Upload
vidya-sa
View
318
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ADRENOLEUKODISTROFI TERKAIT KROMOSOM X
Vidya Sushanti, 0606066355
A. Pendahuluan
Adrenoleukodistrofi mengingatkan kita pada film Lorenzo’s Oil yang disutradarai
George Miller (1992). Film ini diangkat dari kisah nyata Augusto dan Michaela Odone,
sepasang suami istri yang tanpa lelah mencari obat untuk putra emreka yang menderita
Adrenoleukodistrofi. Lorenzo Odone lahir pada tahun 1978. Sampai usia 6 tahun ia adalah
seorang anak yang sehat dengan masa depan yang cerah. Dia pandai berbicara bahasa Inggris,
Prancis dan Italia. Lorenzo juga menikmati cerita-cerita mitologi Yunani mendengarkan konser
musik Brandenburg dan Handel's Water Music.1
Ayah Lorenzo bernama Augusto Odone adalah seorang ekonom Bank Dunia dan di
masa-masa awalnya Lorenzo tinggal di Kenya dan memakai bahasa Prancis ketika tinggal di
Kepulauan Komoro.1
Pada tahun 1984, ketika Lorenzo berusia 5 tahun orangtuanya mendapat laporan dari
sekolah yang mengatakan Lorenzo sering mengamuk, menderita gangguan pendengaran dan
mengalami masalah dengan keseimbangan dan koordinasi tubuhnya. Ibunya bercerita pada
Januari 1985, Lorenzo sama sekali tidak bisa berbicara dan merespons apapun, penglihatannya
telah rusak, tidak bisa menggerakkan jari, mengompol, tidak bisa menelan dan ia harus
dilengkapi dengan pipa nasogastrik.1
Scan otak Lorenzo yang dilakukan oleh ahli saraf Profesor Hugo Moser dari John-
Hopkins University di Baltimore mendiagnosis bocah itu terkena ALD. Penyakit akibat asam
lemak yang menumpuk di sel-sel saraf sehingga saraf tidak bisa mengirimkan pesan ke seluruh
tubuh. Dokter mengatakan ke orangtua Lorenzo, bahwa sang anak hanya punya peluang hidup
dua tahun karena tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Namun sang ayah percaya
tubuh Lorenzo hanya sedang terjebak dan yakin anaknya dapat memahami apa yang sedang
terjadi di sekelilingnya.1
Lorenzo, seorang anak yang seharusnya dapat tumbuh dengan normal. Ia hanyalah satu
di antara sekian banyaknya penderita leukodistrofi dan gangguan metabolik peroksisomal
lainnya.
B. Definisi
Adrenoleukodistrofi (ALD) adalah, disebut juga Siemerling-Sreutzfeldt Disease atau
Schilder’s disease2, merupakan sebuah penyakit metabolic yang jarang terjadi, diturunkan
secara genetik melalui kromosom X sehingga disebut X-linked Adrenoleukodystrophy (X-
ALD). Kelainan ini menyebabkan kerusakan otak yang progresif, kegagalan kelenjar adrenal
dan pada akhirnya kematian. Adrenoleukodistrofi secara progresif merusak myelin, sebuah
bagian dari jaringan neural yang membungkus berbagai nervus sistem saraf sentral dan perifer.
Tanpa myelin yang fungsional, jaringan saraf tidak mampu mengkonduksikan impuls,
sehingga memicu peningkatan disabilitas.3
C. Epidemiologi
Insidens minimum X-ALD pada laki-laki adalah 1:21.000 dan insidensi X-ALD pada
laki-laki dan wanita heterozigot pada populasi umum diperkirakan menjadi 1:17.000. Semua
ras dapat memperoleh defek tersebut.3
D. Etiologi
Kunci dari abnormalitas biokimia adalah akumulasi asam lemak rantai sangat panjang
(VLCFA), dengan panjang karbon 24 atau lebih. Asam heksaenoat yang berlebihan (C26:0)
adalah karakteristik yang paling menonjol. Akumulasi asam lemak disebabkan oleh defisiensi
degradasi asam lemak oleh peroksisom. Defek biokimia meliputi defek pada ATP-binding
membrane protein transport, sub-famili D (ALD), yang dikode oleh gen ABCD1. ABCD1
(ALDP) protein, secara tidak langsung terlibat dalam pemecahan VLCFA yang dapat
ditemukan dalam diet normal. Gen telah dipetakan pada kromosom Xq28.3
E. Patogenesis
Peroksisom adalah komponen umum sel pada sitoplasma sel hampir seluruh mamalia.
Fungsinya sangat diperlukan dalam metabolism manusia dan meliputi beta-oksidasi asam
lemak, biosintesis fosfolipid (meliputi plasmalogen dan platelet activating factor [PAF]),
biosintesis kolesterol dan isoprenoid lainnya, dan detoksifikasi glikolat menjadi glisin, dan
oksidasi asam L-pipekolat.4
Akumulasi abnormal VLCFA (C24, C26) merupakan tanda adanya gangguan
peroksisom. VLSFA memiliki efek yang merusak pada struktur membran dan fungsi,
meningkatkan mikroviskositas membrane sel darah merah dan merusak kemampuan sel
adrenal untuk berespon terhadap adrenocorticotropic hormone (ACTH).4
Pada sistem saraf pusat (SSP), akumulasi VLCFA dapat menyebabkan demyelinisasi
pada akson .hal ini berkaitan dengan respon inflamasi yang kuat di substansia alba, dengan
peningkatan kadar leukotrien karena defisiensi beta-oksidasi. Selain itu, terdapat pula respon
berupa infiltrasi perivaskular oleh sel T, sel B, dan makrofag seperti pada respon autoimun.
Kadar tumor necrosis factor, dan imunoreaktivitas alfa di astrosit dan makrofag pada di lesi
paling ujung mengalami peningkatan.4
F. Manifestasi Klinis
Pada seluruh fenotip, perkembangan biasanya normal selama 3-4 tahun pertama.3
Pada bentuk childhood cerebral pada ALD, gejala klinis pertama kali muncul antara
usia 4 dan 8 tahun (3 tahun pada yang lebih awal). Manifestasi awal yang paling umum adalah
hiperaktivitas, yang biasanya salah diartikan sebagai gangguan atensi, penurunan kemampuan
belajar di sekolah pada anak yang sebelumnya dapat belajar dengan baik. Selain itu, terdapat
pula gangguan pendengaran yang disertai gangguan dalam membedakan suara, gangguan
orientasi spasial.5 Gejala inisial lainnya adalah gangguan visual, ataksia, tulisan tangan yang
jelek, kejang, dan strabismus. Gangguan visual disebabkan karena keterlibatan korteks serebri,
yang memicu gangguan kapasitas visual. Kejang terjadi pada hamper pada seluruh pasien dan
dapat menjadi manifestasi pertama penyakit. Beberapa pasien menunjukkan peningkatan
tekanan intracranial atau lesi massa unilateral. Gangguan respon kortisol terhadap stimulasi
ACTH terdapat pada 85% pasien, dan hiperpigmentasi ringan. Cerebral childhood ALD
cenderung berkembang pesat dengan spastisitas dan paralisis meningkat, kehilangan visual dan
pendengaran, dan kehilangan kemampuan bicara atau menelan. Interval antara gejala
neurologis pertama dan keadaan vegetatif adalah sekitar 1,9 tahun. Pasien kemudian bertahan
dalam keadaan vegetatif selama 10 tahun atau lebih.3
Pada Adolescent ALD , pasien mengalami gejala neurologis antara usia 10 dan 21
tahun. Manifestasi menyerupai gejala pada cerebral childhood ALD, tetapi progresinya lebih
lambat. Sekitar 10% pasien akan menunjukkan gejala akut berupa status epileptikus, krisis
adrenal, ensefalopati akut, atau koma.3
Adrenomieloneuropati, pertama kali bermanifestasi pada fase remaja akhir atau masa kanak-
kanak sebafau paraparesis progresif yang disebabkan oleh degenerasi traktus panjang pada
korda spinalis. Pada sekitar setengah pasien, substansia alba serebri juga terlibat.
Pasien laki-laki dengan penyakit Addicon, 25% dapat memiliki defek ALD. Kebanyakan
pasien ini memiliki sistem saraf yang intak, sementara beberapa yang lain menunjukkan deficit
neurologis.3
Istilah ALD asimtomatik ditunjukkan pada seseorang yang memiliki defek biokimia
ALD, tetapi tidak memiliki gangguan neurologis dan endokrin. Hamper semua pasien dengan
defek gen, pada akhirnya menjadi simtomatik. Beberapa tetap menjadi asimtomatik bahkan
hingga decade ke-6 atau ke-7.3
Sekitar 50% wanita heterozigot memperoleh sindrom yang menyerupai
adrenomieloneuropati, tetapi lebih ringat dan onset lebih akhir. Insufiensi adrenal jarang
terjadi.3
G. Diagnosis
X-ALD didiagnosis dengan uji darah sederhana untuk menganalisis kadar asam lemak
rantai sangat panjang (VLCFA), di mana kadar molekul ini meningkat pada ALD. Tes ini
akurat pada laki-laki, tetapi pada sekitar 20% wanita yang terbukti sebagai pembawa (carrier),
tes ini menunjukkan hasil yang normal dan kemudian member hasil negatif palsu.5
Pasien dengan Childhood cerebral or adolescent ALD menunjukkan lesi pada
substansia alba serebri yang lokasinya dapat diketahui dengan jelas pada MRI. Pada 80%
pasien, lesi bersifat simetris dan melibatkan substansia alba periventrikular pada lobus parietal
posterior dan oksipitalis. Sekitar 50% menunjukkan lesi hipodens dari anterior ke posterior.
Zona ini merupakan zona infiltrasi limfosit perivaskular. Pada 12% pasien, lesi awal terletak di
frontal. Lesi unilateral yang memproduksi massa menyebabkan kesan tumor otak. MRI juga
dapat memperlihatkan dengan jelas substansia alba yang normal dan abnormal dibandingkan
dengan CT-Scan.3
Lebih dari 85% pasien dengan childhood ALD memiliki kadar ACTH plasma yang
meningkat dan peningkatan subnormal kadar kortisol plasma.3
H. Diagnosis Banding
Manifestasi awal dari childhood cerebral ALD sulit dibedakan dengan gangguan atensi
umum atau gangguan belajar. Progress yang cepat, tanda-tanda demensia, atau kesulitan dalam
membedakan suara mengindikasikan adanya ALD. Meskipun pada tahap awal, CT atau MRI
dapat memperlihatkan perubahan abnormal dengan jelas. Leukodistrofi lain atau sklerosis
multiple dapat menyerupai temuan radiologis tersebut. Diagnosis definitive tergantung pada
ditemukannya akumulasi VLCFA, yang hanya dapat terjadi pada ALD yang terkait kromosom
X dan gangguan peroksisom lainnya, yang dapat dibedakan dengan ALD terkait kromosom X
melalui tampilan klinis selama periode neonatal.3
Bentuk serebral dari ALD dapat memperlihatkan adanya peningkatan tekanan
intracranial dan lesi massa unilateral. Keadaan tersebut kadang misdiagnosis dengan glioma,
bahkan setelah biopsi otak, dan beberapa pasien telah menerima radioterapi sebelum diagnosis
yang benar ditegakkan. Pengukuran kadar VLCFA di plasma atau spesimen biopsi otak
merupakan uji diagnostik yang paling akurat.3
Adolescent atau adult cerebral ALD dapat sulit dibedakan dengan gangguan psikiatri,
demensia, atau epilepsi. Petunjuk pertama diagnosis ALD adalah demonstrasi lesi substansia
alba oleh CT atau MRI.3
ALD tidak dapat dibedakan secara klinis dari bentuk lain penyakit Addison. Oleh
karena itu, sangat dianjurkan untuk memeriksa kadar VLCFA pada seluruh pasien laki-laki
dengan penyakit tersebut. Pasien ALD biasanya tidak pernah memiliki antibodi plasma
terhadap jaringan adrenal.3
I. Terapi
Penggantian kortikosteroid untuk insufisiensi atau hipofungsi adrenal efektif. Terapi
tersebut dapat meningkatkan keadaan umum pasien, tetapi tidak dapat mengubah diabilitas
neurologis.3
Transplantasi Sum-sum Tulang 3
Transplantasi sum-sum tulang memberi manfaat kepada pasien yang menunjukkan adanya
demielinisasi akibat inflamasi yang merupakan karakteristik disabilitas neurologis progresif
pasa anak laki-laki maupun dewasa dengan fenotip cerebral X-ALD. Bagaimana terapi ini bisa
memberi efek baik pada pasien ALD, belum diketahui dengan pasti. Sum-sum tulang
menghasilkan sel-sel normal (mengekspresikan ALDP) dan sel microglia otak. Oleh karena itu,
kelainan metabolic di otak dapat dikorekasi dengan penggantian sel-sel normal tersebut. Selain
itu sel tersebut dapat memperbaiki respon inflamasi di jaringan otak. Pertimbangan
transplantasi sum-sum tulang juga relevan secara neurologis terhadap pasien asimtomatik atau
dengan gejala ringan.
Terapi Lain
Pemberian terapi oral berupa campuran 4:1 gliseril trioleat dan gliseril trierukat
(Lorenzo’s oil) jika dikombinasikan dengan pengurangan asupan lemak, akan menormalkan
kadar VLCFA dalam 4 minggu. Terapi ini tidak begitu efektif pada pasien yang telah
menunjukkan gejala (simtomatik), tetapi dapat memberikan efek preventif pada anak laki-laki
asimtomatik yang usianya kurang dari 6 tahun. Interferon-β dan terapi imunosupresif belum
terbukti efektif.3 Terapi lovastatin dan dengan 4-fenilbutirat terbukti dapat mengurangi
perubahan biokimia, tetapi tidak menunjukkan peningkatan klinis yang objektif.6 Pada uji
terandomisasi, double-blind, dengan placebo, peneliti tidak menemukan efek lovastatin
terhadap kadar VLCFA pada jaringan, sehingga mereka tidak merekomendasikan terapi
tersebut pada X-ALD.7 Terapi gen dapat menjadi terapi yang menjanjikan dan masih diujikan
pada sel yang dikultur dan mouse model untuk X-ALD, tetapi belum dapat dicobakan pada
manusia.3
J. Konseling Genetik dan Pencegahan
Konseling genetik, pencegahan primer dan sekunder terhadap X-ALD sangatlah
penting. Skrining dilakukan pada tiap anggota keluarga yang berisiko dan memiliki hubungan
darah dengan pasien simtomatik. Pemeriksaan plasma cukup akurat dalam mengidentifikasi
laki-laki yang kadar VLCFA plasmanya telah meningkat sejak lahir. Identifikasi laki-laki
asimtomatik dengan tujuan agar dapat memberikan terapi pengganti steroid dan mencegah
terjadinya krisis adrenal yang dapat berakibat fatal. Memantau otak dengan MRI juga
membantu identifikasi pasien yang dapat menjadi kandidat transplantasi sum-sum tulang pada
tahap di mana prosedur tersebut memiliki peluang berhasil yang tinggi. Pemeriksaan VLCFA
plasma dianjurkan pada semua pasien dengan penyakit Addison. X-ALD telah dibuktikan
sebagai penyebab insufisiensi adrenal pada lebih dari 25% laki-laki dengan penyakit Addison.
Identifikasi wanita heterozigot untuk X-ALD lebih sulit dibandingkan pada laki-laki. Kadar
VLCFA plasma normal pada 15-20% wanita heterozigot, dan kegagalan untuk mendeteksi ini
dapat menyebabkan kesalahan serius pada konseling genetik. Jika kadar VLCFA normal pada
plasma dan fibroblast kulit yang dikultur, risiko hasil negative palsu dapat berkurang, tetapi
tidak dapat disingkirkan. Analisis DNA dapat membantu identifikasi akurat terhadap carrier.3
Diagnosis prenatal terhadap fetus laki-laki yang memiliki kelainan, dapat dilakukan
dengan pengukuran kadar VLCFA pada amniosit yang dikultur atau sel villus koriales dan
dengan analisis mutasi. Kapanpun pasien baru dengan X-ALD teridentifikasi, silsilah
keluarganya perlu disusun secara detail untuk usaha identifikasi seluruh wanita yang berisiko
sebagai carrier dan laki-laki yang berisiko memiliki kelainan. Investigasi ini perlu diiringi oleh
perhatian terhadap sosial, emosional, dan isu etik selama konseling.3
REFERENSI:
1. Lorenzo’s Oil. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Lorenzo%27s_Oil_%28film
%29 pada tanggal 31 Oktober 2010
2. Siemerling E, Creutzfeldt HG. Bronzekrankheit und sklerosierende Encephalomyelitis.
Pg. 545. Text pdf. 1923. Diunduh dari:
http://www.springerlink.com/content/v2174017172004l5/ pada tanggal 31 Oktober
2010
3. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook’s of Pediatrics, 7th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004
4. Chedrawi A. Peroxisomal Disorders. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1177387-overview pada tanggal 31 Oktober
2010.
5. Adrenoleukodystrophy. Diunduh dari: http://www.ulf.org/types/XALD.html
6. Pai GS, Khan M, Barbosa E, Key LL, Craver JR, Curé JK, Betros R, Singh I (April
2000). "Lovastatin therapy for X-linked adrenoleukodystrophy: clinical and
biochemical observations on 12 patients". Molecular Genetics and Metabolism.
Diunduh dari: 10.1006/mgme.2000.2977
7. Engelen M, Ofman R, Dijkgraaf MG, et al. (January 2010). "Lovastatin in X-linked
adrenoleukodystrophy". The New England Journal of Medicine. Diunduh dari:
10.1056/NEJMc0907735