16
1 ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SMART GOVERNANCE DI KOTA METRO DALAM URUSAN PEMBANGUNAN DAN TATA RUANG Eva Kusumandari, 22116105 Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan Institut Teknologi Sumatera Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi - Lampung Selatan [email protected] ABSTRAK Perkembangan pesat dari segi infrastruktur maupun sosial-ekonomi membuat Kota Metro menjadi prioritas tujuan urbanisasi setelah Bandar Lampung, hal tersebut didukung angka laju pertumbuhan penduduk Kota Metro yaitu 1,56% yang merupakan angka terbesar kedua setelah Bandar Lampung. Untuk menjadikan Kota Metro dengan kualitas hidup masyarakat yang baik, kemudian Kota Metro merumuskan tujuan pembangunan yaitu “Metro Kota Pendidikan dan Wisata Keluarga Berbasis Ekonomi Kerakyatan Berlandaskan Pembangunan Partisipatif” dengan salah satu misinya yaitu mewujudkan good governance. Penerapan Konsep smart governance dibutuhkan untuk menjaga daya saing Kota dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dari hasil analisis yang dilakukan, saat ini penerapan konsep smart governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang masih berada pada level tingkat kematangan ad-hoc, dengan implementasi beberapa proyek TIK untuk menyelesaikan tujuan-tujuan tertentu saja. Untuk itu penelitian ini merumuskan arahan kebijakan yang disusun berdasarkan kondisi eksisting dari visi dan strategi, pendanaan, pelayanan publik, ketersediaan infrastruktur pendukung, dan literasi digital bagi Kota Metro untuk mencapai good governance dengan konsep smart governance dalam urusan pembangunan dan tata ruang. Kata Kunci: e-government, smart governance, smart city, TIK, urusan pembangunan dan tata ruang ABSTRACT The rapid development in terms of infrastructure and socio-economy has made Kota Metro a priority destination for urbanization after Bandar Lampung, the condition also showed by the population growth rate of Kota Metro, that is 1.56%, which is the second largest figure after Bandar Lampung. To make Kota Metro with a good quality of life for the community, then Kota Metro made a development goal "Kota Metro the city of education and Family Tourism Based on Participatory Development" with one of its missions that is to attain good governance. The implementation of smart governance is needed to maintain the competitiveness of Kota Metro, and to improve the quality of life of its community. Based on analysis, the implementation of smart governance concept in development and spatial affair of Kota Metro is still at the ad- hoc maturity level through implementation several ICT projects to accomplish certain goals. For this reason, this study formulates policy order based on existing conditions of vision and strategy, funding, public services, availability of supporting infrastructure, and digital literacy for Kota Metro to attain smart governance in development and spatial affair. Keywords: e-government, smart governance, smart city, ICT, development and spatial affair

ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SMART GOVERNANCE …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SMART GOVERNANCE DI

KOTA METRO DALAM URUSAN PEMBANGUNAN DAN TATA RUANG

Eva Kusumandari, 22116105

Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan

Institut Teknologi Sumatera

Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi - Lampung Selatan

[email protected]

ABSTRAK

Perkembangan pesat dari segi infrastruktur maupun sosial-ekonomi membuat Kota Metro

menjadi prioritas tujuan urbanisasi setelah Bandar Lampung, hal tersebut didukung angka laju

pertumbuhan penduduk Kota Metro yaitu 1,56% yang merupakan angka terbesar kedua setelah

Bandar Lampung. Untuk menjadikan Kota Metro dengan kualitas hidup masyarakat yang baik,

kemudian Kota Metro merumuskan tujuan pembangunan yaitu “Metro Kota Pendidikan dan

Wisata Keluarga Berbasis Ekonomi Kerakyatan Berlandaskan Pembangunan Partisipatif”

dengan salah satu misinya yaitu mewujudkan good governance. Penerapan Konsep smart

governance dibutuhkan untuk menjaga daya saing Kota dalam meningkatkan kualitas hidup

masyarakatnya. Dari hasil analisis yang dilakukan, saat ini penerapan konsep smart

governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang masih berada pada level

tingkat kematangan ad-hoc, dengan implementasi beberapa proyek TIK untuk menyelesaikan

tujuan-tujuan tertentu saja. Untuk itu penelitian ini merumuskan arahan kebijakan yang disusun

berdasarkan kondisi eksisting dari visi dan strategi, pendanaan, pelayanan publik, ketersediaan

infrastruktur pendukung, dan literasi digital bagi Kota Metro untuk mencapai good governance

dengan konsep smart governance dalam urusan pembangunan dan tata ruang.

Kata Kunci: e-government, smart governance, smart city, TIK, urusan pembangunan dan tata

ruang

ABSTRACT

The rapid development in terms of infrastructure and socio-economy has made Kota Metro a

priority destination for urbanization after Bandar Lampung, the condition also showed by the

population growth rate of Kota Metro, that is 1.56%, which is the second largest figure after

Bandar Lampung. To make Kota Metro with a good quality of life for the community, then Kota

Metro made a development goal "Kota Metro the city of education and Family Tourism Based

on Participatory Development" with one of its missions that is to attain good governance. The

implementation of smart governance is needed to maintain the competitiveness of Kota Metro,

and to improve the quality of life of its community. Based on analysis, the implementation of

smart governance concept in development and spatial affair of Kota Metro is still at the ad-

hoc maturity level through implementation several ICT projects to accomplish certain goals.

For this reason, this study formulates policy order based on existing conditions of vision and

strategy, funding, public services, availability of supporting infrastructure, and digital literacy

for Kota Metro to attain smart governance in development and spatial affair.

Keywords: e-government, smart governance, smart city, ICT, development and spatial affair

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota merupakan pusat berbagai aktivitas ekonomi, perdagangan maupun pendidikan. Di

Indonesia saat ini sekitar 59,35% penduduk tinggal di area perkotaan, diperkirakan pada tahun

2025 angka tersebut akan meningkat menjadi sebesar 67,66% dan bahkan mencapai 82% pada

tahun 2045 (Roberts, Sander, & Tiwari, 2019). Kota Metro merupakan sebuah kota yang saat

ini sedang berada dalam masa perkembangan yang sangat pesat baik dari segi infrastruktur

maupun sosial-ekonomi. Oleh karena itu Kota Metro menjadi prioritas tujuan urbanisasi setelah

Bandar Lampung. Seiring dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan di Kota Metro

pemerintah dituntut untuk dapat bersifat resilien salah satunya dalam bidang tata ruang untuk

dapat mewujudkan tujuan dari pembangunan.

Penggunaan teknologi dalam pengelolaan dan perencanaan kota menjadi hal yang sangat

penting dilakukan untuk menjaga performa dan daya saing kota agar dapat bertahan di era

revolusi industri 4.0 ini. Salah satu yang mulai banyak dipertimbangkan adalah pengembangan

smart governance sebagai basis keberhasilan dari smart city. Saat ini Kota Metro telah

menjalankan salah satu aspek penting dalam pengembangan smart governance yaitu sistem

pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) melalui pengembangan inovasi sistem pelayanan dan

penyediaan ruang-ruang partisipasi perencanaan pembangunan berbasis digital. Smart

governance terbukti dapat membentuk pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel, serta

membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan

dan pengembangan kota.

Terdapat beberapa langkah dalam upaya mengembangkan smart governance, salah satunya

adalah penyusunan arahan kebijakan sebagai panduan pengambilan langkah selanjutnya yaitu

perumusan solusi yang disusun berdasarkan pemahaman tentang berbagai kesenjangan antara

keadaan tata kelola pemerintahan Kota Metro saat ini dan keadaan yang ditargetkan yaitu smart

governance.

B. Rumusan Masalah

Saat ini Kota Metro belum memiliki penelitian yang membahas mengenai arahan kebijakan

pengembangan smart governance. Maka berdasarkan hal tersebut, timbulah pertanyaan

penelitian yaitu “Bagaimana arahan kebijakan pengembangan smart governance di Kota

Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang?”

3

C. Tujuan dan Sasaran

Penelitian dilakukan dengan tujuan menentukan arahan kebijakan pengembangan smart

governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang. untuk mencapai tujuan

penelitian tersebut, maka terdapat sasaran penelitian:

1. Menemukenali kebijakan dan strategi pengembangan smart governance di kota metro

dalam urusan pembangunan dan tata ruang.

2. Mengukur tingkat kematangan pelaksanaan Smart governance dalam urusan

pembangunan dan tata ruang dilihat dari kesiapan infrastruktur dan ketersediaan

sumber daya manusia pengelola pemerintahan sebagai pendukung.

3. Menyusun arahan kebijakan pengembangan smart governance di Kota Metro dalam

urusan pembangunan dan tata ruang.

D. Metodologi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil melalui metode

wawancara dengan teknik purposive, dengan penetapan kriteria Informan sebagai narasumber

sebagai berikut:

TABEL 1 KRITERIA INFORMAN

No. Kriteria Informan

1.

Merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan lebih (Kepala dinas/kepala bidang,

tenaga ahli/teknisi) mengenai sistem tata kelola dalam masing-masing organisasi

perangkat daerah berkaitan dengan pembangunan dan tata ruang di Kota Metro.

2. Dianjurkan kepada seseorang yang memiliki pengetahuan dasar terhadap Smart City. Sumber: Peneliti, 2020

Selain itu digunakan juga data sekunder yang berasal dari dokumen resmi Pemerintah Daerah

Kota Metro, dan literatur dari penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya.

Terdapat dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis

deskriptif yang digunakan untuk menyelesaikan analisis pada sasaran kesatu dan ketiga. Pada

sasaran kesatu, analisis deskriptif digunakan dengan cara meninjau data sekunder berupa

kebijakan dan strategi yang mendukung Kota Metro dalam pengembangan smart governance

dalam urusan pembangunan dan tata ruang. Sedangkan pada sasaran ketiga, analisis deskriptif

digunakan untuk menjelaskan dan menyimpulkan garis besar dari hasil kedua sasaran

sebelumnya secara objektif sehingga dapat menghasilkan sabuah arahan kebijakan yang

komperhensif dan dapat diimplementasikan.

4

Selanjutnya adalah metode analisis skoring yang dilakukan untuk mengetahui kondisi tingkat

kematangan menuju smart governance. Metode analisis skoring yang digunakan mengadopsi

model kematangan yang dikembangkan oleh International Data Corporation (IDC), dan

mekanismenya mengadopsi model yang dikembangkan oleh pemerintah Skotlandia yaitu dapat

diterapkan untuk situasi multisektoral. Adapun rentang skor dengan nilai 0-5 yang diberikan

pada setiap indikator mengacu pada kriteria yang disusun berdasarkan model tingkat

kematangan sebagai berikut:

TABEL 2 KRITERIA TINGKAT KEMATANGAN SMART GOVERNANCE

Skor Tingkat Kematangan Tingkat kematangan Kriteria

0-8 Outsider

Tata kelola pada organisasi

perangkat daerah berkaitan dengan

pembangunan dan tata ruang belum

mengarah pada pemanfaatan TIK

dalam melaksanakan pelayanan.

8.1-16.4 Ad-Hoc

Beberapa proyek Ad-Hoc tentang

implementasi TIK, dan masih

bersifat sektoral (terbatas dalam

sebuah OPD).

16.5-24.8 Intensional

Penggunaan TIK dalam sistem

kolaborasi, serta penyelarasan

antar unit pelaku. Mulai tersedia

layanan publik berbasis TIK.

24.9-33.2 Bertujuan dan Berulang

Penggunaan TIK telah memiliki

hasil dengan layanan publik berbasis

TIK yang beroperasi secara rutin.

33.3-41.6 Dikelola Baik

Teknologi dan data, memunculkan

dampak yang membawa pengaruh

terhadap struktur tata kelola pada

keseluruhan ekosistem kota.

41.7-50 Optimal

Memiliki platform pelayanan yang

mudah diakses oleh masyarakat dan

berkelanjutan. Sumber: (The Scottish Government, 2014), dengan modifikasi peneliti (2020)

penentuan tingkat kematangan berdasarkan klasifikasi diatas, akan menjadi dasar bagi

penyusunan arahan kebijakan pengembangan smart governance di Kota Metro dalam urusan

pembangunan dan tata ruang.

5

II. TINJAUAN LITERATUR

A. Penerapan Smart Governance dalam Mendukung Good Governance

Masih banyaknya masalah terkait pelaksanaan good governance di Indonesia kemudian

membuat tata kelola terus mencari solusi untuk mewujudkan good governance salah satunya

melalui penerapan smart governance. Smart governance merupakan salah satu dimensi yang

banyak disebutkan dalam teori konsep smart city. Smart governance menjadi penting karena

pemerintahan memegang peran utama dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh

sebuah wilayah, mengambil keputusan, serta memiliki kewajiban untuk memberikan

kebutuhan pelayanan dasar bagi warga.

Smart governance atau tata kelola pemerintahan kota yang pintar adalah konsep sekaligus

praktik bagaimana mengelola manajemen dan tata kelola pemerintahan dan layanan publik

secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus melakukan peningkatan

kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi yang terpadu. Salah satu ciri smart

governance adalah pola, budaya, dan proses bisnis birokrasi internal pemerintah dan layanan

publik yang menjadi lebih ringkas, cepat, mudah, responsif dan komunikatif, serta efisien

waktu, biaya, dan usaha. Smart governance direkomendasikan menjadi dasar bagi keberhasilan

pembangunan dimensi-dimensi smart city lainnya (Susanto, 2019). Proses implementasi smart

governance membutuhkan proses yang panjang, oleh karena itu dibutuhkan komitmen yang

kuat dari pemerintah untuk bisa mewujudkan konsep tersebut.

B. Good Governance dan Implikasinya terhadap Smart City

Dalam mewujudkan good governance, konsep smart city dinilai sesuai untuk dikembangkan

karena dapat membawa sebuah wilayah mewujudkan prinsip-prinsip dari good governance.

Diantaranya prinsip partisipasi dan inklusi, dimana smart city membuka banyak peluang bagi

masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan kota melalui ruang-ruang yang

telah dibentuk baik dalam bentuk digital maupun forum-forum. Selain itu prinsip akuntabilitas

juga dapat diwujudkan melalui program-program smart city, seperti pengembangan sistem

informasi yang memberikan akses bagi masyarakat untuk mengetahui data dan informasi

terkait pemerintahan maupun wilayah tempat tinggalnya. Selain itu keterlibatan masyarakat

dalam perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan melalui inovasi-inovasi teknologi

juga dapat menjadikan sebuah kota yang anti terhadap diskriminasi sehingga kebijakan

maupun pengambilan keputusan dilakukan demi kepentingan bersama.

6

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sasaran 1: Menemukenali Kebijakan dan Strategi Pengembangan Smart

Governance di Kota Metro dalam Urusan Pembangunan Dan Tata Ruang

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh melalui wawancara dan kajian terhadap dokumen

dari Organisasi Pemerintah Daerah Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang,

Kota Metro belum memiliki dewan smart city sebagai badan koordinasi dan evaluasi

pelaksanaan program smart city seperti yang telah dimiliki beberapa kota lain di Indonesia

yaitu Kota Bandung melalui Keputusan Walikota Bandung Nomor: 130/Kep.860-

Bappeda/2014 tentang Dewan Pengembangan Bandung Kota Cerdas (Smart city), dan Kota

Medan melalui peraturan walikota peraturan Walikota Medan No 28 tahun 2018 tentang Smart

City Kota Medan. Kota Metro juga belum memiliki framework strategi pengembangan smart

city maupun smart governance sebagai panduan untuk menuju kondisi optimal smart city,

selama ini Kota Metro menjalankan proses transfornasi menuju smart governance dengan

berlandaskan pada Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 8 Tahun 2019 tentang SPBE.

Kota Metro memiliki beberapa kebijakan yang mendukung berjalannya proses transformasi

menuju smart governance di Kota Metro yaitu Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2018 tentang

Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sistem Perencanaan Metro Membangun

(SPMM), Peraturan Walikota Metro Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem

Pengendalian Pembangunan (SPP) Online, Peraturan Walikota Nomor 20 Tahun 2019 tentang

Pedoman Implementasi Sistem Reputasi Layanan Publik, Peraturan Walikota Metro Nomor 27

Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non-Perizinan Berbasis

Elektronik di Lingkungan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan

Surat Edaran Walikota Metro Nomor: 31/SE/D-15/2020 tentang Penandatanganan Perizinan

dan Non-Perizinan Secara Elektronik. Dalam proses implementasi dari kebijakan tersebut,

kendala utama yang dihadapi adalah komitmen, terutama komitmen dari organiasi pemerintah

daerah yang berkaitan dengan urusan pembangunan dan tata ruang untuk melaksanakan

kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dalam rangka mendukung pelaksanaan smart

governance. Hal tersebut berdampak kepada tidak meratanya kapasitas masing-masing

organisasi pemerintah daerah dalam menyediakan inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan

kualitas pelayanan publik. Selain itu, kurangnya koordinasi antar organisasi pemerintah daerah

juga masih menjadi hambatan bagi pelaksanaan proses transformasi menuju smart governance

7

di Kota Metro. Hal tersebut menyebabkan beberapa pelayanan yang seharusnya bisa disediakan

secara terintegrasi menjadi kurang efektif dan efisien.

B. Sasaran 2: Mengukur Tingkat Kematangan Pelaksanaan Smart Governance

dalam Urusan Pembangunan Dan Tata Ruang Dilihat dari Kesiapan

Infrastruktur dan Ketersediaan Sumber Daya Manusia Pengelola Pemerintahan

Sebagai Pendukung

Pengukuran tingkat kematangan dilakukan sebagai dasar penyusunan perumusan arahan

kebijakan pengembangan smart governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan

tata ruang. Adapun pengukuran tingkat kematangan akan dilakukan terhadap tiga variabel yaitu

pelayanan publik, ketersediaan infrastruktur pendukung, dan literasi digital.

1. Pelayanan Publik

Pelayanan publik menjadi faktor penting dalam pelaksanaan smart governance. Pelayanan

publik dalam penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana inovasi pemerintah dalam

memberikan pelayanan termasuk dalam hal keterbukaan data dan informasi, serta keterlibatan

masyarakat dalam perencanaan pada urusan pembangunan dan tata ruang. Sehingga pelayanan

publik dapat bersifat reaktif, proaktif, responsif, serta berjalan dengan efektif dan efisien.

Berikut adalah rata-rata hasil penilaian variabel pelayanan publik pada tiap organisasi

pemerintah daerah dalam urusan pembangunan dan tata ruang di Kota Metro yang didapatkan

dari hasil wawancara kepada organisasi pemerintah daerah terkait:

TABEL 3 HASIL PENILAIAN VARIABEL LAYANAN PUBLIK

Variabel Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Total Skor

Pelayanan

Publik

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Metro 18

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Metro 15

Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Metro 13

Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro 13

ATR/BPN Kota Metro 16

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Metro 13

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Metro 18

Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Metro 20

NILAI RATA-RATA SKOR 15,75

Sumber: Peneliti, 2020

8

Dapat diketahui nilai rata-rata skor yang didapatkan adalah 15,75 dari nilai total skor

maksimum variabel pelayanan publik sebesar 30. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk

mencapai nilai maksimum Kota Metro masih membutuhkan banyak perbaikan. Pengembangan

inovasi dengan pemanfaatan TIK dalam hal pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan

informasi, ruang untuk berpartisipasi, dan penyampaian layanan publik dalam urusan

pembangunan dan tata ruang dipandang sebagai bentuk kontribusi untuk menciptakan solusi

cerdas masalah perkotaan. Apabila sistem berjalan dengan optimal maka akan banyak peluang

pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang akan membentuk keterlibatan

masyarakat dalam perkembangan sebuah kota.

2. Ketersediaan Infrastruktur Pendukung

Pada variabel ini, akan diukur tingkat kematangan ketersediaan infrastruktur sebagai fasiliitas

penunjang pelaksanaan TIK untuk mendukung pengembangan konsep smart governance.

Ketersediaan infrastruktur akan membahas fasilitas jaringan internet yang ada di masing-

masing organisasi pemerintah daerah, hal tersebut perlu dibahas karena adanya jaringan

internet yang memadai adalah hal dasar yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan penggunaan

pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik. Selain itu dibahas juga ketersediaan jaringan

internet untuk publik, penyediaan fasilitas jaringan internet untuk publik akan merangsang

penggunaan TIK pada masyarakat, termasuk dalam berpartisipasi dalam pembangunan dan

mengakses layanan yang diberikan oleh pemerintah. berikut adalah hasil rata-rata skor variabel

infrastruktur penunjang:

TABEL 4 HASIL PENILAIAN VARIABEL INFRASTRUKTUR PENUNJANG

Variabel Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Total Skor

Ketersediaan

Infrastruktur

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Metro 8

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Metro 8

Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Metro 4

Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro 4

ATR/BPN Kota Metro 2

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Metro 4

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Metro 4

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Metro 8

9

Variabel Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Total Skor

NILAI RATA-RATA SKOR 5,25

Sumber: Peneliti, 2020

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa variabel ketersediaan infrastruktur pendukung

mendapatkan skor sebesar 5,2 dari nilai skor maksimal yaitu 10. Adapun beberapa kendala

yang masih dirasakan oleh organisasi pemerintah daerah terkait jaringan internet sebagai

infrastruktur pendukung yaitu, konektivitas terintegrasi yang disediakan oleh Diskominfo Kota

Metro kurang stabil sehingga masing-masing dinas organisasi pemerintah daerah harus tetap

memiliki jaringan internetnya sendiri untuk berjaga-jaga apabila jaringan internet yang berasal

dari Diskominfo mengalami kendala. Hal tersebut tentu saja mengurangi efisiensi dan tujuan

awal dari disediakannya fasilitas jaringan internet yang terintegrasi, seperti penghematan

anggaran penyediaan jaringan internet pada masing-masing organisasi pemerintah daerah.

Selain itu, pada fasilitas internet bagi publik juga masih terdapat beberapa kendala umum yaitu,

kurangnya pemeliharaan fasilitas tersebut, dan banyak masyarakat yang tidak mengetahui

tersedianya fasilitas tersebut.

3. Literasi Digital

Literasi digital akan menjelaskan tantang kapasitas suber daya manusia pada organisasi

pemerintah daerah dalam urusan pembangunan dan tata ruang di Kota Metro dalam proses

pengembangan konsep smart governance. Kapasitas dilihat dari kondisi sumber daya manusia

yang dapat mengoperasikan sistem digital dan ketersediaan pelatihan terkait peningkatan

kapasitas dalam pengoperasian sistem. Literasi digital merupakan hal yang menjadi pendukung

bagi sebuah kota untuk mengembangkan konsep smart governance. Berdasarkan penjelasan

diatas, berikut adalah hasil rata-rata skor variabel literasi digital:

TABEL 5 HASIL PENILAIAN VARIABEL LITERASI DIGITAL

Variabel Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Total Skor

Literasi Digital

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Metro 4

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Metro 3

Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Metro 2

Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro 3

ATR/BPN Kota Metro 6

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Metro 1

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Metro 5

10

Variabel Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Total Skor

Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Metro 5

NILAI RATA-RATA SKOR 3,625

Sumber: Peneliti, 2020

dari tabel diatas diketahui bahwa variabel literasi digital mendapatkan nilai skor rata-rata 3,6

dari total skor maksimal sebesar 10. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi literasi digital

Kota Metro masih sangat terbatas. Padahal ketersediaan sumber daya manusia dan pelatihan

yang dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia merupakan hal penting yang dapat

menjadi katalis bagi Kota Metro untuk bertransformasi kearah smart governance.

Berdasarkan hasil dari ketiga variabel yang digunakan, maka diambil rata-rata tingkat

kematangan dari smart governance di Kota Metro sebagai berikut:

TABEL 6 REKAP TOTAL SKOR MASING-MASING VARIABEL

Nama Variabel Total Skor

Pelayanan Publik 15,75

Ketersediaan Infrastruktur Pendukung 5,25

Literasi Digital 3,625

NILAI RATA-RATA TINGKAT KEMATANGAN 8,2

Sumber: Peneliti, 2020

dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dalam menuju smart governance, saat ini tata kelola

pemerintahan Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang masih berada dalam

tingkat kematangan level ad-hoc dengan rata-rata total skor keseluruhan yaitu 8,2. Berikut

adalah tabel pembagian interval kelas dengan masing-masing tingkat kematangan pelaksanaan

smart governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang:

TABEL 7 TINGKAT KEMATANGAN SMART GOVERNANCE DALAM URUSAN

PEMBANGUNAN DAN TATA RUANG KOTA METRO

SKOR Tingkat kematangan Keterangan

0-8 Outsider

Tata kelola pada organisasi perangkat daerah

berkaitan dengan pembangunan dan tata ruang belum

mengarah pada pemanfaatan TIK dalam

melaksanakan pelayanan.

8.1-16.4 Ad-Hoc

Beberapa proyek Ad-Hoc tentang implementasi

TIK, dan masih bersifat sektoral (terbatas dalam

sebuah OPD).

11

SKOR Tingkat kematangan Keterangan

16.5-24.8 Intensional

Penggunaan TIK dalam sistem kolaborasi, serta

penyelarasan antar unit pelaku. Mulai tersedia layanan

publik berbasis TIK.

24.9-33.2 Bertujuan dan Berulang Penggunaan TIK telah memiliki hasil dengan layanan

publik berbasis TIK yang beroperasi secara rutin.

33.3-41.6 Dikelola Baik

Teknologi dan data, memunculkan dampak yang

membawa pengaruh terhadap struktur tata kelola pada

keseluruhan ekosistem kota.

41.7-50 Optimal Memiliki platform pelayanan yang mudah diakses

oleh masyarakat dan berkelanjutan.

Sumber: Peneliti, 2020

tingkat kematangan pada level ad-hoc memiliki arti bahwa sebagian pelayanan pemerintahan

masih bersifat konvensional dengan beberapa proyek implementasi TIK yang dikembangkan

untuk menyelesaikan satu tujuan saja sehingga pengelolaannya sebagian besar masih bersifat

sektoral. Hasil tersebut sesuai dengan penjelasan dari masing-masing variabel diatas. Tujuan

dari tahapan ad-hoc adalah untuk menunjukkan kegunaan TIK secara langsung dalam

penyelenggaraan pelayanan pemerintahan.

Jika digambarkan dalam diagram radar berikut adalah gambaran kondisi saat ini masing-

masing variabel untuk mencapai kondisi optimal:

12

Sumber: Peneliti, 2020

GAMBAR 1 DIAGRAM RADAR TINGKAT KEMATANGAN PELAKSANAAN SMART

GOVERNANCE DALAM URUSAN PEMBANGUNAN DAN TATA RUANG DI KOTA

METRO

Berdasarkan gambar diagram radar diatas diketahui bahwa pelayanan publik merupakan

variabel yang ada dalam kondisi paling baik dalam proses menuju smart governance. Hal

tersebut dapat dilihat dari sudah tersedianya inovasi pelayanan, dan sistem informasi berbasis

elektronik yang terintegrasi pada sebagian besar organisasi pemerintah daerah. Sedangkan

literasi digital berada dalam kondisi paling terbelakang dalam proses menuju smart

governance. Hal tersebut dapat dilsimpulkan dari ketersediaan sumber daya manusia

penggerak TIK yang masih sangat terbatas pada masing-masing organisasi pemerintah daerah

dan pelatihan yang belum berhasil meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut.

Diagram radar menggambarkan bahwa masih terdapat celah antara kondisi optimal dengan

kondisi saat ini di Kota Metro. Jika dibandingkan kota-kota lain yang telah

mengimplementasikan dimensi smart city. Dalam dimensi smart governance, secara umum

Kota Metro masih membutuhkan beberapa perbaikan terutama dalam hal digitalisasi data.

Seperti smart city Jakarta yang memberikan edukasi terkait prosedur dan mekanisme kepada

stakeholder untuk mengintegrasikan datanya ke portal dataset yang diperbarui secara berkala

dan dilengkapi dengan visualisasi serta infografis sehingga mudah dipahamai, sedangkan dari

hasil wawancara pada organisasi pemerintah daerah dalam urusan pembangunan dan tata ruang

ketersediaan dan pengelolaan data di Kota Metro yang masih buruk seringkali menghambat

proses pembuatan kebijakan yang ideal dan tepat sasaran (Lihat kode: B-08, D-03, D-10). Oleh

30

1010

15,75

5,253,625

Pelayanan Publik

KetersediaanInfrastrukturpendukung

Literasi Digital

Kondisi Optimal

Kondisi Saat Ini

13

karena itu diperlukan arahan kebijakan pengembangan smart governance dalam pembangunan

dan tata ruang di Kota Metro yang akan dibahas pada sasaran selanjutnya.

C. Menyusun Arahan Kebijakan Pengembangan Smart Governance di Kota Metro

dalam Urusan Pembangunan dan Tata Ruang

Arahan Kebijakan merupakan rangkaian petunjuk untuk menjadi pedoman dasar dalam

mencapai sesuatu. Dalam penelitian ini arahan kebijakan diperlukan untuk mencapai tata kelola

pemerintahan secara smart governance dalam urusan pembangunan dan tata ruang di Kota

Metro. Arahan kebijakan disusun berdasarkan hasil analisis sasaran pertama dan kedua yang

telah dibahas pada bab sebelumnya. Berikut adalah arahan kebijakan pengembangan smart

governance di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang:

TABEL 8 ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SMART GOVERNANCE DI KOTA

METRO DALAM URUSAN PEMBANGUNAN DAN TATA RUANG

Variabel Arahan Kebijakan

Visi dan Strategi

1. Pembentukan dewan smart city Kota Metro

2. Penyusunan Masterplan Smart City

3. Penyusunan rencana pembangunan dan tata ruang berwawasan

lingkungan

4. Merumuskan tujuan pembangunan dan strategi dengan perspektif smart

city

5. Merintis koordinasi antar unit kerja

6. Implementasi pengukuran kinerja dan proses monitoring secara

konsisten untuk menjadi kota yang mampu belajar dan beradaptasi

Pendanaan

1. Penjaminan ketersediaan anggaran program pendukung smart

governance dalam rencana strategis dan aspek berkelanjutan

2. Public-Private Partnership

Layanan Publik

1. Optimalisasi pelayanan E-musrembang Kota Metro

2. Mensinergikan sistem antar organisasi pemerintah daerah

3. Dorongan dan insentif bagi masyarakat untuk menggunakan pelayanan

berbasis online

4. Pengelolaan sistem open data

5. Penerapan internet of things

Infrastruktur Penunjang 1. Penerapan Konsep smart office

2. Pemeliharaan fasilitas internet publik

Literasi digital 1. Jaminan ketersediaan SDM di bidang TIK

14

Variabel Arahan Kebijakan

2. Pengembangan budaya dan SDM berorientasi terhadap inovasi

Sumber: Peneliti, 2020

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa saat ini Kota Metro terutama

pada Diskominfo sebagai leading sector bidang teknis pelaksanaan smart governance dan

organisasi pemerintah daerah dalam urusan pembangunan dan tata ruang belum mencapai

tingkat kematangan optimal atau belum memiliki status sebagai kota dengan smart governance.

Berdasarkan hasil analisis, Kota Metro telah memasukkan kaidah-kaidah smart city termasuk

salah satu dimensinya yaitu smart governance secara impilist dalam tujuan pembangunan

daerahnya. Hal tersebut juga didukung oleh peraturan daerah dan walikota Kota Metro untuk

mewujudkan smart governance yaitu Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2018 tentang

Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sistem Perencanaan Metro Membangun

(SPMM), Peraturan Walikota Metro Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem

Pengendalian Pembangunan (SPP) Online, Peraturan Walikota Nomor 20 Tahun 2019 tentang

Pedoman Implementasi Sistem Reputasi Layanan Publik, Peraturan Walikota Metro Nomor 27

Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non-Perizinan Berbasis

Elektronik di Lingkungan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan

Surat Edaran Walikota Metro Nomor: 31/SE/D-15/2020 tentang Penandatanganan Perizinan

dan Non-Perizinan Secara Elektronik. Akan tetapi, masih terdapat kendala yang menyebabkan

proses transformasi belum berjalan dengan maksimal, yaitu kurangnya koordinasi antar

organisasi pemerintah daerah dan komitmen organisasi pemerintah daerah dalam menjalankan

arahan atau peraturan yang mendukung proses transformasi menuju smart governance. Hal

tersebut antara lain terjadi karena saat ini Kota Metro belum memiliki framework strategy

pelaksanaan smart city atau masterplan smart city dan badan koordinasi smart city atau seperti

yang dimiliki oleh daerah lain di Indonesia yang menerapkan konsep yang sama yaitu dewan

smart city.

Selain dari sisi kebijakan dan strategi, dalam pelaksanaan pelayanan publik, ketersediaan

infrastruktur penunjang, dan literasi digital di Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata

ruang masih berada pada level ad-hoc. Hal tersebut diperoleh dari nilai rata-rata skor ketiga

15

variabel yaitu sebesar 8,2. Level ad-hoc mengindikasikan bahwa sebagian pelayanan

pemerintahan masih bersifat konvensional dengan beberapa proyek implementasi TIK yang

dikembangkan untuk menyelesaikan satu tujuan saja sehingga pengelolaannya sebagian besar

masih bersifat sektoral. Untuk itu disusunlah arahan kebijakan pengembangan smart

governance bagi Kota Metro dalam urusan pembangunan dan tata ruang seperti yang telah

dijelaskan pada hasil pembahasan analisis ketiga.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan rangkaian rekomendasi yang dibagi

menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan rekomendasi bagi masyarakat. Pemerintah memiliki

peran yang sangat penting dalam menjamin tercapainya tujuan pembangunan yang dapat

dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan komitmen yang kuat dari

pemangku kepentingan untuk menjalankan arahan-arahan yang mendukung berjalannya proses

pengembangan konsep smart governance. Komitmen tersebut dapat diwujudkan melalui

pengembangan inovasi berbasis digital pada pelayanan pemerintahan dan penyediaan ruang-

ruang digital bagi publik untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan tata ruang.

Adapun rekomendasi bagi masyarakat Untuk turut mendukung keberhasilan dari proses

transformasi menuju smart governance. Diharapkan masyarakat dapat aktif berkontribusi

dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi yang terkait dengan pembangunan

dan tata ruang di Kota metro melalui pembentukan forum-forum pendukung smart city maupun

ruang dan kesempatan partisipasi publik lain yang telah disediakan. Masyarakat juga dapat

menunjukkan dukungannya dengan cara memanfaatkan fasilitas digital yang telah dibuat oleh

pemerintah yang dalam konteks penelitian ini adalah pemerintah dalam urusan pembangunan

dan tata ruang di Kota Metro.

16

DAFTAR PUSTAKA

Agere, S. (2009). Promoting Good Governance: Principles, Practices, and Perspective.

London, UK: Commonwealth Secretariat.

Annisah. (2017). Usulan Perencanaan Smart City: Smart Governance Pemerintah Daerah

Kabupaten Muko-Muko. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi, Vol. 8. Hal.

59-80.

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis

Elektronik

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Metro

Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2018 tentang Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis

Sistem Perencanaan Metro Membangun (SPMM)

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 15 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kota Metro tahun 2019-2021

Peraturan Walikota Metro Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem Pengendalian

Pembangunan (SPP) online

Peraturan Walikota Metro Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Sistem

Reputasi Layanan Publik

Peraturan Walikota Metro Nomor 27 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Perizininan dan Non Perizinan Berbasis Elektroring di Lingkungan Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

The Scottish Government, S. C. (2014). Smart Cities Maturity Model And Self Assessment

Tool. Scotlandia: The Scottish Government.

UGM, T. P. (2016). Roadmap Kota Jogjakarta Menuju Smart City. Perencanaan

Pembangunan Regional, 1-27.