Upload
deni-kurniawan
View
146
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Artikel
Amerika Sebagai Polisi Dunia
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Dunia Mutakhir
Dosen Pengampu : Drs. Saiful Bachri, M.Pd.
Disusun Oleh :
NAMA : Tambak Sihno Purwanto
NIM : K4409054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
Abstrak
Polisi merupakan aparat pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat
berbasis hukum. Sedangkan polisi dunia merupakan alat kontrol ketertiban dan
keamanan masyarakat dunia. Dalam hal ini, Amerika Serikat sebagai polisi dunia
berarti Amerika Serikat merupakan penjaga dan pengatur keamanan, ketertiban
dan keadilan dunia. Selain itu juga dapat dikatakan sebagai penegak supremasi
hukum dunia internasional.
Amerika Serikat disebut sebagai polisi dunia dikarenakan adanya
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara
lain. Tindakan-tindakan Amerika Serikat ini disebut sebagai tindakan polisional.
Tindakan polisional tersebut dilakukan terhadap negara-negara yang menurut
Amerika Serikat telah melanggar ketentuan HAM dan kebebasan. Dalam bidang
milliter dikenal dengan invasi Amerika Serikat, sedangkan dalam bidang ekonomi
disebut dengan embargo Amerika Serikat.Karena tindakan-tindakan polisional
yang telah dilakukannya, maka Amerika Serikat dapat disebut sebagai polisi
dunia. Amerika Serikat mempunyai dua dasar untuk selalu membenarkan
tindakan-tindakan polisionalnya. Dua dasar tersebut adalah paham Demokrasi-
liberal dan pengakuan atas HAM.
Berakhirnya perang dunia ll bukan membawa keamanan internasional,
justru melahirkan dua kekuatan besar dunia. Dua kekuatan yang saling
bertentangan tersebut berafiliasi menjadi blok barat dan blok timur. Blok barat
yang dipimpin amerika berasakan demokrasi kapitalis, sedeangkan blok timur di
bawah pimpinan uni soviet memilih berasak komunis. Konflik antar dua kekuatan
besar dunia tersebut dikenal dengan perang dingin. Konflik ini diawali oleh
perseberangan ideologi yang dianut oleh kedua belah pihak. Dua kekuatan dunia
ini dilengkapi dengan senjata nuklir dalam jumlah besar dan armada tempur yang
dahsyat serta Trauma akibat perang dunia l dan ll dan adanya ancaman akan
terjadinya perang dunia selanjutnya, membuat situasi keamanan dunia semakin
mencekam. Kondisi ini disebut dengan perang dingin.
Terpecahnya uni soviet dan berakhirnya perang dingin menandai
kemenangan blok barat dan menghilangkan ketegangan internasional. Amerika
muncul sebagai satu satunya kekuatan besar dunia. Dengan kekuatan militer tanpa
tandingan, AS mampu mendiktekan berbagai kebijakan luar negerinya ke seluruh
penjuru dunia. Bukan hanya dominasi dalam kebijakan politik dan militer, tetapi
juga melalui globalisasi AS menanamkan budaya-budayannya kepada negara-
negara lain. Namun, dominasi tersebut juga menuai persoalan, berbagai kebijakan
politik yang terlalu agresif telah melahirkan kritik, permusuhan bahkan kebencian.
Dalam peta politik internasional, sikap permusuhan terhadap Amerika Serikat bisa
terlihat merentang mulai dari Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Timur dan juga
dunia Islam.
Amerika menjadi polisi dunia
Sebagian pengamat dan praktisi politik luar negeri AS berpendapat bahwa
AS perlu mempertahankan peranannya sebagai adidaya tunggal. Dalam situasi
dunia yang transisional, kehadiran AS mutlak diperlukan guna mencegah
kediktatoran, penindasan dan pelanggaran hak azasi manusia. Asumsinya bahwa
sistem internasional sedang berada dalam kondisi unipolar, dimana AS bertindak
sebagai satu-satunya penjaga ketertiban dunia atau “polisi dunia”. Sebagian lain
berpendapat bahwa sebaiknya AS lebih berkonsentrasi pada upaya-upaya
pembangunan ekonomi domestiknya yang akhir-akhir ini mengalami
kemunduran. Kalangan ini berpendapat bahwa mempertahankan keterlibatan AS
secara luas dalam politik internasional, dengan peranannya sebagai hegemoni
tunggal hanya akan menguras dan menghabiskan energi. Lebih baik AS
melakukan semacam pembagian beban (burden sharing) dengan kekuatan-
kekuatan lain seperti Jerman dan Jepang dengan asumsi dunia akan segera
mencapai kondisi multipolar, dimana AS tidak perlu lagi bertindak sebagai
satusatunya adidaya. Konstelasi politik internasional seperti ini, menurut
Huntington disebut “uni-multipolar” yakni AS sebagai adidaya tunggal dalam
keamanan dan militer, tetapi mendapat saingan banyak kekuatan dalam bidang
ekonomi, terutama Jepang dan Jerman.
Homeland Security merupakan strategi untuk melindungi AS dari pihak
luar yang ingin menghancurkan masyarakat AS, kebebasan dan langkah-langkah
yang dilakukan oleh pemerintah AS. Selain menangkal dan melindungi dari
serangan teroris, juga untuk mempererat hubungan negara-negara bagian AS
untuk bersama-sama melindungi rakyat AS. Karena untuk menjalankan keamanan
nasional diperlukan dukungan dari semua pihak, baik dari rakyat, negara bagian,
pemerintahan, organisasi maupun rekan bisnis. Selain itu Homeland Security
Strategy juga mengantisipasi masalah-masalah yang terjadi di dunia internasional,
seperti wabah penyakit, senjata nuklir atau senjata pemusnah massal, terorisme,
dan bencana alam (National Strategy For Homeland Security 2007). Kebijakan
War On Terrorism yang dikeluarkan AS tersebut tertuang dalam National
Security Strategy (NSS) yang dikeluarkan pada September 2002. Setiap negara
pasti akan berusaha melindungi setiap warganya dan berusaha memenuhi
kepentingan nasionalnya, tidak terkecuali AS. Dalam hal ini, melindungi
keamanan nasional negara merupakan hal yang sangat penting untuk
kelangsungan suatu negara. AS sendiri menempatkan pertahanan dan keamanan
negara sebagai prioritas utama dalam kepentingan nasionalnya. Hal ini dilakukan
untuk mencegah serangan, invasi, penaklukan, pengrusakan wilayah AS dan
ancaman terhadap warga negaranya.
Dalam point kedua NSS 2002 dengan jelas AS menyatakan untuk
memerangi terorisme global, dan mengajak aliansi dan negara sahabat untuk
bersama-sama berperang melawan terorisme. Kebijakan tersebut yang kemudian
dikenal dengan War On Terrorism adalah suatu kebijakan untuk memerangi
terorisme, yang merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah AS
sebagai reaksi terhadap serangan 9/11 untuk memerangi aksi terorisme. Kebijakan
tersebut merupakan salah satu agenda pemerintah AS dibawah kepemimpinan
Bush.
Di sisi lain tragedi 11 September 2001, telah membawa dampak yang
sangat fantastis dalam perputaran kebijakan global AS. Terutama perubahan
esensi dalam pola politik luar negeri “polisi dunia” terhadap negara-negara
seluruh negara di dunia pada umumnya. AS tetap menjalankan kebijakan yang
kontroversial dan tidak lagi menempatkan isu demokrasi di dunia Arab. Di satu
pihak, AS mendeklarasikan perang terhadap teroris yang sering kali melakukan
kebijakan tidak demokratis dengan cara berkoalisi dengan rezim diktator atau
semidiktator di Asia atau Timur Tengah dalam melancarkan perang terhadap
teroris itu.
Tidak sedikit kebijakan luar negeri AS yang mendapat reaksi pro dan
kontra dari berbagai elemen masyarakat. Terkadang sikap politik luar negeri yang
dikeluarkan dilihat sebagai kebijakan yang tidak mencerminkan kepentingan
nasional, ataupun sebaliknya. Sikap AS terhadap penyelesaian konflik di Timur
Tengah antara Israel dan Palestina, kebijakan AS menggempur Afganistan atas
nama perang terhadap terorisme, serta aksi militer yang dilakukan terhadap Irak
pada Maret 2003 merupakan contoh yang kesekian dari kebijakan luar negeri
negara adidaya itu yang penuh kontroversial. Pada tataran Timur Tengah,
kebijakan Amerika Serikat di kawasan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
politik globalnya. Lebih dari tiga dekade, dahulu ketika Uni Soviet masih menjadi
saingan berat AS, kepentingan strategis negara adidaya itu di kawasan regional
Timur Tengah lebih ditujukan pada upaya tindakan preventif terhadap dominasi
Uni Soviet. Namun setelah Uni Soviet bubar, kepentingan AS adalah
mempertahankan hegemoninya di kawasan ini dan menjaga eksistensi strategi
globalnya yang banyak memerlukan dukungan dari kawasan Timur Tengah.
Setiap pengambilan kebijakan luar negeri, suatu negara senantiasa
mendasarkan pada kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Kepentingan
nasional seringkali dipakai sebagai alat untuk menganalisa untuk mengetahui
tujuan kebijakan luar negeri suatu negara. Paul Seabury mendefinisikan konsep
kepentingan nasional dalam dua aspek, yakni normatif dan deskriptif. Secara
normatif, konsep kepentingan nasional mengacu pada serangkaian tujuan ideal
yang seharusnya diusahakan untuk diwujudkan oleh suatu bangsa dalam
hubungannya dengan negara lain. Secara dekriptif, konsep kepentingan nasional
dapat dianggap sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui kepemimpinannya
dengan perjuangan yang gigih.
Dalam konteks AS, kepentingan nasional yang dicapai AS dari waktu ke
waktu adalah: (1) mempertahankan negara AS dan system konstitusionalnya; (2)
perluasan eksistensi ekonomi AS dan mempromosikan produk-produknya ke luar
negeri; (3) menciptakan suatu tata dunia baru atau sistem keamanan internasional
yang favorable; (4) mempromosikan nilai-nilai demokrasi AS dan sistem pasar
bebasnya.
Namun dalam periode pasca perang dingin, pemerintah AS perlu
menemukan komponen-komponen baru bagi kepentingan nasionalnya. Ada tujuh
aspek kepentingan nasional AS yang paling ditekankan yaitu (1) untuk
mempertahankan AS, warga negaranya di dalam dan luar negeri serta para
sekutunya, dari berbagai bentuk serangan langsung, (2) untuk mencegah
timbulnya agresi yang dapat mengganggu perdamaian internasional, (3) untuk
mempertahankan kepentingan ekonomi AS, (4) untuk menyebarluaskan nilai-nilai
demokrasi, (5) mencegah proliferasi senjata nuklir, (6) untuk menjaga rasa
percaya dunia internasional terhadap AS serta (7) memerangi kemiskinanan,
kelaparan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM)
AS sebelum dan pasca perang serangan 11 September 2001, sedang dalam
krisis ekonomi yang cukup parah sehingga memerlukan langkah-langkah untuk
membantu mengatasi masalah dalam negerinya. Seperti AS mendukung
kepentingan sejumlah Multinational Corporation (MNC) di luar negeri demi
mendorong perluasan perdagangan atau akses umum pada pasar luar negeri,
dalam hal ini tentu saja pemerintah AS mendapat pengaruh dari kelompok
kepentingan ekonomi untuk mengambil kebijakan ini. Terutama MNC dalam
eksplorasi minyak dan gas atau non-migas.
Untuk menjaga kepentingannya, AS senantiasa melakukan tiga hal yakni,
(1) AS tetap menjaga posisinya sebagai kekuatan utama dalam ekonomi global,
meskipun ia harus menghadapi kekuatan ekonomi Jepang (2) AS akan menentang
munculnya kekuatan hegemoni politik-militer di Eropa, dan (3) negara itu akan
melindungi kepentingannya di negara-negara dunia ketiga. Tujuan jangka panjang
yang akan dicapai AS, sesuai dangan apa yang digariskan dalam “Strategi
Kebijakan Nasional Amerika Serikat”, adalah ingin menciptakan dunia yang tidak
saja aman, namun lebih baik yang bertujuan: kebebasan ekonomi dan politik,
hubungan yang serasi dengan negara lain, penghargaan pada nilai-nilai
kemanusiaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya AS akan
bekerjasama dengan pihak lain untuk menghindari konflik regional, menciptakan
era baru bagi pertumbuhan ekonomi global lewat pasar dan perdagangan bebas,
dan lain-lain. Lebih dari tiga dekade, dahulu ketika Uni Soviet masih menjadi
saingan berat AS, kepentingan strategis negara adidaya itu di kawasan regional
Timur Tengah lebih ditujukan pada upaya tindakan preventif terhadap dominasi
Uni Soviet. Namun setelah Uni Soviet bubar, kepentingan AS adalah
mempertahankan hegemoninya di kawasan ini dan menjaga eksistensi strategi
globalnya yang banyak memerlukan dukungan dari kawasan Timur Tengah.20
Adapun kepentingan taktis AS saat ini adalah segera menurunkan eskalasi konflik
diTimur Tengah dan dunia Islam meskipun harus bekerja sama dengan musuh
karena faktor krisis ekonomi di dalam negeri AS.
Amerika dan negara negara dunia
Dengan munculnya Amerika sebagai satu-satunya negara adidaya serta
campur tangannya dalam kemelut yang terjadi di berbagai belahan dunia yang
seharusnya Amerika menjadi polisi dunia yang menjaga perdamaian dunia namun
pada kenyataanya Amerika lebih cenderung mementingkan berbagai
kepentingannya atas konflik yang timbul di berbagai negara justru memunculkan
adanya ancaman akan terjadinya perang dunia selanjutnya yang akan melibatkan
banyak negara dan menggunakan senjata-senjata yang jauh lebih berbahaya dari
sebelumnya. Semakin terjadinya instabilitas dalam perpolitikan dunia dengan
indikasi banyaknya persaingan antar negara, sengketa etnik, intoleransi agama,
kesombongan kultural, persaingan dalam memberi pengaruh, perlombaan dalam
penguasaan senjata maupun perlombaan dalam penjualan senjata termasuk
pengembangan senjata nuklir. Dengan kekuatan militer tanpa tandingan, AS
mampu mendiktekan berbagai kebijakan luar negerinya ke seluruh penjuru dunia.
Bukan hanya dominasi dalam kebijakan politik dan militer, tetapi juga melalui
globalisasi AS menanamkan budaya-budayannya kepada negara-negara lain.
Namun, dominasi tersebut juga menuai persoalan, berbagai kebijakan politik yang
terlalu agresif telah melahirkan kritik, permusuhan bahkan kebencian.
Tampilnya USA sebagai satu-satunya kekuatan besar di dunia membuat
negara ini menjadi polisi dunia. Apapun masalah atau halnya dan apapun
negaranya pasti terdapat intervensi USA, baik langsung atau melalui proxy
(perpanjangan tangan). Akan tetapi pada sekarang ini tepatnya dimulai dari masa
pemerintahan mantan Presiden Bush (junior) peran USA di dunia internasional
mengalami krisis (identitas), walaupun USA sangat masih menjalankan perannya
sebagai negara adidaya sangat masif. Dari kebijakan Bush (junior) menginvasi
Irak sampai pada timbulnya krisis global yang hampir seluruh penghuni bumi ini
menuduh AS sebagai penyebab krisis global ini. Tindakan AS yang terlalu masif
membuat negara ini mendapat segudang masalah dan tantangan dalam memainkan
perannya sebagai polisi dunia. Sebagai contohnya :
1. Invasi ke Irak yang dilakukannya hanya menghasilkan ketidakstabilan
politik dan keamanan disana, walaupun AS berdalih alasan menginvasi Irak untuk
menghancurkan program nuklir yang dilakukan semasa almarhum Saddam
Hussein, tetapi itu tak terbukti justru menimbulkan korban manusia yang sangat
banyak, baik itu dipihak Irak maupun tentara AS itu sendiri dan memakan banyak
biaya perang. kebencian terhadap AS di Irak semakin merajalela di benak rakyat
Irak
2. NATO sebagai pakta pertahanan negara-negara Eropa melalakukan
perluasan keanggotaannya dengan menerima negara-negara bekas Uni Soviet, hal
ini memicu ketegangan hubungan AS dengan Rusia selaku pewaris Uni Soviet.
3. Iran, negara yang tadinya sahabat bagi AS pada masa kepemimpinan
Syah , justru menjadi lawan terberat AS saat ini dengan Presiden Iran M.
Ahmadinejad yang sangat vokal menentang AS.
4. Pada kawasan Asia Timur juga diwarnai oleh ancaman nuklir Korea
Utara. Meskipun adanya tekanan internasional, khususnya dari AS, Korea Utara
tetap tidak bergerning dalam sikap dan posisinya mengenai masalah ini, dan
bahkan melakukan tindakan koersif. Adanya uji coba peluncuran hulu ledak dan
rudal ke arah wilayah Jepang, serta ancaman-ancaman yang dikeluarkan
pemerintah Korea Utara baru-baru ini, baik terhadap Jepang, Korea Selatan
maupun AS. masalah Korea Utara ini merupakan masalah serius bagi keamanan
tidak hanya bagi kawasan Asia Timur Laut, tetapi juga bagi kawasan Asia
Tenggara. Masalah Korea Utara ini semakin kompleks dengan keterlibatan
negara-negara besar seperti RRC, Rusia, dan AS.
Selain itu pengadaan senjata konvensional masih tetap berlanjut secara
besarbesaran, termasuk di negara berkembang. Dunia menjadi tidak stabil dengan
berbagai macam konflik yang timbul. Sumber konflik yang terjadi lebih kompleks
dan beragam yang terkadang tidak dapat dilihat kaitannya satu sama lain. Oleh
karena itu tidak ada satu jawaban terhadap masalah-masalah tersebut. Pada masa
pasca perang dingin konflik-konflik regional akan memiliki otonomi yang lebih
besar untuk berkembang menjadi konflik yang lebih serius.
Hubungan antar Negara-negara di belahan dunia tidak akan berjalan
kearah ‘perdamaian’ sesuai dengan cita-cita internasional selama Amerika masih
memegang kendali di dalamnya, keadaan di perparah dengan peran dominan
Amerika sebagai Dewan Keamanan PBB. Dalih-dalih ingin menjaga perdamaian
dunia, Amerika selalu mengadakan diplomasi atau perundingan untuk
menyelesaikan permasalahan, namun pada akhir kebijakan atau hasilnya hanya
untuk menyelamatkan kepentingan golongan dan Amerika sendiri. Tidak
menyelesaikan masalah, tetapi menimbulkan persoalan baru dan menyebabkan
semakin berlarut-larutnya suatu permasalahan tersebut. Dengan ini, dapat di
katakakan bahwa peran USA sebagai ‘Polisi Dunia’ bukanlah sebagai penjaga
‘perdamaian dunia’ tetapi condong kepada ‘pembuat masalah dunia’.
Kesimpulan
Ketika perang hampir dimenangkan,Franklin D.Roosevelt bertemu Stalin
untuk membagi dunia pasca perang yang merugikan Inggris sebagai negara yang
sejak awal terlibat perang.Kemudian Uni Sovyet membatalkan perjanjiannya
dengan Jerman dan Jepang,lalu memaklumkan perang kepadanya.Perang dunia II
berakhir setelah merenggut puluhan juta jiwa,serta mengahncurkan peradaban
manusia yang sudah lama dibangun itu.Bagi Presiden baru AS,Truman
merupakan tugas berat yang harus dihadapinya.
Setelah musuh bersama lenyap,pihak sekutu mencari saingan baru yakni
komunisme yang dikomandoi Uni Sovyet contra Liberalisme pimpinan
AS.Karenanya muncullah perang dingin ,serta segera WS.Truman mengemukan
kebijakan baru AS,yakni”pengurungan komunisme”di seluruh dunia dalam
berbagai aspeknya. Untuk itu Gedung Putih membeli Eropa dengan
program”Michell Plan”,lalu membentuk NATO,METO,SEATO dan ANZUS
sebagai tandingan terhadap Pakta Warsawa.
Sebagai konsekuwensi kekalahannya,Jerman dibagi menjadi zona
Inggris,Perncis,AS dan Uni Sovyet.Bahkan kota Berlin dikuasai bersama AS dan
Uni Sovyet,untuk lebih mempetegas lagi betapa tajamnya persaingan blok Barat
pimpinan AS dan blok timur pinpinan Uni Sovyet,maka Berlin dipisahkan dengan
tembok tebal yang dialirkan listrik dan senjata automatic oleh Eric
Honneker.Tembok Berlin tersebut runtuh tahun 1991 seiring ambruknya Uni
Sovyet dan berakhirnya perang dingin.
Diera perang dingin,AS mulai memburu kembali kaum komunisme
sebagai realisasi isu komunis yang dilontarkan anggota Partai Republik pimpinan
Richard Nixon tahun 1946.Komunis dianggap bertanggung jawab atas semua aksi
pemogokan tahun 1946 dan 1947,sehingga CIO menuntut serikat buruh
mengeluarkan anggota mereka yang berideologi Maxisme itu.Sehingga banyak
orang-orang yang dianggap komunis dipenjarakan dengan tuduhan berkomplot
untuk menyebarkan Maxisme di AS.
Selain itu perlombaan senjata semakin sengit,ketika Uni Sovyet pada
tahun 1949 berhasil meledakkan bom atomnya bersamaan kerjayanya Partai Kun
Chang Tang (komunisme )China pinpinan Mao Ze Tong dalam menyingkirkan
Partai Kuo Min Tang(nasionalis)pimpinan Chang Kay Shek ke Taiwan.Dalam
konstalasi itu para politis AS semakin garang terhadap komunisme,yang didorong
oleh teman Nixon,Joe Mc Carthy Senator Republik yang lebih mengerikan dari
Nixon sendiri.Ia menuduh seluruh anggota dari pantai Demokrat komunis,yang
dibiarkan saja oleh partai Republik.Hal ini menyebabkan ketegangan antara
Republik dan Demokrat semakin tegang dan makin memanas.Apalagi setelah
komunis Korea utara pimpinan Kim Il Sung menyerbu Korea Selatan .Presiden
Korea Selatan Syngman Rhee yang diktator tersebut didukung AS ,dengan
berlindung dibawah panji-panji PBB pasukan AS pimpinan Mac Arthur
membombardir Korea Utara dukungan blok komunis.
Walaupun pasukan AS dibawah panji PBB,tetapi Jenderal Mac Arthur
tunduk kepada atasannya di Washington DC.Ketegangan di medan tempur juga
mewarnai politisi di Washington,antara Republik dan Demokrat ,saling tuding
satu sama lainnya.Penghuni Gedung Putih berganti lagi tahun 1952,pahlawan
perang dunia II dari partai Republik Dwight D.Eisenhower diambil sumpahnya
sebagai presiden dan wakilnya Nixon,orang terhebat dari kelompok Mac
Carthy.Sementara Mendagrinya,John Foster Dulles salah seorang yang sangat
benci komunis. Ia juga bersama Ike(sebutan Dwight Eisenhower)tahun 1953
mengakhiri perang Korea dengan gencatan senjata di Panmunyong ,dan tahun
1954 Mac Carthy dibungkam.
Sementara adik Dulles,Allen memimpin CIA yang menjadi mesin
pembunuh,perang urat saraf dan eksperimen LSD.Bahkan CIA menjadi kebijakan
luar negeri AS yang amat aktif,yang secara rahasia mendukung penggulingan
rejim kiri meskipun hasil pemilu secara demokratis seperti di Iran,Guatemala
dan lain-lain.Tradisi seperti itu masih sering dilakukan AS terhadap negara-negara
lain.Misalnya di Palestina,Hamas menang dalam pemilu secara demokratis,tetapi
AS tidak mengakuinya.Sebaliknya AS mengakui Fatah yang kalah dalam pemilu
tahun 2006 tersebut.Selanjutnya,bahkan HAMAS (Al Harakah al Muqawwamah
al Islamiyah)pimpinan Ismael Haniyah dianggap oleh AS dan sekutunya sebagai
oraganisasi teroris.