7
 Educatio Indonesiae, Vol. 13 . No. 2. Juni 2005  Hal. 210-218, ISS N. 1411-6936 Akadun  Human is a being having both characteristics of angel and demon. Human actions tendency derived from his I her freewill. Although, human's attitude and action shall not focused on only one tendency. In order for the tendency's frequency to focuses only on the angel's characteristic, human should have to c ontinuously empowered. Karaktet Manusia Manusia memiliki sifat goyah, moralitasnya pasang surut, dan mudah dipengaruhi hal-hal yang hedonis. Dilain pihak, fitrah manusia adalah suci, menggandrungi kebenaran dan kebajikan.Kondisi ini menyebabkan manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat kebajikan dan sekaligus kecenderungan berbuat kejahatan. Dalam diri manusia senantiasa ada pergulatan antara kedua kecenderungan tersebut. Akan tetapi kecenderungan-kecenderungan jahat dapat menjadi sedemikian kuatnya karena adanya syeitan yang menggoda manusia dengan aneka ragam tipu muslihat. Apalagi manusia memiliki kecenderungan kepada hal-hal yang mudah dicapai sehingga kejahatan bisa nampak sebagai sesuatu kebajikan manakala hal itu memudahkan atau menguntungkan dirinya. Manakala kecenderungan jahat menginggapi manusia dan godaan syeitan begitu kuatnya maka manusia akan terjerumus dalam kubangan kejahatan. Bentuk kejahatan itu dapat terwujud dalam segala perbuatan. Misalnya eksploitasi terhadap orang-orang miskin, mengungkapkan aib lawan politik, mencampur minyak goreng dengan oli bekas, memperdagangkan narkoba-wanita-anak-anak, sampai kepada penyembahan berhala.

Artikel b Jurnal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 1/7

 Educatio Indonesiae, Vol. 13. No. 2. Juni 2005

 Hal. 210-218, ISSN. 1411-6936  

Akadun 

 Human is a being having both characteristics of angel and demon. Human actions tendency

derived from his I her freewill. Although, human's attitude and action shall not focused on

only one tendency. In order for the tendency's frequency to focuses only on the angel's

characteristic, human should have to continuously empowered. 

Karaktet Manusia 

Manusia memiliki sifat goyah, moralitasnya pasang surut, dan mudah dipengaruhi hal-hal

yang hedonis. Dilain pihak, fitrah manusia adalah suci, menggandrungi kebenaran dan

kebajikan.Kondisi ini menyebabkan manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat

kebajikan dan sekaligus kecenderungan berbuat kejahatan.

Dalam diri manusia senantiasa ada pergulatan antara kedua kecenderungan tersebut. Akan

tetapi kecenderungan-kecenderungan jahat dapat menjadi sedemikian kuatnya karena adanya

syeitan yang menggoda manusia dengan aneka ragam tipu muslihat. Apalagi manusia

memiliki kecenderungan kepada hal-hal yang mudah dicapai sehingga kejahatan bisa nampak

sebagai sesuatu kebajikan manakala hal itu memudahkan atau menguntungkan dirinya.

Manakala kecenderungan jahat menginggapi manusia dan godaan syeitan begitu kuatnya

maka manusia akan terjerumus dalam kubangan kejahatan. Bentuk kejahatan itu dapat

terwujud dalam segala perbuatan. Misalnya eksploitasi terhadap orang-orang miskin,

mengungkapkan aib lawan politik, mencampur minyak goreng dengan oli bekas,

memperdagangkan narkoba-wanita-anak-anak, sampai kepada penyembahan berhala.

Page 2: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 2/7

Sifat manusia yang goyah senantiasa beralih dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya.

karena itu kesempitan atau kepicikan manusia akan selalu bersanding dengan kekokohan

moral berdasarkan tensi moral yang dimiliki manusia.

Ketidakberdayan atau menjadi tolak ukur sesuatu, keputusan atau kesombongan,

determinisme atau kemerdekaan, pengetahuafl absolut atau kebodohan, merupakan rentang

sikap yang bersifat kontinum antara perasaan negatif dengan anggapan kekuatan din sendiri.

Agar terjadi keseimbangan kecenderungan perasaan negatif dengan anggapan kuat maka

manusia harus meningkatkan enersi moralnya dengan menciptakan tensi-tensi natural sesuai

dengan  petunjuk Al-Qur'an.

Marabahaya akan menimpa manusia manakala keseimbangan itu goyah. Kegoyahanmenghasilkan kondisi syeitan dengan efek-efek moral yang tetap sama, yaitu nihilisme moral.

Baik manusia itu sornbong atau berputus asa, merasa besar atau kecil, dampaknya adalah

 penyimpangan dan kehancuran kepribadian bermoral.

Jika pandangan mansuia menjadi sempit dan manusia tidak lagi memiliki dimensi

trandensental maka dari sudut pandangan moral yang obyektif-tidak akan ada perbedaan

apakah manusia memandang dirinya, masyarakatnya, ataupun bangsanya sebagai Tuhan.

Semua partikulasi subyektif terhadap kebenaran, baik individu-individu maupun masyarakat

(bangsa) akan melumpuhkan moral individu dan masyarakat (bangsa) itu. Inilah dampak

terlampau berat kepicikan manusia.

Sebenarnya cengkeraman syeitan itu tidaklah kuat. Hanya tidak ada keberanian moral dan

rendahnya kewaspadaan manusia membuat syeitan terlihat sedemikian kuatnya. Menurut Al-

Qur'an, aktivitas syeitan memperdayai manusia bersumber dalam sifat setan sendiri, yaitu

keputusan dan kesombongannya.

Ketika Allah memerintahkan kepada syeitan untuk sujud ke Adam, syeitan dengan sombong

menolak perintah itu. Hal itu disebabkan syeitan merasa lebih mulia daripada Adam.

Manakala Allah melaknatnya karena kesombongan itu, setan menjadi putus asa (Al-Qur'an,

15:32-40).

Keputusan itu diwujudkan setan dalam siasat-siasatnya memperdayai manusia. "Dia (iblis)

 berkata (kepada Allah), kini setelah mengutukku, akan menghadap mereka agar menempuh

Page 3: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 3/7

 jalan lurus kepada-Mu. Kemudian aku akan menghampiri mereka dari depan dan belakang,

dari kiri dan kanan sehingga Engkau tidak akan tnendapatkan bahwa kebanyakan dari mereka

 bersyukur kepada-Mu (Al-Qur'an, 7:17)

Peran Manusia 

Ditinjau dari persepektif agama, manusia memiliki karakteristik fungsi tertentu. Menurut

agama Hindu, manusia di dunia ditaqdirkan lahir menurut kasta-kasta tertentu (Brahma,

Ksatria, Waisya, Sudra) dan seluruh kehidupannya diperintah oleh peraturan Yang kaku.

Agama Budha memiliki prinsip doktrin yang meniadakanbagi manusia kesenangan dan

kenikmatan duniawi. Tujuan hidup seorang Budha adalah mencari nirwana (Razak, 1986:20).

Konsep kepercayaan nasrani menganggap manusia lahir ke dunia dalam keadaan berdosa.

Mereka mewarisi dosa Adam yang pernah durhaka. Karena itu Yesus Kristus tekh sengaja

turun dari sorga ke dunia untuk disalib sebagai tebusan dosa manusia. Yesus Kristus

dianggap sebagai juru selamat. Keselamatan manusia hanyalah tergantung atas iman pada

 penyaliban Yesus, walaupun cukup hanya percaya saja atas penyaliban itu (Ibid, 1986:20)

Ajaran Islam memandang bahwa, manusia memiliki peran ganda, yakni sebagai hamba Allah

dan sebagai Khalifah Allah. Sebagai hamba Allah tugas utamanya adalah beribadah kepada

Allah (Alqur'an, 51:56). Sebagai Khalifah Allah, manusia bertugas untuk mengelola dan

mengembangkan kehidupan di muka bumi dengan berpijak pada turan Allah.

Allah berfirman, "dan Dialah menjadikan kamu Khalifah-khalifah (penguasa) di muka bumi

dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, karena dia

hendak mengujimu ten tang apa yang diberikan kepada-Mu". (Alqur'an, 6;165). Selanjutnya

dalam AlQur'an 911;6) Allah berfirman, "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan

menugaskan kamu memakmurkannya".

Karena itu Allah mengkaitkan kemuliaan manusia dengan keberhasilannya sebagai hamba

Allah yang disebut taqwa (Alqur'an, 13:49) serta keberhasilannya sebagai Khalifah Allah

dalam menguasai daratan dan lautan (Alqur'an, 70;17). Kedua peran itu dalam prakteknya

terjalin erat. Hanya saja keberhasilan peran hamba Allah, alat utamanya adalah ilmu tentang

kalam Allah. Sedangkan keberhasilan sebagai Khalifah Allah, alat utamanya adalah ilmu

Page 4: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 4/7

tentang ciptaan (perbuatan) Allah, yaitu ilmu-ilmu kealaman dan soaial (Soewardi, 1996:210-

211).

Sebagai penguasa di bumi manusia berkewajiban membudidayakan dan membudayakan alam

ini untuk menyiapkao kehidupan manusia yang bahagia. Tugas dan kewajiban adalah ujian

Tuhan pada manusia, siapa yang paling baik di antara manusia menunaikan amanah itu.

Dalam pelaksanaan kewajiban dan amanah, setiap manusia adalah sama berdasar bidang dan

keahlian masing-masing

Misi Al-Qur'an 

Kecenderungan manusia untuk berbuat baik dan jahat maupun godaan syeitan yang terus

menerus kepada manusia untuk melakukan kejahatan akan menghambat peran dan fungsi

manusia baik sebagai hamba Allah maupun Khalifah Allah. Meskipun dernikian, manusia

diberikan otoritas (kewenangan) melakukan pilihan untuk berbuat baik atau jahat. Agar

manusia berdaya tnelakukan peran dan fungsinya, Allah memberikan pedoman dan petunjuk

dalam bentuk agama Islam dengan Alqur'annya.

Alqur'an diturunkan sebagai upaya mencegah manusia untuk melakukan bencana di muka

 bumi dengan tenggelam ke cara-cara dekadensi. Melemahnya moral sering dinyatakan Al-

Qur'an sebagai proses alamiah, "Terlampau lama waktu yang berlaku sehinga had menjadi

keras (hati nurani mereka menjadi tumpul) (Al-Qur'an,

5:16).

Tujuan Al-Qur'an adalah menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang 'etis dan egaliter". Hal

ini terlihat dari celaan Alqur'an terhadap segala "disekuilibrium ekonomi dan ketidakadilan

sosial' di dalam masyarakat Mekkah pada waktu itu. Al-Qur'an mencela dua aspek yang

saling terkait dalam masyarakat tersebut, yaitu "politeisme" yang merupakan simpton. dari

"segmentasi masyarakat dan ketimpangan sosio-ekonomi". Kedua aspek itu menyuburkan

 perpecahan yang tidak diinginkan di antara sesama manusia.

Al-Qur'an memerintahken kepada kaum Muslimin untuk lebih baik mengeluarkan harta

kekayaan di atas jalan Allah sehingga mereka berpiutang kepada Allah yang akan dibayar

Allah dengan berlipat ganda dari pada membungakan uang untuk menghirup darah orang-

orang miskin (Al-Qur'an, 10:39;2:245;5:12;57:11;18:54;63:20). Sehubungan dengan keadilan

Page 5: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 5/7

merata, Al-Qur'an menetapkan prinsip bahwa tidak boleh berputar di kalangan orang-orang

kaya saja (Al-Qur'an, 59:7).

Pada level sosial-politik, Al-Qur'an ingin menguatkan unit keluarga paling dasar yang terdiri

dari kedua orang tua, anak-anak, dan kakek-nenek serta masyarakat Muslim yang lebih besar

dengan dakan rasa kesukuran. Kewajiban untuk setia kepada orang tua dalam Al-Qur'an

(2:83;4:36;6:151;17:23;29:8;31:14;46:15).

Pada umumnya kaum muslimin diperintah untuk mentaati Allah rasul, dan para pemimpin

(yang disiplin maupun diangkat) (Al-Qur'an, 4:59). Namun demikian protes dan

 pemberontakan diizinkan oleh Islam. Menurut Al-Qur'an, semua nabi sesudah Nuh adalah

 pemberontak terhadap tatanan masyarakat mereka. Di sini yang dijadikan kriteria oleh Al-Qur'an apa yang selalu disebut sebagai penyelewengan di atas dunia, diartikan sebagai

keadaan yang menjurus kepada pengabdian hukum secara politis, moral, atau sosial kerika

urusan-urusan nasional dan internasional tidak dapat dikendalikan lagi.

Al-Qur'an adalah sebuah dokumen yang menyerukan kebajikan dan tanggung jawab moral

kuat. Berdasarkan kitab ini, rasa tanggung jawab yang komprehensif dapat menjamin hak-hak

asasi manusia. Sebaliknya sebuah masyarakat yang bertolak dari pemahaman hak-hak dengan

 pengerrian dibolehkan dan kebebasan dari hukum pasti menemui kehancuran.

Karena itu pada dasarnya pembudayaan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari sudah

merupakan reformasi dan pemberdayaan manusia. Bahkan Al-Qur'an pendukung utama

reformasi-reformasi sosial yang lebih bersifat spesifik. Al-Qur'an bertujuan untuk

menguatkan bagian-bagian masyarakat yang lemah, orang-orang miskin, anak-anak yatim,

kaum wanita, budak-budak dan orang-orang yang terlilit utang. Tetapi untuk memahami

reformasi sosial berdasarkan Al-Qur'an tersebut adalah kurang tepat jika kita tidak dapatmembedakan di antara undang-undang legal dengan perintah-perintah bidang moral.

Setelah memahami perbedaan itu maka kita tidak hanya dapat memahami orientasi yang

sesungguhnya dari Al-Qur'an, tetapi kita pun dapat memecahkan masalah-masalah yang

rumit. Misalnya sehubungan dengan reformasi kaum wanita. Di sini terjadi kesalahan

mencolok dari tradisi hukum kaum Muslimin yang memandang Al-Qur'an sebagai kitab

undang-undang tetapi bukan sebagai sumber religius dari hukum (Rahman, 1980:68).

Page 6: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 6/7

Ide terpenting yang dapat ditarik dari Al-Qur'an adalah bahwa aktivitas setan memasuki

setiap bidang kehidupan manusia dan bahwa manusia harus selalu berjaga-jaga. Jika manusia

mengendorkan kewaspadaannya maka manusia mudah dibujuk oleh odaan setan. Walaupun

hingga batas-batas tertentu dan dari dalam prinsipnya, setiap manusia terbuka bagi godaan

setan atau bujukan setan namun orang-orang yang memiliki taqwa tidak akan terlena ke

dalam kejahatan. Kepada Nabi Muhammad dikatakan, 'jika syeitan rnenggoda berlindunglah

kepada Allah; -sesungguhnya Allah mendengar dan mengetahui;- orang-orang yang waspada

naenghadapi tipu daya syeitan, mereka (segera) ingat dan melihat (kembali).". Al-Qur'an,

7:200-201).

Karena itu agar manusia tidak jatuh ke dalam kubangan dosa sebagai produk bujuk rayu

syeitan, manusia harus diperdayakan terus menerus sepanjang hidupnya. Menjadi tugas

manusia untuk memberdayakan sasamanya dari serbuan cumbuan syeitan yang menyesatkan.

Untuk itu setiap manusia memiliki kewajiban menciptakan peluang dan daya kepada manusia

lainnya agar mereka dapat membudayakan Al'qur'an dalam kehidupan sehari-hari seperti

diteladani oleh Nabi Besar Muhammad S.A.W.

Salah satu bentuk pembudayaan Al-Qur'an sekaligus pemberdayaan manusia dalam

kehidupan melalui cara manusia selalu meyakini rukun iman dan menjalankan rukun Islam.

Manusia akan selalu waspada dan berhati-hati dengan godaan setan manakala manusia itu

mampu menjabarkan syahadat menajdi pola sikap dan pola tindak keseharian manusia.

Artinya sifat-sifat seperti asmaul husnah menjadi pedoman perilaku keseharian manusia. Pola

sikap dan pola tindak menusia selalu merasa diperhatikan oleh Allah. Demikian juga,

manusia selalu meneladani sikap dan perilaku Nabi Muhammad Saw.

Manusia mendirikan shalat untuk memperkuat suara hatinya. Melalui shalat manusia men-

chas  pola sikap dan pola tindak sehingga selalu dituntun oleh suara hatinya, dengan shalat

lima waktu diharapkan kecenderungan pola sikap dan pola tindak tidak mengarah kepada

 pola sikap dan pola tindak setan.

Manusia membayar zakat sebagai kepatuhan manusia kepada AUah juga merupakan

implementasi solidaritas sesama manusia. kiharapkan pembayaran zakat itu meresonansi

terhadap pola sikap dan pola tindak manusia ke depan. Pola sikap dan pola tindak seorang

manusia memiliki dampak kepada pola sikap dan pola Undak manusia lainnya. Sedangkan

kewajiban manusia berpuasa diharapkan meresonansi kepada pola sikap dan pola rindak

Page 7: Artikel b Jurnal

7/21/2019 Artikel b Jurnal

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-b-jurnal 7/7

manusia agar dapat mengendalikan diri. Kewajiban naik haji sendiri mendorong manusia

untuk selalu berikhtiar dalam kehidupannya.

Daftat Kepustakaan 

 Alqur'an 

Pranarka, A.M.W. dan Vidhayandika Moeljarto, 1996.  Pemberdayaan(Petnberdayaann :

 Konsep, Kebajikan dan Implementasi),  penyunting Onny S. Priono dan A.M.W. Pranarka,

Jakarta: Cides.

Rahman, Fazlur, 1995. Tema Pokok Alqur'an (terjemahan), Bandung, PT, Pustaka.

Razak, Nasrudin, 1986. Dienul Islam, Bandung: Al- Ma'arif.

Soewardi, Herman, 1996.  Nalar. Kontemplasi dan Realita, Bandung: Program Pascasarjana

Unpad Bandung.

- See more at: http://jurnal.pustakaindonesia.com/artikel-jurnal-pendidikan/40-

 pemberdayaan-manusia.html?start=3#sthash.zbAfMV0F.dpuf