8
1 Buletin IHQN | April 2012 Buletin IHQN Indonesian Healthcare Quality Network Pengantar Redaksi Berdasarkan pendekatan rantai efek peningkatan mutu dari Donald Berwick (2000), untuk mencapai tingkat mutu yang diharapkan maka diperlukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dari berbagai level. Salah satunya adalah dari level pengalaman pasien. Dalam Buletin edisi kali ini, beberapa informasi penting terkait pengalaman pasien kesehatan dipaparkan melalui rangkuman dariInternational Journal for Quality in Health Care 2011;Volume 23. Selamat membaca. Daftar isi Kuesioner Singkat Untuk Menilai Pengalaman Pasien Sebagai Bagian Dari Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan 1 Status Akreditasi RS Tidak Mempengaruhi Kepuasan Pasien Dan Keinginan Untuk Merekomendasikan 4 Partisipasi Pasien dalam Pelayanan Rawat Inap Mempengaruhi Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien 5 Survei Kepuasan Pasien Yang Disesuaikan (Semi-customizing Patient Survey ) Lebih Menjadi Pilihan Untuk Digunakan Sebagai Alat Ukur Mutu Pelayanan 7 Penasehat: Laksono Trisnantoro, Adi Utarini, Tjahjono Kuntjoro. Chief Editor: Hanevi Djasri. Editor:Intan Irfianti. Sekretaris Redaksi: Anantasia Noviana Fotografer: Sohid. Kuesioner Singkat untuk Menilai Pengalaman Pasien Sebagai Bagian dari Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Tashonna R Webster, Jeanni Mantopoulus, Elizabeth Jackson, Heather Cole-Lewis, Lilian Kidane, Sosena Kebede, Yigeremu Abebe, Ruth lawson danElizabeth H Bradley. Judul asli: A brief questionnaire for assessing patient healthcare experiences in low-income setting,International Journal for Quality in Health Care 2011; Volume 23, Number 3: p. 258 Oleh: Intan Irfianti Penguatan sistem kesehatan menjadi prioritas penting bagi WHO, USAID dan lembaga donor lainnnya.Untuk merancang strategi penguatan sistem kesehatan yang lebih efektif, WHO telah menentukan enam dasar sistem kesehatan, yaitu WHO’s six building blocks of health system, dimana salah satunya adalah pemberian pelayanan kesehatan yang efektif, aman dan berkualitas untuk semua yang membutuhkan.Memperkuat pemberian pelayanan kesehatan harus memperhatikan pengalaman pasien, yang merupakan indikator utama untuk menilai apakah telah dilakukan perbaikan pada pelayanan kesehatan serta untuk menentukan fokus perbaikan selanjutnya. Survei pengalaman pasien sering digunakan dalam program peningkatan mutu (quality improvement) di negara maju seperti Amerika dan Inggris maupun di daerah tertinggal.Namun literatur yang membahas pelaksanaan survei di negara tertinggal sangat terbatas.Begitupun dengan instrumen kuesioner yang dapat

April 2012

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: April 2012

1

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril 2

01

2

Buletin IHQN Indonesian Healthcare Quality Network

Pengantar Redaksi Berdasarkan pendekatan rantai efek peningkatan mutu dari Donald Berwick (2000), untuk mencapai tingkat mutu yang diharapkan maka diperlukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dari berbagai level. Salah satunya adalah dari level pengalaman pasien. Dalam Buletin edisi kali ini, beberapa informasi penting terkait pengalaman pasien kesehatan dipaparkan melalui rangkuman dariInternational Journal for Quality in Health Care 2011;Volume 23. Selamat membaca.

Daftar isi Kuesioner Singkat Untuk Menilai Pengalaman Pasien Sebagai Bagian Dari Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan 1 Status Akreditasi RS Tidak Mempengaruhi Kepuasan Pasien Dan Keinginan Untuk Merekomendasikan 4 Partisipasi Pasien dalam Pelayanan Rawat Inap Mempengaruhi Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien 5 Survei Kepuasan Pasien Yang Disesuaikan (Semi-customizing Patient Survey ) Lebih Menjadi Pilihan Untuk Digunakan Sebagai Alat Ukur Mutu Pelayanan 7

Penasehat: Laksono Trisnantoro, Adi Utarini, Tjahjono

Kuntjoro. Chief Editor: Hanevi Djasri. Editor:Intan

Irfianti. Sekretaris Redaksi: Anantasia Noviana

Fotografer: Sohid.

Kuesioner Singkat untuk Menilai Pengalaman Pasien Sebagai Bagian dari Program Peningkatan Mutu Pelayanan

Kesehatan

Tashonna R Webster, Jeanni Mantopoulus, Elizabeth Jackson, Heather Cole-Lewis, Lilian Kidane, Sosena Kebede, Yigeremu Abebe,

Ruth lawson danElizabeth H Bradley.

Judul asli: A brief questionnaire for assessing patient healthcare experiences in low-income setting,International Journal for Quality in

Health Care 2011; Volume 23, Number 3: p. 258

Oleh: Intan Irfianti

Penguatan sistem kesehatan menjadi prioritas penting bagi WHO, USAID dan lembaga donor lainnnya.Untuk merancang strategi penguatan sistem kesehatan yang lebih efektif, WHO telah menentukan enam dasar sistem kesehatan, yaitu WHO’s six building blocks of health system, dimana salah satunya adalah pemberian pelayanan kesehatan yang efektif, aman dan berkualitas untuk semua yang membutuhkan.Memperkuat pemberian pelayanan kesehatan harus memperhatikan pengalaman pasien, yang merupakan indikator utama untuk menilai apakah telah dilakukan perbaikan pada pelayanan kesehatan serta untuk menentukan fokus perbaikan selanjutnya.

Survei pengalaman pasien sering digunakan dalam program peningkatan mutu (quality improvement) di negara maju seperti Amerika dan Inggris maupun di daerah tertinggal.Namun literatur yang membahas pelaksanaan survei di negara tertinggal sangat terbatas.Begitupun dengan instrumen kuesioner yang dapat

Page 2: April 2012

2

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril

20

12

digunakan. Instrumen SERVQUAL yang umum digunakan dalam penelitian lain, sebenarnya tidak didesain untuk fasilitas kesehatan, sehingga beberapa aspek pengalaman pasien yang terkait pelayanan mungkin tidak tercakup, seperti pengalaman dengan klinisi dan perawat. Ada sebuah penelitian di negara tertinggal yang menggunakan instrumen survei, namun didesain untuk pelayanan yang spesifik seperti perawatan gigi, diabetes, terapi antiretroviral dan pelayanan dasar. Karena belum adanya instrumen untuk menilai pengalaman pasien di negara tertinggal inilah, Webster, et al., mengembangkan dan memvalidasi sebuah kuesioner singkat untuk mengukur pengalaman pasien RS di negara Ethiopia

Penelitian yang berjudul A brief questionnarie for assessing patient healthcare experiences in low-income settings ini mengembangkan 2 kuesioner, yaitu untuk pasien rawat inap (I-PAHC) dan pasien rawat jalan (O-PAHC). Instrumen tersebut dikembangkan dari instrumen yang digunakan pada penelitian sebelumnya (CAHP), hasil interview dengan stakeholder dan diskusi fokus grup. Kuesioner I-PAHC terdiri dari 5 bagian dengan 25 pertanyaan, dan O-PAHC terdiri dari 4 bagian dengan 23 pertanyaan.

Berikut adalah pertanyaan yang terdapat dalam kedua kuesioner tersebut:

Kuesioner Untuk Pasien Rawat Inap (I-PAHC)

Dalam skala 1-4 (Tidak Pernah, Kadang-kadang, Biasanya, Selalu)

1. Selama rawat inap ini seberapa sering perawat memperlakukan anda dengan sopan dan hormat?

2. Selama rawat inap ini seberapa sering perawat mendengarkan anda dengan seksama?

3. Selama rawat inap ini seberapa sering perawat menjelaskan sesuatu dengan cara yang dapat anda pahami?

4. Selama rawat inap ini seberapa sering dokter memperlakukan dengan sopan dan hormat?

5. Selama rawat inap ini seberapa sering dokter mendengarkan anda dengan seksama?

6. Selama rawat inap ini seberapa sering dokter menjelaskan sesuatu dengan cara yang dapat anda pahami?

7. Apakah anda dapat membedakan dokter dengan perawat?

8. Selama rawat inap ini seberapa sering kamar perawatan anda dibersihkan?

9. Selama rawat inap ini seberapa sering area disekitar anda tenang di malam hari?

10. Selama rawat inap ini seberapa sering para staf memastikan bahwa anda dapat mendapatkan privasi?

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

11. Selama rawat inap ini apakah anda pernah mengalami rasa sakit?

Dalam skala 1-4 (Tidak Pernah, Kadang-kadang, Biasanya, Selalu)

12. Selama rawat inap ini seberapa sering rasa sakit anda ditangani?

13. Selama rawat inap ini seberapa sering para staf mengerahkan kemampuan mereka untuk mengatasi rasa sakit anda?

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

14. Selama rawat inap ini apakah anda diberikan obat-obatan yang belum pernah anda konsumsi sebelumnya?

15. Sebelum anda diberi obat-obatan baru tersebut, seberapa sering para staf memberitahu anda kegunaan obat tersebut?

16. Sebelum anda diberi obat-obatan baru tersebut, seberapa sering para staf menjelaskan kemungkinan efek samping obat dengan cara yang dapat anda pahami?

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

17. Apakah anda diberi informasi yang dapat anda pahami tentang gejala atau masalah kesehatan yang harus anda perhatikan setelah anda meninggalkan RS?

Page 3: April 2012

3

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril 2

01

2

18. Apakah anda dapat menemukan jalan dengan mudah dalam RS?

19. Apakah ini pertama kali anda dirawat di RS ini?

Dalam skala 0-10 (0 adalah RS terburuk-10 RS Terbaik)

20. Bagaimana penilaian anda terhadap RS ini?

Dalam skala 1-4 ( Tidak, Mungkin Tidak, Mungkin Iya, Iya)

21. Apakah anda akan merekomendasikan RS ini kepada keluarga dan teman anda?

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

22. Apakah anda harus membayar selama rawat inap ini?

23. Apakah menurut anda biaya rawat inap ini terlalu mahal?

Dalam skala 1-4 (Buruk, Cukup,Baik, Sangat Baik)

24. Bagaimana anda menilai kesehatan anda secara keseluruhan?

25. Apakah pendidikan terakhir anda?

Kuesioner Pasien Rawat Jalan (O-PAHC)

Dalam skala 1-4 ( Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju)

1. Selama kunjungan ini perawat memperlakukan saya dengan sopan dan hormat.

2. Selama kunjungan ini perawat mendengarkan saya dengan seksama.

3. Selama kunjungan ini perawat menjelaskan sesuatu dengan cara yang dapat saya pahami.

4. Selama kunjungan ini dokter memperlakukan saya dengan sopan dan hormat

5. Selama kunjungan ini dokter mendengarkan saya dengan seksama.

6. Selama kunjungan ini dokter menjelaskan sesuatu dengan cara yang dapat saya pahami.

7. Saya dapat membedakan dokter dengan perawat. 8. Bagian rawat jalan bersih. 9. Kamar mandi bersih. 10. Saya punya cukup waktu untuk mendiskusikan

masalah kesehatan saya dengan dokter/perawat.

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

11. Apakah anda diberi informasi yang dapat anda pahami tentang gejala atau masalah kesehatan

yang harus anda perhatikan setelah anda meninggalkan bagian rawat jalan?

12. Apakah anda diberi resep obat baru pada kunjungan ini? Jika anda menjawab tidak, lewati pertanyaan 13 dan 14.

13. Apakah anda diberi tahu kegunaan obat-obatan baru tersebut?

14. Apakah staf RS menjelaskan kemungkinan efek samping obat dengan cara yang dapat anda pahami?

15. Apakah semua obat yang anda butuhkan tersedia di RS (apotik RS)?

16. Apakah anda dapat menemukan jalan dengan mudah dalam RS?

17. Apakah ini pertama kali anda dirawat jalan di RS ini?

Dalam skala 0-10 (0 adalah Klinik Rawat jalan terburuk-10 Klinik rawat jalan Terbaik)

18. Bagaimana penilaian anda terhadap klinik rawat jalan ini?

Dalam skala 1-4 ( Tidak, Mungkin Tidak, Mungkin Iya, Iya)

19. Apakah anda akan merekomendasikan RS ini kepada keluarga dan teman anda?

Dalam skala 1-2 (Ya, tidak)

20. Apakah anda harus membayar selama rawat jalan ini? Jika anda menjawab tidak lewati pertanyaan 21.

21. Apakah menurut anda biaya rawat jalan ini terlalu mahal?

Dalam skala 1-4 (Buruk, Cukup,Baik, Sangat Baik)

22. Bagaimana anda menilai kesehatan anda secara keseluruhan?

23. Apakah pendidikan terakhir anda?

Penelitian ini melaporkan pengembangan dan

validasi kuesioner tersebut yang digunakan untuk

menilai pengalaman pasien kesehatan di Ethiopia,

dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua

kuesioner mempunyai reliability dan validity yang

baik .

Apabila akan digunakan dinegara tertinggal

lainnya, tentunya kuesioner harus disesuaikan

dengan keadaan di negara tersebut.

Page 4: April 2012

4

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril

20

12

Status Akreditasi RS Tidak Mempengaruhi Kepuasan Pasien Dan Keinginan Untuk

Merekomendasikan

RsC.Sack, A.Scherag, P.Lütkes, W.Günther,K-H.Jöckel dan G

Holtmann

Judul asli: Is there an association between Hospital accreditation and

patient satisfaction with hospital care? A survey of 37000 patients

treated by 73 hospital, International Journal for Quality in Health

Care 2011; Volume 23, Number 3: p. 278

Oleh: Intan Irfianti

Kepuasan pasien adalah parameter penting yang dapat menggambarkan mutu pelayanan di RS.Karena itu, saat ini kepuasan pasien menjadi perhatian dan organisasi RS telah mulai mempertimbangkan kepuasan pasien sebagai faktor yang berperan dalam pasar layanan kesehatan yang kompetitif.

Kepuasan pasien dapat diukur menggunakan kuesioner yang terstandarisasi dan wawancara. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain variabel pengaturan staf RS, infrastruktur dan karakteristik pasien. Saat ini akreditasi dianggap dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Banyak RS telah memiliki evaluasi mutu internal sendiri seperti peer review atau sistematisasi proses namun tetap bertujuan memenuhi standar eksternal yang spesifik dengan memperhatikan standarisasi pengukuran klinis dan clinical pathway .Dalam hal ini, akreditasi dianggap sebagai indikator mutu yang paling wajar/minimal (tapi juga bisa menjadi indikator yang superior bila dilakukan secara sukarela) yang dapat diidentifikasi oleh pasien dan dokter. Apabila sebuah organisasi RS tidak mengikuti proses

akreditasi, RS tersebut dapat dianggap tersebut tidak terbuka pada evaluasi eksternal dan akan mengalami kerugian pada persaingan. Di banyak negara, evaluasi ekternal dalam bentuk akreditasi dipercaya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Akreditasi dapat bersifat sukarela maupun sebagai bagian dari persyaratan.

Tingkat kepuasan mengandung informasi mengenai struktur, proses dan outcome pelayanan. Selain itu hasil dari survei kepuasan pasien sangatlah penting, karena sangat berguna untuk meramalkan bagaimana sikap pasien dimasa yang akan datang. Pasien yang puas bersedia untuk kembali dan bahkan merekomendasikan RS kepada keluarga dan teman dan hal tersebut tentunya memiliki implikasi finansial pada RS. Oleh sebab itu, seharusnya kepuasan pasien dipertimbangkan dalam proses akreditasi. Sack, et al., melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan status akreditasi dengan kepuasan pasien yang ditunjukkan dengan angka rekomendasi.Penelitian ini dilakukan melalui survei kepada 36.777 pasien rawat inap dari73 RS.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 66,3% pasien merekomendasikan RS tempat mereka dirawat kepada orang lain. Namun ternyata rekomendasi ini tidak berhubungan dengan status akreditasi RS. Penelitian yang berjudul ‘Is there an association between Hospital accreditation and patient satisfaction with hospital care? A survey of 37000 patients treated by 73 hospital’ ini tidak dapat menemukan hubungan antara akreditasi RS dengan kepuasan pasien.

Terdapat beberapa alasan mengapa sampai saat ini hanya sedikit penelitian yang dilakukan untuk menilai pengaruh akreditasi pada kepuasan pasien. Alasan tersebut salah satunya karena akreditasi adalah sebuah proses dinamis yang berlangsung terus menerus sehingga sulit untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk mengukur outcome akreditasi.

Kesimpulannya, meskipun akreditasi diakui sebagai salah satu alat yang penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, namun penelitian ini memperkuat anggapan bahwa

Page 5: April 2012

5

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril 2

01

2

akreditasi tidak berhubungan dengan mutu pelayanan dalam persepsi pasien, hal ini juga tercermin dalam jumlah rekomendasi yang diterima RS tersebut. Meski demikian, akreditasi dapat melengkapi kegiatan survey kepuasan pasiendan proses akreditasi itu sendiri seharusnya juga meliputi parameter outcome seperti kepuasan pasien.

Partisipasi Pasien dalam Pelayanan Rawat Inap Mempengaruhi Mutu Pelayanan dan

Keselamatan Pasien

Saul N. Weingart, Junya Zhu,Laurel Chiappetta, Sherri O. Stuve1, Eric

C. Schneider, Arnold M. Epstein, Jo Ann David-Kasdan, Catherine L.

Annas, Floyd J. Fowler Jrand Joel S. Weissman

Judul Asli :Hospitalized Patients’ Participation And Its Impact On

Quality Of Care And Patient Safety, International Journal for Quality

in Health Care 2011; Volume 23, Number 3: p. 269

Oleh: Intan Irfianti

Partisipasi pasien dalam perawatan terbukti dapat menurunkan resiko medical error, salah satunya melalui pemberian informasi yang terkait dengan riwayat medis terdahulu, obat-obatan yang dikonsumsi dan riwayat alergi obat. Pasien juga dapat memberitahu kemungkinan efek samping atau kesulitan yang akan timbul dalam perawatan yang disarankan tenaga kesehatan. Selain itu partisipasi pasien akan membentuk kerjasama dan pemberdayaan, yang pada akhirnya meningkatkan persepsi pasien pada mutu pelayanan.

Walaupun bukti empirik yang menyatakan bahwa partisipasi pasien dapat meningkatkan keselamatan pasien sangat sedikit, namun organisasi-organisasi terkemuka secara tidak langsung setuju dengan pendekatan tersebut.Hal ini ditunjukkan dengan membuat layanan konsumen, yang mendorong pasien untuk ‘bicara’, bertanya’ dan mengikuti rekomendasi yang diberikan untuk menghindari terjadinya medical error.Beberapa penelitian dan studi kasus juga menemukan bahwa pasien mampu mengidentifikasi kesalahan (error) dan adverse

event. Salah satunya seperti penelitian ini, yang dilakukan di Amerika oleh Weingart, et al., dalam Hospitalized Patients’ Participation And Its Impact On Quality Of Care And Patient Safety.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi pasien rawat inap dalam perawatan, serta melihat hubungan antara partisipasi dengan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.Data didapat dari survei melalui telpon dan telaah rekam medik.

Karena belum ada instrumen valid yang dapat digunakan untuk mengukur partisipasi pasien rawat inap, Weingart, et al., mengembangkan instrumen berdasarkan kajian literatur dan diskusi grup.Berdasarkan kajian dan diskusi tersebut, yang dimaksud dengan partisipasi pasien adalah perilaku pasien baik aktif maupun pasif. Perilaku tersebut termasuk kemampuan berinteraksi dengan pemberi layanan, kemampuan untuk mencari dan memperoleh informasi,keterlibatan dalam pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa keinginan pasien tercapai dan pelayanan diberikan dengan aman. Menurut Weingart, et al.,pasien dengan keterbelakangan mentalpun dapat berperan aktif apabila pemberi layanan berkomunikasi dengan efektif dan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya dan mengambil keputusan.

Instrumen survei yang digunakan terdiri dari 7 pertanyaan, yaitu :

(i) Selama dirawat di RS, seberapa banyak yang

anda tahu mengenai penyakit anda?

(pengetahuan mengenai masalah kesehatan

yang dialami pasien)

Page 6: April 2012

6

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril

20

12

(ii) Selama dirawat di RS, seberapa sering anda

merasa mudah untuk berkomunikasi dengan

dokter dan perawat anda? (kemampuan untuk

berkomunikasi dengan pemberi layanan)

(iii) Seberapa mudah atau sulit untuk menemukan

dokter atau perawat yang dapat memberitahu

apa yang anda inginkan, apabila anda

membutuhkan informasi mengenai penyakit

atau perawatan anda? (kemudahan

menemukan dokter atau perawat yang tepat

untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan)

(iv) Selama dirawat di RS, apabila harus

mengambil keputusan, seberapa sering dokter

atau perawat menjelaskan kebaikan dan

keburukan pilihan perawatan anda?(apakah

klinisi telah menjelaskan keuntungan dan

resiko perawatan, terkait dengan pengambilan

keputusan)

(v) Apakah anda terlibat dalam keputusan yang

diambil dokter anda, terkait rencana

perawatan? (kemampuan untuk terlibat dalam

pengambilan keputusan)

(vi) Selama dirawat di RS, apakah

keluarga/penunggu membantu anda untuk

memastikan bahwa keinginan perawatan anda

dilaksanakan pihak RS? (apakah ada

penunggu (keluarga atau teman) yang

memastikan bahwa keinginan pasien

dilaksanakan)

(vii) Selama dirawat di RS, seberapa sering anda

memeriksa obat-obatan yang diberikan untuk

memastikan bahwa obat yang diberikan

benar? (apakah pasien memeriksa obat-obatan

yang dikonsumsi selama rawat inap).

Untuk mengidentifikasi adverse event, selain melalui survei juga dilakukan telaah rekam medik.Rekam medik tersebut merupakan rekam medik pasien yang telah disurvei. Telaah ini dilakukan oleh perawat terlatih menggunakan form yang dikembangkan pada penelitian sebelumnya.

Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara keterlibatan pasien dengan adverse event, dimana dari 788 pasien yang disurvei dan ditelaah rekam mediknya, 163 pasien pernah mengalami sedikitnya satu kali adverse event yang serius dan membahayakan selama atau setelah perawatan. Sebanyak 108 kejadian ditemukan oleh pasien sendiri, 32 kejadian ditemukan saat telaah rekam medik, dan 23

kejadian ditemukan oleh pasien dan telaah rekam medik. Adanya hubungan antara partisipasi pasien dan adverse event tersebut memperkuat teori yang menyatakan bahwa pasien yang aktif/berpartisipasi akan mengobservasi, mengidentifikasi dan mengkomunikasikan hal-hal penting sebelum membuat kesimpulan medis. Hal ini menegaskan bahwa keselamatan merupakan interaksi antara pasien dan keluarga dengan pemberi layanan dan RS.Karena itu, organisasi yang berorientasi pada keselamatan pasien harus menciptakan kondisi yang dapat memfasilitasi hubungan antara pasien dengan pemberi layanan serta siap untuk memberikan informasi dan melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan. Partisipasi dan keterlibatan pasien adalah sebuah konsep yang meliputi usaha dan kontribusi pasien dan pemberi layanan, tercakup didalamnya adalah pandangan dan perasaan mereka masing-masing serta hubungan satu sama lain

Dampak partisipasi pasien pada keselamatan pasien sangat kompleks. Namun Weingart, et al.,yakin bahwa partisipasi dalam bentuk kewaspadaan yang tinggi dan komunikasi yang efektif dengan pemberi layanan, dapat mengidentifikasi adverse events, atau kesalahan yang dapat mengarah pada adverse events.

Bentuk partisipasi pasien dapat bermacam-macam, karena itu penelitian ini menyarankan agar program keselamatan pasien dapat dilaksanakan oleh pasien rawat inap.Banyak literatur yang merekomendasikan program-program untuk meningkatkan perilaku keselamatan pasien, seperti edukasi atau pelaporan kejadian (incidents) oleh pasien. Namun, mengingat adanya partisipasi pasien yang pasif, organisasi sebaiknya mempertimbangkan untuk fokus pada usaha yang lebih simple, misalnya memfasilitasi pasien agar mudah menemukan dokter atau perawat, mendorong staf untuk selalu menjawab pertanyaan pasien dan mendorong keterlibatan dalam pengambilan keputusan.

Kesimpulannya, penelitian ini membuktikan bahwa partisipasi pasien rawat inap dapat dilakukan dengan banyak cara. Partisipasi pasien

Page 7: April 2012

7

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril 2

01

2

berhubungan dengan peningkatan mutu pelayanan serta dapat menghindari terjadinya adverses event.Namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui intervensi yang paling tepat untuk meningkatkan partisipasi pasien dan mencegah adverse event.

Survei Kepuasan Pasien Yang Disesuaikan (Semi-customizing Patient Survey) Lebih

Menjadi Pilihan Untuk Digunakan Sebagai Alat Ukur Mutu Pelayanan

Erik Riiskjӕr, Jette Ammentorp, Jørn Flohr Nielsen And Paul-Erik

Kofoed

Judul asli: Semi-customizing patient surveys: linking result and

organizational conditions, ,International Journal for Quality in Health

Care 2011; Volume 23, Number 3: p. 284

Oleh: Intan Irfianti

Survei kepuasan pasien diketahui memiliki 2 tujuan yaitu untuk menciptakan transparansi dan untuk meningkatkan pelayanan pasien.Banyak pengalaman terdahulu yang menunjukkan bahwa tujuan tersebut jarang disadari.Khususnya sebagai alat ukur perubahan, survei kepuasan pasien sering diabaikan karena dianggap sulit.Salah satu penyebabnya kemungkinan karena survei lebih sering dilakukan ditingkat RS, yang hasilnya dianggap sulit untuk ditindak lanjuti.RS adalah sebuah organisasi yang heterogen dan terdiri dari banyak unit organisasi yang lebih kecil, sehingga survei pasien di tingkat RS tidak terlalu membantu pelayanan klinis menjadi lebih fokus pada pasien.

Dari beberapa penelitian, ditemukan bahwa survei kepuasan pasien lebih tepat dilakukan di unit-unit/bagian (tingkat bawah) RS, karena pada tingkat bawah tersebut kepuasan pasien lebih bervariasi dibandingkan pada tingkat RS (tingkat atas).Hal ini sesuai dengan rekomendasi lainnya yang menyatakan bahwa pengembangan mutu sebaiknya dilakukan di tingkat bawah, misalnya pada bangsal perawatan.

Metode survei yang dilakukan di tingkat RS biasanya hanya fokus pada bagaimana membuat

survei yang valid secara teknis. Namun, survei yang khusus dilakukan ditingkat lebih rendah justru akan lebih fokus pada rencana tindak lanjutnya. Karena itu, survei kepuasan pasien yang disesuaikan (semi-customized) dengan keadaan di unit-unit/bagian RS dapat menjadi pilihan, karena cara tersebut menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab, sehingga hasilnya akan ditindaklanjuti dengan tepat. Keuntungan lainnya adalah dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi pasien. Pada survei di tingkat RS , yang menjadi perhatianadalah ukuran RS, status RS (kelas, kepemilikan) dan karakteristik pasien, namun survei di tingkat lebih rendah lebih memperhatikan faktor-faktor lain seperti occupancy rates, tingkat ketidakhadiran staff karena sakit, dantingkat kepuasan kerja.

Untuk meningkatkan penggunaan survei kepuasan pasien, Riiskjӕr, et al., dari Denmark, menciptakan sebuah sistem survei kepuasan pasien yang berbeda dari sebelumnya. Penelitian yang berjudul Semi-customizing patient surveys: linking result and organizational conditions ini, bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan konsekuensi dari penggunaan survei kepuasan pasien yang telah disesuaikan (customized). Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mencari hubungan antara kepuasan pasien dengan kondisi organisasi. Penelitian ini dilakukan dengan cara membiarkan seluruh departemen yang berpartisipasi untuk: (i)menentukan sedetil apa hasil survei yang diinginkan (misalnya berdasarkan n=bangsal perawatan tertentu, diagnosis tertentu atau kelompok pasien tertentu), (ii) mendapatkan komentar pasien yang lebih panjang dan iii) membuat laporan sesuai

Page 8: April 2012

8

Bu

leti

n I

HQ

N |

Ap

ril

20

12

keadaan di departemen atau sub unit masing-masing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar departemen (71,4%) mengharapkan agar jawaban survei pasien lebih detil dan spesifik untuk unit yang lebih kecil atau untuk grup pasien dengan diagnosis tertentu. Hasil lainnya menunjukkan bahwa pada tingkat bangsal terdapat perbedaan kepuasan pasien yang spesifik. Bangsal yang berpotensi untuk melakukan perbaikan memilliki occupancy rates dan rates of sickness absenteesim yang tinggi, adanya persepsi staff terhadap beban kerja yang tinggi dan rendahnya tingkat profesionalisme.

Dengan meminta jawaban yang lebih detil, setiap departemen menyiratkan bahwa mereka menginginkan survei pasien untuk lebih tepat dan informatif serta tidak hanya memberikan informasi yang diminta RS atau departemen. Sangat jelas,bahwa kurang dilakukannya tindak lanjut dari survei pasien disebabkan karena hasil survei tersebut kurang tepat sasaran. Tanpa disesuaikan, survei pasien hanya sebuah ritual atau kebiasaan bukan merupakan alat peningkatan mutu.Kebiasaan menggunakan instrumen survei kepuasan yang sudah ada (yang biasanya bukan dibuat oleh klinisi) dan survei yang dilakukan di tingkat RS menghilangkan peran survei kepuasan pasien sebagai quality tools.

Pemilihan metode survei kepuasan pasien melibatkan banyak pihak dalam sistem kesehatan, seperti politisi, manajemen, profesional dan pasien.Masing-masing pihak tersebut mempunyai pandangan yang berbeda mengenai metode survei yang digunakan. Menurut Riiskjӕr, et al.,sejauh ini yang banyak terlibat untuk mendesain metode survei adalah politisi dan manajemen, karena itu survei kepuasan pasien lebih banyak berfungsi sebagai alat marketing daripada alat peningkatan mutu (quality tools).

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat survei kepuasan pasien lebih fokus pada pasien, dengan cara memberi kesempatan pasien untuk menyampaikan pengalaman individu, fokus pada unit-unit tertentu dan fokus pada perspektif

pasien dengan diagnosis tertentu. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan menjadi lebih khusus dan terstandarisasi,menjadi tantangan tersendiri untuk mendesain survei kepuasan pasien yang dapat mengungkapkan perspektif pasien dan memungkinkan klinisi terhubung dengan hasil survei. Dan semi-customized survey dapat menjadi pilihan untuk menjawab tantangan tersebut.

Belletin ini diterbitkan oleh Pusat

Manajemen Pelayanan Kesehatan

(PMPK) FK-UGM atas nama Indonesian

Health Care Quality Network

Bulletin ini terbit setiap 4 bulan sekali,

berisi mengenai artikel orisinal singkat

maupun ulasan mengenai artikel yang

dimuat di jurnal internasional yang

terkait dengan mutu dan keselamatan

pasien dalam pelayanan kesehatan.

Para pembaca dipersilahkan untuk

menyumbangkan tulisan sejenis dengan

mengirimkannya ke Hanevi Djasri,

melalui email [email protected]

Informasi lain dapat diperoleh pada

website:

www.mutupelayanankesehatan.net