40

AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya
Page 2: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

37

AQIDAH IMAN

Iman secara etimologi bermakna pembenaran yang bersifat khusus, sebagaimana dalam firman Allah, “Dan tidaklah engkau akan beriman (membenarkan) kami walaupun kami adalah orang-orang yang jujur.” (QS. Yusuf: 17). Makna yang yang bersifat khusus berarti pembenaran yang sempurna dengan hati, yang melazimkan lahirnya amalan-amalan hati dan anggota tubuh. Jadi iman merupakan (1) pengucapan dengan lisan, (2) keyakinan dengan hati, (3) pengamalan dengan anggota tubuh.

Iman sebagai Pengucapan Lisan

Seseorang dikatakan tidak beriman terhadap sesuatu sampai dia mengucapkan dengan lisannya apa yang dia imani tersebut. Karenanya barangsiapa yang mengimani sesuatu dengan hatinya akan tetapi dia tidak mengucapkannya maka dia tidaklah dianggap beriman selama dia sanggup untuk mengucapkannya dengan lisan. Allah berfirman, “Maka betul-betul demi Rabbmu, mereka tidak beriman sampai menjadikan engkau (wahai Muhammad) sebagai pemutus perkara pada semua perselisihan yang terjadi di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati di dalam diri-diri mereka adanya perasaan berat untuk menerima keputusanmu dan mereka berserah dengan sepenuh penyerahan diri.” (QS.An-Nisa`: 65)

Maka dalam ayat ini Allah meniadakan keimanan dari seseorang sampai mereka menerima dengan sepenuh hati keputusan Rasulullah lalu melaksanakan keputusan tersebut dengan lisan atau perbuatan mereka.

Page 3: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

38

Rasulullah juga bersabda, “Iman mempunyai 73 sampai 79 cabang, yang paling utama.” Dalam riwayat dinyatakan: “Yang paling tinggi- adalah ucapan ‘laa ilaha illallah’, yang paling rendahnya adalah menyingkirkan duri dari jalanan dan malu adalah salah satu dari cabang-cabang keimanan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)”

Di antara dalil akan hal ini adalah kesepakatan para ulama akan kematian paman Nabi, Abu Thalib dalam keadaan tidak beriman. Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya secara lahiriah.

Iman sebagai Keyakinan Hati

Tidak ada iman tanpa keyakinan hati. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama bahwa mereka mengaku beriman dengan lisan dan amalan mereka akan tetapi mereka tidak meyakininya dengan hati bukanlah dianggap sebagai orang beriman. Dalam sebagaian riwayat kelompok ini dinyatakan sebagai orang munafik. Allah Ta’ala berfirman bahwa “Kalau orang-orang munafik datang kepadamu (wahai Muhammad) seraya berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah.” Allah mengetahui bahwa engkau adalah Rasul-Nya dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu adalah para pendusta.” (QS. Al-Munafiqun: 1)

Iman sebagai Pengamalan

Melakukan amal saleh adalah bagian dari definisi iman, bukan penyempurnanya dan bukan pula sekedar suatu kewajiban dari iman, bahkan dia adalah keimanan itu sendiri. Tidak ada amalan tanpa iman dan tidak ada juga iman tanpa amalan. Nabi pernah bersabda bahwa “Saya memerintahkan kalian untuk beriman kepada Allah semata. Tahukah kalian apa itu beriman kepada Allah semata? Yaitu persaksian bahwa tiada sembahan yang berhak disembah selain Allah, penegakan shalat, penunaian zakat, berpuasa ramadhan dan kalian menyerahkan seperlima dari ghanimah kalian (HR. Al-Bukhari dan Muslim).” Jadi menurut hadits ini, keimanan identik dengan amalan zhahir.

Page 4: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

39

Pengertian Iman Yang Berkurang dan Bertambah

Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang beriman itu hanyalah mereka yang kalau nama Allah disebut maka hati-hati mereka akan bergetar, dan kalau ayat-ayatNya dibacakan kepada mereka maka ayat-ayat hal itu akan menambah keimanan mereka dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka. Yaitu mereka yang menegakkan shalat dan menginfakkan sebagian dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka. Merekalah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Anfal: 2-4)

Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati-hati orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka yang telah ada.” (QS. Al-Fath: 4). Maka semua dalil ini menunjukkan dengan tegas akan bertambahnya keimanan dengan ketaatan, dan hal ini mencakup umum pada semua makhluk Allah yang berbuat ketaatan.

Ini adalah kelaziman dari bertambahnya keimanan, yakni kalau iman bisa bertambah maka berarti dia juga bisa berkurang, sebagaimana iman bisa masuk maka dia juga bisa keluar dari seseorang. Karenanya setiap dalil yang menyatakan bahwa iman bisa bertambah, maka dia juga adalah dalil yang menyatakan bahwa iman bisa berkurang. Dari sisi, kalau iman seseorang bertambah hari ini -misalnya-, maka berarti keimanannya yang kemarin itu kurang dibandingkan keimanannya hari ini, dan ini kami kira adalah suatu hal yang bisa dipahami.

Di antara dalil-dalil khusus yang menunjukkan keimanan bisa berkurang adalah sabda Nabi, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Kalau dia tidak sanggup maka dengan lisannya. Kalau dia tidak sanggup maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya keimanan (HR. Muslim dari Abu Said Al-Khudri).”

Hanya saja yang penting diketahui bahwa maksiat sebanyak dan sebesar apapun -selama bukan kekafiran dan kesyirikan- maka itu hanya akan mengurangi keimanan seseorang tapi tidak sampai menghilangkan dan menghabiskan keimanannya.

Page 5: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

40

KAFIR

Kata kafir (kafirun atau kuffar sebagai bentuk jamak) berarti menutupi sesuatu, atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau tidak berterima kasih. Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk derivasinya disebut sebanyak 525 kali. Secara sederhana kata kafir yang digunakan dalam al-Quran lebih banyak berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan, seperti mengingkari nikmat-nikmat-Nya dan tidak berterima kasih (QS.16: 55, QS. 30:3 4), melarikan dari tanggung jawab (QS.14: 22), menolak hukum Allah (QS. 5: 44), atau meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30: 44). Dapat dicatat bahwa konsepsi yang paling dominan yang berkenaan dengan kata kafir ini adalah pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah dan para RasulN-ya, khususnya Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.

Konsepsi Kafir dalam al-Quran

Dalam al-Quran, terma kafir dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk: yakni kafir inkar, kafir juhûd, kafir nifâq, kafir syirik, kafir nikmat, dan kafir irtidâd. Semua kategori kafir sebagaimana dinyatakan oleh Harifuddin Cawidu berdasarkan bahwa yang bersangkutan menutupi atau menyembunyikan kebenaran secara umum dengan alasan tertentu.

Menurut Cawidu, al-Râghib al-Ishfahâniy pernah mengatakan bahwa kafir inkar adalah kekafiran dengan tidak mempercayai keesaan Tuhan, syariat dan kenabian para rasul-Nya. Dalam pandangan beberapa sarjana Muslim, mereka disebut kafir inkar karena mereka menganggap bahwa kehidupan dunia dengan segala fenomena yang terjadi padanya adalah akibat proses alamiah belaka. Al-Qur’an dalam QS. 45: 24 menyatakan: “Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.

Page 6: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

41

Kafir juhûd adalah mengakui kebenaran ajaran Allah yang dibawa oleh Nabi dengan hati, tetapi mengingkarinya dengan lidah. Secara etimologi, juhûd adalah mengingkari apa yang diyakini dalam hati. Al-Râghib al-Isfahâniy membatasi kata juhûd yang terdapat dalam pada pengingkaran dengan perbuatan. Misalnya dalam surah 27: 13-14 yakni: “Maka tatkala mu`jizat-mu`jizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka: "Ini adalah sihir yang nyata". Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” Contoh bagi model kekafiran ini menurut sebagian sarjana adalah Firaun yang menolak ajaran yang dibawa oleh Musa.

Kafir jenis lain yang digambarkan al-Qur’an adalah kafir nifâq. Istilah kafir nifâq merujuak pada prilaku atau karakter yang berarti masuk kepada agama dalam satu sisi (pintu), tetapi pada sisi lain keluar pada pintu yang lain. Dalam QS 2 : 14 digambarkan: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".

Kafir nikmat adalah pengingkaran penerima nikmat terhadap yang memberi nikmat. Pengingkaran ini terlihat ketika ia tidak bersedia bersyukur, baik dengan ucapan maupun dengan tindakan. Dalam al-Quran, penggunakan term kafir nikmat, tidak saja dipakai ketika seorang hamba inkar terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Khalik. Kafir nikmat juga dipakai ketika al-Quran mendiskripsikan bahwa Allah mencatat dan memberikan balasan terhadap hamba yang saleh lagi beriman. Artinya secara literal, bahwa Allah tidak kafir atau mengingkari kebajikan yang telah ia lakukan, sehingga bentuk “syukur” Allah adalah dengan memberikan pahala kepada hamba tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam surah 21: 94 yakni: “Maka barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya.”

Page 7: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

42

Kafir selanjutnya adalah kafir syirk yaitu menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa perbuatan syirik jaliy termasuk kepada dosa besar dan merupakan kesesatan yang nyata. Dalam QS 4 : 48 dinyatakan: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Perkembangan Konsep Kafir

Dapat disimpulkan bahwa banyaknya ayat al-Qur’an yang memberi perhatian terhadap istilah ini menunjukkan bahwa konsep kafir merupakan bagian penting sebagai anti tesa dari konsep keimanan. Penjelasan dan gambaran tentang kekufuran dalam berbagai ayat al-Quran itu sangat penting pada periode formatif Islam yang menggambarkan suatu evolusi yang panjang dan memiliki tingkat keragaman sekaligus kesatuan dalam konteks yang terus berubah. Bisa dimaklumi memang bahwa pada masa formatif itu, dibutuhkan suatu bentuk peneguhan diri untuk membedakan kaum beriman (mumin) dengan mereka yang terus menerus melakukan penolakan terhadap dakwah Islam yang dilakukan oleh komunitas Arab Pagan, Yahudi dan Kristen). Dalam pada ini, konsep kafir dalam ayat-ayat al-Qur’ân dan diperkuat kemudian dalam berbagai hadis Nabi merupakan produk dari proses peneguhan dan pencarian jati diri umat Muslim pada sebuah masa formatif dan transisi yang didalamnya terdapat suatu konstelasi hubungan dengan masyarakat Arab, Kristen dan Yahudi yang cukup rumit.

Oleh karena itu dalam perkembangan sejarah umat Islam, konsep kafir memang bisa dipahami beragama terutama antara para teolog Muslim dan ahli fiqih Islam. Bagi sebagian kalangan, mereka yang melakukan kekafiran tidak selamanya berarti non-muslim atau bahwa kekafiran seseorang tidak sampai mengeluarkannya dari keislaman (kufrun duna kufrin). Contoh yang dikemukaan antara lain adalah kufur nikmat, yaitu sebutan bagi orang Muslim yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan. Misalnya disebutkan bahwa orang yang kafir adalah lawan dari orang yang berterima kasih.

Page 8: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

43

Dalam al-Quran disebutkan, “immâ syâkûran waimmâ kafûrâ (bersyukur ataupun tidak bersyukur)”; atau ayat lain “lain syakartum la’azîdannakum walain kafartum inna ‘adzâbî lasyadîd (kalau engkau bersyukur, Aku akan tambahkan nikmatku, kalau engkau ingkar (nikmat) sesungguhnya azabku amat pedih).” Di sini kata kafir selalu dikaitkan dengan persoalan etika, sikap seseorang terhadap Tuhan atau terhadap manusia lainnya. Jadi, kata kafir adalah sebuah label moral, bukan label akidah atau keyakinan, seperti yang kita ketahui.

Dalam teologi Islam, kelompok Asyariyah sebagai misal menyatakan bahwa kekafiran adalah pendustaan atau ketidaktahuan terhadap Tuhan. Sementara itu kelompok Mutazilah meyakini bahwa kata kafir adalah sebutan yang terburuk bagi mereka yang mengingkar Tuhan. Hanya kelompok Khawarrij, yakni kelompok militant yang radikal yang menyatakan bahwa kafir adalah mereka yang meninggalkan perintah Allah dan melakukan dosa besar. Sementara itu, para ahli fiqih berkeyakinan bahwa seseorang dinyatakan kafir jika ia melanggar hukum Islam dengan model dan varian yang bertingkat.

Dapat disimpulkan bahwa wacana kafir yang dipengaruhi oleh konteks tempat dan waktu dan tidak dapat diperlakukan secara tunggal dan dianggap sebagai tradisi yang tidak berubah serta digeneralisir sedemikian rupa sebagai sesuatu yang umum yang bisa diterapkan dimana saja dan kapan saja dan absah berlaku pada masyarakat Muslim secara umum.

DALIL

Dalil secara leksikal didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan kepada apa yang dicari baik menghantarkan kepada yakin (meyakinkan hati berdasarkan bukti) atau dzan (membolehkan dua hal tetapi satu hal lebih kuat dari hal lainnya).

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bulughul Maram, terdapat dua bentuk dalik: naqli dan aqli. Suatu dalil dikatakan naqli

Page 9: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

44

apabila suatu dalil itu adalah asli berasal dari al-Qur’an atas kalam Allah dan sunnah Rasul. Sedangkan dalil aqli (yang berarti akal) ialah dalil yang didalamnya terdapat keterangan berlandaskan pemikiran (akal). Melalui hal ini, dapat dipastikan bahwa segala sesuatu tentang dalil naqli adalah benar, namun tidak semuanya kuat, karena dalil naqli merupakan dalil yang keterangannya tertulis dalam al-Qur’an, dan juga tertulis dalam kitab hadist.

Sedangkan dalil aqli hanyalah sebuah keterangan atau penjelasan atas kalam Allah atau hadist dan dalil ini bisa jadi shahih, tidak shahih ataupun tidak dikenai suatu perkara karena sifatnya yang melalui pemikiran sesorang (biasanya ijma’ para sahabat, ataupun keterangan ulama).

ARSY

‘Arsy secara leksikal adalah bangunan, singgasana, istana atau tahta. Di dalam al-Quran, kata ini disebut sebanyak 33 kali yang merujuk pada banyak makna. Dalam tafsir al-Manar sebagai misal Rasyid Ridha menjelaskan bahwa ‘Arsy adalah ”pusat pengendalian segala persoalan makhluk di alam semesta“ sebagaimana yang juga dinyatakan dalam Yunus :3.

Menurut manhaj salaf, ‘Arsy memiliki wujud yang teramat sangat besar, memiliki beberapa tiang yang menjadikan ‘Arsy sebagai atap alam semesta. Wujud ini dicatat dalam beberapa hadits-hadits yang shahih. Seperti dinyatakan bahwa: “‘Arsy adalah singgasana yang memiliki beberapa tiang yang dipikul oleh para Malaikat. Ia menyerupai kubah bagi alam semesta.

Menurut tradisi teologi Islam, ‘Arsy terletak di atas surga Firdaus yang berada dilangit ke-7. Keyakinan ini bersumber dari salah satu hadits Muhammad. Muhammad bersabda kepada sahabatnya yang bernama Abu Hurairah “Apabila engkau memohon kepada Allah, maka mohon-lah kepada-Nya Surga Firdaus. Sesungguhnya ia (adalah) Surga yang paling utama dan paling tinggi. Di atasnya terdapat ‘Arsy Allah yang Maha Pengasih...”

Page 10: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

45

Masih diriwayatkan dari Ibnu Abi 'Ashim, Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya ‘Arsy sebelumnya berada di atas air. Setelah Allah menciptakan langit (ke-7), ‘Arsy itu ditempatkan di langit yg ke-7. Dia jadikan awan sebagai saringan untuk hujan. Apabila tidak dijadikan seperti itu, tentu bumi akan tenggelam terendam air.”

Para malaikat pemikul ‘Arsy terkenal dengan nama mamalat al-’Arsy berjumlah empat malaikat. Setelah kiamat jumlah malaikat penjaga ‘asryini bertambah menjadi delapan yaitu; Israfil, Mikail, Jibril, Izrail dan Hamalat al-’Arsy sebagaimana disebutkan dalam al-Haqqah 17.

Berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari seorang sahabat Jabir bin Abdillah, wujud para malaikat pemikul singgahsana Allah sangatlah besar dan jarak antara pundak malaikat tersebut dengan telinganya sejauh perjalanan burung terbang selama 700 tahun.

Dikatakan pula dalam hadits, bahwa Hamalat al-’Arsy memiliki sayap lebih besar dan banyak dibandingkan dengan Jibril dan Israfil. Dikatakan bahwa Hamalat al-’Arsy memiliki sayap sejumlah 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil, sedangkan Israfil mempunyai 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril.

Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar bin 'Arabi Al-Jawi Al-Bantani, seorang wali besar dari tanah Jawa, mengatakan bahwa, "Mereka adalah tingkatan tertinggi para Malaikat dan Malaikat yang pertama kali diciptakan, dan mereka berada di dunia sebanyak 4 malaikat, pada saat qiyamat akan berjumlah 8 malaikat dengan bentuk kambing hutan. Jarak antara telapak kakinya sampai lututnya sejauh perjalanan 70 tahun burung yang terbang paling cepat. Adapun sifat dari ‘Arsy, dikatakan bahwa bahwa ‘Arsy adalah permata berwarna hijau dan ‘Arsy adalah makhluk yang paling besar dalam penciptaan. Dan setiap harinya ‘Arsy dihiasi dengan 1000 warna daripada cahaya, tidak ada satu makhlukpun dari makhluk Allah ta'ala yang sanggup memandangnya.. Dan segala sesuatu seluruhnya di dalam ‘Arsy

Page 11: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

46

seperti lingkaran ditanah lapang...Dikatakan sesungguhnya ‘Arsy merupakan kiblat para penduduk langit.. sebagaimana Ka'bah sebagai kiblat penduduk bumi..."

Di dalam perbincangan para ulama tradisional dengan ulama kontemporer dan modern, mereka masing-masing memiliki perbedaan pendapat dalam menafsirkan istilah ‘Arsy ini. Mereka memperdebatkan apakah ‘Arsy itu suatu nonmateri (nonfisik) atau materi (fisik).

Para ulama tradisional lebih menyukai memahami ‘Arsy sebagai suatu singgasana, dimana dari singgasana-Nya inilah Tuhan mengendalikan kekuasaan-Nya atas makhluk-makhluk-Nya, namun ulama-ulama tersebut juga lebih suka untuk tidak melakukan pembahasan lebih jauh mengenainya dan hanya mencukupkan urusannya kepada iman dan itu menjadi rahasia Allah saja.

Sejumlah ulama lain yang lebih moderat menolak penafsiran 'Arasy seperti yang telah disebutkan di atas tadi, karena menurut mereka Allah tidak membutuhkan tempat, ruangan dan juga tidak terikat dengan waktu. Jika dikatakan bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy maka berarti Allah memiliki wujud yang sama seperti makhluk-Nya yang memerlukan tempat tinggal dan tempat bernaung, padahal Allah Maha Suci dan Maha Mulia dari semua itu.

Mu'tazilah berpendapat bahwa kata ‘Arsy di dalam al-Quran harus diartikan dan dipahami sebagai makna metaforis (majazi). Jika dikatakan Tuhan bersemayam di ‘Arsy, maka arti ‘Arsy di sini adalah kekuasaan Tuhan. Tuhan merupakan zat yang nonmateri, karenanya mustahil Dia berada pada tempat yang bersifat materi.; Ada pula golongan lain yang menyatakan bahwa kata ‘Arsy harus dipahami sebagaimana adanya. Karena itu, mereka mengartikan ‘Arsy sebagai sesuatu yang yang bersifat fisik atau materi. Mereka memiliki paham antropomorfisme. Di sisi lain, Asy'ariyah berpendapat yang menyatakan bahwa ‘Arsy dalam arti tahta atau singgasana harus diyakini keberadaannya, karena Al-Quran sendiri mengartikan demikian adanya.

Page 12: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

47

TAKHAYUL

Secara leksikal kata takhayul berasal dari kata khayal yang artinya apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Menurut sebagian kalangan tahayul muncul karena kekuatan ingatan yang yang terbentuk berdasarkan gambar indrawi dengan segala jenisnya seperti: pandangan, pendengaran, pancaroba, penciuman yang diproyeksikan dan diyakini seolah-olah hal itu memang ada atau terjadi. Contohnya adalah kepercayaan pada roh-roh yang menjadi penunggu sebuah pohon. Takhayul juga berarti percaya kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil) yang tidak dilandaskan pada keyakinan atau iman seperti kepercayaan terhadap kemampuan sebuah benda seperti keris misalnya yang mampu menyembuhkan seseorang.

Istilah takhayul sangat dekat dengan khurafat yakni dongeng atau legenda yang berisikan pula ajaran-ajaran, pantang, larangan, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.

SYIRIK

Syirik secara leksikal berarti mempersekutukan atau menjadikan lebih dari satu. Istilah ini dalam teologi Islam merujuk pada perbuatan yang mempersekutukan Tuhan dengan sesuatu yang lain ayau menjadikan sesuatu sama posisinya dengan Tuhan dengan cara menyembah, meminta pertolongan, menaati, atau melakukan perbuatan-perbuatan yang lain yang seyogyanya hanya dilakukan kepada Tuhan. Kata syirik adalah lawan kata dari tauhid, yaitu sikap menyekutukan Allah secara dzat, sifat, perbuatan, dan ibadah. Adapun syirik secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat makhlukNya.

Page 13: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

48

Dalam tradisi Islam, dosa yang diakibatkan oleh syirik adalah dosa besar. Sebagaimana yang dinyatakan QS. Al-Nisa: 48 bahwa “sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Para sarjana Muslim membagi konsepsi syirik menjadi 2 bagian: syirik akbar dan syirik ashgar. Yang dimaksud dengan syirik akbar adalah menyekutukan Allah dengan yang lain atau menjadikan yang lain sebagai tempat meminta pertolongan. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa: “Barangsiapa mati dalam menyembah sesembahan selain Alloh sebagai tandingannya, maka masuklah ia kedalam neraka.” (HR. Bukhori). Lebih jauh, dalam hadits yang lain dinyatakan pulan bahwa, “Barangsiapa menemui Tuhan dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada-Nya sedikitpun, pasti masuk surga. Sedangkan barangsiapa menemui-Nya dalam keadaan berbuat sesuatu kesyirikan kepada-Nya, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)

Dalam tradisi Islam konsepsi syirik asygar sebagai bagian lain dari syirik memiliki konotasi moralitas yang melarang kaum Muslimin untuk memiliki sifat dan tabiat yang seolah-olah menganggap diri lebih tinggi dari yang lain. Contoh dari hal ini adalah riya. Diriwayatkan dalam satu hadits, Nabi bersabda “Sesuatu yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah perbuatan syirik kecil. Para shohabat bertanya: Ya Rosululloh, apakah syirik kecil itu? Beliau menjawab: riya (HR. Ahmad).”

Bagi para sarjana perbedaan di antara keduanya adalah sebagai berikut: syirik akbar menghapus semua/ seluruh amal kebajikan, sedangkan syirik ashghor hanya menghapuskan amalan yang disertainya saja; syirik akbar mengakibatkan pelakunya kekal di dalam Neraka, sedangkan syirik ashghor tidak sampai demikian; dan syirik akbar menjadikan pelakunya keluar dari Islam, sedangkan syirik ashghor tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.

Page 14: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

49

MALAIKAT

Kata malaikat merupakan bentuk plural dari kata malak dalam bahasa Arab yang berarti kekuatan. Ajaran Islam meyakini bahwa malaikat diciptakan oleh Allah dari cahaya (nur) sebagaimana yang diungkapkan oleh sebuah hadits. Keprcayaan terhadap keberadaan malaikat merupakan bagian dari Rukun Iman.

Iman kepada malaikat berarti meyakini keberadaannya walau manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihatnya. Namun begitu, beberapa riwayat juga menyebutkan bahwa atas kehendak Allah, maka malaikat dapat dilihat oleh manusia seperti yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Diceritakan bahwa malaikat menampakan diri dalam wujud laki-laki seperti terjadi kepada Nabi Ibrahim.

Malaikat adalah makhluk Allah yang sangat taat, menyembah Allah dan selalu taat kepada-Nya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa mereka tidak pernah berdosa. Tak seorang pun mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah saja yang mengetahui jumlahnya.

Nama dan Tugas Malaikat

Dalam tradisi Islam, terdapat bilangan malaikat berserta tugas yang mereka emban, yakni Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu dan mengajarkannya kepada para nabi dan rasul; Mikail yang bertugas rezeki kepada seluruh makhluk; Israfil yang meniup sangkakala sebagai peringatan atas datangnya pada hari kiamat; Munkar dan Nakir yang memeriksa amal manusia di alam barzakh; Izrail yang bertugas mencabut nyawa seluruh makhluk yang dalam al-Qur’am disebut malak al-maut; Ridwan yang menjaga pintu syurga; Malik yang menjadi penjaga neraka. Dari nama-nama malaikat di atas ada beberapa yang disebut namanya secara spesifik di dalam Al Qur'an, yaitu Jibril (QS 2 Al Baqarah: 97,98 dan QS 66 At Tahrim: 4), Mikail (QS 2 Al Baqarah:

Page 15: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

50

98) dan Malik (QS Al Hujurat) dan lain-lain. Sedangkan Israfil, Munkar dan Nakir disebut dalam Hadits.

Selain nama-nama tersebut, terdapat juga nama-nama malaikat dengan tugas-tugas yang lebih terinci seperti Zabaniah yaitu 19 malaikat yang bertugas di dalam neraka untuk memberikan hukuman; Hamalat al 'Arsy yaitu 4 malaikat yang menjaga 'Arsy; Harut dan Marut yaitu 2 malaikat yang turun di negeri Babil; Darda'il yaitu malaikat yang ditugasakan untuk mencari orang yang berdo'a, bertaubat, minta ampun dan lainnya pada bulan Ramadhan; Hafazhah (dikenal sebagai Rakib dan Atib) yang bertugas sebagai kiraman katibin yaitu malaikat pencatat amal manusia dan juga sebagai mu’aqqibat yaitu yang memelihara atau menjaga manusia dari kematian sampai waktu yang telah ditetapkan; Qarin yaitu malaikat yang mendampingi pendamping manusia dari lahir hingga ajalnya, bertugas membisikkan hal-hal kebenaran dan kebaikan; Arham yaitu malaikat yang bertugas meniupkan ruh, menetapkan rizki, ajal, amal dan pada 4 bulan kehamilan; Jundallah yaitu malaikat yang bertugas membantu para Nabi dalam peperangan; Ad-Dam'u yaitu malaikat yang menangis jika melihat kesalahan manusia; An-Nuqmah yaitu malaikat yang berurusan dengan unsur api; Ahlul Adli yaitu malaikat besar yang melebihi besarnya bumi besera isinya dikatakan ia memiliki 70 ribu kepala; Ar-Ra'd yaitu malaikat pengatur awan dan hujan; dan Rahmat yaitu malaikat yang menyebarkan keberkahan, permohonan ampun dan pembawa roh orang-orang shaleh.

Terdapat pula malaikat-malaikat lain seperti termaktub dalam beberapa riwayat sepeti Malaikat Pembeda Haq dan Bathil; Malaikat Penentram Hati; Malaikat Penjaga 7 Pintu Langit; Malaikat Pemberi Salam Ahli Surga; Malaikat Pemohon Ampunan Orang Beriman; Malaikat Pemohon Ampunan Manusia di Bumi; dan malaikat Pengatur Urusan Dunia.

Sifat Malaikat

Berbagai riwayat menyebutkan bahwa terdapat sifat-sifat utama para malaikat yaitu antara lain bahwa mereka selalu bertasbih

Page 16: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

51

siang dan malam tidak pernah berhenti; suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur, bercanda, berdebat, dan lainnya; selalu takut dan taat kepada Allah; tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya; dan mempunyai sifat malu. Malaikat tidak pernah lelah dalam melaksanakan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka. Sebagai makhluk gaib, wujud mereka tidak dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan dirasakan oleh manusia, dengan kata lain tidak dapat dijangkau oleh panca indera, kecuali jika malaikat menampakkan diri dalam rupa tertentu, seperti rupa manusia.

METAFISIK

Secara leksikal kata ini diambil berasal dari dua kata Yunan meta yaitu ‘setelah atau di balik’, dan phúsika yang artinya ‘hal-hal di alam’. Metafisika merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) atau realitas di dunia. Pertanyaan mendasar yang utama dalam Metafisika misalnya tentang keberadaan Tuhan. Metafisika berusaha menjalaskan pemikiran eksistensi keberadaan manusia di dunia. Metafisika juga mempelajari bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran metafisis menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak semata-mata dikarenkana kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri; dan bisa dijelaskan secara logika akal semata.

MUKJIZAT

Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul. Pengertian

Page 17: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

52

ini terkait dengan kehadiran seorang Nabi atau Rasul dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari masyarakatnya. Untuk membuktikan kerasulan tersebut sekaligus membantah tuduhan para penantangnya, lalu nabi diberi kelebihan berupa peristiwa besar yang luar biasa. Peristiwa inilah yang disebut dengan mukjizat.

Mukjizat biasanya berisi tentang tantangan terhadap hal-hal yang sedang menjadi trend pada zaman diturunkannya mukjizat tersebut. Misalnya pada zaman Musa, trend yang sedang terjadi adalah ilmu sihir maka dengan mukjizat tongkat Musa bisa berubah menjadi ular dan mengalahkan ilmu sihir orang lain yang ada di sekitarnya. Juga pada zaman Isa, trend yang sedang berkembang adalah ilmu kedokteran dan pengobatan, maka pada saat itu mukjizat Isa adalah bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal yang merupakan puncak dari ilmu pengobatan.

Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang adalah ilmu sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Qur'an sebagai mukjizat Muhammad. Nabi yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa menunjukkan Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra tinggi, tidak hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang terkandung di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai rujukan hukum yang tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir zaman.

Contoh Mukjizat Nabi dan Rasul

Beberapa contoh mukjizat para nabi dan rasul:

1. Daud memiliki suara merdu sehingga makhluk lain pun ikut bertasbih bersamanya, sanggup berbicara dengan burung, dan berhasil mengalahkan Jalut seorang prajurit raksasa dari negeri Filistin, sanggup melunakkan besi dengan tangan kosong.

2. Ibrahim tidak hangus dibakar, karena api yang membakarnya berubah menjadi dingin.

Page 18: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

53

3. Yusuf memiliki ketampanan luar biasa dan mampu mentakwilkan mimpi-mimpi.

4. Shaleh berupa unta betina yang tidak boleh disembelih, sebagai hujjah atas kaumnya.

5. Yunus bisa hidup di dalam perut ikan nun selama tiga hari. 6. Sulayman sanggup berbicara dalam bahasa hewan,

menguasai bangsa jin, mampu menundukkan angin, memiliki permadani yang terbuat dari sutera hijau dengan benang emas dengan ukuran 60 mil panjang dan 60 mil lebar.

7. Musa berupa tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah, topan, laut, dan peristiwa-peristiwa di Bukit Thur.

8. Isa berupa kemampuan menyembuhkan orang buta, menyembuhkan penderita kusta dan menghidupkan orang mati.

9. Muhammad berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan untuk membuktikan kenabiannya terhadap orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di tangannya, batang kurma yang menangis, pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa masa depan ataupun masa lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah Al-Qur’an.

Bentuk Lain Mukjizat

Mukjizat-mukjizat tersebut tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:

1. Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada kaumnya tentang apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka. Sebagaimana pengabaran Muhammad tentang fitnah-fitnah atau tanda-tanda hari kiamat yang bakal terjadi, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits-hadits.

2. Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Musa yang diutus kepada Firaun dan kaumnya. Kemudian penyembuhan penyakit kulit, buta, serta menghidupkan orang-orang yang sudah mati, yang kesemuanya adalah mukjizat Isa. Juga terbelahnya

Page 19: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

54

bulan menjadi dua yang merupakan salah satu mukjizat Muhammad.

3. Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain. Contoh-contoh ini yang diyakini oleh umat Muslim menunjukan bahwa Allah mencukupi Rasul-Nya dengan perlindungan, sehingga tidak membutuhkan lagi perlindungan makhluk lain.

Dari tiga jenis mukjizat para nabi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya bertujuan untuk membenarkan kerasulan para rasul, dengan kemapuanya melebihi kemampuan masyarakatnya. Masyarakatnya tidak berdaya (‘ajaza) menantang para rasul, sehingga mereka menerima kebenaran ajaran yang dibawa para rasul.

Para nabi memiliki mukjizat yang berbeda sesuai dengan kondisi masyaraktnya. Musa, karena masyarakatnya sangat ahli dalam ilmu sihir, maka mukjizatnya ialah kemampuan mengubah tongkat menjadi ular besar, yang mampu menelan semua ular yang dimunculkan para penyihir Fir’aun. Isa, karena masyarakatnya ahli di bidang pengobatan, mukjizatnya ialah kemampuan menyembuhkan orang buta sehingga mampu melihat kembali. Sedangkan Muhammad, karena masyarakatnya ahli dalam bidang sastra, maka mukjizatnya ialah al-Qur’an, yang melebihi sastra Arab gubahan para sastrawan yang dianggap tidak ada yang mampu menyaingi al-Qur’an ketika itu. Bagaimana canggihnya kemampuan sastrawan Arab, namun mereka tidak mampu (tidak berdaya) menyamai al-Qur’an.

Mukjizat merupakan kejadian/kelebihan di luar akal manusia yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat hanya dimilki oleh para rasul yang diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya. Sedangkan apabila ada seseorang yang memilki sesuatu yang luar bisa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat melainkan karomah.

Page 20: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

55

Kemudian ada pula istilah irhasat dan khawariq, irhasat adalah pertanda yang terjadi untuk menunjukkan tanda kelahiran seorang nabi (sebelum kenabian). Sedankan khawariq adalah kejadian yang terjadi dalam keadaan yang luar biasa.

RISALAH

Risalah dalam tradisi teologi Islam adalah tugas khusu yang dipikulkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat muslim. Dalam hadits diesebutkan sebagai misal bahwa “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku,” sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi was salam, “Ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan. Kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut, kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “alangkah indahnya batu itu jika diletakkan.” “Akulah batu bata itu,” sabdanya, “Dan akulah penutup para nabi.”

Hadits ini menjelaskan bahwa dakwah yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya disempunakan oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhamma, betapapun sebagaimana dijelaskan dalam Sirah al-Buthi, bahwa dakwah para Nabi secara esensial adalah sama yakni mengajarkan akidah, namun kesempurnaan dakwah itu ditutup oleh kehadiran risalah Muhammad.

ISTIKAMAH/ISTIQOMAH

Kata ‘Istiqomah’ secara bahasa berarti tegak dan lurus dan konsisten. Sedangkan dalam tradisi Islam, istilah ini mengacu pada pengertian tidak menyekutukan Tuhan, atau bertahan dalam menjalankan perintah dan menjauhi atau larangan, atau ikhlas, atau tetap berada di jalan lurus, atau tetap dalam ketaatan.

Dalam buku yang berjudul al-Istiqomah, Syaikh Abdullah Bin Jarullah menyebutkan beberapa jalan mencapai istiqomah: yaitu

Page 21: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

56

pertama dengan jalan taubat dengan membersihkan diri dari dosa dan maksiat, disertai perasaan menyesal serta tekad untuk tidak mengulangi kembali. Sungguh taubat yang dikerjakan dengan ikhlas, akan melahirkan sifat istiqomah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Tahrim:8. Kedua, dengan muraqobah dalam arti bahwa manusia selalu merasakan adanya pengawasan Allah SWT. Ketiga dengan jalan muhasabah atau intropeksi diri terhadap perbuatan yang telah dilakukan baik berupa kebajikan atau keburukan. Muhasabah diri, berguna untuk mengingatkan diri sendiri tentang kekurangan dalam perkara amal shaleh. Keempat adalah dengan jalan mujahadah atau bersungguh-sungguh yakni dengan seorang muslim sadarbahwa musuh utama yang harus ia hadapi adalah hawa nafsunya sendiri. Yang kelima adalah dengan jalan tadabbur yakni memikirkan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah.

TEN COMMANDMENTS

Ten Commandment atau Sepuluh Perintah Allahatau Dasa Titah atau Dekalog adalah daftar perintah agama dan moral Allah dan diberikan kepada bangsa Israel melalui perantaraan Nabi Musa di gunung Sinai. Frasa 'Sepuluh Perintah' ditemukan dalam Perjanjian Lama yakni Keluaran 20: 2-17 dan Ulangan 5: 6-21. Oleh sabagian ilmuan, teks Sepuluh Perintah Tuhan ini secara esensial dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama sampai keempat mengatur tentang hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan perintah kelima sampai kesepuluh mengatur hubungan manusia dengan sesama.

Walau terdapat perbedaan kecil mengenai narasi teks ini, secara umum teks Sepuluh Perintah Allah adalah sebagai berikut:

1. Akulah Tuhan, Allahmu, Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu.

2. Jangan menyebut Nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat.

Page 22: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

57

3. Sucikan hari Tuhan. 4. Hormatilah ibu-bapamu. 5. Jangan membunuh. 6. Jangan berzinah. 7. Jangan mencuri. 8. Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu. 9. Jangan mengingini istri sesamamu. 10. Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil.

ULUL ‘AZMI

Ulu al-Azmi dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ahqaf: 35 dan al-Syuraa: 13 yang menggambarkan gelar istimewa yang diberikan kepada beberapa Rasul yang dianggap mememiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menyebarkan kebaikan dan agama. Gelar ini adalah gelar istimewa yang hanya diberikan kepada para nabi dan rasul. Dalam tradisi Islam terdapat 5 orang Rasul yang mendapatkan julukan ini yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad.

HARI AKHIR

Hari Akhir atau Akhirat dalam bahasa Arab adalah suatu fase kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian dan sesudah dunia berakhir. Pernyataan tentang Hari Akhir termaktub 115 kali dalam berbagai ayat al-Qur'an. Hari Akhir merupakan bagian penting dari eskatologi Islam dan merupakan salah-satu bagian dari Rukun Iman. Kata Akhirah dalam al-Qur’am antonim dari kata dunia (yang juga sering disebut al-ula’) seperti yang ditemukan dalam al-Baqarah 2:201 dan Al ‘Imran 3:152.

Hari akhir adalah sebuah episode, dimana seluruh ummat manusia akan dibangkitkan pada hari itu untuk dihisab dan dibalas segala amalnya selama di dunia.

Page 23: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

58

Nama-Nama Hari Akhir

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa istilah lain yang berkenaan dengan Hari Akhir yakini antara lain:

1. al-Yaum al-Akhir (Hari Yang Terakhir) seperti dalam al- Baqarah: 232) atau al-dar al-akhir dalam an-Nisa': 74);

2. Yaum al-Qiyamah seperti dalam an-Nisa’: 87; 3. Al-Saa'ah yang merujuk pada konsep waktu seperti dijelaskan

dalam al-Hijr: 85; 4. Yaum al-Ba’ats yakni kebangkitan manusia setelah kematian

dalam al-Rum: 56; 5. Yaum al-Khuruj atau hari keluar dari kubur menuju

kehidupan selanjutnya dalam Qaf: 42; 6. Al-Qariah yaitu hari yang penuh kengerian dan hiruk pikuk

yang menggetarkan hati setiap manusia seperti dalam al-Qari’ah: 1-3;

7. Yaum al-Fashl atau hari keputusan dimana semua amal perbuatan manusia akan dihitung dan dibalas seperti dalam al-Shafat: 21;

8. Yaum al-Din yaitu hari agama dimana balasan dan amal semuan makhluk ditunaikan seperti dalam al-Fatihah: 4;

9. Al-Shakhah yaitu hari yang penuh dengan suara yang memekakkan telinga yang dapat membuat tuli seseorang karena ditiupnya sangkakala pertama kali seperti digambarkan dalam ‘Abasa: 33;

10. Al-Thammah al-Khubra yaitu hari yang penuh dengan kengerian dan malapetaka yang sangat dahsyat ketika sangkakala ditiupkan kedua kalinya seperti dalam al-Naziah: 34;

11. Yaum al-Hasrah yaitu hari penyesalan bagi mereka yang tidak berlaku baik di dunia seperti dalam Maryam: 39;

12. al-Ghasyiyah yaitu hari pembalasan bagi semua makhluk dalam al-Ghasyiyah:1 (Hari Pembalasan).

13. Yaum al-Khulud yaitu hari dimulaiknya kehidupan yang kekal abadi dimana orang mukmin kekal di surga dan orang kafir kekal di neraka seperti dalam Qaf: 34;

Page 24: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

59

14. Yaum al-Hisab yaitu hari perhitungan dimana Allah menghisab semua amalan manusia dalam kehidupan dunia seperti al-Shad: 36;

15. al-Waqi'ah yatitu hari kejadian besar yang beranr-benar terjadi seperti dalam al-Waqa’ah: 1

16. Yaum al-Wa'iid yaitu hari dimana ancaman adalah nyata sebagaimana dalam Qaf: 20;

17. Yaum al-Azifah yaitu hari yang menyesakkan hati bagi mereka yang lalai di dunia seperti dalam al-Mu’min: 18;

18. Yaumul Jami' yaitu hari berkumpulnya semua makhluk untuk mendapatkan perhitungan dan balasan seperti dalam al-Syuura: 7;

19. al-Haq yaitu hari kebenaran tentang janji maupun ancamannya seperti dalam al-Haq: 1-2;

20. Yaum al-Thalaq yaitu hari pertemuan antara Adam dengan anak cucunya serta hamba dengan hamba yang lainnya seperti dalam al-Mu;min: 15;

21. Yaum al-Tanad yaitu hari yang penuh dengan suara panggilan, ahli surga memanggil ahli neraka dan begitu pula sebaliknya seperti dalm al-Mu;min: 32;

22. Yaum al-Thaghabun yaitu hari dimana kesalahan ditampakkan seperti dalam al-Thaghabun: 9;

23. Daar al-Qarar dimana dimulainya kekekalan bagi mereka yang beramal baik seperti dalam al-Mu'min: 45;

24. Yaum al-Hasyr dimana semua makhluk berkumpul seperti dalam Yunus: 45;

25. Daarul Khuldi dimana tempat tinggal kekal disiapkan sebagai balasan sebagaimana dalam Fushilat: 28.

QADA DAN QADAR

Qada memiliki beberapa arti seperti hukum, ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Ia merujuk pada ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya secara diametrikal seperti baik dan buruk atau hidup dan mati, dan seterusnya.

Page 25: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

60

Sementara itu qadar berarti kepastian, peraturan, dan ukuran. Ia merupakan manifestasi dari ketetapan (qadha) terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya. Qadar disebut juga dengan takdir Allah SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun akan terjadi.

Hubungan Qadha dan Qadar dengan Ikhtiar

Allah telah menetapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sejak zaman azali. Meskipun begitu Allah tetap mewajibkan manusia untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdoa. Dengan berdoa kita kembalikan segala urusan kepada Tuhan. Dengan demikian, apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas. Sebagaimana firman Tuhan bahwa “Sesungguhya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum merekamengubah keadaan diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du: 11). Dengan demikian manusia tidak hanya sekedar menunggu ketentuan takdir, tetapi kita juga diberikan kebebasan bahkan diwajibkan untuk berusaha dan berikhtiar. Meskipun dalam berikhtiar kita memilih jalan yang baik atau jahat, semua itu pada akhirnya tetap dalam takdir Tuhan.

SUNATULLAH

Istilah sunnah atau sunnat disebutkan sebanyak 13 kali dalam al-Qur'an yang secara umum berarti kelaziman yang terjadi secara alamiah dan berlaku terus menerus. Ia merujuk pada adat (kebiasaan) yang mencakup hukum alam dan hukum kemasyarakatan dan ketetapan untuk kehidupan masyarakat. Istilah sunatullah berarti kebiasaan-kebiasaan yang dianugrahkan Allah dalam bentuk hukum alam dan ketetapan-ketetapan yang menyangkut sistem kehidupan kemasyarakatan.

Page 26: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

61

Sunnatullah sebagai Hukum Alam

Sunnatullah yang berkaitan dengan hukum alam memiliki arti bahwa suatu kejadian akan mengikuti logika alamiah seperti bumi yang mengitari matahari atau benda secara alamiah akan jatuh ke bawah mengikuti gaya gravitasi bumi. Beruban bagi manusia, menjadi tua dan meninggal dunia juga merupakan contoh dari sunatullah sebagai hukum alam. Prinsip utama dari sunatullah ini adalah ia berlaku secara umum sejak masa-masa sebelumnya dan bersifat terus menerus. Sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran bahwa: “…tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu [QS 12: 44?].” Ayat ini menandaskan bahwa sebagai sunnatullah telah berlaku sejak dahulu dan tidak ada perubahan bagi sunnatullah itu.

Dalam perspektif ini sunnatullah juga terjadi untuk menjelaskan keruntuhan suatu masyarakat atau komunitas jika komunitas itu tidak berupaya untuk terus melakukan koreksi diri dan perbaikan dan tidak terus menerus melakukan perubahan. Sebagaimana yang diungkap Quraish Shihab bahwa sunnatullah adalah identik dengan hukum sebab dan akibat. Oleh karenanya sering kali beberapa kejadian seperti kebanjiran atau kebakaran sebagai misal lebih disebabkan karena ketidakmampuan, kelalaial atau ketidakmauan manusia untuk menjaga alam itu sendiri ketimbang dipahami sebagai musibah semata. Inilah yang dimaksud oleh Quraish Shihab sebagai "hukum alam atau sunnatullah merupakan ketetapan-ketetapan Tuhan yang lazim berlaku dalam kehidupan nyata, seperti hukum sebab dan akibat."

Sunnatullah dan Kekuasaan Tuhan

Sejauhmana sunnatullah bertentangan dengan kekuasaan Tuhan menjadi salah-satu perbedatan penting dalam teologi Islam. Kelompok Mutazilah sebagai contoh sebagai salah-satu aliran teologi rasional menyatakan pada dasarnya dengan adanya sunnatulah ini maka kekuasaan Tuhan tidak sepenuhnya mutlak

Page 27: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

62

lagi. Ketidakmutlakan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan kepada manusia, keadilan Tuhan, serta adanya hukum-hukum alam (sunnatullah) yang tidak pernah berubah dan beralih. Dengan kata lain kebebasan Tuhan terikat oleh norma-norma sunnatullah tadi dimana Tuhan berbuat sesuai dengan hukum tersebut. Bagi Muktazilah, inilah yang justru membuktikan keadilah Tuhan karena Tuhan melakuan sesuatu sesuai dengan peraturan yang Ia ciptakan.

Berbeda halnya dengan kelompok Mutazilah, bagi kelompok Asyariyah, sunnatullah tidak membatasi kekuasaan dan kehendak Tuhan sebab Tuhan sebenarnya tidak terikat dengan sunnatullah itu sendiri karena ia merupakan norma-norma yang berlaku bagi alam semesta dan masyarakat. Bagi kelompok ini Tuhan bias berbuat sesuai dengan kehendak-Nya. Hanya saja ditandaskan pula bahwa walaupun Tuhan berkuasa absolut, kehendak Tuhan itu tidaklah berlaku-sewenang-wenang. Sebab kekuasaan dan kehendak Tuhan berlaku berdasarkan hikmat kebijaksanaan dan kebebasan berpikir yang diberikan Tuhan kepada manusia.

Sunnatullah, Iyanatullah dan Peristiwa Luar Biasa

Bagi para sarjana Muslim, peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan yang keluar dari hukum alam atau sunnatullah seyogyanya dipahami sebagai pengecualian yang membuktikan kekuasaan Tuhab sendiri. Kisah Nabi Ibrahim yang tidak hangus dibakar api, atau Nabi Musa yang mampu membelah lautan merupakan peristiwa-peristiwa yang ‘menyimpang’ dari sunnatullah. Quraish shihab pernah memberikan contoh sebagai berikut: jika kecelakaan fatal terjadi dan semua penumpang tewas, maka itu disebut dengan sunnatullah. Tapi apabila ada kecelakaan yang yang menurut perkiraan semua penumpang yang ada di dalamnya pasti tewas, tetapi ternayat ada penumpang yang selamat, maka orang yang selamat itu bukan sunnatullah yang seharusnya berlaku. Hal tersebut merupakan iyanatullah, yaitu salah satu bentuk pertolongan dan pemeliharaan Allah atas hambanya.

Oleh karena itu, beberapa sarjana Muslim membedakan antara sunnatullah dan iyanatullah dalam peristiwa luar biasa. Dalam

Page 28: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

63

konteks ini, apa yang dialami oleh Ibrahim atau beberapa Nabi yang lain adalah bentuk iyanatullah yang keluar dari hukum alam atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara umum. Inilah yang disebut dengan al-'iyadz bi Allah yang merupakan bentuk pemeliharaan-Nya bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya. Mengutip Quraish Shihab lebih jauh bahwa "segala sesuatu yang berada di dalam alam raya ini baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah SWT semata. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak terjadi. Manusia tidak punya daya dan upaya memperoleh manfaat dan menolak mudharat kecuali bersumber dari Allah SWT. Tetapi ini bukan berarti Allah SWT berlaku sewenang-wenang atau bekerja tanpa ada sistem yang ditetapkan-Nya. Itu merupakan bentuk keesaan perbuatan-Nya yang dikaitkan dengan hukum, takdir, atau sunnatullah yang ditetapkan-Nya."

AZALI

Azali berari abadi atau tetap. Ia merujuk pada salah satu sifat Allah yang telah ada ‘sejak awal’ dan tidak ada suatu ‘masa’ sebelumnya dimana Tuhan tidak berwujud. Pada sisi lain, Tuhan juga merupakan realitas yang abadi yaitu pada ‘masa mendatang.’ Konsep ini merujuk pada suatu pengerian bahwa Allah tidak akan pernah tiada atau punah. Selain kata azali, istilah yang sama untuk menyebut sifat ini adalah qadim dan bâqi dan merujuk pada argument tentang Allah yang senantiasa ada pada setiap masa baik masa lampau, masa kini maupun masa mendatang.

Para teolog Islam memiliki dua perbedaan pandangan dan interpretasi tentang keazalian dan keabadian Tuhan. Pada interpretasi awal dikatakan bahwa Tuhan ada pada setiap masa. Dia ada pada masa lampau, sekarang dan masa mendatang. Interpretasi ini memiliki makna bahwa Tuhan adalah suatu realitas yang berada pada zaman dan terbatas pada zaman. Sementara interpretasi kedua dikatakan bahwa Tuhan lebih luas dari zaman, Dia meliputi dan mencipta zaman. Berdasarkan

Page 29: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

64

pandangan kedua ini, maka pernyataan bahwa Tuhan senantiasa ada pada masa lampau atau masa mendatang merupakan sebuah ungkapan yang batil.

Meskipun masyarakat umum dan bahkan sebagian para teolog Islam sendiri menganut interpretasi pertama tentang keazalian dan keabadian Tuhan, tetapi interpretasi kedualah yang benar, karena kemutlakan wujud Tuhan bermakna bahwa dzat Tuhan sama sekali tidak terbatasi oleh syarat, kondisi, dan zaman. Pada prinsipnya, zaman merupakan sebagian dari kekhususan dan syarat bagi maujud-maujud materi dan sesuatu bergerak, sedangkan dzat Tuhan suci dari gerak dan materi.

Oleh karena itu, pandangan tentang keabadian Tuhan harus kita maknakan bahwa dzat Tuhan di atas zaman, meliputi realitas zaman, dan senantiasa berwujud. Tentu saja selama kita masih dikekang oleh zaman yang ada di alam tabiat ini maka sangat sulit bagi kita untuk menggambarkan adanya sebuah realitas trans zaman dan sebuah realitas yang tidak dipengaruhi oleh masa lampau, masa kini dan masa mendatang.

Salah satu argumen sederhana berkaitan dengan masalah ini adalah argumen yang bersandar pada keniscayaan wujud Tuhan (wajib al-wujud-nya Tuhan). Pembahasan sebelumnya telah jelas bahwa Tuhan adalah Wajib al-Wujud dimana keberadaan bagi-Nya adalah niscaya dan ketiadaan bagi dzat-Nya adalah mustahil, oleh karena itu, kemestian wujud dzat Ilahi mengharuskan kemustahilan ketiadaan wujud-Nya dalam segala bentuk asumsi. Hal ini bermakna bahwa dzat Tuhan tidak didahului dengan ketiadaan dan ketiadaan tidak pula menyentuh-Nya, dan ini tidak lain adalah keazalian dan keabadian Tuhan itu sendiri. Khawjah Nashiruddin Thusi menyiratkan argumentasi ini dengan ungkapan yang pendek, “Dan Wajib al-Wujud menunjukkan akan keabadian Nya.”

Page 30: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

65

NASIB

Kata nasib berasal dari bahasa arab arti ‘bagian dari segala sesuatu’ (al hazzhu min kulli syai’in) atau mempunyai bagian tertentu pada asalnya. Secara terminologis istilah ini mengacu pada agian yang diterima seseorang, baik itu berupa kesenangan maupun kesusahan, keuntungan maupun kerugian, kebaikan maupun keburukan.

Kata yang sering bertukar makna dengan nasib adalah takdir. Kata takdir berasalah dari al-qadr yangberarti Allah swt mengetahui ukuran-ukuran dan waktu-waktunya sebagaimana sesuatu itu ditetapkan. Menurut riwayat, tidak ada sesuatu pun yang terjadi di alam ini baik pada mahkluk hidup maupun benda mati, yang bergerak maupun yang diam, yang kecil maupun yang besar, yang ghaib maupun yang nyata kecuali sudah ditetapkan dan dituliskan oleh Allah SAW di Lauh Mahfuzh. Ini berarti bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada manusia baik perbuatan maupun perkataannya, kesenangan maupun kesusahannya, sehat maupun sakitnya, rezeki maupun musibahnya, pahala maupun dosanya, hidup maupun matinya, yang seluruhnya adalah bagian dari kehidupannya kecuali sudah diketahui dan ditetapkan Allah swt serta sesuai dengan kehendak dan ciptaan-Nya.

Dari definisi tentang nasib dan takdir diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nasib pada umumnya digunakan untuk bagian yang diterima manusia baik berupa kebaikan atau keburukan, kesenangan atau kesusahan. Sedangkan takdir tidak hanya mencakup hal-hal yang terjadi pada manusia namun ia juga yang terjadi pada seluruh makhluk lainnya di alam ini sejak zaman azali dan sudah dituliskan di Lauh Mahfuzh. Karena itu menurut sebagian sarjana muslim, nasib adalah bagian dari takdir itu sendiri.

Page 31: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

66

TAWAKAL

Tawakal berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepadaNya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.

Menurut Abu Zakaria Ansari, tawakkal ialah "keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang lain". Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang diserahi urusan tadi. Artinya, ia betul-betul mempunyai sifat amanah (tepercaya) terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang memberikan amanat tersebut.

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.

Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal. Dia enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini mempunyai pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu menjadi orang pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.

Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, seklipun ada berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika

Page 32: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

67

Allah menghendaki ia kenyang, tentulah kenyang. Jika pendapat ini dpegang teguh pasti akan menyengsarakan diri sendiri.

Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya menurut ajaran Islam ialah menyerah diri kepada Allah swt setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang ditetapkan.

ISMAH

Dalam al-Qur'an kata ismah digunakan sebanyak 13 kali dalam bermacam-macam bentuk, namun semuanya mengandung satu pengertian Yaitu imsak (menahan diri), dan mana' (mencegah) atau mulazamah (penetapan atau tidak meninggalkan). Secara terminologis istilah ini berarti bahwa pemeliharaan Allah SWT terhadap hambaNya dari keburukan yang akan menimpanya, dan karena itu tercegah dan terlindungi sebagaimana dijelaskan dalam Ali Imran: 103, Yusuf:32, At-Tahrim:6, dan al-Maidah:67.

Al-Mufid menyatakan bahawa ismah dalam bahasa yang aslinya adalah sesuatu yang dipegang teguh oleh manusia, karenanya ia terpelihara dan terhindar dari apa yang tidak diinginkan. Menurut Jamaluddin Miqdad bin Abdullah al-Asadi al-Hilli bahwa ismah adalah sifat kejiwaan yang tetap stabil yang dapat memelihara orang tersebut dari sifat dan perbuatan dosa.Ia merujuk pada kesucian jiwa yang sempurna.

Dalam tradisi Islam, sifat ismah dilekatkan kepada Nabi Muhammad. Dalam kontek ini Nabi yang memiliki ismah (yang disebut kemudian sebagai sifat maksum) yang dengannya belian mampu meninggalkan segala perbuatan yang buruk berdasarkan kebebasan, kemerdekaan dan ikhtiar manusia. Menurut Syeikkh Ja'far Subhani terdapat tiga tahap ismah iaitu: terpelihara dalam pemikiran wahyu, menghafal, dan menyampaikannya kepada manusia; terpelihara dari perbuatan maksiat dan dosa; dan

Page 33: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

68

terpelihara dari kesalahan dalam masalah-masalah pribadi dan sosial.

IKHTIAR

Kata ‘ikhtiar’ berasal dari kata ‘khair’ dalam bahasa Arab yang berarti baik. Oleh karena itu kata ikhtiar merujuk kepada segala upaya yang mengandung unsur atau menuju kebaikan, dan sesuai dengan menurut syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Ikhtiar berarti ‘memilih yang baik- baik’, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Ikhtiar bukan sekadar usaha yang bebas dipilih dan ditentukan sendiri, namun ia adalah bagian dari upaya sangat serius untuk memperoleh kepastian spiritual dalam segala pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan. Dalam sebuah riwayat dikatanya bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “Tdaklah seseorang itu mencuri, pada saat mencuri itu ia dapat disebut mukmin. Tidaklah seseorang itu berzina, pada saat berzina itu ia dapat disebut mukmin. Tidaklah seseorang itu minum khamr, pada saat minum khamr itu ia dapat disebut mukmin. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari kalian merampas sesuatu yang berharga dimana mata kaum muslimin berselera kepadanya, pada saat merampas itu ia dapat disebut mukmin. Dan, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil harta ghanimah sebelum resmi dibagikan, pada saat mengambilnya itu ia dapat disebut mukmin (HR Ahmad).”

Berdasarkan hadits ini maka seseorang yang berzina, mencuri, berjudi, mabuk, atau melakukan perbuatan yang tidak terpuji lainnya, walaupun alasan- alasannya mungkin dapat dibenarkan dan seringkali mengundang simpati, maka pada dasarnya ini bukan bagian dari ikhtiar. Ikhtiar mengandung pengetian ibadah, dan oleh karena itu pelakunya mendapatkan pahala dari Allah. Jadi ikhtiar semata-mata berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang tengah membelit sebagi missal tetapi ia merupakan konsep Islami dalam cara berpikir dan mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa yakni bagaimana menuntaskan

Page 34: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

69

masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut ajaran Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan betapapun konsekuensi dan akibatnya terasa berat.

Islam menganjurkan ikhtiar dan melarang bersifat fatalistik atau berputus asa. Allah telah mencontohkan kisah Nabi Ya’qub dalam al-Qur’an sebagai pelajaran yang nyata atas ikhtiar dan pantang berputus asa. Nabi Ya'kub yang terus berdo'a dan berharap pada Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk orang-orang yang berputus asa.

Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup adalah kelaziman dan bentuk ikhtiar, namun menjual diri dan mencuri walaupun menggunakan usaha dan tenaga bukanlah bagian dari ikhtiar. Terjerat kemiskinan atau mengidap penyakit adalah sesuatu yang tidak membuat nyaman dan indah, namun mendatangi dukun dan meminta jampi- jampi adalah bukan bagian dari ikhtiar

Jadi Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah dan mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan doa yang tulus.

Page 35: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

70

FATALISME

Istilah fatalisme berasal dari kata Latin yakni ‘fatalis’ yang berarti sesuatu yang berkaitan atau bertautan dengan nasib atau takdir (fatum). Secara sederhana istilah ini mengacu pada sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi menurut nasib yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Istilah fatalisme secara definitif merupakan sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu pasti terjadi menurut caranya sendiri, dan karena itu usaha merubah hal tersebut pasti akan menemui kegagalan. Selain itu, cara pandang fatalisme juga percaya bahwa individu merupakan produk kekuatan-kekuatan predeterministis yang bekerja pada alam semesta. Individu sama sekali tidak dapat mengatur tingkah laku dan nasibnya, atau nasib sejarah. Tak seorang pun dapat berbuat yang lain selain menerima apa adanya dan bertindak sebagaimana ditentukan. Cara pandang ini percaya bahwa peristiwa-peristiwa tertentu akan terjadi dalam kehidupan pada saat tertentu dan di tempat yang sebagaimana ditentukan. Karena itu dapat dikatakan, bahwa nasib seseorang telah ditetapkan dan tidak berpautan dan pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Menurut konsep ini segala proses di dunia, sejak awal telah ditakdirkan dan diatur oleh suatu keharusan atau keniscayaan dengan mengesampingkan kebebasan dan usaha kreatif.

Cara berpikir fatalistik juga berkembang dalam tradisi filsafat. Kaum Stoik sebagai misal mengajarkan bahwa nasib yang tidak bisa ditawar-tawar menguasai alam semesta; atau bahwa kehidupan harmoni sudah ditentukan sebelumnya oleh interaksi antara monade-monade sudah ditakdirkan oleh semesta atau Tuhan.

Dalam Islam, terdapat pula pandangan teologis yakni jabariah yang meyakini bahwa manusia merupakan wayang yang digerakkan oleh Allah. Salah satu sekte yang terkenal yang meyakini cara pandang ini adalah sekte Jahamiah. Cara pandang ini tidak memberikan ruang bagi kreatifitas and inovasi dalam kehidupan manusia. Lawan dari konsep fatalism dalam Islam

Page 36: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

71

adalah ikhtiar yakni usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan kebajikan.

QANA’AH

Secara leksikal qana’ah berarti rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan terus menerus merasa kekurangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya (H.R.Muslim).”

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa satu sebab yang membuat kehidupan seseorang tentram adalah kemampuannya untuk menjauhi diri dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta dan dunia. Orang yang terpedaya harta akan senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya, dalam dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah. Sementara orang-orang yang cinta dunia selalu terdorong untuk berburu segala keinginannya, meski harus menggunakan segala caratanpa pernah menyadari bahwa sesungguhnya harta hanyalah ujian. Al-Quran menyatakan bahwa "Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: 'Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku'. Sebenarnya itu adalah ujian, tapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui (QS. Az-Zumar (39):49).”

Qana’ah adalah bersikap dan bersikap positif terhadap kehidupan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Orang yang memiliki sifat Qana’ah,

Page 37: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

72

memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah. Sebagaimana yang dinayatak dalam Hud: 6 bahwa, “" Tiada sesuatu yang melata di bumi melainkan ditangan Allah rezekinya".

Islam mengajar qana’ah sebagai sebuah sikap yang dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimiliki. Disamping itu Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah. Berkenaan dengan konsep ini, Nabi pernah memberikan nasehat kepada Hakim bin Hizam sebagaimana berikut ini: “Dari Hakim bin Hizam r.a. Ia berkata: saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupun memberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya, dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda: “Hai Hakim! harta ini memang indah dan manis, maka siap yang mengambilnya dengan hati yang lapang, pasti dieri berkat baginya, sebaliknmya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya. Bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Berkata Hakim: Ya Rosulullah! Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima apapun sepeningal engkau sampai saya meninggal dunia. Kemudian Abu Bakar RA. memanggil Hakim untuk memberinya belanja (dari Baitul Mal) tetapi ia menolaknya dan tidak mau menerima sedikitpun pemberian itu. Kemudian Abu Bakar berkata: Wahai kaum muslimin ! saya persaksikan kepada kalian tentang Hakim bahwa saya telah memberikan haknya yang diberikan Alah padanya (H.R.Bukhari dan Muslim ).”

Qana’ah bersangkut paut dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat qana’ah diperlukan

Page 38: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

73

latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemulaan mungkin merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat Qana’ah sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagiaan di akhirat kelak akan dicapainya. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam salah satu hadisnya: “Qana’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap (H.R.Thabrani).”

Sifat Qana’ah dalam hidup, yang apabila dimiliki oleh setiap orang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh dengan ketentraman, tidak cepat putus asa, dan bebas dari keserakahan,seta selalu berfikir positif dan maju.

Dalam tradisi Islam di Indonesia, Hamka, mantan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, berpendapat bahwa dalam konsep qana’ah terdapat lima unsur:

1. Menerima dengan rela akan apa yang ada. 2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan

berusaha. 3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan, 4. Bertawakkal kepada Tuhan. 5. Tidak tertarik pada tipu daya dunia.

Dengan penjelasan di atas, menurut Hamka, seseorang yang mempunyai sifat qana’ah tidak berarti pasif, tetapi dinamis, karena tetap bekerja dan berusaha. Setelah berusaha ia akan sabar dengan hasil yang ia dapatkan. Berikut adalah penjelasan Hamka tentang qana’ah: “Barang siapa yang telah beroleh rezeki, dan telah dapat yang akan dimakan sesuap pagi dan petang, hendaklah tenangkan hati, jangan merasa ragu dan sepi. Tuan tidak dilarang bekerja mencari penghasilan, tidak disuruh berpangku tangan, dan malas lantaran harta telah ada, karena yang demikian bukan qana’ah, yang demikian adalah kemalasan. Bekerjalah, karena manusia dikirim ke dunia untuk bekerja, tetapi tenangkan hati, yakinlah bahwa di dalam pekerjaan itu ada [k]alah dan menang. Jadi tuan bekerja bukan lantaran memandang harta

Page 39: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

74

yang telah ada belum mencukupi, tetapi bekerja lantaran orang hidup tidak boleh menganggur.” [Hamka, Tasawuf Modern, Pustaka Panjiman, Jakarta, 1983, p. 175].

Dengan demikian, mempunyai sifat qana’ah, merasa puas dengan apa yang dimiliki, bukan berarti menyerah diri dan pasrah terhadap keadaan. Sebaliknya, tetap berusaha dan berikhtiar. Qana’ah tidak menentang ketentuan (taqdir) Allah, sebab menentang takdir bisa membuat seseorang frustasi. Sebaliknya, menerima taqdir sepenuhnya akan membuat orang menjadi pasrah. Dengan demikian, sifat qana’ah merupakan sifat pertengahan antara faham qadariyah dan jabariyah. Faham qadariyah percaya pada kekuatan manusia dan bahwa manusia sepenuhnya bisa menentukan nasibnya sendiri. Sebaliknya, faham jabariyah mengajarkan bahwa sebenarnya manusia tidak bisa menentukan nasibnya. Segala yang terjadi pada dirinya adalah sudah dikehendaki oleh Tuhan, dan tidak dapat diubah lagi. Dengan kata lain, manusia tidak lebih dari wayang yang digerakan oleh dalangnya. Gerakan wayang adalah kehendak lakon yang dimainkan oleh dalangnya.

THAGHUT

Secara leksikal kata thaghut, diambil dari bahasa Arab yakni thaghâ atau thughyân yang artinya melampaui batas. Secara terminologi, kata ini merujuak sikap berlebihan menolak eksistensi dan kekuasaan Allah dengan melakukan sesembahan atau penyerahan diri kepada hal lain selain Allah. Dalam al-Qur’an terdapat 8 ayat yang secara eksplisit menggunakan kata thaghut dalam al-Qur’an yakni dalam surah al-Baqarah [2]: 256 dan 257, al-Nisâ’ [4]: 51, 60, dan 76, al-Ma’idah [5]: 60, dan al-Nahl [16]: 36.

Kata thaghut yang terdapat pada ayat-tersebut merujuk pada aktifias penyembahan yang dilakukan oleh para dukun atau penyembahan kepada jin atau makhluk lain yang membawa kepada kesesatan. Prilaku thagut dinyatakan sebagai melepaskan ikatan keimanan yang kuat kepada Allah sebagaimana dijelaskan

Page 40: AQIDAH - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41763/1/Ismatu...Karena walaupun dia meyakini kebenaran Islam, akan tetapi dia tidak mengucapkannya

BUKU PENGAYAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

75

dalam al-Baqarah [2]: 256. Karena itu, kata thaghut identik dengan penginkaran atas keimanan yang menjadikan setan sebagai pelindung mereka seperti yang dinayatakan dalam al-Baqarah [2]: 257. Jadi thaghut dalam teologi Islam pada perkembangan berarti setiap perkara yang hamba melewati batas berupa sesembahan kepada berhala, atau meyakini peramal dan para ulama jahat, atau mempercayai para pemimpin atau pemuka masyarakat yang mengajarkan keingkaran kepada Allah SWT.