23
(Gambar Rumah Gadang) Sumber: www.google.com ANALISA ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA 1 (RUMAH GADANG SUMATERA BARAT) 1. ANALISA PRINSIP UMUM Latar belakang sejarah: Suku Minangkabau merupakan sekelompok suku bangsa yang mendiami daerah propinsi Sumatera Barat. Menurut Soeroto (Minangkabau, 2005), Sejarah kebudayaan Minangkabau diperkirakan berawal sekitar 500 tahun SM, ketika rumpun bangsa Melayu Muda masuk ke tanah Minang. Pembauran bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda menurunkan leluhur suku Minangkabau sebagai pendukung kebudayaan Perunggu dan Megalithikum. Sejarah ini tidak jauh berbeda dengan sejarah tentang asal usul suku Batak Toba. Sejarah suku Minangkabau banyak diceritakan dalam budaya lisan (oral), yaitu melalui pantun, cerita atau yang yang disebut sebagai tambo. Salah satu versi sejarah Minangkabau

Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkembangan Arsitektur 2

Citation preview

Page 1: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

(Gambar Rumah Gadang)Sumber: www.google.com

ANALISA ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMATERA 1(RUMAH GADANG SUMATERA BARAT)

1. ANALISA PRINSIP UMUM Latar belakang sejarah:

Suku Minangkabau merupakan sekelompok suku bangsa yang mendiami daerah

propinsi Sumatera Barat. Menurut Soeroto (Minangkabau, 2005), Sejarah

kebudayaan Minangkabau diperkirakan berawal sekitar 500 tahun SM, ketika rumpun

bangsa Melayu Muda masuk ke tanah Minang. Pembauran bangsa Melayu Tua dan

Melayu Muda menurunkan leluhur suku Minangkabau sebagai pendukung

kebudayaan Perunggu dan Megalithikum. Sejarah ini tidak jauh berbeda dengan

sejarah tentang asal usul suku Batak Toba.

Sejarah suku Minangkabau banyak diceritakan dalam budaya lisan (oral),

yaitu melalui pantun, cerita atau yang yang disebut sebagai tambo. Salah satu versi

sejarah Minangkabau menyebutkan suku Minang mempercayai nenek moyang

mereka adalah salah seorang panglima perang Iskandar Zulkarnaen (sebutan

bangsa Melayu untuk Alexander the great). Disebutkan bahwa panglima perang

Iskandar Zulkarnaen diusir dari Punjab, India setelah wafatnya Iskandar Zulkarnaen.

Mereka berlayar ke Asia Tenggara dan mendarat di Minangkabau (Laporan KKL

Arsitektur ITB, 1979).

Page 2: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Singkat tentang Rumah Gadang:Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat

Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai

di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh

masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut

dengan nama Rumah Baanjuang (Diambil dari : wikipedia.com).

Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan

dengan cerita Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang

Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa.

Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang

Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian

adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.

(Istana Pagaruyung, Salah satu rumah adat sumatera barat yang terkenal)Sumber: www.wordpress.com

Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah

perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah

gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu

nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenal

dengan sebutan lancang.

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang

Kampar. Setelah sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke

darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.

Page 3: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

(Bentuk gonjong diambil dari bentuk tanduk kerbau)

Sumber : www.wordpress.com

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu,

lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan

pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya, karena layar yang menggantung sangat

berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai gonjong. Lancang ini

menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu

tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah

para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang

bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya

ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling

mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong

adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir

Batang Kampar (Diambil dari : www.wordpress.com).

Lokasi, Topografi, IklimBerdasarkan hasil Kuliah Kerja Lapangan oleh Jurusan Arsitektur ITB (1979),

menyebutkan bahwa daerah Minangkabau secara geografis, ekonomis, cultural-

historis terdiri atas Darek (darat), Pasisia (pesisir) dan Rantau. Darek mencakup

dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan, lembah gunung Singgalang, Tandikat dan

lembah gunung Sang Marapi. Daerah tersebut disebut juga Alam Minangkabau.

Wilayah Darek dibagi menjadi 3 Luhak, yaitu: Luhak Anam, di lembah dataran tinggi

gunung Singgalang Marapi, berpusat di Bukit Tinggi; Luhak So Koto, di lembah

Page 4: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

dataran tinggi gunung Sago Marapi, berpusat di Payakumbuh; Luhak Tanah Datar, di

lembah dataran tinggi gunung Tandikat-Singgalang-Marapi, berpusat di Batu Sangkar,

Pasisia meliputi daerah dataran rendah sebelah barat Bukit Barisan dan berbatasan

dengan Samudra Indonesia, meliputi Kabupaten Padang Pariaman, Kotamadya

Padang dan Kabupaten Pasisie Selatan berpusat di Painan. Sedangkan yang

termasuk Rantau adalah daerah dataran rendah sepanjang belahan timur Bukit

Barisan, meliputi Kabupaten Pasaman, Kabupaten Sawah Lunto – Sijunjung, dan

Kabupaten Solok.

(Peta Wilayah Suku Minangkabau)Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, p.29)

Rangkiang

Page 5: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Rangkiang merupakan suatu bangunan yang terdapat dihalaman sebuah rumah

gadang yang berbentuk bujur sangkar dan diberi atap ijuk bergonjong yang berfungsi

sebagai lumbung tempat penyimpanan padi yang didirikan di depan rumah gadang.

Menurut A.A. Navis (1984) terdapat beberapa jenis rangkiang pada suatu rumah

gadang, diantaranya yaitu:

- Sitinjau lauik Rangkiang jenis ini merupakan rangkiang tempat penyimpanan

padi yang akan dijual untuk membeli keperluan rumah tangga yang tidak dapat

dibuat atau dikerjakan sendiri.

- Sibayau-bayau Rangkiang jenis ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

padi yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari.

- Sitangguang lapa Merupakan jenis rangkiang yang digunakan sebagai tempat

penyimpanan padi yang akan dipergunakan sebagai cadangan pada masa

paceklik tiba.

- Rangkiang kaciak Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan

padi yang akan digunakan sebagai benih dan biaya pengerjaan penanaman

sawah pada masa tanam berikutnya.

- Tabuah larangan Merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi panjang,

beratap ijuk dan bergonjong untuk menempatkan bedug yang terbuat dari kayu

panjang. Biasa digunakan sebagai alat untuk memberikan tanda pada saat

bahaya atau pemberitahuan pada saat ada suatu acara.

(Rangkiang)Sumber: www.wordpress.com

2. ANALISA TATA RUANG

Page 6: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Hasil Laporan Kerja Praktek ITB (1979) menjelaskan karakteristik tata ruang rumah

tradisional minangkabau berdasarkan dua keselarasan sebagai berikut:

Laras Koto Piliang Mempunyai jalan masuk dibagian tengah badan bangunan pada sisi yang

terpanjang. Memiliki ruang tambahan yaitu anjung di tempat bermain putri-putri.

Anjung ini terletak dikedua ujung bangunan dan mempunyai gonjong tersendiri.

Pada anjung deretan tiang paling ujung hanya sebuah yang sampai ke tanah

yaitu bagian tengah dalam deretan tersebut. Kamar terhormat di ujung sebelah

kiri pintu masuk.

(Sketsa rumah gadang laras Koto Piliang Gajah Maharam)

Sumber: Laporan KKL ITB (1979, p.76)

(Denah rumah gadang 5 ruang 4 anjuan Laras Koto Piliang)(Disebut juga rumah gadang 9 ruang)

Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, p.72) 22

Laras Bodi Caniago

Page 7: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Pintu masuk rumah gadang laras ini terletak di sisi pendek bangunan.

Pada type „sitinjau lauik‟, kedua ujung rumah diberi pengakhiran atap berbentuk

setengah perisai untuk penjorokan atap atau overstek. Sedangkan type „gajah

maharam‟ pengakhiran ujung bangunan berupa bidang dinding yang diawali dari

ujung gonjong sampai ke tanah yang berbentuk bidang segitiga diatas sebuah

segi empat. Kamar yang terhormat di sisi paling jauh dari pintu.

(Sketsa rumah gadang laras Bodi Caniago)Sumber: Laporan KKL ITB (1979, p.77)

(Denah rumah gadang 7 ruang laras Bodi Caniago)Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, p.72)

Menurut letaknya, ruangan Rumah Gadang terdiri atas:

Page 8: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Ruang depan : merupakan ruang besar, dipakai sebagai ruang

keluarga, rapat, menerima tamu dan sebagainnya

Ruang tengah : Terdiri dari kamar-kamar, dipakai untuk kamar tidur

penghuni wanita bersama suaminya.

Ruang Anjungan : Bangunannya lebih tinggi dari ruang depan, sebelah

kiri dan sebelah kanan dipakai untuk tempat wanita yang baru menikah.

Ruang Belakang : Merupakan dapur tanpa kamar mandi dipancuran

diluar Rumah Gadang.

(Denah siklus perpindahan penghuni kamar)Sumber: dokumen kelompok

Maka dalam hal ini kami menyimpulkan tata ruang didalam rumah gadang

adalah:

Publik, yaitu ruang tamu atau ruang bersama yang merupakan sebuah

ruangan lepas tanpa adanya pembatas apapun.

Semi Privat, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan

kamar tidur serta anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-

ujung rumah gadang yang dapat kita temukan pada beberapa jenis rumah

gadang.

Privat, yaitu kamar-kamar tidur yang terdapat di dalam rumah gadang yang

dahulunya berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki oleh sipemilik

rumah.

Servis, yaitu dapur yang pada dahulunya merupakan dapur tradisional yang

masih menggunkan kayu sebagai bahan bakarnya 

Page 9: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

3. ANALISA TEKNIK KONSTRUKSI & MATERIAL

AHLI KONSTRUKSI SEPAKAT

Sejumlah ahli konstruksi di Sumbar sepakat, bahwa Rumah Gadang

Minangkabau memiliki arsitektur tahan gempa dan memenuhi syarat-syarat estetika

dan fungsi yang sesuai dengan kodratnya.

PADANG, HALUAN — Filosofi Minangkabau Alam Takambang Jadi Guru,

Bakarano Bakajadian (bersebab dan berakibat), merupakan pengejawantahan dari

orang Minangkabau sejak dulu dalam merencanakan hunian atau tempat tinggal

yang aman, nyaman dan harmonis serta dinamis sebagaimana dinamika alam.

Menurut Eko Alfares, Dosen Arsitektur Fakultas Teknil Sipil dan Perencanaan

Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, arsitektur rumah gadang Minangkabau dalam

membangun rumah gadang tersebut, ternyata menunjukkan bahwa sejak dulu

masyarakat Minang telah lama mengadopsi teknik bangunan yang ramah gempa.

Ia menjelaskan, berdasarkan tambo Minangkabau, nenek moyang orang

minangkabau itu turun pertama kali dari lereng sebelah selatan Gunung Merapi, dan

kemudian menyebar. Namun mereka masih menemukan gunung-gunung berapi

yang aktif seperti Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung Talang dan Gunung

Tandikek.

Kondisi alam yang demikian membuat wilayah Minangkabau kerap didera

gempa vulkanik. Bergerak kearah pesisir, patahan yang melintang di Samudera

Hindia, juga membawa dampak gempa tektonik yang juga sering menguncang bumi

Ranah Minang.

“Mungkin itulah salah satu sebabnya yang membuat orang Minangkabau

memutar otak bagaimana membuat desain bangunan yang tepat dengan kondisi

seperti itu” ujar Eko.

Menurutnya, arsitektur Rumah Gadang memiliki keunikan pada bentuk atap

yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Bentuk badan rumah segi

empat dan membesar ke atas (trapesium terbalik) menjadikan bangunan tersebut

ramah gempa.

Bentuk atapnya yang melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau

sedangkan sisinya melengkung ke dalam, sedangkan bagian tengahnya rendah

seperti perahu dan secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.

Page 10: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

(Atap gonjong dan tanduk kerbau)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

‘’Desain bangunan seperti ini, menurut para ahli arsitektur, merupakan

konstruksi bangunan tahan gempa,’’ imbuhnya.

Atapnya yang lancip untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang

berlapis-lapis, sehingga air hujan akan meluncur dengan cepat. Bangunan rumah

yang membesar ke atas, berfungsi membebaskan dari terpaan tampias. Kolongnya

yang tinggi memudahkan sirkulasi udara sehingga memberikan hawa yang segar.

(Atap gonjong)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

Page 11: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

(Sirkulasi pada rumah gadang)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

Posisinya rumah gadang yang berjejer mengikuti arah mata angin dari utara

ke selatan, membebaskanya dari panas matahari dan terpaan angin, jika dilihat

secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu menurut syarat-syarat estetika dan

fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan,

kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam ketuhanannya yang padu

Hal lain yang menarik dari arsitek rumah gadang terkait dengan konsep

ramah gempa adalah, penampangnya yang segi emapt dan melebar keaatas, seperti

trapesium terbalik. Jika ditarik garis dari sisi-sisi trapesium terbalik tersebut kebawah,

maka akan bertemu satu titik dipusat bumi.

Bila diperhatikan secara seksama, penampang rumah gadang, antara

penampang badan dan atap,akan menyerupai dua segitiga yang dipertemukan salah

satu sisinya.

“Saya tidak tahu rasio hubungan pertemuan titik tadi dangan pusat bumi,

barangkali hubunganya dengan katahanannya terhadap getaran akibat pergeseran

kulit bumi” ujar Eko mengakhiri.

Sementara itu, Darmansyah ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan

Bencana Alam, Sumatera Barat, dalam acara talkshow di Radio Siaga 107,5 FM

menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju seti-

daknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.

Page 12: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima

guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan

terdistribusi ke semua bangunan.

(Bentuk trapesium terbalik yang akan bertemu pada satu titik di bumi)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa

pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain

itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah.

Tapak tiang dialas dengan batu sandi.

Menurutnya, batu tersebut akan berfungsi sebagai peredam getaran

gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau

ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang

mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut.

(Tapak tiang dialas dengan batu sandi)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

Page 13: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

(Sketsa tahap pembangunan rumah gadang)Sumber: Laporan KKL ITB (1979, p.278)

(Teknik konstruksi dengan pasak sebagai sambungan)Sumber: gemala dewi FT UI, 2010

Page 14: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

Hal lain, dari segi pemilihan material bangunan juga dipikirkan untuk tahan lama.

Kayu untuk tiang, kuda-kuda, dinding, dan lainnya dipilih sedemikian rupa dari kayu yang

cocok dan tahan lama.

"Untuk tiang utama dipilih kayu Tareh Jua yang dikubur dirawa justru makin kuat, ini

dikenal dengan kayu besi yang susah dipaku dan tak gampang terbakar, kayu ini

disakralkan masyarakat karena kekuatannya atau dianggap mistis, padahal sebenarnya

pilihannya sangat konstruktif untuk bangunan tahan lama," 

Page 15: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

4. KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMAH GADANGFungsi utama rumah Gadang adalah sebagai tempat tinggal bersama keluarga.

Namun berbeda dengan rumah lainnya, si Gadang ini memiliki kearifan lokal tersendiri,

antara lain: 

Jumlah kamar yang ada di dalam rumah Gadang bergantung pada jumlah

perempuan yang ada di dalam keluarga tersebut. Semua perempuan yang

memiliki suami mendapatkan satu kamar. Adapun perempuan tua tanpa suami

akan diberi kamar yang letaknya berada di dekat dapur. Kamar tersebut

umumnya ditempati oleh anak-anak kecil. Sementara itu, bagi gadis remaja

biasanya digabung dalam satu ruangan dan letaknya di ujung rumah yang

terpisah.

Ruang di dalam rumah Gadang selalu berjumlah ganjil, antara tiga dan sebelas.

Rumah adat Sumatera utara ini didirikan di atas tanah milik bersama keluarga

induk dalam sebuah kaum. Ia juga diturunkan dari generasi yang satu ke generasi

lainnya. Pemegang warisnya adalah perempuan di keluarga tersebut

Selain kamar tidur, semua ruangan yang ada di dalam badan rumah bersifat

publik.

Di halaman rumah Gadang, umumnya terdapat dua bangunan yang disebut

dengan nama Rangkiang. Bangunan ini merupakan tempat menyimpan padi.

Pada rumah gadang terdapat bangunan yang ada pada sayap kiri pun kanan

rumah. Bangunan tersebut dikenal dengan nama anjuang atau anjungan.

Fungsinya adalah sebagai tempat untuk pengantin bersanding serta pengobatan.

Alasan inilah yang membuat rumah Gadang juga dikenal dengan nama rumah

Baanjuang.

Selain Rangkiang, tak jauh dari rumah gadang juga biasanya dibangun surau kecil

tempat semua anggota keluarga melaksanakan kegiatan beribadah, pendidikan,

juga lazim dijadikan tempat tidur laki-laki yang belum memiliki istri.

Rumah adat Sumatera Barat ini memiliki dinding yang juga tak kalah menariknya

dari atapnya. Dinding ini diukir penuh dengan sedikit membubuhkan warna seperti

merah, hijau, juga terkadang oranye. Keseluruhan elemen pada bangunan

membuat siapapun yang memandang pasti akan takjub, termasuk Anda.

Orang di rumah gadang duduk di lantai dengan bersila (laki-laki) atau bersimpuh

(perempuan). Tempat duduk seseorang ditentukan oleh fungsinya dalam

kekerabatan. Mamak rumah duduk membelakangi dinding depan dan menghadap

ke ruang tengah/bilik. Ini melambangkan mamak rumah senantiasa mengawasi

kemenakannya. Sebaliknya urang sumando duduk membelakangi bilik dan

Page 16: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

menghadap ke pintu luar atau halaman. Ini melambangkan urang sumando

adalah tamu terhormat di rumah gadang dan merupakan abu di ateh tunggua.

Berbicara di rumah gadang memerlukan tenggang rasa yang tinggi. Raso jo

pareso menjadi patokan. Berbicara harus diiringi sopan santun yang telah diatur

sedemikian rupa.

Di rumah gadang berlaku kato nan ampek:

- Kato mandaki, dari yang muda kepada yang lebih tua

- Kato manurun, dari yang tua kepada yang lebih muda

- Kato mandata, sesama orang yang kedudukannya sama

- Kato malereang, urang sumando kepada mamak rumah, minantu kepada

mintuo, dan sebaliknya

Setiap perbuatan dan tindakan ada aturannya. Aturan ini diungkapkan dalam

"kato-kato", misalnya malabihi ancak-ancak, mangurangi sio-sio (dalam bertindak

jangan berlebihan) ataukato sapatah dipikiri, jalan salangkah madok

suruik (pikirkan akibat dalam melakukan sesuatu)

Page 17: Arsitektur Tradisional Sumatera 1

REFERENSI:

www.google.com (diunduh: 31 Mei 2014-02:00 am)

gemala dewi FT UI, 2010

Soeroto (Minangkabau, 2005, p.72)

www.wordpress.com