77
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME KONSELOR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi BK Tugas Individu Dosen Pengampu : Indah Lestari,SPd Oleh Nama : Sisilia Yulika Elly Pratiwi NIM : 2010-31-248 Kelas : IIP Progdi : Bimbingan & Konseling UNIVERSITAS MURIA KUDUS

Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

  • Upload
    japrax

  • View
    226

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME KONSELOR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahProfesi BK

Tugas Individu

Dosen Pengampu : Indah Lestari,SPd

Oleh

Nama : Sisilia Yulika Elly Pratiwi

NIM : 2010-31-248

Kelas : IIP

Progdi : Bimbingan & Konseling

UNIVERSITAS MURIA KUDUSFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BK2010/2011

Page 2: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I Latar Belakang...................................................................................... 1

BAB II Rasional............................................................................................... 2

A. Pengembangan pendidik professional........................................................ 2

B. Kriteria dan komponen profesi................................................................... 3

BAB III Trilogi Profesi Konselor..................................................................... 8

A. Konselor sebagai pendidik.......................................................................... 8

B. Komponen trh ogi profesi konselor............................................................ 12

BAB IV Program Pendidikan Profesional Konselor........................................ 15

A. Pola umum pendidikan............................................................................... 15

B. Program pendidikan sarjana (s-1) konseling.............................................. 15

C. Program pendidikan profesi konselor (ppk)............................................... 18

BAB V Lapangan Praktik Pelayanan Profesional Konselor............................. 20

A. Modus pelayanan konseling....................................................................... 20

B. Pelayanan konseling di sekolah/ madrasah................................................. 22

C. Layanan konseling di luar sekolaiv madrasah............................................ 23

BAB VI Peran Organisasi Profesi Konseling................................................... 26

BAB VII Langkah Strategis.............................................................................. 28

Makna Keterkaitan Antarkomponen................................................................. 30

Standar Kompetensi Konselor.......................................................................... 35

BAB VIII Kesimpulan...................................................................................... 47

Daftar Pustaka................................................................................................... 48

ii

Page 3: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB I

LATAR BELAKANG

Geliat gerakan Bimbingan dan Penyuluhan/Konseling (BP/BK) mulai

dibangunkan oleh promotor yang amat peduli terhadap pengembangan pelayanan

BP/BK, khususnya di bidang pendidikan. Geliat ini terus mewujud menjadi upaya

dan gerakan yang semakin jelas corak dan isinya, yang kegiatannya

terintegrasikan ke dalam sekolah dan yang selanjutnya pada dekade awal abad ke-

21 ini mulai jelas sosok dan substansinya sebagai profesi konseling yang mampu

berkiprah dalam setting persekolahan maupun luar persekolahan. Gerakan

tersebut, mungkin tampak lamban tetapi terarah dan pasti, serta secara bertahap

memperoleh sokongan bahkan fasilitas regulasi dan aturan perundangan dari

pemerintah yang semuanya memantapkan profesi yang sangat mementingkan

optimalisasi perkembangan individu, kebahagiaan dan kemandirian pribadi, serta

kemaslahatan kehidupan kemanusiaan itu berkembang menjadi profesi yang

bermartabat.

1

Page 4: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB II

RASIONAL

Dalam pengembangan gerakan profesional pelayanan konseling

sebagaimana lintasannya terungkap pada Bab I di sana tampak benang merah arah

profesionalisasi profesi yang dimaksudkan itu. Upaya pemerintah yang sejak

tahun-tahun awal abad ke-21 ini menyelenggarakan profesionalisasi tenaga

pendidik, memberikan suasana yang amat kondusif bagi semakin mantapnya

profesionalisasi profesi konselor, yang adalah pendidik, dengan arah karakteristik

dan trilogi profesi yang bermartabat.

A. PENGEMBANGAN PENDIDIK PROFESIONAL

Di awal abad ke-21 ini penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mulai

memasuki era profesional. Hal ini ditandai dengan penegasan bahwa

"pendidik merupakan tenaga profesional" (UU No 20 tahun 2003 Pasal 39

ayat 2), dan "profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan

keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma

tertentu serts memerlukan pendidikan profesi" (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal

1 Butir 4).

Tentang pendidikan profesi disebutkan bahwa "pendidikan profesi

merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan

peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian tertentu"

(UU No. 20 Tahun 20 tahun 2005 Penjelasan Pasal 15). Dengan demikian

persyaratan dasar untuk dapat mengikuti program pendidikan profesi adalah

tamatan program sarjana. Hal ini terkait dengan jenis jenis program yang

dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi, yaitu program akademik, profesi

dan vokasi (UU No. 20 Tahun 2003 Penjelasan Pasal 15), di mana program

sarjana merupakan salah satu jenis program akademik.

Dengan tuntutan formal tersebut di atas, penyiapan pendidik

profesional, dalam hal ini konselor sebagai pendidik profesional, ditempuh

melalui pendidikan sarjana yang berorientasi akademik yang kemudian

2

Page 5: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

dilanjutkan pada pendidikan profesi yang berorientasi keterampilan keahlian

dalam bidang konseling.

B. KRITERIA DAN KOMPONEN PROFESI

1. Kriteria Profesi

Searah dengan pengertian profesional sebagaimana tersebut di atas,

berbagai hal tentang kriteria peker can profesional itu telah banyak ditulis

oleh para pakar, yang keseluruhannya dapat dikembalikan kepada tulisan

Abraham Flexner tahun 1915 yang melihat kriteria profesi dalam enam

karakteristik, yaitu: keintelektualan, kompetensi profesional yang

dipelajari, objek praktik spesifik, komunikasi, motivasi altruistik, dan

organisasi profesi.

a. Keintelektualan. Kegiatan profesional merupakan pelayanan yang

lebih berorientasi mental daripada manual (kegiatan yang memerlukan

keterampilan fisik); lebih memerlukan proses berpikir dari pada

kegiatan rutin. Melalui proses berpikir tersebut, pelayanan profesional

merupakan hasil pertimbangan yang matang, berdasarkan kaidah-

kaidah keilmuan yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.

b. Kompetensi profesional yang dipelajari. Pelayanan profesional

didasarkan pada kompetensi yang tidak diperoleh begitu saja, misalnya

melalui pewarisan "ilmu" dari pewaris kepada keturunannya,

melainkan melalui pembelajaran secara intensif. Kompetensi

profesional itu tidak diperoleh dalam sekejap, misalnya melalui mimpi,

melalui semedi atau bertapa sekian lama, atau melalui penyajian sesaji

kepada pemegang tuah Sakti. Seorang profesional harus dengan

sungguhsungguh, serta mencurahkan segenap pikiran dan usalm, untuk

mempelajari materi keilmuan, pendekatan, metode dan teknik, serta

nilai berkenaan dengan pelayanan yang dimaksud.

c. Objek praktik spesifik. Pelayanan suatu profesi tertcMu terarah kepada

objek praktik spesifik yang tidak ditangani oleh profesi lain. Tiap-tiap

profesi menangani objek praktik spesifiknya sendiri. Dokter sebagai

tenaga profesional menangani penyembuhan penyakit, psikolog

memberikan gambaran tentang kondisi dinamik aspek-aspek psikis

3

Page 6: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

individu, sedangkan psikiater menangani ketidakseimbangan atau

penyakit psikis, apoteker menangani pembuatan obat, akuntan

menangani perhitungan keuangan berdasarkan peraturan yang berlaku,

konselor menangani individu-individu normal yang mengalami

masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mengimbas kepada

pola kehidupan yang lebih luas dan masa depannya. Sejalan dengan ini

semua, apa objek praktik spesifik pekerjaan pendidik profesional?,

seperti: guru, konselor, dan pamong belajar?. Tidak lain adalah

pelayanan berkenaan dengan penyelenggaraan proses pembelajaran

terhadap peserta didik dalam bidang pelayanan yang menjadi

kekhususan pekerjaan guru, konselor dan pamong belajar itu. Objek

praktik spesifik masing-masing profesi tidaklah tumpang tindih

sehingga satu profesi dengan prolem lainnya tidak saling mengaku

objek praktik spesifiknya sama dengan objek praktik spesifik profesi

yang berbeda. Demikianlah, objek praktik spesifik konselor pun harus

dengan jelas dibedakan dari tangan guru dan jenis pendidik lainnya,

kendatipun sama-sama profesi dalam bidang pendidikan.

d. Komunikasi. Segenap aspek pelayanan profesional, meliputi objek

praktik spesifik profesinya, keilmuan dan teknologinya, kompetensi

dari dinamika operasionalnya, aspek hukum dan sosialnya, termasuk

kode etik dan aturan kredensialisasi, serta imbalan yang terkait dengan

pelaksanaan pelayanannya, semuanya dapat dikomunikasikan kepada

siapapun yang berkepentingan, kecuali satu hal, yaitu materi berkenaan

dengan asas kerahasiaan yang menurut kode etik profesi harus dijaga

kerahasiaannya. Komunikasi ini memungkinkan dipelajari dan

dikembangkannya profesi tersebut, dipraktikkan dan diawasi sesuai

dengan kode etik, serta diselenggarakan perlindungan terhadap profesi

yang dimaksud.

e. Motivasi altruistik. Motivasi keda seorang profesional bukanlah

berorientasi kepada kepentingan dan keuntungan pribadi, melainkan

untuk kepentingan, keberhasasilan, dan kebahagiaan sasaran layanan,

serta kemaslahatan kehidupan masyarakat pada umumnya. Motivasi

4

Page 7: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

altruistik diwujudkan melalui peningkatan keintelektualan, kompetensi

dan komunikasi dalam menangani objek praktik spesifik profesi.

Motivasi altruistik ini akan menjauhkan tenaga profesional

mengutamakan pamrih atau keuntungan pribadi, dan sebaliknya,

mengutamakan kepentingan sasaran layanan. Bahkan, jika diperlukan,

tenaga profesional tidak segan-segan mengorbankan kepentingan

sendiri demi kepentingan/ kebutuhan sasaran layanan yang benar-benar

mendesak.

f. Organisasi profesi. Tenaga profesional dalam profesi yang sama

membentuk suatu organisasi profesi untuk mengawal pelaksanaan

tugas-tugas profesional mereka, melalui tridarma organisasi profesi,

yaitu: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi, (2)

meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3) menjaga kode

etik profesi. Organisasi profesi ini secara langsung peduli atas realisasi

sisi-sisi objek praktik spesifik profesi, keintelektualan, kompetensi dan

praktik pelayanan, komunikasi, kode etik, serta perlindungan atas para

anggotanya. Organisasi profesi membina para anggotanya untuk

memiliki kualitas tinggi dalam mengembangkan dan mempertahankan

kemartabatan profesi. Organisasi profesi di camping membesarkan

profesi itu sendiri, jugs sangat berkepentingan untitk ikut serta

memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan umum masyarakat luas.

Memperhatikan karakteristik yang menjadi tuntutan suatu profesi,

dapatlah dipahami sepenuhnya bahwa tenaga profesional perlu dipersiapkan di

perguruan tinggi, mulai dari pendidikan program sarjananya sampai dengan

objek praktik program pendidikan profesinya. Aspek-aspek keintelektualan/

keilmuan, kompetensi dan teknologi operasional, kode etik, dan aspek-aspek

sosialnya seluruhnya dipelajari melalui Program Sarjana Pendidikan dan

Pendidikan Profesi.

2. Trilogi Profesi

Memperhatikan keseluruhan ciri dan isi suatu profesi, dipahami bahwa

spektrum suatu profesi dapat digambarkan dalam bentuk trilogi berikut:

5

Page 8: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Di dalam suatu profesi diidentifikasi tiga komponen yang secara

langsung saling terkait, ketiganya harus ada, dan apabila, salah satu atau lebih

komponen itu tidak ada, maka profesi itu akan kehilangan eksistensinya.

Ketiga komponen Trilogi Profesi adalah: (1) dasar keilmuan, (2) substansi

profesi, dan (3) praktik profesi. Komponen dasar keilmuan menyiapkan

(calon) tenaga profesional dengan landasan dan arah tentang wawasan,

pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (WPKNS) berkenaan dengan

profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi memberikan modal

tentang apa yang menjadi fokus dan objek praktik spesifik profesi dengan

bidang khusus kajiannya, aspek-aspek kompetensi, sarana operasional dan

manajemen, kode etik, serta landasan praktik operasinal. Komponen praktik

merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi setelah kedua komponen

profesi (dasar keilmuan dan subtansi profesi) dikuasai.

Memperhatikan ketiga. komponen Trilogi Profesi tersebut di atas,

dapatlah dikatakan bahwa suatu profesi tersebut diatas, dapatlah dikatakan

bahwa suatu profesi tanpa dasar keilmuan yang tepat akan mewujudkan

kegiatan “professional” yang tanpa arah dan atau bahkan malpraktik tanpa

substansi profesi yang tepat jelas dan spesifik, suatu peofesi itu akan kerdi,

mandul dan dipertanyakan isi dan manfaatnya, dan tanpa praktik profesi, maka

profesi menjadi tidak terwujud, dipertanyakan eksistensinya, dan tenaga

professional yang dimaksud tidak berarti apa-apa bagi kemasalahatan

kehidupan manusia.

3. Profesi Bermartabat

Di atas semua karateristik keprofesionalan, apabila trilogi profesinya

telah terbina dan teraplikasikan dengan baik, maka suatu profesi

semestinyalah menjadi profesi yang bermartabat. Kemartabatan suatu profesi

yang ditampilkan sangat tergantung pada tenaga profesional yang

mempersiapkan diri untuk pemegang profesi yang dimaksudkan itu.

Kemartabatan yang dimaksudkan itu meliputi kondisi sebagai berikut:

a. Pelayanan profesional yang diselenggarakan benar-benar bermanfaat bagi

kemaslahatan kehidupan secara luas. Sebagaimana diketahui, upaya,

pelayanan profesi merupakan hajat hidup semua orang dalam kadar yang

6

Page 9: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

sangat mendasar dan penting, dari generasi ke generasi. Oleh karenanya,

upaya pelayanan, apalagi yang bersifat formal dan diselenggarakan

berdasarkan aturan perundangan, tidak boleh sia-sia atau terselenggara

dengan cara-cara yang salah (malpraktik), melainkan terlaksana dengan

manfaat yang setinggi-tingginya bagi sasaran pelayanan dan pihak-pihak

lain yang terkait.

b. Pelayanan profesional diselenggarakan oleh petugas atau pelaksana yang

bermandat. Sesuai dengan sifatnya yang profesional itu, maka pelayanan

profesi yang dimaksud haruslah dilaksanakan oleh tenaga yang benar-

benar dipercaya untuk menghasilkan tindakan dan produk-produk

pelayanan dalam mutu yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan

profesi yang terpadu dan sinambung dalam rangka

pengembangan/pembinaan trilogi profesi merupakan sarana, dasar dan

esensial untuk menyiapkan pelaksana yang dimaksudkan itu. Lulusan

program pendidikan profesi diharapkan benar-benar menjadi tenaga

profesional handal yang layak memperoleh kualifikasi bermandat, baik

dalam arti akademik, kompetensi, maupun posisi pekerjaannya.

c. Pelayanan profesional yang dimaksudkan itu diakui secara sehat oleh

pemerintah dan masyarakat. Dengan kemanfaatan yang tinggi dan

dilaksanakan oleh pelaksana yang bermandat, pemerintah dan masyarakat

tidak ragu-ragu mengakui dan memanfaatkan pelayanan yang

dimaksudkan itu. Dalam bidang pendidikan, peraturan perundangan telah

secara umum menyatakan pentingnya keprofesionalan tenaga pendidik,

yang selanjutnya mudah-mudahan dilanjutkan dengan pengakuan yang

sehat atas lulusan Pendidikan Profesi Pendidik dan pelayanan yang mereka

praktikkan. Demikian juga masyarakat diharapkan memberikan pengakuan

secara tehnik" melalui pemanfaatan dan penghargaan yang tinggi atas

profesi pendidik tersebut.

7

Page 10: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB III

TRILOGI PROFESI KONSELOR

Dikuasainya dan diterapkannya trilogi profesi konselor merupakan kunci

bagi suksesnya profesionalisasi bidang konseling. Seluruh upaya dalam gerakan

profesionalisasi tersebut di arahkan kepada pembinaan konselor yang benar-benar

menguasai trilogy profesi konselor dan terandalkan dalam penerapannya.

A. KONSELOR SEBAGAI PENDIDIK

Menurut peraturan perundangan, keterkaitan konselor dengan pendidik

dapat dilihat pada pasal/ayat aturan perundangan berikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, nwsyarakat, bangsa dan negara (UU

No. 20/2003 Pasal 1 Butir 1).

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,

dosen, konselor) pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,

dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi

dalam menyelenggarakan pendidikan (UU No. 20/2003 Pasal I Butir 6).

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai basil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakai terutama bagi pendidik pada perguruan

tinggi (UU No. 20l2003 Pasal 39 Ayat 2).

Dari kutipan di atas amatlah jelas bahwa konselor adalah pendidik,

setara dengan jenis jenispendidik lainnya, seperti guru, dosen, widyaiswara,

dan lain-lain yang tentu saja dikenai oleh tugastugas fungsional berkenaan

dengan kegiatan pendidikan pada umumnya, tugas fungsional pokok dan

mendasar bagi scmua pendidik sebagaimana tercantum dalam aturan

perundangan itu adalah kegiatan berkenaan dengan :

8

Page 11: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Belajar dan pembelajaran

Pembimbingan

Pelatihan

Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (khustis untuk pendidik di

perguruan tinggi).

Dengan demikian amat jelas pula bahwa tugas semua pendidik, tidak

hanya guru, tidak terkecuali konselor, adalah melakukan kegiatan atau

pelayanan kepada peserta didik agar peserta didik itu melakukan kegiatan

belajar dan mengikuti proses pembelajaran, serta pembimbingan dan/atau

pelatihan yang diselenggarakan oleh pendidik. Apabila pada ayat tentang

pengertian pendidikan yang dikutip di atas disebut "agar peserta didik secara

aktif mengeinbangkan potensi dirinya", hal itupun hanya bisa dicapai melalui

kegiatan belajar dan proses pembelajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan

yang dijalani oleh peserta didik. Lebih jauh, apabila pada ayat tersebut

dikemukakan (peserta didik) "memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan ",

itupun pencapaian hanya bisa melalui kegiatan dan pembelajaran

pembimbingan dan/atau pelatihan. Kegiatan pembimbingan yang menjadi

tugas semua pendidik, tidak hanya konselor, tidak lain adalah untuk

memperkuat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar dan menjalani

proses pembelajaran pembimbingan dan/atau pelatihan. Apa yang

dimaksudkan oleh peraturan perundangan itu sesuai dengan kaidah pokok

keilmuan pendidikan yang menyatakan bahwa tidak ada pendidikan tanpa

kegiatan belajar dan proses pembelajaran, atau dengan kata-kata lain:

pendidikan hanya dapat terselenggara melalui kegiatan belajar dan proses

pembelajaran yang dijalani/diikuti oleh peserta didik.

Dengan pengertian tersebut di atas, konselor sebagai pendidik,

sebagaimana juga pendidik-pendidik lainnya, pastilah menanggung kewajiban

untuk mengembangkan situasi di mansngu peserta ini melakukan kegiatan

belajar dan mengikuti proses pembelajaran, serta mengikuti pembimbingan

dan/atau pelatihan yang diselenggarakan pendidik. Hal yang seringkali

dipersoalkan adalah, kalau semua pendidik berurusan dengan kegiatan belajar,

9

Page 12: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

proses pembelajaran pembimbingan dan/atau pelatihan terhadap peserta didik,

lalu apa beda antara jenis pendidik yang satu dengan yang lainnya? Inilah

pennasalahan yang orang sering menyebutnya sebagai konteks tugas dan

ekspektasi kinerja.

Kita lihat misalnya guru dan konselor. Memang perlu dipertanyakan

dan dijawab dengan tegas, apa konteks tugas dan dan ekspektasi kinerja

masing-masing bagi guru dan konselor; kalau tidak, akan muncul kerancuan

yang membingungkan dan bahkan menyesatkan. Ada orang yang menyatakan

bahwa di satu sisi guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks

layanan, sedangkan di sisi lain konselor tidak menggunakan materi

pembelajaran sebagai konteks layanan. Ini merupakan salah satu contoh

pernyataan yang membingungkan dan sekaligus agaknya menyesatkan.

Pertama, mengapa untuk guru disebutkan digunakan kata pembelajaran,

sedangkan konselor tidak, padahal semua pendidik, termasuk guru dan

konselor, berkewajiban menyelenggarakan proses pembelajaran? Apakah ini

bukan penyesatan terhadap nuokim aturan perundangan tersebut di atas?

Kedua, mengapa hanya guru yang disebutkan menggunakan materi

pembelajaran, dan apakah konselor tidak menggunakan materi pembelajaran

tertentu dalam membelajarkan peserta didik (dalam hal ini klien)? Kalau tidak

ada materi pembelajaran yang digunakan konselor, konselor menggunakan

apa? Materi layanan konselingnya apa? Apakah layanan konseling bukan

layanan pembelajaran dan materi yang ada di dalamnya bukan materi

pembelajaran? Pertanyaan-pertanyaan tersebut timbal karena adanya konsep

yang membingungkan. Ketiga, mungkin orang yang mengemukakan

pernyataan tersebut mengira bahwa "materi pembelajaran" yang dimaksudkan

undang-undang wujudnya hanyalah materi pelajaran seperti Fisika, IPS, IPA.

Matematika di SD, SMP, SMA dan sebagainya. Kalau itu maksudnya,

memang benar bahwa itu adalah materi pembelajaran sebagai bentuk tugas

guru, bukan konselor. Tetapi, apakah materi pembelajaran yang dimaksudkan

oleh undang-undang hanya berupa materi-materi pelajaran sekolah-sekolah

seperti itu saja? Sesungguhnyalah, materi pembelajaran dapat berupa segala

sesuatu yang layak dan dapat dipelajari oleh peserta didik, tidak hanya materi

10

Page 13: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

pelajaran di sekolah. Materi kemampuan mengenal diri, sikap, kebiasaan dan

keterampilan belajar, pengembangan bakat dan minat serta pilihan karir, dan

lain sebagainya, semunya merupakan, materi yang perlu dipelajari oleh peserta

didik melalui kegiatan belajar dan proses pembelajaran yang dijalani peserta

didik melalui hubungannya dengan pendidik.

Apa yang dibedakan orang tentang konteks tugas guru dan konteks

tugas konselor seperti tersebut di atas, ternyata justru membingungkan dan

tidak mencapai sasaran sebagaimana diinginkan. Sebenarnya secara lebih

mudah, perbedaan antara konteks tugas guru dan konteks tugas konselor dapat

dilihat dari dua hal yaitu (a) materi pembelajaran, dan (b) cara pembelajaran.

Metode pembelajaran oleh guru adalah materi pembelajaran bidang studi yang

diselenggarakan dengan cara mengajar, sedangkan materi pembelajaran

konselor adalah pengembangan kemampuan pribadi, penyesuaian diri, sikap

dan kebiasaan belajar, pilihan karir, dsb. Dengan cara seperti itu apa yang

dimaksud dengan konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dan konselor

menjadi jelas. Uraian selanjutnya tentang perbandingan antara konteks tugas

dan ekspektasi kinerja guru dan konselor, keduanya sebagai pendidik

profesional, dapat dibaca pada pembahasan tentang trilogi profesi.

Lebih jauh, peraturan perundangan menyebutkan:

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai

agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (PP No. 1912005 Pasal 28

Butir 1).

Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

a. Kompetensi pedagogik

b. Kompetensi kepribadian

c. Kompetensi profesional

d. Kompetensi sosial (sda. Pasal 28 Ayat 3)

Dengan tegas, peraturan mengemukakan bahwa pendidik merupakan

agen pembelajaran, artinya pendidik sebagni pengajar, pendorong dan

pembangkit motivasi belajar pescau didik dalam kegiatan mandiri maupun

11

Page 14: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

melalui proses pembelajaran, pembimbingan/pelatihan yang dikelola oleh

pendidik. Dengan demikian adalah menjadi tugas pendidik, termasuk

konselor, untuk tidak bosan-bosannya, didasari oleh motivasi altruistik,

mengupayakan agar peserta didik belajar dan menjalani proses pembelajaran

pembimbingan/pelatihan dengan sepenuh daya untuk pengembangan dirinya

secara optimal. Untuk itu pendidik perlu memiliki kompetensi yang

dikategorikan sebagai kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan

sosial. Permendiknas No. 27/2008 tentang SKAKK secara jelas merinci unsur-

unsur keempat kategori kompetensi itu bagi konselor, yang adalah pendidik.

B. KOMPONEN TRH OGI PROFESI KONSELOR

1. Ilmu Pendidikan

Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari

keseluruhan kinerja profesionalnya dalam bidang pelayanan konseling, karena

konselor digolongkan kedalam kualifikasi pendidik, dan oleh karenanya pula

dikateorikan akademik seorang konselor pertama-tama adalah Sarjana

Pendidikan. Dengan keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik

kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta

didik (sebagai sasaran pelayanan konseling) dan memahami seluk beluk

proses pembelajaran yang akan dijalani peserta didik (dalam hal ini klien)

melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses konseling tidak lain

adalah proses pembelajaran yang dijalani oleh sasaran layanan (klien) bersama

konselornya. Dalam arti yang demikian pulalah, konselor sebagai pendidik

diberi label juga sebagai agen pembelajaran.

2. Substansi Profesi Konseling

Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor membangun

substansi profesi konseling yang meliputi objek praktis spesifik profesi

konseling, pendekatan, dan teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi,

serta kaidah-kaidah pendukung yang diambil dari bidang keilmuan lain.

Semua subtansi tersebut menjadi isi dan sekaligus fokus pelayanan konseling.

Secara keseluruhan substansi tersebut dikemas sebagai modus pelayanan

konseling. Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling

12

Page 15: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

adalah kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan

konseling adalah (a) kondisi KES yang dikehendaki untuk dikembangkan, dan

(b) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Dengan

demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam

pengembangan KES dan penanganan KES-T.

Kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat diwujudkan oleh individu

setiap scat, di sembarang tempat dan pada berbagai kondisi dalam kehidupan

individu, yaitu di dalam keluarga, dalam hubungan sosial, kegiatan

pendidikan, karir, keagamaan, politik, ekonomi, seni budaya, olahraga, dan

lain-lain, serta dalam kehidupun pribadi individual yang paling menyendiri

sekalipun. KES itu terselenggara dalam suasana sadar tujuan, nyaman dun

menyegarkan, merangsang dan menantang timbulnya rasa bahagia dan

suasana positif lainnya, didukung kompelensi dan perencanaan yang memadai,

dan diwarnai oleh suasana moral sosial-spiritual/religius yang sesuai dan/afittj

diharapkan. Sebaliknya, dalam kondisi tertentu, individu jugs dimungkinkan

berada dalam kondisi kehidupan "efektif sehari-hari" yang terkendala (KES-

T). Dalam kondisi KES-T (terganggu, terhambat, tersakiti, terugikun,

terzalimi, ternoda, tersingkir, dan lain-lain) individu mengalami kesulitan,

kesusahan, kekurangun, ketidakwajaran, kecewa, dan suasana-suasana lain

yang membuatnya tidak bahagia, tidak berdaya, tidak berani, tidak menepati

peraturan, dan berbagai suasana lain yank tidak diinginkan. Kondisi KES-T itu

ditandai oleh saluh satu atau lebih gejala rasa aman terganggu, kompetensi

tidak memadai dan/atau tidak teraplikasikan, aspirasi terlalu tinggi atau terlalu

rendah, semangat terdegradasi, dan kesempatan yang ada terbuang sia-sia.

Kondisi KES itulah yang diharapkan dominan ada ataupun terjadi dan

diterjadikan oleh individu sepanjang hidupnya. Dalam pada itu, KES-T yang

terjadi mestilah ditangani segera agar tidak berlarut-larut atau bahkan

menimbulkan KES-T – KES-T baru, dan agar kondisi KES terjelang kembali.

Arah yang diharapkan adalah, individu yang bersangkutan mampu

memperkembangkan dan niciii terjadi-kan kondisi KES pada dirinya sendiri,

sekaligus aspek-aspek positifnya terimbaskan kepada lingkungan sekitarnya.

Lebih jauh, adalah sangat menggembirakan apabila kondisi KES-T yang

13

Page 16: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

dialami individu (a) tidak mengimbaskan hal-hal negatif kepada lingkungan,

b) dapat diatasi oleh individu itu sendiri, dan (c) dapat dimanfaatkan oleh

individu itu untuk memperkuat dan lebih mendorong kemampuan dan

terjadinya KES pada dirinya. Itulah yang dimaksud dengan kemandirian

positif dinamis. Demikianlah objek praktis spesifik profesi konseling, yaitu

pengembangan kemampuan KES dan penanganan kondisi KES-T individu

pada segenap aspek kehidupan dan tahap perkembangannya menuju

kemandirian positif-dinamis dirinya.

14

Page 17: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB IV

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONAL KONSELOR

Pembinaan konselor yang benar-benar profesional dilakukan melalui

program pendidikan dua jenjang bersinambungan, yaitu program pendidikan

Sarjana (S-1) Konseling dan lanjutanya program Pendidikan Profesi Konselor.

Program-program pendidikan ini sudah memperoleh landasan formal yang

mantap, yaitu Dasar Standardisasi Profesi Konseling (DSPK), dan kemudian

Permendikas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akadetnik dan Kompetensi

Konselor, dengan tetap mendasarkan diri pada peraturan perundangan terdahulu

yang telah ada.

A. POLA UMUM PENDIDIKAN

Memperhatikan ketentuan dan arah keprofesian konselor sebagaimana

dikemukakan di atas, pendidikan profesional (calon) konselor disusun dalam

dua tingkat program pendidikan yang sinambung, yaitu program Pendidikan

Sarjana (S-1) Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor, yang

struktur, digambarkan sebagai berikut.

B. PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA (S-1) KONSELING

Program Sarjana (S1) Konseling merupakan dasar bagi program

Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Dalam hal ini terpenuhilah

kesinambungan linear antara program Pendidikan Sarjana (S1) Konseling dan

program Pendidikan Profesi Konselor. Keterkaitan ini seharusnyalah sungguh-

sungguh signifikan yang secara keseluruhan menyangkut karakteristik dan

trilogi profesi konselor. Substansi program Pendidikan Sarjana dan

Pendidikan Profesi konselor sepenuhnya berada, di dalam, kawasan trilogi

profesi yang dipuncaki oleh praktik profesi untuk sasaran pelayanan.

1. Visi dan Misi

Visi dan misi umum, program Pendidikan Sarjana Konseling

adalah sebagai landasan bagi tersedianya calon konselor profesional yang

memenuhi karakteristik dun trilogi profesi konselor demi kemartabatan

profesi; calon konselor ini diproyeksikan untuk melanjutkan studi kr

15

Page 18: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

program PPK yang nantinya mampu menyelenggarakan pelayanan profesi

konseling di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, dan di masyarakat

luas.

Misi khusus program Pendidikan Sarjana Konseling adalah

menyiapkan sarjana calon konselor yang memiliki kemampuan akademik

kesarjanaan pada umumnya, khususnya yang mendasari kualifikasi dan

kompetensi profesi konselor setelah tamatan program sarjana konseling itu

menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor nantinya.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Program Pendidikan Sarjana (S1) Sarjana bertujuan untuk

menghasilkan Sarjana Pendidikan calon konselor yang mempunyai

kemampuan akademik sarjana yang mendasari kualifikasi dan

kompetensi konselor profesional.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus Program Pendidikan Sarjana (N 1) Konseling

adalah untuk menghasilkan :

1) Sarjana Pendidikan bidang konseling yang menguasai kemampuan

dasar kesarjanaan dithun rangka karakteristik profesi dan trilogi

Imstro konselor. Secara khusus, kemampuan sarjana konseling ini

diorientasikan pada dasar-dasar keilmuan dan teknologi pelayanan

konseling serta wawasan dinamis operasional tentang keberadaan

dan kondisi lapangannya pada setting jalur, jenis, dan/atau jenjang

satuan pendidikan yang relevan serta setting di luar persekolahan.

2) Sarjana konseling yang memenuhi persyaratan dasar untuk

mengikuti program Pendidikan Profesi Konselor (Strata Satu

Sp. 1).

3) Sarjana yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti program

pendidikan Magister dalam bidang tertentu, terutama bidang

pendidikan.

16

Page 19: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

3. Kompetensi dan Kewenangan Lulusan

a. Kompetensi Lulusan

(a) Kompetensi kepribadian

(b) kompetensi pedagogic

(c) kompetensi profesional

(d) kompetensi sosial.

b. Kewenangan Lulusan:

1) Sarjana konseling berwenang memasuki dunia kerja sebagaimana

pemegang ijasah Sarjana lainnya, baik untuk instansi negeri

maupun swasta, sesuai dengan formasi yang ada utamanya di

bidang kependidikan.

2) Sarjana konseling berwenang melanjutkan studi pada program

Pendidikan Profesi Konselor (PPK) sesuai dengan persyaratan

yang berlaku.

3) Sarjana konseling berwenang melanjutkan studi pada program

pendidikan magister (S2) bidang konseling, kependidikan atau

non-kependidikan sesuai dengna persyaratan yang berlaku.

4. Perlengkapan

Penyelenggaraan program sarjana konseling ditunjang oleh

berbagai perlengkapan, terutama sebagai berikut:

a. Ruang kuliah, seminar, pengelola, dosen, dan administrasi, serta

perlengkapannya.

b. Perpustakaan.

c. Laboratorium beserta perangkat keras dan lunak masing-masing

sesuai dengan materi trilogi profesi konseling.

d. Tempat dan fasilitas pengenalan/orientasi lapangall untuk

pengembangan wawasan aplikatif aspek-aspek keilmuan dan

teknologi substansi kurikulum, terutama pada lingkungan pendidikan

dasar dan menengah.

17

Page 20: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

C. PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KONSELOR (PPK)

Program Pendikan Profesi Konselor (PPK) merupakan kelanjutan

langsung dari program Sarjana (S1) Konseling Kesinambungan (linear) antara

program Pendidikan Sarjana (S1) Konseling dan program PPK merupakan

keterkaitan yang sungguh-sungguh signifikan menyangkut keseluruhan

karakteristik profesi dan trilogi profesi konselor. Substansi program PPK

sepenuhnya berada di dalam kawasan trilogi profesi yang sudah diawali

pembinaan dasar-dasarnya pada pendidikan program Sarjana (S-1) Konseling.

Secara menyeluruh program PPK didasarkan pada ketentuan resmi tentang

pendidikan profesi sebagai berikut:

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program

sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan

persyaratan keahlian khusus. (UU No. 2012003 Penjelasan Pasal 15).

1. Visi dan Misi

Visi dan misi umum program PPK adalah tersedianya konselor

profesional bergelar Konselor (disingkat Kons.) yang memenuhi semua

karakteristik profesi dalam rangka trilogi profesi konselor demi kemartabatan

profesi bagi terselenggaranya pelayanan konseling di semua jalur, jenis dan

jenjang pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, serta

pelayanan konseling di luar satuan-satuan pendidikan.

Misi khusus program PPK adalah menyiapkan konselor profesional

bergelar Konselor (Kons.) yang memiliki kualifikasi dan menguasai secara

penuh kompetensi konselor sebagaimana tercantum di dalam Permendiknas

No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor

(SKAKK).

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Program PPK bertujuan untuk menghasilkan konselor profesional

yang bergelar Konselor (Kons.) yang mampu menyelenggarakan praktik

profesi konseling bermartabat di berbagai setting persekolahan, perguruan

tinggi dan msayarakat luas.

18

Page 21: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus program PPK adalah untuk menghasilkan :

1) Tenaga profesional yang bergelar Konselor (Kons.) yang

menguasai sepenuhnya standar kompetensi konselor dalam rangka

karakteristik profesi dan trilogi profesi konselor. Secara khusus,

kemamnpuan konselor ini diorientasikan pada standar kompetensi

konselor sebagaimana tertuang di dalam Permendiknas

No. 27/2008 tentang standar Kompetensi Akademik dan

Kompetensi konselor.

2) Konselor yang memenuhi persyaratan dasar untuk menjalankan

praktik-praktik konseling profesi konseling pada setting

persekolahan, perguruan tinggi dan di luar persekolahan, serta

berpraktik pribadi (private).

19

Page 22: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB V

LAPANGAN PRAKTIK PELAYANAN

PROFESIONAL KONSELOR

A. MODUS PELAYANAN KONSELING

Modus pelayanan konseling merupakan bentuk proses, pembelajaran

yang diselenggarakan oleh konselor yang terkandung di dalamnya jenis

layanan konseling, kegiatan pendukung, tahapan operasional, format

pelayanan yang secara menyeluruh disusun/ direncanakan oleh konselor demi

suksesnya pelayanan tersebut untuk kepentingan satuan layanan.

1. Jenis Layanan

Sebagaimana telah disinggung terdahulu, ada Sembilan jenis layanan

konseling yang dapat digunakan pada semua setting pelayanan., dalam

wilayah persekolahan maupun di luar persekolahan, yaitu:

a. Layanan Orientasi

b. Layanan Informasi

c. Layanan Penempatan dan Penyaluran

d. Layanan Penguasaan Konten

e. Layanan Konseling Perorangan

f. Layanan Bimbingan Kelompok

g. Layanan Konseling Kelompok

h. Layanan Konsultasi

i. Layanan Mediasi

Sebagai metode dan cara-cara pelayanan terhadap klien, jenis

jenislayanan tersebut di atas merupakan "kekayaan" konselor yang sewaktu-

waktu dapat dikeluarkan dan diterapkan dalam praktik pelayanan

profesionalnya. Masingmasing jenis layanan itu dapat secara sendiri-sendiri

ataupun juga secara eklektik digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

klien.

2. Jenis Kegiatan Pendukung

a. Aplikasi instrumentasi

b. Himpunan Data

20

Page 23: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

c. Konferensi Kasus

d. Tampilan Kepustakaan

e. Kunjungan Rumah

f. Alihtangan Kasus

Dari sejumlah kegiatan pendukung itu, yang sedapatdapatnya tidak

perlu dilakukan adalah "alih tangan kasus", dalam arti konselor benar-benar

mampu menyelenggarakan pelayanan yang benar-benar berhasil sesuai dengan

kebutuhan klien yang memerlukan bantuan. Itu tidaklah berarti bahwa adalah

sesuatu yang tahu bagi konselor untuk mengalihtangankan kasus kepada ahli

yang berwenang. terlebih-lebih lagi apabila konselor mengingat "daerah

larangan" untuk menggarapnya, yaitu kondisi sasaran layanan (klien) yang

terkait dengan penyakit (penyakit fisik dan mental), kriminal, keabnormalan

akut, ilmu hitam seperti guna-guna dsb, serta peredaran narkoba. Aplikasi

kegiatan pendukung sangat tergantung pada kondisi jenis layanan yang

digunakan oleh konselor dalam melayani kliennya.

3. Tahapan Operasional

Pelayanan terhadap sasaran layanan tidaklah melalui kegiatan yang

sifatnya acak, melainkan mengiktui aturan serangkaian tahapan yang

terencana dan sistematis dengan mengikuti secara sungguh-sungguh:

a. Perencanaan berdasarkan kebutuhan

b. Pendayagunaan semua kekuatan seumber daya seacra efektif dan efisien

c. Pengelolaan kegiatan berbasis kinerja; dengan menerapkan standar

prosedur operasional (SPO) jenis layanan dan/atau kegiatan pendukung

yang bersangkutan

d. Prinsip, asas, dan kode etik profesi

e. Peduli atas hasil layanan, dan motivasi altruistik konselor

Aplikasi tahapan operasional pelayanan konseling itu terkait langsung

kondisi dan kebutuhan sasaran layanan yang menjadi fokus pelayanan

konseling itu sendiri.

4. Format Layanan

Kegiatan pelayanan konseling terhadap sasaran layanan yang di

dalamnya memuat jenis-jenis layanan konseling, kegiatan pendukung, dan

21

Page 24: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

tahapan oeprasional dapat terlaksana dalam bentuk satuan layanan menurut

bentuk atau format sebagai berikut:

a. Format Individual, yaitu format layanan konseling yang diaplikasikan

secara langsung kepada satu orang klien.

b. Format Kelompok, yaitu format layanan konseling yang diaplikasikan

dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

c. Format Klasikal, yaitu format layanan konseling dalam suasana kelas yang

diikuti oleh sejumlah sasaran layanan

d. Format Lapangan, yaitu format layanan konseling dengan menggunakan

unsur-unsur ataupun objek-objek yang ada di lapangan, di luar kelas.

e. Format Komunikasi Khusus, yaitu cars khusus yang ditempuh konselor

dengan menghubungi pihak-pihak terkait yang dapat memberikan

kemudahan tertentu berkenaan dengan penanganan permasalahan klien

f. Format Jarak Jauh, yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan melalui

komunikasi jarak jauh antaia konselor dan sasaran layanan, seperti

menggunakan Surat, telepon, handphone, atau bahkan fasilitas

teleconference.

B. PELAYANAN KONSELING DI SEKOLAH/ MADRASAH

1. Pelayanan Konseling dalam Kurikulum: KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan

kurikulum pendidikan yang diberlakukan untuk setiap satuan pendidikan

(sekolah/madrasah) yang didasarkan pada Peraturan Materi Pendidikan

Nasionul Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah serta Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Yaitu

komponen mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri.

Komponen pengembangan diri terdiri dari dua sub-komponen, yaitu

pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler.

Dengan demikian, komponen KTSP pada satuan pendidikan

dianggap lengkap apabila meliputi seluruh komponen mata pelajaran

muatan local, pelayanan konseling, dan kegiatan ekstra kurikuler.

22

Page 25: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Lebih jauh, tenaga pengampu masing-masing komponen KTSP

telah pula ditentukan. Mata pelajaran dan muatan local diampu oleh guru,

pelayanan konseling diampu oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler

diampu oleh Pembina khusus yang masing-masing memiliki kewenangan

dan kemampuan dalam bidang yang diampunya itu. Pada era

profesionalisasi, para pengampu diampunya. Pada era profesionalisasi,

para pengampu bidang-bidang yang dimaksud haruslah mereka yang

benar-benar professional dalam bidangnya. Dalam kaitan ini pelayanan

konseling yang merupakan salah satu pokok isi komponen KTSP, haruslah

diampu oleh tenaga professional yang disebut konselor.

Memenuhi trilogi profesinya konselor menguasai kaidah-kaidah

keilmuan pendidikan sebagaimana juga dikuasai oleh guru. Dalam kaidah-

kaidah keilmuan pendidikan inilah konselor dan guru, dan juga para

pendidik lainnya bertemu. Konselor dan guru sama-sama sebagai agen

pembelaiaran bagi para siswa dalam KTSP.

2. Pengelolaan Pelayanan Konseling Berbasis Kinerja

Pengelolaan kegiatan pelayanan konseling pada satuan kerja

(misalnya di sekolah/madrasah) diselenggarakan dengan pola pengelolaan

berbasis kinerja dengan pengawasan/pembinaan yang efektif baik dari

pihak interen maupun eksteren sekolah/madrasah.

a. Kinerja Konselor

Pengelolaan pada dasarnya terfokus pada empat pilar kegiatan,

yaitu perencanaan (planning-P), pengorganisasian (organizing-0),

pelaksanaan (actuating-A), dan pengontrolan (controlling-C).

Pengelolaan berbasis kinerja mendasarkan pelaksanaannya pada

kinerja konselor berkenaan dengan POAC penyelenggaraan pelayanan

konseling terhadap sasaran pelayanan yang menjadi tanggung

jawabnya. Arah POAC adalah :

C. LAYANAN KONSELING DI LUAR SEKOLAIV MADRASAH

Setting pelayanan konseling di luar persekolahan cukup, bervariasi

dan semuanya merupakan lahan yang sangat prospektif bagi Konselor

untuk berkarya dan mendarma baktikan pelayanan fungsionalnya kepada

23

Page 26: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

masyarakat luas. Sebagai pola pelayanan pada setting persekolahan, pada

berbagai setting yang lain pun, semua modus pelayanan konseling di atas,

disertai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologinya dapat diterapkan

sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sasaran layanan masingmasing,

1. Konseling dalam Keluarga

Konselor dapat menyelenggarakan praktik pelayanan konseling

terhadap anggota kelurga fang memerlukannya, menurut bidang

layanan konseling dan menggunakan aspek-aspek modus pelayanan

konseling, yang tepat. Dalam kondisi yang lebih jauh, peranan

Konselor dalam keluarga dapat berposisi sebagai "Konselor Keluarga".

2. Konseling dalam Instansi/ Lembaga Kerja

Pelayanan konseling dalam instansi pada umumnya dilaksanakan

terhadap individu dewasa atau karyawan dengan pennasalahan karir.

Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan anggota keluarga dari

para karyawan yang dimaksud juga memerlukan pelayanan konseling.

Dalam kaitan itu, Konselor yang berpraktik pada instansi/ lembaga

dapat berposisi sebagai "Konselor Instansi/Lembaga bahkan bisa

dengan status pegawai negeri.

3. Konseling dalam Organisasi/ Lembaga Kemasyarakatan

Pelayanan konseling dalam organisasi kemasyarakatan seringkali

sifatnya tidak permanen dan sangat tergantung pada pimpinan

organisasi tersebut. Sedangkan dalam lembaga kemasyarakatan, seperti

panti asuhan, sifatnya bisa relatif lebih permanen.

4. Konseling di Perguruan Tinggi

Secara struktur kelembagaan perguruan tinggi lebih banyak

persamaannya dengan sekolah/ madrasah; yang sangat berbeda adalah

peserta didiknya, yaitu mahasiswa yang seluruhnya adalah orang

dewasa. Oleh karenanya, penyelenggaraan pelayanan konseling di

perguruan tinggi pada umumnya sejalan dengan apa yang dapat

terselenggara di sekolah/madrasah, sesuai dengan sasaran individu

yang telah dewasa.

24

Page 27: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

5. Kegiatan Pelayanan Konseling Mandiri (Privat)

Kegiatan pelayanan konseling privat benar-benar merupakan

kewenangan khas bagi para lulusan program PPK dengan gelar profesi

Konselor (Kons.) Kedudukan dan sifat kegiatan pelayananan privat

profesi konseling itu kurang lebih sama dengan praktik privat para

dokter. Untuk ini Konselor memerlukan izin praktik yang dikeluarkan

oleh organisasi profesi konseling.

25

Page 28: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB VI

PERAN ORGANISASI PROFESI

KONSELING

Perlunya organisasi profesi, dalam hal ini profesi kosneling, menjadi salah

satu karakterisiik adanya suatu organisasi profesi. Organisasi ini menghimpun

orang-orang dengan profesi yang sama, dan di dalam kesamaan itulah mereka

bersama-sama bersatu padu melakukan berbagai upaya agar profesi yang mereka

panggul itu berguna bagi kehidupan, bagi kehidupan mereka sendiri, dan terlebih

lagi bagi orang lain yang menjadi sasaran layanan, serta kemaslahatan kehidupan

pada umumnya.

Orientasi utama kehidupan organisasi profesi itu, apalagi yang amat peduli

dengan salah satu karakteristik profesi itu sendiri, yaitu sifat pelayanannya yang

didasarkan pada motivasi altruistik, adalah bagaimana supaya profesi itu benar-

benar berkembang, memenuhi segala macam karakteristik kemantapan triloginya,

serta kemartabatannya. Untuk itu, organisasi profesi pada umumnya berpegang

pada apa yang disebut Iridartwi organisasi profesi, yaitu :

1. Ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi

2. Meningkatkan mutu pelayanan kepada sasaran layanan

3. Menjaga kode etik profesi

Berkenaan dengan organisasi profesi konseling, tridarma tersebut di atas

tentulah difokuskan kepada pelayanan konseling dengan keenam karakteristik,

trilogi profesi dan kemartabatan sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Dalam,

kaitan itu, organisasi profesi konseling memberikan masukan dan sokongan yang

sifatnya konstruktif kepada pihak-pihak pemeran utama pengembangan ilmu dan

teknologi konseling, dalam hal ini pergunian finggi. Di lapangan praktik

pelayanan profesi, pada berbagai setting persekolahan dan di luar persekolahan,

organisasi profesi mendorong para pelaksana di lapangan dan lembagalembaga

yang terkait untuk secara terus menerus meningkatkan pelayanan profesional

mereka. Berbagai program pelatihan, penataran dan kegiatan dalam jabatan

lainnya dengan tujuan peningkatan mutu pelayanan kepada sasaran layanan,

didorong terlaksananya. Dalam pada itu, penegakan kode etik profesi dikawal

26

Page 29: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

dengan baik agar tidak dilanggar, sehingga pelayanan profesi tidak dicemari oleh

praktik yang melanggar (kegiatan malapraktik). Dalam hal itu, kemartabatan

profesi perlu dijaga dan dilestarikan.

Di samping memfokuskan diri pada kegiatan tridarma itu, organisasi

profesi jugs melayani anggotanya dari sisi kesejahteraan kehidupan bersama

dalam, organisasi, serta dalam perlindungan hukum untuk kelancaran kegiatan

profesi dan keamanan para anggota dalam bekerja, dalam pengabdiaannya kepada

masyarakat.

27

Page 30: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB VII

LANGKAH STRATEGIS

Berbagai hal telah diuraikan sejak latar belakang, arah dan upaya

pengembangan tenaga profesional sampai dengan bentuk praktik pelayanan

profesi konseling di berbagai setting. Untuk terpenuhinya semua karakteristik

profesi, trilogi profesi, dan kemartabatan profesi konseling, berbagai upaya, dan

bahkan per uangan masih perlu ditempuh, dengan arah yang jelas, dan dengan

kegiatan yang konkrit. Upaya tersebut, berdasarkan dan search dengan peraturan

yang berlaku, terutama yang terfokus pada:

Dasar Standardisasi Profesi Konseling (DSPK)

Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Permendiknas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Konselor

Langkah-langkah tenarah dan konkrit terutama tertuju untuk memenuhi

amanat Permendiknas No 27/2008 itu, khususnya Kktum yang menyatakan

bahwa:

Kualifikasi akademik Konselor dalam satuan pendidikan pada jalur

pendidikan formal dan nonformal adalah :

(1) Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling

(2) Berpendidikan profesi konselor

Penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya ntempekerjakan

konselor wajib menerapkan Standar kualifikasi akademik dan Kompetensi

Konselor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri paling lambat 5

tahun setelah Peraturan Menteri ini berlaku.

Pemenuhan terhadap amanat tersebut secara khusus difokuskan untuk

memenuhi kebutuhan akan tenaga konselor di sekolah/ madrasah dan perguruan

tinggi. Untuk itu sangat perlu dan mendesak diperkuatnya jurusan/program studi

di LPTK, yaitu jurusan/program studi Sarjana (S-1) Bimbingan dan Konseling

serta program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) sebagai penghasil tenaga

konselor, yaitu pemegang gelar profesi Konselor (Kons) sesuai dengan

Permendiknas tersebut. Selanjutnya para pemegang gelar profesi konselor tersebut

28

Page 31: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

diangkat menjadi tenaga pendidik profesional pelaksana pelayanan konseling di

sekolah/madrasah dan perguruan tinggi.

Setidak-tidaknya ada tiga pokok langkah strategic yang perlu ditempuh

dalam rangka memenuhi amanat Permendiknas No 27/2008, yaitu:

1. Memperkuat kedua tingkat program pendidikan profesional konselor, yaitu

program Sarjana (S-1) Konseling dan program Pendidikan Profesi

Konselor, melalui kegiatan:

a. Memperkuat Kurikulum Program Sadana (S-1) Konseling sebagai

dasar kemampuan akademik yang diikuti para mahasiswa calon

konselor, yang kemudian mereka melajutkan studi ke program PPK

b. Meningkatkan kualifikasi dosen program Sarjana (S-1) Konseling

untuk memperkuat mutu pendidikan jenjang akademik calon tenaga

profesional konselor itu, dengan jalan :

1) Menempuh studi lanjut untuk memperoleh kualifikasi Magister

Pendidikan (sedapat-dapatnya dalam bidang konseling)

2) Mengikuti program PPK untuk memperoleh keterampilan keahlian

konseling sebagai penyandang gelar profesi Konselor (Kons).

Kesempatan ini diperoleh dosen-dosen jurusan/program studi BK

melalui beasiswa dari pemerintah (Dikti) untuk mengikuti program

PPK.

c. Memberikan kesempatan kepada jurusan/ program studi Sarjana (S-1)

Bimbingan dan Konseling yang sampai sekarang masih off untuk di-

on-kan kembali, dan segera menyusun kurikulum sebagaimana

tersebut pada butir no La di atas dan meningkatkan mutu dosen-

dosenya melalui kegiatan sebagaimana tersebut pada butir no. Lb. 1)

dan 2) di atas.

d. Membuka program PPK di berbagai LPTK yang telah siap dengan

dosen-dosen yang berkualifikasi S2 (Magister Pendidikan, sedapat-

dapatnya dalam bidang konseling) dan bergelar profesi Konselor

(Kons.) tamatan PPK sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

29

Page 32: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

2. Memperkuat jajaran pelaksanaan pelayanan profesi konseling di sekolah/

madrasah dan perguruan tinggi, melalui kegiatan:

a. Menyusun perangkat peraturan yang menetapkan pelaksana pelayanan

konseling di sekolah/madrasah sebagai Konselor yang kedudukan dan

fungsinya setara dengan guru; demikian jugs tentang hak-hak dan

kewajibannya setara dengan guru.

b. Memberi kesempatan kepada Sarjana (S-1) Bimbingan dan Konseling

yang sudah beker a di sekolah/madrasah untuk melanjutkan studi

(dalam jabatan) ke jenjang pendidikan profesi, yaitu program PPK

dengan biaya dari pemerintah.

c. Memberikan kesempatan kepada para Sarjana (S-1) Bimbingan dan

Konseling untuk mengikuti program PPK (prajabatan) yang telah

dibuka di LPTK, dengan beasiswa dari pemerintah, dan mereka yang

telah menamatkan program PPK serta mendapat gelar profesi Konselor

(Kons.) segera diangkat menjadi konselor di sekolah/madrasah.

d. Mengangkat Konselor (Kons.) di perguruan tinggi untuk menangani

pelayanan konseling bagi para mahasiswa.

3. Memperkuat organisasi profesi konseling untuk:

a. Menyelenggarakan tridharma organisasi profesi konseling

b. Menerbitkan izin praktik bagi para penyandang gelar profesi Konselor

(Kons.) dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

c. Menyelenggarakan kegiatan keorganisasian lainnya untuk kemajuan

profesi konseling dan kepentingan anggota organisasi.

Makna Keterkaitan Antarkomponen

1. Lingkaran besar-lingkaran kecil, menjadi Satu

Makna Filosofis

- Makro-kosmos dan micro-kosmos menjadi satu.

- Manusia seutuhnya dan individu yang sedang berkembang menjadi

satu.

- Dua unsur yang ada, serasi menjadi satu.

30

Page 33: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Makna keprofesian

- Pendidikan dan konseling (yang mana konseling berada dalam

pendidikan), menjadi satu.

- Pendidik (konselor) dan peserta didik (klien) menjadi satu.

- Teori dan praktik (dalam pendidikan dan konseling), menjadi satu.

- Tujuan dan upaya pencapaiannya dalam pendidiakn dan konseling),

menjadi satu.

2. Garis vertical-garis mendatar, menjadi satu

Dalam konseling arah KES/KES-T dan solusinya bersesuaian, menjadi

satu.

Lingkaran budaya-nilai-moral dan kemandirian klien, bersesuaian dan

menjadi satu.

3. Keempat unsur menjadi satu

Dalam konseling kaidah-kaidah pendidikan dan koseling serta

kemanusiaan yang utuh dan individu yang sedang berkembang, menjadi

satu.

Dalam konseling unsur-unsur dan arak KES/KES-Tnya serta konselor dan

upaya pelayanannya, menjadi satu.

4. Gambaran logo psikologi

Sejumlah kaidah psikologi digunakan sebagai alat dalam konseling.

5. Logo konseling (secara menyeluruh)

Gambaran (visualisasi abstrak) tentang kegiatan konseling (sebagai upaya

pendidikan) yang melibatkan pelayanan konselor terhadap klien dengan

potensi dan arah KES/KES-T nya dalam kondisi lingkungan untuk tujuan

kemanusiaan seutuhnya.

Menyandang predikat  sebagai pekerja professional tidak mudah. Segala

yang melekat pada orang dan pekerjaannya menjadi tanggung jawab  penyandang

pekerjaan tersebut. Demikian halnya sebagai guru pembimbing professional maka

segala yang melekat pada guru pembimbing menjadi tanggungjawab professional

di pundak guru pembimbing. Ucapan dan  tindakannya menunjukkan komitmen

dalam mengembangkan pekerjaanya. Layanannya  benar-benar dilakukan secara

khusus dan akhli sesuai dengan bidangnya. Selanjutnya, pekerjaannya dilakukan

31

Page 34: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

atas dasar pengabdian terutama kepada pengguna jasa yang dalam hal ini

adalah para siswa. Dalam bekerja guru pembimbing dituntut pula menjalin

kerjasama dengan sejawat dan pihak-pihak terkait lain yang ada hubungannya

dengan pekerjaannya. Kode etik telah mengatur setiap ucapan dan  perilaku serta

kinerja. Ketidak sesuaian antara ketiga itu, sanksi proifesi akan menjemput.Agar

tuntutan professional ini tercapai maka kepada guru pembimbing senantiasa

dituntut   untuk selalu peduli dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi,peduli dengan perkembangan siswa yang menjadi subyek utama

layanan, sehingga layanannya menjadi tidak monoton. Di sisi lain, guru

pembimbing harus berani untuk tidak berhasil,terus berusaha menyempurnakan

layanan, terus melakukan evaluasi diri. Dengan demikian pada akhirnya akan

menunjukkan bahwa orang-orang yang tekunlah yang  dapat menjadi 

professional. 

Beberapa Istilah

Ada beberapa istilah yang patut dipahami sebelum sampai pada pembahasan

tentang profesionalisme guru pembimbing.Pertama, istilah profesi yang dimaksud

adalah, bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan  keahlian ( keterampilan,

kejuruan ) tertentu (  Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988:702). Selanjutnya,

istilah profesional pemikiran kita tidak akan lepas pada pekerjaan dan  komitmen

orang yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Danim, (dalam Sudarwan

2002:22) makna professional merujuk pada dua hal. Pertama, orang yang

menyandang suatu profesi. Orang yang professional biasanya melakukan

pekerjaan sesuai dengan keahliannya dan mengabdikan diri pada pengguna jasa

dengan disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Kedua,

kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan

profesinya. Jadi orang professional akan sangat berbeda dengan pekerja delitan

atau pekerja amatiran. Pekerja delitan artinya, memiliki suatu keterampilan

tertentu berdasarkan pengalaman atau mencontoh kepada orang lain. Sedankan

pekerja amatiran adalah orang-orang yang memiliki okupasi tertentu yang sangat

terampil namun tidak memiliki latar belakang ilmiah atau pembinaan yang

khusus. Para amatir dapat lahir karena turun-menurun, karena kondisi lingkungan,

dan atau  disebabkan karena hobi.   Mereka tidak memilki dasar-dasar ilmiah

32

Page 35: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

dalam mmelakukan pekerjaannya ( Tilaar, 2000:137) Selanjutnya

profesionalisme berasal dari bahasa Ingris yaitu professionalism yang secara

leksikal berarti sifat professional. Menurut Anwar Yasin (1997:35)

profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi

untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus

mengembangkan strategi-strategi yang digunakanna dalam melakukan pekerjaan

sesuai dengan profesinya itu. Terakhir,  istilah profesionalisasi merupakan proses

peningkatan kualifikasi atau kemampuan para angota penyandang suatu profesi

untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang

diinginkan oleh profesinya itu. Dengan demikian profesionalisasi mengandung

makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkaan kemampuan

praktis. Dua hal ini dalam implementainya,  dapat dilakukan melalui usah-usaha

untuk mencapai standar ideal bagi penyandag profesi sebagaimana  harapan 

profesinya seperti, penelitian, diskusi antar rekan profesi, membaca karya

akademik kekinian, dan sebagainya. Kegiatan belajar mandiri, mengikuti

pelatihan, studi banding, pengembangan pembelajaran/layanan,   observasi

praktikal, dan lain-lain menjadi bagian integral dari upaya profesionalisasi itu.

Jadi,  kemampuan professional adalah sebagai tingkat keahlian (kemahiran)

yang dipersyaratkan ( dituntut untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (jabatan)

yang dilakukan secara efesien dan efektif dengan tingkat kealian yang tinggi

dalam mencapai tujuan pekerjaan ( jabatan) tersebut. Untuk sampai kearah itu,

diperlukan  pendidikan spesialisasi tertentu yang diperoleh melalui suatu proses

( pada jenjang pendidikan tinggi). Seseorang hanya dapat diberikan kewenangan

untuk melakukan pekerjaan itu apabila ia berhasil mencapai standar kemampuan

minimum keahlian atau kemahiran yang diperyaratkan. Sebaliknya mereka yang

tidak mencapai standar itu, tidak akan diberikan kewenangan yang dimaksud.

Ciri-Ciri Jabatan Profesional

Menurut  Anwar Jasin ( dalam Dawam Raharjo, 1997:35), ada empat ciri jabatan

atau pekerjaan yang disebut professional.

Pertama, tingkat pendidikan spesialisnya menuntut seseorang

melaksanakan jabatan ( pekerjaan)-nya dengan penuh tanggung jawab,

kemandirian mengambil keputusan, mahir dan terampil dalam

33

Page 36: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

mengerjakan pekerjaannya. Biasnya pendidikan professional itu setingkat

spesilaisasi pendidikan tinggi.

Kedua, motif dan tujuan seseorang memilih jabatan ( pekerjaan) itu adalah

pengabdian kepada kemanusiaan, bukan imbalan kebendaan ( bayaran)

yang menjadi tujuan utama.

Ketiga, terdapat kode etik jabatan yang secara sukarela diterima menjadi

pedoman perilaku dan tindakan kelompok professional yang bersangkuan.

Jadi dalam mengerjakan pekerjaannya, kode etik itulah yang menjadi

standar moral perilaku anggotanya. Pelanggaran terhadap kode etik dapat

menyebabkan seseorang mendapat teguran dari pimpinan organisasi

profesinya , bahkan mungkin dipecat ( dikeluarkan) dari organisasi

professional tersebut.

Kempat, terdapat semangat kesetiakawanan seprofesi ( kelompok)

misalnya dalam bentuk tolong-menolong antara anggota-anggotanya, baik

dalam suka maupun dalam duka.

Selanjutnya Mulyani A. Nurhadi (2005:6) mengatakan bahwa  suatu jabatan dapat

termasuk kategori profesi apabila memenuhi stidak-tidaknya lima syarat yaitu:

1. Didasarkan atas sosok ilmu pengetahuan teoretik ( body of teoritical

knowledge)

2. Komitmen untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam

praktek secara otonom dan berkekuatan monopoli

3. Adanya kode etik profesi sebagai instrument untuk memonitor tingkat

ketaatan anggotaya dan system sanksi yang perlu diterapkan

4. Adanya organisasi profesi yang mengembangkan, menjaga, dan

melindungi profesi;

5. Sistem sertifikasi bagi individu yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan untuk dapat menjalankan profesi tersebut.

Melengkapi pengetahuan kita tentang ciri-ciri sebuah profesi, Tilaar

(2000:137) menyebutkan beberapa ciri para pekrja profesional adalah, (1)

Memiliki suatu keahlian khusus, (2) Merupakan suatu panggilan hidup, (3)

Memiliki teori-teori yang baku secara universal, (4) Mengabdikan diri untuk

masyarakat dan bukan untuk diri sendiri, (5) Dilengkapi dengan kecakapan

34

Page 37: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

diagnostic dan kompetensi yang aplikatif, (6) Memiliki otonomi dalam

melaksanaakan pekerjaaanya, (7) Mempunyai Kode etik, (8) Memiliki klien yang

jelas, (9) mempunyai organisasi profesi yang kuat, dan (10) Mempunyai

hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain.

Apakah indikator seorang guru pembimbing professional ? Sebagai orang

yang menyandang suatu profesi maka (1) guru pembimbing hendaknya

melakukan pekerjaan sesuai dengan keahliannya (2) guru pembimbing

mengedepankan pengabdian pada pengguna jasa dengan disertai rasa tanggung

jawab atas kemampuan profesionalnya. (3) tampilan diri atau performance yang

profesional.

Melakukan Pekerjaan Sesuai Keahlian

Keahlian guru pembimbing dalam melaksanakan tugasnya  (cirri pertama)

tercermin dalam kemampuannya menguasai dan melakukan layanan konseling

yang digambarkan dalam table dibawah ini.

STANDAR KOMPETENSI KONSELOR

KOMPETENSI SUB KOMPETENSI

A MEMAHAMI SECARA MENDALAM  KONSELI YANG HENDAK

DILAYANI

1        Menghargai dan

menjunjung tinggi nilai – nilai

kemanusiaan, individualitas,

kebebasan memilih, dan

mengedepankan kemaslahatan

konseli dalam konteks

kemaslahatan umum

1.1  Mengaplikasikan pandangan positif dan

dinamis tentang manusia sebagai makhluk

spiritual, bermoral, sosial, individual, dan

berpotensi

1.2  Menghargai dan mengembangkan potensi

positif individu pada umumnya dan konseli

pada khususnya

1.3  Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada

umumnya dan konseli pada khususnya

1.4  Menunjung tinggi harkat dan martabat

manusia sesuai dengan hak asasinya

1.5  Toleran terhadap permasalahan konseli

1.6  Bersikap demokratis

2        Mengaplikasikan 2.1  Mengaplikasikan kaidah – kaidah perilaku

35

Page 38: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

perkembangan fisiologis dan

psikologi serta perilaku konseli

manusia, perkembangan fisik dan psikologis

individu terhadap sasaran layanan bimbingan

dan konseling dalam upaya pendidikan

2.2  Mengaplikasikan kaidah – kaidah

kepribadian, individualitas dan perbedaan

konseli terhadap sasaran layanan bimbingan dan

konseling dalam upaya pendidikan

2.3  Mengaplikasikan kaidah – kaidah belajar

terhadap sasaran layanan bimbingan dan

konseling dalam upaya pendidikan

2.4  Mengaplikasikan kaidah – kaidah

keberbakatan terhadap sasaran layanan

bimbingan dan konseling dalam upaya

pendidikan

2.5  Mengaplikasikan kaidah – kaidah kesehatan

mental terhadap sasaran layan bimbingan dan

konseling dalam upaya pendidikan

B MENGUASAI LANDASAN TEORITIK BIMBINGAN DAN

KONSELING

1. Menguasai teori dan

praksis pendidikan

1.1  Menguasai ilmu pendidikan dan landasan

keilmuannya

1.2  Mengimplementasikan prinsip – prinsip

pendidikan dan proses pembelajaran

1.3  Menguasai landasan budaya dalam praksis

pendidikan

1. Menguasai esensi

pelayanan bimbingan dan

konseling dalam jalur,

jenjang, dan jenis satuan

pendidikan

2.1  Menguasai esensi bimbingan dan konseling

pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal,

dan informal

2.2  Menguasai esensi bimbingan dan konseling

pada satuan jenis pendidikan umum, kejujuran,

keagamaan, dan khusus

36

Page 39: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

2.3  Menguasai esensi bimbingan dan konseling

pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar

dan menengah

1. Menguasai konsep dan

praksis penelitian dalam

bimbingan dan konseling

3.1  Memahami berbagai jenis dan metode

penelitian

3.2  Mampu merancang penelitian bimbingan

dan konseling

3.3  Melaksanakan penelitian bimbingan dan

konseling

3.4  Memanfaatkan hasil penelitian dalam

bimbingan dan konseling dengan mengakses

jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling

1. Menguasai kerangka

teoritik dan praksis

bimbingan dan konseling

4.1  Mengaplikasikan hakikat pelayanan

bimbingan dan konseling

4.2  Mengaplikasikan arah profesi bimbingan

dan konseling

4.3  Mengaplikasikan dasar – dasar pelayanan

bimbingan dan konseling

4.4  Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan

konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah

kerja

4.5  Mengaplikasikan pendekatan / model / jenis

layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan

konseling

4.6  Mengaplikasikan dalam praktik format

pelayanan bimbingan dan konseling

C MENGEMBANGKAN PRIBADI DAN PROFESIONALITAS SECARA

BERKELANJUTAN

1. Beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha

Esa

1.1  Bersikap demokratis

1.2  Menampilkan kepribadian yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

37

Page 40: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

1.3  Konsisten dalam menjalankan kehidupan

beragama dan toleran terhadap pemeluk agama

lain

1.4  Berakhlak mulia dan berbudi pekerti

1. Menunjukkan integritas

dan stablitas kepribadian

yang kuat

2.1  Menampilkan kepribadian dan perilaku

yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar,

ramah, dan konsisten)

2.2  Menampilkan emosi yang stabil

2.3  Peka, bersifat empati, serta menghormati

keragaman dan perubahan

2.4  Menampilkan toleransi tinggi terhadap

konseli yang menghadapi stress dan frustrasi

2.5  Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif,

inovatif, dan produktif.

2.6  Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri

2.7  Berpenampilan menarik dan menyenangkan

1. Memiliki kesadaran dan

komitmen terhadap etika

profesionl

3.1  Memahami dan mengelola kekuatan dan

keterbatasan pribadi dan profesional

3.2  Menyelenggarakan layanan sesuai dengan

kewenangan dan kode etik profesional konselor

3.3  Mempertahankan objektivitas dan menjaga

agar tidak larut dengan masalah konseli

3.4  Melaksanakan referal sesuai dengan

keperluan

3.5  Peduli terhadap identitas profesional dan

pengembangan profesi

3.6  Mendahulukan kepentingan konseli

daripada kepentingan pribadi konselor

1. Mengimplementasikan

kolaborasi intern di tempat

kerja

4.1  Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan

peran pihak – pihak lain (guru, wali kelas,

pimpinan sekolah/madrasah, komite

38

Page 41: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

sekolah/madrasah) di tempat bekerja

4.2  Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan

kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling

kepada pihak – pihak lain di tempat bekerja

4.3  Bekerja sama dengan pihak – pihak terkait

di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang

tua, tenaga administrasi)

1. Berperan dalam organisasi

dan kegiatan profesi

bimbingan dan konseling

5.1  Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART

organisasi profesi bimbingan dan konseling

untuk pengembangan diri dan profesi

5.2  Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan

konseling

5.3  Aktif dalam organisasi profesi bimbingan

dan konseling untuk pengembangan diri dan

profesi

1. Mengimplementasikan

kolaborasi antar profesi

6.1  Mengkomunikasikan aspek – aspek

profesional bimbingan dan konseling kepada

organisasi profesi lain

6.2  Memahami peran organisasi profesi lain

dan memanfaatkannya untuk suksesnya

pelayanan bimbingan dan konseling

6.3  Bekerja dalam tim bersama tenaga

paraprofesional dan profesional profesi lain

6.4  Melaksanakan referal kepada ahli profesi

lain sesuai dengan keperluan

D MENYELENGGARAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING YANG

MEMANDIRIKAN

1. Merancang program

Bimbingan dan Konseling

1.1 Menganalisis kebutuhan konseli

1.2. Menyusun program bimbingan dan

konseling yang berkelanjutan berdasar

kebutuhan peserta didik 1.3. secara

39

Page 42: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

komprehensif dengan pendekatan 

perkembangan

1.4. Menyusun rencana pelaksanaan program

bimbingan dan konseling

1.4. Merencanakan sarana dan biaya

penyelenggaraan program bimbingan dan

konseling

1. Mengimplementasikan

program Bimbingan dan

Konseling yang

komprehensif

2.1.Melaksanakan program bimbingan dan

konseling

2.2. Melaksanakan pendekatan kolaboratif

dalam layanan bimbingan dan konseling

2.3. Memfasilitasi perkembangan akademik,

karier, personal, dan sosial konseli

2.4. Mengelola sarana dan biaya program

bimbingan dan konseling

1. Menilai proses dan hasil

kegiatan Bimbingan dan

Konseling

3.1. Melakukan evaluasi hasil, proses, dan

program bimbingan dan konseling

3.2. Melakukan penyesuaian proses layanan

bimbingan dan konseling

3.3. Menginformasikan hasil pelaksanaan

evaluasi layanan bimbingan dan konseling

kepada pihak terkait

3.3. Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi

untuk merevisi dan mengembangkan program

bimbingan dan konseling

1. Menguasai konsep dan

praksis asesmen untuk

memahami kondisi,

kebutuhan, dan masalah

konseli

4.1. Menguasai hakikat asesmen

4.2. Memilih teknik asesmen , sesuai dengan

kebutuhan layanan bimbingan dan konseling

4.3. Menyusun dan mengembangkan instrumen

asesmen untuk keperluan bimbingan dan

konseling

4.4. Mengadministrasikan asesmen untuk

40

Page 43: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

mengungkapkan masalah – masalah konseli.

4.5. Memilih dan mengadministrasikan teknik

asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan

kecenderungan pribadi konseli

4.6. Memilih dan mengadministrasikan

instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual

konseli berkaitan dengan lingkungan

4.7. Mengakses data dokumentasi tentang

konseli dalam pelayanan bimbingan dan

konseling

4.5. Menggunakan hasil asesmen dalam

pelayanan bimbingan dan konseling dengan

tepat

4.6. Menampilkan tanggung jawab profesional

dalam praktik asesmen

Pengabdian Diri pada Pengguna Jasa

Ciri penting yang kedua adalah, mengabdikan diri pada pengguna jasa dalam

hal ini kepada para siswa dan atau klien. Kebanggaan akan muncul bagi guru

pembimbing apabila  para siswa yang menjadi bimbingannya berkembang sesuai

dengan potensinya dan mampu menunjukkan kemandirian. Perhatikan pernyataan

ahli-ahli pendidikan berikut ini yang mencurahkan perhatiannya pada pendidikan.

“ Profesi guru akarnya ialah pengabdian diri. Guru jangan dihayati sebagai

lapangan kerja biasa untuk mencari nafkah saja, tetapi merupakan pengabdian.

Menjadi guru harus berdasarkan nurani terpanggil. Jadi tidak semua orang wajar

menjadi guru atau berwewenang menjadi guru kalau dia tidak merasa terpanggil”

( Soepardjo Hadikusumo). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Abdul

Karim A. Achmad (2005:5). Ia menyatakan bahwa  “motif menjadi tenaga

pendidik bukan imbalan gaji ( kebendaan) tetapi adalah panggilan (calling) untuk

mengabdi kepada Tuhan, masyarakat dan kemanusiaan.

Kinerja atau Performance

Jenis layanan guru pembimbing  berkisar pada tiga kegiatan pokok yaitu,  (1)

membantu siswa mengembangkan keragaman potensi yang dimiliki, (2) melayani

41

Page 44: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

dalam memecahkan berbagai permasalahan yang menghambat perkembangannya,

(3)  layanan dengan  memberikan berbagai informasi terkait dengan isu-isu yang

berkembang yang mungkin dapat menghambat perkembangan siswa. Layanan ini

menjadi penting dilakukan untuk membantu individu yang sedang dalam proses

berkembang atau proses menjadi ( an becoming). Para siswa belum memiliki

pemahaman atau wawasan tentang diri dan lingkungannya. Mereka  juga belum

memiliki pengalaman  dalam menentukan arah hidup.  Disamping itu keniscayaan

bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus atau

bebas dari masalah. Dengan kata lain perkembangan itu tidak selalu berjalan

linier, mulus atau bebas dari masalah searah dengan potensi, harapan dan nilai-

nilai yang dianut (Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan Depdiknas (2007: 10).

Secara lahiriah sebagai seorang pelayan memerlukan tampilan yang baik, 

ucapan yang lembut, dan berpikir positif artinya, tidak berpasangka kepada

individu yang dilayani.  Kualitas lahiriah seorang guru pembimbing yang baik

menurut Rollo May (2003:165) sudah jelas dengan sendirinya yaitu menawan

hati, memiliki kemampuan,  bersikap tenang ketika bersama orang lain, memiliki

kapasitas untuk berempati, ditambah karakteristik – karakteristik lain yang

memiliki makna yang sama.  Menurutnya,   kualitas tersebut tidak sepenuhnya

merupakan kualitas bawaan tetapi,  dapat  dicapai dan diusahakan antara lain

melalui pencerahan, minat dan ketertarikannya kepada orang lain. Jika konselor

menikmati kebersamaannya dengan orang lain dengan tulus dan menikmati niat

baik terhadap mereka, maka secara otomatis pula konselor akan menjadi orang

yang menarik bagi orang lain. Menerima apa adanya  ( acceptance) dalam

konseling, bebas  prasangka dan seantiasa berpikir positif, akan dapat

menumbuhkan perasaan dan sikap nikmat bersama orang lain.

Seringkali kita temui orang-orang tidak senang dengan orang lain  atau orang

lain yang tidak menyenanginya.  Orang yang demikian sebetulnya secara tidak

sadar bahwa ia  ingin disukai baik karena tuntutan-tuntutan yang muncul karena

perasaan-perasaan ingin menyukai orang lain  atau mungkin karena keinginan

untuk menyendiri. Konselor yang baik memang diperlukan beberapa pelatihan

42

Page 45: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

namun, tidak semua  pelatihan yang diperoleh  cocok bagi seseorang untuk dapat

melakukan layanan secara efektif dan bahkan bisa jadi tidak cocok.

Gambaran para pekerja professional termasuk konselor dilukiskan Rollo May

(2003) sebagai berikut. Pertama, mereka bekerja dengan keras dan berhati-hati,

kelihatannya tidak pernah bersikap santai sesering orang yang memiliki pekerjaan

yang berbeda. Para pekerja ini tidak memiliki minat lain diluar pekerjaannya.

Mereka cenderung untuk melibatkan diri sepenuhnya ke dalam pekerjaannya, dan

sangat bangga pada kenyataan tersebut. Mereka bekerja dalam ketegangan, dan 

bahkan ketegangan ini cenderung dilalui dalam keseharian 24 jam, karena

pekerjaan mereka tidak dibatasi oleh jam kerja. Kadangkala ketegangan ini

demikian besar sehingga sulit bagi mereka untuk berlibur atau cuti guna istirahat

tanpa merasa bersalah. Konselor tipical ini mempertanggngjawabkan

pekerjaannya dengan baik. Mereka sangat berhati-hati tentang masalah –masalah

yang dihadapi secara detail.  Memiliki keinginan untuk tidak gagal, meskipun hal

ini wajar jika berkaitan dengan masalah-masalah yang penting. Jadi fakta yang

diobservasi menunjukkan bahwa mereka bekerja dengan mengikuti hukum apa

yang disebut oleh Otto Rank dengan hukum  “semua atau tidak sama sekali ( all

or none). Mereka mencurahkan diri kepada apapun yang mereka lakukan dan

kurang memiliki perhatian untuk merespon secara parsial.  Hal ini dilakukan

karena kurangnya minat dan  teman di luar pekerjaannya, mereka seakan-akan

tenggelam  dalam kenikmatan dengan tujuan-tujuan absolutnya. Mereka memiliki

ambisi yang besar dan yakin  akan nilai penting akan pekerjaan mereka dan bahwa

pekerjaan mereka dibutuhkan. Aktivitas yang dilakukan kesana dan kemari

seolah-olah dunia tergantung padanya. Bagi orang-orang normal keyakinan akan

nilai penting pekerjaan seseorang merupakan sesuatu yang menyehatkan dan

diharapkan ada pada diri seseorang. Tetapi ketika keyakinan itu diekspresikan

dalam kegiatan nyata yang terus menerus dalam diri seseorang, kita dapat

menyimpulkan bahwa pola ego terlibat  jauh dalam pekerjaaan. Pekerjaan

merupakan sesuatu yang dimilikinya dan ketika ia memiliki perasaan diri penting 

yang berlebihan maka otomatis pekerjaan pun menjadi sesuatu yang paling

penting didunia.  Inilah sebabnya mengapa orang mengomentari individu

semacam ini dengan “ orang itu terlalu serius”. 

43

Page 46: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Anggapan terhadap pekerjaan yang berlebihan ini mengekspresikan eveluasi

berlebihan yang serupa dilakukan pula terhadap diri seseorang. Ambisi pada

tingkat tertentu memang menyehatkan sebuah bentuk yang egosentrik yang

merupakan ekspresi spontan kemampuan kreatif individu. Tetapi ketika individu

bekerja dalam ketegangan yang tidak pernah mengendor, kita dapat menduga 

bahwa motif individu tersebut ialah pencapaian ego, bukannya keinginan yang

tidak mementingkan diri sendiri dalam rangka memberikan sumbangan pada

kemanusiaan. Ambisi yang berlebihan disebut dengan kompleks messiah

( messiah complex) yaitu sebuah keyakinan seseorang akan nilai penting diri dan

konsekuensi yang ditimbulkannya ialah perasaan bahwa pekerjaannya sangat

dibutuhkan oleh kemanusiaan.  Keyakinan ini memberikan orang yang

bersangkutan topeng harga diri dan menempatkannya sebagai seorang pembaharu,

sebuah penilaian moral atas rasa persaudaraan yang dimilikinya.

Ciri berikutnya bahwa seorang konselor professional/ tipikal adalah apa yang

disebut Adler sebagai  keberanian untuk tidak sempurna. Artinya berani gagal.

Keberanian untuk tidak sempurna berarti pemindahan usaha seseorang ke dalam

medan yang lebih besar yang memperjuangkan dan melakukan hal-hal yang lebih

penting maknanya, sehingga kegagalan atau keberhasilan menjadi relatif

insidental. Berikutnya adalah, konselor perlu belajar untuk menikmati poses

kehidupan maupun tujuan. Kemampuan menikmati proses akan membebaskan

kita dari keperluan memiliki motif tersembunyi demi suatu tujuan yang berada di

luar gambaran yang ada. Konselor juga perlu yakin bahwa ia tertarik dengan

orang lain  bukanlah  selubung  dari pentas kegagalannya menghargai orang lain

dan dirinya sendiri tetapi asli tercurah dari dirinya sendiri. Tidak sebagaimana

yang disebutkan Adler yang  menyebutnya sebagai usaha kompensasi bagi

seseorang yang mengalami imperioritas. Dia mengatakan bahwa manusia

didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi imperioritasnya yang inheren serta

untuk mencapai superioritas. Tujuan hidup adalah kesempurnaan, bukan

kesenangan. Adler mengatakan, setiap orang memiliki perasaan rendah diri. Anak

( karena ukuran dan ketidakberdayaannya) mereasa rendah diri. Individu berusaha

mengatasi ketidakberdayaannya itu dengan berkonpensasi –yakni

mengembangkan gaya hidup yang memungkinkan tercapainya keberhasilan.

44

Page 47: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Menuju Profesionalisme Guru Pembimbing

Jika ingin menjadi profesional dasarnya adalah komitmen. Adakah guru telah

memiliki  komitmen untuk mengembangkan pekerjaan yang telah dipilih dan telah

ditekuti dalam kurun waktu yang lama. Konselor  profesional /typical tidak

sepenuhnya bawaan. Ini artinya pencerahan, pelatihan, dan komitmen untuk

berkembang  masih memungkinkan menjadi profesional. Seorang profesional

adalah orang yang terus-menerus berkembang  atau trainable. Trainability

seorang profesional tentu lebih mudah apabila mereka memiliki dasar-dasar

pengetahuan yang kuat. Dengan usaha-usaha menuju profesionalisasi,  akan

menjadi jelas perbedaanya antara orang yang bekerja profesional dengan yang

tidak profesional. Mengembangkan diri menjadi konselor profesional/typical

perlu  memiliki komitmen dan  tanggungjawab. Wujud dari kedua hal ini dapat

dilakukan melalui partisipasi dan refleksi atas kegiatan-kegiatan profesional. Raka

Joni (1992:2) mengatakan tentang pengembangan profesi guru adalah sebagai

berikut. ”sebagai pekerja profrsional memang seharusnyalah seorang guru sesekali

melakukan penelitian tindakan … sebagai salah satu bentuk penelitian terapan

yang secara praktis mendukung pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Pandangan ini

didukung oleh  St. Kartono (2002: 101) seorang guru yang juga  praktisi

pendidikan di Jogyakarta mengatakan bahwa, ”guru yang  menunjukkan

tanggungjawab profesional mesti secara aktif terlibat kegiatan  pengembangan

profesi dan menujukkan sebuah komitmen untuk belajar terus menerus,

mengusahakan untuk melibatkan diri kedalam proses, refleksi secara kritis

terhadap praktek-praktek kualitas pembelajaran dan pengajaran”.

Dalam pedoman penyusunan Potopolio Sertifikasi Guru Dalam Jabatan

(2008) telah disebutkan beberapa poin yang perlu dilakukan gurtu pembimbing

dalam rangka pengembangan profesi. Poin-poin yang terkait dengan itu antara

lain,  kemampuan merencanakan program pelayanan bimbingan dan konseling,

kemampuan melaksanakan program pelayanan bimbingan konseling, lomba dan

karya akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah

dan sebagai pengurus organisasi di bidang kependidikan dan sosial.

45

Page 48: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

Dengan secara aktif dan berkesinambungan melakukan kegiatan-kegiatan

yang dimaksud, akan   menjadikan guru terhindar dari sebutan pendidik

”PENTIP” yaitu, pendidik tanpa ilmu pendidikan. PENTIP artinya, pendidik yang

ditemukan sedapatnya, dengan pengetahuan sekadarnya, kemudian dipekerjakan

sebisanya, yang mengajar sekenanya, dengan pengetahuan seadanya.  (Winarno

Surachmad, 2005:3)

46

Page 49: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

BAB VIII

KESIMPULAN

Semua yang dibicarakan di depan mengimplikasikan bahwa perlunya  konselor

secara terus menerus  melakukan pengembangan diri  yang tulus, dengan tekun

menyempurnakan diri sebagai manusia yang “menjadi”,  dengan teguh

menghadapi berbagai tantangan, repleksi  masa lampau ( evaluasi diri), dan 

menghilangkan bagian-bagian diri yang tidak sepatutnya, serta berpikir prediktif

terhadap perkembangan masa depan.   Jika konselor dan atau calon konselor

mampu melakukan ini akan terbukti bahwa usaha yang penuh dedikasi ini dapat

memutuskan tali keraguan yang ada dalam bias ego yang dapat muncul dalam

bimbingan dan konseling.  Usaha yang penuh dedikasi ini pada akhirnya akan

menunjukkan bahwa orang-orang yang tekunlah yang  dapat menjadi 

professional.

47

Page 50: Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim H. Ahmad; Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan Dalam Mengembangkan SDM yang Berwawasan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, Makalah

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2007; Standar Kompetensi Konselor, Jakarta .

Depdiknas Dirjen Dikdasmen, 2003; Mencegah Penyalahgunaan NAPZA melalui Kepercayaan, Kasih Sayang, Ketulusan, Jakarta.

Dirjen Dikti (2008); Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, Pedoman Penyusunan Portopolio, Jakarta.

Gilian Butler & Tony Hope  ; 1995; Manage Your Mind, terjemahan Tri Budi Satrio, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Kartono, St, 2002; Menebus Pendidikan yang Tergadai, Catatan Reflektif Seorang Guru, Yogyakarta, Kanisius

Nurhadi, Mulyani A. (2005) Sertifikasi Kompetensi Pendidik, Makalah, FIP UNP Padang

Rollo May; 2003;  The Art of Counseling; terjemahan Darmin Achmad dan Afifah Inayani, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Raka JoniT. (1992); Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru, Jakarta, Konsorsium Ilmu Pendidikan Dirjen Dikti, Depdikbud

Soepardjo Hadikusumo (1989); Pendidikan Sebagai Terapi Budaya; Bandung; IKIP

Surachmad, Winarno; (2005) Mendidik Memang Tidak memerlukan Ilmu Pendidikan, Makalah Padang, UNP,

Tilaar. H.A.R. 2004; Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakatta, Rineka Cipta

Ikatan Konselor Indonesia;2008,Arah pemikiran pengembangan profesionalisme konselor,Devisi ABKIN

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi  Departemen Pendidikan Nasional 2007).

http://bkundiksha.wordpress.com/

http://himcyoo.wordpress.com/category/catatan-kuliah/bimbingan-dan-konseling/

www.Konselingindonesia.Com

www.Konselor.org

48