6
 Artikel: PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH , METAMORFOSIS ULAT MENJADI KEPOMPONG Judul: PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH , METAMORFOSIS ULAT MENJADI KEPOMPONG Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian SISTEM PENDIDIKAN / EDUCATION SYSTEM. Nama & E-mail (Penulis): Achmad Alfianto Saya Mahasiswa di Universitas Padjajaran Topik: Koreksi terhadap sistem pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah Tanggal: 5 Januari 2006 Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tak heran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak masih di bangku SD hingga lulus SMA. Dari situ diharapkan siswa mampu menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa. Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Kemudian pada saat SMP dan SMA siswa juga mulai dikenalkan pada dunia kesastraan. Dimana dititikberatkan pada tata bahasa, ilmu bahasa, dan berbagai apresiasi sastra. Logikanya, telah 12 tahun mereka merasakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di bangku sekolah. Selama itu pula mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah absen menemani mereka. Tetapi, luar biasanya, kualitas berbahasa Indonesia para siswa yang telah lulus SMA masih saja jauh dari apa yang dicita- citakan sebelumnya. Yaitu untuk dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini masih terlihat dampaknya pada saat mereka mulai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Indone sia baik secara lisan apalagi tulisan yang klise masih saja terlihat. Seolah-olah fungsi dari pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tidak terlihat maksimal. Saya penah membaca artikel dosen saya yang dimuat oleh harian Pikiran Rakyat. Dimana dalam artikel tersebut dibeberka n banyak sekali kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para mahasiswa saat penyusunan skripsi. Hal ini tidak relevan, mengingat sebagai mahasiswa yang notabenenya sudah mengenyam pendidikan sejak setingkat SD hingga SMU, masih salah dalam menggunakan Bahasa Indonesia. Lalu, apakah ada kesalahan dengan pola pengajaran Bahasa

Artikel

Embed Size (px)

Citation preview

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 1/6

 

Artikel:

PELAJARAN BAHASA INDONESIADI SEKOLAH , METAMORFOSIS

ULAT MENJADI KEPOMPONG

Judul: PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH ,METAMORFOSIS ULAT MENJADI KEPOMPONGBahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagianSISTEM PENDIDIKAN / EDUCATION SYSTEM.Nama & E-mail (Penulis): Achmad Alfianto Saya Mahasiswa di Universitas Padjajaran

Topik: Koreksi terhadap sistem pendidikan Bahasa Indonesiadi sekolahTanggal: 5 Januari 2006 

Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspekpenting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Takheran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak masihdi bangku SD hingga lulus SMA. Dari situ diharapkan siswamampu menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikanketerampilan berbahasa. Seperti membaca, menyimak, menulis,dan berbicara. Kemudian pada saat SMP dan SMA siswa juga

mulai dikenalkan pada dunia kesastraan. Dimana dititikberatkanpada tata bahasa, ilmu bahasa, dan berbagai apresiasi sastra.Logikanya, telah 12 tahun mereka merasakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di bangku sekolah. Selama itu pula matapelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah absen menemanimereka.

Tetapi, luar biasanya, kualitas berbahasa Indonesia para siswayang telah lulus SMA masih saja jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya. Yaitu untuk dapat berkomunikasidengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.Hal ini masihterlihat dampaknya pada saat mereka mulai mengenyampendidikan di perguruan tinggi. Kesalahan-kesalahan dalam

berbahasa Indonesia baik secara lisan apalagi tulisan yang klisemasih saja terlihat. Seolah-olah fungsi dari pembelajaran BahasaIndonesia di sekolah tidak terlihat maksimal. Saya penahmembaca artikel dosen saya yang dimuat oleh harian PikiranRakyat. Dimana dalam artikel tersebut dibeberkan banyak sekalikesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan olehpara mahasiswa saat penyusunan skripsi. Hal ini tidak relevan,mengingat sebagai mahasiswa yang notabenenya sudahmengenyam pendidikan sejak setingkat SD hingga SMU, masihsalah dalam menggunakan Bahasa Indonesia.

Lalu, apakah ada kesalahan dengan pola pengajaran Bahasa

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 2/6

 

Indonesia di sekolah? Selama ini pengajaran Bahasa Indonesia disekolah cenderung konvesional, bersifat hafalan, penuh jejalanteori-teori linguistik yang rumit. Serta tidak ramah terhadap upayamengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Hal inikhususnya dalam kemampuan membaca dan menulis. Polasemacam itu hanya membuat siswa merasa jenuh untuk belajar bahasa Indonesia. Pada umumnya para siswa menempatkanmata pelajaran bahasa pada urutan buncit dalam pilihan parasiswa. Yaitu setelah pelajaran-pelajaran eksakta dan beberapailmu sosial lain. Jarang siswa yang menempatkan pelajaran inisebagai favorit. Hal ini semakin terlihat dengan rendahnya minatsiswa untuk mempelajarinya dibandingkan dengan mata pelajaranlain. Saya menyoroti masalah ini setelah melihat adanya metodepengajaran bahasa yang telah gagal mengembangkanketerampilan dan kreativitas para siswa dalam berbahasa. Hal inidisebabkan karena pengajarannya yang bersifat formal akademis,dan bukan untuk melatih kebiasaan berbahasa para siswa itusendiri.

Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolahsejak kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosismenjadi kupu-kupu. Mereka memulai dari nol. Pada masatersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakupmembaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat.Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasigambar. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yangdigunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang

signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telahmembuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akanbelajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut diperparah denganadanya buku paket yang menjadi buku wajib. Sementara isi darimaterinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yangmembosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifatmenganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materiyang diajarkan hanya itu-itu saja.

Saya mengambil contoh dari data tes yang dilakukan di beberapaSD di Indonesia tentang gambaran dari hasil pembelajaranBahasa Indonesia di tingkat SD. Tes yang digunakan adalah tesyang dikembangkan oleh dua Proyek Bank Dunia, yaitu PEQIP

dan Proyek Pendidikan Dasar (Basic Education Projects) dan jugadigunakan dalam program MBS dari Unesco dan Unicef. Dari tesmenulis dinilai berdasarkan lima unsur: tulisan tangan (menulisrapi), ejaan, tanda baca, panjangnya karangan, dan kualitasbahasa yang digunakan. Bobot dalam semua skor adalah tulisan(15%), ejaan (15%), tanda baca (15%), panjang tulisan (20%),dan kualitas tulisan (35%).

Hanya 19% anak bisa menulis dengan tulisan tegak bersambungdan rapih. Sedangkan 64% bisa membaca rapih tetapi tidakbersambung. Perbedaan antarsekolah sangat mencolok. Padabeberapa sekolah kebanyakan anak menulis dengan rapih,sementara yang lain sedikit atau sama sekali tidak ada. Ini hampir 

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 3/6

 

bisa dipastikan guru-guru pada sekolah-sekolah yang pertamayang bagus tulisannya secara reguler mengajarkan menulis rapi.Sementara sekolah-sekolah yang belakangan tidak.

Hanya 16% anak menulis tanpa kesalahan ejaan dan 52% anakbisa menulis dengan ejaan yang baik (sebagian besar kata diejadengan benar), sementara lebih dari 30% dari kasus menulisdengan kesalahan ejaan yang parah atau sangat parah. 58 %anak memberi tanda baca pada tulisan mereka dengan baik(dikategorikan bagus atau sempurna), sementara itu lebih dari35% kasus anak yang menulis dengan kesalahan tanda baca dandikategorikan kurang atau sangat kurang.

58% siswa menulis lebih dari setengah halaman dan 44% siswaisi tulisannya yang dinilai baik, yaitu gagasannya diungkapkansecara jelas dengan urutan yang logis. Pada umumnya anakkurang dapat mengelola gagasannya secara sistematis

Alasan mengapa begitu banyak anak yang mengalami kesulitandalam menulis karangan dengan kualitas dan panjang yangmemuaskan serta dengan menggunakan ejaan dan tanda bacayang memadai ialah anak-anak di banyak kelas jarang menulisdengan kata- kata mereka sendiri. Mereka lebih sering menyalindari papan tulis atau buku pelajaran. Dari data tersebutmenggambarkan hasil dari KBM Bahasa Indonesia di SD masihbelum maksimal. Walaupun jam pelajaran Bahasa Indonesiasendiri memiliki porsi yang cukup banyak.

Setelah lulus SD dan melanjutkan ke SMP, ternyata prosespengajaran Bahasa Indonesia masih tidak kunjung menunjukanperubahan yang berarti. Ulat pun masih menjadi kepompong.Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD ternyata masihdijumpai di SMP. Bahkan ironisnya, belajar menulis sambungyang mati-matian diajarkan dahulu ternyata hanya sebatassampai SD saja. Pada saat SMP penggunaan huruf sambungseakan-akan haram hukumnya, karena banyak guru dari berbagaimata pelajaran yang mengharuskan muridnya untuk selalumenggunakan huruf cetak. Lalu apa gunanya mereka belajar menulis sambung?

Seharusnya pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkandengan dunia menulis (mengarang) yang lebih hidup danbervariatif. Dimana seharusnya siswa telah dilatih untukmenunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis: esai,cerita pendek, puisi, artikel, dan sebagainya. Namun, selama inihal itu dibiarkan mati karena pengajaran Bahasa Indonesia yangtidak berpihak pada pengembangan bakat menulis mereka.Pengajaran Bahasa Indonesia lebih bersifat formal dan beracuanuntuk mengejar materi dari buku paket. Padahal, keberhasilankegiatan menulis ini pasti akan diikuti dengan tumbuhnya minatbaca yang tinggi di kalangan siswa.

Beranjak ke tingkat SMA ternyata proses pembelajaran Bahasa

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 4/6

 

Indonesiapun masih setali tiga uang. Sang ulat kini hanya menjadikepompong besar. Kecuali dengan ditambahnya bobot sastradalam pelajaran bahasa indonesia, materi yang diajarkan jugatidak jauh-jauh dari imbuhan, masalah ejaan, subjek-predikat,gaya bahasa, kohesi dan koherensi paragraf, peribahasa, sertapola kalimat yang sudah pernah diterima di tingkat pendidikansebelumnya. Perasaan akan pelajaran Bahasa Indonesia yangdirasakan siswa begitu monoton, kurang hidup, dan cenderung jatuh pada pola-pola hafalan masih terasa dalam proses KBM.

Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuatpelajaran ini menjadi pelajaran yang kalah penting dibandingdengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minatbaca, maupun minat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesiasemakin tampak menurun. Padahal, bila kebiasaan menulissukses diterapkan sejak SMP maka seharusnya saat SMA siswatelah dapat mengungkapkan gagasan dan ''unek-unek'' merekasecara kreatif. Baik dalam bentuk deskripsi, narasi, maupuneksposisi yang diperlihatkan melalui pemuatan tulisan merekaberupa Surat Pembaca di berbagai surat kabar. Dengan demikianapresiasi dari pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi jelastampak prakteknya dalam kehidupasn sehari-hari. Bila diberikanbobot yang besar pada penguasaan praktek membaca, menulis,dan apresiasi sastra dapat membuat para siswa mempunyaikemampuan menulis jauh lebih baik Hal ini sangat berguna sekalidalam melatih memanfaatkan kesempatan dan kebebasanmereka untuk mengungkapkan apa saja secara tertulis, tanpa

beban dan tanpa perasaan takut salah.

Setelah melihat pada ilustrasi dari pola pengajaran tersebut sayamelihat adanya kelemahan - kelemahan dalam pengajaranBahasa Indonesia di sekolah. KBM belum sepenuhnyamenekankan pada kemampuan berbahasa, namun lebih padapenguasaan materi. Hal ini terlihat dari porsi materi yangtercantum dalam buku paket lebih banyak diberikan dandiutamakan oleh para guru bahasa Indonesia. Sedangkanpelatihan berbahasa yang sifatnya lisan ataupun praktek hanyamemiliki porsi yang jauh lebih sedikit. Padahal kemampuanberbahasa tidak didasarkan atas penguasaan materi bahasa saja,tetapi juga perlu latihan dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Selain itu, pandangan atau persepsi sebagian guru,keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraihatas tes, ulangan umum bersama (UUB) terlebih lagi padaUjian Akhir Nasional (UAN). Nilai itu sering dijadikan barometer keberhasilan pengajaran. Perolehan nilai yang baik seringmenjadi obsesi guru karena hal itu dipandang dapatmeningkatkan prestise sekolah dan guru. Untuk itu, tidakmengherankan jika dalam KBM masih dijumpai guru memberikanlatihan pembahasan soal dalam menghadapi UUB dan UAN.Apalagi dalam UUB dan UAN pada pelajaran bahasa Indonesiaselalu berpola pada pilihan ganda. Dimana bagi sebagian besar guru menjadi salah satu orientasi di dalam proses pembelajaran

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 5/6

 

mereka. Akibatnya, materi yang diberikan kepada siswa sekedar membuat mereka dapat menjawab soal-soal tersebut, tetapi tidakpunya kemampuan memahami dan mengimplementasikan materitersebut untuk kepentingan praktis dan kemampuan berbahasamereka. Pada akhirnya para siswa yang dikejar-kejar oleh targetNEM-pun hanya berorientasi untuk lulus dari nilai minimal atausekadar bisa menjawab soal pilihan ganda saja. Perlu diingatbahwa soal-soal UAN tidak memasukan materi menulis ataumengarang (soal esai).

Peran guru Bahasa Indonesia juga tak lepas dari sorotan,mengingat guru merupakan tokoh sentral dalam pengajaran.Peranan penting guru juga dikemukakan oleh Harras (1994).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negaraberkembang, termasuk Indonesia, dilaporkannya bahwa gurumerupakan faktor determinan penyebab rendahnya mutupendidikan di suatu sekolah. Begitu pula penelitian yang dilakukanInternational Association for the Evaluation of EducationAchievement menunjukkan bahwa adanya pengaruh yangsignifikan antara tingkat penguasaan guru terhadap bahan yangdiajarkan dengan pencapaian prestasi para siswanya . Sarwiji(1996) dalam penelitiannya tentang kesiapan guru BahasaIndonesia, menemukan bahwa kemampuan mereka masihkurang. Kekurangan itu, antara lain, pada pemahaman tujuanpengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran,dan penyusunan serta penyelenggaraan tes hasil belajar. GuruBahasa Indonesia juga harus memperhatikan prinsip-prinsip

pembelajaran bahasa yang langsung berhubungan dengan aspekpembelajaran menulis, kosakata, berbicara, membaca, dankebahasaan .Rupanya guru juga harus selalu melakukan refleksiagar tujuan bersama dalam berbahasa Indonesia dapat tercapai.

Selain itu, siswa dan guru memerlukan bahan bacaan yangmendukung pengembangan minat baca, menulis dan apreasisastra. Untuk itu, diperlukan buku-buku bacaan dan majalahsastra (Horison) yang berjalin dengan pengayaan bahanpengajaran Bahasa Indonesia. Kurangnya buku-buku peganganbagi guru, terutama karya-karya sastra mutakhir (terbaru) danbuku acuan yang representatif merupakan kendala tersendiri bagipara guru. Koleksi buku di perpustakaan yang tidak memadai juga

merupakan salah satu hambatan bagi guru dan siswa dalamproses pembelajaran di sekolah perpustakaan sekolah hanyaberisi buku paket yang membuat siswa malas mengembangkanminat baca dan wawasan mereka lebih jauh.

Menyadari peran penting pendidikan bahasa Indonesia,pemerintah seharusnya terus berusaha meningkatkan mutupendidikan tersebut. Apabila pola pendidikan terus stagnandengan pola-pola lama, maka hasil dari pembelajaran bahasaIndonesia yang didapatkan oleh siswa juga tidak akanbepengaruh banyak. Sejalan dengan tujuan utama pembelajaranBahasa Indonesia supaya siswa memiliki kemahiran berbahasadiperlukan sebuah pola alternatif baru yang lebih variatif dalam

5/13/2018 Artikel - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-55a74ed3ac177 6/6

 

pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Agar proses KBM dikelas yang identik dengan hal-hal yang membosankan dapatberubah menjadi suasana yang lebih semarak dan menjadi lebihhidup. Dengan lebih variatifnya metode dan teknik yang disajikandiharapkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran BahasaIndonesia meningkat dan memperlihatkan antusiasme yang tinggi.Selain itu guru hendaknya melakukan penilaian proses penilaianatas kinerja berbahasa siswa selama KBM berlangsung. Jadi tidaksaja berorientasi pada nilai ujian tertulis. Perlu adanya kolaborasibaik antar guru Bahasa Indonesia maupun antara guru BahasaIndonesia dengan guru bidang studi lainnya. Dengan demikian,tanggung jawab pembinaan kemahiran berbahasa tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bahasa Indonesia melainkan juga guru bidang lain. Apabila, sistem pembelajaran BahasaIndonesia yang setengah-setengah akan terus begini, makametamorfosis sang ulat hanyalah akan tetap menjadi kepompong.Awet dan tidak berkembang karena pengaruh formalin polapengajaran yang masih berorientasi pada nilai semata.

Saya Achmad Alfianto setuju jika bahan yang dikirim dapat

dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan

saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah

(tidak ada copyright). .