Upload
nusantara-knowledge
View
86
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Arsitektur Minangkabau dan MentawaiDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN 1.4 METODE PENGUMPULAN DATABAB II PEMBAHASAN RUMAH ADAT SUKU MINANGKABAU 1. ASAL-USUL 2. BAHAN DAN TENAGA 3. PEMILIHAN TEMPAT 4. TAHAPAN PEMBANGUNAN RUMAH GADANG 5. BAGIAN-BAGIAN RUMAH GADANG 6. PELENGKAP RUMAH GADANG 7. RAGAM HIAS 8. NILAI-NILAI RUMAH ADAT SUKU MENTAWAI 1. SEJARAH SUKU MENTAWAI 2. KESETIMBANGAN: INDIVIDUALITAS LALEP & KEBERSAMAAN UMABAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN 3.2 SARANDAFTAR PUSTAKA
Citation preview
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG1.2 RUMUSAN MASALAH1.3 TUJUAN1.4 METODE PENGUMPULAN DATA
BAB II PEMBAHASANRUMAH ADAT SUKU MINANGKABAU1. ASAL-USUL2. BAHAN DAN TENAGA3. PEMILIHAN TEMPAT4. TAHAPAN PEMBANGUNAN RUMAH GADANG5. BAGIAN-BAGIAN RUMAH GADANG6. PELENGKAP RUMAH GADANG7. RAGAM HIAS8. NILAI-NILAIRUMAH ADAT SUKU MENTAWAI1. SEJARAH SUKU MENTAWAI2. KESETIMBANGAN: INDIVIDUALITAS LALEP & KEBERSAMAAN
UMABAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Arsitektur Indonesia memiliki beraneka ragam ciri khas, biasanya
menyesuaikan dengan adat istiadat, kebiasaan serta kebudayaan dari masing-masing
daerah. Sebagai contoh arsitektur Rumah Gadang merupakan refleksi dari kebudayaan
masyarakat Padang, Sumatera Barat. Keunikannya antara lain bentuk atap yang
menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk dan halaman depan Rumah Gadang
biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang yang digunakan sebagai
tempat untuk menyimpan padi, bangunan rangkiang memiliki kesamaan fungsi
dengan jineng yang merupakan tempat penyimpanan padi di Bali. Berbeda dengan
arsitektur Bali yang keunikannya terlihat pada peletakan-peletakan tiap-tiap bangunan
yang menyesuaikan dengan fungsinya, serta style ukiran-ukiran bali yang menonjol
pada bangunannya.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kebudayaan yang terdapat pada Suku Minangkabau dan Suku
Mentawai?
2. Bagaimana Bentuk rumah adat Suku Minagkabau dan Mentawai?
3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui budaya-
budaya serta rumah adat di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan
membahas rumah suku Minangkabau dan Mentawai.
4. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan untuk menyusun laporan ini adalah metode pengumpulan
data. Dimana data-data ini kami dapatkan dari berbagai sumber dan media baik
dari buku referensi dan internet.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
2
BAB II
PEMBAHASAN
RUMAH ADAT MINANGKABAU
1. Asal-Usul
Masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia, menganut falsafah
hidup “alam takambang jadi guru”. Mereka menjadikan alam sebagai guru untuk
membangun kebudayaan mereka. Orang-orang Minangkabau menganut paham
dialektis, yang mereka sebut “bakarano bakajadian” (bersebab dan berakibat),
sebagaimana dinamika alam, yaitu selaras dan dinamis. Pengejawantahan dari
paham tersebut salah satunya dapat dilihat dari arsitektur rumahnya, Rumah Gadang.
Gaya seni bina, pembinaan, hiasan bagian dalam dan luar, dan fungsi rumah
merupakan aktualisasi falsafah hidup orang Minangkabau.
Harmonis dan dinamis sebenarnya merupakan konsepsi yang berlawanan.
Harmonis berkaitan dengan keselarasan, dan dinamis berkait dengan pertentangan.
Hanya saja, ketika harmonis dan dinamis dipahami dalam konteks “bakarano
bakajadian”, maka kedua hal tersebut menghasilkan sebuah kebudayaan yang
menakjubkan. Bentuk badan Rumah Gadang yang segi empat dan membesar ke atas
(trapesium terbalik), atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau,
sisinya melengkung ke dalam, bagian tengahnya rendah seperti perahu, secara
estetika merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi
bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh atap
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
3
berbentuk segi tiga yang melengkung ke dalam, semuanya membentuk suatu
keseimbangan estetis, harmonis.
Disebut Rumah Gadang (Gadang = besar), bukan karena bentuk fisiknya
yang besar, melainkan karena fungsinya. Sebagaimana diungkapkan dalam syair:
Rumah gadang basa batuah,
Tiang banamo kato hakikaik,
Pintunyo basamo dalia kiasannya,
Banduanyo sambah-manyambah,
Bajanjang naiak batanggo turun,
Dindiangnyo panutuik malu,
Biliaknyo aluang bunian.
Artinya:
Rumah gadang besar bertuah,
Tiangnya bernama kata hakikat,
Pintunya bernama dalil kiasan,
Bendulnya sembah-menyembah,
Berjenjang naik, bertangga turun,
Dindingnya penutup malu,
Biliknya alung bunian.
Rumah Gadang disamping sebagai tempat tinggal, juga sebagai tempat
musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai
adat, dan representasi budaya matrilenial. Sebagai tempat tinggal, Rumah Gadang
memiliki tata aturan yang unik. Perempuan yang telah bersuami mendapat jatah satu
kamar. Perempuan yang paling muda mendapat kamar yang paling ujung dan akan
pindah ke tengah jika ada perempuan lain, adiknya, yang bersuami. Perempuan tua
dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh
kamar bersama pada ujung yang lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan
tidur di surau milik kaumnya masing-masing.
Rumah Gadang juga merupakan tempat bermusyawarah untuk mencari kata
mufakat antar anggota keluarga. Di tempat ini setiap persoalan dibicarakan dan
dicarikan jalan keluarnya. Dengan cara ini, keselarasan dan keharmonisan antar
angggota keluarga dibangun. Selain itu, Rumah Gadang merupakan tempat menjaga
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
4
martabat. Di tempat ini, penobatan penghulu dilakukan, perjamuan penting
diadakan, dan para penghulu menerima tamu-tamu yang dihormati.
Oleh karena itu, tidak heran jika Rumah Gadang sangat dimuliakan, bahkan
dipandang suci oleh masyarakat Minangkabau. Status Rumah Gadang yang begitu
tinggi melahirkan beragam tata aturan. Setiap orang yang hendak naik ke Rumah
Gadang terlebih dahulu harus mencuci kakinya di bawah tangga. Biasanya di bawah
tangga tersebut terdapat sebuah batu ceper yang lebar (batu telapakan), sebuah
tempat air dari batu (cibuk meriau), dan sebuah timba air dari kayu (taring
berpanto).
Jika ada perempuan yang datang bertamu, sebelum masuk dan masih berada
di halaman, maka ia terlebih dahulu harus menanyakan apakah di rumah tersebut ada
orangnya. Kalau yang datang laki-laki, ia harus mendeham terlebih dahulu di
halaman sampai ada sahutan dari dalam rumah. Laki-laki yang boleh datang ke
rumah itu bukan orang lain tetapi keluarga penghuni rumah itu sendiri, mungkin
mamak, orang semenda, atau laki-laki yang lahir di rumah tersebut tetapi telah
bertempat tinggal di rumah lain.
Jika yang datang bertamu itu tungganai, ia didudukkan di lanjar terdepan
pada ruang sebelah ujung di depan kamar gadis-gadis. Kalau yang datang itu ipar
atau besan, mereka ditempatkan di lanjar terdepan di depan kamar istri laki-laki
yang menjadi kerabat tamu itu. Kalau yang datang itu ipar atau besan dari
perkawinan kaum laki-laki di rumah itu, mereka ditempatkan di depan kamar para
gadis di bagian lanjar tengah. Kaum lelaki yang hendak membicarakan suatu hal
dengan ahli rumah yang laki-laki, seperti semenda atau mamak rumah, tidak lazim
melakukannya di dalam Rumah Gadang. Pertemuan antara laki-laki tempatnya di
masjid atau surau, di pemedanan atau gelanggang, di balai atau di kedai. Jika ada
kaum laki-laki yang membawa tamu laki-lakinya berbincang-bincang di dalam
rumah kediamannya, maka ia dianggap tidak tahu diri.
Aturan juga berlaku ketika anggota keluarga penghuni Rumah Gadang
hendak makan. Walaupun para anggota keluarga hidup dan tinggal dalam satu
rumah, tetapi mereka tidak makan bersamaan kecuali pada acara kenduri (upacara).
Perempuan yang tidak bersuami makan di ruangan dekat dapur. Para perempuan
yang sudah bersuami makan bersama suami masing-masing di depan kamarnya
sendiri-sendiri. Kalau banyak orang semenda di atas rumah, maka mereka akan
makan di dalam kamar masing-masing. Kalau ada ipar atau besan yang datang
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
5
bertamu, mereka akan selalu diberi makan. Waktu makan para tamu tidaklah
ditentukan. Semua tamu harus diberi makan sebelum mereka pulang ke rumah
masing-masing. Yang menemani tamu pada waktu makan ialah kepala rumah
tangga, yaitu perempuan yang dituakan di rumah itu. Perempuan yang menjadi istri
saudara atau anak laki-laki tamu itu bertugas melayani. Sedangkan perempuan
lainnya duduk pada lanjar bagian dinding kamar menemani tamu tersebut.
2. Bahan dan Tenaga
Rumah Gadang Minangkabau merupakan rumah milik bersama sebuah kaum
(keluarga besar). Oleh karena itu, pembangunan rumah yang dibangun di atas tanah
kaum ini dilakukan secara bergotong-royong. Namun demikian, yang
bertanggungjawab dalam proses pembangunannya adalah tukang ahli. Tukang yang
dikatakan sebagai tukang ahli adalah tukang yang dapat memanfaatkan setiap bahan
yang tersedia menurut kondisinya atau biasanya disebut indak tukang mambuang
kayu (tidak tukang membuang kayu). Sebab, setiap kayu ada manfaatnya dan dapat
digunakan secara tepat jika tukangnya adalah tukang ahli.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Rumah Gadang di
antaranya adalah:
Kayu
Kayu merupakan unsur terpenting untuk membangun Rumah Gadang,
khususnya untuk tonggak tuo. Oleh karena tonggak tuo merupakan penentu
kokoh tidaknya Rumah Gadang, maka kayu yang digunakan adalah kayu-
kayu pilihan yang pengadaannya selalu didasarkan pada adat-istiadat
masyarakat.
Ijuk. Ijuk digunakan untuk membuat atap rumah.
Jerami. Selain ijuk, jerami juga digunakan untuk membuat atap rumah.
Bambu. Bambu digunakan untuk membuat dinding pada bagian belakang
rumah.
Papan. Papan merupakan kayu yang dibelah tipis sekitar 3-5 cm dan
digunakan untuk membuat dinding.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
6
3. Pemilihan Tempat
Oleh karena Rumah Gadang dimiliki bersama oleh suatu kaum, maka tanah
yang digunakan adalah tanah kaum. Lokasi di mana tanah kaum berada, menentukan
arsitektur bangunan yang boleh dibangun, misalnya: Rumah Gadang bergonjong
empat atau lebih hanya boleh didirikan pada perkampungan yang berstatus nagari
atau koto; untuk ukuran dusun, hanya boleh bergonjong dua; dan di teratak tidak
boleh didirikan rumah bergonjong.
4. Tahapan Pembangunan Rumah Gadang
Pembangunan Rumah Gadang Minangkabau membutuhkan waktu yang
cukup lama, bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang sampai belasan tahun. Adapun
prosesnya adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Musyawarah
Proses paling awal pembangunan Rumah Gadang adalah musyawarah, adok-
adok, antara sesama saudara pada suatu kaum, dan dilanjutkan musyawarah dengan
seluruh kaum dalam pesukuan itu. Dalam musyawarah ini, dikaji letak yang tepat,
ukuran rumah, dan kapan waktu untuk mulai mengerjakannya. Hasil musyawarah
disampaikan kepada penghulu suku. Kemudian penghulu suku menyampaikan
rencana mendirikan Rumah Gadang itu kepada penghulu suku yang lain (para ninik-
mamak dalam nagari) sampai ditemukan kata mufakat bahwa niat mendirikan
rumah dapat diterima. Persetujuan terhadap rencana pembangunan rumah biasanya
tercapai karena telah sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di masyarakat,
batuanglah tumbuh dimato (apa yang telah diputuskan itu pada tempatnya).
2) Mengumpulkan bahan
Setelah terdapat mufakat antara ninik-mamak, maka proses selanjutnya
adalah pengumpulan bahan. Pengumpulan bahan merupakan tahap pembangunan
yang paling sulit dan membutuhkan waktu paling lama. Dalam mengumpulkan
bahan harus berpegang pada aturan adat yang berlaku, misalnya tidak boleh
menebang kayu yang sedang berbunga. Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Pengumpulan bahan diawali dengan mencari tonggak tuo (tiang tua) di hutan.
Ketika waktu yang telah ditentukan dalam musyawarah tiba, berangkatlah orang-
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
7
orang ke hutan. Namun sebelum berangkat, diadakan upacara yang bertujuan
agar tujuan ke hutan tercapai. Upacara tersebut diakhiri dengan makan bersama.
2. Bila kayu yang dicari sudah didapat, maka kayu tersebut diberi tanda (dikatuah).
Tujuannya adalah untuk memberitahukan kepada kelompok lain bahwa kayu
tersebut sudah ada yang punya. Cara ini dilakukan karena belum tentu kayu yang
cocok dapat ditebang pada saat itu juga. Menurut pengetahuan lokal masyarakat
Minangkabau, menebang kayu untuk membangun rumah tidak boleh dilakukan
pada saat pohon itu sedang berbunga. Mereka berkeyakinan bahwa setua apapun
kayunya, jika ditebang pada saat berbunga, maka kayu tersebut akan dimakan
rayap.
3. Kemudian kayu tersebut dipotong-potong (ditarah) sesuai dengan kegunaannya.
4. Setelah itu, seluruh anggota kaum secara beramai-ramai membawanya ke tempat
di mana Rumah Gadang itu akan didirikan. Orang-orang dari kaum dan suku lain
akan ikut membantu sambil membawa alat bunyi-bunyian untuk memeriahkan
suasana. Sedangkan kaum perempuan membawa makanan. Peristiwa ini disebut
maelo kayu (menghela kayu).
5. Setelah tiba di kampung, kayu tersebut direndam ke dalam lunau atau lumpur
yang airnya mengalir. Demikian juga bambu dan ruyung yang akan digunakan.
Tujuannya agar kayu, bambu, dan ruyung tersebut awet, tidak mudah lapuk, dan
tahan rayap. Setelah kayu direndam, diadakan upacara syukuran dan diakhiri
dengan makan bersama.
6. Sedangkan papan (kayu yang dibelah atara 3-5 cm) dikeringkan tanpa kena sinar
matahari.
7. Tahap selanjutnya adalah mencari kayu-kayu lain (untuk tiang dan papan) yang
tidak lagi disertai dengan upacara-upacara.
b. Pembangunan
Apabila bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mendirikan rumah sudah
tersedia, maka dimulailah tahap pengolahan kayu. Tahap pertama adalah mancatak
tunggak tuo, yaitu membuat tiang utama. Pembuatan tunggak tuo ini diawali dengan
mengadakan kenduri. Kenduri ini bertujuan agar pembangunan rumah berjalan
dengan lancar dan rumah yang dibangun memberikan ketentraman bagi
penghuninya.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
8
Setelah tunggak tuo selesai, maka para tukang mulai membuat bagian-bagian
rumah yang lain sesuai dengan keahliannya. Hanya saja yang perlu diperhatikan
adalah bahwa para tukang harus mempunyai kesadaran bahwa setiap kayu ada
manfaatnya apabila digunakan secara cermat dan tepat. Menurut sebuah ungkapan
disebutkan:
Nan kuaik ka jadi tonggak,
Nan luruih jadikan balabeh,
Nan bungkuak ambiak ka bajak,
Nan lantiak jadi bubuangan,
Nan satampok ka papan tuai,
Panarahan ka jadi kayu api,
Abunyo ambiak ka pupuak.
Maksudnya:
Yang kokoh akan jadi tonggak,
Yang lurus jadikan penggaris,
Yang bungkuk gunakan untuk bajak,
Yang lentik dijadikan bubungan,
Yang setapak jadikan papan tuas,
Penarahannya akan jadi kayu api,
Abunya gunakan untuk pupuk.
Jika pembuatan bagian-bagian rumah telah selesai, maka dilanjutkan dengan
menegakkan dan merangkai bagian-bagian tersebut. Pekerjaan yang membutuhkan
banyak tenaga dilakukan secara gotong-royong, seperti ketika batagak tunggak
(menegakkan tiang), yaitu tahap menegakkan seluruh tiang dan merangkainya
dengan balok-balok yang tersedia. Proses batagak tunggak biasanya diawali dengan
acara kenduri dan diakhiri dengan makan bersama.
Setelah semua tunggak telah terangkai (tersambung) dengan bagian-bagian
lain, maka dilanjutkan dengan membuat bagian tengah rumah, diantaranya adalah
pemasangan lantai dan dinding. Kemudian dilanjutkan dengan membuat bagian atas
Rumah Gadang. Pembangunan bagian atas Rumah Gadang ditandai dengan
manaikkan kudo-kudo (menaikkan kuda-kuda). Pada saat manaikkan kudo-kudo,
tuan rumah biasanya mengadakan kenduri. Tujuan praktis dari pelaksanaan kenduri
ini adalah mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakan gotong royong
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
9
manaikkan kudo-kudo. Pembangunan bagian atas Rumah Gadang diakhiri dengan
pemasangan atap.
Apabila pembangunan rumah sudah selesai, maka pemilik rumah sebelum
menempatinya terlebih dahulu mengadakan kenduri manaiki rumah. Kenduri ini
dihadiri oleh semua orang yang terlibat dalam pembangunan rumah. Oleh karena
kenduri ini merupakan upacara syukuran dan tanda terima kasih kepada semua orang
yang telah membantu, maka dalam perjamuan ini semua tamu tidak membawa apa-
apa.
(Proses pembangunan Rumah Gadang secara detail masih dalam proses
pengumpulan data)
5. Bagian-Bagian Rumah Gadang
Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunyai
fungsi khusus. Seluruh bagian dalam merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur.
Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang dibatasi oleh tiang. Tiang itu
berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari
depan ke belakang disebut lanjar yang jumlahnya tergantung kepada besarnya
rumah. Sedangkan tiang dari kiri ke kanan dibentuk sebagai ruang yang jumlahnya
selalu ganjil.
Jika dilihat dari jumlah lanjarnya, terdapat tiga tipe Rumah Gadang, yaitu:
pertama, Rumah Gadang yang hanya mempunyai dua lanjar disebut Rumah Gadang
Rajo Babandiang. Rumah tipe ini dinamai rumah Lipat Pandan. Kedua, Rumah
Gadang yang mempunyai tiga lanjar disebut dengan Rumah Gadang
bapaserek/surambi papek. Rumah tipe ini dinamai rumah Belah Rebung. Ketiga,
Rumah Gadang yang mempunyai empat lanjar disebut dengan Rumah Gadang
Gajah Maharam.
Pembagian dan fungsi ruang pada Rumah Gadang tipe Gajah Maharram
adalah sebagai berikut:
Lanjar belakang terletak pada bagian dinding sebelah belakang. Lanjar ini
biasanya digunakan untuk kamar-kamar. Jumlahnya tergantung pada jumlah
perempuan yang tinggal di dalam Rumah Gadang tersebut. Kamar-kamarnya
berukuran kecil, karena hanya berisi sebuah tempat tidur, lemari dan sedikit ruangan
untuk bergerak. Kamar memang digunakan untuk tidur dan berganti pakaian saja.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
10
Kamar itu tidak mungkin dapat digunakan untuk keperluan lain, karena keperluan
lain harus menggunakan ruang atau tempat yang terbuka.
Lanjar kedua merupakan tempat khusus penghuni kamar. Misalnya, untuk
tempat mereka makan dan menanti tamu masing-masing.
Lanjar ketiga disebut juga lanjar tengah pada rumah berlanjar. Sebagai lanjar
tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu penghuni kamar masing-masing
yang berada di ruang itu.
Lanjar tepi. Lanjar tepi terletak di bagian depan dinding depan, merupakan
lanjar terhormat yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila
diadakan perjamuan.
Sedangkan menurut letak ruangannya, maka struktur Rumah Gadang tipe Gajah
Maharram adalah sebagai berikut:
Ruang depan. Ruangan ini merupakan ruang besar yang dipakai sebagai ruang
keluarga, tempat mengadakan musyawarah, menerima tamu, mengadakan upacara,
dan lain sebagainya.
Ruang tengah. Ruangan ini terdiri dari kamar-kamar yang digunakan sebagai
tempat tidur penghuni wanita bersama suaminya.
Ruang Anjungan. Lantai ruangan ini lebih tinggi dari ruang depan. Sisi kanan
dan sisi kiri ruangan ini digunakan untuk tempat tidur para wanita yang baru
menikah.
Ruang Belakang. Lantainya sejajar dengan ruang depan. Ruang ini berfugsi
sebagai dapur.
6. Pelengkap Rumah Gadang
Bagian-bagian pelengkap bangunan Rumah Gadang di antaranya adalah:
tabuh larangan, lesung, kincir, pancuran dan pedati. Halaman Rumah Gadang
dilengkapi dengan puding berwarna kuning, perak, hitam dan batang kemuning
sebagai pagar hidup.
Setiap Rumah Gadang biasanya dilengkapi dengan rangkiang atau lumbung
padi. Keberadaan bangunan ini berfungsi untuk menopang kehidupan sosial dan
ekonomi orang-orang yang hidup di Rumah Gadang. Rangkiang biasanya dibangun
di depan atau di samping Rumah Gadang.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
11
Arsitektur rangkiang hampir sama dengan Rumah Gadang. Atapnya
bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tinggi tiang penyangganya sama dengan Rumah
Gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dan salah satu dinding singkok
(singkap). Tangga untuk menaiki rangkiang dapat dipindah-pindahkan, dan bila
tidak digunakan disimpan di bawah kolong Rumah Gadang. Bentuk dan jenis
rangkiang/lumbung padi ada empat macam, yaitu:
Si tinjau lauik (si tinjau laut). Bangunan ini digunakan sebagai tempat
menyimpan padi yang akan dijual untuk keperluan bersama atau pos pengeluaran
adat. Rangkiang ini, berbentuk langsing, bergonjong dan berukir dengan empat tiang
penyangga, dan letaknya di tengah rangkiang yang lain.
Sibayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk
makan sehari-hari. Tipenya gemuk dan berdiri di atas enam tiang. Letaknya di
sebelah kanan Rumah Gadang.
Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat untuk menyimpan padi
cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Tipenya bersegi dan berdiri di
atas empat tiangnya.
Rangkiang Kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang
akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya.
Atapnya tidak bergonjong dan bangunannya lebih kecil dan rendah. Ada kalanya
bentuknya bundar.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
12
7. Ragam Hias
Bagian-bagian dari Rumah Gadang biasanya dipenuhi oleh ukiran (hiasan).
Sesuai dengan ajaran falsafah Minangkabau yang bersumber dari alam, alam
takambang jadi guru, maka ukiran-ukiran pada Rumah Gadang juga merupakan
simbolisasi dari alam. Secara garis besar, ragam hias pada Rumah Gadang terdiri
dari: motif flora, akar, kombinasi (biasanya berbentuk binatang), dan pengganti:
a. Motif flora
Motif flora ada beberapa macam, yaitu:
Motif daun. Daun yang biasanya dijadikan motif ukiran di antaranya adalah:
daun sirih, sakek (anggrek), kacang, dan bodi.
Motif bunga. Bunga yang biasanya dijadikan motif ukiran adalah cengkih,
mentimun, lada, kundur, dan kapeh.
Motif buah. Buah yang biasanya dijadikan motif ukiran adalah buah
manggis, keladi, rumbia, dan rambai.
Motif baris. Ukiran berbentuk geometri bersegitiga disebut pucuk rebung
atau si tinjau lauik. Ukiran segi empat dinamakan siku. Ukiran segi empat jajaran
genjang disebut sayat gelamai karena bentuknya seperti potongan gelamai yang
disayat berbentuk jajaran genjang.
b. Motif akar
Nama dari motif akar biasanya disesuaikan dengan polanya. Misalnya akar
yang berjalin karena seperti alat penangkap hewan, maka disebut jala terkakar
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
13
(terhampar), jerat terkakar atau tangguk terkakar. Sedangkan akar yang saling
berkaitan dinamakan seluk laka. Pemberian nama pada motif akar biasanya terdiri
dari dua kata, misalnya: akar cina (akar terikat), akar berpilin, akar berayun, akar
segagang, dan akar dua gagang (kembang manis).
c. Motif Kombinasi
Ada juga ukiran yang merupakan kombinasi dari ukiran-ukiran tersebut di
atas, biasanya mengunakan nama hewan, seperti: tupai, kucing, harimau, kuda, ular
dan rama-rama. Nama hewan-hewan itu lazimnya ditambah dengan satu kata yang
melukiskan keadaan, seperti rama-rama bertangkap, kucing tidur, kijang balari,
gajah badorong, dan kelelawar bergayut.
d. Motif Pengganti
Motif pengganti merupakan motif yang digunakan sebagai pengganti motif
utama. Motif pengganti ada dua macam, yaitu motif perhiasan dan motif hewan.
Motif perhiasan digunakan sebagai pengganti motif bunga atau buah. Motif
perhiasan yang sering digunakan di antaranya adalah: manik, jambul, mahkota, tirai-
tirai, bintang, dan kipas. Sedangkan motif hewan digunakan sebagai pengganti motif
daun. Hewan yang sering dijadikan motif adalah: itik, tetadu, kumbang, dan bada
(ikan).
8. Nilai-Nilai
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam sebagai guru, keberadaan
Rumah Gadang secara nyata merupakan pengejawantahan dari hasil pembelajaran
dan pemahaman masyarakat Minangkabau terhadap alam. Jika kita secara cermat
mengamati dan memahaminya, maka kita akan menemukan dan mengetahui
samudra kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Minangkabau.
Secara fisik, arsitektur maupun bentuk Rumah Gadang menunjukkan
keselarasan adaptasi terhadap lingkungannya. Atapnya yang lancip merupakan
adaptasi terhadap kondisi alam tropis. Dengan alat lancip, maka niscaya air tidak
akan mengendap. Oleh karena itu, walaupun hanya terbuat dari ijuk yang berlapis-
lapis, Rumah Gadang tidak akan bocor. Demikian juga arsitektur rumah yang
membesar ke atas. Tujuannya adalah agar bagian dalam rumah tidak basah karena
tempias air hujan yang dibawa angin.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
14
Bentuk rumah yang berkolong juga tidak semata-mata untuk menghindar
dari serangan binatang buas, tetapi juga sebagai bentuk penyikapan pada kondisi
alam tropis yang panas. Kolong yang tinggi memungkinkan penghuninya
mendapatkan hawa segar. Selain itu, pembangunan Rumah Gadang yang
memanjang dari utara ke selatan akan menghindarkan penghuninya dari panas
matahari dan hembusan angin secara langsung. Dapat dikatakan bahwa arsitektur
Rumah Gadang merupakan pengejawantahan kearifan lokal masyarakat yang
mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, dan keseimbangan dengan alam.
Selain itu, Rumah Gadang merupakan media untuk mewariskan nilai-nilai
adat Minangkabau. Melalui Rumah Gadang, tindak-tanduk para kerabat diatur,
seperti kesopanan, tata pergaulan, cara makan, dan bagaimana melakukan interaksi
dengan anggota kaum ataupun pihak luar. Selain itu, fungsi utama dari Rumah
Gadang adalah sebagai simbol untuk menjaga dan mempertahankan sistem budaya
matrilineal--sistem kekerabatan dari garis ibu. Melalui Rumah Gadang inilah, orang-
orang Minangkabau menjamin lestarinya sistem matrilineal.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
15
RUMAH ADAT SUKU MENTAWAI
Mentawai, kepulauan yang terletak di Barat Sumatra, terdiri atas pulau-pulau
Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Pulau Siberut merupakan yang
terbesar tapi berpenduduk paling sedikit dibandingkan dengan ketiga pulau yang
lainnya. Sulitnya komunikasi dan transportasi menyebabkan Pulau Siberut agak
terbelakang perkembangannya. Kepulauan Mentawai diperkirakan terpisah dari
daratan Sumatra sejak 500.000 tahun lalu pada zaman Pleistocene, oleh naiknya
permukaan air laut. Sejak itu pula pulau ini terisolasi.
1. Sejarah Suku Mentawai
Bila sejarah alam Mentawai masih kabur, demikian pula tentang asal-usul
orang Mentawai, ada beberapa pandangan. Sebagian ahli berpandangan mereka
termasuk suku bangsa Melayu tua atau Proto Melayu, sebagian yang lain menduga
bangsa Mentawai masih masuk dalam lingkungan bangsa Polinesia. Ada pula yang
berpendapat bahwa orang Mentawai adalah Proto-Malayan yang bermigrasi dari
lokalitas yang dekat, mengingat beberapa kemiripan antropologi ragawi dan
kosmologinya dengan Nias
Dusun-dusun di Siberut didirikan di tepian sungai yang berfungsi sebagai
sarana lalu lintas, membelah hutan lebat yang sebagian tergenag rawa. Sebuah dusun
biasanya berpenduduk puluhan sampai ratusan jiwa. Dusun biasanya terdiri dari
beberapa uma (rumah komunal untuk beberapa keluarga) sebagai pusat, sedangkan
rumah lalep (rumah individual untuk satu keluarga) dan rumah rusuk (rumah
sementara untuk pasangan suami istri muda) yang sederhana mengelilinginya
Mata pencaharian orang Mentawai, khususnya di Pulau Siberut adalah
berkebun dan berladang di pinggir hutan yang berawa-rawa. Meski demikian, hutan di
masa lalu pasti menjadi sumber penghidupan dengan berburu. Pada dinding uma dan
para-para, digantungkan puluhan tengkorak babi hutan, monyet dan kulit ibat laut
(kura-kura) yang menandakan berapa kali pesta diadakan di uma itu. Ikatan sosial
sangat nyata ketika mereka mendapat hasil buruan, betitu pula pola konsumsi mereka
yang secara tidak langsung tetap menjaga keseimbangan alam. Begitu hasil buruan
tiba di uma, obbuk dan bolobok ―sejenis alat musik dari kayu― dibunyikan untuk
mengumpulkan saudara sesuku. Daging hasil buruan pun harus dibagi sesuai aturan;
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
16
pelanggaran dianggap bisa mendatangkan petaka: akan terkutuk menjadi buaya,
lambang ketamakan. Maka, jumlah buruan pun menjadi terbatas sesuai kebutuhan.
Secara etis mereka harus membagi daging hasil buruan kepada suku tetangganya, jika
pembagian daging buruan di lingkungan suatu suku, diketahui suku tetangganya.
Demikian pula, pengaturan sosial antara penghuni asli dan pendatang, dijaga
tradisi. Di Siberut ada pelapisan antara penduduk asli (sibakkat laggai) dan pendatang
(si toi). Pemilikan tanah secara adat di sekitar kampung adalah milik sibakkat laggai.
Pendatang diijinkan mengusahakan hutan yang belum dibuka di selitar kampung,
asalkan dia mau membayar beberapa upeti kepada penduduk asli
2. Kesetimbangan: individualitas lalep & kebersamaan uma
Di Siberut, pernikahan resmi memerlukan kesiapan pihak lelaki. Lelaki dimintai
pertanggung-jawaban yang cukup berat untuk kelangsungan hidup calon istrinya.
Pihak lelaki mesti membayar mahar yang bernilai tinggi. Hubungan muda-mudi
sebagai pasangan rumah tangga dapat diterima secara sosial dalam “hubungan rusuk”,
yaitu suatu perkawinan yang belum diresmikan adat. Kedua muda-mudi pasangan
rumah tangga harus mendirikan rumah secara sederhana, sementara si suami berusaha
mencari nafkah yang lebih baik dan kesiapan materi yang lebih memadai.
(Sumber: Asri 12/1984; foto: Lantang, www.indomedia. com/intisari/ 2001/)
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
17
(Sumber: Asri 12/1984; foto: Lantang, www.indomedia. com/intisari/ 2001/)
Gambar-gambar atas: Uma Mentawai yang makin jarang dijumpai. Di dalamnya
dapat berhuni empat sampai lusinan keluarga (Sumber: Asri 12/1984; foto: Lantang,
www.indomedia. com/intisari/ 2001/)
Jika pihak laki-laki dipandang telah cukup mampu bertanggung-jawab secara
materi dengan kepemilikan atas ladang, peralatan rumah tangga, pohon sagu dan babi,
maka perkawinan bisa langsung diresmikan secara adat. Sejak itu mereka diakui
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
18
sebagai pasangan yang “dewasa” secara sosial. Ini adalah tanda bahwa pasangan
muda tersebut masuk dalam sistem sosial, masuk ke dalam kebersamaan adat.
Hubungan ini disebut hubungan lalep. Mereka bisa tinggal di uma ayah si suami atau
bila dia cukup mampu mendirikan rumah sendiri yang disebut rumah lalep. Seseorang
akan menjadi terhormat kedudukannya jika dia telah tinggal di rumah lalep, yang
berarti pernikahannya telah diresmikan adat
Dengan demikian di Siberut dikenal tiga jenis rumah. Rusuk: rumah tinggal
sementara dari pasangan muda. Uma, didiami oleh beberapa keluarga dalam satu
suku; pasangan yang pernikahannya telah diresmikan bisa bergabung dan tinggal di
uma ayah dari sang suami. Lalep: rumah individual yang didirikan oleh lelaki kepala
rumah tangga bila uma orang tuanya penuh. Sebuah uma bisa didirikan bersama-sama
oleh beberapa keluarga. Jika rumah rusuk merupakan rumah sementara dari satu
pasangan muda yang dibanguna secara sederhana, maka lalep dibangun lebih baik dan
bersifat permanen. Di masa lalu keluarga dari beberapa lalep masih berusaha untuk
mendirikan sebuah uma baru. Hal itu tampaknya sudah jarang dilakukan saat ini.
Agama asli orang Mentawai adalah Sabulungan yang percaya bahwa segala
sesuatu mempunyai roh masing-masing yang sama sekali terpisah dari raganya dan
bebas berkeliaran di alam luas. Kepercayaan asli ini mulai berangsur-angsur
digantikan oleh agama Islam dan Kristen. Walau demikian masih ada juga yang tetap
menganut agama asli atau setidak-tidaknya masih mempercayai tentang adanya roh-
roh gaib. Hal ini tercermin dalam pola kegiatan mereka sehari-hari yang erat
berhubungan dengan punen (pesta-pesta suci) maupun syarat-syarat persembahan
yang harus dilakukan sebelum mendirikan rumah, berburu, membuka lading dan
sebagainya.
Pola budaya mereka mulai berubah, apalagi dengan masuknya intervensi
budaya dari luar yang membuat pola hidup komunal mereka mulai goyah. Adanya
program “resettlement” yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1980-an, dengan
rumah standar beratap seng untuk dihuni satu keluarga batih, ikut memudarkan pola
hidup bersama di dalam uma. Itulah salah satu sebab kenapa uma semakin sulit
ditemukan di Siberut Utara
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di Indonesia terdapat berbagai macam budaya yang berbeda-beda. Misalnya
saja pada rumah Minangkabau dan Mentawai. Pada Minagkabau pewarisan rumah
diwariskan kepada pihak wanita, sedangkan pada suku Mentawai pewarisan diberikan
pada pihak laki-laki. Selain itu perbedaan letak geografis daerah juga mempengaruhi
budaya, bahasa, serta rumah adat dari suku-suku tersebut. Rumah adat di Indonesia,
biasanya menggunakan bahan material alami, hal tersebut dikarenakan Negara
Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya dan juga masyarakat pada masa itu
menganggap alam sebagai guru.
3.2 SARAN
Kita sebagai orang yang mewarisi kebudayaan nenek moyang, haruslah
memiliki kesadaran akan pentingnya kebudayaan sebagai jati diri bangsa, dengan cara
menjaga dan melestarikan kebudayaan.
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com
20
DAFTAR PUSTAKA
www.geocities.com/tattoosind-tribal/artikel.htmwww.astudio.id.or.id/artkhus55mentawai.htmwww.geocities.com/tattoosind/seni-tatoo.htmwww.indomedia.com/intisari/19972uni/mentawai.htmwww.id.wikipedia.orgwww.warsi.or.idwww.encarta.comFakultas Teknik Universitas Udayana, Sejarah dan Perkembangan ArsitekturIndonesia, Denpasar-Bali
ARSITEKTUR MINANGKABAU & MENTAWAI
nusa
ntar
akno
wle
dge.
blog
spot
.com