkan dapat
menghasilkan rangkaian bilangan acak dengan sifat acak yang baik.
Contoh 3.1.
Membangkitkan bilangan random sebanyak 8 kali dengan a = 2, b = 7, m = 10 dan
x(0) = 2.
Jawab :
X(1) = (2(2) + 7) mod 10 = 1
X(2) = (2(1) + 7) mod 10 = 9
X(3) = (2(9) + 7) mod 10 = 5
X(4) = (2(5) + 7) mod 10 = 7
X(5) = (2(7) + 7) mod 10 = 1
X(6) = (2(1) + 7) mod 10 = 9
X(7) = (2(9) + 7) mod 10 = 5
X(8) = (2(5) + 7) mod 10 = 7
Bilangan yang dibangkitkan adalah : 1, 9, 5, 7, 1, 9, 5, 7
Didalam komputer bilangan random yang dibangkitkan adalah bilangan
random pseudo. Disini akan digunakan program Matlab untuk membangkitkan
bilangan random pseudo berdistribusi tertentu. Pada Tabel 3.1 berikut akan
ditunjukkan dua himpunan yang terdiri dari sepuluh bilangan. Bilangan-bilangan
ini diperoleh dengan membangkitkan bilangan random pseudo dengan
37
menggunakan fungsi rand dan randn pada Matlab untuk memperoleh sampel
U(0,1) dan N(0,1).
Tabel 3.1 sepuluh bilangan random pseudo berdistribusi U(0,1) dan N(0,1)
U(0,1) N(0,1)
0.3929 0.9085
0.6398 -2.2207
0.7245 -0.2391
0.6953 0.0687
0.9058 -2.0202
0.9429 -0.3641
0.6350 -0.0813
0.1500 -1.9797
0.4741 0.7882
0.9663 0.7366
Dapat dilihat pada Tabel 3.1 bahwa dugaan sampel U(0,1) tersebar dalam
interval (0,1), sedangkan dugaan sampel N(0,1) berada disekitar nol.
B. Partisi Kabur (Fuzzy Partition)
Konsep partisi kabur (fuzzy partition) sangatlah penting untuk analisis cluster
dan digunakan juga untuk mengidentifikasi teknik yang didasarkan pada
pengelompokan kabur (fuzzy clustering).
38
Jika pada matriks, suatu data secara eksklusif menjadi anggota hanya pada
satu cluster saja, tidak demikian halnya dengan partisi kabur. Pada partisi kabur,
nilai keanggotaan suatu data pada suatu cluster ikμ , dengan ;
dimana n banyaknya data, terletak pada interval
ni ,...,3,2,1=
ck ,....,3,2,1= [ ]1,0 .
Definisi 3.1
Misalkan himpunan berhingga, adalah himpunan semua
matriks berukuran adalah bilangan bulat. Matriks
{ nxxX ,...,1= } cnV
nc× [ ] cnik VU ∈= μ~ disebut
partisi-c kabur. Matriks partisi pada partisi kabur memenuhi kondisi sebagai
berikut :
[ ] nkciik ≤≤≤≤∈ 1,1,1,0μ (3.1)
; 1≤ k ≤ n (3.2) ∑=
=c
iik
11μ
0 < < n; 1≤ i ≤ c (3.3) ∑=
N
kik
1μ
Baris ke-i pada matriks partisi U~ berisi nilai keanggotaan data dari himpunan
bagian kabur Ai. Jumlah derajat keanggotaan setiap data pada semua cluster
(jumlah setiap kolom) bernilai 1
C. Konsep Pengelompokan Kabur (Fuzzy Clustering)
Tujuan pengelompokan (cluster) adalah untuk membagi bermacam-macam
kelompok ke sejumlah sub kelompok yang memiliki kemiripan. Objek yang
dikelompokan berdasarkan kemiripan terbesar di dalam kelas dan kemiripan
39
terkecil antar kelas. Clustering data merupakan jalan yang sangat bagus untuk
memulai suatu analisis data apa saja. Kemiripan cluster itu sendiri dapat
memberikan titik awal untuk mengetahui apa yang ada dalam data dan
mengggambarkan bagaimana baiknya menggunakan hasil clustering tersebut.
Pembentukan kelompok-kelompok observasi berdasarkan jarak, objek yang
mirip seharusnya berada dalam kelompok yang sama dan sebaliknya objek yang
mempunyai banyak perbedaan berada dalam kelompok yang berbeda.
Pembentukan kelompok tersebut akan diikuti dengan terjadinya pengelompokan
yang menunjukkan kedekatan kesamaan antar objek.
Metode hard clustering didasarkan pada teori himpunan klasik dan
memerlukan suatu objek yang termasuk atau tidak dalam suatu kelompok
(cluster). Hard clustering berarti mempartisi data ke dalam jumlah tertentu dari
subset saling asing, sedangkan metode pengelompokan kabur (fuzzy clustering)
dapat secara bersamaan mengelompokkan objek-objek ke dalam beberapa
kelompok (cluster) dalam derajat keanggotaan yang berbeda. Dalam banyak
situasi, pengelompokan kabur (fuzzy clustering) lebih alami daripada hard
clustering. Pada pengelompokan kabur (fuzzy clustering) objek yang berada pada
batas-batas di antara beberapa kelompok tidak sepenuhnya menjadi milik salah
satu cluster, tetapi diberikan derajat keanggotaan antara 0 dan 1 yang
menunjukkan bagian keanggotaanya.
Pengelompokan kabur merupakan salah satu pokok persoalan mendasar dalam
penentuan pola dan memegang peranan penting untuk mencari struktur di dalam
data. Jika diberikan himpunan data yang berjumlah terhingga, yaitu X, maka
40
permasalahan pengelompokan dalam X adalah mencari beberapa pusat kelompok
yang dapat memberikan ciri kepada masing-masing kelompok dalam X. Dalam
pengelompokan klasik, kelas-kelas ini dibutuhkan untuk membentuk partisi dari X
sedemikian sehingga derajat kesamaan bernilai tinggi untuk data yang berada di
dalam kelompok yang sama dan bernilai rendah untuk data yang berada pada
kelompok yang berlainan. Akibatnya, pengelompokan klasik ini digantikan
dengan pengelompokan fuzzy, yaitu pengelompokan dengan konsep partisi fuzzy
(fuzzy partition) atau pseudopartisi fuzzy (fuzzy pseudopartition). fuzzy
pseudopartition disebut juga fuzzy c-partition, dengan c mewakili jumlah kelas-
kelas fuzzy di dalam partisi.
Pengelompokan kabur (Fuzzy Clustering) adalah salah satu teknik untuk
menentukan kelompok (cluster) optimal dalam suatu ruang vektor yang
didasarkan pada bentuk normal Euclidian untuk jarak antar vektor. Misalnya X
adalah himpunan data-data yang diselidiki, maka kelas-kelas dari data-data itu
biasanya membentuk suatu partisi atau sekurang-kurangnya suatu partisi kabur
dari X. Pengelompokan data-data dalam bentuk suatu partisi kabur disebut
pengelompokan kabur (fuzzy clustering).
D. Pengelompokan Kabur dengan Metode C-Means
Metode pengelompokan Fuzzy C-means (FCM) adalah mengelompokan
data dengan meminimalkan total jarak pada masing-masing data terhadap pusat
cluster (Miyamoto,et al,2008). Dengan metode ini suatu himpunan
dikelompokkan menjadi c buah himpunan bagian kabur, masing-masing disebut
41
cluster, yang membentuk suatu partisi kabur sedemikian sehingga
untuk setiap k = 1,2,…,n, dan 0 < < n untuk setiap i = 1,2,…,n . Misalkan
himpunan data
11
=∑=
c
iikμ
∑=
c
kik
1μ
{ }
42
dengan terminologi dari bagian sebelumnya yang kita gunakan untuk metode
clustering tegas adalah
{ }1,0: →XuSi (3.8)
dan untuk metode clustering kabur
[ ]1,0:~ →XiSμ (3.9)
dimana dan iku ikμ adalah derajat keanggotaan dari objek ke himpunan bagian kx
iS~ yaitu
)(: kSiik xuu (3.10)
)(: kSiik xμμ (3.11)
Lokasi dari sebuah cluster dinyatakan oleh pusat clusternya
ℝ∈= ),...,( 1 ipii vvv p , i=1,…,c dimana objek-objeknya terpusat disekitarnya.
Misalkan ∈= ),...,( 1 cvvv ℝcp adalah vektor dari semua pusat cluster dimana
pada umumnya tidak dapat disamakan dengan elemen-elemen dari X.
iv
Ukuran yang sering digunakan untuk memperbaiki partisi awal disebut
ukuran variansi. Ukuran ini digunakan untuk mengukur ketaksamaan antara titik-
titik pada sebuah cluster dan pusat clusternya menggunakan jarak Eulcidean.
Jarak ini, , adalah ikd
),( ikik vxdd =
ik vx −=
(3.12) 2/1
1
2)( ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−= ∑
=
p
jijkj vx
43
Ukuran variansi untuk partisi tegas dapat disamakan dengan
meminimalkan jumlahan dari variansi dari semua variable j dalam setiap cluster i
dengan nSi = menghasilkan
∑ ∑ ∑∑∑ ∑= ∈ == = ∈
−⇔−c
i Sx
p
jijkj
c
i
p
j Sxijkj
i ikik
vxn
vxS 1 1
2
1 1
2 )(1min)(1min (3.13)
sebagai akibat dari transformasi di atas, ukuran variansi sama halnya (kecuali
untuk factor 1/ n) dengan meminimalkan jumlahan dari kuadrat jarak Euclidean.
Jumlahan ukuran dengan dirinya sendiri digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan di bawah ini
∑ ∑= ∈
−=c
i Sxikc
ik
vxvSSz1
21 );,...,(min (3.14)
dimana
∑∈
=ik Sx
ki
i xSv 1 (3.15)
untuk c-partisi kabur dengan menggunakan definisi partisi kabur jumlahan ukuran
variansi untuk menyelesaikan masalah di bawah ini
∑∑= =
−=c
i
n
kik
wik vxvUz
1 1
2)(),(min μ (3.16)
dimana pusat cluster
1,)(11
1
>= ∑∑ ==
wxvn
kk
wikn
kik
i μμ
(3.17)
44
Disini (pusat cluster) adalah rata-rata dari pembobot –w, dengan
derajat keanggotaanya. Itu berarti bahwa dengan derajat keanggotaan tinggi
memiliki pengaruh tinggi pada dan sebaliknya. Tendensi ini diperkuat oleh w.
Hal ini menunjukan bahwa apabila diberikan sebuah partisi U
iv kx
kx
iv
~ maka dinyatakan
dengan cluster
iv
iS~ seperti yang dijelaskan di atas.
Generalisasi ukuran yang digunakan untuk masalah norma clustering tegas
adalah sebagai berikut. Misalkan G adalah sebuah matriks berukuran
yang simetrik dan positif. Maka kita dapat mendefinisikan sebuah norma umum
sebagai berikut
)( pp ×
)()(2 ikT
ikGikvxGvxvx −−=− (3.18)
Pengaruh yang mungkin dari pemilihan norma ditentukan oleh pemilihan dari G.
hal ini menghasilkan rumus sebagai berikut
∑∑= =
−=n
k
c
iGikik
vxvUz1 1
2),(min μ (3.19)
Dimana
cpc
Rv
MU
∈
∈
Ini adalah sebuah masalah optimasi kombinasi dimana susah untuk
diselesaikan,bahkan untuk nilai yang agak kecil dari c dan n. Pada kenyataannya,
banyaknya cara berbeda untuk mempartisi x ke dalam himpunan bagian tak
kosong adalah
45
( )( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−= ∑
=
−c
j
wjccjc jcM
1
1)!/1( (3.20)
Dimana untuk c=10 n= 25 sudah 10^18 partisi-10 berbeda dari 25 titik. Definisi
dasar dari masalah partisi kabur untuk 1>w
∑∑= =
−=n
k
c
iGik
wikw vxvUz
1 1
2)();~(min μ (3.21)
)( mP
dimana
cp
fc
Rv
MU
∈
∈~
)( mP adalah sebuah masalah analitik, dimana mempunyai manfaat untuk
menentukan fungsi objektif
Dengan menurunkan fungsi objektif dengan berpegang pada sebagai pusat
cluster ( untuk U
iv
~ konstan) dan untuk ikμ ( untuk v konstan ) dan
mengaplikasikan kondisi
∑∑ ==
=n
kk
wikn
k
wik
i xv1
1
)()(
1 μμ
ci ,...,1= (3.22)
Diperoleh matriks partisi baru
∑=
−
−
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−=
c
j
w
Gik
w
Gikik
vx
vx
1
)1/(1
2
)1/(1
2
1
1
μ nkci ,...,1;,...,1 == (3.23)
46
Sistem yang dijelaskan pada persamaan (3.22) dan (3.23) tidak dapat
diselesaikan secara analitik. Ada algoritma iterative (non hierarchial) dimana
minimum rata-rata dari fungsi objektif dimulai dari posisi yang diberikan. Salah
satu algoritma terbaik untuk masalah clustering tegas adalah algoritma c-means
atau algoritma ISODATA.
Sama halnya masalah clustering kabur dapat diselesaikan dengan
menggunakan algoritma c-means kabur. Dimana akan dijelaskan lebih detail
menggunakan Algoritma c-means kabur.
Untuk setiap ( )∞∈ ,0w algoritma c-means kabur dapat digambarkan
dengan secara iterative menyelesaikan kondisi (3.1) dan (3.2) di atas dan
mengkonvergenkan pada sebuah fungsi objektif.
Pada kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap titik
data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster. Dengan cara
memperbaiki pusat cluster dan derajat keanggotaan tiap-tiap titik data secara
berulang, maka akan dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju
lokasi yang tepat. Perulangan ini didasarkan pada minimisasi fungsi objektif yang
menggambarkan jarak dari titik data yang diberikan ke pusat cluster yang terbobot
oleh derajat keanggotaan titik data tersebut. Semakin kecil jarak, semakin kecil
pula fungsi objektif partisi kaburnya yang berarti semakin baik partisi kabur itu.
Dua permasalahan utama yang muncul dalam fuzzy c-means, pertama,
bagaimana menentukan inisial pusat cluster. Kedua, bagaimana menentukan
jumlah cluster yang optimal (Lee,et.al.2003). Untuk masalah pertama, digunakan
pembangkitan nilai random untuk perhitungan inisialiasaisi pusat cluster.
47
Sedangkan, untuk masalah kedua, Bezdek (1981) menyarankan menggunakan
partititon coefficient (PC) sebagai pengakuan jumlah cluster yang sesuai. Rumus
partititon coefficient (PC) sebagai berikut :
n
xuPC
n
j
c
ijij∑∑
= == 1 12 )(
)(μ
Dimana n adalah banyaknya data, c adalah jumlah cluster, μ adalah matriks
random dan x adalah data. Jumlah cluster ditentukan oleh nilai maksimum
partititon coefficient (PC). Misalnya diketahui hasil perhitungan PC dalam tabel
3.1 yang diperoleh dari perhitungan data penelitian kreditor sepeda motor. Dapat
diketahui, karena nilai maksimum PC didapat ketika jumlah cluster adalah 3,
maka jumlah cluster yang digunakan adalah 3.
Output dari FCM bukan merupakan fuzzy inference system, namun merupakan
deretan pusat cluster dan beberapa derajat keanggotaan untuk tiap-tiap titik data.
Informasi ini dapat digunakan untuk membangun suatu fuzzy inference system
(Kusumadewi,2002).
Tabel 3.1 Contoh hasil Partition Coefficient suatu permasalahan
Number of Cluster
Partition Coefficient
3 0.5446 4 0.3639 5 0.2723 6 0.2449
E. Algoritma Fuzzy C-means
Algoritma Fuzzy C-Means (FCM) adalah sebagai berikut :
48
1. Input data yang akan di cluster X, berupa matriks berukuran n x m ( n =
jumlah sampel data, m = atribut setiap data). =kjx data sampel ke- k
( ) dan atribut nk ,...,3,2,1= mj ,...,3,2,1=
2. Tentukan
Jumlah cluster = c ;
Pangkat = w ;
Maksimum Iterasi = MaxIter ;
Eror terkecil yang diharapkan = ξ ;
Fungsi objektif awal = 00 =P ;
Iterasi awal = t = 1;
3. Bangkitkan bilangan random ikμ , nk ,...,3,2,1= ; ci ,....,3,2,1= sebagai
elemen-elemen matriks partisi awal U. Hitung jumlah setiap kolom
(atribut) :
∑=
=c
kikjQ
1
μ (3.24)
dengan mj ,...,3,2,1=
4. Hitung pusat cluster ke-i : dengan iv ci ,....,3,2,1= , mj ,...,3,2,1=
1,)(11
1
>= ∑∑ ==
wxvn
kk
wikn
kik
ij μμ
(3.25)
5. Hitung fungsi objektif pada iterasi ke-t , : tP
49
( ) ( )∑∑ ∑= = =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
n
k
c
i
wik
m
jijkjt vxP
1 1 1
2 μ (3.26)
6. Hitung perubahan matriks partisi :
( )
( )∑ ∑
∑
=
−−
=
−−
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=c
k
wm
jijkj
wm
jijkj
ik
vx
vx
1
11
1
2
11
1
2
μ (3.27)
dengan : ; dan ci ,...,3,2,1= nk ,....,3,2,1=
7. Cek kondisi berhenti
Jika : ( )( )ξ MaxIter) maka berhenti
Jika tidak : , ulangi langkah ke-4 1+= tt
50
Gambar 3.1. Flowchart Algoritma Fuzzy C-Means
E. Contoh Kasus
Misalnya terdapat contoh data dengan jumlah n = 10 yang memiliki dua
variabel dan sebagai berikut : 1X 2X
51
Tabel 3.2 Tabel data Xij
1X 2X
12 150
25 155
17 126
20 132
18 145
15 135
26 122
25 127
10 130
14 145
Akan dilakukan pengelompokan data dengan input data variabel awal sebagai
berikut :
Jumlah cluster = 3
Pangkat = 2
Maksimum Iterasi = 100
Eror terkecil yang diharapkan = 510 −
Fungsi objektif awal = 0
Iterasi awal = 1
Sesuai algoritma Fuzzy C-means (FCM) :
52
ikBangkitkan bilangan random μ , i c,...,3,2,1= ; nk ,....,3,2,1= sebagai
elemen-elemen matriks partisi awal U. Matriks partisi U dapat dilihat
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
80.446313360.5408808820.0128057510.3643440750.1583246740.4773312590.1548807030.4538287780.3912905170.406609180.2082680820.3851227390.1077703910.486442950.4057866590.2871618190.4347765320.2780616440.3787671460.224791750.396441110.6956817990.219233830.0850843790.1548157610.671243410.1739408270.4734340180.0497334750.47683250
3i2i1 iμμμ
= ∑=
10
1kikQ μ
== ∑=
10
12
kikQ μ
== ∑=
10
13
kikQ μ
ijv c,....,3,2,1
Hitung jumlah setiap kolom (atribut) dengan persamaan 3.24,didapat hasil sebagai
berikut :
=1 3.07
3.4007
3.464
Hitung pusat cluster ke-k : dengan i = dan
digunakan persamaan 3.25. Proses perhitungan persamaan 3.25 dapat dilihat pada
tabel 3.2 berikut
mj ,...,3,2,1=
53
21iμ
22iμ
23iμ 1
21 ki x×μ 1
22 ki x×μ 1
23 ki x×μ 2
21 ki x×μ 2
22 ki x×μ 2
23 ki x×μ
0.227369 0.002473 0.22413977 2.728430854 0.029681026 2.689677221 34.10538567 0.371012825 33.62096527
0.030255 0.450568 0.02396792 0.756385222 11.26419292 0.599198058 4.689588374 69.83799611 3.715027961
0.007239 0.048063 0.48397315 0.12306895 0.817079095 8.227543624 0.912158102 6.055997996 60.98061745
0.157166 0.050531 0.14346455 3.143310915 1.010626671 2.869290987 20.74585204 6.670136031 18.93732052
0.077318 0.189031 0.08246191 1.391728982 3.4025515 1.484314385 11.21115013 27.40944264 11.95697699
0.164663 0.236627 0.01161446 2.46994208 3.549401169 0.174216884 22.22947872 31.94461052 1.567951952
0.14832 0.043376 0.16533103 3.856307486 1.127765422 4.298606805 18.09498128 5.291822364 20.17038578
0.153108 0.205961 0.02398803 3.827706737 5.14901388 0.599700851 19.44475022 26.15699051 3.046480321
0.227845 0.025067 0.1327466 2.27845126 0.250667027 1.327466021 29.61986639 3.258671353 17.25705827
0.000164 0.292552 0.19919562 0.002295822 4.095729769 2.788738714 0.023778156 42.42005832 28.88336526
∑=
1.193448
∑=
1.544248
∑=
1.49088305
∑=
20.57762831
∑=
30.69670848
∑=
25.05875355
∑=
161.0769891
∑=
200.1361498
Tabel 3.3 perhitungan persamaan 3.25
54
Dihitung pusat cluster :
Untuk pusat cluster pertama pada atribut ke-1
( )
( )17.24217
1.193448120.5776283
*)(
6
1
21
10
11
21
11 ===
∑
∑
=
=
ii
kki x
vμ
μ
Untuk pusat cluster kedua pada atribut ke-1
( )
( )19.87809
1.544248830.6967084
*)(
6
1
22
6
11
22
21 ===
∑
∑
=
=
ii
iki x
vμ
μ
Untuk pusat cluster ketiga pada atribut ke-1
( )
( )16.80799
1.49088305525.0587535
*)(
6
1
23
6
11
23
31 ===
∑
∑
=
=
ii
iki x
vμ
μ
Untuk pusat cluster pertama pada atribut ke-2
( )
( )134.9678
1.1934481161.076989
*)(
6
1
21
6
12
21
12 ===
∑
∑
=
=
ii
iki x
vμ
μ
Untuk pusat cluster kedua pada atribut ke-2
( )
( )142.0864
1.5442487219.416738
*)(
6
1
22
6
12
22
22 ===
∑
∑
=
=
ii
iki x
vμ
μ
Untuk pusat cluster ketiga pada atribut ke-2
( )
( )134.24
1.490883058200.136149
*)(
6
1
23
6
12
23
32 ===
∑
∑
=
=
ii
iki x
vμ
μ
hasilnya dalam bentuk matriks
55
321
134.2416.80799142.086419.87809134.967817.24217
clusterclustercluster
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
Setelah di dapat pusat cluster ( ), akan dicari Fungsi Objektif yang dapat dihitung
dengan persamaan 3.26. Detil perhitungan fungsi objektif dapat dilihat pada tabel 3.3;3.4;3.5
berikut
ijv
56
Tabel 3.4. (Tabel perhitungan data dengan pusat cluster ) 1kx jv1
111 vxk − 122 vxk −2
111 )( vxk −2
122 )( vxk − ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
11
jjkj vx ( )21
22
11 i
jjkj vx μ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
-5.24217 15.0322 27.4803742 225.9669845 253.4473587 57.62613278
7.757827 20.0322 60.183885 401.2889671 461.4728521 13.96204982
-0.24217 -8.9678 0.0586476 80.42146808 80.48011568 0.582623727
2.757827 -2.9678 7.60561162 8.807847178 16.4134588 2.57963021
0.757827 10.0322 0.57430227 100.6450019 101.2193042 7.826102172
-2.24217 0.032198 5.02733825 0.001036728 5.028374977 0.82798633
8.757827 -12.9678 76.6995397 168.163882 244.8634217 36.31802485
7.757827 -7.9678 60.183885 63.4858646 123.6697496 18.93486135
-7.24217 -4.9678 52.4490649 24.67905415 77.12811902 17.573266
-3.24217 10.0322 10.5116836 100.6450019 111.1566855 0.018228283
∑
156.2489055
57
Tabel 3.5. (Tabel perhitungan data xkj dengan pusat cluster v2j)
211 vxk − 222 vxk −2
211 )( vxk −2
222 )( vxk − ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
12
jjkj vx ( )21
22
12 i
jjkj vx μ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
-7.87809 7.913564 62.064319 62.62448977 124.6888088 0.308407648
5.121909 12.91356 26.233951 166.7601263 192.9940773 86.95690079
-2.87809 -16.0864 8.28340825 258.7734342 267.0568424 12.83568018
0.121909 -10.0864 0.01486179 101.7361981 101.7510599 5.141616747
-1.87809 2.913564 3.5272261 8.488853188 12.01607929 2.271407144
-4.87809 -7.08644 23.7957726 50.21758003 74.0133526 17.51353868
6.121909 -20.0864 37.4777688 403.4649249 440.9426938 19.12615089
5.121909 -15.0864 26.233951 227.6005615 253.8345125 52.27989713
-9.87809 -12.0864 97.5766833 146.0819435 243.6586268 6.107718362
-5.87809 2.913564 34.5519547 8.488853188 43.04080791 12.59167987
∑
215.1329974
Tabel 3.6. (Tabel perhitungan data xkj dengan pusat cluster v3j)
311 vxk − 322 vxk −2
311 )( vxk −2
322 )( vxk − ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
13
jjkj vx ( )21
22
13 i
jjkj vx μ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
-4.80799 15.75999 23.1168072 248.3774161 271.4942233 60.85265234
8.192006 20.75999 67.1089608 430.9773577 498.0863185 11.9380942
0.192006 -8.24001 0.03686627 67.89769616 67.93456243 32.87850447
3.192006 -2.24001 10.1889017 5.017626141 15.20652786 2.181597666
Fungsi objektif: = 563.72
Maka akan di hasilkan fungsi objektif sebagai berikut:
Langkah selanjutnya dengan memperbaiki matrik partisi (derajat keanggotaan). Tabel 3.6
berikut menunjukkan detil perhitungan fungsi keanggotaan baru.
1.192006 10.75999 1.42087808 115.7774744 117.1983525 9.664400031
-1.80799 0.759994 3.26884264 0.577591131 3.846433768 0.044674247
9.192006 -12.24 84.4929726 149.8177428 234.3107155 38.73883215
8.192006 -7.24001 67.1089608 52.41768449 119.5266453 2.867209233
-6.80799 -4.24001 46.3487836 17.97764948 64.32643304 8.539115409
-2.80799 10.75999 7.88483082 115.7774744 123.6623053 24.63298987
∑ 192.3380696
( ) ( )∑∑ ∑= = =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
6
1
3
1
22
1
2
i kik
jijkjt vxP μ
58
58
μ baru = L / LtotalL1 =
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
11
jjkj vx
L2 =
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
12
jjkj vx
L3 =
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−∑
=
22
13
jjkj vx
L total 1iμ 2iμ 3iμ
0.003946 0.00802 0.00368332 0.015648878 0.252132612 0.512494628 0.23537276
0.002167 0.005182 0.00200768 0.009356165 0.231609288 0.553806624 0.214584088
0.012425 0.003745 0.01472005 0.030889998 0.402247657 0.121221152 0.476531191
0.060926 0.009828 0.06576123 0.13651475 0.446293245 0.071991543 0.481715212
0.00988 0.083222 0.00853254 0.101633903 0.097207114 0.818839176 0.08395371
0.198871 0.013511 0.25998108 0.47236356 0.421013437 0.028603128 0.550383435
0.004084 0.002268 0.00426784 0.010619615 0.38456284 0.213554673 0.401882486
0.008086 0.00394 0.00836634 0.020391962 0.396531333 0.193192526 0.41027614
0.012965 0.004104 0.01554571 0.032615251 0.397526906 0.125833848 0.476639246
0.008996 0.023234 0.00808654 0.040316613 0.223141511 0.576282649 0.20057584
Tabel 3.7 Tabel perhitungan fungsi keanggotaan baru
59
Matriks fungsi keanggotaan baru
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
0.2005758490.5762826410.2231415160.4766392480.1258338460.39752690
0.4102761460.1931925230.3965313360.4018824830.213554670.3845628450.5503834380.0286031270.42101343
0.0839537160.8188391740.0972071120.4817152130.0719915450.4462932410.4765311920.1212211570.4022476580.2145840840.5538066280.23160928
0.2353727680.5124946220.25213261
baruμ
Berikutnya cek kondisi berhenti. Karena |P1 – P0| = |563.72-0| = 563.2 > ξ dan iterasi =
1< MaxIter (=100),maka dilanjutkan ke iterasi ke-2 (t =2).
Pada iterasi ke-2 dapat dihitung kembali pusat cluster, dengan dan
digunakan persamaan 3.7, hasilnya dalam bentuk matriks
ijv ci ,....,3,2,1=
mj ,...,3,2,1=
321
5272.13187065.172222.14684348.171087.13244085.18
clusterclustercluster
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
Fungsi objektif pada iterasi ke-2 adalah
( ) ( )∑∑ ∑= = =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
6
1
3
1
22
1
22
i kik
jijkj vxP μ = 361.3939
Kemudian perbaiki matriks partisinya
60
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
60.0707356530.8544992610.074765080.4884780560.0967078650.41481408
20.4542573970.0770110310.4687315740.4495183740.1079366820.4425449460.4637144970.0702395270.4660459760.0082200080.9828114160.0089685710.3366273410.0077399280.6556327330.5344119750.0408436010.4247444230.1480795440.6947625130.15715794
0.102053920.791905840.10604024
baruμ
cek kondisi berhenti |P2 – P1| = |361.3939-563.72| = 202.3261 > ξ dan iterasi = 1<
MaxIter (=100),maka dilanjutkan sampai memenuhi : ( |Pt – Pt-1| < ξ ) atau (t>MaxIter)
BAB IV
APLIKASI DAN ANALISIS
A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Perusahaan
PT Federal International Finance (FIF) didirikan dengan nama PT Mitrapusaka
Artha Finance pada bulan Mei 1989. Berdasarkan ijin usaha yang diperolehnya, maka
Perseroan bergerak dalam bidang Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang dan Pembiayaan
Konsumen.
Pada tahun 1991, Perseroan merubah nama menjadi PT Federal International
Finance. Namun seiring dengan perkembangan waktu dan guna memenuhi
permintaan pasar, Perseroan mulai memfokuskan diri pada bidang pembiayaan
konsumen secara retail pada tahun 1996. Ketika badai krisis moneter mulai menerpa
pada tahun 1997, saat itu pula merupakan titik balik bagi Perseroan untuk melakukan
konsolidasi internal dalam rangka persiapan menuju ke suatu sistem komputerisasi
yang tersentralisasi dan terintegrasi. Walaupun krisis moneter tersebut di luar dugaan
berkembang menjadi krisis multidimensi, namun berkat kerja keras jajaran Direksi
beserta seluruh karyawan Perseroan tetap dapat berjalan.
Perseroan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Astra International, Tbk
ini, tahun demi tahun lebih memantapkan dirinya sebagai perusahaan pembiayaan
terbaik dan terpercaya di industrinya, sehingga pada saat penerbitan obligasi pertama
tahun 2002 hingga obligasi kelima tahun 2004 mendapatkan tanggapan yang positif
dari para investor.
62
Visi Misi Perusahaan
Visi
“Menawarkan solusi keuangan terbaik bagi para pelanggan secara individual”
Misi
1. Beroperasi secara lugas dengan tetap mengindahkan aspek kehati-hatian
2. Berkontribusi dalam meningkatkan distribusi sepeda motor produk Astra
3. Memenuhi harapan para pelanggan, karyawan, pemegang saham, kreditur dan
pemerintah
4. Menawarkan produk yang terjangkau bagi pelanggan
B. Pengelompokan Kabur Dengan Metode Fuzzy C-means
Dalam penerimaan kredit sepeda motor, lembaga kredit sebelumnya akan
menganalisis calon penerima kredit dengan menggunakan 5 C yaitu Characteristic,
Capacity, Capital, Condition, and Colateral. Pada setiap lembaga kredit memiliki
karakteristik yang berbeda dalam pengambilan keputusannya. Pembelian sepeda
motor secara kredit oleh seseorang biasanya ditentukan oleh beberapa variabel capital
yang akan dianalisis terlebih dahulu oleh lembaga kredit. Diantaranya, harga sepeda
motor yang akan dibeli, pendapatan dan pengeluaran bulanan calon pembeli, uang
muka pembelian, angsuran bulanan yang disanggupi, serta lamanya angsuran (dalam
63
bulan) dan masih banyak lagi hal yang dianalisis sebelum dinyatakan layak untuk
menerima kredit. Dalam bab IV ini ruang lingkup variabel pengelompokan akan
ditinjau menggunakan karakteristik secara capital. Informasi tentang pengelompokan
subyek calon penerima kredit berdasarkan variabel capital akan memudahkan bagi
lembaga kredit dalam mengambil keputusan kelayakan kredit.
1. Aplikasi Fuzzy C-Means
Untuk pengelompokkan calon penerima kredit ke dalam tiga cluster
berdasarkan perhitungan pada persamaan
n
xuPC
n
j
c
ijij∑∑
= == 1 12 )(
)(μ
yang hasilnya ada pada tabel 3.1, adalah sebagai
berikut:
1. Input data:
Input data yang akan dicluster ijX , adalah data penerima kredit yang
berupa matrik berukuran n x 6 (n= jumlah data yang akan diclusterkan dan
6 adalah jumlah kriteria data yang digunakan), dalam listing program data
diinputkan langsung dari Microsoft Office Excel 2003 dengan memasukan
data calon penerima kredit pada baris paling awal sebelum data penerima
kredit yang sudah dinyatakan diterima. Variabel/kriteria data
pengelompokkan sebagai berikut:
1iX = pendapatan bulanan.
2iX = pengeluaran bulanan.
64
3iX = harga barang
4iX = uang muka
5iX = besarnya angsuran bulanan
6iX = lama angsuran (dalam bulan)
Berikut listing program Matlab 7.1 untuk pengambilan data :
clear
clc
fprintf('INPUT AWAL VARIABEL')
fprintf('\ndata yang digunakan')
X= xlsread('fif1.xls','A2:F11')
[m o]= size(X);
Listing 4.1. Pengambilan Data
Pada listing di atas berfungsi untuk memanggil data dari Microsoft
Office Excel 2003 ke dalam command windows Matlab. Data tersebut
nantinya ditampilkan sebagai sebuah matriks sesuai dengan variabel yang
ditentukan. Hasil dari proses listing program ada pada lampiran.
1. Menentukan:
o Jumlah cluster = c = 3
o Pangkat = w = 2
o Maksimum iterasi = MaxIter = 1000
o Error terkecil yang diharapkan = ξ = 510 −
65
o Fungsi objektif awal = P0 = 0;
o Iterasi awal = t =1
2. Membangkitkan bilangan random
Membangkitkan bilangan random berupa matrik ikμ , i = 1, 2, …n; k = 1,
…,3; sebagai elemen-elemen matrik partisi U, dimana n = jumlah data
penerima kredit dan k adalah jumlah kolom yang disesuaikan dengan
jumlah cluster yang akan dibentuk yaitu 3.
Menghitung jumlah setiap kolom
dengan j =1,…,3; yaitu jumlah kolom matrik partisi yaitu 3. ∑=
=3
1kikjQ μ
Hitung: j
ikik Q
μμ =
Matrik partisi yang dihasilkan akan berukuran n x 3, n = jumlah data dan 3
adalah jumlah cluster yang akan dibentuk. Matrik partisi jika dijumlahkan
tiap barisnya akan bernilai 1. Untuk listing programnya akan dijadikan
menjadi satu function dengan penentuan pusat cluster.
3. Menghitung pusat cluster
Menghitung pusat cluster ke-k: dengan i=1,...,3; dan j=1,2,3. ijv
1,)(11
1
>= ∑∑ ==
wxvn
kk
wikn
kik
i μμ
66
Akan terdapat 3 buah pusat cluster yang dihasilkan. Tiap pusat cluster
memiliki 6 variabel data sesuai dengan variabel/kriteria pengelompokkan.
Sehingga matrik pusat cluster yang terbentuk akan akan berukuran 3 x 6.
Misalnya untuk menghitung pusat cluster v11 dan v23 detil perhitungannya
sebagai berikut:
( )
∑
∑
=
== n
ki
n
kki x
v
1
21
11
21
11
)(
*)(
μ
μ
( )
∑
∑
=
== n
ki
n
kki x
v
1
22
13
22
23
)(
*)(
μ
μ
Pada program ini listing yang digunakan untuk menentukan pusat cluster
adalah sebagai berikut :
if D==1
fprintf('\nMaka diperoleh%g ')
fprintf('\n%g ')
[Pusat_cluster,U,F]=fcm(X,C,[W,M,E]);
HOHO= fcm(X,C,[W,M,E]);
Pusat_cluster
fprintf('\nMatriks partisi%g ')
U';
WE= U';
U;
67
Listing 4.2. Menentukan Pusat cluster, fungsi objektif dan matrik partisi
baru
4. Menghitung fungsi objektif
Untuk menghitung fungsi objektif digunakan rumus sebagai berikut:
( ) ( )∑∑ ∑= = =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
n
k iik
jijkj vxP
1
3
1
26
1
21 μ
Listing program untuk menghitung fungsi objektif menjadi satu dengan
listing menentukan pusat cluster.
5. Menghitung perubahan matrik partisi
( )
( )∑ ∑
∑
=
−−
=
−−
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=3
1
121
6
1
2
121
6
1
2
i jijkj
jijkj
ik
vx
vxμ
Listing program untuk perubahan matrik partisi menjadi satu function dengan
menentukan pusat cluster dan penghitungan fungsi objektif.
6. Cek kondisi berhenti
Untuk menghentikan iterasi dilakukan pengecekkan kondisi berhenti. Pada
program ini ditentukan:
• Jika : ( |Pt – Pt-1| < ξ ) atau (t>MaxIter) maka berhenti;
• Jika tidak: t=t+1 , ulangi langkah ke-4
Sehingga iterasi akan dihentikan jika |Pt – Pt-1| < atau jumlah iterasi
telah lebih dari 100 kali.
510 −
68
7. Penentuan cluster dan analisis data
Setelah semua proses perhitungan selesai, maka setiap data bisa masuk ke
dalam semua cluster namun dengan derajat keanggotaan yang berbeda.
Derajat keanggotaan dengan nilai yang paling maksimumlah yang menjadi
acuan sebuah data masuk ke suatu cluster yang paling dianjurkan. Untuk
listing programnya akan ditampilkan pada lampiran 1. Dari matriks partisi
tersebut dapat diperoleh informasi mengenai kecenderungan seorang
penerima kredit masuk ke dalam kelompok (cluster) yang mana. Seorang
penerima kredit memiliki derajat keanggotaan tertentu untuk menjadi
anggota suatu kelompok. Dengan syarat derajat keanggotaan terbesar
menunjukan kecenderungan tertinggi seorang penerima kredit masuk ke
anggota kelompok. Dengan demikian, dari catatan seluruh penerima
kredit dapat diketahui derajat keanggotaan setiap penerima kredit untuk
masuk dalam kelompok. Nilai maksimum dari derajat keanggotaan
merupakan penanda penerima kredit masuk pada kelompok tertentu.
Dengan demikian, nilai minimum dari maksimum derajat keanggotaan
seluruh penerima kredit dapat menjadi kriteria apakah seseorang yang
akan mengajukan kredit dapat diterima atau tidak. Dengan kata lain,
calon penerima kredit dapat dinyatakan diterima kredit jika memenuhi
syarat berikut:
max{ ikμ baru} Pn≥
69
dimana
{ }
{ }iniiniPn μμμ ,...,,maxmin 21,...,1∈=
Informasi yang dapat diperoleh dari ketiga pusat cluster ini adalah
Penerima kredit dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
2. Contoh Kasus
Seorang pegawai sebuah perusahaan ingin membeli sepeda motor dengan
merk Honda D Supra X seharga Rp 12.000.000 secara kredit pada PT. FIF dengan
uang muka yang disanggupi sebesar Rp 1.500.000. Diketahui pendapatan bulanan
pegawai tersebut sebesar Rp 1.000.000, pengeluaran bulanan Rp 400.000, sanggup
membayar angsuran bulanan sebesar Rp 350.000 selama 36 bulan. Apakah pegawai
tersebut bisa menerimakan kredit?
Penyelesaian :
1. Input data:
Input data yang akan dicluster ijX , adalah data penerima kredit yang
berupa matrik berukuran n x 6 (n= jumlah data yang akan diclusterkan
adalah 100 penerima kredit yang sudah dinyatakan lolos dan 1 calon
penerima kredit sehingga berjumlah 101 dan 6 adalah jumlah kriteria data
yang digunakan), dalam listing program data diinputkan langsung dari
Microsoft Office Excel 2003 dengan memasukan data calon penerima
70
kredit pada baris paling awal sebelum data penerima kredit yang sudah
dinyatakan diterima terdapat pada lampiran. Variabel/kriteria data
pengelompokkan sebagai berikut:
1iX = pendapatan bulanan.
2iX = pengeluaran bulanan.
3iX = harga barang
4iX = uang muka
5iX = besarnya angsuran bulanan
6iX = lama angsuran (dalam bulan)
2. Menentukan:
o Jumlah cluster = c = 3
o Pangkat = w = 2
o Maksimum iterasi = MaxIter = 1000
o Error terkecil yang diharapkan = ξ = 510 −
o Fungsi objektif awal = P0 = 0;
o Iterasi awal = t =1
3. Membangkitkan bilangan random
Membangkitkan bilangan random berupa matrik ikμ , i = 1, 2, …n; k = 1,
2,3; sebagai elemen-elemen matrik partisi kabur yang menggunakan
definisi 3.1, dimana n = jumlah data penerima kredit dan k adalah jumlah
71
kolom yang disesuaikan dengan jumlah cluster yan