9
METODE PENGAWETAN SUSU DAN PROBLEMATIKA INDUSTRI PERSUSUAN Susu merupakan salah satu hasil ternak yang mengandung nutrien yang diperlukan oleh tubuh antara lain lemak, protein, laktosa, mineral dan vitamin yang mudah dicerna oleh tubuh manusia. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Orang Indonesia lebih mengenal susu bubuk padahal proses pengolahan susu bubuk, melalui pengeringan dengan waktu yang cukup lama sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan gizi, terutama vitamin dan protein. Vitamin dan protein pada suhu tinggi akan terjadi denaturasi atau kehilangan kelarutan vitamin dan protein sehingga menyebabkan vitamin dan protein akan rusak. Memang susu bubuk itu sendiri asalnya juga dari susu segar atau rekombinasi dengan zat lain seperti lemak, dan protein yang dikeringkan. Pemanasan juga dapat menyebabkan penurunan daya cerna protein. Pemanasan susu dengan suhu tinggi

Artikel ilmiah.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel ilmiah.doc

METODE PENGAWETAN SUSU DAN PROBLEMATIKA INDUSTRI

PERSUSUAN

Susu merupakan salah satu hasil ternak yang mengandung nutrien yang

diperlukan oleh tubuh antara lain lemak, protein, laktosa, mineral dan vitamin

yang mudah dicerna oleh tubuh manusia. Susu murni adalah cairan yang berasal

dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang

kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum

mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak

mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi

kemurniannya.

Orang Indonesia lebih mengenal susu bubuk padahal proses pengolahan

susu bubuk, melalui pengeringan dengan waktu yang cukup lama sehingga sangat

berpengaruh terhadap mutu sensoris dan gizi, terutama vitamin dan protein.

Vitamin dan protein pada suhu tinggi akan terjadi denaturasi atau kehilangan

kelarutan vitamin dan protein sehingga menyebabkan vitamin dan protein akan

rusak. Memang susu bubuk itu sendiri asalnya juga dari susu segar atau

rekombinasi dengan zat lain seperti lemak, dan protein yang dikeringkan.

Pemanasan juga dapat menyebabkan penurunan daya cerna protein. Pemanasan

susu dengan suhu tinggi dalam waktu lama juga dapat menyebabkan terjadinya

rasemisasi asam-asam amino, yaitu perubahan konfigurasi asam amino dari

bentuk L ke bentuk D. Padahal tubuh manusia hanya dapat menggunakan asam

amino dalam bentuk L. Oleh karena itu, banyak ahli gizi dunia yang menyarankan

agar kembali mengkonsumsi susu secara alamiah atau susu segar. Bahkan

masyarakat di negara maju, saat ini lebih memilih susu segar, seperti Amerika,

Jerman, Australia. Hanya sayangnya susu segar yang diperoleh dari pemerahan

sapi tidak tahan lama.

Namun dalam praktiknya, menurut Prof. Made Astawan, pakar teknologi

pangan dan gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, untuk mendapatkan susu

sesuai definisi SNI tidak mudah. Apalagi di kalangan masyarakat kita cenderung

lebih familiar dengan produk susu olahan baik bentuk cair maupun padat. Itu pun

Page 2: Artikel ilmiah.doc

tingkat konsumsi rata-rata baru mencapai 10,47 kg/kapita/tahun. Dibandingkan

dengan negara tetangga lainnya seperti Malaysia mengkonsumsi susu sebesar 20

kg/kapita/tahun. Singapura mengkonsumsi susu sebesar 32 kg/kapita/tahun dan

India tingkat konsumsi susunya yakni mencapai 43.929,2 juta liter susu cair per

tahun.

Sejumlah riset pada tahun 2004, melaporkan bahwa konsumsi susu di

Indonesia baru mencapai tujuh liter per kapita per tahun atau baru sebesar 197, 5

juta liter per tahun untuk susu cair dan 625,7 juta liter susu bubuk. Dari data itu

pun terlihat bahwa komsumsi susu bubuk di Indonesia sangat tinggi dibanding

susu cair. Padahal di Australia konsumsi susu rata-rata sudah mencapai 90 liter

perkapita per tahun. Sementara China 11.256 juta liter per tahun.

Permasalahan masyarakat di Indonesia yang lebih memilih susu bubuk tidak

terlepas dari kemudahan mendapatkan susu bubuk dibandingkan susu segar.

Selain itu, susu segar dalam suhu ruangan, hanya mampu bertahan sekitar 5 jam.

Sedangkan susu bubuk, mudah untuk disimpan dan praktis dalam penggunaannya

di bandingkan susu segar yang harus di simpan dalam suhu dingin.

Masa simpan susu segar sangat singkat, ini disebabkan karena susu mudah

tercemar oleh mikroba. Kandungan gizi pada susu merupakan media yang baik

bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu merupakan salah satu bahan pangan

yang mudah rusak atau perishable. Oleh karena itu, perlu adanya sentuhan

teknologi yaitu pengawetan susu agar susu dapat bertahan lebih lama sehingga

dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya agar mereka dapat memperoleh

manfaat dari susu.

Saat ini dengan proses pengolahan susu segar dapat meminimalisasi

kerusakan gizi yang terkandung di dalam bahan baku susu. Metode pengawetan

susu segar yang dikembangkan saat ini antara lain:

1) Pasteurisasi yaitu proses pengawetan atau pengolahan susu dengan memberi

perlakuan panas sekitar 63-72 derajat Celcius selama 15 detik. Tujuannya

membunuh bakteri patogen. Jika Anda penggemar susu ini mesti konsisten

dalam penyimpanannya. Susu hasil pasteurisasi ini hanya memiliki umur

Page 3: Artikel ilmiah.doc

simpan sekitar 14 hari dan harus disimpan pada suhu rendah (5-7 derajat

celcius).

2) Sterilisasi yaitu proses pemanasan susu pada suhu tidak kurang dari 100°C

selama waktu tertentu. Susu ini sudah aman dari bakteri dan jamur, jadi siap

diminum. Penyimpannya tidak harus di rak pendingin, tetapi bila kemasan

sudah dibuka, sisa susu harus disimpan di lemari pendingin. Jenis susu ini

biasanya dikemas dalam kotak karton (tetra pack), ada yg memiliki rasa dan

aroma.

3) Homogenized yaitu proses dimana lemak di dalam susu disebar secara merata.

Butirannya menjadi lebih halus, tetapi sifat dan rasanya tidak berbeda dengan

susu hasil pasteurisasi. Susu yang telah melalui proses ini lebih awet dibanding

pasteurisasi, karena proses ini menghambat kerja enzim lipase yg merusak

butir-butir lemak.

Untuk susu UHT (ultra high temperature), pengolahan susu segar ini

menggunakan pemanasan suhu tinggi (135-145 derajat celcius) dalam waktu yang

relatif singkat 2-5 detik. Proses pemanasan seperti itu selain dapat membunuh

seluruh mikroorganisme (bakteri pembusuk maupun patogen) dan spora (jamur)

juga untuk mencegah kerusakan nilai gizi. Bahkan dengan proses UHT, warna,

aroma dan rasa relatif tidak berubah dari aslinya sebagai susu segar. Di Indonesia

sendiri meski belum sesemarak India dan Vietnam namun sejak 1975-an susu

segar proses UHT sudah banyak dijumpai di pasaran. Contohnya adalah susu

ultra.

Namun, dibalik adanya usaha pengawetan susu segar, disayangkan

konsumsi susu segar masyarakat Indonesia hanya 50 cc dari rata-rata konsumsi

susu 7 liter-10 liter per orang per tahun. Statistik Peternakan 2007 menunjukkan

tingkat konsumsi susu penduduk Indonesia sebesar 10,47 kg/kapita/tahun.

Namun, konsumsi susu cair dalam bentuk ultra high temperature (UHT) 4,6%

(118.500 ton), susu steril 2,7% (69.000 ton), susu pasteurisasi 1,2% (30.000 ton),

dan dalam bentuk bubuk (42,3%). Padahal, susu dalam bentuk bubuk harganya

lebih mahal dan hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar. Keadaan ini

dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah Indonesia yang tidak berpihak pada

Page 4: Artikel ilmiah.doc

peternak dan menyebabkan harga susu tidak terjangkau oleh masyarakat bawah.

Kebijakan tentang susu tersebut hanya ditujukan untuk kepentingan perusahaan-

perusahaan multinasional.

Saat ini jumlah koperasi susu perah di Indonesia mencapai 340.000 unit dan

120.000 peternak yang rata-rata memiliki tiga hingga empat ekor sapi, sedangkan

produksi susu nasional hanya memenuhi permintaan domestik 25% dari jumlah

konsumsi sekitar 700.000 ton per tahun, sisanya dipenuhi dari impor. Sedangkan

jumlah sapi perah di Indonesia hanya 350.000-400.000 ekor, dengan rata-rata

kepemilikan tiga ekor per peternak. Padahal, untuk mencukupi kebutuhan

peternak dan keluarganya, setidaknya harus memiliki 8 ekor sapi.

Selama ini dari rata-rata 10 liter susu yang dihasilkan peternak per hari,

harga beli berkisar Rp1.650-Rp 2.800 per liter. Bergantung pada kualitas susu

yang dihasilkan. Kalau koperasi bisa membeli dengan harga di atas Rp 3.100 per

liter, peternak bisa sedikit bernapas karena tiap hari untuk pengadaan pakan

ternak, biaya yang dikeluarkan Rp15.000/ekor/ hari.

Pemerintah tidak berpihak kepada peternak juga terlihat dari tidak adanya

subsidi untuk peternak sapi perah. Pemerintah juga terlalu rendah menetapkan

harga susu di tingkat peternak, yakni kurang dari Rp 3.000 per liternya, padahal

biaya produksinya saja mencapai Rp 2.500-Rp 3.000 per liter.

Sebelumnya Indonesia mempunyai kebijakan untuk melindungi peternak

susu dalam negeri lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu

Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi

pada tahun 1983. Saat itu, Industri Pengolahan Susu (IPS) diwajibkan untuk

membeli susu dari peternak lokal disamping susu impor sebagai bahan baku

Industrinya. Di sisi lain, penerapan SKB ini menimbulkan ketergantungan

peternak kepada IPS-IPS. Peternak tidak punya hak untuk menentukan harga,

sehingga yang berhak menentukan harga dan kuota susu dari peternak hanya IPS.

Ketergantungan yang merugikan itu terus berlanjut hingga hari ini. Sekitar

90 persen susu segar peternak diserap oleh IPS, yang hanya terdiri dari lima

perusahaan besar. Kelima perusahaan itu adalah PT Nestle, PT Frisian Flag, PT

Ultra Jaya, PT Sari Husada, dan PT Indomilk-Indo-lacto. Karena ketergantungan

Page 5: Artikel ilmiah.doc

terhadap IPS, para peternak tidak pernah mendapatkan harga yang sesuai untuk

produk susunya. Nasib peternak tetap berada di tangan perusahaan-perusahaan

asing dan dipermainkan oleh mekanisme pasar global. Misalnya, dalam kurun

waktu 6 bulan 2008-Juni 2009, Nestle telah dua kali menurunkan harga beli susu

dari peternak.

Penurunan pertama terjadi pada Desember 2008. Sebelumnya, harga

pembelian dari peternak Rp 3.900 per liter menjadi Rp 3.700 per liter dan

penurunan tahap kedua dberlakukan dari harga Rp 3.700 per liter menjadi Rp

3.400 per liter. Meski peternak dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)

selaku agen menentang keras, Nestle tetap menurunkan harga beli susu.

Alasannya, harga susu impor turun.

Langkah Nestle tersebut diikuti perusahaan pengolahan susu lain. Fakta

dilapangan, harga susu yang dijual ke konsumen sama sekali tidak mengalami

penurunan. Jika demikian, sangat jelas pihak perusahaanlah yang diuntungkan.

Sedangkan peternak tidak pernah menerima harga yang layak dan konsumen

berpenghasilan rendah tetap tidak mampu untuk membeli susu. Kondisi ini sangat

jelas menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi, sehingga apabila terjadi

gejolak pasokan dari luar negeri maka akan terjadi kenaikan harga akibat

kekurangan stok susu di dalam negeri.

Kenyataan yang ada adalah perusahaan susu besar rata-rata mendatangkan

susu dan produk olahannya dari luar negeri. Susu impor yang paling besar

didatangkan dari New Zealand, Australia, dan Philipina. Keadaan tersebut terjadi

karena banyaknya perusahaan susu yang dikuasai oleh asing. Sedangkan negara

asal yang memiliki saham perusahaan susu tersebut mengalami surplus. Sehingga

perlu melakukan ekspor susu ke Indonesia, atau negara-negara lain. Khususnya

negara Indonesia yang memiliki potensi besar, namun sumber daya manusia

(SDM) rendah. Sehingga negara-negara pengekspor susu ke Indonesia tetap

terjaga stabilitas ekonominya.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi impor susu adalah

dengan cara meningkatkan konsumsi susu segar konsumen. Jika tingkat konsumsi

susu segar masyarakat meningkat, hal ini secara langsung juga membantu

Page 6: Artikel ilmiah.doc

peternak agar mampu menjual produk susunya dengan harga yang layak. Selain

itu, perlu adanya proses pembangunan usaha peternakan sapi perah yang diiringi

dengan peningkatkan kualitas kesehatan ternak dan keamanan produknya. Hal ini

dilakukan agar kuantitas tinggi yang dihasilkan tidak menjadi sia-sia karena

kualitas produk yang tidak baik. Selain itu perlu diimbangi dengan pengolahan

atau pengawetan susu segar, sehingga konsumen tertarik untuk membeli susu.