158
1 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT AGUSTANTO BASMAR  SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

Citation preview

Page 1: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 1/158

1

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO

TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

AGUSTANTO BASMAR  

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 2: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 2/158

  2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Arahan Pengembangan

Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di KabupatenLampung Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Juni 2008

 Agustanto Basmar NRP. A353 060 121 

Page 3: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 3/158

  8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

Rahmat dan Ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2008 ini adalah Arahan

Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa diKabupaten Lampung Barat.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada:

1. 

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. selaku komisi

 pembimbing.

2. 

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi

Perencanaan Wilayah.

3.  Dr. Ir. Setiahadi, MS. selaku dosen penguji luar komisi.

4. 

Drs. Hi. Mukhlis Basri selaku Bupati Lampung Barat dan Ir. Erwin Nizar T,

M.Si mantan Bupati Lampung Barat yang memberikan izin kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB.

5. 

Sahabat-sahabat PWL, baik kelas reguler maupun khusus angkatan 2006 atas

segala dukungan dan kerjasamanya.

6. 

 Ninien Mardaningsih, A.Md sebagai istri dan ketiga anak-anakku Aulia, Faqih

dan Hafiz yang telah banyak berkorban waktu dalam kebersamaan selama

 penulis mengikuti pendidikan di IPB Bogor.

7. 

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Bogor, Juni 2008

 Agustanto Basmar  

Page 4: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 4/158

  16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai

tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah

kesenjangan dan isu globalisasi. Isu globalisasi ini menuntut tiap daerah untuk

mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi

 berimplikasi kepada propinsi dan kabupaten/kota, untuk melaksanakan percepatan

 pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan

dan produk andalannya. Percepatan pembangunan ini bertujuan agar daerah tidak

tertinggal dalam persaingan pasar bebas, seraya tetap memperhatikan masalah pengurangan kesenjangan. Karena itu seluruh pelaku memiliki peran mengisi

 pembangunan ekonomi daerah dan harus mampu bekerjasama melalui bentuk

 pengelolaan keterkaitan antar sektor, antar program, antar pelaku, dan antar

daerah (Bappenas 2006).

Pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian internal dari

 pembangunan nasional dan tidak dapat dipisahkan dari pola pembangunan

nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan merata di seluruh

wilayah tanah air. Dengan demikian dalam pelaksanaan pembangunan tersebut

memerlukan suatu perencanaan yang strategis dan didukung oleh ketersediaan

dana serta partisipasi masyarakat sebagai subyek pembangunan untuk

meningkatkan pemerataan pertumbuhan dan pembangunan di segala bidang.

Todaro (1983) menyatakan bahwa pembangunan mengandung nilai-nilai

hakiki yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar,

yang terdapat pada hampir semua masyarakat/kultur di segala jaman. Nilai-nilai

tersebut adalah kebutuhan hidup, harga diri dan kebebasan.

Dalam PJP II kebijaksanaan pembangunan yang berorientasi pedesaan

harus merupakan kebijaksanaan sentral yang perlu dipertahankan, oleh karena itu

sektor pertanian tetap akan menjadi tumpuan pembangunan ekonomi dengan

 peningkatan kualitas dari sekedar orientasi pada usaha tani untuk mencukupi

kebutuhan ( product oriented ) menjadi kegiatan-kegiatan yang berwawasan

Page 5: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 5/158

  17

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan ( prospherity oriented )

(Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002).

Lebih lanjut Bappeda Kabupaten Lampung Barat (2002) menegaskan

 bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah:

1. 

Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan.

2. 

Meningkatkan perluasan lapangan kerja, kesempatan usaha, dan produksi

usaha pertanian.

3. 

Meningkatkan daya saing hasil pertanian dan pemanfaatan serta perluasan

 pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri

4. 

Terpeliharanya kemantapan swasembada pangan serta kualitas gizi

masyarakat.

5. 

Meningkatnya kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkanagrobisnis dan agroindustri.

Oleh karena itu pemerintah daerah di era otonomi ini dituntut untuk kreatif

merumuskan strategi pembangunan wilayah dengan memanfaatkan potensi lokal

yang dimiliki oleh setiap daerah. Potensi lokal meliputi, sumberdaya manusia,

kedudukan wilayah, dukungan politik lokal, dan sumberdaya alam (SDA).

Prinsip penting dalam pelaksanaan pendekatan pembangunan wilayah

yang utuh dan terpadu adalah kemampuan menemukenali potensi wilayah yang

ada untuk dikembangkan dengan berbagai masukan program pembangunan.

Dengan telah ditemukenalinya potensi wilayah, maka berbagai program

 pembangunan dapat diarahkan sesuai dengan tingkat perkembangan masing-

masing wilayah (LPPM-IPB, 2002).

Dengan adanya preferensi program berdasarkan perkembangan potensi

wilayah diharapkan tidak terjadi generalisasi program pembangunan untuk

masing-masing wilayah. Sebaliknya akan terjadi spesialisasi program

 pembangunan berdasarkan potensi wilayah yang ada. Dengan pendekatan

spesialisasi program yang proporsional pada gilirannya diharapkan pelaksanaan

 berbagai program pengembangan wilayah akan dapat dilakukan secara efisien,

efektif dan akurat, yang pada akhirnya dapat mencapai hasil yang optimal (LPPM-

IPB, 2002). Optimalisasi pencapaian program pembangunan tidak terlepas dari

kejelian pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada.

Page 6: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 6/158

  18

Menurut Bappeda Kabupaten Lampung Barat (2002) beberapa pertimbangan

yang perlu diperhatikan dalam penetapan suatu potensi Sumber Daya Alam

(SDA) sebagai sektor unggulan antara lain:

1. Secara fisik potensi lahan yang tersedia memiliki kesesuaian/cocok untuk

 budidaya komoditi tertentu dan memiliki luas yang memungkinkan

tersedianya produksi sebagai pasokan industri yang akan dikembangkan antara

lain : Agroindustri.

2. Secara fisik potensi lahan yang tersedia cocok untuk pengembangan suatu

kawasan industri.

3. Bidang usaha yang dikembangkan dengan memanfaatkan potensi SDA dan

lahan yang tersedia memiliki peluang pasar yang besar baik lokal, regional,

nasional maupun ekspor, sehingga memungkinkan pengembalian investasiyang besar.

4. Bidang usaha yang dikembangkan dengan memanfaatkan potensi SDA dan

lahan yang tersedia berdampak positif bagi pengembangan lapangan usaha

 baru dan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan

 pendapatan masyarakat.

Berbagai upaya telah, sedang dan akan ditempuh pemerintah daerah dalam

memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi

diupayakan melalui perbaikan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan

kualitas sumberdaya manusia dan peluncuran program pembangunan wilayah

 berbasis komoditi tertentu.. Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil

kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah.

Rustiadi dan Hadi (2006) menyatakan bahwa strategi pembangunan

wilayah yang pernah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan

disparitas pembangunan wilayah antara lain:

1. 

Secara nasional dengan membentuk Kementerian Negara Percepatan

 pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI).

2. 

Percepatan pembangunan wilayah-wilayah unggulan dan potensial

 berkembang, tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan

Page 7: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 7/158

  19

seperti (1) Kawasan Andalan (Kadal); (2) Kawasan Pembangunan Ekonomi

Terpadu (Kapet) yang merupakan salah satu Kadal terpilih di setiap propinsi.

3. 

Program percepatan pembangunan yang bernuansa mendorong pembangunan

kawasan perdesaan dan sentra prosuki pertanian seperti : (1) Kawasan Sentra

Produksi (KSP) atau Kasep; (2) Pengembangan kawasan perbatasan; (3)

Pengembangan kawasan tertinggal; (4) Proyek pengembangan ekonomi lokal.

4. 

Program-program sektoral dengan pendekatan wilayah : (1) Pewilayah

komoditas unggulan; (2) Pengembangan Sentra Industri Kecil; (3)

Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan lain-lain

Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan diharapkan dapat

memacu pertumbuhan suatu wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan

 pendapatan masyarakat. Beberapa wilayah memiliki keunggulan pada sektor pertanian yang sebagian besar merupakan usaha tani rakyat. Salah satu model

 pengembangan wilayah berbasis komoditas saat ini yang sedang dikembangkan

oleh beberapa wilayah adalah komoditas kelapa. Tercatat beberapa daerah seperti

Sulawesi Selatan dengan Program Implementasi Gerbang Emas Agroindustri

Pengolahan Kelapa Terpadu, dan Kabupaten Lampung Barat dengan Program

Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) berbasis Komoditas Kelapa.

Program KUAT merupakan salah satu strategi Pemerintah Kabupaten

Lampung Barat dalam pengembangan komoditas unggulan melalui pendekatan

klaster agroindustri. Program ini dilaksanakan atas dukungan Depertemen

Perindustrian (Depperin) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT), dengan komoditas basis kelapa.

Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, petani kelapa di berbagai

negara termasuk Indonesia berada pada posisi yang tidak menguntungkan, karena

rendahnya produktivitas serta harga kopra yang rendah dan fluktuatif. Akibat

rendahnya pendapatan, petani kelapa menjadi kurang termotivasi untuk

mengadopsi teknologi anjuran untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi

usaha tani (Tarigans, 2003).

Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi secara

sungguh-sungguh. Untuk itu pemberdayaan petani kelapa dalam rangka

meningkatkan pendapatan dan sekaligus mengentaskan kemiskinan merupakan

Page 8: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 8/158

  20

upaya yang strategis. Pemberdayaan petani kelapa melalui program KUAT

dilakukan secara terpadu dalam sistem agribisnis, mulai dari tahap on farm sampai

dengan off farm  yang diwujudkan melalui pendirian pabrik pengolahan serta

 pemasaran produk dan optimalisasi sarara dan prasarana pendukung.

Guna mendukung program KUAT tersebut diperlukan studi mendalam

tentang keuntungan komparatif, keuntungan kompetitif, kondisi harga, produk

turunan yang berdaya saing, kondisi sumberdaya manusia, tipologi wilayah dan

 pandangan stakeholder tentang program ini.

1.2. Perumusan Masalah 

Sebagai daerah dengan wilayah pegunungan dan pesisir potensi terbesar

 berasal dari sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, kehutanan dan perkebunan. Komoditas perkebunan utama yang terdapat di Kabupaten

Lampung Barat adalah Kopi, Lada, Cengkeh , Kelapa Sawit dan Kelapa Dalam.

Budidaya pertanian di Kabupaten Lampung Barat sebagian besar

merupakan usaha tani rakyat dengan input teknologi yang sangat sederhana. Hal

ini berdampak pada rendahnya produksi dan mutu produk. Dampak dari

kenyataan tersebut adalah nilai jual produk sangat murah dan pada akhirnya

mengakibatkan pendapatan petani menjadi sangat rendah.

Pemerintah Pusat dan Daerah terus berupaya meningkatkan produktifitas

hasil pertanian rakyat. Berbagai upaya ditempuh guna memacu perbaikan

 pendapatan masyarakat. Namun hal ini belum berjalan secara efektif, disebabkan

 program yang bersifat sektoral, sumberdaya manusia petani yang rendah, luasnya

wilayah dan besarnya jumlah petani disamping itu pemerintah memiliki

keterbatasan anggaran pembangunan.

Salah satu komoditas unggulan yang diusahakan oleh masyarakat

Kabupaten Lampung Barat secara turun-temurun adalah kelapa dalam (Cocos

nucifera  L). Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006)  dalam perekonomian

Indonesia, kelapa merupakan salah satu komoditas strategis karena perannya yang

 besar bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan, sumber utama minyak dalam

negeri, sumber devisa, sumber bahan baku industri (pangan, bangunan, farmasi,

oleokimia), dan sebagai penyedia lapangan kerja. Namun demikian, bila dilihat

Page 9: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 9/158

  21

dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum

dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam

 proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Kasryno et al .,

1998, dalam Supadi dan Nurmanaf, 2006). 

Usaha tani kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat dilakukan secara

tradisional dengan input sarana produksi yang sangat minimum atau bahkan tidak

sama sekali. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan modal ditambah keyakinan

yang berlaku di kalangan masyarakat bahwa usaha tani ini tidak memerlukan

 pemupukan. Dampaknya adalah rendahnya produktifitas perkebunan kelapa

rakyat. Menurut data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2005, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.326 Ha dengan produksi

mencapai 2.413,0 ton. Sedangkan produktifitas tergolong sangat rendah yaitu681 Kg/Ha/Tahun dalam bentuk Kopra.

Rendahnya penghasilan yang diperoleh dari kelapa menyebabkan petani

tidak memiliki modal untuk memelihara kebun secara intensif, apalagi menggarap

lahan perkebunan secara optimal maupun mengolah hasil (Supadi dan Nurmanaf,

2006). Di sisi lain pola usaha tani monokultur yang diterapkan sebagian besar

 petani saat ini, dan pola usaha tani polikultur yang masih bersifat subsisten, telah

membatasi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak.

Produk kelapa yang dihasilkan masyarakat baru berbentuk kelapa butir

dan kopra, dengan demikian nilai tambah komoditas sangat rendah. Variasi

 produk kelapa yang belum dikembangkan ini disebabkan belum tumbuhnya

 budaya diversifikasi produk olahan kelapa di kalangan masyarakat. Hal ini tidak

terlepas dari rendahnya pengetahuan tentang produk turunan kelapa dalam,

disamping teknologi pengolahan yang juga belum dikenal di kalangan

masyarakat.

Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), produk usaha tani yang dihasilkan

masih bersifat tradisional, yaitu kelapa butiran dan kopra berkualitas rendah.

Pemanfaatan hasil samping belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai

tambah dari usaha tani belum diperoleh secara optimal. Hanya sebagian kecil

 petani yang telah memanfaatkan hasil samping seperti sabut dan tempurung.

Page 10: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 10/158

  22

Dalam pemasaran kelapa, petani di Kabupaten Lampung Barat melakukan

 penjualan kepada pedagang pengumpul desa, selanjutnya dibawa kepada

 pedagang pengumpul kecamatan, dan pabrik minyak kelapa di Bandar Lampung.

Pada prinsipnya, dalam hal pemasaran petani dirugikan oleh praktek pasar

monopsoni dari industri dan pedagang yang menentukan harga secara sepihak.

Posisi tawar yang lemah berdampak pada ketidakberdayaan petani di hadapan

 para pedagang.

Permasalahan lain yang menjadi pembatas pengembangan usaha tani

kelapa adalah belum tersedianya industri pengolahan kelapa dan hasil ikutannya

di Kabupaten Lampung Barat. Kenyataan di atas menyebabkan lambannya

 pengembangan produk hasil kelapa.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian:

1. Bagaimana meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dalam ? dan produk

apa yang akan dikembangkan dari komoditas kelapa?

2. Dimana calon lokasi KUAT yang representatif?

3. Bagaimana persepsi stakeholder atas program KUAT?

4. Bagaimana arahan pengembangan KUAT berbasis komoditas kelapa dalam di

Kabupaten Lampung Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. 

Mengidentifikasi lokasi pengembangan KUAT.

2. 

Mengidentifikasi produk peospektif yang akan dikembangkan dalam

 program KUAT.

3. 

Mengidentifikasi persepsi stakeholder tentang program KUAT berbasis

kelapa.

4. 

Mengkaji prospek pemasaran produk kelapa dalam serta turunannya.

5. 

Menyusun arahan program KUAT di Kabupaten Lampung Barat Propinsi

Lampung. 

Page 11: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 11/158

  23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 

Komoditas Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki

 peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat

diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman

kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian besar manfaat tanaman kelapa

sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon kehidupan" (the tree of life)

atau "pohon yang amat menyenangkan" (a heaven tree) (Asnawi dan Darwis

1985). Kelapa selain dijuluki sebagai "pohon kehidupan", juga menamakannyasebagai "pohon surga". Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal

masyarakat Indonesia.

Sekitar tahun enampuluhan, tanaman kelapa merupakan tanaman yang

memiliki posisi strategis terutama sebagai bahan baku untuk pembuatan minyak

goreng. Pada era itu sampai tahun delapanpuluhan, tanaman kelapa dapat disebut

 berjaya, sehingga luas areal tanamnya mendominasi lahan di berbagai daerah

termasuk di Kabupaten Lampung Barat. Namun saat ini posisi kelapa sebagai

 bahan baku utama minyak goreng telah digeser oleh kelapa sawit (CPO).

Akibatnya kebutuhan kopra dari waktu ke waktu semakin menurun (Disbun

Lampung Barat, 2007).

Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat

Indonesia. Hal ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa di hampir seluruh

wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera dengan areal 1,20 juta ha (32,90%), Jawa

0,903 juta ha (24,30%), Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT

0,305 juta ha (8,20%), Maluku dan Papua 0,289 juta ha (7,80%), dan Kalimantan

0,277 juta ha (7,50%). Kelapa diusahakan petani baik di kebun maupun

 pekarangan (Nogoseno, 2003 dalam Supadi dan Nurmanaf, 2006).

Supadi dan Nurmanaf (2006) menjelaskan bahwa kelapa merupakan

tanaman perkebunan dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet

dan kelapa sawit, dan menempati urutan teratas untuk tanaman budi daya setelah

Page 12: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 12/158

  24

 padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha

total areal perkebunan. Sekitar 96,60% pertanaman kelapa dikelola oleh petani

dengan rata-rata pemilikan 1 ha/KK (Allorerung dan Mahmud 2003), dan

sebagian besar diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran atau

sebagai tanaman pekarangan.

Luas areal dan produksi perkebunan kelapa di Indonesia periode 2000-

2006 dan prediksi 2007, 2008, dan 2009 disajikan pada Tabel 1. Rata-rata

 produksi kelapa Indonesia dari perkebunan Rakyat pada periode 2000–2005

adalah sebesar 3.036.759 ton pertahun, sedangkan rata-rata produksi dari hasil

 prediksi selama 2006–2009 adalah 3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen.

Tabel 1. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa Indonesia 2000-2009

Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)Tahun

PR PBN PBS JUMLAH PR PBN PBS JUMLAH

2000 3.061.698 13.891 75.825 3.691.414 2.951.005 9.038 84.945 3/044.528

2001 3.818.946 8.006 70.515 3.897.467 3.068.997 8.272 85.749 3.163.018

2002 3.806.032 7.070 71.848 3.884.950 3.010.894 4.815 82.787 3.098.496

2003 3.785.343 5.838 121.949 3.913.130 3.136.360 2.629 115.865 3.254.854

2004 3.723.879 4.883 68.242 3.797.004 3.000.839 4.489 49.183 3.054.511

2005* 3.735.838 6.127 61.649 3.803.614 3.052.461 3.659 40.724 3.096.844

2006** 3.749.844 6.148 61.804 3.817.796 3.112.040 3.672 41.164 3.156.876

2007** 3.777.100 6.193 62.253 3.854.546 3.212.914 3.791 42.498 3.259.203

2009** 3.790.728 6.215 62.478 3.859.421 3.263.172 3.850 43.163 3.310.185

Sumber : Disbun Lampung Barat*) : Angka sementara

**) : Angka estimasi dengan model double exponential smoothing

PR : Perkebunan Rakyat

PBN : Perkebunan Besar Negara

PBS : Perkebunan Besar Swasta

Akhir-akhir ini kebutuhan akan biji kelapa, air kelapa dan arang batok

kelapa kembali meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Diperkirakan

 pada masa mendatang kebutuhan akan komoditas ini akan semakin meningkat,

mengingat pola hidup masyarakat Indonesia sulit dilepaskan dari komoditas

kelapa dan hasil olahannya. Tanaman kelapa juga merupakan salah satu dari

sebelas komoditas andalan perkebunan penghasil devisa negara, sumber

 pendapatan asli daerah (PAD), sumber pendapatan petani dan masyarakat.

Dengan demikian komoditas kelapa diharapkan dapat membantu mengentaskan

Page 13: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 13/158

  25

kemiskinan di daerah dan dapat mendorong perkembangan agroindustri serta

 pengembangan wilayah (Disbun Lampung Barat, 2007).

Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi yang besar dalam

 pengembangan komoditas kelapa. Namun demikian upaya pengembangan

komoditas kelapa dalam dihadapkan pada berbagai kendala antara lain: (i)

 produktifitas yang masih rendah (di bawah normal), karena banyak kelapa

 berumur di atas 20 tahun, dan budidaya dengan bibit asalan, (ii) rendahnya

 pendanaan khususnya untuk perkebunan, (iii) kebijakan pembangunan yang

 belum mendukung sektor perkebunan, dan (iv) industri hilir yang belum

 berkembang, sehingga sebagian besar produk dijual dalam bentuk produk primer

(Disbun Lampung Barat, 2007).

2.2.  Agroindustri Kelapa

Agroindustri merupakan perusahaan yang mengolah bahan baku pertanian

yang berasal dari tanaman atau hewan menjadi barang setengah jadi atau produk

akhir. Pengolahan yang dimaksud meliputi transformasi dan pengawetan melalui

 perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi (Austin,

1992 dalam Brown, 1994).

Menurut Tadjudin (2007), agroindustri dalam sistem pertanian merupakan

 penyempurnaan yang merangkai semua komponen menjadi satu kesatuan yang

kuat. Ini berarti bahwa pengembangan agroindustri mempunyai keterkaitan ke

depan memenuhi permintaan pasar melalui penguatan industri hilir dan ke

 belakang memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian. Keterpaduan yang

dibangun melalui pengembangan agroindustri mempunyai dimensi yang amat luas

mulai dari penguatan pasar hasil pertanian sampai dengan pembentukan nilai

tambah dan daya saing komoditas pertanian.

Pada dasarnya seluruh bagian buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai

 produk untuk berbagai keperluan. Teknologi pengolahan, standar mutu dan

sistem sertifikasinya juga sudah dikuasai oleh tenaga ahli Indonesia. Namun

 berbagai kelemahan masih melekat di Industri pengolahan kelapa kita seperti

suplai bahan baku, karena industri tidak memiliki kebun kelapa dan investasi yang

relatif besar sehingga kurang menarik investor (FOKPI, 2006).

Page 14: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 14/158

  26

Allorerung dan Lay (1998) menyatakan bahwa kelapa sebagian besar

diolah menjadi kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak goreng. Namun

usaha ini semakin lemah baik dalam perdagangan domestik maupun luar negeri

karena tersaingi oleh minyak kelapa sawit. Selain diolah menjadi minyak, kini

telah berkembang diversifikasi produk kelapa seperti dessicated coconut , gula

kelapa, nata de coco, berbagai produk daging kelapa, kelapa parut kering, arang

tempurung, serat sabut kelapa, mebel kayu kelapa dan akhir-akhir ini berkembang

santan siap saji dengan berbagai kemasan.

Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi

tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin

Coconut Oil   (VCO), Oleochemical   (OC),  Desicated Coconut   (DC), Coconut

 Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal  (CCL), Activated Carbon (AC), Brown

Sugar (BS), Coconut Fiber  (CF) dan Cocon Wood  (CW), yang diusahakan secara

 parsial maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk-produk tersebut mampu

meningkatkan pendapatannya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual

 produk kopra. Berangkat dari kenyataan luasnya potensi pengembangan produk,

kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global)

maupun mikro (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi

impor) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri

kelapa secara kluster sebagai prasyarat (Allorerung et al . 2005).

Industri pengolahan kelapa pada saat ini masih didominasi oleh produk

setengah jadi berupa kopra dan coconut crude oil (CCO). Produk olahan lainnya

yang sudah mulai berkembang adalah CC, nata decoco (ND), DC, AC, CF, dan

 brown sugar (BS). Perkembangan CCO dalam 10 tahun terakhir menunjukkan

laju yang menurun (-0,2%). Di sisi lain laju perkembangan produk hilir cenderung

meningkat. Sebagai contoh, laju perkembangan DC mencapai 7,8%, di mana

tahun 2002 total produksinya mencapai 194,2 juta butir; laju perkembangan produksi AC sebesar 9%; laju perkembangan produksi serat sabut menurun -

10,2%, walaupun permintaan CF di luar negeri meningkat. Kecenderungan

 penurunan laju tersebut terkait dengan dampak tidak terpenuhinya standar ekspor

 produk serat sabut asal Indonesia. Situasi ini mengindikasikan terjadinya

Page 15: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 15/158

  27

 pergeseran orientasi produksi dari bahan setengah jadi menjadi produk akhir

(Allorerung et al . 2005).

Kegiatan industri kelapa terpadu akan memberi dua keuntungan sekaligus

yakni pertama menguntungkan dari segi agrobisnis dan yang kedua turut menjagakelestarian alam. Kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan yang

mempunyai luas areal terbesar di kabupaten Lampung Barat yang sampai saat ini

 belum banyak disentuh para investor, sedangkan potensi yang ada seperti telah

diuraikan diatas bila didayagunakan akan memberi keuntungan dari segi bisnis.

Disamping itu, bagi pemerintah daerah dan masyarakat akan merupakan sumber

 penghasilan tambahan.

Berkurangnya pamor kelapa dengan maraknya perkebunan kelapa sawit

karena sudut pandang terhadap produk kelapa hanya terbatas pada produk minyak,

sedangkan produk ikutan lainnya belum digarap secara maksimal. Pengembangan

agroindustri kelapa di Kabupaten Lampung Barat dirasa sangat perlu untuk segera

direalisasikan mengingat potensi lokal yang dimiliki sangat besar. Selain itu

diharapkan agroindustri kelapa dapat menjadi motor penggerak ( prime mover )

 bagi perekonomian masyarakat dan wilayah.

2.3. 

Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, wilayah

adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait

yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau

aspek fungsional. Sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi

utama lindung atau budi daya.

Konsep wilayah diklasifikasikan menjadi wilayah homogen, wilayah

fungsional dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen adalah wilayah yang

dibatasi berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah

tersebut homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam

(heterogen). Wilayah fungsional diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yang

memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan

tidak terpisahkan dalam kesatuan. Konsep Wilayah Fungsional menjelaskan

Page 16: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 16/158

  28

adanya wilayah nodal dan wilayah plasma. Wilayah nodal sebagai inti. Inti

merupakan pusat-pusat pelayanan atau pemukiman sedangkan plasma adalah

daerah belakang yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan

fungsional. Konsep Wilayah Perencanaan adalah wilayah yang dibatasi

 berdasarkan kenyatan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut, yang bisa bersifat

alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan

dalam kesatuan wilayah perencanaan (Rustiadi et al . 2006).

Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam

melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan

wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari

masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan

 pengembangan wilayah yang baik dan terarah.

Lebih lanjut Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa di Indonesia saat ini

telah dikenal berbagai wilayah perencanaan/pengelolaan berbasis sitem ekologi

seperi kesepakatan pengelolaan wilayah berbasis bioregion, penetapan status

kawasan-kawasan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan lain-lain. Wilayah

 perencanaan/pengelolaan seperti kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Free

Trade Zone, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi sehingga Agropolitan

merupakan penetapan kawasan-kawasan terencana dan pengelolaan yang

dilaksanakan pada pemahaman konsep-konsep wilayah sebagai sistem ekonomi.

Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya untuk memperbaiki

tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan

 pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Berbagai konsep

 pengembangan wilayah yang pernah diterapkan (Bappenas, 2006) adalah:

1. Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumberdaya, yaitu: (1)

 pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah

 berbasis komoditas unggulan; (3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi;

(4) pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan.

2. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, yang membagi

wilayah ke dalam: (1) pusat pertumbuhan; (2) integrasi fungsional; (3)

desentralisasi.

Page 17: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 17/158

  29

3. Konsep pengembangan wilayah terpadu. Konsep ini menekankan kerjasama

antarsektor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

 penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal.

4. Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster. Konsep ini terfokus pada

keterkaitan dan ketergantungan antara pelaku dalam jaringan kerja produksi

sampai jasa pelayanan, dan upaya-upaya inovasi pengembangannya. Klaster  

yang berhasil adalah klaster   yang terspesialisasi, memiliki daya saing dan

keunggulan komparatif, dan berorientasi eksternal.

Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada

 prinsip: (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik

daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai

keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi (Bappenas, 2006).

Hal yang mendasar dalam analisis kelayakan ekonomi pengembangan

kawasan yaitu perlunya mengenali potensi lokasi, potensi sumber daya alam,

sumber daya manusia dan sumber daya buatan; sehingga akan terjadi efisiensi

tindakan. Dengan usaha yang minimum akan diperoleh hasil yang optimum yang

kesemuanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran

 bagi seluruh masyarakat, serta terjadinya investasi dan mobilisasi dana.

Dalam pengembangan kawasan yang terkait dengan industri perlu

dilaksanakan pewilayahan agar tercipta keserasian secara sosial ekonomi dan

lingkungan serta budaya masyarakat sekitar. Menurut Dirdjojuwono (2004)

seringkali pewilayahan menjadi suatu masalah dalam pemanfaatan lahan.

Keharmonisan kawasan perindustrian kecil dengan lingkungan sekitarnya dapat

dicapai melalui penelaahan rancangan dan persetujuan perencanaan lokasi. Oleh

karena itu perencaan kawasan industri harus benar-benar dirancang sedemikian

rupa sehingga tidak menimbulkan korban sosial yang besar. Pembangunan

kawasan industri hendaknya tidak mengesampingkan kepentingan perkembangan

dan kesejahteraan pemukiman penduduk serta tidak mengabaikan sektor lain

seperti pertanian.

Page 18: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 18/158

  30

2.4. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptibility) suatu lahan untuk tipe

 penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Evaluasi kesesuaian lahan padahakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti

untuk budidaya kelapa. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-

 peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta

topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan

kesesuaian tanaman kelapa dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.

Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan

yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap

 pertumbuhan tanaman. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai

adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976).

Secara hirarki kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. 

Kelas sangat sesuai (S1). Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang

 berarti untuk penggunaan terhadap suatu tujuan secara berkelanjutan atau

hanya sedikit faktor pembatas yang tidak akan mengurangi produktivitas atau

keuntungan terhadap lahan tersebut.

2. 

Kelas cukup sesuai (S2). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang berat

untuk penggunaan secara berkelanjutan dan dapat menurunkan produktivitas

atau keuntungan terhadap lahan ini.

3.  Kelas hampir sesuai (S3). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat

 berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi

 produktivitas dan keuntungan terhadap pemanfaatannya.

4.  Kelas tidak sesuai saat ini (N1). Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang

sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan sehingga menghambat

dan menghalangi beberapa kemungkinan untuk pemanfaatannya. Tetapi

hambatan itu masih dapat diatasi atau diperbaiki dengan tingkat pengelolaan

tertentu. Kelas tidak sesuai selamanya (N2). Lahan ini tidak sesuai selamanya,

karena jenis faktor penghambat yang permanen.

Page 19: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 19/158

  31

2.5. Keunggulan Komparatif Wilayah ( Location Quatient Analysis)

 Location Quotient Analysis (LQ) merupakan metode analisis yang umum

digunakan di bidang ekonomi geografi. Metode analisis ini digunakan untuk

menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Selain itu LQ juga bisa digunakanuntuk megetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat

kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu

indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan

 pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara operasional

LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah

terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati (Saefulhakim,

2006).

Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian,

mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur

konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam

 penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi

(industri). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk

membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total

aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ

didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i

terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang

digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam,

(2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan

 produk yang sama (Hendayana, 2003).

2.6. Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram) 

Metode yang digunakan untuk menentukan hirarki wilayah adalah metode

skalogram. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh

setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini

 bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap

wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa

memperhatikan jumlah/kuantitasnya (Saefulhakim, 2006).

Page 20: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 20/158

  32

Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hirarki desa di lokasi

 penelitian. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh

setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa

digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas setiap desa, atau menuliskan

ada/tidaknya fasilitas tersebut disuatu desa tanpa memperhatikan

 jumlah/kuantitasnya

2.7. Proses Hirarki Analitik ( Analytical Hierarchy Process)

Proses Hierarki Analitik (PHA) atau dalam Bahasa Inggris disebut

 Analytical Hierarchy Process (AHP), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L.

Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada

tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didisain untuk menangkap secara rasional

 persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu

melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara

 berbagai set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk membuat suatu model

 permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk

memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan

 pendapat ( judgement ) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka,

 pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama

sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman

ataupun intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak

kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-

strategi yang dimiliki dalam situasi konflik.

AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan

dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami

suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil

keputusan.

Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain adalah :

1. 

Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana

 perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-

unsur pada level yang lebih rendah.

Page 21: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 21/158

  33

2. 

Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks

dan tidak terstruktur dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna

mendapatkan prioritas.

3. 

Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritasdengan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. 

Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai

korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran

yang jelas.

2.8. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat

 produsen dengan harga di tingkat konsumen. Analisis marjin pemasaran dapat

digunakan untuk melihat efisiensi dan efektivitas pemasaran. Marjin pemasaran

terbagi dan tersebar diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai

 produsen, pedagang pengumpul, pedagang semantara, eksportir (apabila

komoditas diekspor).

Menurut Damanik dan Sientje (1992) pemasaran itu sendiri bagi usaha

tani kelapa mengandung arti bagaimana keadaan; harga produk, saluran distribusi,

transportasi, keuntungan komparatif dari ragam produk kelapa yang spesifik dan

lain sebaginya. Pada tingkat petani produsen penataan pemasaran kelapa sangat

 penting karena situasi pertanaman kelapa yang umumnya menyebar di seluruh

wilayah. Karena itu diperlukan jasa pedagang perantara untuk menyalurkan

 produksi sampai ke pedagang besar atau pabrik minyak kelapa.

2.9. Analisis Permintaan ( Demand  )

Konsep dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditasyang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu

tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar

adalah agregat dari permintaan individu-individu konsumen (Swastika, 1999).

Permintaan dapat diekspresikan dalam bentuk kurva yang menunjukkan hubungan

negatif antara jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga.

Page 22: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 22/158

  34

Permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan

trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar  Desicated Coconut   (DC)

Indonesia terhadap ekspor DC dunia cenderung meningkat dalam lima tahun

terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada arang aktif. Sebaliknya pangsa

ekspor Crude Coconut Oil   (CCO) mengalami penurunan. Situasi ini

mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan produk olahan pada

 produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat ( Demand

 Driven) (Allorerung et al  ., 2005).

Aspek demand  masyarakat atas produk kelapa dapat dilihat melalui

kecenderungan permintaan masyarakat. Bila dibandingkan dengan produksi

kelapa dalam suatu wilayah, analisis permintaan dapat menggambarkan seberapa

 besar tingkat kebutuhan pasar akan produk kelapa. Analisis permintaan ini akan

mengkaji tingkat permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri .

2.10. Pohon Industri

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas

dan turunannya secara skematis. Produk kelapa dalam dan turunannya mulai

dari daun, bunga, umbut, pelepah, sabut, tempurung, daging buah, air kelapa

sampai dengan batang diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan

keragaman produk akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas kelapa dalam.

Menurut Allorerung et al .  (2005), produk akhir kelapa yang sudah

 berkembang dengan baik saat ini adalah adalah Desicated Coconut  (DC), Coconut

 Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal  (CCL), Activated Carbon (AC), Brown

Sugar   (BS), Nata de Coco (ND) dan Coconut Fiber   (CF). Yang baru mulai

 berkembang adalah Virgin coconut Oil  (VCO) dan Coconut Wood  (CW). Produk

DC, CCL, AC, BS, dan CF sudah masuk pasar ekspor dengan perkembangan yang

 pesat, kecuali CF yang perkembangan ekspornya kurang karena belum

terpenuhinya standar, walaupun permintaan dunia terus meningkat. Kopra dan

Coconut Crude Oil  (CCO) sebagai produk setengah jadi diharapkan dapat diolah

lebih lanjut menjadi produk oleochemical (OC), di mana Indonesia masih menjadi

 pengimpor neto. 

Page 23: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 23/158

  35

2.11. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada era teknologi informasi seperti sekarang ini keberadaan sistem

analisis yang cepat, akurat dan murah sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat

ditawar lagi. Perkembangan teknologi di bidang komputer semakin mempercepatdan mempermudah berbagai bidang pekerjaan. Teknologi yang saat ini terus

 berkembang dan menjadi bagian dari kehidupan moderen adalah sistem Informasi

Geografis (SIG).

Menurut Aronoff (1989) dalam  Barus dan Wiradisastra (2000), SIG

adalah suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk

menangani data bereferensi geografi yang mencakup (a) pemasukan, (b)

manajemen penyimpanan data dan pemanggilan kembali, (c) manipulasi dan

analisis, dan (d) pengembangan produk percetakan. Dalam pengertian yang lebih

luas lagi dalam SIG selain perangkat keras dan lunak, juga pemakai dan

organisasinya.

Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu,

sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk

menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,

menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi

SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola, dan

 pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi

lainnya. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda yang dapat diintegrasikan,

 prosedur yang berbeda juga dapat dipadukan. Dengan demikian, pemakai menjadi

lebih banyak memperoleh infomasi baru dan dapat menganalisisnya sesuai dengan

spesifikasi yang dibutuhkan.

2.12. Program KUAT 

Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah

mengamanatkan pada pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kemandirian lokal melalui pemanfaatan

sumberdaya alam yang dimiliki secara efisien dan optimal dalam rangka

membangun daya saing daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

Page 24: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 24/158

  36

 pembangunan dan pengembangan kompetensi inti dari masing-masing daerah,

agar seluruh sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki masing-masing daerah

difokuskan pada upaya untuk mengembangkan potensi daerah (sumberdaya

manusia, sumberdaya alam, dana dan fasilitas yang ada) secara efektif dan efisien.

Kebijakan pembangunan yang dicanangkan Departemen Perindustrian RI

sebagaimana tercantum dalam arah kebijakan nasional industri yaitu, strategi

 pembangunan industri manufaktur ke depan, mengadaptasi pemikiran-pemikiran

terbaru yang berkembang saat ini, yaitu pengembangan industri melalui

 pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang

 berkelanjutan (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007).

Pembangunan industri dalam suatu kawasan merupakan alternatif

 pemecahan masalah dalam pemanfaatan sumber daya yang ada, Industri-industri

kecil dan menengah dapat ditempatkan dalam kawasan ini sehingga terjadi suatu

keterpaduan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain, akibatnya dapat

menghasilkan efesiensi investasi, pemerataan pelayanan dan efektifitas tujuan

 pembangunan dapat tercapai. Pembangunan kawasan industri yang berbasis

sumberdaya daerah ini akan menciptakan iklim yang sehat, selain nilai tambah

 produk bahan baku yang meningkat sehingga nilai jual yang ada menjadi tinggi,

 juga akan membantu dalam hal penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang

ada di Kabupaten Lampung Barat ini.

Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT), merupakan suatu kawasan yang

terkait dengan fungsi yang memiliki nilai strategis bagi pertumbuhan dan

 perkembangan wilayah lampung Barat. Kawasan tersebut merupakan kawasan

industri yang diharapkan mampu untuk Meningkatkan daya saing bagi komoditas

unggulan daerah, Meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007).

Latar belakang pembangunan KUAT merupakan upaya Pemerintah

Kabupaten Lampung Barat memanfaatkan kompetensi inti yang dimiliki

Kabupaten Lampung Barat yang belum diolah secara maksimal. Pemerintah

 berupaya memacu pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan potensi

yang dimiliki daerah tersebut. Salah satu sektor yang diharapkan dapat memacu

 perkembangan wilayah adalah agroindustri.

Page 25: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 25/158

  37

Pembangunan KUAT di Kabupaten Lampung Barat merupakan perpaduan

 perencanaan antara Pemerintah melalui Depperin dan Pemerintah Kabupaten

Lampung Barat yang didukung oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT). Wujud kerjasama ini dituangkan dalam bentuk  Memorandum of

Understanding   (MOU). Dalam MOU tersebut dijelaskan bahwa pembebasan

lahan merupakan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Lampung Barat

sedangkan bangunan, peralatan, teknologi dan pelatihan disediakan oleh

Depperin. Sedangkan studi kelayakan dan penyusunan rencana induk akan

dilaksanakan oleh BPPT. Operasional pembangunan KUAT akan dimulai pada

tahun 2008 (Depperin, 2007).

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat berharap bahwa program KUAT

dapat menghasilkan efek berganda (Pemda Kab. Lampung Barat, 2007) seperti :1.

 

Menumbuhkan industri kecil menengah yang terintegrasi sehingga

memudahkan sinkronisasi dan keterpaduan pembinaan

2. 

Dengan tumbuhnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) berbasis kompetensi

inti daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mutu sehingga dapat

meningkatkan nilai tambah dan daya saing.

3. 

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung Barat melalui penciptaan

lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang mampu mendapatkan nilai

tambah.

Kegiatan pengembangan kawasan Usaha Agroindustri merupakan

konsepsi yang menempatkan kegiatan agroindustri dari produk hasil

 pertanian/perkebunan dan nelayan sebagai satuan unit usaha yang berbasis

teknologi, berwawasan nilai tambah dan berkembang atas kemampuan daerah.

Page 26: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 26/158

  38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Lampung Barat, pada

kecamatan dengan potensi pengembangan kelapa dalam yang meliputi 6

Kecamatan yaitu: Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Karya Penggawa,

Pesisir Utara dan Lemong. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

Januari sampai dengan Februari 2008.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Page 27: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 27/158

  39

3.3. Kerangka Pemikiran

Sebagai Kabupaten dengan potensi wilayah berbasis sektor pertanian

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat menetapkan visi "Terwujudnya

masyarakat Lampung Barat yang Madani berbasis pertanian, kehutanan,

kelautan dan pariwisata"

Visi tersebut diatas, menggambarkan besarnya peranan sektor pertanian

yang diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan

 perjalanan waktu sektor pertanian yang menjadi sumber penghasilan utama

masyarakat belum mampu memberikan dampak yang berarti bagi kemakmuran

wilayah. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor seperti harga komoditas

 pertanian yang fluktuatif, harga sarana produksi yang terus meningkat, lemahnya

 peranan lembaga usaha petani dan kebijakan di bidang pertanian yang tidak fokus.Pengembangan komoditas perkebunan dilaksanakan lebih kepada produk

yang berharga tinggi pada saat itu. Akibatnya komoditas yang telah diusahakan

oleh masyarakat seringkali terabaikan karena faktor rendahnya harga jual.

Kebijakan pembangunan komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat pada 10

tahun terakhir sangat lemah. Selama ini komoditas perkebunan yang banyak

dikembangkan adalah kopi, cengkeh, nilam dan kakao. Sedangkan komoditas

kelapa relatif kurang diperhatikan. Kondisi ini membuat petani kelapa kurang

 bergairah untuk terus memelihara dan meningkatkan produktifitas tanaman kelapa

mereka.

Dari subistem budidaya (produksi) permasalahan yang terjadi adalah:

 penggunaan bibit asalan, pemeliharaan kebun yang sangat kurang berakibat pada

rendahnya produktifitas lahan. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan

Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005 produktifitas tanaman kelapa rakyat baru

mencapai 651 kg/ha/tahun. Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), potensi

 produktivitas kelapa dalam yang dimiliki Indonesia sebesar 2,50 ton kopra/ha/

tahun. Dengan demikian produktifitas kelapa petani Kabupaten Lampung Barat

 baru mencapai seperempat dari potensi produksi dan setengah dari rata-rata

 produksi nasional 1-1,2 ton/ha/tahun.

Sedangkan pada kegiatan non budidaya permasalahan kelapa di Kabupaten

Lampung Barat antara lain: produk olahan baru sebatas kelapa butiran dan kopra

Page 28: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 28/158

  40

dengan kualitas asalan. Belum tersedianya fasilitas pengolahan produk kelapa dan

hasil ikutannya menjadikan petani memiliki keterbatasan dalam membuat produk

olahan kelapa. Tidak adanya insentif yang diberikan kepada petani kelapa untuk

mendorong petani menghasilkan kopra bermutu baik atau menjual kelapa segar

kepada pabrik terdekat.

Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek pasar

monopsoni dari pabrik minyak kelapa dan pedagang kopra yang menentukan

harga secara sepihak (Supadi dan Nurmanaf, 2006). Muara dari kondisi tersebut

adalah rendahnya nilai tambah produk komoditas kelapa di Kabupaten Lampung

Barat. Tanpa adanya perubahan mendasar dari cara pandang berbagai pelaku

agribisnis kelapa termasuk pemerintah maka kondisi petani kelapa akan tetap

terpuruk.Pengembangan program KUAT adalah salah satu solusi alternatif dalam

meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Selain itu, program KUAT diharapkan

dapat menjadi motor penggerak perekonomian wilayah karena sifat keterpaduan

dan pengembangannya meliputi suatu kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan

analisis agar pendekatan arahan program akan tepat pada sasaran.

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas

lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan

yang akan ditetapkan. Peta Kesesuaian lahan kelapa di wilayah Pesisir Kabupaten

Lampung Barat, selanjutnya ditumpangsusun dengan peta desa. Hal ini berguna

untuk memberikan gambaran spasial desa-desa pesisir sesuai dengan tingkat

kesesuaian untuk tanaman kelapa.

Analisis Location Quotient  (LQ) bertujuan untuk menggambarkan kondisi

 basis/pemusatan komoditas kelapa di setiap kecamatan lokasi penelitian. Analisis

skalogram dilakukan untuk menentukan hirearki desa-desa di kawasan pesisir.

Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit

desa didata dan disusun dalam satu tabel. Analisis skalogram bertujuan untuk

menggambarkan tipologi wilayah tempat penelitian untuk menunjukkan pusat-

 pusat pelayanan berdasarkan fasilitas yang dimiliki.

Penentuan produk kelapa akan dilaksanakan dengan metode proses

hierarki analitik (AHP). Analisis AHP ditujukan untuk mendeskripsikan

Page 29: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 29/158

  41

 pandangan para stakeholder mengenai produk kelapa yang layak untuk

dikembangkan. Responden untuk analisis AHP merupakan para ahli yang terdiri

dari unsur peneliti perkelapaan, pengusaha agroindustri kelapa, pihak

Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yang berasal dari Dinas Perindustrian dan

Perdagangan, dan Kabupaten Lampung Barat terdiri dari Bappeda, unsur Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan

Kabupaten Lampung Barat.

Untuk mendapatkan gambaran keragaan petani kelapa di Kabupaten

Lampung Barat, maka dilakukan survai kepada petani. Pengumpulan data

dilaksanakan melalui wawancara langsung kepada petani kelapa. Data yang

dikumpulkan meliputi: luas areal kebun kelapa, usia tanaman kelapa, prosedur

 pemeliharaan, pola panen dan pasca panen. Keragaan ini bertujuan untukmemberikan gambaran sisi on farm dan off farm perkebunan kelapa rakyat.

Rantai tata niaga di Kabupaten Lampung Barat dianalisis dengan

menggunakan analisis rantai tata niaga dan marjin pasar. Melalui hasil analisis ini

dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk kelapa dalam diantara

 para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul

tingkat kecamatan, dan eksportir (apabila komoditas diekspor).

Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa dilakukan survai

 pustaka yang meliputi data ekspor, impor dan konsumsi produk olahan kelapa.

Data tersebut selanjutnya diolah untuk mendapatkan gambaran jumlah ekspor,

impor dan konsumsi dalam negeri. Melalui data tersebut dibuat peramalan trend

 permintaan produk kelapa selama beberapa tahun ke depan.

Hasil analisis tersebut di atas disusun ke dalam matriks yang

menggambarkan kelayakan arahan Program KUAT. Wilayah-wilayah yang

secara fisik, ekonomi dan tipologinya mendukung diarahkan sebagai lokasi

 program. Produk-produk terpilih yang akan digambarkan melalui nilai efisiensi

 pasar, dan besarnya permintaan produk-produk tersebut juga ditampilkan dalam

matriks hasil analisis. Pada akhirnya akan didapat arahan program KUAT

 berdasarkan gabungan hasil analisis fisik dan ekonomi wilayah. Pada diagram

alir berikut ini disajikan kerangka pemikiran penelitian (Gambar 2).

Page 30: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 30/158

  42

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Analisis

Marjin PasarAnalisis

Pohon

Industri

Analisis

Demand

Harga

Rendah,

ditentukan

 pedagang

Produksi

Persatuan

Lahan

Rendah

Produk

olahan

Hanya

Kopra

Fasilitas

Kurang

Kebijakan

Pembangu

nan

Kondisi Eksisting

Perkebunan Kelapa dan Wilayah

Pesisir Kabupaten Lampung Barat

PROGRAM KAWASAN

USAHA AGRO TERPADU

(KUAT)

Nilai Tambah Produk

Kelapa Rendah

Analisis

Kesesuaian

Lahan

Analisis

Skalogram

Analisis

Location

Quotient

PROSPEK PASARLOKASI

PREFERENSI

MASYARAKAT

AnalyticalHierarchy

Process

ARAHAN PENGEMBANGANKAWASAN USAHA AGRO TERPADU

(KUAT)

Page 31: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 31/158

  43

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk penelitian berupa data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan (responden)

 parapihak yang dianggap sebagai ahli dan berkompeten terkait program KUAT.

Gambaran keragaan perkebunan kelapa di Kabupaten Lampung Barat didapat

melalui wawancara langsung dengan petani kelapa.

Sedangkan data sekunder berupa peta administrasi, topografi, geologi,

hidrologi, data PDRB dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berasal dari

Bappeda, Data Potensi Desa dari Badan Pusat Statistik dan Data Luas Areal dan

Produksi Tanaman Kelapa dari Dinas Perkebunan. Tabel 2. menjelaskan jenis

dan metode pengumpulan data. Sedangkan aspek, variabel yang diteliti, sumber

dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 2. Jenis data yang dikumpulkan

 No Jenis Data Metode

Pengumpulan

Data

Sumber

1 Data Primer :

a. 

Persepsi para pihak

terkait Produk

Program KUAT

Wawancara

dengan

kuisioner

Responden :

Peneliti/Pakar Perkelapaan

Pengusaha Agroindustri Kelapa

Dinas Perindag Prop. Lampung

Unsur Bapeda

Unsur Dinas Perkebunan

Unsur Dinas Perindag

 b. 

Keragaan perkebunan

kelapa

- Petani Kelapa

c. Marjin pasar Wawancara Petani, Pedagang Pengumpul tingkat desa,

 pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan

Pengumpul Kabupaten.

2 Data Sekunder

Podes 2006

(LBDA)

Data Susenas

Rencana Tata Ruang

Wilayah

Database Perkebunan

Peta Administrasi

Peta Tanah 1 :250.000

Peta Geologi

Peta Hidrologi

Peta Lereng

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi PustakaStudi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

Studi Pustaka

BPS

BPS

BPS

Bapeda Lampung Barat

Dinas Perkebunan

Bapeda Lampung Barat

Bapeda Lampung Barat

PuslittanahBapeda Lampung Barat

Bapeda Lampung Barat

Bapeda Lampung Barat

Bapeda Lampung Barat

Page 32: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 32/158

  44

Tabel 3. Aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data

 No Aspek Variabel Sumber Data Teknik

Pengumpulan Data

1 Penentuan lokasi

KUAT

Sumber Daya Fisik

Wilayah (Kesesuaian Lahan), luas

tanam dan produksi

Bapeda, Dinas

Perkebunan KabLampung Barat,

BPS

Studi

Pustaka,

2. Penentuan hierarki

wilayah, pusat-pusat

 pelayanan

Fasilitas pelayanan, BPS,

Dinas/instansi

terkait Kabupaten

Studi

 pustaka

3. Potensi Kelapa di

setiap kecamatan,

untuk menentukankeunggulankomparatif komoditi

Sumber Daya Fisik

Wilayah (Kesesuai

an Lahan), luas arealtanaman kelapa.

BPS, Dinas

Perkebunan

KabupatenLampung Barat

Studi

 pustaka

4. Persepsi parapihaktentang produk

 program KUAT

Pendapat para parapihak yang

didapat dari

wawancara

Studi Pustaka, parapihak

StudiPustaka,

Wawancara

5. Nilai Ekonomi Produk

Kelapa

Permintaan, Rantai

Tata Niaga, dan

Pohon Industri

Bapeda, Dinas

Perkebunan Kab

Lampung Barat,BPS

Studi

 pustaka

6. Keragaan PerkebunanKelapa

Luas areal, produksi perawatan, panen,dll

Petani Wawancara

3.4. Analisis Data

Dalam Penelitian ini data dianalisis dengan metode Kesesuaian lahan

melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), Location Quotient (LQ), Analytical

Hierarchy Process (AHP), Analisis Margin Pasar, Analisis Demand pasar (Trend

Permintaan), dan Analisis Pohon Industri.

3.4.1. Penentuan Lokasi

3.4.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), menggambarkan kriteria kesesuaian

lahan untuk tanaman kelapa berdasarkan karakteristik lingkungan fisik dan lahan

seperti temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, kegaraman,

toksisitas, hara tersedia, kemudahan pengolahan, dan terrain/potensi mekanisasi.

Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe

 penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang

dimiliki oleh lahan tersebut.

Page 33: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 33/158

  45

Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa

Kelas Kesesuaian LahanKualitas/Karakteristik

Lahan S1 S2 S3 N1 N2

Temperatur (t)

-Rata2  Tahunan (oC) 25-28 >28-32 >32-35 Td >35

Ketersediaan Air (w)

- Bulan Kering (75

mm)

<2 2-3 >3-4 Td <4

- Curah Hujan/ tahun (mm) 2000-3000 3000-4000

1300-<2000

4000-5000

1000-<1300

Td >5000

<1000

- LGP (hari) >330 >300 >240 >240 >240

Media Perakaran 

- Drainase Tanah

(r) Baik Sedang,Agak cepat

Cepat, Agakterhambat

Terhambat SgtTerhambat,

Sgt cepat

- Tekstur LS,SL,CL,SCL,S

iL,Si,SiCL,L

SC,SiC,C S,Str,C Td Kerikil

Kedalaman Efektif (cm) >100 75-100 50-<75 <50

- Gambut

a. Kematangan - Saprik Hemik Hemik-

Fibrik

Fibrik

 b. Ketebalan (cm) - <100 100-150 >150-200 >200

Retensi Hara (f)

- KTK Tanah ≥ tinggi Sedang Rendah Sgt rendah -

- pH Tanah 5,5-7,0 >7,0-7,5

5,0-5,5

7,5-8,5

4,5-<5,0

4,0-<4,5 >8,5

<4

- C-organik (%) - - -

Kegaraman (c)

- Salinitas mmhos

/cm

<2 2-4 >4-8 >8

Toksisitas (x)

- Kejenuhan Al (%)

-Kedalaman Sulfidik (cm) >175 115-175 85-<115 65-<85 <65

Hara Tersedia (n)

- Total N ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -

- P2O5 ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -

- K 2O ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -

Kemudahan Pengolahan (p)

- Konsistensi Besar Butir - - Sgt keras Sgt

teguh , Sgt lekat

- Berkerikil,

 berbatu-

Terrain/potensi mekanisasi (s/m) - -

- Lereng (%) <8 8-15 >15-25 >25-45 >45

- Batuan Pmukaan (%) <3 3-15 >15-40 Td >40

- Singkapan batuan (%) <2 2-10 >10-25 >25-40 >40

Tigkat bahaya erosi (e) SR R S B SB

Bahaya banjir (b) FO F1 F2 F3 F4

Page 34: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 34/158

  46

Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) 

Keterangan :

Td : Tidak berlaku Si : Debu

S : Pasir L : Lempung

StrC : Liat berstruktur Liat Masif : Liat Tipe 2:1 (vertisol)Kedalaman tanah untuk penentuan tekstur, KTK, C-organik, Al, N, P2O5, K 2O

disesuaikan dengan zone perakaran tanaman yang dievaluasi.

Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini

 berdasarkan kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

(2002) yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi),

 batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan, hidrologi, dan

 persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman.

Langkah awal dalam menganalisis data adalah dengan menggambarkan

lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dalam di Kabupaten

Lampung Barat. Kesesuaian lokasi tanaman kelapa dianalisis menggunakan

 pencocokan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa.

Gambaran lokasi kesesuaian lahan akan menjadi bagian dalam menentukan lokasi

 pengembangan program KUAT.

3.4.1.2. Analisis Location Quotient (LQ) 

Analisis  Location Quotient   ( LQ) dalam penelitian ini dilaksanakan pada

desa-desa di 6 Kecamatan wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat yang

meliputi Kecamatan Bengkunat, Kecamatan pesisir Selatan Kecamatan Pesisir

Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan Pesisir Utara dan Kecamatan

Lemong.

Untuk mengetahui peranan komoditas kelapa di desa-desa tersebut, maka

 perlu dilaksanakan analisis LQ. Analisis ini untuk mengetahui keunggulanwilayah saat ini dari komoditas kelapa terhadap peranannya kepada perekonomian

wilayah desa, kecamatan maupun terhadap kabupaten. Secara operasional LQ

dapat didefinisikan sebagai rasio persentase dari aktifitas pada sub wilayah ke-i

terhadap aktifitas total wilayah yang diamati.

Page 35: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 35/158

  47

Persamaan dari LQ ini adalah :

Dimana :

Xij : Luas Areal Kelapa (Ha) di Desa-i

X.j : Total Luas Areal Kelapa (Ha) di Kecamatan – j

Xi. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Desa ke-i

X.. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Kecamatan pesisir (j)

Tabel 5. Struktur data aktifitas

Sektor Desa Lokasi Studi

(j)

Jumlah Xi.

(Kecamatan)

i Nama Komoditas

1

2

...

n

...

X1j

X2j

...

Xnj

X1.

X2.

...

Xn.

Jumlah X.j X..

Tabel 6. Struktur tabel LQ

Sektor Desa Lokasi Studi

(j)

i Nama Komoditas

1

2

...

n

...

LQij

LQ2j

...

LQnj

..

.

/.

/

 X  Xi

 X  X  LQ

 jij

ij   =

Page 36: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 36/158

  48

Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai

 berikut :

Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu

aktivitas di desa-i secara relatif dibandingkan dengan total kecamatan pesisiratau terjadi pemusatan aktifitas di desa ke-i.

Jika nilai LQij = 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara

dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di desa-i sama dengan rata-rata

total kecamatan di daerah pesisir.

-  Jika nilai LQij < 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih

kecil dengan aktifitas secara umum ditemukan diseluruh kecamatan pesisir.

Data yang digunakan dalam LQ adalah luas areal tanaman kelapa dan tanaman

 perkebunan lainnya di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat. Seluruh data

 bersumber dari Data Statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005.

Untuk mendukung analisis LQ ini dapat digunakan analisis Location Index

(LI) dengan persamaan :   ∑   −= ..)/.)./(  X  Xi j X  Xijα  . Setelah diperoleh hasil

 perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan

untuk komoditas yang diselidiki, nilai α   yang mendekati 1 artinya pengusahaan

komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah (Saefulhakim, 2006.)

3.4.1.3. Analisis Skalogram

Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan suatu kawasan

secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya

suatu wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksesibilitas

masyarakat di dalam pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang dapat

digambarkan baik secara fisik maupun non fisik.

Melalui analisis skalogram pemetaan desa-desa pesisir yang menjadi

lokasi penelitian dapat digambarkan berdasarkan tipologi wilayah masing-masing.

Tipologi wilayah disusun berdasarkan jenis fasilitas yang dimiliki oleh desa-desa

tersebut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking

tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis

ini dapat ditentukan indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah

Page 37: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 37/158

  49

 jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang

dimiliki masing-masing desa. Hasil analisis ini nantinya akan menjadi

 pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi KUAT

sesuai dengan tipologi wilayah.

Tahapan penyusunan skalogram adalah sebagai berikut :

1. 

Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam

unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam

urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang

 penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling

kanan.

2. 

Menyusun sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersedian

fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit desadengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak disusunan paling

 bawah

3. 

Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas

maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa.

4. 

Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh

 jumlah unit fasilitas yang tersebar diseluruh unit desa.

5. 

Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas

merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan

 posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling

tidak lengkap.

6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan

 jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga

adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi

diletakkan pada posisi di atas.

7. Disamping cara sebagaimana telah disebutkan diatas terdapat cara lain yang

merupakan modifikasi dari metode skalogram yaitu dengan penentuan indeks

 perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas

 pelayanan.

Page 38: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 38/158

  50

Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan desa (IPj) suatu

wilayah atau pusat pelayanan adalah sebagai berikut :

∑=

n

i

ij j  I  IP  '  

i

ij

ij

SD

 I  I  I 

mini

'  −

=  

Dimana :

IPj = Indeks Perkembangan desa ke-j

Iij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-j

I’ij = Nilai indikator perkembangan ke-i

terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j

Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecil

SDi = Standar deviasi indikator perkembangan ke-i

 Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk mengelompokkan unit desa

dalam kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirearki desa. Diasumsikan bahwa

kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat

 perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan

kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu

konsensus misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar

deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi,

kemudian jika antara nilai rata-rata sampai ( 2 x standar deviasi + nilai rata-rata)

maka termasuk tingkat perkembangan sedang, dan jika nilai kurang dari nilai rata-

rata maka termasuk dalam tingkat perkembangan rendah (Saefulhakim, 2006)

Secara matematis kelompok tersebut adalah :

Xi > X rata-rata + 2Stdev (tinggi)

Xrata-rata < Xi < + 2 Stdev (sedang)

Xi < Xrata-rata (rendah)

Analisis skalogram dalam penelitian ini menggunakan data PODES 2006

3.4.2. Preferensi Masyarakat

3.4.2.1. Analisis AHP

Analisa AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pandangan

 para  stakeholder mengenai komoditas yang dianggap menguntungkan untuk

dikembangkan pada program KUAT Kabupaten Lampung Barat. Hasil kuesioner

setiap responden dianalisa untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab

setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

Page 39: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 39/158

  51

Menurut Azis (1994), asumsi-asumsi yang dipakai oleh AHP adalah

sebagai berikut: pertama-tama harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas)

kemungkinan tindakan, yakni, 1,2,....,n yang adalah tindakan positif, n adalah

 bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam

angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atribut-

atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan

responden dan situasi yang relevan. Tabel 8 berikut menggambarkan tingkat

urutan dan definisinya.

Tabel 7. Sistem urutan (Ranking) Saaty (Azis, 1994)

Intensitas/

Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Sama Pentingnya Dua aktifitas memberikan kon

tribusi yang sama kepada tujuan

3 Perbedaan penting yang lemahantara satu dengan yang lain

Pengalaman dan selera sedikitmenyebabkan yang satu sedikit

lebih disukai daripada yang lain

5 Sifat lebih pentingnya kuat Pengalaman dan selera yang

menyebabkan penilaian yang satulebih daripada yang lain. Yang satu

sangat lebih disukai daripada yang

lain

7 Menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol

Aktifitas yang satu sangat disukaidibandingkan yang

lain;dominasinya tampak nyata

9 Penting absolut Bukti bahwa antara yang satu lebih

disukai daripada yang lain

menunjukkan kepastian tingkattertinggi yang dapat dicapai.

2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai

diatas/dibawahnya

Diperlukan kompromi

Kebalikanangka bukan

nol di atas

Jika aktifitas i, dibandingkandengan j, mendapat nilai bukan

nol seperti tertera di kolom 1,

maka j-bila di bandingkan

dengan i-mem punyai nilaikebalikannya

Asumsi yang masuk akal

Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksanakan

dengan mendapatkan sebanyak n

nilai angka untuk melengkapi

matriks.

Page 40: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 40/158

  52

Walaupun demikian, mengikuti perkembangan baku AHP dipergunakan

metode skala Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan ”sama penting” (jadi untuk

atribut yang sama, skalanya selalu 1) sampai dengan 9 yang menggambarkan

kasus atribut yang paling absolut dibandingkan dengan yang lain (urutan

 pemastian tertinggi yang mungkin).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah :

1.  Mengidentifikasi/menetapkan masalah yang muncul;

2. 

Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;

3.  Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah

yang ditetapkan;

4.  Menetapkan struktur hierarki

Hirearki adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa level/tingkatan,

dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. Hal

yang dilakukan dalam suatu hierarki adalah mengukur pengaruh berbagai

kriteria yang terdapat pada hirarki. Pada umumnya, masalah dasar yang

muncul dalam penyusunan hierarki adalah menentukan level tertinggi dari

 berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level.

5.  Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan,

 pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor.

6. 

Membandingkan alternatif (comparative judgement )

7.  Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority)

8.  Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency)

Sarana yang digunakan dalam AHP adalah dengan memberikan kuisioner

kepada responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah

kelapa dan agroindustri kelapa. Responden dipilih dengan metode  pupossive

 sampling. Analisis AHP dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice 2000 

3.4.2.2 Persepsi Masyarakat

Program KUAT merupakan upaya pemerintah daerah untuk

melaksanakan pembangunan berbasis komoditas. Keberhasilan program

dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang program tersebut. Penggalian

Page 41: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 41/158

  53

 persepsi masyarakat dilakukan dengan survei terhadap petani dan pedagang yang

terlibat dalam usaha tani kelapa di seluruh wilayah kecamatan lokasi penelitian.

Pertanyaan disusun menyangkut pemahaman masyarakat tentang program

terutama lokasi dan produk yang akan dikembangkan. Seluruh data (petani dan

 pedagang) dihitung secara persentatif berdasarkan lokasi pengamatan.

3.4.3. Prospek Pasar Produk Kelapa

3.4.3.1. Analisis Marjin Pasar. 

Marjin pemasaran mempunyai dua pengertian (Tomek dan Robinson,

1990), yaitu: (1) Perbedaan harga antara dua lembaga pemasaran (seperti petani,

 pedagang, pengolah dan eksportir); dan (2) Biaya yang dikeluarkan untuk

membayar jasa-jasa sepanjang saluran pemasaran. Hal ini terkait dengan peran

 pemasaran berupa waktu, tempat dan transformasi kepemilikan produk (Malian et

al ., 2004).

Produk-produk yang merupakan bagian dari komoditas kelapa dalam akan

dianalisis dengan menggunakan analisis marjin pasar. Jenis produk yang

dianalisis didasarkan pada pandangan para ahli tentang produk kelapa yang

menguntungkan. Melalui hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi

 pemasaran produk kelapa dalam diantara para pelaku pemasaran seperti petani

sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang sementara, eksportir (apabila

komoditas diekspor).

Menurut Damanik dan Sientje (1992) formulasi yang digunakan untuk

mengetahui marjin pemasaran produk kelapa digunakan pendekatan berikut ini.

Misal harga kelapa/produk kelapa masing-masing lembaga tata niaga adalah:

1. Petani : Rp. A

2. Pedagang Pengumpul/perantara : Rp. B

3. Eksportir/Pedagang Besar : Rp. C

Page 42: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 42/158

  54

Maka marjin pemasaran menjadi:

A

a. Petani = x 100 % = %

B

B

 b. Pedagang Perantara/Pengumpul x 100 % = %

C

3.4.3.2. Analisis Permintaan ( Demand )

Definisi dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas

yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu

tertentu pada berbagai tingkat harga ketika faktor lain tidak berubah. Permintaan

 pasar adalah agregat dari permintaan individu konsumen.

Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa akan dilakukan

survai pustaka ke pihak-pihak yang berwenang menangani pemasaran produk

kelapa antara lain: Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Lampung Barat, Dinas Perdagangan dan industri Propinsi Lampung, Departemen

Perdagangan, Departemen Perindustrian, eksportir, Asia and Pacific Coconut

Community (APCC), dan pengusaha minyak goreng di Bandar Lampung,

 pedagang pengumpul tingkat Kecamatan dan Kabupaten.

Analisis permintaan dilaksanakan dengan membuat proyeksi permintaan

 produk-produk kelapa yang prospektif berdasarkan kecenderungan data, dengan

asumsi bahwa pola konsumsi pada tahun-tahun mendatang sama seperti tahun

sebelumnya. Asumsi lain yang dipergunakan adalah bahwa variabel selain waktu,

kondisi perekonomian, kondisi pesaing, perubahan teknologi di anggap stabil.

Proyeksi permintaan ini menggunakan metode peramalan time series.

3.4.3.3. Analisis Pohon Industri 

Dalam analisis pohon industri, produk-produk turunan yang berbahan

 baku kelapa akan diuraikan secara satu persatu kemudian dianalisis produk kelapa

yang memiliki nilai ekonomi. Produk-produk olahan kelapa yang telah

 berkembang saat ini akan diuraikan satu persatu tentang rangkaian proses dan

manfaat masing-masing. Seluruh produk olahan kelapa mulai dari daun, buah,

Page 43: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 43/158

  55

sampai dengan batang akan digambarkan satu persatu melalui diagram pohon

industri. Analisis ini diperlukan untuk menunjukkan keragaman produk yang

dapat dihasilkan dari tanaman kelapa.

Melalui deskripsi pohon industri dapat diketahui bahwa, pemanfaatan

kelapa untuk menghasilkan aneka ragam produk olahan dapat dilakukan dari

 bagian-bagian kelapa seperti daging buah, air kelapa, tempurung, sabut, sampai

dengan tandan bunga. Analisis ini akan menggunakan model pohon industri yang

dipakai oleh Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian.

Gambaran produk kelapa dan turunannya digambarkan pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Pohon industri kelapa

Sumber: Ditjenbun (2007)

Page 44: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 44/158

  56

BAB IV

KEADAAN UMUM WILAYAH

4.1.  Batas Wilayah Administrasi

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu dari sepuluh kabupaten /

kota di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota

Liwa, dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1991 tanggal 16

Agustus 1991. Secara geografis Kabupaten Lampung Barat terletak pada posisi

koordinat antara 40 47’ 16” – 5

0 56’ 42” Lintang Selatan dan 103

0 35’ 8” – 104

33’ 51” Bujur Timur, dengan batas wilayah antara lain adalah :

a. 

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten

Way Kanan, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus

 b. 

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Selat Sunda.

c. 

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

d. 

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu dan

Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Provinsi Sumatera Selatan.

Adapun kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat yaitu :

Kecamatan Sumberjaya, Way Tenong, Sekincau, Suoh, Belalau, Batu Brak.Balik

Bukit, Sukau, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara, Lemong, Pesisir

Selatan, dan Bengkunat. Luas wilayah tiap kecamatan, persentase luas wilayah,

ibukota per kecamatan dan jumlah desa tiap kecamatan disajikan dalam Tabel 9.

Kabupaten Lampung Barat memiliki luas wilayah sekitar 4.950.4 km2 atau

13,99 persen dari luas wilayah Provinsi Lampung. Sebagian besar mata

 pencaharian pokok penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Secara

administratif Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan

dan dengan 170 pekon (desa), dan 4 kelurahan.

Page 45: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 45/158

  57

Gambaran umum wilayah Kabupaten Lampung Barat disajikan berikut ini :

Gambar 4. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Barat

Page 46: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 46/158

  58

Tabel 8. Kecamatan, Luas wilayah, jumlah desa dan kelurahan di Kabupaten

Lampung Barat Tahun 2005

Kecamatan Luas (Km2) Jumlah

Desa

Jumlah

Kelurahan

Ibukota

KecamatanPesisir Selatan 699,52 10 - Biha

Bengkunat 1400,81 20 - Pardasuka

Pesisir Tengah 110,01 19 1 Pasar Krui

Karya Penggawa 62,46 8 - Kebuayan

Pesisir Utara 307,18 16 - Pugung Tampak

Lemong 327,25 11 - Lemong

Balik Bukit 195,50 11 1 Liwa

Sukau 218,48 9 - Tanjung Raya

Belalau 395,06 12 - Kenali

Suoh 231,62 10 - Sumber AgungSekincau 270,90 9 - Pampangan

Batu Brak 189,67 9 - Pekon Balak

Sumberjaya 356,46 14 1 Simpang Sari

Way Tenong 185,48 14 1 Mutar Alam

Jumlah 4.950.4 170 4

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka, 2005

4.2. Kondisi Fisiografi

Secara fisiografis daerah Lampung Barat dibedakan atas 3 (tiga) bagian

yakni daerah pesisir di Bagian Barat dengan kemiringan 0 sampai dengan 15

 persen, daerah pegunungan yang merupakan daerah Bagian Tengah dengan

kemiringan 15 sampai dengan atau lebih dari 40 persen, daerah bergelombang di

Bagian Timur dengan kemiringan lahan 2 sampai 40 persen.

Ketinggian wilayah Kabupaten Lampung Barat, dibedakan menjadi 3

wilayah yaitu:

a. 

Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 200 meter dpl

 b. 

Daerah perbukitan dengan ketinggian 200 - 1000 meter dpl,

c. 

Daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 – 2000 meter dpl

Kecamatan Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya

mempunyai ketinggian antara 500 – 1000 meter dari permukaan laut (dpl).

Sedangkan Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada

Page 47: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 47/158

  59

umumnya mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 500 meter dpl. Bentuk

 bentang alam sepanjang pesisir barat datar sampai berombak dengan kemiringan

 berkisar antara 3 – 5 persen.

Dibagian barat laut Kabupaten Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan

 bukit, yaitu Gunung Pugung (1.808 m), Bukit Palalawan (1.753 m), dan Bukit

Tabajan (1.413 m). Sedangkan bagian selatan terdapat beberapa gunung dan bukit

yaitu Bukit Penetoh (1.166 m), Bukit Bawanggutung (1.042 m), Gunung Sekincau

(1.718 m), Pegunungan Labuan Balak (1.313 m), Bukit Sipulang (1.315 m). Di

sebelah Timur dan Utara terdapat pula Gunung Pesagi (2.127), Gunung

Subhanallah (1.623 m), Gunung Ulujamus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m),

dan Bukit Penataan (1.688 m).

4.2.1. Geomorfologi

Bentuk Lahan merupakan bentukan alam di permukaan bumi yang

menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan

lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya.

Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama,

yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural (S), (5)

Vulkanik (V), (6) Kars (K).

Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat merupakan daerah

 perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Secara

morfometrik dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu:

a.  Satuan geomorfologi dataran aluvial

 b.  Satuan geomorfologi perbukitan

c.  Satuan geomorfologi pegunungan

Satuan geomorfologi dataran aluvial, satuan geomorfologi terbagi dua

yaitu aluvial marin dan aluvial sungai. Luas dataran marin 68.812 ha (66,1

 persen), sedangkan aluvial sungai 21.862 ha (21 persen). Satuan geomorfologi ini berada pada ketinggian 0 - 50 meter dpl. Daerah ini relatif sempit memanjang

sepanjang pantai. Daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia.

Seperti umumnya pantai di pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa

dipengaruhi oleh gempa tektonik dan gelombang tsunami.

Page 48: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 48/158

  60

Satuan geomorfologi perbukitan, berada pada ketinggian 200 – 1000

meter dpl., ditempati oleh endapan volkanik kuarter. Daerah ini relatif aman

terhadap gempa namun pada bagian yang berlereng masih rawan longsor.

Satuan geomorfologi pegunungan, yang merupakan punggungan Bukit

Barisan, ditempati oleh endapan volkanik kuarter dan beberapa formasi. Daerah

ini memiliki ketinggian 1000 – 2000 meter dpl. Daerah ini dilalui sesar

semangko, dengan lebar zona 10 – 25 km. Pada beberapa tempat dijumpai

 beberapa aktifitas vulkanik. Dengan demikian daerah ini rawan terhadap gempa

 bumi, bencana gunung api, tanah longsor dan rawan erosi.

Dengan melihat kondisi geomorfologi di atas, Kabupaten Lampung Barat

dibagi menjadi 3 (tiga) zona rawan bencana:

a. 

Zona I, daerah pesisir dengan ancaman gempa tektonik, tsunami dan banjir. b.

 

Zona II, daerah perbukitan rawan terhadap bencana longsor

c. 

Zona III, daerah pegunungan yang paling rentan terhadap bencana tanah

longsor, volkanisme dan gempa bumi,

4.2.2. Geologi

Batuan yang umum dijumpai di Kabupaten Lampung Barat adalah

endapan gunung api, batu pasir Neogen, granit batu gamping, metamorf, tufa

Lampung, dan Alluvium. Formasi tufa masam dari debu gunung api di sekitar

Bukit Barisan. Sedangkan endapan gunung api menutupi sebagian besar wilayah

dan kadang-kadang dijumpai endapan emas dan perak serta mineral logam lainnya

sebagai mineral ikutan.

Berdasarkan peta geologi propinsi Lampung skala 1 : 250.000 yang

disusun oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga (1989) dalam  Bakosurtanal

(2004), Lampung Barat terdiri dari batuan Vulkan Tua (Old Quarternary Young),

Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau, Formasi Bal, dan Batuan Intrusive.

Litologi yang dominan adalah jenis vulkanik, seperti Andesit – Basaltik. Jenis batuan ini menyebar hampir di semua kecamatan, kecuali di kecamatan Karya

Penggawa yang mempunyai jenis batuan gamping. Batuan sedimen (alluvium)

menyebar di sepanjang pantai Barat, yaitu di kaki lereng Bukit Barisan. Tabel 9

 berikut ini menyajikan unit geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya di

Kabupaten Lampung Barat.

Page 49: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 49/158

  61

Tabel 9. Unit Geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya (Km2)

No Kecamatan Unit Geologi Yang Dominan Luas (Km2)

1. Pesisir Selatan Formasi simpangaur

Andesitic-basaltic volcanic unit

224,057

107,005

2. Bengkunat Formasi simpangaur

Andesitic-basaltic volcanic unit

764,942

557,426

3. Pesisir Tengah Formasi simpangaur

Andesitic-basaltic volcanic unit

106,183

84,476

4. Karya

Penggawa

Formasi simpangaur

Anggota Batugamping

39,105

10,193

5. Pesisir Utara Andesitic-basaltic volcanic unit

Formasi simpangaur

103,011

30,804

6. Lemong Andesitic-basaltic volcanic unit

Formasi Ranau

229,666

159,356

7. Balik Bukit Formasi Ranau

Andesitic-basaltic volcanic unit

68,210

60,199

8. Sukau Younger VolcanicAndesitic-basaltic volcanic unit

69,23858,010

9. Belalau Younger Volcanic

Formasi Ranau

273,378

59,944

10. Sekincau Younger Volcanic

Formasi Ranau

241,100

29,156

11. Suoh Younger Volcanic

Formasi Ranau

101,125

53,053

12. Batu Brak Andesitic-basaltic volcanic unit

Formasi Ranau

144,44

87,037

13. Sumber Jaya Younger Volcanic

Formasi Ranau

227,405

15,069

14. Way Tenong Younger Volcanic 151,646

Sumber : Bakosurtanal 2004

4.2.3. Tanah

Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar Baturaja dan Kota Agung

Skala 1 : 250.000 (1980), jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat

cukup bervariasi. Berdasarkan pengelompokan fisiografi yang terbentuk, maka

unit-unit lahan yang ada meliputi aluvial (A), marin (B), volkan (V), perbukitan

(H) dan pegunungan (M). Sedangkan tanah yang terbentuk dalam tingkat order

tanah dapat dikelompokkan dalam entisol, inceptisol, dan ultisol. Gambaran

order tanah di Kabupaten Lampung Barat adalah sebagai berikut:

Page 50: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 50/158

  62

a. Entisol

Order tanah entisol tergolong sebagai tanah yang belum berkembang yang

dicirikan belum adanya perkembangan profil. Pada daerah aluvial dan dataran

 belum adanya perkembangan tanah tersebut disebabkan oleh adanya

 penambahan endapan yang terus-menerus, sedangkan pada daerah perbukitan,

 pegunungan dan volkan, terhambatnya perkembangan profil karena adanya

erosi yang berlangsung setiap saat. Great Group  tanah yang termasuk ordo

Entisol di daerah perbukitan dan pegunungan Kabupaten Lampung Barat

adalah : trophorthents. 

Pada daerah aluvial yang berupa dataran pantai, great group tanah yang

dijumpai meliputi : troposamments, hyraquents, dan sulfaquents.

Pada daerah aluvial yang berupa daerah pengendapan sungai, great grouptanah yang dijumpai meliputi : tropaquents, fluvaquents, dan tropofluents. 

b. Inceptisol

Order tanah inceptisol tergolong tanah muda yang mengalami tahap

 perkembangan lebih lanjut, jenis inceptisol dicirikan oleh adanya

 perkembangan pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan

 bahan-bahan tersebut pada lapisan bawah yang belum intensif, sehingga

tanah-tanah ini tergolong relatif subur.

Sebaran inceptisol merupakan yang terluas dibandingkan order-order tanah

yang lain. Terbentuknya tanah ini cenderung lebih mudah pada daerah

dataran tanah mineral. Great group tanah yang terbentuk di Kabupaten

Lampung Barat antara lain : tropaquepts, dystropepts, eutropepts,

humitropepts, dan distrandepts. 

c. Ultisol

Order tanah ultisol merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan

lanjut, jenis tanah ini dicirikan oleh adanya penimbunan liat dan pencucian

unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah. Berhubungan pencucian yang

terjadi berlangsung secara intensif, maka kejenuhan basa di lapisan bawah

tergolong rendah yaitu 30 persen serta kemasaman tinggi. Order ultisol

meliputi great group : hapludult. Sebagian besar jenis tanah ini terbentuk pada

daerah berupa volkan, perbukitan dan pegunungan di Lampung Barat.

Page 51: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 51/158

  63

4.2.4. Lereng

Secara umum kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal.

Sebagian besar wilayah Lampung Barat berlereng miring sampai sangat terjal

sebesar 70 % dari seluruh luasan wilayah Lampung Barat. Wilayah ini

memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka. Wilayah terjal

sampai sangat terjal dengan kemiringan 25% – 40% dan >40% terdapat di

Kecamatan Lemong (Pekon Lemong, Malaya, Bandar Pugung, Pagar Dalam,

Hutan, Balam), sebagian besar wilayah Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan

Suoh (Pekon Tugu Ratu, Simpang Bayur, Suoh, Sri Mulyo, Tambak Jaya),

Kecamatan Bengkunat (Pekon Marang, UPT Biha I, Mon, UPT Biha II, Gedung

Cahya, Kota Baru), Kecamatan Way Tenong (Pekon Sukananti), Kecamatan

Sumber Jaya (Pekon Pajar Bulan, Sindang Pagar, Way Petay), dan KecamatanBalik Bukit (Pekon Bahway). Luas wilayah dengan kemiringan curam sampai

sangat terjal sebesar 2.372,94 km2.

Wilayah dengan kemiringan lahan antara datar (0 – 0.2%) sampai landai

(0.2 – 2%) terdapat di pantai barat Kecamatan Pesisir Selatan dan Bengkunat.

Wilayah ini mempunyai luasan sebesar 1.474,98 km2 atau 30% dari seluruh luas

wilayah Lampung Barat. Keadaan kemiringan lereng dan luasannya dapat dilihat

 pada Tabel 10.

Tabel 10. Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan Luasannya.

No Kelas Lereng (%) Keterangan Luas (Km2) %

1 0 – 0.2 Datar 686.77 14.0

2 0.2 – 2 Landai 788.22 16.0

3 2 – 15 Miring 1074.26 21.8

4 15 – 25 Curam 756.84 15.4

5 25 – 40 Terjal 1089.55 22.1

6 >40 Sangat Terjal 526.54 10.7

Sumber : Bakosurtanal, 2004

4.2.5. Hidrologi 

Secara umum keadaan aliran sungai di Kabupaten Lampung Barat terbagi

menjadi 2 golongan yaitu : wilayah Bagian Timur, merupakan hulu sungai-sungai

 besar yang mengalir ke seluruh wilayah Propinsi Lampung.

Page 52: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 52/158

  64

Sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah daerah perbukitan dan

 pegunungan yang terletak di ujung selatan Bukit Barisan. Secara keseluruhan

daerah ini merupakan hulu dari sungai-sungai besar di Propinsi Lampung. Oleh

karena itu daerah ini memegang peranan penting dalam sistem Hidrologi

Lampung, yaitu sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area) dari sungai-

sungai besar dan mempengaruhi keadaan iklim secara keseluruhan. Sungai-

sungai tersebut di antaranya, Way Besay, Way Umpu, Way Semangka, Way

Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang dan Way Mesuji.

4.3. Kondisi Geografis

4.3.1. Iklim

Menurut Oldeman akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan,maka Kabupaten Lampung Barat memiliki 2 (dua) Zone Iklim yaitu :

a. 

Zone A (jumlah bulan basah + 9 bulan) terdapat di bagian barat Taman

 Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.

 b. 

Zone B (jumlah bulan basah 7 – 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman

 Nasional Bukit Barisan Selatan.

Berdasarkan curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah

hujan Kabupaten Lampung Barat berkisar antara 2.500 – 3.000 milimeter per

tahun atau 140 – 221 milimeter per bulan.

Tinggi curah hujan di Kabupaten Lampung Barat terbagi atas :

a. 

Curah hujan antara 1500 – 2000 mm pertahun

 b. 

Curah hujan antara 2000 – 2500 mm pertahun

c. 

Curah hujan antara 2500 – 3000 mm pertahun

Secara umum Kabupaten Lampung Barat beriklim tropis humid dengan

angin laut lembab yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan 2 (dua)

angin/musim setiap tahunnya. Pada bulan November sampai dengan bulan Maret

angin bertiup dari arah barat dan barat laut, bulan Juli sampai dengan Agustus

angin bertiup dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan angin rata-rata 70

km/hari. Temperatur udara maksimum 33°C dan temperatur minimum 22°C.

Rata-rata kelembaban udara sekitar 80-88 persen, akan semakin tinggi pada

daerah yang lebih rendah.

Page 53: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 53/158

  65

4.4 Penduduk

Kependudukan di Kabupaten Lampung Barat dapat digambarkan melalui

 jumlah, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, komposisi penduduk

menurut umur, jenis kelamin, agama yang dianut, mata pencaharian, dan angkatan

kerja.

Menurut Dinas Kependudukan Kabupaten Lampung Barat, sampai dengan

tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat sebanyak 388.113  jiwa.

Kecamatan Sumber Jaya adalah kecamatan dengan penduduk terbanyak. Di

kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara ini bermukim

47.231  jiwa atau 12,17 persen dari total penduduk Kabupaten Lampung Barat.

Kecamatan kedua terbanyak penduduknya adalah Bengkunat, yaitu 43.274  jiwa(11,15 persen). Sebaliknya di kecamatan Pesisir Utara, penduduknya hanya 10.325

 jiwa. Tabel 11 berikut menjelaskan jumlah penduduk setiap kecamatan dan

kepadatan per kilometer persegi di Kabupaten Lampung Barat tahun 2005.

Tabel 11. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2005

Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan

(Penduduk/K 

 Pesisir Selatan 699,52 20.209 28,89

Bengkunat 1400,81 43.274 30,89

Pesisir Tengah 110,01 31.189 283,51Karya Penggawa 62,46 13.849 221,72

Pesisir Utara 307,18 10.325 33,61

Lemong 327,25 14.163 43,28

Balik Bukit 195,50 31.387 160,55

Sukau 218,48 25.344 116,00

Belalau 395,06 24.896 63,02

Suoh 231,62 33.196 122,54

Sekincau 270,90 40.477 174,75

Batu Brak 189,67 12.856 67,78

Sumberjaya 356,46 47.231 132,50

Way Tenong 185,48 39.718 214,14Jumlah 4.950.4 388.113 78,40

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka 2005

Page 54: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 54/158

  66

4.5. 

Ekonomi

Secara umum struktur perekonomian Kabupaten Lampung Barat masih

didominasi oleh sektor pertanian dengan sub-sektor perkebunan yang memberikan

kontribusi terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

(Tabel 12).

Tabel 12. PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat tahun

2005 (dalan Jutaan Rupiah).

 No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Berlaku

Atas Dasar Harga

Konstan 1993

1. Pertanian 878.375 827.020

2. Pertambangan dan Penggalian 20.119 15.412

3. Industri Pengolahan Tanpa Migas 31.850 30.374

4. Listrik dan Air Bersih 2.988 2.861

5. Bangunan 46.825 44.048

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 244.267 219.855

7. Pengangkutan dan Komunikasi 42.487 37.584

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

22.487 18.703

9. Jasa-jasa 69.498 42.244

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005

4.6.  Perhubungan

Panjang ruas jalan di Kabupaten Lampung Barat sepanjang 519,06 km

yang terdiri dari Jalan Nasional 158,88 km, Jalan, Propinsi 316,18 dan Jalan

Kabupaten (Tabel 13)

Tabel 13. Sarana jalan berdasarkan status pengelolaan di Kabupaten Lampung

Barat

 No Status Jalan Panjang Jalan (Km) Tipe Aspal

1 Nasional 158,88 A

2. Propinsi 316,18 A

3. Kabupaten 44 A

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah)

Page 55: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 55/158

  67

4.7. 

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menuju

masyarakat yang cerdas, terampil dan sejahtera. Di Kabupaten Lampung Barat,

 jumlah sarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah

Menengah Umum disajikan pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Jumlah sarana pendidikan Per kecamatan berdasarkan jenis pendidikan

Jenis Pendidikan No Kecamatan

TK SD SMP SMU

1 Pesisir Selatan 3 17 2 1

2 Bengkunat 3 26 5 3

3 Pesisir Tengah 2 24 4 3

4 Karya Penggawa 2 11 1 1

5 Pesisir Utara 5 13 3 0

6 Lemong 5 16 2 1

7 Balik Bukit 5 21 2 1

8 Sukau 2 25 3 2

9 Belalau 2 19 1 1

10 Sekincau 2 13 6 1

11 Suoh 3 13 8 2

12 Batu Brak 1 10 1 0

13 Sumberjaya 7 27 3 1

14 Way Tenong 8 26 3 3

Jumlah 50 261 44 20

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah)

4.8. 

Kesehatan

Salah satu indikator tingkat kesejateraan masyarakat adalah kesehatan.

Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, serta tenaga

medis mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat disamping faktor-faktor

lainnya. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Lampung Barat tersaji pada

Tabel 15. berikut ini.

Page 56: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 56/158

  68

Tabel 15. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat

Jenis Fasilitas Kesehatan

 No Kecamatan Puskesmas

Perawatan

Puskesmas Puskesmas

Pembantu

Klinik

1 Pesisir Selatan 1 0 3 0

2 Bengkunat 2 0 10 0

3 Pesisir Tengah 1 0 3 0

4 Karya Penggawa 0 1 1 0

5 Pesisir Utara 0 2 2 0

6 Lemong 1 0 2 0

7 Balik Bukit 1 0 4 2

8 Sukau 0 2 4 0

9 Belalau 0 1 5 0

10 Sekincau 0 1 6 0

11 Suoh 1 0 4 0

12 Batu Brak 0 1 3 0

13 Sumberjaya 1 0 5 0

14 Way Tenong 1 0 5 0

Jumlah 9 8 57 2

Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005

4.9. 

Perkebunan

Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah dengan potensi pertanian yang

 besar, luas areal dan produksi tanaman kelapa cenderung terus meningkat.

Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun

2006, dari sisi luas areal dan produksi tanaman kelapa di Kabupaten Lampung

Barat menduduki peringkat ketiga dari 17 komoditas yang banyak diusahakan

masyarakat.

Page 57: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 57/158

  69

Tabel 16. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Lampung

Barat Tahun 2006

LUAS AREAL (Ha) PRO- PRODUK

DUKSI TIVITAS NO KOMODITAS

TBM TM TR JML

(TON) (Kg/Ha/Th)

1 Aren 132.1 147.8 21.2 301.1 44.6 302

2 Cengkeh 1,080.5 384.4 136.6 1,601.5 42.3 110

3 Kakao 953.5 238.5 5.2 1,197.2 77.3 324

4 Kayu Manis 525.6 331.5 56.0 913.1 203.9 615

5 Kelapa Dalam 2,986.5 3,707.9 115.2 6,809.6 2,450.9 661

6 Kelapa Hibrida 1.5 30.6 8.8 40.9 9.8 321

7 Kelapa Sawit 891.7 5,341.3 87.0 6,320.0 24,009.1 4,495

8 Kemiri 54.2 44.4 1.0 99.6 44.9 1,012

9 Kopi Robusta 2,802.9 56,630.1 1,038.8 60,471.8 24,124.4 426

10 Kopi Arabika 4.8 9.1 3.1 17.0 3.6 398

11 Lada 3,621.0 9,124.5 545.1 13,290.6 3,403.4 373

12 Nilam 348.0 58.5 71.5 478.0 4.2 72

13 Pala 5.0 2.0 - 7.0 2.0 980

14 Pinang 100.6 183.0 17.9 301.5 51.2 280

15 Sereh Wangi 3.8 13.8 - 17.6 5.4 390

16 The 2.2 14.8 16.3 33.3 8.5 573

17 Vanili 43.6 16.2 - 59.8 5.7 353

JUMLAH I 13,557.5 76,278.4 2,123.6 91,959.5

Sumber : Disbun Lampung Barat (2007)

Keterangan :

TBM : Tanaman Belum Menghasilkan TR : Tanaman Rusak

TM : Tanaman Menghasilkan TBS : Tandan Buah Segr

4.9.1. Kelapa

Pada tahun 2004 - 2006 luas areal tanaman kelapa secara berturut-turut

adalah 6.802,6 Ha, 6.807,6 ha, dan 6.809,6 ha. Adapun produksi pada tahun yang

sama adalah 2.296,4 ton, 2.413 ton dan 2.450,9 ton, dengan produktifitas 633

kg/ha/th, 651 kg/ha/th dan 661 kg/ha/th. Secara lengkap luas areal dan produksi

tanaman kelapa di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 17 berikut ini:

Page 58: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 58/158

  70

Tabel 17. Luas areal, produksi dan produktifitas tanaman kelapa Kabupaten

Lampung Barat tahun 2004 – 2006

No Tahun Luas Areal (ha) Produksi (Ton) Produktiftas

(Kg/ha/th)

1 2004 6.802,6 2.293,4 633

2 2005 6.807,6 2.413,0 651

3 2006 6.809,6 2.450,9 661

Sumber : Disbun Lampung Barat (2007)

Penyebaran komoditas kelapa berada pada 7 Kecamatan yaitu Kecamatan

Pesisir Selatan, Bengkunat, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara,

Lemong dan Sukau (Tabel 18). Pada wilayah kecamatan lain komoditas kelapa

 bukan merupakan komoditas utama hal ini terkait dengan kesesuaian agroklimat

(Bapeda Kabupaten Lampung Barat, 2003).

Tabel 18. Data Potensi dan Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2006

NO KECAMATAN PRODUKSI Produktifitas BENTUK

TBM TM (Ton/Th) (Kg/Ha/Th) HASIL

1 Pesisir Tengah 66.30  282.29  326.17  1,115  Kopra

2 Karya Penggawa 72.20  290.80  206.36  710  Kopra

3 Pesisir Selatan 104.54  1,184.95  610.76  515  Kopra

4 Bengkunat 207.25  710.55  527.30  742  Kopra

5 Pesisir Utara 34.95  440.05  316.34  719  Kopra

6 Lemong 19.30  354.80  247.50  698  Kopra

7 Sukau 2,378.11  180.47  48.75  270  Kopra

JUMLAH 2,882.65  3,443.91  2,283.18  - 

LUAS AREAL (Ha)

 

Sumber : Disbun Lampung Barat (2007)

Catatan:

• 

TBM = Tanaman belum menghasilkan

• 

TM = Tanaman menghasilkan

Page 59: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 59/158

Page 60: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 60/158

  72

dengan nilai LQ>1, selanjutnya Kecamatan Pesisir Tengah desa dengan nilai LQ.1

 berjumlah 9 desa (45 persen), Kecamatan Karya Penggawa 6 desa (60 persen)

yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Utara terdapat 11 desa ( (68 persen)

yang memiliki LQ>1 dan 4 desa (36 persen) pada Kecamatan Lemong yang

memiliki nilai LQ kelapa>1.

Sebagai daerah dengan mata pencaharian pokok penduduk bertumpu pada

sektor pertanian, peranan komoditas perkebunan lainnya seperti Kopi, Cengkeh,

Lada dan Kelapa Sawit di wilayah pesisir cukup dominan. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai LQ>1 pada beberapa desa. Di Kecamatan Bengkunat, terdapat 8

desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kopi, 6 desa untuk komoditas

Cengkeh, 5 desa untuk komoditas Lada dan 7 desa memiliki nilai LQ> 1 untuk

komoditas Kelapa Sawit.Keberadaan komoditas Kopi, Lada, dan Cengkeh merupakan bentuk pola

 budidaya masyarakat pesisir yang menggunakan sistem budidaya kebun campuran

dengan tanaman Damar atau dikenal dengan istilah  Repong Damar . Tanaman

tersebut merupakan bagian dari usaha budidaya Damar yang tumbuh dengan baik

 pada pola kebun campuran Kopi, Lada, Cengkeh dan tanaman buah-buahan

lainnya. Sedangkan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat merupakan

 perkebunan perusahaan swasta PT. Karya Canggih Mandirutama (PT. KCMU),

yang mengusahakan perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Perkebunan Inti

Rakyat (PIR).

Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ>1 tanaman kelapa hanya terdapat

 pada 3 desa, sedangkan tanaman Kopi terdapat 7 desa yang memiliki nilai LQ>1,

3 desa untuk tanaman Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada serta 2 desa

untuk Kelapa Sawit. Seperti halnya Kecamatan Bengkunat, di kecamatan ini pola

 pengusahaan tanaman perkebunan dengan sistem Repong Damar.

Peranan sektor perkebunan tidak begitu besar di Kecamatan Pesisir

Tengah, hal ini terbukti dengan nilai LQ>1 hanya terdapat pada beberapa desa

yaitu kelapa 8 desa, Kopi terdapat pada 4 desa, Cengkeh 5 desa, dan 3 desa untuk

tanaman Lada. Sedangkan tanaman Kelapa Sawit belum ada di Kecamatan ini.

Rendahnya peranan sektor perkebunan karena Kecamatan Pesisir Tengah

merupakan wilayah yang relatif lebih maju dari kecamatan lain dalam wilayah

Page 61: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 61/158

  73

 pesisir Kabupaten Lampung Barat. Hal ini disebabkan aktifitas ekonomi lebih

 bertumpu pada sektor perdagangan komoditas pertanian, kehutanan, dan jasa.

Sebagai kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit, Karya

Penggawa, merupakan wilayah penyangga dan pemasok hasil perkebunan untuk

wilayah Pesisir Tengah. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa desa-desa

yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kelapa terdapat pada 6 desa, Kopi

terdapat 1 desa, Cengkeh 1 desa dan 3 desa untuk komoditas Lada, sedangkan

Kelapa Sawit tidak terdapat di wilayah ini. Rendahnya peranan sektor

 perkebunan terutama komoditas Kopi, dan Cengkeh karena sebagian wilayah ini

 berada pada daerah hutan Taman Nasional dan pantai.

Kecamatan Pesisir Utara merupakan daerah perbukitan, dimana usaha

 budidaya pertanian berada di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.Budidaya pertanian di kecamatan ini merupakan campuran antara tanaman

 perkebunan dan kehutanan yaitu Damar. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui

 bahwa kontribusi beberapa komoditi antara lain: Kelapa dengan nilai LQ>1

terdapat pada 12 desa, kopi dengan 3 desa, Cengkeh terdapat pada 12 desa, dan

Lada terdapat pada 8 desa. Peranan sektor perkebunan sangat besar karena

terdapat satu pulau yaitu Pulau Pisang dimana mata pencaharian penduduk sangat

tergantung pada komoditas Kelapa dan Cengkeh serta perikanan tangkap.

Sedangkan wilayah pegunungan Kecamatan Pesisir Utara didominasi oleh

 perkebunan campuran Cengkeh, Kopi dan Damar.

Kecamatan Lemong merupakan wilayah yang berada di sisi paling Utara

Pesisir Kabupaten Lampung Barat dan berbatasan langsung dengan Propinsi

Bengkulu. Wilayah pantai dengan bagian daratan berupa punggung Bukit Barisan

Selatan, maka mata pencaharian masyarakat bergantung pada sektor perkebunan.

Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat 4 desa dengan nilai LQ>1, 4 desa

untuk komoditas kopi, 5 desa untuk komoditas Cengkeh, dan 5 desa untuk

komoditas Lada. Sedangkan Kelapa Sawit belum diusahakan di wilayah ini. Pada

kecamatan Lemong dan Pesisir Utara produksi hasil perkebunan sulit terdata

secara detil karena banyak lahan yang merupakan kawasan hutan lindung dan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Page 62: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 62/158

  74

Secara lengkap hasil analisis LQ komoditas kelapa berdasarkan indeks luas panen

dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.

Tabel 19. Hasil analisis Location Quotient desa-desa pesisir Kabupaten Lampung

Barat.

No NAMA DESA KELAPA KOPI CENGKEH LADA K. SAWITKECAMATAN BENGKUNAT

1 W H BELIMBING 1.01 1.47 - 2.10 -

2 BANDAR DALAM 4.43 1.33 1.00 0.80 -

3 KOTA JAWA 0.94 1.40 0.15 2.19 -

4 PENYANDINGAN 0.67 1.33 - 2.39 -

5 SUKAMARGA 0.01 0.97 - 1.62 0.82

6 KOTA BATU 4.08 0.74 11.07 0.40 -

7 PARDASUKA 0.52 0.78 0.30 0.62 1.59

8 RAJABASA 0.28 1.13 12.22 0.37 0.62

9 MULANG MAYA 0.59 2.95 2.20 0.32 0.01

10 NRATU NGARAS 2.94 0.79 13.62 0.48 -

11 G CAHYA KUNINGAN 0.92 0.72 0.27 0.18 1.83

12 N.R. NGAMBUR 1.40 0.14 0.04 0.13 2.18

13 PEKONMON 1.70 0.16 0.11 0.10 2.11

14 SUMBER AGUNG 6.56 0.36 - 0.18 0.66

15 PAGAR BUKIT 0.44 0.65 1.15 0.52 1.71

16 TANJUNG KEMALA 0.64 1.29 0.57 0.53 1.22

17 ULOK MUKTI 0.75 1.29 0.57 0.53 1.22

18 SUKA NEGARA 1.20 0.56 0.45 1.20 0.80

19 MUARA TEMBULIH 1.70 0.16 0.11 0.10 -

20 SUKA BANJAR 1.20 0.59 0.60 0.70 -

KECAMATAN PESISIR SELATAN 

21 MARANG 0.50 0.22 0.49 0.47 1.57

22 WAY JAMBU 0.75 0.51 - 1.53 1.26

23 BIHA 1.54 0.71 0.25 0.81 0.77

24 TANJUNG SETIA 2.53 1.41 2.65 - -

25 PAGAR DALAM 0.00 4.44 - - -

26 TANJUNG JATI 0.41 6.27 - - -

27 SUMUR JAYA 1.23 2.21 - 8.42 -

28 PELITA JAYA 0.49 4.80 5.33 4.17 -

29 SUKARAME 0.80 3.60 - 6.84 -

30 N.R TENUMBANG 0.45 4.42 13.10 4.80 -

KECAMATAN PESISIR TENGAH

31 BALAI KENCANA 1.23 0.97 0.60 1.01 -

32 WAY SULUH 1.32 1.57 0.36 0.27 -

33 WAY NAPAL 1.65 - 0.43 - -

34 PADANG HALUAN 1.88 - - - -

35 LINTIK 0.01 0.28 0.53 0.71 -

36 WALUR 1.88 - - - -

37 PEMERIHAN 1.21 0.92 0.70 0.79 -

38 WAY REDAK 1.43 1.42 0.27 - -

39 SERAY 0.16 - 2.48 2.94 -

40 KAMPUNG JAWA 1.88 - - - -

Page 63: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 63/158

  75

Tabel 19 (lanjutan) 

41 RAWAS 0.15 - 2.32 3.74 -

42 PASAR KRUI - - - - -

43 SUKANEGARA 0.17 1.45 2.08 - -

44 PAHMUNGAN 0.14 1.93 2.43 - -

45 PAJAR BULAN - - - - -

46 BUMIWARAS - - - - -

47 PENGGAWA V ILIR - - - - -

48 BANJAR AGUNG 0.63 - 2.28 - -

49 ULU KRUI 1.21 0.92 0.70 0.79 -

50 GUNUNG KEMALA 0.13 6.25 0.48 1.44 -

KECAMATAN KARYA PENGGAWA

51 MENYANCANG 2.75 0.13 0.16 0.87 -

52 PENGGAWA V TENGAH 2.87 0.06 0.23 0.39 -

53 LAAY 2.14 0.45 0.62 0.14 -

54 PENGGAWA V ULU 1.97 0.60 0.32 1.46 -

55 PENENGAHAN 0.00 0.98 0.79 3.33 -

56 WAY NUKAK 1.82 0.25 0.91 1.40 -

57 KEBUAYAN 2.18 0.45 0.55 0.25 -

58 WAY SINDI 0.08 1.49 1.44 0.87 -

KECAMATAN PESISIR UTARA

59 WALUR 0.62 1.20 0.50 1.54 -

60 PADANG RINDU 3.61 0.03 0.41 0.46 -

61 KURIPAN 2.88 0.03 1.86 1.50 -

62 NEGERI RATU 2.74 0.16 1.34 1.70 -

63 KERBANG LANGGAR 0.00 1.24 1.23 2.52 -

64 KERBANG DALAM 0.41 0.52 4.28 3.55 -

65 BALAM 1.52 0.55 2.03 1.80 -

66 WAY NARTA 1.31 0.37 3.39 2.50 -

67 KOTA KARANG 2.17 0.29 2.34 1.03 -

68 BATURAJA 0.21 1.48 0.23 0.64 -

69 SUKAMARGA 1.97 - 5.08 - -

70 PEKON LOK 1.43 - 6.47 - -

71 BANDAR DALAM 1.54 - 6.18 - -

72 PASAR PULAU PISANG 1.31 - 6.77 - -

73 SUKADANA 1.40 - 6.53 - -

74 LABUHAN 1.31 - 6.77 - -

KECAMATAN LEMONG

75 PENENGAHAN 0.83 0.93 4.30 1.04 -

76 BANDAR PUGUNG 1.79 0.86 0.78 1.00 -

77 PAGAR DALAM 0.52 1.44 0.65 0.60 -

78 BAMBANG 0.93 0.61 1.13 1.48 -

79 MALAYA 0.00 0.61 1.16 1.58 -80 CAHAYA NEGERI 0.17 1.26 0.26 0.90 -

81 LEMONG 0.80 1.14 0.60 0.88 -

82 WAY BATANG 5.32 0.49 0.47 0.66 -

83 TANJUNG SAKTI 3.77 0.58 1.08 0.88 -

84 TANJUNG JATI 3.11 0.61 1.39 0.98 -

85 RATA AGUNG 0.03 1.08 0.55 1.13 -

Page 64: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 64/158

  76

Gambaran secara spasial desa-desa lokasi penelitian menunjukkan

kecenderungan pengelompokan (klaster) wilayah yang memiliki nilai LQ>1. Di

Kecamatan Bengkunat desa-desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Way Haru dan

Bandar Dalam merupakan desa yang bersebelahan. Desa-desa lain yang memiliki

nilai LQ>1 seperti Kota Batu, Negeri Ratu Ngaras, Negeri Ratu Ngambur, Pekon

Mon dan Sumber Agung juga merupakan lokasi yang secara geografis berada

dalam jarak yang berdekatan. Demikian juga dengan Sukanegara, Muara

Tembulih dan Suka Banjar merupakan desa-desa yang berdekatan.

Kecamatan Pesisir Selatan terdapat 3 desa yang memiliki nilai LQ>1

yaitu: Biha, Tanjung Setia dan Sumur Jaya, yang berdekatan secara geografis satu

sama lainnya. Kecamatan Pesisir Tengah, terdapat beberapa desa yang memiliki

nilai LQ>1 yaitu: Balai Kencana, Way Suluh, Way Napal, Padang Haluan, Walur,Pemerihan, Way Redak, dan Kampung Jawa secara spasial merupakan desa-desa

yang berdekatan satu sama lain, sedangkan desa Ulu Krui berada pada lokasi yang

agak berjauhan dengan desa-desa lainnya. Pada Kecamatan Karya Penggawa 6

dari 8 desa yang memiliki nilai LQ>1, secara spasial berada dalam jarak yang

 berdekatan.

Di lain pihak di Kecamatan Pesisir Utara, 3 desa yang merupakan sentra

Kelapa yaitu Balam, Kota Karang dan Way Narta secara geografis berdekatan

satu sama lain. Desa Kuripan, Negeri Ratu dan Kerbang Langgar juga memiliki

 jarak yang saling berdekatan. Sedangkan 6 desa penghasil Kelapa lainnya yaitu:

Pekon Lok, Sukamarga, Labuhan, Pasar Pulau Pisang, Sukadana dan Bandar

Dalam adalah desa-desa di Pulau Pisang. Demikian juga dengan desa-desa di

Kecamatan Lemong yang memiliki nilai LQ>1, terdapat 3 desa yang berdekatan

yaitu: Way Batang, Tanjung Sakti dan Tanjung Jati, sedangkan Bandar Pungung

 berada pada wilayah yang relatif agak jauh dengan ketiga desa di atas.

Pola penyebaran komoditas perkebunan, yang cenderung berdekatan

secara administratif disebabkan oleh perluasan areal komoditas sejenis banyak

diusahakan secara turun temurun. Secara lengkap tampilan spasial desa-desa

lokasi penelitian yang memiliki nilai LQ>1 disajikan pada gambar 5.

Page 65: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 65/158

  77

Gambar 5. Hasil analisis Location Quotient (LQ) 

Page 66: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 66/158

  78

5.1.2. Analisis Skalogram

Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi

 pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan

demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas

 pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan

 pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi

daerah belakang (hinterland)

Lampung Barat merupakan salah satu daerah Kabupaten dalam wilayah

Propinsi Lampung yang berada di pantai barat. Keberadaan wilayah yang hampir

78 persen merupakan kawasan lindung ini menjadikan Kabupaten Lampung Barat

mengalami hambatan dalam pembangunan infrastruktur. Topografi yang berbukit

dengan kawasan hutan yang luas membuat banyak desa memiliki kekurangandalam hal sarana dan prasarana fisik.

Berdasarkan hasil analisis skalogram diketahui bahwa dari 85 desa di

wilayah Pesisir yang menjadi lokasi penelitian diketahui hanya terdapat 6 desa (7

 persen) yang memiliki hirarki wilayah 1 atau berkembang. Adapun desa-desa

tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Bengkunat 4 desa, Kecamatan Pesisir

Selatan 1 desa dan 1 desa berada di Kecamatan Pesisir Tengah. Sedangkan

Kecamatan lain seperti Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong, berdasarkan

hasil analisis tidak terdapat desa dengan hirarki 1.

Desa-desa yang memiliki hirarki 2 atau relatif berkembang berjumlah 26

desa (31 persen) antara lain di Kecamatan Bengkunat terdapat 7 desa, Pesisir

Selatan 3 desa, Pesisir Tengah 6 desa, Karya Penggawa 3 desa, Pesisir Utara 4

desa dan Kecamatan Lemong 2 desa. Sedangkan sisanya atau 53 desa (62,

 persen) merupakan wilayah yang berhirarki 3 atau belum berkembang. Adapun

desa-desa yang memiliki hirarki 3 yaitu Kecamatan Bengkunat 9 desa, Pesisir

Selatan 6 desa, Pesisir Tengah 13 desa, Karya Penggawa 3 desa, Peisir Utara dan

Lemong masing-masing 12 dan 9 desa.

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa beberapa desa yang memiliki

hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan, seperti halnya Biha yang merupakan

ibukota Kecamatan Pesisir Selatan, Pasar Krui adalah ibu kota Kecamatan Pesisir

Tengah dan Pardasuka yang merupakan ibukota Kecamatan Bengkunat.

Page 67: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 67/158

  79

Sedangkan ibukota Kecamatan Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong

masing-masing memiliki hirarki 2.

Desa Pagar Bukit dan Sumber Agung di Kecamatan Bengkunat memiliki

hirarki 1, karena merupakan pusat aktifitas perdagangan dan adanya perusahaan

 perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat, sedangkan desa

Penyandingan memiliki hirarki 1 karena berbatasan langsung dengan Kabupaten

Tanggamus, dimana desa ini merupakan pusat perdagangan desa-desa sekitar

seperti Way Haru, Bandar Dalam, Sukamarga dan desa-desa dalam Kabupaten

Tanggamus yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Barat.

Dengan demikian adalah wajar bila fasilitas tersedia karena aktifnya pergerakan

kegiatan perekonomian setempat.

Menurut Rustiadi et al. (2006), sarana penunjang sangat diperlukan karenamenyangkut lokasi produksi, ditribusi dan pemasaran produk atau komoditi. Pada

kenyataannya sarana penunjang tidak menyebar secara merata dalam satu sistem

ruang, tetapi penyebarnnya tergantung pada permintaan dan permintaan sangat

tergantung pada konsentrasi penduduk. Keadaan ini mengakibatkan timbulya

hirarki pusat-pusat pelayanan.

Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki sarana pelayanan

yang lebih banyak dan lebih beragam dari pusat pelayanan yang berhirarki lebih

rendah (Rustiadi et al   2006). Hirarki tidak selalu sama dengan hirarki

administratif. Adanya hirarki secara teoritis mencerminkan adanya perbedaan

masa, dimana hirarki yang lebih tinggi mempunyai masa yang lebih besar

daripada yang berhirarki lebih rendah.

Keberadaan fasilitas pendukung dalan rencana lokasi industri sangat

 penting karena merupakan kebutuhan primer masyarakat dan wajar harus tersedia,

demi menunjang aktifitas masyarakat sekitar lokasi industri. Satu hal yang

 penting adalah bahwa masyarakat sekitar lokasi industri akan menanggung

dampak lingkungan dari aktifitas industri. Secara lengkap gambaran hirarki desa

dalam lokasi penelitian disajikan pada tabel 20 berikut ini.

Page 68: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 68/158

  80

Tabel 20. Hasil analisis Skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat.

No Nama Desa

Jumlah

Penduduk

Luas

Desa (Ha)

Total

Fasilitas

Jumlah Jenis

Fasilitas 

Hierarki

Wilayah

KECAMATAN BENGKUNAT

1 PENYANDINGAN 2213 960 81.00 26 1

2 PAGAR BUKIT 3711 11008 82.00 27 1

3 PARDA SUKA 2304 7570 84.00 27 1

4 SUMBER AGUNG 1640 7252 34.00 25 1

5 WAY HARU 2888 13550 39.00 18 2

6 BANDAR DALAM 3633 2626 39.00 16 2

7 TANJUNG KEMALA 2550 11550 67.00 20 2

8 G CAHYA KUNINGAN 4490 3215 42.00 21 2

9 N RATU NGAMBUR 2010 2041 64.00 24 2

10 ULOK MUKTI 2860 956 42.00 15 2

11 SUKA BANJAR 2442 1140 43.00 15 2

12 KOTA JAWA 3717 15160 66.00 14 3

13 SUKAMARGA 4105 14400 41.00 14 3

14 RAJA BASA 1201 5413 21.00 11 315 MULANG MAYA 772 9023 24.00 13 3

16 NEGERI RATU NGARAS 2337 13500 24.00 10 3

17 KOTA BATU 1520 7000 16.00 10 3

18 PEKON MON 3422 6676 39.00 14 3

19 SUKA NEGARA 1136 1264 29.00 13 3

20 MUARA TEMBULIH 727 1211 10.00 8 3

KECAMATAN PESISIR SELATAN

21 BIHA 4770 2526 117.00 31 1

22 MARANG 4468 4512 98.00 23 2

23 WAY JAMBU 3678 18590 72.00 22 2

24 SUMUR JAYA 1455 9313 42.00 17 2

25 TANJUNG SETIA 1364 6680 21.00 14 3

26 PAGAR DALAM 608 2165 13.00 8 3

27 TANJUNG JATI 332 2165 15.00 12 3

28 PELITA JAYA 1455 9313 31.00 10 3

29 SUKARAME 798 5052 10.00 9 3

30 NR. TENUMBANG 2125 15349 44.00 12 3

KECAMATAN PESISIR TENGAH

31 PASAR KRUI 8598 546 207.00 31 1

32 BALAI KENCANA 1720 984 32.00 18 2

33 WAY REDAK 797 393 23.00 16 2

34 SERAY 1300 492 27.00 16 2

35 KAMPUNG JAWA 2096 345 34.00 22 2

36 RAWAS 1193 464 30.00 15 2

37 ULU KRUI 2833 1803 33.00 22 2

38 WAY SULUH 1505 600 14.00 10 3

39 WAY NAPAL 860 508 17.00 11 3

40 PADANG HALUAN 665 264 19.00 13 3

41 LINTIK 1509 328 26.00 13 3

42 WALUR 526 437 37.00 11 3

Page 69: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 69/158

  81

Tabel 20. (lanjutan) 

43 PEMERIHAN 632 513 20.00 12 3

44 SUKANEGARA 840 328 18.00 10 3

45 PAHMUNGAN 976 923 29.00 12 3

46 PAJAR BULAN 380 219 15.00 9 3

47 BUMIWARAS 401 153 17.00 11 3

48 PENGGAWA V ILIR 1292 387 33.00 14 3

49 BANJAR AGUNG 441 164 19.00 9 3

50 GUNUNG KEMALA 2340 1327 53.00 14 3

KECAMATAN KARYA PENGGAWA

51 LAAY 1260 492 34.00 16 2

52 PENENGAHAN 2667 1530 53.00 15 2

53 KEBUAYAN 839 392.5 23.00 15 2

54 WAY SINDI 4409 1913 96.00 20 2

55 MENYANCANG 1160 333 21.00 13 3

56 P. LIMA TENGAH 1047 546 26.00 9 3

57 PENGGAWA LIMA ULU 1380 130.5 26.00 12 3

58 WAY NUKAK 1378 437 21.00 10 3

KECAMATAN PESISIR UTARA

59 KURIPAN 876 2923 42.00 22 2

60 NEGERI RATU 1058 3080 39.00 19 2

61 PASAR PULAU PISANG 849 447 28.00 18 2

62 LABUHAN 737 516 29.00 19 2

63 WALUR 921 4280 32.00 11 3

64 PADANG RINDU 800 2980 23.00 13 3

65 KERBANG LANGGAR 658 3040 20.00 12 3

66 KERBANG DALAM 650 2005 21.00 12 3

67 BALAM 788 2880 19.00 10 3

68 WAY NARTA 402 2615 11.00 7 3

69 KOTA KARANG 918 2704 30.00 17 3

70 BATURAJA 668 2713 20.00 11 3

71 SUKAMARGA 166 779 11.00 10 3

72 PEKON LOK 331 200 18.00 9 3

73 BANDAR DALAM 419 152 18.00 9 3

74 SUKADANA 473 156 15.00 10 3

KECAMATAN LEMONG

75 PENENGAHAN 2222 4561 39.00 17 2

76 LEMONG 3330 1287 42.00 15 2

77 BANDAR PUGUNG 706 2962 18.00 11 3

78 PAGAR DALAM 1176 3209 15.00 11 3

79 BAMBANG 729 2463 22.00 9 3

80 MELAYA 2221 3222 31.00 11 3

81 CAHYA NEGERI 960 7513 28.00 11 382 WAY BATANG 782 2556 16.00 8 3

83 TANJUNG SAKTI 213 2334 10.00 9 3

84 TANJUNG JATI 381 2773 12.00 9 3

85 RATA AGUNG 2026 1056 45.00 14 3

Jumlah fasilitas 139,022 292,578 2,926.00 1,206.00

Jumlah desa yang memiliki fasilitas 84.00 84.00

Page 70: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 70/158

  82

Secara spasial sebaran desa-desa berdasarkan hirarki wilayah

menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki 1 cenderung mengelompok. Pada

wilayah Kecamatan Bengkunat, desa-desa berhirarki 1 berada dalam wilayah yang

 berdekatan yaitu yaitu Pagar Bukit dan Pardasuka, kecuali desa Penyandingan.

 Namun demikian secara geografis desa Penyandingan berada dalam lokasi yang

tidak terlalu berjauhan dengan kedua desa lainnya.

Kecamatan Pesisir Selatan yang memiliki 1 desa berhirarki 1, yaitu Biha,

sedangkan di Wilayah Kecamatan Pesisir Tengah hanya terdapat 1 desa dengan

hirarki 1 yaitu desa Pasar Krui. Tersedianya fasilitas pendukung di desa-desa

yang berdekatan merupakan hal yang wajar sebagai akibat aktifitas ekonomi dan

 pemerintahan lokal. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa desa yang memiliki

hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan yang memiliki fasilitas lebih baik daridesa lainnya. Ketersediaan fasilitas tersebut akan memicu pergerakan ekonomi

daerah sekitar sebagai akibat kegiatan ekonomi dalam hal ini pasar. Dampak

tersebut akan sangat dirasakan oleh desa-desa yang secara geografis berdekatan

dengan ibukota kecamatan. Menurut Rustiadi et al. (2006) aspek spasial adalah

fenomena yang alami. Adalah wajar bila perkembangan suatu wilayah lebih

dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah yang

lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial ekonomi penduduk.

Kecamatan Karya Penggawa dan Pesisir Utara merupakan daerah

 belakang (hinterland ) yang menjadi pemasok produk hasil pertanian ke

Kecamatan Pesisir Tengah. Sebagian besar mata pencaharian pendudukdi ketiga

kecamatan tersebut tergantung pada sektor pertanian dan perikanan laut yang pada

umumnya bersifat tradisonal.

Desa Pasar Krui merupakan pusat aktifitas ekonomi dan Pemerintahan di

Kecamatan Pesisir Tengah, serta memiliki pelabuhan pendaratan ikan, jalur

transportasi laut masyarakat Pulau Pisang dan pusat perdagangan produk

 pertanian dan kehutanan. Oleh karena itu sebagai desa dengan hirarki 1, Pasar

Krui menjadi pusat pelayanan bagi desa-desa disekitarnya termasuk desa-desa di

Kecamatan lainnya. Fasilitas pelabuhan, pasar dan sarana sosial lain tersedia di

ibukota Kecamatan Pesisir Tengah ini. Secara lengkap gambaran secara spasial

hasil analisis hirarki wilayah berdasarkan fasilitas disajikan pada gambar 6.

Page 71: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 71/158

  83

Gambar 6. Hasil analisis Skalogram

Page 72: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 72/158

  84

5.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan

Dalam analisis kesesuaian lahan, prosedur penilaian kesesuaian lahan

dilakukan dengan pendekatan satuan lahan yang dikemukakan FAO (1976).

Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mencocokkan (matching )

karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan di wilayah Pesisir Kabupaten

Lampung Barat, diketahui bahwa luas areal yang sangat sesuai untuk tanaman

kelapa (S1) 72.231 ha, cukup sesuai (S2) 33.688 ha,sesuai marjinal (S3) 84.973

ha, dan tidak sesuai (N1) seluas 92.801 ha dan Tidak sesuai selamanya (N2)

10.3610 ha. Tabel 21 berikut menunjukkan hasil analisis kesesuaian lahan:

Tabel 21. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa

Keterangan Luas (Ha)Persentase

Sangat Sesuai (S1) 72.231 24,78

Cukup Sesuai (S2) 33.688 11,40

Sesuai Marjinal (S3) 84.973 28,76

Tidak Sesuai Saat ini (N1) 92,801 31,40

Tidak Sesuai Untuk Selamanya (N2) 10.808. 3,66

Jumlah 294.502 100,00

Mengacu pada hasil analisis di atas, potensi lahan untuk tanaman kelapa

sangat luas, dimana wilayah yang sesuai (S1 dan S2) untuk tanaman kelapa

mencapai 105.919 ha. Sedangkan lahan yang sesuai marjinal 84.973 ha.

Berdasarkan data statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun

2006, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.809,6 ha, kondisi tersebut

menggambar potensi pengembangan areal perkebunan kelapa di wilayah pesisir

masih sangat besar. Potensi tersebut belum tergarap secara maksimal karena

 banyak keterbatasan seperti: sarana produksi, sumberdaya manusia, preferensi

 petani dan kebijakan pemerintah.

Menurut buku satuan lahan Lembaran Kota Agung Pusat Penelitian Tanah

Departemen Pertanian, dijelaskan bahwa di daerah pesisir Lampung Barat,

merupakan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-20 meter dari

 permukaan laut (m dpl), banyak dijumpai tanah jenis Entisol/Alluvial

(Tropopsamments) yang merupakan tanah belum berkembang dan cocok untuk

 perkebunan kelapa. Selanjutnya dibagian Barat pesisir juga dijumpai Grup Teras

Marin yang terletak pada ketinggian 0-200 m dpl dengan jenis tanah utama  

Page 73: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 73/158

  85

 Dystropepts/Eutropepts yang sangat baik untuk dikembangkan kegiatan pertanian

lahan kering baik semusim dan tahunan. Grup Marin dan Teras Marin ini

memanjang dari bagian selatan menuju arah Utara sampai dengan Kecamatan

Pesisir Utara.

Berdasarkan Peta Satuan Lahan Pusat Penelitian Tanah Departemen

Pertanian, di daerah bagian utara banyak dijumpai jenis tanah  Dystropepts,

 Hapludult   dan  Humitropepts. Pembatas kesesuaian lahan di daerah ini adalah

kelerengan yang berkisar antara 30-75 persen. Demikian juga di daerah Timur

Pesisir pembatas utama adalah kelerengan yang berkisar antara 16-30 persen dan

 pegunungan yang memiliki kelerengan > 75 persen. Hasil analisis kesesuaian

lahan disajikan pada gambar 7.

5.1.4. Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi rencana pusat agroindustri didasarkan pada beberapa

kriteria antara lain: dukungan sektor basis komoditas kelapa (LQ), sarana dan

 prasarana (Skalogram) dan kesesuaian lokasi pengembangan kelapa. Disamping

itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti jumlah penduduk yang terkait

dengan tenaga kerja, jarak dan kebijakan pemerintah.

Dalam penelitian ini penentuan lokasi potensial didasarkan pada kriteria

kesesuaian lahan, LQ dan hasil analisis skalogram. Analisis dibatasi oleh kriteria

utama yaitu kesesuaian lahan aktual. Hal ini dasarkan pada beberapa

 pertimbangan antara lain: faktor kesesuaian lahan aktual merupakan hal yang

alamiah ( given), artinya keberadaanya sudah ada sejak secara alami tanpa adanya

campur tangan manusia. Kesesuaian lahan juga dalam proses evaluasinya

memerlukan persyaratan yang cukup kompleks menyangkut tanah, iklim,

kelerengan, drainase dan lain-lain.

Skalogram merupakan output dari aktifitas budaya manusia dan sifatnya

dapat berubah tergantung kondisi suatu wilayah. LQ lebih menggambarkan

kondisi kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa

diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi

Page 74: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 74/158

  86

Gambar 7. Hasil analisis Kesesuaian Lahan

Page 75: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 75/158

  87

masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas

hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini.

Kriteria potensi lokasi disusun sebagaimana tabel berikut:

Tabel 22. Kriteria Potensi Lokasi

Kriteria Kesesuaian

Lahan

Location

Quotient

Hirarki

(Skalogram)

Potensial 1 S1, S2 LQ>1 I dan II

Potensial 2 S2, S3 LQ<1 III

Potensial 3 S2, S3 LQ<1 III

Tidak Potensial N1, N2 LQ<1 III

Adapun pengertian dari masing-masing adalah sebagai berikut:

Potensial 1  : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk

 pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori

lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca

yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi

 penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 1

merupakan basis komoditas kelapa, dengan kata lain daerah tersebut mampu

mengekspor kelapa ke daerah lain. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial

1 merupakan daerah yang sudah maju atau berkembang, dimana fasilitas

infrastruktur sudah tersedia.

Potensial 2 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk

 pengembangan kelapa, dengan salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori

lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca

yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi

 penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 2

 bukan merupakan basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum swasembada

kelapa atau terdapat komoditas lain yang lebih potensial dari komoditas kelapa.

Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 3 merupakan daerah yang belum

maju atau berkembang, dimana fasilitas infrastruktur belum tersedia. Daerah

 potensial 3 masih cocok untuk pengembangan lokasi suatu agroindustri.

Page 76: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 76/158

  88

Potensial 3 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk

 pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori

lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca

yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi

 penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 3

merupakan non basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum mampu

mengekspor kelapa ke daerah lainnya. Dari struktur hirarki, wilayah dengan

 potensial 3 merupakan daerah yang masih belum berkembang, yang dicirikan

dengan belum tersedia/kurangnya infrastruktur yang memadai.

Tidak Potensial : Wilayah ini tidak memiliki kesesuaian lahan untuk komoditas

kelapa baik dalam jangka pendek atau bersifat permanen. Dari struktur ekonomi

 basis belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat wilayah tersebut akankomoditas kelapa. Sedangkan dari hirarki wilayah merupakan daerah dengan

infrastruktur yang belum memadai atau belum berkembang. Daerah ini tidak

cocok untuk pengembangan lokasi industri, akibat keterbatasan sarana dan

 prasarana pendukung.

Gambaran spasial hasil overlay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan yang

menunjukkan alternatif disajikan pada gambar 8.

Berdasarkan hasil overlay peta LQ, Skalogram, dan Kesesuaian lahan

diketahui desa-desa yang memiliki kesesuaian lokasi (Potensial 1) untuk kawasan

Usaha Agro Terpadu meliputi: Desa Biha, Way Jambu, dan Marang Kecamatan

Pesisir Selatan, Sumber Agung dan Negeri Ratu Ngambur Kecamatan

Bengkunat dan Desa Way Redak Kecamatan Pesisir Tengah.

Page 77: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 77/158

  89

Gambar. 8. Hasil Penentuan Lokasi Berdasarkan Over Lay LQ, Skalogram dan

Kesesuaian Lahan

Page 78: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 78/158

  90

Tabel berikut menyajikan hasil pemilihan calon lokasi Kawasan Usaha Agro

Terpadu (KUAT):

Tabel 23. Hasil Analisis Lokasi Potensial

Potensi Nama Desa Jumlah

Potensial 1 NR. Ngambur, Sumber Agung, Marang, Biha, Way

Redak

5

Potensial 2 Pagar Bukit, Penyandingan, Pardasuka,

Sukanegara, Way Jambu, Tanjung Setia, Sumur

Jaya, Kp. Jawa, Seray, Walur, Pasar Krui, Balai

Kencana, Way Napal, Laay, Penengahan, Way

Sindi

16

Potensial 3 GC Kuningan, Pekonmon, Bd Dalam, Kota Jawa,

Sukamarga, Tanjung Kemala, Rajabasa, Mulang

Maya, Sukabanjar, Muara Tembulih, Ulok Mukti,

Pelita Jaya, Tanjung Jati, Pagar Dalam, Sukarame,

 NR. Tenumbang, Way Suluh, Pemerihan, Lintik,Rawas, Sukanegara, Bumiwaras, Pajar Bulan,

Padang Haluan, Penggawa V Tgh, Menyancang,

Penggawa V Ulu, Way Nukak, Kebuayan, Walur,

Kuripan, NR. Ratu, Pdg Rindu, Kerbang Langgar,

Kota Karang, Kerbang Dalam, Penengahan, Bandar

Pugung, Lemong, Way Batang, Tanjung Sakti

40

Tidak

Potensial

 NR. Ngaras, Kota Batu, Way Haru, PenggawaV

Ilir, Banjar Agung, Pamungan, Ulu Krui, Way

 Narta, Baturaja, Sukamarga, Pekonlok, Bandar

Dalam, Pasar Pulau Pisang, Sukadana, Labuhan,

Balam, Bambang, Pagar Dalam Malaya, Cahaya

 Negeri, Tanjung Jati, Rata Agung.

19

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kesesuaian lokasi untuk

kawasan usaha agro terpadu di Kabupaten Lampung Barat terdapat beberapa

alternatif berdasarkan pengelompokan lokasi:

Alternatif Pertama : Kelompok Desa Biha, Marang, Sumber Agung, dan Negeri

Ratu Ngambur. Beberapa hal pendukung alternatif tersebut antara lain: secara

geografis wilayah tersebut saling berdekatan, sehingga dalam pengembangan

dapat dibentuk suatu klaster agroindustri. Dengan kata lain beberapa persyaratan

lokasi sudah sangat memadai.

Diantara pilihan tersebut terdapat Desa Way Jambu yang berada di

antara Biha dan Marang, lokasi ini budidaya kelapa banyak ditumpangsari dengan

Page 79: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 79/158

  91

melinjo. Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa alternatif pertama bisa

dijadikan pilihan.

Dari aspek dukungan bahan baku, infrastruktur dan kesesuaian untuk

 pengembangan lokasi tersebut sangat memadai karena secara geografis beberapa

wilayah berdekatan satu sama lain. Artinya pemilihan satu lokasi dapat

memberikan Multiplier Effect  kepada daerah sekitarnya. Menurut Handoko (2000)

 beberapa alasan dalam memilih lokasi oleh industri antara lain: fasilitas dan biaya

transportasi, kedekatan dengan bahan baku, tenaga kerja, kedekatan dengan pasar,

dan lingkungan masyarakat.

Alternatif Kedua :  Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui,

Seray, dan Walur. Pada wilayah ini terdapat beberapa hal yang mendukung,

antara lain: daerah tersebut secara administratif berada dalam satu Kecamatanyaitu Pesisir Tengah. Dari sudut infrastruktur wilayah merupakan daerah yang

relatif lebih dekat dengan ibukota Kabupaten Lampung Barat (35 km) sehingga

memudahkan dalam hal koordinasi. Kota Krui sudah sangat dikenal masyarakat

sebagai kota pelabuhan yang berfungsi sebagai jalur perdagangan pada era tahun

70 an, dimana transportasi laut merupakan jalur utama dalam hal keluar

masuknya barang. Jalur Keberadaan Krui sebagai pusat perdagangan komoditas

 pertanian dan kehutanan menjadi salah satu pedukung pemilihan lokasi ini.

Alternatif Ketiga : Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara. Pada wilayah ini

secara geografis sangat jauh dari ibukota kabupaten, namun relatif lebih dekat

dengan Bandar Lampung Bila melewati Kabupaten Tanggamus. Secara hirarki

wilayah alternatif ini agak sulit untuk dipilih karena dukungan fasilitas masih

sangat minim.

Pemilihan alternatif lokasi suatu kawasan tidak terlepas dari kesesuaian

secara teknis, ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah. Menurut Djojodipuro

(1992) pemerintah dapat menentukan lokasi industri. Kebijaksanaan ini dapat

mendorong, menghambat, atau melarang kegiatan industri pada lokasi tertentu.

Kebijaksanaan pengaturan yang didasarkan atas pembagian daerah atau  zoning  

terkait dengan perencanaan pengembangan suatu wilayah.

Selain itu alternatif di atas harus disesuaikan dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang

Page 80: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 80/158

  92

Wilayah Kabupaten Lampung Barat, Kecamatan Pesisir Tengah dan Pesisir

Selatan diarahkan sebagai sentra pengembangan aneka industri seperti pengolahan

tambang, hasil perikanan dan kerajinan rakyat. Pada wilayah pesisir juga

didukung oleh keberadaan jalur Lintas Barat dalam jangka panjang dapat

mendorong percepatan pengembangan wilayah. Pada dasarnya pilihan atas

alternatif di atas tergantung pada kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten

Lampung Barat selaku pemilik program. Lokasi alternatif berdasarkan hasil

analisis disajikan pada gambar 9 berikut ini. 

Gambar. 9. Alternatif Lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu

Page 81: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 81/158

  93

5.2. Analisis Preferensi Masyarakat

Pemilihan produk potensial dalam penelitian ini menggunakan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP). Struktur AHP dibangun menggunakan

 beberapa kriteria yang menjadi tolok ukur apakah suatu produk layak untuk

dikembangkan.

Dalam menentukan produk agroindustri yang memiliki nilai jual ada

 beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu aspek pasar dan pemasarannya, aspek

teknis dan teknologis, aspek manajemen dan aspek ekonomi. Beberapa

 pertimbangan yang diperlukan menurut Sutojo (1996) adalah: peluang pasar,

teknologi yang digunakan, lokasi pabrik yang strategis, ketersediaan tenaga kerja

dan modal.

Dalam penelitian ini kriteria-kriteria yang dipertimbangkan didasarkan pada studi literatur dan konsultasi dengan para pakar, maka terdapat 7 kriteria

yang dipilih yaitu: Peluang Pasar (PP), Kebijakan Pemerintah (KP), Nilai Tambah

(NT), Dampak Lingkungan (DL), Penyerapan Tenaga Kerja (PTK), Kualifikasi

SDM (KS), dan Teknologi Yang digunakan (TEK).

Sedangkan produk-produk agroindustri kelapa yang dipilih berdasarkan

hasil studi literatur dan konsultasi dengan para pakar. Produk-produk tersebut

adalah: Dessicated Coconut/Kelapa Parut Kering (DC), Minyak Kelapa (MK),

Arang Aktif (AA), Santan Kelapa (SK), Coco Fiber (CF), Nata De Coco (NDC)

dan Coco Peat (CP).

Menurut Turban (1993) penyusunan hirarki adalah langkah pendefinisian

masalah yang kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan rinci. Hirarki keputusan

disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan

 pengetahuan di bidang yang bersangkutan. Keputusan yang diambil sebagai

tujuan dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga menjadi suatu

tahapan yang terstruktur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil

keputusan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap permasalahan

tersebut.

Adapun Struktur Hierarki penentuan produk prospektif dalam penelitian

ini digambarkan sebagai berikut:

Page 82: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 82/158

  94

Gambar 10 Struktur Hirarki Pemilihan Produk Propektif

Penilaian urutan kriteria didapat dari pendapat para pakar yang berasal dari

instansi pemerintah Kabupaten Lampung Barat, peneliti agroindustri kelapa, dan

 pelaku industri berbasis kelapa.

Pakar-pakar tersebut adalah:

1.  Ir. Eric Enrico, MT. pakar yang mewakili Dinas Perindustrian, Perdagangan

dan Pasar kabupaten Lampung Barat

2.  Ir. Karyo Kardono, M.Si. pakar yang mewakili Badan Perencanaan Daerah

Kabupaten Lampung Barat

3.  Ir. Ahliansyah. Pakar yang mewakili Dinas perkebunan Kabupaten Lampung

Barat

4.  Ir. Slameto, M.Si. Pakar yang mewakili Peneiliti Agroindustri Kelapa dari

Badan Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung

5.  Ir. Sugiarto pakar yang berasal dari PT. Sari Segar Husada industri pembuatan

Dessicated Coconut dan Santan Kelapa

6.  Drs. Yusrizal Roni pakar yang berasal dari PT. Sinar Laut industri yang

menghasilkan Minyak Goreng.

Berdasarkan pendapat para pakar yang didapat melalui wawancara tertulis

dengan metode AHP, dimana penilaian pendapat dilakukan dengan pembobotan

 pada tujuh kriteria tersebut, maka didapatkan hasil urutan kriteria yang menjadi

Pemilihan Produk Potensial Dalam

KUAT

PP NTKP DL KSPTK TEK

DC AAMK SK CPCF NDCDC

PRODUK-PRODUK

AGROINDUSTRI KELAPA

PROSPEKTIF

Page 83: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 83/158

  95

 penentu pemilihan produk prospektif, sebagaimana ditunjukkan pada tabel

 berikut ini:

Tabel 24. Urutan prioritas faktor kriteria penentu pemilihan produk unggulan

Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT)

Kriteria Deskripsi Bobot Urutan

Peluang Pasar Prospek permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar

negeri, semakin tinggi peluang pasar, semakin prospektif

untuk dikembangkan.

0.23

1

Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung pengembangan dan pemasaran produk agroindustri 0.17

2

 Nilai Tambah Besarnya keuntungan yang akan diperoleh jika produk

tersebut dikembangkan. 0.16

3

Dampak Lingkungan Dampak lingkungan yang dihasilkan bila suatu produk

dikembangkan. 0.12

4

Penyerapan Tenaga

Kerja

Indikator yang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang

terserap oleh agroindustri penghasil produk kelapa yang prospektif

0.11

5

Kualifikasi SDM Tingkat kemampuan/keahlian teknik dari SDM yang ada di

Kabupaten Lampung Barat dalam agroindustri kelapa 0.10

6

Teknologi Yangdigunakan

Kriteria ini menunjukkan kemampuan teknologi yangtersedia dalam menghasilkan produk prospektif, apakah

sudah operasional atau baru tingkat uji laboratorium

0.106

Dari Tabel tersebut terlihat bahwa faktor penentu yang dimiliki oleh

Peluang Pasar sebesar 0,23, diikuti oleh Kebijakan Pemerintah dengan nilai 0,17,

dan Nilai Tambah dengan bobot 0,16. Selanjutnya pada urutan ke empat kriteria

yang dipilih pakar adalah Dampak Lingkungan dengan skor 0,12, Penyerapan

Tenaga Kerja sebesar 0,11, Kualifikasi SDM dengan nilai 0,10 dan diikuti kriteria

Teknologi yang digunakan dengan bobot 0,10.

Pengembangan suatu produk agroindustri harus memperhatikan prospek

 pasar karena semakin besar peluang pasar suatu produk, maka hal ini akan

memberikan gambaran bahwa produk tersbut semakin prospektif untuk

dikembangkan. Selain itu peluang pasar sangat penting karena akan menunjukkan

 prospek kebutuhan produk agroindustri kelapa yang akan dikembangkan untuk

keperluan pasar dalam negeri maupun ekspor. Faktor peluang pasar sangat

 penting untuk mendukung pengembangan sektor agroindustri kelapa, karena

kualitas dan kuantitas yang memadai tidak cukup membantu bila peluang pasar

suatu produk sangat rendah. Selain itu peluang pasar akan dapat meningkatkan

kinerja ekspor dan penambahan devisa negara, serta mendukung pengembangan

agroindustri itu sendiri. Berdasarkan pendapat para pakar, kriteria peluang pasar

mendapat nilai 0,23

Page 84: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 84/158

  96

Kebijakan pemerintah yang mendukung program pengembangan

agroindustri kelapa merupakan salah satu kriteria yang dipakai dalam menentukan

 produk prospektif dalam KUAT. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam

mengembangkan agroindustri berbasis kelapa sangat tidak diragukan. Hal ini

terlihat dari rencana pengembangan program KUAT.

Program KUAT merupakan sinergi pemerintah pusat melalui Departemen

Perindustrian Republik Indonesia dengan Pemerintah Daerah dalam

mengembangkan klaster agroindustri di luar pulau Jawa. Semakin besar

dukungan pemerintah terhadap pengembangan dan pemasaran produk, semakin

 prospektif produk tersebut untuk dikembangkan. Sebaliknya semakin rendah

dukungan pemerintah, maka produk tersebut semakin tidak prospektif. Para pakar

 berpendapat dengan memberikan penilaian terhadap kriteria ini 0,17. Nilai tambah menunjukkan besarnya keuntungan yang akan diperoleh jika

 produk tersebut dikembangkan. Dengan demikian akan muncul keyakinan

memperoleh keuntungan yang tinggi dari pelaksanaan kegiatan suatu usaha

dimana pada akhirnya meningkatkan motivasi para investor untuk menanamkan

modalnya. Semakin besar nilai tambah suatu produk, maka akan semakin besar

 prospeknya untuk dikembangkan. Pada tabel di atas terlihat bahwa para pakar

memberikan penilaian terhadap kriteria ini dengan skor 0,16.

Salah satu faktor yang menjadi pembatas dalam dalam pengembangan

usaha adalah dampak terhadap lingkungan. Semakin besar dampak lingkungan

atas pengembangan suatu produk, maka semakin tidak prospektif produk tersebut

untuk dikembangkan. Pada penilaian para pakar atas kriteria pengembangan

 produk prospektif, dampak terhadap lingkungan menempati urutan ke empat

dengan nilai 0,12.

Kriteria penyerapan tenaga kerja mengandung pengertian jumlah tenaga

kerja yang dapat terserap dengan pengembangan suatu produk. Pendirian usaha

agroindustri yang banyak menyerap tenaga kerja akan menguntungkan

masyarakat di sekitar lokasi program, juga akan membantu pemerintah dalam

mengurangi angka pengangguran. Berdasarkan penilaian para pakar terhadap

kriteria penyerapan tenaga kerja, tampak bahwa para pakar memilih kriteria ini

sebagai prioritas kelima dengan nilai 0,11.

Page 85: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 85/158

  97

Berdasarkan pendapat para pakar, kriteria kualifikasi SDM mendapat nilai

0,10. Hal ini menunjukkan bahwa kualifikasi SDM agroindustri kelapa yang

meliputi tingkat kemampuan teknik dari SDM yang ada di Kabupaten Lampung

Barat bukan merupakan kriteria yang berpengaruh besar dalam menentukan

 produk prospektif. Dengan kata lain agroindustri kelapa belum memerlukan

tenaga dengan kemampuan teknik yang spesisifk.

Kriteria terakhir adalah Teknologi yang digunakan, berdasarkan pendapat

 para pakar kriteria ini mendapat nilai 0,10. Pada dasarnya kriteria teknologi yang

digunakan perlu dipertimbangkan dalam mendirikan suatu usaha agroindustri, hal

ini menunjukkan kemampuan teknologi proses sudah tersedia. Teknologi yang

digunakan akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, sehingga mampu

 bersaing dengan produk sejenis di pasaran.Hasil penilaian para pakar dalam memilih produk yang potensial untuk

dikembangkan pada Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) di Kabupaten

Lampung Barat diketahui bahwa, minyak kelapa dan Dessicated Coconut

merupakan prioritas pertama dan kedua yang layak dikembangkan. Kedua produk

olahan kelapa tersebut memiliki nilai masing-masing 0,215 dan 0,170. Produk

 berikutnya yang layak dikembangkan menurut para pakar adalah secara berturut-

turut yaitu arang aktif, santan kelapa, coco fiber, nata de coco dan coco peat

dengan nilai masing-masing yaitu: 0,112, 0,112, 0,105, 0,098, 0,096, dan 0,092.

Dipilihnya Minyak kelapa dan Dessicated Coconut sebagai produk yang

 paling prospektif merupakan hal yang wajar karena minyak kelapa merupakan

salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako), artinya produk ini sangat

dibutuhkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Berdasarkan hasil

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh BPS diketahui bahwa

konsumsi rata-rata perkapita perminggu minyak kelapa di Indonesia tahun 2002

sebesar 0,197 liter, tahun 2005 sebesar 0,195 liter dan 0,198 liter pada tahun 2007.

Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat akan

minyak goreng sangat besar. Meskipun saat ini terdapat produk alternatif dari

kelapa sawit, namun peranan minyak kelapa sebagai bahan kebutuhan memasak

didapur masih cukup di kalangan masyarakat Indonesia.

Page 86: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 86/158

  98

Dessicated Coconut/Kelapa Parut Kering dipilih oleh pakar sebagai salah

satu produk prospektif karena potensi pasar Dessicated Coconut sangat besar

mengingat produk ini merupakan bahan tambahan untuk produk biskuit.

Besarnya nilai ekspor sebagaimana dijelaskan oleh Asia Pacific Coconut

Community (AAPC), peningkatan nilai ekspor periode 2004-2006 sangat

signifikan. Pada tahun 2004 total ekspor Dessicated Coconut sebesar 30.780 ton

dengan nilai 21.245.000 US Dollar, tahun 2005 mencapai 51.025 ton dengan

nilai 35.939.000 US Dollar dan pada tahun 2006 mencapai 62.249 ton dengan

nilai 36.886.000 US Dollar.

Peningkatan nilai ekspor ini sangat dipengaruhi oleh besarnya permintaan

terutama oleh negara-negara Eropa dan Asia Pasifik. Sebagai produk yang

 bernilai ekspor tinggi adalah wajar bila Dessicated Coconut menjadi pilihan dalam pengembangan agroindustri berbasis kelapa. Menurut Palungkun (1998)

 permintaan produk Dessicated Coconut merupakan indikasi cerahnya prospek

 pasar, dan Indonesia memiliki potensi untuk merebut peluang yang ditawarkan.

Produk lain yang memiliki prospek untuk dikembangkan menurut para

 pakar adalah Arang Aktif, dimana berdasarkan pendapat para pakar memiliki skor

0,112. Arang aktif banyak diperlukan untuk proses pemurnian dalam dunia

industri makanan dan kimia. Menurut APCC (2007) ekspor produk Arang Aktif

Indonesia tahun 2004-2006 terus mengalami peningkatan, dimana tahun 2004

total ekspor mencapai 15.624 ton dengan nilai12.387.000 US Dollar, pada tahun

2005 meningkat menjadi 25.670 ton dengan nilai 16.303.000 US Dollar namun

menurun menjadi 15.529 ton dengan nilai 17.577.000 US Dollar pada tahun 2006.

Pada dasarnya produk Arang dari tempurung kelapa sangat prospektif

untuk dikebangkan ditengah gencarnya isu menipisnya bahan bakar fosil, karena

arang tempurung berpotensi menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak

tanah. Saat ini pemanfaatan Arang Tempurung sebagai pengganti arang kayu dan

minyak tanah belum banyak dilakukan di kalangan masyarakat, sebagan besar

tempurung kelapa terbuang percuma. Oleh karena itu potensi pemanfaatan

 produk tempurung kelapa masih sangat besar.

Produk Santan Kelapa adalah bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia

karena berfungsi sebagai bahan pelengkap makanan. Namun komersialisasi

Page 87: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 87/158

  99

 produk ini masih sangat kurang. Hal ini tidak terlepas dari belum banyak

tersedianya santan kelapa kemasan. Berdasarkan pendapat para pakar dalam

 penelitian ini skor untuk Santan Kelapa 0,112. Produk ini sebenarnya sangat

 prospektif untuk dikembangkan, berdasarkan data Statistical Year Book APCC

(2006) ekspor Indonesia pada tahun 2004-2006 terus meningkat. Pada tahun 2004

total ekspor mencapai20.240 ton dengan nilai 15.248.000 US Dollar, meningkat

menjadi 32.480 ton pada tahun 2005 dan mencapai 27.402 ton dengan nilai

21.928.000 US Dollar pada tahun 2006. Disisi lain bagai masyarakat perkotaan

keberadaan santan kelapa kemasan merupakan pilihan yang tepat sebagai

 pelengkap masakan karena terbatasnya waktu dalam mengolah kelapa menjadi

santan.

Produk lainnya seperti Coco Fibre menurut para pakar mendapat skor0,105. Pada dasarnya produk ini sangat banyak diperlukan oleh rumah tangga dan

industri, namun belum difahaminya peluang pasar dan nilai tambahnya, maka

sabut kelapa sampai saat ini masih menjadi limbah di kalangan masyarakat

terutama di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Menurut APCC (2007) ekspor

Coco Fibre Indonesia pada periode 2004-2006 sebesar 1.180 ton, 3.550 ton dan

3450 ton.

VCO, Nata De Coco, dan Coco Peat menurut para pakar berada pada

urutan belakang dengan skor 0,098, 0,096, dan 0,092. Produk ini baik untuk

dikembangkan, namun dalam skala industri kelapa terpadu seperti KUAT, ketiga

 produk dapat dikembangkan dalam jangka panjang, artinya dalam jangka pendek

 pengembangan produk ini belum dapat dilaksanakan. Ke depan melalui

 pemberdayaan masyarakat, produk-produk ini dapat dilaksanakan melalui skala

rumah tangga dengan kata lain melalui Usaha Kecil dan Menengah atau industri

rumah tangga.

Program KUAT merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten

Lampung Barat melaksanakan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan

motor utama sektor Industri. Selama ini belum terdapat usaha agroindustri yang

 berskala menengah dan besar di wilayah ini. Namun demikian terkait dengan

Program KUAT dengan komoditas utama Kelapa, pengembangan produk harus

 bersifat terpadu. Dengan kata lain meskipun berdasarkan analisis para pakar

Page 88: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 88/158

 100

cenderung untuk memilih produk Minyak Kelapa dan Dessicated Coconut,

 pembangunan agroindustri kelapa harus bersifat terpadu. Bila konsep terpadu

tidak dilaksanakan, maka sasaran dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan sulit

tercapai.

Pengembangan agroindustri kelapa dengan produk yang terbatas

menjadikan kelayakan ekonomis sangat sulit tercapai, hal ini disebabkan harga

 produk kelapa segar cenderung terus meningkat, terutama dalam 2 tahun terakhir.

Oleh karena itu langkah peningkatan peranan ekonomi rakyat melalui komoditas

kelapa harus dilakukan secara terpadu. Bagaimana peranan pemerintah,

masyarakat dan swasta harus disinergikan sehingga produk kelapa yang

dikembangkan dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak, sesuai dengan

ketersediaan teknologi dan sumberdaya yang ada.Hasil Pemilihan produk prospektif yang akan dikembangkan dalam

Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT), berdasarkan pendapat para ahli disajikan

 pada Tabel berikut ini:

Tabel 25. Urutan Prioritas Pemilihan Produk Kawasan Usaha Agro Terpadu

(KUAT) Kabupaten Lampung Barat

Kriteria Penentu Pemilihan Produk

ProdukPeluang

Pasar

Kualifika

si SDM

Nilai

Tambah

Penyrp

Tenaga

Kerja

Tekno

logi

Yang

Diguna

kan

Kebija

kan

Peme

rintah

Dampak

Ling

kungan

Agre

gasi

Hasil

Urutan

Prio

ritas

Minyak

Kelapa

0.27 0.16 0.20 0.24 0.17 0.26 0.21 0.215 1

Dessicated

Coconut

0.16 0.20 0.14 0.17 0.22 0.17 0.12 0.170 2

Arang Aktif 0.10 0.07 0.10 0.10 0.07 0.16 0.18 0.112 3

Santan

Kelapa

0.09 0.14 0.11 0.12 0.1 0.1 0.09 0.112 3

Coco Fiber 0.11 0.10 0.16 0.08 0.09 0.10 0.10 0.105 4

VCO 0.09 0.12 0.12 0.08 0.11 0.07 0.09 0.098 5

 Nata De

Coco

0.09 0.11 0.08 0.12 0.11 0.06 0.10 0.096 6

Coco Peat 0.09 0.10 0.09 0.09 0.09 0.08 0.10 0.092 7

Page 89: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 89/158

101

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa Minyak Kelapa dan Dessicated

Coconut merupakan produk unggulan pertama dan kedua dengan nilai masing-

masing 0,215 dan 0,170. Jenis lain yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu

Arang Aktif ,Santan Kelapa dan Coco Fiber dengan skor 0,112 , 0,112 dan 0,105.

Terlepas dari hasil analisis di atas terdapat 2 hal yang berbeda yaitu produk

Minyak Kelapa dan Dessicated Coconut dan Santan memiliki bahan baku yang

 berasal dari daging buah. Sebaliknya Arang Aktif dan Coco Fiber berasal dari

tempurung dan sabut kelapa. Hal ni menjelaskan bahwa untuk efisiensi

 produktifitas pembangunan agroindustri berbasis komoditas kelapa harus

dilakukan secara simultan dan terpadu.

Sebagai sebuah program pembangunan klaster industri yang diharapkan

menjadi trigger  (pemicu) pergerakan perekonomian wilayah, maka harus dipilih produk yang akan dikembangkan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang

ada. Pemerintah Daerah tidak mungkin akan membangun agroindustri terpadu

secara serentak karena keterbatasan dana. Sedangkan keberadaan masyarakat di

sekitar lokasi program harus dilibatkan dalam proses pembangunan. Oleh karena

itu beberapa pilihan alternatif dalam membangun keterpaduan dapat ditempuh

dengan memberdayakan kelmbagaan masyarakat.

Produk-produk agroindustri yang membutuhkan modal, teknologi dan

sumberdaya manusia yang tinggi dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan atau

swasta. Produk-produk tersebut antara lain: Dessicated Coconut, Minyak Kelapa

dan Santan Kelapa. Hal ini penting karena produk tersebut memerlukan Quality

Control   dan persyaratan mutu, tingkat higienis yang tinggi. Sedangkan produk

dengan teknologi sederhana dan Quality Cntrol  yang kurang ketat, seperti Arang

Aktif, Coco Fiber, Nata De Coco dan Coco Peat dapat dilaksanakan melalui

lembaga masyarakat atau kelompok tani.

Menurut Allolerung dan Lay (1998), pengolahan kelapa skala industri

 besar dewasa ini telah mengolah hampir seluruh komponen buah kelapa baik

secara terpadu maupun parsial yang menghasilkan produk bernilai ekonomi dan

 pasaran yang luas antara lain: minyak kelapa, Dessicated Coconut (Kelapa Parut),

Santan, Bungkil Tepung Tempurung, Arang Aktif, Serat Sabut dan Nata De Coco.

Pengembangan aneka ragam produk menghasilkan nilai tambah besar, namun

Page 90: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 90/158

  102

tidak berpengaruh terhadap perbaikan pendapatan petani. Hal ini disebabkan

 posisi petani hanya sebagai penyedia bahan baku industri. Oleh karena itu

 pelibatan petani diharapkan agar mereka apat menikmati nilai tambah tersebut.

Pengembangan pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan adalah alternatif

yang memadai untuk dirintis karena ketersediaan bahan baku, sumberdaya

manusia dan teknologi di Kabupaten Lampung Barat. Produk-produk dengan

 batasan mutu dan teknologi yang rendah dapat dilaksanakan oleh masyarakat.

Dengan demikian pembangunan kawasan agro usaha terpadu dapat berjalan

efektif dengan biaya yang relatif lebih murah serta melibatkan partisipasi

masyarakat.

Formulasi kerjasama pengolahan kelapa terpadu dengan partisipasi

masyarakat perlu dirumuskan sehingga dapat diperjelas peranan dantanggungjawab masing-masing pihak.

5.3. Persepsi Masyarakat Tentang Program KUAT

Berdasarkan hasil wawancara menyangkut rencana program KUAT, dari

30 responden yang terdiri dari 20 orang petani dan 10 pedagang pengumpul pada

6 kecamatan dalam wilayah pesisir diketahui bahwa petani di Kecamatan

Bengkunat, Pesisir Selatan dan Pesisir Tengah dan Karya Penggawa sudah

mengetahui tentang rencana Program KUAT. Sebaliknya responden di

Kecamatan Pesisir Utara dan Lemong cenderung belum mengetahui rencana

tersebut. Pengetahuan petani tentang rencana pemerintah meliputi komoditas

yang akan dikembangkan dan produk yang dipilih yaitu minyak kelapa. Produk

selain minyak kelapa tidak diketahui oleh masyarakat. Menurut pendapat

masyarakat pemerintah akan mengembangkan pabrik minyak kelapa.

Kekurangtahuan masyarakat Pesisir Utara dan Lemong tidak terlepas dari

 jarak yang jauh, dan lokasi sentra kelapa berada pada kecamatan Karya

Penggawa, Bengkunat, Pesisir Selatan dan Pesisir Tengah.

Menurut para pedagang pengumpul, pada hampir seluruh kecamatan

mengetahui tentang rencana program KUAT. Hal ini tidak terlepas dari lancarnya

arus informasi di kalangan pedagang pengumpul. Atas dasar tersebut dapat

Page 91: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 91/158

  103

dijelaskan bahwa sosialisasi program berjalan cukup efektif. Hasil analisis

 pendapat masyarakat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 26. Persentase pemahaman petani dan pedagang menyangkut program

KUAT

Petani Pedagang PengumpulRencana

Program

Produk Rencana

Program

ProdukKecamatan

Tahu

(%)

Tidak

Tahu

(%)

Tahu

(%)

Tidak

Tahu

(%)

Tahu

(%)

Tidak

Tahu

(%)

Tahu

(%)

Tidak

Tahu

(%)

Bengkunat 74 26 60 40 80 20 80 20

Pesisir Selatan 86 14 63 37 90 10 80 20

Pesisir Tengah 89 11 63 37 80 20 60 40

Karya Penggawa 67 33 52 48 40 60 50 50

Pesisir Utara 27 73 20 80 40 60 40 60

Lemong 24 76 21 79 40 60 30 70

Persepsi masyarakat diperlukan dalam upaya pelaksanaan suatu program.

Hal ini terkait dengan kesuksesan pelaksanaan di lapangan. Menurut Handoko

(2000), kesediaan masyarakat suatu daerah menerima segala konsekuensi baik

 positif mapupun negatif didirikannya suatu pabrik merupakan suatu syarat

 penting. Perusahaan perlu memperhatikan nilai-nilai lingkungan dan ekologi

dimana perusahaan berlokasi. Di lain pihak masyarakat memerlukan industri

sebagai penyedia lapangan kerja dan uang yang dibawa industri ke masyarakat.

5.4. Prospek Pasar Produk Kelapa

5.4.1. Rantai Tata Niaga

Tata niaga Kelapa di Kabupaten Lampung Barat identik dengan

 pemasaran produk pertanian yang umumnya bertingkat, yaitu mulai dari petani

sebagai produsen, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul

kecamatan sampai dengan konsumen dan industri. Pola pemasaran yang panjang

tersebut sangat tidak menguntungkan pihak petani karena semakin panjang rantai

tata niaga, maka marjin yang diterima petani semakin kecil.

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian di Kabupaten lampung

Barat, diketahui bahwa terdapat tiga tingkatan pedagang pengumpul yang

 berperan dalam tata niaga kelapa sebelum sampai pada konsumen akhir atau

industri. Perdagangan kelapa pada umumnya dimulai dengan transaksi langsung

Page 92: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 92/158

  104

antara petani dengan pedagang desa, dengan sistem harga borongan berupa kelapa

utuh belum di kupas.

Selanjutnya pedagang desa menjual kepada pedagang kecamatan yang

akan membeli dengan cara datang langsung ke pedagang desa. Sistem pembelian

dilakukan dengan cara borongan tanpa memperhatikan ukuran biji kelapa.

Pedagang Kecamatan selanjutnya menjual kepada pedagang kabupaten di Liwa

atau Pasar Fajar Bulan di Kecamatan Way Tenong, yang kemudian dijual kepada

 pedagang pengecer. Pedagang pengecer membeli kelapa untuk dipasarkan

langsung ke konsumen. Pada tahapan pemasaran ke konsumen ukuran biji kelapa

menjadi dasar dalam menentukan harga.

Rantai tata niaga kelapa juga terjadi antara pedagang tingkat kecamatan

dengan pedagang pengirim yang akan membawa komoditas kelapa ke industri berbahan baku kelapa di Bandar Lampung. Industri tersebut merupakan produsen

 produk nata de coco, vco, santan kelapa dan desisicated coconut.

Kelapa pecah akan diapkir dan menjadi tanggungjawab pembeli yang

umumnya merupakan pedagang desa, pada tahapan ini kelapa apkir akan diolah

menjadi kopra. Pedagang pengumpul kopra berada di Kelurahan Pasar Krui,

dimana harga jual berkisar antara sebesar Rp. 3.000-3.500/kg tergantung pada

mutu kopra yang dijual. Harga tersebut cenderung tetap dari tahun ke tahun. Bila

kopra tersebut jumlahnya sudah memadai, maka akan dibawa ke Bandar

Lampung atau Kota Metro untuk dijual kepada Industri Minyak Goreng. Namun

seiring dengan harga kelapa yang cukup tinggi, produksi kopra menjadi berkurang

karena petani menjual dalam bentuk kelapa butiran. Sebaliknya bila harga kelapa

 butiran rendah, maka petani akan mengolah kelapa menjadi kopra.

Berkurangnya produksi kopra karena secara ekonomi pengolahan kopra

tidak menguntungkan dimana untuk menghasilkan 1 Kg kopra dibutuhkan sekitar

4 butir kelapa, dengan harga jual Rp. 2.000 sampai dengan 3.750/kg. Sedangkan

 bila dijual butiran maka harga kelapa Rp. 1.100/butir. Oleh karena itu merupakan

hal yang wajar bila petani tidak mengolah kelapa menjadi kopra di saat harga

kelapa cukup tinggi. Secara lengkap bagan rantai pemasaran kelapa di Kabupaten

Lampung Barat di sajikan pada gambar berikut ini:

Page 93: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 93/158

  105

Gambar 11. Rantai Pemasaran Kelapa di Kabupaten Lampung Barat

5.4.2. Marjin Pemasaran

Berdasarkan hasil analisis biaya dan marjin tata niaga di Kabupaten

Lampung Barat diketahui bahwa biaya angkutan merupakan komponen terbesar

dalam biaya pemasaran. Menurut Damanik dan Sientje (1992) besarnya biaya

angkutan produk kelapa disebabkan bentuk fisik kelapa yang berifat kamba (rasio

volume dan bobot sangat besar). Secara geografis wilayah Kabupaten Lampung

Barat memiliki topografi datar sampai dengan berbukit. Besarnya komponen

 biaya sesuai dengan jarak tempuh, dimana untuk pedagang desa, jarak tempuh

relatif dekat dengan kata lain masih dalam satu desa. Sedangkan pedagang

kecamatan harus mengangkut lebih jauh dengan jarak 30-80 km. Besarnya biaya

angkut untuk komponen industri disebabkan jarak angkut menuju lokasi industri

 berkisar antara 260 km sampai 300 km.

Marjin tata niaga dipisahkan menjadi dua yaitu dari petani sampai dengan

konsumen dan dari petani ke industri. Pemisahan ini dilakukan karena terdapat

KONSUMEN

PEDAGANG

PENGECER

PEDAGANG

PENGUMPUL

DESA

PEDAGANG

PENGUMPUL

KECAMATAN

INDUSTRI

VCO,KELAPA

PARUT,NATA DE

COCO DLL

KELAPA PECAH

/APKIR

KOPRA

KERING

PEDAGANG

PENGUMPUL

KOPRA

INDUSTRIMINYAK KELAPA

PETANI

/PRODUSEN

PEDAGANG

PENGIRIM

Page 94: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 94/158

  106

 pedagang pengirim yang ikut dalam proses tata niaga. Pedagang pengirim

mengambil produk kelapa dari pedagang kecamatan. Peran pedagang pengirim

cukup besar, hal ini ditunjukkan dengan besarnya marjin.

Distribusi biaya pemasaran relatif merata kecuali biaya angkut dan harga

 beli. Marjin keuntungan tertinggi berada pada level pedagang pengirim yang

mencapai Rp. 300/butir. Hal ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi,

disamping besarnya modal dalam mekanisme pemasaran. Sedangkan marjin

terendah berada pada tingkat pedagang pengumpul desa. Salah satu penyebabnya

adalah adanya biaya pengupasan kulit luar yang harus ditanggung sebelum

 pembeli tingkat kecamatan datang. Selain itu dari sisi permodalan pedagang

 pengumpul desa relatif memiliki modal yang kecil. Resiko pecah dan apkir juga

menjadi pembatas pedagang level ini untuk menigkatkan marjin keuntungan.Marjin keuntungan setiap golongan pedagang lebih besar dibandingkan

 biaya pemasaran sehingga harga di tingkat petani menjadi relatif rendah.

Damanik dan Sientje (1992) menyatakan bahwa pola tata niaga di atas merupakan

ciri dari pemasaran yang bersifat monopsoni. Harga ditentukan oleh beberapa

atau satu lembaga pemasaran yang dalam hal ini pemilik modal.

Dalam pemasaran kelapa, pedagang pengirim memegang peranan yang

sangat besar dalam menjalankan fungsi tata niaga kelapa, karena mereka inilah

yang menyediakan sebagian besar modal kerja dan menghadapi resiko paling

 besar. Resiko inilah yang sering dijadikan alasan untuk menekan harga di tingkat

 pedagang pengumpul maupun petani, sebagai akibatnya tata niaga kelapa di

daerah menjadi tidak efisien (Herman dan Saputro (1990) dalam  Damanik dan

Sientje (1992).

Disisi lain posisi petani sebagai  price taker (penerima harga) menjadikan

 pedagang memiliki kekuasaan untuk menentukan harga, selain beberapa petani

telah menerima pembayaran awal harga kelapa sebelum panen. Pola pembayaran

awal banyak dilakukan pada kondisi petani memerlukan dana untuk biaya anak

sekolah atau biaya berobat. Kebutuhan tersebut mendorong petani kelapa

meminjam dana kepada pedagang dengan konsekuensi pembayaran dengan

 produk kelapa pada saat panen. Hasil analisis marjin tata niaga kelapa menurut

golongan pedagang disajikan pada tabel berikut:

Page 95: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 95/158

  107

Tabel 27. Hasil Analisis Marjin Pemasaran Produk Kelapa di Kabupaten

Lampung Barat.

Harga Biaya Persentase Persentase No Uraian

(Rp/butir) (Rp/butir Konsumen Industri

1 Harga jual petani 1,100 - - -

2

Harga beli pedagang pengumpul

Desa 1,100 - 61.11 50.00

Biaya sortir dan membersihkan - 50 7.14 4.55

Biaya angkut/transportasi - 50 7.14 4.55

Keuntungan - 50 7.14 4.55

3 Harga beli pedagang kecamatan 1,250 - 69.44 56.82

Biaya bongkar muat - 50 7.14 4.55

Biaya Angkut/transportasi - 100 14.29 9.09

Keuntungan - 100 14.29 9.09

4 Harga Beli Pedagang Pengecer 1,500 - 83.33

Biaya bongkar muat 50 7.14

Biaya Angkut/transportasi 50 14.29Keuntungan 200 28.57

5 Harga Beli Konsumen 1,800 - - -

Jumlah Marjin Konsumen 700

6 Harga Beli Pedagang Pengirim 1,250 - - 64.10

Biaya bongkar muat - 100 - 9.09

Biaya Angkut/transportasi - 300 - 27.27

Keuntungan - 300 - 27.27

Harga Beli Industri 1,950 - - -

Jumlah Marjin Industri - 1,100 107.14 100.00

Menurut data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat,

harga kelapa dan kopra pada tahun 2004-2006 rata-rata Rp. 700-1.500-/ butir dan

Rp.1.000- 3.150/kg. Harga tersebut cenderung meningkat terutama pada tahun

2005-2006. Peningkatan tersebut tidak lepas dari bertambahnya konsumsi kelapa

di kalangan masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa harga

kelapa di tingkat petani berada pada level di atas Rp. 1.000/butir sejak tahun 2005

sampai dengan sekarang. Bagi petani harga tersebut cukup memberikan gairah

untuk menjadikan kelapa sebagai salah satu alternatif pendapatan. Berikut ini

disajikan perkembangan harga komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat

tahun 2004-2006.

Page 96: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 96/158

  108

Tabel 28. Harga Pasar Produk Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2004-

2006Tahun Produk Satuan Harga

Terendah

Harga

Tertinggi

Rata-rata

2004 Kopra Kg 1,000 1,000 1,000Kelapa Segar Butir 700 1.000 875

2005 Kopra Kg 4,000 4,000 4,000

Kelapa Segar Butir 1.000 1.300 1.250

2006 Kopra Kg 3,200 4,000 3.150

Kelapa Segar Butir 1,200 1,500 1,230

Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat

5.5. Keragaan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Lampung Barat

Fluktuasi harga yang tidak menentu menyebabkan petani kurang bergairah

untuk meningkatkan produksi tanaman kelapa melalui perawatan. Hal ini terlihat

dari hasil wawancara, seluruh responden menyatakan tidak pernah melakukan

 pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Pada dasarnya petani

memahami perlunya perawatan, namun harga jual yang tidak menentu dan belum

adanya produk olahan, pertanaman kelapa menjadi penghasilan sampingan selain

usaha tani lainnnya.

Berikut ini disajikan keragaan perkebunan kelapa di Kabupaten Lampung Barat.

1.  Perkebunan Kelapa di Kabupaten Lampung Barat seluruhnya merupakan

 perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional turun temurun.2.  Luas kepemilikan lahan usaha tani kelapa berkisar antara 1−2 ha per kepala

keluarga, dengan populasi 100-143 pohon/ha. Luas tersebut cenderung akan

 berkurang sebagai akibat fragmentasi lahan sejalan dengan sistem bagi waris

yang menjadi budaya.

3.  Pola tanam sebagian besar dilakukan secara monokultur, kecuali di

Kecamatan Pesisir Selatan yang dilakukan tumpangsari dengan melinjo dan

kakao. Pola monokultur ini menjadikan pemanfaatan lahan kurang optimal

sehingga produktivitasnya rendah. Petani juga belum menerapkan teknologi

 budi daya anjuran karena keterbatasan modal dan adanya keengganan untuk

merawat akibat ketidakpastian harga. Pemeliharaan tanaman masih terbatas

 pada penyiangan dengan interval tidak teratur, tanpa pemupukan dan

 pengendalian hama dan penyakit.

Page 97: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 97/158

  109

Gambar 12. Perkebunan Kelapa Rakyat di Kabupaten Lampung Barat

4.  Perkebunan kelapa petani di Kabupaten Lampung Barat pernah didukung oleh

Proyek Pengembangan dan Rehabilitasi Tanaman Ekspor (PRPTE).

5.  Jenis kelapa yang diusahakan adalah kelapa dalam lokal dengan produktivitas

hanya 660-700 kg kopra/ha/tahun atau atau sekitar 2.600-3.000 butir kelapa

segar, jauh di bawah potensi produktivitas yang dimiliki sebesar 2,50 ton

kopra/ha/tahun.

6.  Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar tanaman kelapa berumur tua

(lebih dari 20 tahun) dan kurang produktif lagi sebagai akibat belum

 berjalannya program peremajaan tanaman. Usaha peremajaan terhambat oleh

ketersediaan dan mahalnya harga bibit yaitu berkisar Rp. 5.000 sampai dengan

Rp. 15.000/batang tergantung umur. Selain itu serangan hama babi hutan

 pada pertanaman muda dan banyaknya sapi milik masyarakat yang tidak

dikandangkan menjadi hama tanaman kelapa muda.

Page 98: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 98/158

  110

Gambar. 13. Proses Pengupasan Kelapa

7.  Produk usaha tani yang dihasilkan masih bersifat terbatas pada kelapa butiran

dan kopra berkualitas rendah. Pemanfaatan hasil samping belum banyak

dilakukan oleh petani, sehingga banyak produk sampingan terbuang percuma

akibatnya nilai tambah dari usaha tani belum diperoleh secara optimal.

8.  Pendapatan petani kelapa di Kabupaten Lampung Barat masih rendah dan

fluktuatif sehingga tidak mampu mendukung kehidupan keluarga secara layak.

Pendapatan dari usaha tani kelapa monokultur sebesar Rp2.700.000/ha/tahun

sampai dengan Rp. 3.100.000/ha/tahun atau Rp.225.000/ha/bulan sampai

dengan 258.000/ha/bulan. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tani kelapa

 belum mampu memberikan penghasilan yang layak. Kondisi ini semakin

mendorong petani utnuk tidak melakukan perawatan intensif karena besarnya

 biaya perawatan terutama pupuk dan obat-obatan.

9.  Dukungan kelembagaan seperti koperasi dan kelompok tani belum berjalan

dengan baik. Kondisi ini tampak dari ketiadaan koperasi pendukung usaha

tani kelapa dan kelompok tani berbasis kelapa yang aktif.

 Namun demikian berdasarkan hasil pengamatan dilapangan saat ini telah

terdapat upaya pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam memberdayakan

Page 99: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 99/158

  111

 petani kelapa. Langkah-langkah pemerintah daerah tampak dalam beberapa tahun

terakhir dengan berjalannya program pembinaan antara lain:

1.  Pemerintah Daerah telah menyusun Peta Jalan ( Road Map) komoditas kelapa

sampai dengan tahun 2011.  Road Map ini memberikan penjelasan bahwa

adanya upaya untuk meningkatkan produktiftas dan kesejahteraan petani

kelapa secara terencana.

2.  Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat memberikan bantuan bibit

kelapa unggul lokal sebanyak 5.000 batang kepada petani pada tahun 2007

dan 10.000 batang pada tahun 2008. Bantuan bibit ini dilakukan untuk turut

membantu dalam meremajakan pertanaman kelapa mayarakat.

3.  Adanya upaya perbaikan pola pengusahaan melalui pemberian bantuan bibit

kakao untuk tumpangsari dengan tanaman kelapa, disamping penguatankelembagaan kelompok. Tercatat sejak tahun 2002 telah diberdayakan 12

kelompok tani yang melaksanakan pembibitan sebanyak 250.000 batang bibit

kakao.

4.  Pemerintah Daerah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah

memberikan bantuan alat pengolahan kelapa terpadu kepada beberapa

kelompok tani.

5.  Perencanaan pembangunan Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT)

 bekerjasama dengan Departemen Perindustrian, sebagai bentuk langkah

Pemerintah Daerah mendukung perekonomian wilayah pesisir melalui sektor

industri.

5.6. Analisis Pohon Industri

Analisis pohon industri didasarkan pada keragaman produk turunan dari

kelapa, karena itu tanaman ini dikenal sebagai tanaman serba guna dimana seluruh

 bagiannya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan tanaman kelapa

mulai dari batang, daun, akar dan buah. Berbagai manfaat dari bagian-bagian

tersebut antara lain untuk keperluan: pangan, obat-obatan, mebel, kerajinan

tangan, sampai dengan bahan baku industri. Berikut ini disajikan diagram alir

 pemanfaatan tanaman kelapa:

Page 100: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 100/158

  112

5.6.1. Daun

Gambar 14. Pohon Industri Daun Kelapa

5.6.2.  Batang

Pemanfaatan batang kelapa sebagai produk kerajinan sudah sejak lama

dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Produk furniture, alat-alat dapur, peralatan

 pertanian sampai dengan bahan bangunan merupakan hal yang umum di kalangan

masyarakat. Industri berbasis pohon kelapa masih dilakukan dalam skala kecil,

yaitu di tingkat perajin rumah tangga sampai dengan usaha-usaha kecil. Pada

gambar berikut disajikan pohon industri produk yang berasal dari batang kelapa.

Gambar. 15. Pohon Industri Batang Kelapa

5.6.3. Buah

Buah kelapa memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia terutama

untuk keperluan rumah tangga. Secara umum buah kelapa dibedakan menjadi:

sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa.

Batang

Industri Kerajinan

Industri Kerajinan

Tangan

Hiasan Dinding,

Asbak

Furniture, gagang

Cangkul, dll

Bahan

Jembatan

Bahan-bahan

Bangunan

Pelepah

Helai

Daun

LidiDaun

Industri Kerajinan

Tangan

Industri Kerajinan

Tangan

Industri Kerajinan

Tangan

Souvenir

Tas, Keranjang

Sapu Lidi, Tusuk

Sate

Hiasan, Ketupat,

Page 101: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 101/158

  113

5.6.3.1. Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus

tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas

lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium

mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali,

karung, pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi

 jok kursi/mobil/kasur dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan

0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri

atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium .

Salah satu produk yang dapat diolah dari tanaman kelapa adalah serabut

kelapa. Namun saat ini pemanfaatan serabut kelapa masih sangat kurang di

kalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pemahaman tentang nilaiekonomi produk ini. Disisi lain teknologi dan informasi pasar tentang serabut

kelapa belum banyak diketahui oleh masyarakat.

Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat (serat

 panjang), bristle (serat halus dan pendek), dan debu abut. Serat dapat diproses

menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk

kerajinan/industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan

dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas.

5.6.3.2. Coco Peat (Debu Sabut)

Debu sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan particle

 board/hardboard. Coco peat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk

industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat

diolah menjadi hardboard (Nur et al . 2003 dalam Mahmud dan Ferry, 2007).

Produksi yang dihasilkan adalah sabut kelapa dan debu (coco peat). Setiap 1 kg

sabut membutuhkan 5 butir kelapa, dan setiap 1 kg debu sabut membutuhkan 16

 butir kelapa. Pada Gambar berikut ini disajikan pohon industri sabut kelapa.

Page 102: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 102/158

  114

Gambar. 16 Pohon Industri Sabut Kelapa

5.6.3.3. Arang Aktif

Arang tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran

tidak sempurna terhadap tempurung kelapa. Sebagai bahan bakar, arang lebih

menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang memberikan kalor pembakaran

yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Arang dapat ditumbuk, kemudian

dikempa menjadi briket dalam berbagai macam bentuk. Briket lebih praktis

 penggunaannya dibanding kayu bakar. Arang dapat diolah lebih lanjut menjadi

arang aktif, dan sebagai bahan pengisi dan pewarna pada industri karet dan

 plastik.

Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar,

sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang

dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang, arang aktif, tepung

tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki

daya saing yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang

terbarukan. Pada gambar berikut disajikan pohon industri produk tempurung

kelapa (Mahmud dan Ferry, 2007).

Industri Kerajinan

Industri Kerajinan

Serat

Panjang

Serat

Pendek

Debu

Sabut

Sabut

Industri Kerajinan

Matras, Tambang

Sapu, Keset, sikat

Hard Board

Genteng

Kompos

Coco Peat/Media

Tanam

Page 103: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 103/158

  115

Gambar. 17 Pohon Industri Tempurung Kelapa 

Karbon aktif merupakan bahan baku olahan dari tempurung kelapa yang

 banyak digunakan dalam berbagai industri antara lain obat-obatan, makanan,minuman dan pengolahan air. Manfaat arang aktif secara kimiawi berguna untuk

 proses pemurnian cairan, penjernihan air, dan penyaringan gas-gas kotor.

Pembuatan karbon aktif dilakukan melalui aktivasi dari arang tempurung.

Dalam pembuatannya arang tempurung dimasukkan ke dalam suatu tabung.

Produksi yang dihasilkan adalah arang tempurung. Setiap 1 kg arang tempurung

membutuhkan 24 butir tempurung kelapa.

5.6.3.4.  Daging Buah

Daging buah kelapa merupakan produk primer yang banyak dimanfaatkan

dari kelapa. Saat ini ekspor produk kelapa Indonesia didominasi oleh hasil

industri yang memanfaatkan daging buah kelapa. Berikut ini disajikan gambar

 pohon industri berbahan daging kelapa.

Tempurung

Asbak, peralatan

makan

Hiasan Dinding,

Tas, Ikat Pinggang

Industri Kimia

Industri Kerajinan

Tangan

Arang Aktif, Briket

Asap Cair

Page 104: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 104/158

  116

Gambar. 18 Pohon Industri Daging Buah Kelapa 

5.6.3.5. Air Kelapa

Volume air yang terdapat pada kelapa dalam sekitar 300 ml, kelapa

Hibrida 230 ml, dan kelapa Genjah 150 ml. Air kelapa dimanfaatkan untuk

 pembuatan minuman ringan, jelly, ragi, alkohol, nata de coco, dextran, anggur,

cuka, ethyl acetat, dan sebagainya. Komposisi kimia air kelapa adalah; specific

grafity 1,02 %, bahan padat 4,71 %, gula 2,56 %, abu 0,46 %, minyak 0,74 %,

 protein 0,55 %, dan senyawa khlorida 0,17%. Air kelapa yang dapat diolah untuk

menghasilkan beberapa produk bernilai ekonomi seperti minuman ringan, cuka,

dan nata de coco. Nata de coco sendiri selain sebagai makanan berserat, juga

dapat digunakan dalam industri akustik. Saat ini nata de coco telah berkembang

mulai dari skala industri rumah tangga hingga industri besar (Tenda et al. 1999

dalam Mahmud dan Ferry, 2007).

Gambar. 19. Pohon Industri Air Kelapa

Sabun Cuci,

Shampo

Minyak Goreng

Margarin

Industri

Kimia

Industri

Makanan

Campuran Biskuit,

Kue Kering

Biskuit, Kue Kering

Kelapa

Parut

Kopra

Santan

Daging

Buah

Minyak

Kelapa

Industri

Makanann

Industri

Makanann

Air Kelapa

Kecap,

Asam Cuka

 Nata De Coco

Industri

Farmasi

Industri

Makanan

Dekstrosa

Obat Penurun

Panas

Page 105: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 105/158

  117

Berdasarkan hasil kajian literatur dan diskusi dengan pakar kelapa, maka

didapat beberapa produk olahan yang berasal dari daging kelapa dan memiliki

nilai ekonomi, serta prospek pasar, baik domestik maupun ekspor. Adapun

 produk tersebut adalah: Dessicated Coconut (Kelapa Parut), Minyak Kelapa, Nata

De Coco, Virgin Coconut Oil (VCO). Berikut ini disajikan deskripsi tentang

 produk-produk tersebut:

5.6.4. Dessicated Coconut (Kelapa Parut)

Istilah Dessicated Coconut mungkin kurang akrab di telinga masyarakat

Indonesia. Sebenarnya produk ini sudah diproduksi oleh pengusaha Indonesia

sejak tahun 1960 an. Dessicated Coconut atau Kelapa Parut Kering adalah daging

 buah kelapa yang dihaluskan, dikeringkan, dan diproses secara higienis. Produkini dikenal dalam empat ukuran yaitu; sangat halus, halus, sedang, kasar, dengan

 bentuk potongan memanjang, keping, tipis dan parutan (Palungkun, 1992).

Pengolahan Dessicated Coconut meliputi beberapa tahap seperti seleksi

awal, pemisahan daging buah, pemotongan dan pencucian,sterilisasi,

 penghancuran, pengeringan serta pengemasan. Berbagai manfaat dari dessicated

coconut antara lain: sebagai bahan tambahan pembuatan biskuit dan kue kering,

manisan kelapa, krim kelapa dan makanan ringan lain seperti coconut chips.

5.6.5.  Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan produk penting yang banyak dibutuhkan oleh

rumah tangga dan industri terutama industri makanan. Sebagai salah satu

komponen dari sembilan bahan pokok (sembako), saat ini keberadaannya sedang

 banyak dibicarakan. Langkanya produk minyak goreng di pasaran telah

mendorong peningkatan harga. Manfaat minyak kelapa di kalangan masyarakat

Indonesia adalah sebagai media untuk memasak di dapur. Sebagai bahan untuk

menggoreng minyak kelapa merupakan elemen penting dalam pemenuhan

kebutuhan dasar manusia yaitu makan. Oleh karena itu manfaat minyak goreng

sangat besar. Selain itu minyak kelapa berguna sebagai bahan baku industri

kosmetik, sabun dan bahan kimia lainnya.

Page 106: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 106/158

  118

5.6.6. Nata De Coco

Di Indonesia pemanfaatan air kelapa belum maksimal, karena banyak yang

terbuang percuma. Namun akhir-akhir ini sudah banyak upaya memanfaatkan air

kelapa untuk diolah menjadi produk yang bernilai tinggi yaitu Nata De Coco. Di

Philipina air kelapa sudah dimanfaatkan untuk pembuatan minuman ringan, jelly,

ragi alkohol, dekstran, anggur, cuka, ethyl acetat dan lain-lain (Palungkun, 1992).

 Nata De Coco mempunyai arti krim yang berasal dari air kelapa. Krim ini

dibentuk oleh mikroorganisme  Acetobacter xylinum  melalui proses fermentasi.

Mikroorganisme membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula.

Pembentukan Nata De Coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari

larutan gula dalam air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Nata De Coco sebenarnya

tidak mempunyai nilai gizi yang berarti bagi manusia, oleh sebab itu produk inihanya dipakai sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet.

5.6.7.  Santan Kelapa

Penggunaan santan kelapa sebagai bahan masakan sudah merupakan hal

yang umum di kalangan masyarakat Indonesia. Santan kelapa dipergunakan

untuk bahan makanan, dan pelengkap pembuatan kue. Oleh karena itu

keberadaan santan kelapa sudah menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat

Indonesia. Dengan kata lain banyak bahan makanan dan kue terasa kurang

nikmat tanpa tambahan santan kelapa.

Teknik pembuatan santan kelapa terus berkembang, mulai dari manual

hingga kini menggunakan mesin. Namun cara-cara tersebut menghasilkan santan

yang tidak tahan lama karena hanya dalam beberapa jam saja, santan akan berbau

tengik. Untuk mengatasi masalah tersebut santan kelapa diawetkan dalam bentuk

 pasta dan dikemas dalam kaleng atau botol. Di Lampung industri pembuatan

santan kelapa sudah berkembang sejak tahun 1990 an. Saat ini tercatat PT. Sari

Segar Husada sebagai produsen santan kelapa, dimana sebagian besar produknya

di ekspor.

Page 107: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 107/158

  119

5.6.8. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni terbuat dari daging kelapa

segar. Prosesnya semua dilakukan dalam suhu relatif rendah. Daging buah

diperas santannya. Santan ini diproses lebih lanjut melalui proses fermentasi,

 pendinginan, tekanan mekanis atau sentrifugasi. Penambahan zat kimiawi

anorganis dan pelarut kimia tidak dipakai serta pemakaian suhu tinggi berlebihan

 juga tidak diterapkan. Hasilnya berupa minyak kelapa murni yang rasanya lembut

dan bau khas kelapa yang unik. Apabila beku warnanya putih murni dan dalam

keadaan cair tidak berwarna atau bening (WWW.VCO BALIWAE.COM).

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu produk diversifikasi

kelapa yang akhir-akhir ini sedang menjadi primadona karena beberapa

khasiatnya, disamping harganya yang tinggi cukup menggiurkan untukdiusahakan. VCO lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan suplemen dan bahan

 baku farmasi serta kosmetik daripada sebagai minyak goreng. Saat ini nilai

 jualnya dapat meningkat lebih 500% dibanding minyak kelapa biasa yang

harganya Rp. 7000/liter (BPTP Lampung, 2006).

Berbagai macam penyakit dapat dicegah dengan mengkonsumsi VCO

karena adanya kandungan asam lemak rantai sedang seperti asam laurat dalam

VCO tersebut. Beberapa khasiat dari VCO adalah membunuh berbagai virus,

 bakteri, jamur dan ragi penyebab berbagai penyakit, mencegah hipertensi,

diabetes, sakit jantung, kanker, lever dan mencegah pembesaran kelenjar prostat.

5.7. Analisis Permintaan (Demand)

Secara umum permintaan suatu komoditas pertanian dalam suatu negara

merupakan penjumlahan dari permintaan domestik (dalam negeri) dan permintaan

untuk ekspor (luar negeri). Bagi negara-negara maju umumnya mampu memenuhi

kebutuhan pangan penduduknya, sehingga kelebihan produksi dapat dialokasikan

untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri (ekspor). Sementara itu bagi

negara-negara berkembang termasuk Indonesia, permintaan terhadap komoditas

 pertanian cenderung untuk memenuhi permintaan dalam negeri, bahkan untuk

 beberapa komoditas pemenuhan kebutuhan dalam negeri masih harus didatangkan

dari luar negeri (impor). Dalam penelitian ini permintaan akan dibedakan menjadi

Page 108: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 108/158

Page 109: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 109/158

  121

Tabel 29. Konsumsi Produk Kelapa Per Kapita Kabupaten Lampung Barat

Tahun Kelapa Butiran Minyak Kelapa

Σ Penduduk Butir/Kap Total Σ Penduduk Liter/Kap Total

2001 371,787 6.60 2,455,281 71,787 3.74 1,391,971

2002 377,298 8.79 3,315,695 377,298 4.58 1,726,5162003 382,706 9.41 3,602,029 382,706 3.85 1,472,653

2004 388,113 11.28 4,379,467 388,113 4.00 1,554,004

2005 393,520 7.90 3,110,382 393,520 4.21 1,657,506

Sumber : BPS

Gambar. 21 dan 22 Grafik Konsumsi Kelapa Minyak Goreng di Kabupaten

Lampung Barat

Pengukuran konsumsi produk kelapa butiran dan minyak di Propinsi

Lampung dihitung berdasarkan jumlah penduduk dikalikan dengan tingkat

konsumsi per kapita per tahun. Data konsumsi diperoleh dari Survei sosial

ekonomi nasional (SUSENAS) 2007 Badan Pusat Statistik.

KONSUMSI KELAPA BUTIRAN DI KABUPATEN LAMPUNG

BARAT TAHUN 2001-2005

-

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   B   U   T   I   R   )

Σ Penduduk

Konsumsi

KONSUMSI MINYAK GORENG DI KABUPATEN LAMPUNG

BARAT TAHUN 2001-2005

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   L   I   T   E

   R   )

Σ Penduduk

Konsumsi

Page 110: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 110/158

  122

KONSUMSI KELAPA BUTIRAN DI PROPINSI LAMPUNG

TAHUN 2001-2005

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   B   U   T   I   R   )

Σ Penduduk

Konsumsi

Perkembangan Permintaan Produk Kelapa Dalam untuk Konsumsi Rumah

Tangga di Propinsi Lampung. Tabel berikut ini menyajikan data perkembangan

tingkat konsumsi kelapa butiran dan minyak kelapa di Propinsi Lampung Tahun

2001-2005

Tabel. 30. Perkembangan Konsumsi Kelapa dan Minyak Kelapa di propinsi

Lampung Tahun 2001-2005.Tahun Kelapa Butiran Minyak Kelapa

Σ Penduduk Butir/Kap Total Σ Penduduk Liter/Kap Total

2001 3,465,901 6.60 22,888,810 3,465,901 3.74 12,976,333

2002 3,504,260 8.79 30,795,437 3,504,260 4.58 16,035,494

2003 3,534,975 9.41 33,271,185 3,534,975 3.85 13,602,584

2004 3,563,313 11.28 40,208,424 3,563,313 4.00 14,267,505

2005 3,596,432 7.90 28,426,199 3,596,432 4.21 15,148,172

Sumber : BPS

Konsumsi kelapa butiran di Propinsi Lampung berkisar antara 6,6 butir per

kapita per tahun sampai dengan 11,28 butir per kapita per tahun. Tingginya

konsumsi terjadi pada tahun 2004. Pada gambar berikut ditunjukkan

 perkembangan tingkat konsumsi kelapa butiran di Propinsi Lampung Tahun

2001-2005.

Gambar. 23. Grafik Konsumsi Kelapa di Propinsi Lampung

Perkembangan tingkat konsumsi minyak goreng di Propinsi Lampung

 pada tahun 2001-2005 cenderung relatif konstan yaitu berkisar antara 12.976.333

liter sampai dengan 16.035.494 liter. Angka tertinggi terjadi pada tahun 2002

yaitu 16.035.494 liter. Tingginya konsumsi kelapa butiran di Propinsi Lampung

tidak terlepas dari sikap masyarakat Lampung khususnya daerah pesisir yang

Page 111: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 111/158

  123

KONSUMSI MINYAK GORENG DI PROPINSI LAMPUNG TAHUN

2001-2005

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   L   I   T   E   R   )

Σ Penduduk

Konsumsi

selalu menggunakan santan sebagai bagian dari bumbu masakan penduduk.

Fenomena ini membuat tingkat konsumsi kelapa cenderung meningkat setiap

tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada gambar berikut disajikan

 perkembangan konsumsi minyak goreng di Propinsi Lampung tahun 2001-2005.

Gambar. 24. Grafik Konsumsi Kelapa di Propinsi Lampung

5.7.2. Eskpor Produk Kelapa

Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil produk

 pertanian di Indonesia. Produk pertanian sebagian diekspor dalam bentuk produk

non olahan, juga diekspor dalam bentuk hasil industri. Produk olahan kelapa yang

diekspor dari Propinsi Lampung adalah Dessicated Coconut, Nata De Coco,

Arang Tempurung, Coco Fiber, dan Santan Kelapa. Perkembangan ekspor

 produk olahan kelapa di Propinsi Lampung disajikan pada Tabel berikut ini:

Tabel. 31. Ekspor Produk Kelapa Propinsi Lampung Tahun 2001-2006

VOLUME (TON) PRODUK KELAPA

2001 2002 2003 2004 2005 2006

Rata-RataPertumbu

han (%)

Oil Cake, and OtherSolid Residue/Kopra A

21,016.00 10,050.00 18,252.83 - 10,280.13 26,902.24 18.23

Dessicated Coconut 2,180.49 2,898.44 1,544.15 258.47 2,220.90 5,031.28 5.90

Kelapa Butiran - - 24.49 - - - -

Coco Fiber - - - 10.79 - 38.22 -Arang Tempurung 3,690.41 7,078.54 9,115.96 1,702.16 50.00 - (12.15)

Produk Kelapa Lain 12.25 69.00 168.20 314.76 115.00 3,434.96 716.24

Sumber Departemen Perdagangan (diolah)

Perkembangan ekspor tersebut dipengaruhi oleh terus tumbuhnya industri

 pengolahan kelapa di Propinsi Lampung. Industri tersebut antara lain PT. Wong

Page 112: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 112/158

  124

EKSPOR PRODUK KELAPA PROPINSI LAMPUNG

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

TAHUN

   V   O   L   U   M

   E

   (   T   O   N   )   COPRA COCONUT A

COCONUT DESSICATED

KELAPA BUTIRAN

PRODUK KELAPA LAIN

TEMPURUNG KELAPA

ARANG TEMPURUNG

Coco yang memproduksi Nata De Coco, PT. Sari Segar Husada yang

memproduksi Dessicated Coconut dan Santan Kelapa dan PT. Sinar Laut yang

memproduksi minyak kelapa. Berkembangnya industri tersebut semakin

meningkatkan aktifitas pengolahan kelapa, selain tumbuhnya usaha kecil yang

mengolah sabut kelapa, arang tempurung dan VCO. Pada gambar berikut

disajikan grafik perkembangan ekspor produk kelapa dari Propinsi Lampung pada

tahun 2001-2006.

Gambar. 25. Grafik Ekspor Produk Kelapa Propinsi Lampung

Ekspor produk kelapa Propinsi Lampung didominasi oleh kopra,

Dessicated Coconut, dan arang tempurung. Berdasarkan data di atas volume

ekspor cenderung tidak stabil. Salah satu hambatan ekspor kelapa di Propinsi

Lampung adalah kotinyuitas ketersediaan bahan baku. Kontinyuitas sangat

dipengaruhi oleh produksi di tingkat petani, karena sebagian besar produksi

kelapa berasal dari perkebunan rakyat. Kenyataan ini akan berpengaruh terhadap

Supply  dan  Demand   produk kelapa oleh industri, disamping tingginya jumlah

konsumsi di kalangan masyarakat.

Dari data ekspor di atas terjadi penurunan tajam pada tahun 2004,

sebaliknya berdasarkan data konsumsi pada tahun yang sama terjadi peningkatanyang besar. Fenomena ini menunjukkan bahwa rendahnya nilai ekspor produk

kelapa seperti kopra dan dessicated coconut, karena meningkatnya konsumsi

kelapa di masyarakat (Tabel 29).

Perkembangan perdagangan produk kelapa tidak hanya bersifat lokal

 propinsi Lampung tetapi juga dalam skala nasional. Berdasarkan data dari Asia

Page 113: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 113/158

  125

Pacific Coconut Community (APCC) Indonesia merupakan salah satu produsen

kelapa dan produk olahan terbesar di dunia.

 Negara-negara pengimpor produk kelapa Indonesia antara lain Eropa:

Bulgaria, Prancis, Jerman Georgia, Italia, Kazakhstan Latvia, Lithuania, Belanda

Protugal Rusia, Spanyol, Swedia, Ukraina dan lain-lain, Amerika antara lain:

Brazil, Meksiko, Nicaragua, Amerika Serkat. Negara-negara impotrir dari Afrika

adalah: Aljazair, Mesir, Maroko, Mozambik, Tanzania, Tunisia dan lain-lain, dan

negara-negara Importir dari Asia adalah: RRC, Australia, Timor Leste,

Hongkong, India Iran Jepang, Yordania Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru

Pakistan Papua Nugini, singapura, Sri Langka, Siria, Taiwan, Thailand, Vietnam

dan lain-lain.

Menurut APCC kontribusi sektor kelapa terhadap ekspor Indonesiacenderung berfluktuasi. Pada tahun 2001-2006 berkisar antara 0,33 sampai

dengan 0,65 persen dengan rata-rata pada periode tersebut yaitu sebesar 0,40

 persen. Meskipun relatif kecil, namun kontribusi ini dapat terus meningkat

seiring dengan pertumbuhan agroindustri berbasis kelapa.

Data perkembangan ekspor produk minyak kelapa Indonesia tahun 2001 sampai

dengan 2006 adalah sebagai berikut:

Tabel. 32. Perkembangan Permintaan Ekspor Produk Kelapa Indonesia Tahun

2001-2006Volume (Ton)

Produk Kelapa2001 2002 2003 2004 2005 2006

Rata-RataPertum

 buhan (%)

Minyak Kelapa 385,140 434,972 321,535 443,762 745,742 519,556 12.52

Dessicated

Coconut

35,683 50,410 37,286 30,780 51,025 62,249 17.11

Karbon Aktif 12,104 11,544 12,157 15,624 25,670 15,529 10.80

Coco Fiber 73 78 281 1,067 3,550 3,450 155.34

Santan 10,500 24,100 20,340 20,240 32,480 27,402 31.65

Kelapa Segar 16,613 32,891 38,321 31,619 30,799 83,600 53.17

Kopra 23,884 40,045 25,107 36,139 3,550 3,450 (3.74)

Sumber: Statistical Year Book APCC (diolah)

Gambar berikut menyajikan perkembangan secara grafis ekspor produk

kelapa Indonesia tahun 2001-2006.

Page 114: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 114/158

  126

PERKEMBANGAN EKSPOR PRODUK KELAPA INDONESIA

TAHUN 2001-2006

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O

   N   )   Dessicated Coconut

Karbon Aktif 

Coco Fiber 

Santan

Kelapa Segar 

Kopra

PERKEMBANGAN EKSPOR MINYAK KELAPA INDONESIA

TAHUN 2001-2006

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

Minyak Kelapa

 

Gambar. 26. Grafik Ekspor Produk Kelapa Indonesia

Gambar. 27. Grafik Ekspor Minyak Kelapa Indonesia

Trend permintaan terhadap ekspor produk kelapa Indonesia mengalami

fluktuasi, hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasar dunia, negara-negara pesaing dan

 produksi kelapa rakyat. Menurut Muslim (2006) Indonesia mengalami penurunan

ekspor sebagai akibat perubahan struktur impor negara tujuan (efek struktural)

dan menurunnya daya saing (efek kompetitif).

Berdasarkan data ekpor di atas, maka dapat dianalisis proyeksi permintaan

ekspor produk kelapa Indonesia di pasar internasional. Proyeksi menggunakan

 pendekatan estimasi trend. Estimasi trend menggunakan metode Kuadrat Terkecil

( Least Squares). Pemilihan metode ini karena metode ini menggunakan apa yang

secara matematik digambarkan sebagai Line of Best Fit .

Page 115: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 115/158

  127

Berdasarkan analisis trend dengan metode Kuadrat Terkecil, maka didapat

data proyeksi permintaan sebagaimana disajikan pada table berikut ini:

Tabel. 33. Hasil Analisis Trend Permintaan Ekspor Produk Kelapa Dengan

Metode Kuadrat Terkecil.

Volume (Ton)Produk Kelapa2008 2009 2010 2011 2012 2013

Rata-RataPertum buhan (%)

Minyak Kelapa 529,338 532,147 534,957 537,766 540,575 543,385 0.53

Dessicated

Coconut

64,801 68,482 72,163 75,844 79,525 83,205 5.13

Karbon Aktif 24,936 26,631 28,325 30,020 31,715 33,410 6.03

Coco Fiber 5,083 5,726 6,368 7,011 7,653 8,295 10.30

Santan 40,886 44,265 47,644 51,022 54,401 57,780 7.16

Kelapa Segar 78,274 85,052 91,831 98,610 105,389 112,167 7.46

Kopra 82,309 89,042 95,775 102,509 109,242 115,975 7.10

Pada gambar 27 dan 28 berikut disajikan grafik proyeksi permintaan Minyak

Kelapa dan Produk Olahan Kelapa lainnya Tahun 2008-2013.

Gambar 27 dan 28. Grafik Proyeksi Permintaan Produk Kelapa Indonesia

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR MINYAK KELAPA

INDONESIA TAHUN 2008-2013

520,000

525,000

530,000

535,000

540,000

545,000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

Minyak Kelapa

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR PRODUK KELAPA

INDONESIA TAHUN 2008-2013

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O

   L   U   M   E

   (   T   O   N   ) Dessicated Coconut

Karbon Akt if 

Coco Fiber 

Santan

Kelapa Segar Kopra

Page 116: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 116/158

  128

Berdasarkan data ekspor produk kelapa di atas terlihat bahwa trend

 permintaan ekspor Indonesia cenderung meningkat, meskipun terdapat sedikit

 penurunan pada beberapa tahun tertentu. Menurut Muslim (2006) pada dasarnya

ekspor produk kelapa Indonesia tidak terspesialisai pada produk tertentu, karena

 permintaan impor dari suatu negara sangat ditentukan oleh kebutuhan industri di

negara tersebut. Dengan demikian peranan barang substitusi sangat berpengaruh

terhadap produk agroindustri berbasis kelapa yang digunakan sebagai bahan baku

di negara-negara maju.

Proyeksi permintaan ekspor produk kelapa Indonesia diperkirakan akan

terus mengalami peningkatan. Beberapa hal yang mendukung peningkatan

tersebut menurut Muslim (2006) antara lain:

1.  Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia, trend produksi terusmeningkat, sedangkan negara-negara lain seperti, Malaysia, Meksiko dan

Srilanka mengalami penrunan.

2.  Ekspor produk Dessicated Coconut, Crude Coconut Oil, Kopra, dan Arang

tempurung masih didominasi oleh Indonesia.

3.  Dalam hal ekspor produk agroindustri berbasis kelapa, Indonesia memiliki

spesialisasi pada tujuan negara China (Kopra); Malaysia (Kelapa Segar dan

Arang Aktif), Rusia (Kopra) dan Singapura (Arang Kayu).

Hal-hal tersebut di atas mengindikasikan bahwa walaupun trend ekspor

dipengaruhi oleh produksi dalam negeri, namun prospek pasar luar negeri masih

sangat besar. Semakin berkurangnya produksi kelapa di negera-negara anggota

Asian and Pacific Coconut Community merupakan peluang bagi Indonesia untuk

meningkatkan perolehan devisa dari komoditas kelapa.

Upaya ini harus didukung oleh kebijakan pengembangan agroindustri

 berbasis kelapa, tanpa mengabaikan sisi On Farm  yang memainkan peranan

 penting dalam menunjang produksi agroindustri. Berdasarkan tabel 31-32 di atas

terlihat bahwa ekspor rata-rata produk kelapa Indonesia sangat bervariasi

(bahkan terdapat pertumbuhan negatif). Ekspor produk kelapa Lampung terlihat

 pada tabel 31., produk yang cenderung stabil yaitu Oil Cake, and Other Solid

Residue/Kopra A dan Dessicated Coconut. Sedangkan secara nasional produk

Page 117: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 117/158

  129

variabilitas pertumbuhan terdapat nilai negatif yaitu kopra (-3,74), sedangkan

Coco Fiber mencapai rata-rata 155,34 persen.

Berdasarkan hasil proyeksi perkembangan ekspor tahun 2008-2013

 pertumbuhan terendah dicapai minyak kelapa yaitu 0,53 persen, dan tertinggi

terdapat pada produk Coco Fiber yaitu 10,30 persen (Tabel 33).

Ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia memberikan sumbangan

yang cukup berarti terhadap ekspor nasional. Berdasarkan data APCC tahun 2006

selama kurun waktu 2002-2006, kontribusi sektor perkelapaan terhadap ekspor

nasional mencapai 2,08 persen dari ekspor nasional dengan rata-rata 0,42 persen

 per tahun.

Pertumbuhan rata-rata permintaan ekspor produk kelapa Indonesia baik

lokal Propinsi Lampung maupun Nasional cenderung terus meningkat. Oleh sebabitu Pemerintah Pusat dan Daerah seyogyanya dapat meningkatkan upaya

 pemenuhan permintaan ekspor tersebut. Langkah ini dapat ditempuh dengan

merevitalisasi agroindustri berbasis kelapa. Di sisi lain penanganan sisi On Farm 

 juga harus dilakukan secara serius meliputi perbaikan kultur teknis budidaya sejak

 pembibitan, perawatan dan penanganan pasca panen.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, trend permintaan

ekspor yang besar tersebut merupakan peluang terkait dengan rencana

 pembangunan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa ini.

Luas areal dan produktifitas kelapa rakyat di Kabupaten Lampung Barat Tahun

2005, yang mencapai 6.326 Ha dengan produksi mencapai 2.413,0 ton, dan

 produktifitas 681 Kg/Ha/Tahun dalam bentuk Kopra, tergolong sangat rendah.

Produktifitas optimal kelapa dapat mencapai 1,5-2,0 ton kopra/ha/tahun atau

setara 7.000-10.000 butir /ha/tahun.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan kelapa diketahui bahwa di wilayah

 pesisir Kabupaten Lampung Barat, lahan yang sesuai (S1-S3) mencapai 190.892

ha atau 64,94 persen dari luas wilayah pesisir. Luas areal eksisting perkebunan

kelapa rakyat di Kabupaten Lampung baru mencapai 6.326 ha. Dengan demikian

 potensi pengembangan masih sangat besar. Hal ini menjadi peluang dari sisi

 budidaya dalam rangka mendukung program KUAT. Menurut buku  Road Map 

komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat proyeksi penambahan luas areal

Page 118: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 118/158

  130

yaitu 5 persen per tahun sampai dengan tahun 2011. Pada Tahun 2011

diproyeksikan areal perkebunan kelapa akan bertambah sebesar 1,879.10 ha.

Dari angka tersebut 1,082.38 atau 57,6 persen diarahkan ke wilayah pesisir.

Angka tersebut relatif kecil, namun diharapkan dapat memberikan dampak

terhadap pengembangan areal dan wilayah setempat.

Oleh karena itu produk yang dianggap sebagian masyarakat sebagai pohon

kehidupan ini perlu mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah. Besarnya

 pangsa ekspor harus dimanfaatkan dengan cepat oleh pemerintah dan masyarakat

 perkelapaan, ditengah semakin lemahnya isu pengembangan kelapa terkait

dengan maraknya pengembangan kelapa sawit oleh perusahaan swasta.

Pemenuhan kebutuhan ekspor produk kelapa memerlukan kerja keras para

stakeholder usaha tani kelapa. Hal ini terkait dengan kontinyuitas produksi,karena di Kabupaten Lampung Barat seluruh areal perkebunan kelapa merupakan

usaha tani rakyat, dengan skala kecil dan teknologi sederhana. Namun demikian

gairah petani kelapa akan semakin tinggi bila ada jaminan kepastian harga dan

kemudahan pemasaran produk.

5.8. Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu

Pembangunan suatu kawasan agroindustri terpadu pada prinsipnya

merupakan langkah mempercepat pertumbuhan suatu wilayah dengan motor

 penggerak ekonomi dari sektor industri. Konsep tersebut sangat tepat bila

dilaksanakan pada daerah dengan sumberdaya yang memadai untuk

kelangsungan proses produksi, disamping kebijakan pemerintah setempat.

Pembangunan klaster agroindustri membutuhkan biaya dan harapan yang

 besar di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut arahan program pengembangan

kawasan perlu disusun sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada. Melalui

Pembangunan Kawasan Agrousaha Terpadu diharapkan dapat menjadi salah satu

solusi dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditas kelapa.

Arahan pembangunan klaster agro usaha terpadu di Kabupaten Lampung

Barat berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan berdasarkan : lokasi, produk

terpilih, pelaku kegiatan, dan prospek pemasaran. Secara rinci dapat dilihat pada

Tabel berikut ini:

Page 119: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 119/158

  131

Tabel. 34. Arahan Pengembangan Kawasan Agro Usaha Terpadu

Uraian Pelaku Tujuan Arahan

Pembangunan Kawasan

Agrousaha Terpadu

Pemerintah Daerah Meningkatkan Nilai

Tambah Produk

Kelapa, Memacu

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Kawasan Agrousaha

Terpadu

Pemilihan Lokasi Pemerintah Daerah Memudahkan koordi

nasi, ketersediaan bahan baku,

kedekatan denganlokasi pemasaran

MeningkatkanKeuntungan Usaha

Alternatif 1: Desa

Biha, MarangSumber Agung dan

 NR. NgamburAlternatif 2:

Desa Way Redak,Kampung Jawa,

Pasar Krui, Seray,dan Walur.

Pemilihan Produk Prospektif Pengelola KUAT Pemilihan Produkyang memiliki nilai

tambah dan pasar

yang dapat dikelola

oleh manajemenKawasan

Produk denganQuality Contorl ketat

dilakukan oleh

manajemen Kawasan

seperti: DessicatedCoconut, Minyak

Kelapa, SantanKelapa

Petani/UKM Pemanfaatan hasil

sampingan produkkelapa dengan target

 pasar lokal danekspor, serta dapat

dilakukan oleh petani/kelompok tani

Produk dengan

teknologi dan modalyang tidak terlalu

 besar seperti :CocoFiber, Arang Aktif,

 Nata De Coco, CocoPeat, VCO, dikelola

oleh UKM/Masyarakat.

Prospek Pemasaran

- Rantai Tata Niaga Kelapa Pemerintah Daerah

UKM, Pengusaha

Swasta

Mengetahui sistem

 pemasaran produk

kelapa, sehinggadapat dilakukan

 perbaikan sistem

yang tepat

Mengurangi rantai

tata niaga yang

 panjang melalui peningkatan nilai

tambah agar produk

dapat diolah.

- Identifikasi Permintaan ProdukOlahan Kelapa

Pemerintah DaerahUKM, Pengusaha

Swasta

Pemilihan produkyang bernilai jual

skala ekspor berdasarkan data-data

statistic perdagangan produk kelapa

Minyak Kelapa,Dessicated Coconut,

Santan Kelapa,Arang Aktif, Coco

Fiber, Kopra

Persepsi Masyarakat Pemerintah Daerah,Lembaga Penelitian,

Petani

Mengupayakan program dapat

diterima olehmasyarakat secara

sosial dan budaya.

Melibatkan peranserta masyarakat

dalam proses pem bangunan penge

lolaan sampai dengan pemanfaatan hasil

Kondisi Eksisting Perkebunan

Kelapa

Pemerintah Daerah

Lembaga Penelitian,Petani

Mendapatkan

gambaran kondisieksisting perkebunan

kelapa rakyat,sehingga pemilihan

 program dapat

 berjalan efektif

Melaksanakan pen

dekatan pada sisi OnFarm melalui per

 baikan sistem budiaya untuk men

dukung agroindustri

Page 120: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 120/158

  132

Pemilihan lokasi untuk kawasan agroindustri kelapa merupakan

wewenang Pemerintah Daerah. Tanpa perencanaan lokasi yang tepat perusahaan

 pengelola dapat terjebak pada persoalan biaya yang tinggi, kondisi sosial

masyarakat tidak kooperatif, jarak ke konsumen yang jauh dan kurangnya

kontinyuitas bahan baku yang berakibat tidak efisiennya proses produksi.

Berdasarkan hasil analisis alternatif lokasi yaitu Alternatif 1: Desa Biha, Marang

Sumber Agung dan NR. Ngambur, sedangkan Alternatif 2: Desa Way Redak,

Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, dan Walur. Namun keputusan final berada di

tangan pemerintah daerah yang akan memilih lokasi paling ekonomis dan secara

sosial dapat diterima masyarakat.

Pemilihan produk prospektif didasarkan pada pendapat para ahli dan

analisis permintaan produk olahan komoditas kelapa dalam. Dessicated Coconut,Minyak Kelapa, dan Santan Kelapa merupakan hasil olahan yang banyak

dibutuhkan oleh pasar lokal maupun ekspor. Namun demikian produk-produk

tersebut memerlukan teknologi dan pengawasan mutu serta biaya produksi yang

 besar. Oleh karena itu maka sebaiknya produksi dilakukan oleh perusahaan di

dalam kawasan.

Sebaliknya produk dengan teknologi dan modal yang tidak terlalu besar

seperti : Coco Fiber, Arang Aktif, Nata De Coco, Coco Peat, VCO, dikelola oleh

UKM/ Masyarakat. Keterlibatan pihak UKM dan masyarakat dapat mendorong

 percepatan pemanfaatan hasil olahan komoditas kelapa, disamping dapat

meningkatkan misi sosial perusahaan. Produk-produk di atas sangat prospektif

karena memiliki pasar lokal dan ekspor, selain itu pengembangannya

memanfaatkan bagian lain dari daging buah kelapa, sehingga mendukung

keterpaduan pemanfaatan komoditas kelapa.

Peningkatan pemahaman dan persepsi masyarakat tentang program ini

 penting dilakukan pemerintah, karena menyangkut komoditas dalam suatu

wilayah sehingga seharusnya dipahami oleh berbagai stakeholder. Sedangkan

keragaan perkebunan kelapa merupakan gambaran awal yang perlu diketahui

oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun arahan guna mendukung program

 pengembangan kawasan agroindustri terpadu berbasis komoditas kelapa.

Page 121: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 121/158

  133

Rantai tata niaga kelapa di Kabupaten Lampung Barat yang bersifat

monopsoni, merupakan fenomena umum dalam sistem pamasaran produk

 pertanian di Indonesia. Kondisi yang kurang menguntungkan pihak petani seperti

ini dapat dikurangi melalui peran aktif Pemerintah Daerah dalam

memberdayakan petani kelapa. Diharapkan melalui pembangunan kawasan agro

industri terpadu ini permasalahan tersebut secara perlahan dapat tertangani.

Menurut Soekartawi (2005), sebagai motor penggerak pembangunan

 pertanian, agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam

kegiatan pembangunan daerah, baik sasaran pemerataan pembangunan,

 petumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Banyak harapan telah

ditumpukkan pada agroindustri, namun harapan besar tersebut perlu melihat

 potensi yang ada. Untuk mengubah potensi tersebut menjadi kenyataan, berbagaiapspek harus dikaji lebih mendalam apakah agroindustri yang dikembangkan

tersebut dapat menjalankan peranannya seperti yang diharapkan.

Pembangunan agroindustri kelapa selama ini belum memberikan pengaruh

 pada peningkatan kesejahteraan petani, hal ini disebabkan petani hanya sebagai

 pemasok bahan baku, dan belum terlibat dalam peningkatan nilai tambah. Disisi

lain keberadaan masyarakat di sekitar lokasi pabrik belum berpartisipasi secara

aktif, karena keberadaan industri merupakan milik swasta yang memerlukan

tenaga terampil. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses peningkatan nilai

tambah produk kelapa juga perlu dirumuskan dalam kawasan agrousaha terpadu

di Kabupaten Lampung Barat. Pembangunan klaster kelapa terpadu dengan

 berbagai elemen yang dapat berperan dengan motor utama pengelola kawasan,

merupakan salah satu model pembangunan wilayah berbasis komoditas.

Kawasan industri seringkali juga dikenal dengan istilah klaster. Sementara

klaster dapat diartikan sebagai pusat perekonomian dalam suatu wilayah yang

merupakan kelompok perusahaan, yang ditandai oleh tumbuhnya pengusaha-

 pengusaha yang menggunakan teknologi lebih maju, berkembang spesialisasi

 proses produksi pada perusahaan-perusahaan dan kegiatan ekonominya saling

terkait dan saling mendukung.

Dalam klaster yang telah berkembang dengan baik, kelompok usaha yang

terdapat dalam kesatuan geografis bukan saja melibatkan usaha yang saling terkait

Page 122: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 122/158

  134

mulai dari hulu sampai hilir, tetapi juga terdapat aktivitas-aktivitas jasa yang

menunjang seperti lembaga penelitian dan pengembangan yang menunjang

aktivitas usaha dalam klaster (Taufiq, 2004). Secara tersirat, klaster industri

menunjukkan bahwa kompetensi pelaku usaha menjadi syarat utama bagi

 penciptaan keunggulan kompetitif. Kompetensi ini juga mencerminkan

 pemahaman nilai-nilai dan perilaku usaha, pengalaman, pengetahuan dan

kapasitas usaha.

Faktor lokasi juga menentukan tingkat perkembangan klaster. Klaster

yang ada di daerah perdesaan umumnya mempunyai usaha produktif yang sangat

terbatas akibat kelangkaan sumberdaya manusia dan prasana.

Pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses peningkatan nilai tambah

kelapa secara terpadu antara lain: Pemerintah Daerah, Manajemen PengelolaKawasan, Lembaga Pendampingan Petani, Lembaga Penelitian dan

Pengembangan, Lembaga Sosial Perkelapaan, UKM, Lembaga Keuangan, dan

Kelompok Petani/Masyarakat Petani Kelapa.

Peranan masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:

1.  Pemerintah Daerah : sebagai pemilik program sekaligus regulator dalam

wilayah setempat, peranan pemerintah daerah lebih banyak sebagai

koordinator dan motivator pelaksanaan jalannya klaster agrousaha terpadu.

Semakin berkembang klaster, maka peranan Pemerintah Daerah akan semakin

 berkurang.

2.  Pengelola kawasan usaha agro terpadu : pengelola dan pelaksana produksi

kawasan berfungsi sebagai produsen produk berteknologi dan Quality Control  

yang ketat. Pengelola kawasan dapat berbentuk badan usaha milik daerah

(BUMD). Selain untuk membantu proses produksi, menurut Dirdjojuwono

(2004) pengelola kawasan dapat memberikan jasa pelayanan kepada investor

dalam kawasan industri antara lain: 1) menjual tanah kavling siap bangun

dalam kawasan, 2) menyewakan kavling siap bangun, 3) menyewakan

 bangunan untuk usaha industri, 4) menjual bangunan untuk usaha industri, dan

5) menyewakan lahan untuk material dan barang produksi jadi ( stockyard ).

3.  Lembaga Pendamping Petani : merupakan organisasi non pemerintah yang

 berfungsi membantu petani dalam produksi hasil olahan. Lembaga

Page 123: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 123/158

  135

 pendamping merupakan organisasi yang berlokasi di sekitar kawasan, dan

memahami kondisi sosial dan ekonomi petani/kelompok masyarakat yang

didampingi. Selain itu Lembaga Perguruan Tinggi setempat dapat berperan

sebagai pendamping masyarakat.

4.  UKM (Usaha Kecil dan Menengah) : merupakan kelompok usaha individu

ataupun kelompok yang mengolah produk samping kelapa. Produk tersebut

 berasal dari sabut kelapa, tempurung dan air kelapa.

5.  Lembaga Keuangan : merupakan lembaga yang memberikan pinjaman

 pembiayaan bagi proses produksi di tingkat kelompok tani/masyarakat petani

kelapa. Lembaga keuangan dapat berbentuk Koperasi, Bank atau penyedia

 jasa keuangan yang ditunjuk pemerintah daerah.

6.  Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi : merupakan institusi yang bertanggungjawab dalam pengembangan teknologi di bidang produk

 perkelapaan. Lembaga ini dapat berupa Balai Pengkajian dan Teknologi

Pertanian (BPTP) yang bernaung di bawah Departemen Pertanian, atau Balai

Besar Industri Agro yang berada di bawah Departemen Perindustrian serta

Perguruan Tinggi yang ikut serta dalam melakukan penelitian di bidang

 perkelapaan.

7.  Lembaga Sosial Perkelapaan : merupakan organisasi masyarakat dan profesi

yang bergerak di bidang komoditas kelapa. Lembaga tersebut dapat berupa

Kelompok Tani Kelapa, Forum Kelapa Indonesia (FOKPI) dan APCC dapat

 berperan dalam mendukung pemberdayaan petani kelapa. Dalam sistem ini

keberadaan lembaga ini diharapkan dapat membantu petani dalam

meningkatkan peranan kelembagaan.

8.  Petani Kelapa : merupakan individu ataupun kelompok tani yang

membudidayakan kelapa. Petani berfungsi sebagai mitra dalam penyediaan

 bahan baku, proses jual beli melalui kesepakatan harga antara kedua belah

 pihak, dengan prinsip kesetaraan.

9.  Sistem : merupakan hubungan antar pelaku dalam kawasan klaster

agroindustri yang saling menguntungkan, kooperatif dan saling membina.

Berjalannya sistem akan memberikan dampak pada keberlangsungan kegiatan

 produksi di kawasan.

Page 124: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 124/158

  136

Secara skematis keterpaduan pengembangan kawasan usaha agro terpadu

di Kabupaten Lampung Barat ditunjukkan pada gambar berikut ini:

Gambar 29. Bagan alir pengelolaan kawasan usaha agro terpadu.

Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: Pengelola kawasan

membeli produk kelapa bulat dari masyarakat. Kelapa selanjutnya dikupas untuk

diambil daging buahnya dan diolah menjadi Dessicated Coconut, Minyak Kelapa

atau Santan Kelapa. Air, tempurung dan sabut kelapa dikembalikan kepada

UKM untuk diolah menjadi produk Coco Fiber, Arang Aktif, Nata De Coco dan

Coco Peat, dengan standar mutu yang ditetapkan.

Pengelola

KawasanUsaha Agro

Terpadu

Lembaga

Keuangan

PEMERINTAH

DAERAH

Lembaga Litbang

Teknologi

PASAR NASIONAL /INTERNASIONAL

PRODUK MINYAK

KELAPA, DESSICATED

COCONUT, SANTAN

KELAPA

SABUT KELAPA,

TEMPURUNG DAN

AIR KELAPA

PRODUK SERABUT,

ARANG, NATA DE

COCO, COCO PEAT

KELAPABUTIRAN

Kelompok

Tani/Masyarakat

Petani Kelapa

Kelompok

Tani/Masyarakat

Petani Kelapa

UKM

LEMBAGA SOSIAL

PERKELAPAAN

P E  NDAMP I   N GP E T A NI  

Page 125: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 125/158

  137

Penanganan produksi di tingkat UKM didampingi oleh Lembaga

Pendamping agar standar mutu yang ditetapkan oleh pengelola kawasan.

Pendampingan terhadap kelompok meliputi: manajemen, pengelolaan keuangan

dan pemberdayaan. Lembaga ini mendapatkan imbalan berupa  Fee  dari

kelompok yang didampinginya. Pengelola kawasan akan menampung produk

olehan dari UKM dan memasarkan pada pasar nasional ataupun ekspor.

Harga produk olahan UKM ditentukan oleh pengelola kawasan dengan

sistem terbuka tergantung kondisi pasar ekspor. Keterbukaan dilakukan dengan

secara transparan kepada UKM tentang kondisi pasar produk di tingkat dunia.

Hal ini berguna untuk menjamin kepercayaan di tingkat petani, kegagalan

kemitraan selama ini karena lemahnya keterbukaan terutama di tingkat

 perusahaan.Pemerintah daerah berperan mengawasi proses perjalanan kemitraan,

menjadi mediator bagi berbagai pihak serta mengkoordinir instansi teknis lainnya

dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat dalam mendukung program-program

guna keberlangsungan pembangunan klaster. Lembaga keuangan berfungsi

memberikan pinjaman kepada petani dan UKM. Pembiayaan dapat berupa

 pinjaman berbunga lunak dengan jaminan dari pemerintah daerah. Melalui

 pembiayaan ini, UKM mendapat kepastian permodalan tanpa harus terjerat pada

rentenir. Sedangkan lembaga penelitian berfungsi dalam mengkaji teknologi

terbarukan dalam kegiatan produksi.

Dalam proses pengembangan ke depan, pengelola kawasan akan

memainkan peranan yang lebih besar dalam melayani UKM dan para investor.

Melalui jenis pelayanan atau jasa yang akan dijual pengelola kawasan dapat

melakukan survei pasar, kira-kira jasa apa yang dapat dijual dalam kawasan usaha

agro terpadu di Kabupaten Lampung Barat. Dalam menentukan biaya pelayanan

( service charge), pengelola kawasan harus berkoordinasi dengan pemerintah

daerah dan investor sehingga harga yang ditetapkan dapat disepakati oleh

 berbagai pihak. Pada prinsipnya pengelola kawasan akan menjadi fasilitator

dalam proses pemanfaatan untuk pengembangan dan investasi di dalam kawasan.

Arahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan produk

 primer dan ikutan tanaman kelapa.di wilayah Kabupaten Lampung Barat.

Page 126: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 126/158

  138

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.  Pemilihan lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu berbasis komoditas Kelapa di

Kabupaten Lampung Barat terdapat 3 lokasi yaitu: Alternatif 1, Kelompok

Desa Biha, Marang, Sumber Agung, dan Negeri Ratu Ngambur, Alternatif 2,

Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, dan Walur

dan Alternatif 3, meliputi desa Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara.

2. 

Pemilihan Produk prospektif berdasarkan pendapat para pakar di bidang

komoditas kelapa diketahui bahwa kriteria penentuan yang memiliki nilai

tertinggi yaitu : Peluang Pasar (0,23), Kebijakan Pemerintah 0,17), Nilai

Tambah (0,16), dan Dampak Lingkungan (0,12). Sedang Produk prospektif

yang dipilih para pakar yaitu: Minyak Kelapa (0,215), Dessicated Coconut

(0,170), Arang Aktif (0,112) dan Santan Kelapa (0,112).

3.  Produk olahan kelapa di Indonesia memiliki potensi pasar ekspor yang baik,

hal ini ditunjukkan dari kecenderungan permintaan ekspor yang terus

meningkat. Berdasarkan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil,

diketahui bahwa proyeksi produk: Minyak Kelapa, Dessicated Coconut,

Karbon Aktif, Coco Fiber, Santan Kelapa, Kelapa Segar dan Kopra memiliki

trend permintaan yang cenderung meningkat. Selain itu konsumsi kelapa dan

minyak kelapa dalam negeri akan terus meningkat seiring dengan

 pertambahan jumlah penduduk.

4. 

Keragaan kelapa di Kabupaten Lampung Barat menunjukkan masih rendahnya

teknik budidaya dan pengelolaan kebun,

5. 

Sistem pasar kelapa di Kabupaten Lampung Barat bersifat monopsoni dimana

rantai tata niaga kelapa yang panjang yaitu: pedagang pengumpul desa,

dengan keuntungan Rp. 50 (17,4 persen), pedagang pengumpul kecamatan Rp.

100 (14,29 persen), pedagang pengecer Rp. 200 (28,57 persen), pedagang

Page 127: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 127/158

  139

 pengirim Rp. 300 (27,27 persen). Keuntungan tertinggi terdapat di pedagang

 pengirim karena faktor resiko dan besarnya permodalan.

6.  Persepsi masyarakat (petani dan pedagang) menunjukkan bahwa petani di

Kecamatan Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah dan Karya Penggawa

lebih memahami rencana program KUAT, sedangkan masyarakat Pesisir

Utara dan Lemong cenderung kurang mengetahui, hal ini disebabkan lokasi

kecamatan yang relatif jauh dan fasilitas yang kurang memadai.

7.  Arahan Program KUAT meliputi pemilihan lokasi pada 3 alternatif dan

 produk yang dikelola oleh manajemen KUAT meliputi produk yang memiliki

 persyaratan mutu yang ketat, sedangkan produk sampingan dikelola oleh

 petani/kelompok masyarakat. Seluruh kegiatan dirancang dalam suatu klaster

dengan berbagai pihak terlibat seperti: Pemerintah daerah, Manajemen KUAT,Petani/Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Lembaga Sosial

Perkelapaan, UKM, Peneliti dan Penyedia jasa pembiayaan.

6.2. Saran

Adapun saran-saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai

 berikut:

1. 

Perlunya dilakukan penelitian tentang klaster industri lain yang merupakan

 potensi wilayah pesisir barat Kabupaten Lampung Barat. Hal ini diperlukan

mengingat potensi lain seperti: perikanan, damar, lada dan kelapa sawit sangat

 besar di wilayah ini, dan belum tergarap secara maksimal.

2. 

Wilayah Utara Pesisir Lampung Barat memiliki potensi yang besar di bidang

 perkebunan seperti : komoditas Lada, Cengkeh, Nilam dan Kakao. Potensi ini

dapat dijadikan oleh pemerintah daerah sebagai peluang pengembangan

 pertanian organik, mengingat pola budidaya masyarakat yang masih

tradisional dan minim dalam penggunaan sarana produksi pupuk kimia dan

 pestisida.

Page 128: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 128/158

  140

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung, D., Mahmud, Z., Wahyudi., Novarianto, H., Luntungan, H.T. 2005.

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian 2005. hal 1-38.

Allorerung, D. dan Lay, A. 1998. Kemungkinan Pengembangan Pengolahan Buah

Kelapa Secara Terpadu Skala Pedesaaan. Prosiding Konferensi Nasional

Kelapa IV. Bandar Lampung. 21-23 April 1998.

Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC). Statistical Year Book. 2004-

2007. Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC).

Asnawi, S. dan S.N. Darwis. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan

Masalahnya di Indonesia.. Balai Penelitian Kelapa, Manado. Terbitan

Khusus 1985 . hal 6.

Azis, I.J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia.

Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. hal. 85

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat. 2002. Pewilayahan

Komoditas Pertanian Kabupaten Lampung Barat (Laporan Akhir).

Kerjasama Bapeda Kab Lambar dengan LP UNILA. Lampung. hal 2

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat. 2003. Master Plan of

Investment Kabupaten Lampung Barat (Laporan Akhir). Kerjasama Bapeda

Kab Lambar dengan LP UNILA. Lampung. hal III 1-10

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat. 2004. Laporan Tematik

Lampung Barat Beserta Informasinya (Laporan Akhir). Kerjasama Bapeda

Kab Lambar dengan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(bakosurtanal. hal III- 1-14

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Pengembangan ekonomi

daerah berbasis kawasan andalan: Membangun model pengelolaan dan

 pengembangan keterkaitan program. Direktorat Pengembangan Kawasan

Khusus dan Tertinggal Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan

Regional BAPPENAS. Dikutip dari www. Bappenas.go.id. hal 1

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Panduan PembangunanKlaster Industri Untuk Pengembangan Ekonomi Daerah Berdaya Saing

Tinggi. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal.

Barus, B. dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografi: Sarana

Manjemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi

Jurusan Tanah institut Pertanian Bogor. hal. 6-13

Page 129: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 129/158

  141

BPTP Lampung. 2006. Situs Resmi Prima Tani. Di download dari WWW.

Deptan.go.id. Pada Tanggal 2 Maret 2008.

Brown, JG. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington DC.:

The World Bank.

Damanik, S, dan Sientje, RS. 1992. Pemasaran Kelapa di Kabupaten Sukabumi

Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Departemen Perindustrian, 2007. Hasil Rapat Kerja Departemen Perindustrian.

Tanggal 27 Februari 2007. dikutip dari www. Depperin.go.id.

Dirdjojuwono, RW. 2004. Kawasan Industri Indonesia. Pustaka Wirausaha

Muda. Bogor. 214 hal.

Dinas Perkebunan Kabupaten lampung Barat. 2007. Road Map Pengembangan

Komoditas Kelapa Kabupaten Lampung Barat. Dinas PerkebunanKabupaten Lampung Barat (Penerbit tidak diketahui). hal. 1-10

Dinas Perkebunan Kabupaten lampung Barat. 2007. Statistik Perkebunan

Kabupaten Lampung Barat. Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat

(Tidak Dipublikasikan).

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pohon Industri Kelapa. di download dari

Website www. Deptan.go.id

Djojodipuro, N. 1992. Teori Lokasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

239 hal.

Food And Agriculture Organization (FAO). 1976. A Framework For Land

Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32 Rome, 72 pp. and ILRI Publication No.

22. Wageningen.

Forum Kelapa Indonesia (FOKPI). 2006. Membangun Kemakmuran Berbasis

Kelapa di Berbagai Pulau indonesia. Jakarta:FOKPI. hal 3.

Handoko, HT. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE

Yogyakarta. Edisi I. Hal 65 dan 255.

Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata

Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Menejemen Sumber Daya Lahan.

Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. hal. 20.

Page 130: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 130/158

  142

Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quitient (LQ) Dalam Penentuan

Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian Volume 12

(Desember 2003) Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Pertanian,Bogor.

Lampung Barat Dalam Angka (LBDA). Tahun 2005. Badan Pusat StatistikBekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Lampung Barat.

Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IPB (LPPM-IPB). 2002. Laporan

Akhir Studi Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (P-KSP) Kabupaten

Cianjur. Kerjasama dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Cianjur

Tahun 2002.

Mahmud, Z dan Ferry, Y. 2007. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for

Estate Crops and Development Jalan Tentara Pelajar No.1 Bogor 16111.

Malian, HA., Rachman, B., dan Djulin, A., 2004. Permintaan Ekspor dan DayaSaing Panili di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22

 No.1, Mei 2004 : 26 – 45. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor.

Muslim, C. 2006. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Agroindustri Komoditas

Berbasis Kelapa di Indonesia. ICASEPS Working Paper No. 87. Nopember

2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Balitbang

Departemen Pertanian. hal 24-15.

Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Tanaman Kelapa. Penebar Swadaya.

Jakarta. 118 hal.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, 2001. Revisi Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Barat. Bapeda Kabupaten Lampung

Barat. hal 16.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, 2007. Dikutip dari situs Resmi Pemda

Lampung Barat. WWW.Lambar.go.id., 2007.

Prahalad, CK and Hamel, G. 1990. The Core Competence of the Corporation.

Harvard Business Review;May – June 1990; hal 79 – 90.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002. Pewilayahan Komoditas Unggulan

Propinsi Lampung. [Di dalam]: Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas

Pertanian Unggulan Nasional. Edisi 1. Bogor: Puslittanak. hlm 6-7.

Berwarna, skala 1:1 000 000.

Page 131: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 131/158

  143

Rachman, HPS. 2004. Permintaan Komoditas Pangan: Analisis Perkembangan

Konsumsi Untuk Rumah Tangga dan Bahan Baku Industri. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for

Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. ICASERD

WORKING PAPER No.37. Maret 2004

Ratnasari, Z. 2005. Kajian Kelayakan Pengembangan KIMBUN Rakyat di

Kabupaten Lampung Selatan. Thesis Program Studi Perencanaan Wilayah

(PWL) Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor (Tidak dipublikasikan) Hal 56.

Rosenfeld, SA. 1995. Industrial Strength Strategies: Regional Business Clusters

and Public Policy. Washington DC: Aspen institute. hal 36.

Rustiadi, E, Panuju, DR, dan Saefulhakim, S. 2006. Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak

dipublikasikan. hal II-5.

Rustiadi, E dan Hadi, S. 2006. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi

Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Konsep

Pambangunan Desa-Kota Berimbang. Crestpent Press Kampus IPB

Baranangsiang. P4W-LPPM IPB. hal 1-31

Saefulhakim, S. 2006. Permodelan. Modul Praktikum Analisis Kuantitatif

Spasial. (Tidak Dipublikasikan)

Soekartawi. 2005. Agroindustri Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 140 hal.

Sukamto. 2001. Upaya Meningkatkan Produksi Kelapa. PT. Penebar Swadaya,

Jakarta. hal. 34.

Supadi dan Nurmanaf. AR. 2006. Pemberdayaan petani kelapa dalam upaya

 peningkatan pendapatan. Jurnal Litbang Pertanian. 2006; hal 26.

Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek. Teori dan Praktek. Pustaka Binaman

Presindo. Jakarta.

Swastika, DKS. 1999.  Penerapan Model Dinamis dalam Sistem Penawaran danPermintaan Beras di Indonesia Informatika Pertanian Volume 8 (Desember

1999)

Page 132: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 132/158

  144

Tajudin. 2007. Inovasi dalam akselerasi agroindustri perdesaan. Makalah

semiloka Menuju Desa 2020 tanggal 9-10 Mei 2007 di Bogor. LPPM IPB.

2007. hal 2.

Tarigans, D.D. 2003 Pengembangan usaha tani kelapa berbasis pendapatan

melalui penerap-an teknologi yang berwawasan pengurangan kemiskinan petani kelapa di Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V.

Tembilahan, 22−24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan, Bogor. hal. 106−115.

Taufiq, M. 2004. Proyeksi Sentra Menjadi Klaster. Infokop Nomor 25 Tahun

XX, 2004

Todaro, MP. 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerjemah:

Burhanudin Abdullah. Jakarta: Erlangga.

Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices. 2nd edition.

Cornell University Press. Ithaca and London.

Turban, E. 1993. Decison Support and Expert System: Management Support

Systems. McMillan Publishing Company.

Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Direktorat

Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum.

.

WWW.VCO  BALIWAE.COM. E-Book. Apakah Virgin Coconut Oil Itu.

Didownload pada tanggal 5 April 2008

Page 133: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 133/158

145

Lampiran 1. LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. BENGKUNAT

KELAPA KOPI CENGKEH LADA KELAPA S

 No NAMA DESA LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL B

1 WAY HARUBELIMBING

72 7.64 300.00 11.07 - - 381.00 15.79 -

2 BANDAR DALAM 58 6.16 50.00 1.85 4.00 1.38 27.00 1.12 -

3 KOTA JAWA 100 10.62 429.00 15.83 5.00 1.73 600.00 24.87 -

4 PENYANDINGAN 44 4.67 250.00 9.23 - - 402.00 16.66 -

5 SUKAMARGA 53 5.63 283.00 10.44 - - 421.00 17.45 320.00

6 KOTA BATU 48 5.10 25.00 0.92 40.00 13.84 12.00 0.50 -

7 PARDASUKA 57 6.05 244.00 9.00 10.00 3.46 175.00 7.25 675.00

8 RAJABASA 8 0.85 93.000 3.43 107.000 37.02 27.000 1.12 68.000

9 MULANG MAYA 22 2.34 315.00 11.62 25.00 8.65 30.00 1.24 2.00

10 NEGERI RATU

 NGARAS

26 2.76 20.00 0.74 37.00 12.80 11.00 0.46 -

11 GEDUNG CAHYAKUNINGAN

67 7.11 150.00 5.54 6.00 2.08 33.00 1.37 515.00

12 NEGERI RATU

 NGAMBUR

110 11.68 32.00 1.18 1.00 0.35 27.00 1.12 665.00

13 PEKONMON 52 5.52 14.00 0.52 1.00 0.35 8.00 0.33 250.00

14 SUMBER AGUNG 128 13.59 20.00 0.74 - - 9.00 0.37 50.00

15 PAGAR BUKIT 50 5.31 210.00 7.75 40.00 13.84 150.00 6.22 750.00

16 TANJUNG

KEMALA

47 4.99 275.00 10.15 13.00 4.50 100.00 4.14 350.00

JUMLAH 942 100.00 2,710.00 100.00 289.00 100.00 2,413.00 100.00 3,645.00

Page 134: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 134/158

 

LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. PESISIR SELATAN

KELAPA KOPI CENGKEH LADA KELAPA S

 No NAMA DESALUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

1 MARANG 236.00 17.59 47.00 7.87 4.00 17.39 26.00 16.56 1,200.00

2 WAY JAMBU 250.00 18.63 76.00 12.73 - - 60.00 38.22 685.00

3 BIHA 358.00 26.68 74.00 12.40 1.00 4.35 22.00 14.01 290.00

4 TANJUNG SETIA 390.00 29.06 97.00 16.25 7.00 30.43 - - -

5 PAGAR DALAM 52.00 3.87 84.00 14.07 - - - - -

6 TANJUNG JATI 9.00 0.67 61.00 10.22 - - - - -

7 SUMUR JAYA 10.00 0.75 8.00 1.34 - - 8.00 5.10 -

8 PELITA JAYA 16.00 1.19 70.000 11.73 3.000 13.04 16.000 10.19 -

9 SUKARAME 5.00 0.37 10.00 1.68 - - 5.00 3.18 -

10 NEGERI RATU

TENUMBANG

16.00 1.19 70.00 11.73 8.00 34.78 20.00 12.74 -

JUMLAH 1,342.00 100.00 597.00 100.00 23.00 100.00 157.00 100.00 2,175.00

LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. K. PENGGAWA

KELAPA KOPI CENGKEH LADA KELAPA S

 No NAMA DESA

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL

KONTRI

BUSI (%)

LUAS

AREAL B

1 MENYANCANG 57.00 15.45 3.00 0.75 3.00 0.87 4.00 4.88 -

2 PENGGAWA V

TENGAH

66.00 17.89 1.50 0.38 5.00 1.46 2.00 2.44 -

3 LAAY 35.00 9.49 8.00 2.00 9.50 2.77 0.50 0.61 -

4 PENGGAWA VULU

79.00 21.41 26.00 6.50 12.00 3.49 13.00 15.85 -

5 PENENGAHAN 15.00 4.07 23.00 5.75 16.00 4.66 16.00 19.51 -

6 WAY NUKAK 41.00 11.11 6.00 1.50 19.00 5.53 7.00 8.54 -

7 KEBUAYAN 60.00 16.26 13.50 3.38 14.00 4.08 1.50 1.83 -

8 WAY SINDI 16.00 4.34 319.000 79.75 265.000 77.15 38.000 46.34 -

JUMLAH 369.00 100.00 400.00 100.00 343.50 100.00 82.00 100.00 -

Page 135: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 135/158

 

LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. LEMONG

KELAPA KOPI CENGKEH LADA

 No NAMA DESA LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%) A

1 PENENGAHAN 29.00 7.47 173.00 8.34 18.00 38.71 164.00 9.34

2 BANDARPUGUNG

28.50 7.35 73.00 3.52 1.50 3.23 72.50 4.13

3 PAGAR DALAM 26.50 6.83 393.00 18.94 4.00 8.60 139.00 7.91

4 BAMBANG 20.50 5.28 72.00 3.47 3.00 6.45 148.00 8.43

5 MALAYA 15.00 3.87 118.00 5.69 5.00 10.75 258.00 14.69

6 CAHAYA NEGERI 8.50 2.19 329.00 15.85 1.50 3.23 198.00 11.27

7 LEMONG 45.00 11.60 343.00 16.53 4.00 8.60 224.00 12.75

8 WAY BATANG 141.00 36.34 70.000 3.37 1.500 3.23 79.000 4.50

9 TANJUNG SAKTI 43.50 11.21 36.00 1.73 1.50 3.23 46.00 2.62

10 TANJUNG JATI 28.00 7.22 29.50 1.42 1.50 3.23 40.00 2.28

11 RATA AGUNG 2.50 0.64 439.00 21.15 5.00 10.75 388.00 22.09

JUMLAH 388.00 100.00 2,075.50 100.00 46.50 100.00 1,756.50 100.00

Page 136: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 136/158

 

LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. PESISIR TENGAH

KELAPA KOPI CENGKEH LADA KELAPA S

 No NAMA DESA LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL B

1 BALAI KENCANA 30.00 7.59 5.00 6.02 8.00 3.69 3.00 6.25 -

2 WAY SULUH 40.00 10.13 10.00 12.05 6.00 2.76 1.00 2.08 -

3 WAY NAPAL 35.00 8.86 - - 5.00 2.30 - - -

4 PADANG

HALUAN

46.00 11.65 - - - - - - -

5 LINTIK 50.00 12.66 2.00 2.41 10.00 4.61 3.00 6.25 -

6 WALUR 62.00 15.70 - - - - - - -

7 PEMERIHAN 25.00 6.33 4.00 4.82 8.00 3.69 2.00 4.17 -

8 WAY REDAK 48.00 12.15 10.00 12.05 5.000 2.30 - - -

9 SERAY 5.00 1.27 - - 42.00 19.35 11.00 22.92 -

10 KAMPUNG JAWA 6.00 1.52 - - - - - - -

11 RAWAS 5.00 1.27 - - 42.00 19.35 15.00 31.25 -

12 PASAR KRUI - - - - - - - -

13 SUKANEGARA 4.50 1.14 8.00 9.64 30.00 13.82 7.00 14.58 - 14 PAHMUNGAN 3.50 0.89 10.00 12.05 33.00 15.21 - - -

15 PAJAR BULAN - - - - - - - - -

16 BUMIWARAS - - - - - - - - -

17 PENGGAWA V

ILIR

- - - - - - - - -

18 BANJAR AGUNG 7.00 1.77 - - 14.00 6.45 - - -

19 ULU KRUI 25.00 6.33 4.00 4.82 8.00 3 .69 2.00 4.17 -

20 GUNUNGKEMALA

3.00 0.76 30.00 36.14 6.00 2.76 4.00 8.33 -

JUMLAH 395.00 100.00 83.00 100.00 217.00 100.00 48.00 100.00 -

Page 137: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 137/158

 

LQ LUAS AREAL PERKEBUNAN KEC. P. UTARA

KELAPA KOPI CENGKEH LADA KELAPA S

 No NAMA DESA LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL

KONTRIBUSI (%)

LUASAREAL B

1 WALUR 51.00 10.49 233.00 20.24 16.00 8.51 22.00 25.88 - 2 PADANG RINDU 180.00 37.04 4.00 0.35 8.00 4.26 4.00 4.71 -

3 KURIPAN 44.00 9.05 1.00 0.09 11.00 5.85 4.00 4.71 -

4 NEGERI RATU 37.00 7.61 5.00 0.43 7.00 3.72 4.00 4.71 -

5 KERBANG

LANGGAR

2.00 0.41 80.00 6.95 13.00 6.91 12.00 14.12 -

6 KERBANG

DALAM

2.00 0.41 6.00 0.52 8.00 4.26 3.00 3.53 -

7 BALAM 29.00 5.97 25.00 2.17 15.00 7.98 6.00 7.06 -

8 WAY NARTA 3.00 0.62 2.000 0.17 3.000 1.60 1.000 1.18 -

9 KOTA KARANG 48.00 9.88 15.00 1.30 20.00 10.64 4.00 4.71 -

10 BATURAJA 47.00 9.67 780.00 67.77 20.00 10.64 25.00 29.41 -

11 SUKAMARGA 12.00 2.47 - - 12.00 6.38 - - -

12 PEKON LOK 8.00 1.65 - - 14.00 7.45 - - -

13 BANDAR DALAM 9.00 1.85 - - 14.00 7.45 - - -

14 PASAR PULAU

PISANG

4.00 0.82 - - 8.00 4.26 - - -

15 SUKADANA 5.00 1.03 - - 9.00 4.79 - - -

16 LABUHAN 5.00 1.03 - - 10.00 5.32 - - -

JUMLAH 486.00 100.00 1,151.00 100.00 188.00 100.00 85.00 100.00 -

Page 138: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 138/158

150

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas DesaJumlah

TK

Jumlah

SDSLTPN

SLTP

swasta

Jumlah

SLTP

SMA

swasta

Pusakesa

ma s

puskesma

s

pembantu

tempat

praktek

dokter 

temp

prakt

bida

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 WAY HARU 2888 13550 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0

2 BANDAR DALAM 3633 2626 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1

3 KOTA JAWA 3717 15160 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0

4 PENYANDINGAN 2213 960 1 2 1 0 1 0 0 1 0 0

5 SUKAMARGA 4105 14400 0 4 0 1 1 0 0 0 0 0

6 TANJUNG KEMALA 2550 11550 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1

7 PAGAR BUKIT 3711 11008 1 2 0 0 0 0 0 1 0 2

8 PARDA SUKA 2304 7570 0 2 1 0 1 0 1 0 1 1

9 RAJA BASA 1201 5413 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

10 MULANG MAYA 772 9023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

11 NEGERI RATU NGARAS 2337 13500 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

12 KOTA BATU 1520 7000 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

13 GEDUNG CAHYA KUNINGAN 4490 3215 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0

14 NEGERI RATU NGAMBUR 2010 2041 1 3 0 0 0 0 1 0 0 1

15 PEKON MON 3422 6676 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0

16 SUMBER AGUNG 16407252

1 1 1 0 1 1 0 0 0 017 ULOK MUKTI 2860 956 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0

18 SUKA NEGARA 1136 1264 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

19 MUARA TEMBULIH 727 1211 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

20 SUKA BANJAR 2442 1140 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0

21 MARANG 4468 4512 0 5 0 0 0 0 0 1 0 2

22 WAY JAMBU 3678 18590 0 3 0 2 2 0 0 0 0 2

23 BIHA 4770 2526 1 1 0 2 2 0 1 1 1 2

24 TANJUNG SETIA 1364 6680 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1

25 PAGAR DALAM 608 2165 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26 TANJUNG JATI 332 2165 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0

27 SUMUR JAYA 1455 9313 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2

28 PELITA JAYA 1455 9313 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

29 SUKARAME 798 5052 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

30 NEGERI RATU TENUMBANG 2125 15349 0 2 0 0 0 0 0 1 0 1

31 BALAI KENCANA 1720 984 0 3 0 1 1 1 0 0 0 1

32 WAY SULUH 1505 600 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0

33 WAY NAPAL 860 508 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

LAMPIRAN 2. ANALISIS TINGKAT PERKEMB ANGAN DESA-DESA PESISIR KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Page 139: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 139/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas DesaJumlah

TK

Jumlah

SDSLTPN

SLTP

swasta

Jumlah

SLTP

SMA

swasta

Pusakesa

ma s

puskesma

s

pembantu

tempat

praktek

dokter 

temp

prakt

bida

34 PADANG HALUAN 665 264 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

35 LINTIK 1509 328 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1

36 WALUR 526 437 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

37 PEMERIHAN 632 513 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0

38 WAY REDAK 797 393 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

39 SERAY 1300 492 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

40 KAMPUNG JAWA 2096 345 1 1 1 1 2 1 0 0 1 1

41 RAWAS 1193 464 0 1 0 0 0 2 0 0 0 1

42 PASAR KRUI 8598 546 2 6 2 0 2 0 1 1 1 4

43 SUKANEGARA 840 328 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1

44 PAHMUNGAN 976 923 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

45 PAJAR BULAN 380 219 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

46 BUMIWARAS 401 153 0 1 0 0 0 0 0 0 1 147 PENGGAWA V ILIR 1292 387 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

48 BANJAR AGUNG 441 164 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

49 ULU KRUI 2833 1803 0 2 1 0 1 0 0 1 1 1

50 GUNUNG KEMALA 2340 1327 0 2 1 0 1 0 0 0 0 1

51 MENYANCANG 1160 333 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

52 PENGGAWA LIMA TENGAH 1047 546 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

53 LAAY 1260 492 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1

54 PENGGAWA LIMA ULU 1380 130.5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

55 PENENGAHAN 2667 1530 1 2 0 0 0 0 0 0 0 1

56 WAY NUKAK 1378 437 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0

57 KEBUAYAN 839 392.5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

58 WAY SINDI 4409 1913 1 4 0 2 2 0 1 0 0 1

59 WALUR 921 4280 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0

60 PADANG RINDU 800 2980 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

61 KURIPAN 876 2923 0 1 1 2 3 1 1 0 0 1

62 NEGERI RATU 1058 3080 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1

63 KERBANG LANGGAR 658 3040 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

64 KERBANG DALAM 650 2005 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

65 BALAM 788 2880 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

66 WAY NARTA 402 2615 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

67 KOTA KARANG 918 2704 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0

68 BATURAJA 668 2713 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1

Page 140: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 140/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas DesaJumlah

TK

Jumlah

SDSLTPN

SLTP

swasta

Jumlah

SLTP

SMA

swasta

Pusakesa

mas

puskesmas

pembantu

tempatpraktek

dokter 

tempra

bid

69 SUKAMARGA 166 779 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1

70 PEKON LOK 331 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

71 BANDAR DALAM 419 152 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

72 PASAR PULAU PISANG 849 447 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1

73 SUKADANA 473 156 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0

74 LABUHAN 737 516 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1

75 PENENGAHAN 2222 4561 1 2 1 0 1 1 0 0 0 1

76 BANDAR PUGUNG 706 2962 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

77 PAGAR DALAM 1176 3209 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0

78 BAMBANG 729 2463 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

79 MELAYA 2221 3222 1 3 0 0 0 0 0 0 0 1

80 CAHYA NEGERI 960 7513 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0

81 LEMONG 3330 1287 1 3 1 0 1 0 1 0 0 1

82 WAY BATANG 782 2556 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

83 TANJUNG SAKTI 213 2334 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

84 TANJUNG JATI 381 2773 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

85 RATA AGUNG 2026 1056 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah fasilitas 141,235.00  293,538.00  26.00  117.00  16.00  14.00  30.00  7.00  7.00  20.00  8.00   

Jumlah desa yang memiliki fasilitas 25.00 74.00 15.00 10.00 23.00 6.00 7.00 20.00 8.00

Rasio jumlah desa yang memiliki

fasilitas/jumlah total desa 2.27 6.73 1.36 0.91 2.09 0.55 0.64 1.82 0.73

Bobot keberadaan fasilitas 3.40 1.15 5.67 8.50 3.70 14.17 12.14 4.25 10.63

Jumlah Fasilitas x Bobot 88.40 134.39 90.67 119.00 110.87 99.17 85.00 85.00 85.00

Jumlah Minimal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Standar Deviasi 0.49 1.09 0.42 0.48 0.65 0.32 0.28 0.43 0.29

Rata-rata 0.31 1.38 0.19 0.16 0.35 0.08 0.08 0.24 0.09

Page 141: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 141/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desadukun bayi

terlatih

dukun bayi

belum

terlatih

Jumlah

masjid

 jum lah

surau/lan

ggar 

 jum lah

gereja

kristen

 jum lah

gereja

katolik

 jum lah

pura

 jum lah

vihara/kle

nteng

Lapangan

sepak

bola

lapangan

bulu tangk

1 2 3 4 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

1 WAY HARU 2888 13550 0 4 7 3 0 0 1 0 1 1

2 BANDAR DALAM 3633 2626 0 0 6 2 0 0 0 0 1 1

3 KOTA JAWA 3717 15160 0 8 10 3 0 0 1 0 2 1

4 PENYANDINGAN 2213 960 0 8 6 3 0 0 0 0 1 1

5 SUKAMARGA 4105 14400 0 10 8 4 0 0 0 0 2 1

6 TANJUNG KEMALA 2550 11550 0 3 8 9 0 0 0 0 1 1

7 PAGAR BUKIT 3711 11008 3 2 3 16 0 0 0 0 1 1

8 PARDA SUKA 2304 7570 0 5 8 6 0 0 0 0 1 1

9 RAJA BASA 1201 5413 0 3 3 2 0 0 0 0 1 1

10 MULANG MAYA 772 9023 0 2 2 3 0 0 0 0 1 1

11 NEGERI RATU NGARAS 2337 13500 1 4 4 5 0 0 0 0 1 1

12 KOTA BATU 1520 7000 0 2 1 0 0 0 0 0 1 1

13 G. C KUNINGAN 4490 3215 0 1 6 4 0 0 1 0 1 1

14 N R NGAMBUR 2010 2041 5 0 7 3 0 0 1 0 1 0

15 PEKON MON 3422 6676 3 5 5 8 0 0 0 0 1 1

16 SUMBER AGUNG 1640 7252 0 4 2 2 0 0 0 0 1 1

17 ULOK MUKTI 2860 956 1 3 4 6 0 0 0 0 1 1

18 SUKA NEGARA 1136 1264 1 6 3 1 0 0 2 0 1 0

19 MUARA TEMBULIH 727 1211 0 3 1 0 0 0 0 0 1 1

20 SUKA BANJAR 2442 1140 0 9 2 7 0 0 0 0 1 1

21 MARANG 4468 4512 3 9 9 1 0 0 2 0 1 1

22 WAY JAMBU 3678 18590 2 5 9 3 0 0 0 0 1 1

23 BIHA 4770 2526 1 10 7 7 0 0 0 0 1 1

24 TANJUNG SETIA 1364 6680 2 2 3 2 0 0 0 0 1 1

25 PAGAR DALAM 608 2165 0 3 1 0 0 0 0 0 1 0

26 TANJUNG JATI 332 2165 1 2 1 0 0 0 0 0 1 1

27 SUMUR JAYA 1455 9313 1 3 2 2 0 0 0 0 1 1

28 PELITA JAYA 1455 9313 4 8 1 1 0 0 0 0 1 1

29 SUKARAME 798 5052 0 0 2 1 0 0 0 0 1 1

30 NEGERI RATU TENUMBANG 2125 15349 2 7 4 2 0 0 0 0 1 1

31 BALAI KENCANA 1720 984 2 3 2 1 0 0 0 0 1 0

32 WAY SULUH 1505 600 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0

33 WAY NAPAL 860 508 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0

Page 142: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 142/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desadukun bayi

terlatih

dukun bayi

belum

terlatih

Jumlah

masjid

 jum lah

surau/lan

ggar 

 jum lah

gereja

kristen

 jum lah

gereja

katolik

 jum lah

pura

 jum lah

vihara/kle

nteng

Lapangan

sepak

bola

lapan

bulu ta

34 PADANG HALUAN 665 264 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1

35 LINTIK 1509 328 0 0 3 2 0 0 0 0 1 1

36 WALUR 526 437 2 0 1 2 0 0 0 0 0 1

37 PEMERIHAN 632 513 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1

38 WAY REDAK 797 393 2 2 1 1 0 0 0 0 0 1

39 SERAY 1300 492 1 0 3 1 0 0 0 0 1 1

40 KAMPUNG JAWA 2096 345 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0

41 RAWAS 1193 464 1 0 1 4 0 0 0 0 1 1

42 PASAR KRUI 8598 546 2 1 8 3 0 0 0 0 0 1

43 SUKANEGARA 840 328 0 0 2 1 0 0 0 0 0 1

44 PAHMUNGAN 976 923 2 1 1 2 0 0 0 0 0 1

45 PAJAR BULAN 380 219 2 1 1 1 0 0 0 0 0 1

46 BUMIWARAS 401 153 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

47 PENGGAWA V ILIR 1292 387 2 1 4 0 0 0 0 0 1 1

48 BANJAR AGUNG 441 164 2 1 1 1 0 0 0 0 1 0

49 ULU KRUI 2833 1803 1 2 3 0 0 0 0 0 0 1

50 GUNUNG KEMALA 2340 1327 2 0 4 5 0 0 0 0 1 1

51 MENYANCANG 1160 333 3 0 1 2 0 0 0 0 0 0

52 PENGGAWA LIMA TENGAH 1047 546 0 1 2 4 0 0 0 0 0 1

53 LAAY 1260 492 0 2 2 2 0 0 0 0 1 1

54 PENGGAWA LIMA ULU 1380 130.5 0 4 2 1 0 0 0 0 1 1

55 PENENGAHAN 2667 1530 0 4 2 1 0 0 0 0 1 0

56 WAY NUKAK 1378 437 0 2 3 2 0 0 0 0 1 0

57 KEBUAYAN 839 392.5 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1

58 WAY SINDI 4409 1913 0 7 8 5 0 0 0 0 0 1

59 WALUR 921 4280 0 5 2 1 0 0 0 0 0 1

60 PADANG RINDU 800 2980 0 2 2 0 0 0 0 0 1 1

61 KURIPAN 876 2923 0 0 3 3 0 0 0 0 0 1

62 NEGERI RATU 1058 3080 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1

63 KERBANG LANGGAR 658 3040 1 2 1 0 0 0 0 0 0 1

64 KERBANG DALAM 650 2005 2 2 1 2 0 0 0 0 0 1

65 BALAM 788 2880 1 0 2 2 0 0 0 0 0 0

66 WAY NARTA 402 2615 1 0 1 2 0 0 0 0 0 0

67 KOTA KARANG 918 2704 2 4 1 4 0 0 0 0 0 0

68 BATURAJA 668 2713 2 1 1 2 0 0 0 0 0 1

Page 143: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 143/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desadukun bayi

terlatih

dukun bayibelum

terlatih

Jumlah

masjid

 jumlahsurau/lan

ggar 

 jumlahgereja

kristen

 jumlahgereja

katolik

 jumlah

pura

 jumlahvihara/kle

nteng

Lapangansepak

bola

lapang

bulu tan

69 SUKAMARGA 166 779 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

70 PEKON LOK 331 200 0 1 2 2 0 0 0 0 0 1

71 BANDAR DALAM 419 152 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0

72 PASAR PULAU PISANG 849 447 0 1 2 1 0 0 0 0 1 1

73 SUKADANA 473 156 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1

74 LABUHAN 737 516 1 4 1 1 0 0 0 0 1 0

75 PENENGAHAN 2222 4561 1 2 7 3 0 0 0 0 1 0

76 BANDAR PUGUNG 706 2962 2 2 1 0 0 0 0 0 0 1

77 PAGAR DALAM 1176 3209 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0

78 BAMBANG 729 2463 1 1 3 0 0 0 0 0 0 1

79 MELAYA 2221 3222 2 0 4 1 0 0 0 0 0 0

80 CAHYA NEGERI 960 7513 1 5 5 0 0 0 0 0 0 1

81 LEMONG 3330 1287 5 0 7 2 0 0 0 0 0 0

82 WAY BATANG 782 2556 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0

83 TANJUNG SAKTI 213 2334 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0

84 TANJUNG JATI 381 2773 1 2 1 0 0 0 0 0 1 0

85 RATA AGUNG 2026 1056 1 4 5 4 0 0 0 0 0 1

Jumlah fasilitas 141,235.00  293,538.00  89.00  208.00  257.00  188.00  -  -  8.00  -  50.00  6 Jumlah desa yang memiliki

fasilitas 51.00 62.00 85.00 69.00 0.00 0.00 6.00 0.00 48.00 6

Rasio jumlah desa yang memiliki

fasilitas/jumlah total desa 4.64 5.64 7.73 6.27 0.00 0.00 0.55 0.00 4.36

Bobot keberadaan fasilitas 1.67 1.37 1.00 1.23 0.00 0.00 14.17 0.00 1.77

Jumlah Fasilitas x Bobot 148.33 285.16 257.00 231.59 0.00 0.00 113.33 0.00 88.54 8

Jumlah Minimal 1.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Standar Deviasi 1.14 2.62 2.49 2.46 0.00 0.00 0.37 0.00 0.54

Rata-rata 1.05 2.45 3.02 2.21 0.00 0.00 0.09 0.00 0.59

Page 144: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 144/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa

industri

kecil

kerajinan

kayu

Industri

kerajinan

anyaman

industri

kecil

makanan

Perusahaan

listrik non

PL N

Kelompok

pertokoan

Bangunan

pasar

permanen/se

mi permanen

Pasar tanpa

bangunan

permanen

W

1 2 3 4 35 36 37 38 39 40 41

1 W A Y H A RU 2 88 8 13550 0 1 1 0 0 0 0

2 BANDAR DALAM 3633 2626 0 2 4 0 0 0 0

3 KOTA JAWA 3717 15160 0 0 0 0 0 0 0

4 PENYANDINGAN 2213 96 0 3 1 0 0 1 0 1

5 SUKAMARGA 4105 14400 3 1 0 0 0 0 0

6 TANJUNG KEMALA 2550 11550 2 3 6 0 0 0 0

7 PAGAR BUKIT 3711 11008 1 3 5 0 0 0 1

8 PARDA SUKA 2304 7570 2 5 2 0 0 0 1

9 RAJA BASA 1201 5413 0 0 0 0 0 0 0

10 MULANG MAYA 772 9023 0 0 0 0 0 0 0

11 NEGERI RATU NGARAS 2337 13500 0 0 0 0 0 0 0

12 KOTA BATU 1520 7000 0 1 0 0 0 0 0

13 GEDUNG CAHYA KUNINGAN 4490 3215 0 5 2 0 0 0 2

14 NEGERI RATU NGAMBUR 2010 2041 0 1 0 0 0 0 1

15 PEKON MON 3422 6676 2 0 0 0 0 0 0

16 SUMBER AGUNG 1640 7252 1 1 0 0 0 0 1

17 ULOK MUKTI 2860 95 6 0 0 0 0 0 0 0

18 SUKA NEGARA 1136 1264 0 0 0 0 0 0 0

19 MUARA TEMBULIH 727 1211 0 0 0 0 0 0 0

20 SUKA BANJAR 2442 1140 0 2 2 0 0 0 0

21 MARANG 4468 4512 3 0 0 0 0 0 0

22 WAY JAMBU 3678 18590 0 0 0 0 0 1 1

23 B IHA 4770 2526 2 1 0 0 0 1 1

24 TANJUNG SETIA 1364 6680 0 0 0 0 0 0 0

25 PAGAR DALAM 608 2165 0 0 0 0 0 0 0

26 TANJUNG JAT I 332 2165 0 0 0 0 0 0 0

27 SUMUR JAYA 1455 9313 0 0 0 0 0 1 1

28 PELITA JAYA 1455 9313 0 0 0 0 0 0 0

29 SUKARAME 798 5052 0 0 1 0 0 0 0

30 NEGERI RATU TENUMBANG 2125 15349 0 0 0 0 0 0 0

31 BALAI KENCANA 1720 98 4 0 0 0 0 0 0 1

32 WAY SULUH 1505 60 0 0 0 0 0 0 0 0

33 WAY NAPAL 860 50 8 0 0 0 0 0 0 0

Page 145: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 145/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa

industri

kecil

kerajinan

kayu

Industri

kerajinan

anyaman

industri

kecil

makanan

Perusahaan

listrik non

PL N

Kelompok

pertokoan

Bangunan

pasar

permanen/se

mi permanen

Pasar tanpa

bangunan

permanen

Warung/ke

ai makana

minuman

34 PADANG HALUAN 665 264 2 0 0 0 0 0 0 0

35 LINTIK 1509 328 0 0 0 0 0 0 0 0

36 WALUR 526 437 0 0 0 0 0 0 0 0

37 PEMERIHAN 632 513 1 0 0 0 0 0 0 0

38 WAY REDAK 797 393 1 0 0 0 0 0 0 0

39 SERAY 1300 492 0 0 0 0 0 0 0 0

40 KAMPUNG JAWA 2096 345 0 2 0 0 0 0 0 0

41 RAWAS 1193 464 0 0 0 0 0 0 0 0

42 PASAR KRUI 8598 546 0 0 0 0 1 1 0 7

43 SUKANEGARA 840 328 0 0 0 0 0 0 0 0

44 PAHMUNGAN 976 923 2 0 0 0 0 0 0 0

45 PAJAR BULAN 380 219 0 1 0 0 0 0 0 0

46 BUMIWARAS 401 153 0 0 0 0 0 0 0 0

47 PENGGAWA V ILIR 1292 387 2 0 0 0 0 0 0 0

48 BANJAR AGUNG 441 164 0 0 0 0 0 0 0 0

49 ULU KRUI 2833 1803 2 0 0 0 0 0 0 2

50 GUNUNG KEMALA 2340 1327 1 0 0 0 0 0 0 0

51 MENYANCANG 1160 333 0 0 0 0 0 0 0 5

52 PENGGAWA LIMA TENGAH 1047 546 0 0 0 0 0 0 1 0

53 LAAY 1260 492 0 0 2 0 0 0 1 12

54 PENGGAWA LIMA ULU 1380 130.5 0 0 0 0 0 0 1 0

55 PENENGAHAN 2667 1530 0 0 0 0 0 0 1 32

56 WAY NUKAK 1378 437 0 0 0 0 0 0 0 0

57 KEBUAYAN 839 392.5 0 0 0 0 0 0 1 8

58 WAY SINDI 4409 1913 0 2 0 0 0 0 1 47

59 WALUR 921 4280 10 0 0 0 0 0 0 0

60 PADANG RINDU 800 2980 5 0 0 0 0 0 0 0

61 KURIPAN 876 2923 5 0 0 2 0 0 0 0

62 NEGERI RATU 1058 3080 2 0 0 0 0 0 0 5

63 KERBANG LANGGAR 658 3040 0 1 0 0 0 1 0 0

64 KERBANG DALAM 650 2005 0 0 0 0 0 0 0 0

65 BALAM 788 2880 0 5 0 0 0 0 0 0

66 WAY NARTA 402 2615 0 0 0 0 0 0 0 0

67 KOTA KARANG 918 2704 2 0 0 0 0 0 0 0

68 BATURAJA 668 2713 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 146: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 146/158

 

No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa

industri

kecil

kerajinan

kayu

Industrikerajinan

anyaman

industrikecil

makanan

Perusahaanlistrik non

PLN

Kelompok

pertokoan

Bangunan

pasar

permanen/se

mi permanen

Pasar tanpabangunan

permanen

Warung/kai makan

minuma

69 SUKAMARGA 166 779 1 0 0 2 0 0 0 0

70 PEKON LOK 331 200 4 0 0 0 0 0 0 0

71 BANDAR DALAM 419 152 2 1 0 5 0 0 0 0

72 PASAR PULAU PISANG 849 447 1 0 0 0 0 0 0 0

73 SUKADANA 473 156 2 0 0 2 0 0 0 0

74 LABUHAN 737 516 2 1 0 2 0 0 0 0

75 PENENGAHAN 2222 4561 0 0 0 0 0 0 0 0

76 BANDAR PUGUNG 706 2962 1 0 0 0 0 0 0 0

77 PAGAR DALAM 1176 3209 1 0 0 0 0 0 0 0

78 BAMBANG 729 2463 0 0 0 0 0 0 0 0

79 MELAYA 2221 3222 1 0 0 0 0 0 0 0

80 CAHYA NEGERI 960 7513 1 0 0 0 0 0 0 0

81 LEMONG 3330 1287 0 0 0 0 0 0 0 0

82 WAY BATANG 782 2556 0 0 0 0 0 0 0 0

83 TANJUNG SAKTI 213 2334 1 0 0 0 0 0 0 0

84 TANJUNG JATI 381 2773 0 0 0 0 0 0 0 0

85 RATA AGUNG 2026 1056 0 2 0 0 0 0 1 0

Jumlah fasilitas 141,235.00  293,538.00  71.00  42.00  25.00  13.00  1.00  5.00  18.00  189. 

Jumlah desa yang memiliki fasilitas 32.00 21.00 9.00 5.00 1.00 5.00 17.00 25

Rasio jumlah desa yang memiliki

fasilitas/jumlah total desa 2.91 1.91 0.82 0.45 0.09 0.45 1.55 2

Bobot keberadaan fasilitas 2.66 4.05 9.44 17.00 85.00 17.00 5.00 3

Jumlah Fasilitas x Bobot 188.59 170.00 236.11 221.00 85.00 85.00 90.00 642

Jumlah Minimal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0

Standar Deviasi 1.53 1.11 1.02 0.68 0.11 0.24 0.44 6

Rata-rata 0.84 0.49 0.29 0.15 0.01 0.06 0.21 2

Page 147: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 147/158

159

Lampiran 3. Pendapat Pakar tentang kriteria Produk Prospektif

Pendapat Pakar tentang Produk Prospektif berdasarkan

1. Peluang Pasar

2. Kualifikasi SDM

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

Teknologi Yang digunakan

Kualifikasi SDM

Penyerapan Tenaga Kerja

Dampak Lingkungan

Nilai Tambah

Kebijakan Pemerintah

Peluang Pasar 

Page 148: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 148/158

  160

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

 

3.   Nilai Tambah

4.  Penyerapan Tenaga Kerja

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

Page 149: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 149/158

  161

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

 

5. Teknologi yang digunakan

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

 

6. Kebijakan Pemerintah

Page 150: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 150/158

  162

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

 

7. Dampak Lingkungan

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Pakar 1

Pakar 2

Pakar 3

Pakar 4

Pakar 5

Pakar 6

VCO

Coco Peat

Santan Kelapa

Nata De Coco

Arang Aktif 

Coco Fiber 

Dessicated Coconut

Minyak Kelapa

 

Page 151: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 151/158

  163

Lampiran 4. Perhitungan Trend Permintaan dengan Metode

Kuadrat Terkecil

1. Minyak Kelapa

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 736,667 -3 (2,210,00) 9

2001 385,140 -2 (770,280) 4

2002 434,972 -1 (434,972) 1

2003 321,535 0 - 0

2004 443,762 1 443,762 1

2005 745,742 2 1,491,484 4

2006 519,556 3 1,558,668 9

Jumlah 3,587,374 - 78,661 28

a = 512,482

b = 2809.32

PersamaanY = 512482 + 809,32 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 526,529

2008 6 529,338

2009 7 532,147

2010 8 534,957

2011 9 537,766

2012 10 540,5752013 11 543,385

Jumlah 3,744,696

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Minyak Kelapa

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR MINYAK KELAPA

515,000

520,000

525,000

530,000

535,000

540,000

545,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 152: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 152/158

  164

2. Dessicated Coconut

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 31,579 -3 (94,737) 9

2001 35,683 -2 (71,366) 4

2002 50,410 -1 (50,410) 1

2003 37,286 0 - 0

2004 30,780 1 30,780 1

2005 51,025 2 102,050 4

2006 62,249 3 186,747 9

Jumlah 299,012 - 103,064 28

a = 42,716

b = 3680.86

PersamaanY = 42716 + 3680.86 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 61,120

2008 6 64,801

2009 7 68,482

2010 8 72,163

2011 9 75,844

2012 10 79,525

2013 11 83,205

Jumlah 505,140

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Dessicated Coconut

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR DESSICATED COCONUT

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U

   M   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 153: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 153/158

  165

3. Karbon Aktif

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 10,205 -3 (30,615) 9

2001 12,104 -2 (24,208) 4

2002 11,544 -1 (11,544) 1

2003 12,409 0 - 0

2004 15,898 1 15,898 1

2005 25,670 2 51,340 4

2006 15,529 3 46,587 9

Jumlah 103,359 - 47,458 28

a = 14,766

b = 1694.93

PersamaanY = 14766 + 1694.93 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 23,241

2008 6 24,936

2009 7 26,631

2010 8 28,325

2011 9 30,020

2012 10 31,715

2013 11 33,410

Jumlah 198,278

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Arang Aktif

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR ARANG AKTIF

-

5,000

10,000

15,000

20,00025,000

30,000

35,000

40,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

PROYEKSI

Page 154: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 154/158

  166

4. Coco Fiber

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 102 -3 (306) 9

2001 73 -2 (146) 4

2002 78 -1 (78) 1

2003 281 0 - 0

2004 1,067 1 1,067 1

2005 3,550 2 7,100 4

2006 3,450 3 10,350 9

Jumlah 8,601 - 17,987 28

a = 1,229

b = 642.39

PersamaanY= 1229 +642.39 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 4,441

2008 6 5,083

2009 7 5,726

2010 8 6,368

2011 9 7,011

2012 10 7,653

2013 11 8,295

Jumlah 44,577

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Coco Fiber

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR COCO FIBER

-

1,000

2,000

3,0004,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 155: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 155/158

  167

5. Santan Kelapa

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 9,234 -3 (27,702) 9

2001 10,500 -2 (21,000) 4

2002 24,100 -1 (24,100) 1

2003 20,340 0 - 0

2004 20,240 1 20,240 1

2005 32,480 2 64,960 4

2006 27,402 3 82,206 9

Jumlah 144,296 - 94,604 28

a = 20,614

b = 3378.71

Persamaan

Y = 20614 + 3378.71 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 37,508

2008 6 40,886

2009 7 44,265

2010 8 47,644

2011 9 51,022

2012 10 54,401

2013 11 57,780Jumlah 333,506

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Santan Kelapa

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR SANTAN KELAPA

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M

   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 156: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 156/158

  168

6. Kelapa Butiran

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 29,365 -3 (88,095) 9

2001 16,613 -2 (33,226) 4

2002 32,891 -1 (32,891) 1

2003 38,321 0 - 0

2004 31,619 1 31,619 1

2005 30,799 2 61,598 4

2006 83,600 3 250,800 9

Jumlah 263,208 - 189,805 28

a = 37,601

b = 6778.75

Persamaan

Y = 37601 + 6778.75 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 71,495

2008 6 78,274

2009 7 85,052

2010 8 91,831

2011 9 98,610

2012 10 105,389

2013 11 112,167Jumlah 642,817

Grafik Proyeksi Permintaan Ekspor Kelapa Butiran

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR KELAPA SEGAR

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 157: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 157/158

  169

7. Kopra

Tahun Jumlah (Y) X XY X2

2000 34,579 -3 (103,73) 9

2001 23,884 -2 (47,768) 4

2002 40,045 -1 (40,045) 1

2003 25,107 0 - 0

2004 36,139 1 36,139 1

2005 56,884 2 113,768 4

2006 76,725 3 230,175 9

Jumlah 293,363 - 188,532 28

a = 41,909

b = 6733.29

PersamaanY = 41909 +6733.29 X

Tahun X PROYEKSI

2007 5 75,575

2008 6 82,309

2009 7 89,042

2010 8 95,775

2011 9 102,509

2012 10 109,242

2013 11 115,975

Jumlah 670,427

PROYEKSI PERMINTAAN EKSPOR KOPRA

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TAHUN

   V   O   L   U   M   E

   (   T   O   N   )

PROYEKSI

Page 158: Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

7/17/2019 Arahan Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa

http://slidepdf.com/reader/full/arahan-pengembangan-kawasan-usaha-agro-terpadu-berbasis-komoditas-kelapa 158/158

  9

RIWAYAT HIDUP 

Penulis dilahirkan di Desa Gumawang Kecamatan Belitang Kabupaten

OKU Timur pada tanggal 02 Maret 1969 sebagai anak ke lima dari pasangan Hi.

M. Basir dan Hj. Mariyam. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Belitang

dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya di Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya Jurusan hama dan Penyakit Tumbuhan. Penulis

menamatkan pendidikan pada Agustus Tahun 1993.

Tahun 1993-1998 Penulis sempat bekerja pada beberapa perusahaan

swasta dan Tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan

ditempatkan pada Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Provinsi

Lampung. Tahun 1998-2000 penulis menjadi Kepala Urusan Perencanaan, Tahun

2000-2002 menjadi Kasubbag Keuangan dan Perencanaan, dan Tahun 2002-2006

menjadi Kepala Seksi Perbenihan dan Budidaya Tanaman Pada Dinas Perkebunan

Kabupaten Lampung Barat. Sejak tahun 2006 Penulis memperoleh beasiswa dari

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat untuk melanjutkan pendidikan S2di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

Tahun 1999 penulis menikah dengan Ninien Mardaningsih, A.Md dan saat

ini telah dikaruniai seorang putri cantik bernama Aulia Siti Pradina dan dua

ksatria yang bernama Faqih Ahmad Hamami dan Hafizni Nofitri Syawal.