13

Click here to load reader

Artikel Penjaja Makanan As

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Penjaja Makanan As

MASALAH keracunan makanan tampaknya sudah langganan di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup tinggi. Dan, dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan makanan tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah.

Masalah keamanan pangan, menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno, menjadi isu strategis saat ini.

"Industri rumah tangga di bidang pangan (IRTP) berjumlah lebih dari 500 ribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, pada saat yang sama IRTP juga mempunyai potensi kerawanan keamanan pangan terutama dalam kebersihan sarana, pemilihan bahan, proses pengolahan, dan monitoring mutu produk di peredaran," jelasnya.

Demikian juga makanan jajanan (street food) dan jajanan anak sekolah, kata Sampurno, perlu mendapat perhatian serius dan konsisten dari semua pihak.

"Terutama adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Perlu dilakukan pembinaan yang lebih intensif kepada IRTP dan pembuat makanan jajanan terhadap pemasok bahan kimia."

Menurutnya, sumber terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada usaha jasa boga atau katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah.

"Pembinaan dan pengawasan usaha jasa boga dan jajanan anak sekolah ini ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Meski demikian, lanjutnya, Badan POM tetap melakukan proaktif menjalin kerja sama dengan mitra terkait.

"Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan POM sebagian besar kasus keracunan makanan akibat makanan telah terkontaminasi mikroba patogen Staphyllococcus areus."

Hal ini mengindikasikan adanya masalah kebersihan dan proses memasak makanan yang tidak higienis. Sedangkan dari uji sampling jajanan sekolah dari Banda Aceh sampai Jayapura ditemukan makanan mengandung formalin dan boraks pada bakso dan mi untuk pengenyal dan pengawet serta Rhodamin B pada sirup es mambo atau pewarna merah pada es.

Penyuluhan

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Tuti Lukman Sutrisno mengemukakan belum semua sekolah mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat. "Sebab, saya pernah menanyakan kepada penjaga kantin sekolah, mereka belum pernah didatangi petugas kesehatan untuk mendapatkan penyuluhan tentang makanan yang aman untuk anak-anak."

Bahkan, kata Tuti, beberapa kantin sekolah yang menyediakan jajanan anak sekolah sama sekali tidak layak dan tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak.

"Pihak sekolah pun harus ikut bertanggung jawab dalam pengadaan jajanan anak sekolah. Karena sekolah yang mengizinkan penjual itu berjualan di sekitar sekolah."

Seperti diketahui, Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna tekstil dan masuk ke dalam golongan pewarna yang dilarang digunakan untuk makanan. Demikian juga produk jajanan mengandung mikroba salmonela yang menyebabkan tifus.

Menurut Sampurno, penanganan makanan jajanan anak sekolah ini harus melibatkan pihak sekolah untuk melakukan pembinaan kepada para penjaja makanan yang ada di sekitar sekolah maupun kantin.

Sampurno meminta pihak sekolah harus mewaspadai donasi dan promosi makanan yang dilakukan di sekolah-sekolah. "Makanan yang didonasikan ke sekolah bila tidak

Page 2: Artikel Penjaja Makanan As

diatur dan dilakukan pengawasan dengan baik dapat menimbulkan masalah dan risiko pada anak-anak sekolah."

Sehubungan dengan hal itu Badan POM telah menyampaikan pedoman pemberian pangan untuk konsumsi anak sekolah kepada gubernur di seluruh Indonesia.

Sedangkan industri makanan di dalam negeri dengan teknologi modern juga tumbuh pesat dengan dukungan basis sumber daya nasional. "Untuk bersaing di pasar ekspor, aspek mutu dan keamanan produk harus dijaga konsisten untuk selalu memenuhi standar internasional terkini."

Anggota DPR dari Komisi IX Achmad Affandy menilai bahwa pemantauan terhadap makanan yang ditambah dengan zat kimia tidak tuntas. "Dulu pernah ada pemeriksaan terhadap bahan pembuat tahu Kediri. Hasil pemeriksaan POM mengandung formalin. Pengusaha tahu Kediri jera dan tidak lagi menambahkan formalin. Akan tetapi, setelah beberapa bulan kemudian dilakukan lagi dengan alasan usahanya bisa rugi."

Menurut Sampurno, perbuatan pengusaha itu jelas merugikan masyarakat apalagi menambahkan zat kimia terlarang pada makanan yang cukup khas di kotanya.

Sampurno menjelaskan program pengawasan keamanan pangan Badan POM pada tahun mendatang difokuskan untuk menyelesaikan dan menyusun berbagai standar bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN).

"Terutama menyangkut bahan tambahan pangan pengemulsi, pemantap, pengatur keasaman, pengental, antioksidan, pemutih, pematang tepung dan sebagainya."

Demikian pula berbagai peraturan pangan yang saat ini sudah dalam proses, lanjutnya, perlu diselesaikan segera. Misalnya, peraturan persyaratan penggunaan pengawet dalam produk pangan, persyaratan penggunaan pewarna, persyaratan penggunaan bahan baku, persyaratan penggunaan cemaran logam, dan batas maksimum aflatoksin dalam produk pangan.

Sering kali anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menggugah selera, dan harganya terjangkau. Makanan ringan, sirup, bakso, mi ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah. Bahkan tak terbendung lagi berapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi standar gizi ini.

Bahan tambahan

Menurut Ketua Patpi (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) Cabang DKI Jaya DR Ir RD Esti Widjajanti, makanan semakin enak biasanya ditambah dengan bahan tambahan makanan (BTM). "Produsen makanan rumah tangga akan berusaha menampilkan makanan semenarik mungkin baik dari penampakan, aroma, dan tekstur. Akan tetapi, acap kali faktor gizi, higienis dan keamanan pangan justru diabaikan."

Faktanya produksi pangan olahan untuk tujuan komersial penggunaan bahan tambahan kimia sebagai bahan pengawet tidak mungkin dihindari, terutama industri makanan rumah tangga.

Tujuan penggunaan bahan pengawet ini adalah untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir). "Akhir tujuannya dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, sebagai zat pengental/penstabil, antilengket, mencegah perubahan warna, memperkaya vitamin, mineral, dan sebagainya."

Menurutnya, pemberian bahan tambahan tersebut tidak merusak nilai gizi makanan itu, asalkan tidak kedaluwarsa. Biasanya kalau masa kedaluwarsanya sudah ditentukan, maka empat bulan menjelang kedaluwarsa makanan itu mengalami perubahan.

Page 3: Artikel Penjaja Makanan As

Penggunaan zat pengawet sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis zat pengawet ada dua, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka.

Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam buah-buahan olahan demi menjaga kesehatan konsumen.

Menurut Esti, pewarna, pengawet, atau penguat rasa alamiah sangat sulit dilakukan di Indonesia karena harganya cukup mahal. "Apalagi dijual untuk konsumsi anak sekolah, industri rumah tangga lebih menyukai bahan kimia. Kalau zat pewarna jelas warnanya lebih ngejreng dibandingkan dengan pewarna dari Angkak. Warnanya kurang menarik dan mahal harganya."

Demikian juga dengan pemanis buatan, seperti aspartam jauh lebih disukai produsen karena hanya satu tetes saja, kata Esti, sudah cukup manis dibandingkan gula asli dari tebu.

Sedangkan penguat rasa MSG, lanjutnya, kalau di luar negeri dipakai penguat rasa dari tumbuhan. Harganya memang mahal dibandingkan MSG hasil fermentasi, seperti yang dipakai di Indonesia. "Tentu saja masyarakat harus hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman yang masih rendah keamanannya. Jangankan jajanan sekolah, pembuatan tempe saja sekarang ini masih kurang higienis, khususnya sanitasinya. Bagaimana tempe kita bisa diekspor," kata Esti yang juga Kepala Bidang Teknologi Pangan dan Nutrisi BPPT ini.

Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana Badan POM ke depan, menurut Sampurno, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Pada 2005 nanti Badan POM akan menerapkan sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan dan system food star pada industri rumah tangga pangan.

"Rencana ke depan Badan POM akan melaksanakan sistem standardisasi produk pangan dan bahan berbahaya, membangun networking dengan berbagai instansi berkaitan dengan mutu dan keamanan jajanan anak sekolah."

Dan tak kalah penting, lanjut Sampurno, Badan POM perlu meningkatkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.

Mewaspadai keracunan pangan

CANDRA SYAFEI

Sistim Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholders kunci yang terlibat dalam keamanan pangan, mulai dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistim yang mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara pangan.Bersama-sama kita meningkatkan keamanan pangan di Indonesia adalah semboyan untuk sistim keamanan pangan terpadu (SKPT) nasional di Indonesia. Semboyan ini merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. Keamanan makanan menjadi faktor yang sangat penting dalam pemilihan makanan, karena betapapun nikmatnya suatu makanan tetapi bilamana tidak aman bagi kesehatan tentu tidak layak dikonsumsi oleh konsumen. Menurut survei Badan POM Nasional menunjukan 78 persen, anak sekolah jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun penjaja makanan di sekitar sekolah. Survei yang dilakukan pada tahun 2008 itu juga menunjukan bahwa pangan jajanan di sekolah memegang peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Makanan minuman umumnya tersusun dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan berbagai zat kimia lain yang sudah berada dalam makanan secara alami maupun yang sengaja ditambahkan. Ternyata pangan jajanan di sekolah telah berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31,1 % dan protein sebesar 27,4% akan tetapi, dilemanya tingkat keamanan pangan jajanan disekolah cukup memprihatinkan. Dari hasil pengawasan jajanan anak sekolah yang dilakukan rutin oleh Badan POM selama 2006 – 2010 menunjukan masih adanya serkitar 40-44 persen jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia berbahaya. Misalnya formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow, penggunaan pemanis buatan (siklamat) dalam minuman maupun kue-kue.

Page 4: Artikel Penjaja Makanan As

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah rendahnya tingkat pengetahuan produsen ataupun penjaja makanan mengenai keamanan pangan jajanan, praktek hygiene yang masih rendah, atau produsen tidak peduli dengan aspek keamanan pangan karena mengejar keuntungan yang besar, merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan pangan. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan penyakit akibat pangan pada anak-anak baik secara akut maupun kronis.Pada penelitian yang dilakukan di Bogor juga telah ditemukan Salmonella Paratyphi A dalam 25 % - 50 % sampai minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Bakter E-Coli juga ditemukan dalam jajanan berbentuk minuman seperti es sirup dan minuman sejenis. Jajanan bisa tercemar bakteri antara lain karena proses pengolahan yang tidak hygienis, tempat penyajian yang terkontaminasi serangga dan debu serta perilaku penjaja yang kurang memperhatikan kebersihan seperti mengambil makanan menggunakan tangan langsung tanpa alat bantu/pelapis, melayani pembeli sambil berbicara/bersin-bersin. Makanan yang tercemar bakteri E – Coli bisa menyebabkan diare. Secara spesifik, jajanan makanan sekolah banyak yang tidak sehat dan tidak layak konsumsi. Karena selama ini para penjual makanan jajanan sekolah, menjual dagangannya di area terbuka dan didekat atau di atas selokan kotor tanpa penutup atau dipinggir jalan yang banyak debu beterbangan. Kondisi ini dapat memicu dan memacu pencemaran terhadap jajanan sekolah sehingga menjadi tidak sehat dan berbahaya. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima, menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Meningkatnya makanan jajanan dibanyak negara termasuk di Indonesia adalah akibat peningkatan populasi penduduk, perubahan keadaan sosio ekonomi. peningkatan angka pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Makanan jajanan kaki lima menjadi pilihan masyarakat karena murah, mudah, menarik dan bervariasi. Dari sudut pandang ekonomi, makanan jajanan kaki lima ini dapat menjadi sumber pendapatan utama. Karenanya jajanan kaki lima selama ini menjadi alternatif untuk mendapatkan makanan secara cepat,   karena posisinya selalu dekat jalan raya atau tempat orang melintas.  Sehingga menjadi bagian penting dalam sistim suplai makanan. Namun amankah makanan jajanan tersebut?

Bahaya pangan yang tidak aman Pada umumnya yang sering menjadi masalah yang berhubungan dengan pangan adalah kebiasaan makan di kantin atau warung dan kebiasaan makan fast food. Laporan Food Watch memaparkan hasil monitoring jajanan anak sekolah (JAS) yang sering tidak memenuhi syarat (TMS) karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas. Penyalahgunaan bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikroba yang mencerminkan kualitas mikrobiologi pangan jajanan anak sekolah.

Bahan kimia berbahaya yang dilarang namun sering digunakan untuk pangan adalah 1).Formalin (bahan pengawet mayat, antiseptic, pengawet kayu dan penghilang bau), digunakan untuk mie dan tahu. 2).Boraks (bahan pengawet kayu, antiseptik toilet, las karbit, bahan baku pada industri kaca), digunakan untuk bakso, mie,kerupuk,lontong dan lupis. 3) Zat perwarna rhodamin B dan methanyl yellow (bahan pewarna tektil), digunakan untuk aneka kue dan minuman warna-warni. Bahan-bahan tersebut dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing dan mual.

Sebenarnya pemanis buatan itu tidak memiliki nilai gizi kalori, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan hipoglikemia yang berakibat turunnya daya belajar, juga bisa menimbulkan kanker prostat. Adapun ciri-ciri khusus darimakanan mengandung bahan berbahaya dan pewarna yang dilarang jika bahan-bahan makanan mie, tahu, bakso, lontong dan lupis terlihat kenyal, mengkilat, dan tidak dihinggapi lalat, maka patut dicurigai bahwa bahan tersebut mengandung boraks atau formalin.makanan atau minuman warna-warni yang warnanya sangat cerah dan ngejreng/cas, serta tidak mudah hilang jika kena tangan atau dilidah, maka itu merupakan awal tanda-tanda makanan atau minuman tersebut mengandung pewarna tekstil rhodamin B atau

Untuk mengurangi paparan terhadap anak sekolah dari makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid serta pedagang. Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Upaya Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan Kementrian Kesehatan dapat ditingkatkan penggunaannya sebagai alat bantu penyuluhan keamanan pangan disekolah-sekolah.

Bahkan pada tanggal 31 Januari 2011 yang lalu, Wapres RI Boediono telah mencanangkan ”gerakan jajanan sekolah sehat dan bersih. Resiko kesehatan yang ditimbulkan akibat jajanan yang tidak aman tidak bermutu berdampak jangka panjang terhadap pembentukan generasi bangsa yang lebih baik. Karena itu sangat penting untuk menjadikan gerakan jajanan anak sekolah yang aman, bergizi dan bermutu.

Gerakan pengawasan pangan jajanan anak sekolah perlu melibatkan berbagai pihak. Di sini diperlukan kesadaran, keterlibatan dan partsipasi aktif dari berbagai pihak dalam meningkatkan keamanan pangan. Gerakan ini jangan sebatas gertak sambal sehingga harusdiupayakan secara terus menerus dan terpadu agar hasil yang dicapai dapat maksimal. Untuk itu masing-masing pihak yang terkait memiliki peran aktif yang terintegrasi.

Anak sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Untuk itu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, Sistimatis dan berkesinambungan. Pertumbuhan dan perkembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi yang berkualitas serta

Page 5: Artikel Penjaja Makanan As

kuantitas yang baik serta benar.

Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Yang sering menimbulkan masalah adalah pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan Sistim tubuh anak. Food Borne diseases atau penyakit bawaan makanan  merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang serius sehingga sering kali kurang diperhatikan.

Peran dinas kesehatan Sebagaimana Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 922/Menkes/SK/X/2008, tentang Teknis Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Yang menjadi urusan dan kewenangan dinas kesehatan adalah a)Pengawasan dan pengendalian dalam rangka pencegahan dan mengatasi Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat pencemaran makanan. b)Pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi makanan dan minuman hasil industri rumah tangga. c)Pelatihan pengambilan contoh makanan minuman hasil industri rumah tangga. d)Pengawasan dan registrasi makanan minuman hasil industri rumah tangga. e)Penerbitan sertifikat laik sehat bagi produsen makanan minuman siap saji. d)Pengawasan dan pengendalian dalam rangka penggunaan bahan tambahan yang dilarang termasuk cemaran mikroba patogen dalam makanan minuman produksi rumah tangga. Dalam skala provinsi akan dilaksanakan dinas kesehatan provinsi dan skala kabupaten/kota akan dilaksanakan dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinas kesehatan provinsi adalah sebagai leading sektor pelopor terdepan memimpin dan melakukan koordinasi pembinaan, pengawasan dan pengendalian keseluruh kabupaten/kota.

Berita yang memprihatinkan dari Sumatera Utara adalah akhir-akhir ini sering terjadi kejadian keracunan pangan dengan tenggat waktu yang relatif beruntun. Dimulai kasus di Akademi kesehatan di  Padang Sidempuan, Kasus Tempat Pelatihan Helvetia, Kasus di Asrama Sekolah Kesehatan - Medan, Kasus di proyek pembangunan rumah sakit Jalan Dr Mansyur-Medan, Kasus di jalan Ngalengko - Medan sampai dengan kasus keracunan anak sekolah - Medan Johor, SD Al Washliyah Jalan Bromo – Medan dan SD N 105292 Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan-Deli Serang. Sehingga apakah kasus-kasus ini akan berlanjut terus? Untuk itu mari kita semua saling kuatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor yang bertekad mencegah keracunan pangan di Sumatera Utara. Semoga!

Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

Awas! Ancaman Jajanan Anak Sekolah Masih Hantui Orang Tua

ILUSTRASI: Pengawasan Badan POM dalam lima tahun terakhir menunjukkan, masih banyak jajanan anak sekolah yang tidak sehat. Hasil

pemantauan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan secara rutin selama kurun waktu 2006-2010 menunjukkan, jajanan anak

yang tidak memenuhi syarat berkisar 40-44 persen

Pengawasan Badan POM dalam lima tahun terakhir menunjukkan, masih banyak jajanan anak sekolah yang tidak

sehat. Hasil pemantauan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan secara rutin selama kurun waktu

2006-2010 menunjukkan, jajanan anak yang tidak memenuhi syarat berkisar 40-44 persen.

Fakta ini sungguh memprihatikan. Berdasarkan survei Badan POM pada 2008, pangan jajanan memegang peranan

penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah.

Menurut hasil survei itu, pangan jajanan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31 persen dan

protein sebesar 27,4 persen. Fakta lain juga menyebutkan, sekitar 78 persen anak sekolah jajan di lingkungan

sekolah, baik di kantin maupun dari penjaja sekitar sekolah.

"PJAS tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan karena penggunaan bahan berbahaya yang dilarang

digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B, dan methanyl yellow," ungkap BPOM

dalam siaran persnya, Senin (31/1/2011) kemarin.

Menyikapi temuan ini, Badan POM telah mencanangkan "Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang

Aman, Bermutu, dan Bergizi" pada hari ini. Pencanangan yang dilakukan Wakil Presiden Boediono tersebut juga

bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Ke-10 Badan POM.

BPOM juga telah menyusun Rencana Aksi Nasional Gerakan Menuju Pangan Jalanan Anak Sekolah yang Aman,

Bermutu dan Bergizi. Rencana tersebut antara lain meliputi  promosi keamanan pangan melalui komunikasi,

penyebaran informasi, dan edukasi bagi komunitas sekolah termasuk guru, murid, orangtua murid, pengelola kantin

sekolah, dan penjaja PJAS.

Page 6: Artikel Penjaja Makanan As

Langkah lainnya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan dan penyajian PJAS yang

benar, peningkatan pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan secara mandiri oleh komunitas sekolah, dan

pemberdayaan masyarakat termasuk penerapan sanksi sosial (social enforcement).

Sementara itu, Tim Gabungan antarkementerian akan mengawasi mutu jajanan anak sekolah karena masih

ditemukan 40-44 persen jajanan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan.

"Selama ini belum ada koordinasi yang baik antarinstansi sehingga pengawasan belum bisa efektif. Jadi kami akan

bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pemberdayaan

Perempuan untuk pengawasan," ujar Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Kustantinah ketika

ditemui pada acara ulang tahun Badan POM di Jakarta, Senin.

Selama 2009-2010 kantin sehat baru ada di 453 sekolah (0,25 persen) dari 178.240 sekolah SD di seluruh Indonesia

padahal hasil survei Badan POM menunjukkan sebanyak 78 persen anak sekolah jajan di lingkungan sekolah baik di

kantin maupun penjaja makanan di sekitar sekolah. Survei yang dilakukan pada 2008 itu juga menunjukkan bahwa

pangan jajanan di sekolah memegang peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia

sekolah. Pangan jajanan di sekolah ditemukan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 31,1

persen dan protein sebesar 27,4 persen. Padahal hasil pengawasan jajanan anak sekolah yang dilakukan rutin

Badan POM selama 2006-2010 menunjukkan masih ada sekitar 40-44 persen jajanan anak sekolah yang tidak

memenuhi syarat keamanan pangan yang disebabkan oleh penggunaan bahan berbahaya yang dilarang digunakan

untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow.

"Jadi kami akan menyatukan lintas sektor dalam satu program agar pengawasan bisa efektif. Misalnya pengujian

akan dilakukan di Badan POM, pembinaan promosi kesehatan dari Kementerian Kesehatan, atau sosialisasi lewat

ibu-ibu PKK dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Kemudian bagaimana menjaga jajanan sekolah tetap

sehat dari Kementerian Pendidikan," papar Kustantinah. (fn/km/ant) www.suaramedia.com

BAHAYA MAKANAN JAJANAN DI SEKITAR KITABukan kali pertama kalau diberitakan jajanan anak sekolah (dan orang dewasa) tidak menyehatkan. Bahaya makanan jajanan sekolah dan makanan umum lainnya bisa muncul untuk jangka pendek, bisa juga pada jangka panjang.

Jangka pendek, terjadi keracunan makanan sebab tercemar mikroorganisme, parasit, atau bahan racun

kimiawi (pestisida). Muntah dan diare sehabis mengonsumsi jajanan paling sering ditemukan.

Bahaya jangka panjang jajanan yang tidak menyehatkan apabila bahan tambahan dalam makanan-

minuman bersifat pemantik kanker, selain kemungkinan gangguan kesehatan lainnya.

Kita menyaksikan hampir semua kalangan di Indonesia, baik anak sekolah, orang kantoran di kota

besar, apalagi yang di pedesaan, rata-rata sudah tercemar oleh beragam bahan kimiawi berbahaya

dalam makanan, kudapan, atau penganan jajanan mereka.

Mengandung Zat Warna Tekstil

Sebagai contoh adalah saus tomat. Tidak sedikit saus tomat yang beredar terbuat dari ubi, cuka, dan

zat warna tekstil (rhodomin-B). Zat warna tekstil inilah yang diperkirakan berpotensi menimbulkan

keluhan tersebut.

Tidak hanya sekadar pusing belaka yang ditakutkan, melainkan juga bahaya jangka panjangnya. Zat

warna tekstil jenis itu bersifat pemantik munculnya kanker bila dikonsumsi rutin untuk waktu yang

sama. Kita menyaksikan yang ada di meja makan warung nasi, penjual bakmi bakso, dan kantin

sekolah, kemungkinan besar jenis saus tomat semacam itu. Kalau tidak, kenapa harganya bisa rendah

sekali? Kecurigaan harus muncul bila ada saus tomat semurah itu. Bukan cuma dalam saut tomat, zat

warna tekstil rhodomin-B juga konon pernah ditemukan dalam lipstik dan pemerah pipi, selain bahan

pewarna panganan dan jajanan, termasuk mungkin dalam sirup murah.

Dalam sebuah reportase sebuah stasiun TV swasta menyiarkan tayangan pembuatan sirup yang

dijajakan di sekolah tersebut kurang higienis, memakai air mentah (belum dimasak) dan zat warna

buatan yang diduga rhodomin-B juga.

Sirup dan limun murah di jajanan sekolah ini yang membuat kita prihatin. Generasi anak sekolah

(pinggiran, dari ekonomi kurang mampu) kita tengah memanggul risiko terkena kanker saat dewasa,

selain bahaya infeksi perut dadakan.

Bahaya Cacing Melihat kondisi seperti ini, semakin murah-meriah suatu jajanan, boleh disimpulkan

semakin besar berisiko membahayakan kesehatan. Bahaya jangka panjang yang lain juga muncul bila

jajanan sampai tercemar cacing.

Page 7: Artikel Penjaja Makanan As

Kebanyakan sayur mayur mentah (pernah diselidiki) di supermarket mengandung telur cacing perut

karena konon sebelum dibawa ke kota, dibersihkan memakai air selokan di gunung. Air selokan

umumnya sudah tercemar tinja berpenyakit (penderita penyakit cacing perut). Telur cacing juga dapat

pula dibawa oleh jemari penjaja makanan (gado-gado, rujak, buah dingin, karedok, ketoprak) bila

penjaja makanan (food handle) mengidap penyakit cacing. Sehabis penjaja makanan buang air besar

dan tidak membasuh tangan dulu tetapi langsung menyajikan makanan, telur cacing di kuku jemarinya

akan mencemari makanan jajanannya. Di sela-sela kuku jemari tangan telur cacing mengendon dan

pindah ke makanan jajanan. Cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing cambuk, jenis-jenis

cacing yang lazim ditularkan dari makanan jajanan.

Sering pengidap cacing tidak merasakan keluhan apa-apa, termasuk orang gedongan dan pekerja

kantoran. Biasanya baru kedapatan cacingan kalau iseng melakukan pemeriksaan laboratorium tinja.

Tahu-tahu ada telur cacingnya. Pada anak sekolah, cacingan bisa berakibat kekurangan darah

(anemia). Baru-baru ini diberitakan bahwa lebih separuh anak sekolah dasar (sampel sebuah yayasan

LSM) menderita anemia. Besar kemungkinan, selain sanitasi yang buruk, penyebabnya bersumber dari

jajanan harian yang tercemar cacing perut.

Bahan-Bahan Berbahaya

Pada intinya adalah sudah saatnya kita selaku orang tua maupun orang dewasa hendaknya berhati-

hati apabila kita atau anak kita jajan di luar. Tentunya kita tidak ingin apabila kita apalagi anak kita

mengidap penyakit kanker atau cacingan bukan?

Sebagai tambahan wawasan, berikut ini beberapa bahan-bahan berbahaya yang sering digunakan oleh

penjual jajanan yang tidak bertanggung jawab. Semoga dengan mengetahui jenis dan bahayanya, kita

lebih berhati-hati di kemudian hari.

Gula bibit

Selain pewarna, jajanan kaki lima yang memang buat kantong ekonomi lemah, dengan harga yang

lebih terjangkau, tak mungkin sepenuhnya menggunakan gula asli (gula pasir maupun gula merah),

melainkan memilih gula bibit.

Kita tahu gula bibit tidak semuanya aman bagi kesehatan. Sebut saja gula sakarin dan aspartam, yang

jauh lebih murah dibanding gula asli. Bisa dipastikan jenis gula bibit murah begini, yang sudah dilarang

digunakan, masih saja dipakai oleh rata-rata pembuat makanan dan minuman rumahan. Limun, sirup,

saus dan kecap murah, hampir pasti mencamprukan gula bibit, kalau bukan seluruhnya bahan kimiawi

berbahaya ini. Pemanis buatan lain tentu ada yang lebih aman, dari daun stevia, misalnya. Namun,

karena harganya tidak terjangkau untuk membuat kudapan murah, pedagang memilih gula buatan

yang lebih murah.Belakangan pemanis buatan aspartam juga gencar dilarang, lantaran efek buruknya,

antara lain diduga terhadap otak. Namun, masih banyak jajanan dan penganan, selain industri

makanan yang menggunakan aspartam.

Penyedap

Perhatikan bagaimana tukang bakso pinggir jalan menambahkan bumbu penyedap (sodium glutamic).

Dahulu, untuk menuangkan bumbu penyedap (disebut mecin, vetsin) memakai sendok khusus terbuar

dari kayu dengan penampang seujung kelingking.

Maksudnya paling banyak disedok pun, takarannya hanya seujung kelingking itu. Tidak demikian hal

sekarang, rata-rata dituang langsung dari kantong plastik kemasan atau memakai sendok makan.

Semakin banyak penyedap dituangkan, semakin gurih rasa barang jualannya.Dari kacamata ekonomi,

akan lebih menguntungkan bila menuangkan lebih banyak penyedap karena menambah lezat cita rasa

jajanan. Air putih (bukan kaldu) yang dibubuhi penyedap banyak-banyak dengan cara murah dan

mudah menjadi sangat menyerupai kuah kaldu yang harus tinggi modalnya.

Apa bahaya mengkonsumsi penyedap banyak-banyak? Ya, bila dikonsumsi rutin untuk jangka waktu

lama, penyedap buruk efeknya terhadap susunan saraf pusat, selain efek alergi bagi yang tidak tahan

(post resntaurant syndrome), juga pusing-pusing sehabis makan di restoran (akibat penyedap).

Bagi mereka yang ingin aman, selain minta tidak pakai penyedap bila memeasan makanan restoran,

masakan di rumah sendiri sama sekali bebas penyedap buatan. Rasa gurih sehatnya cukup hanya

mengandalkan bahan alami, seperti rasa kaldu ayam, sapi atau ikan belaka. tanpa perlu

menambahkan bumbu penyedap buatan.

Formalin

Kita juga mengenal bahan formalin. Selain digunakan buat pengawet mayat agar tidak lekas

membusuk, formalin juga masuk ke indsutri makanan (rumahan). Bukan baru sekarang kita

mendengar atau mungkin membaca kalau formalin juga masuk industri pembuatan tahu.

Page 8: Artikel Penjaja Makanan As

Agar awet tidak lekas rusak (basi), industri tahu (murah) juga memanfaatkan formalin, agar tidak

sampai merugi. Tahu yang berformalin dijajakan di mana-mana. Padahal, formalin juga tidak

menyehatkan.

Masalahnya, bagaimana mengontrol begitu banyak dan luasnya industri rumahan tahu di Indonesia?

Formalin juga dimanfaatkan untuk proses pembuatan ikan asin. Penjualan ikan asin di suatu daerah,

baru-baru ini diberitakan menurun akibat kedapatan pembuatannya memakai formalin agar lebih awet.

Selain formalin kita juga membaca atau mendengar pembuatan bakso mencampurkan bahan kimiawi

boraks juga, selain beberapa jenis bahan kimiawi yang sudah terbukti membahayakan kesehatan,

masih lolos tak terkontrol. Betapa longgarnya kendali terhadap pemakaian bahan-bahan berbahaya

karena memang tidak mudah rentang kendali untuk ribuan industri makanan dan minuman rumahan,

termasuk jamu rumahan.

Minyak goreng bekas Disinyalir, kebanyakan jajanan gorengan pinggir jalan juga menggunakan

minyak goreng bekas, kalau minyak goreng yang sudah dioploas dengan minyak lain yang lebih

murah. Minyak goreng oplosan ini yang diduga membahayakan kesehatan.

Kita sudah tahu kalau minyak goreng bekas (jelantah) bersifat karsinogenik juga. Restoran ayam

goreng yang tidak memakai lagi minyak goreng habis pakainya, menjualnya ke penjual gorengan

pinggir jalan. Kalau dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, tentu sama tidak sehatnya dengan

bahan karsinogenik lainnya. Termasuk jika kita melakukannya juga di rumah sendiri.

kimia makanan

MASALAH keracunan makanan tampaknya sudah langganan di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup tinggi. Dan, dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan makanan tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah.Masalah keamanan pangan, menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno, menjadi isu strategis saat ini. "Industri rumah tangga di bidang pangan (IRTP) berjumlah lebih dari 500 ribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, pada saat yang sama IRTP juga mempunyai potensi kerawanan keamanan pangan terutama dalam kebersihan sarana, pemilihan bahan, proses pengolahan, dan monitoring mutu produk di peredaran," jelasnya. Demikian juga makanan jajanan (street food) dan jajanan anak sekolah, kata Sampurno, perlu mendapat perhatian serius dan konsisten dari semua pihak. "Terutama adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Perlu dilakukan pembinaan yang lebih intensif kepada IRTP dan pembuat makanan jajanan terhadap pemasok bahan kimia."Menurutnya, sumber terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada usaha jasa boga atau katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah."Pembinaan dan pengawasan usaha jasa boga dan jajanan anak sekolah ini ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Meski demikian, lanjutnya, Badan POM tetap melakukan proaktif menjalin kerja sama dengan mitra terkait. "Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan POM sebagian besar kasus keracunan makanan akibat makanan telah terkontaminasi mikroba patogen Staphyllococcus areus." Hal ini mengindikasikan adanya masalah kebersihan dan proses memasak makanan yang tidak higienis.Sedangkan dari uji sampling jajanan sekolah dari Banda Aceh sampai Jayapura ditemukan makanan mengandung formalin dan boraks pada bakso dan mi untuk pengenyal dan pengawet serta Rhodamin B pada sirup es mambo atau pewarna merah pada es.PenyuluhanSementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Tuti Lukman Sutrisno mengemukakan belum semua sekolah mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat. "Sebab, saya pernah menanyakan kepada penjaga kantin sekolah, mereka belum pernah didatangi petugas kesehatan untuk mendapatkan penyuluhan tentang makanan yang aman untuk anak-anak."Bahkan, kata Tuti, beberapa kantin sekolah yang menyediakan jajanan anak sekolah sama sekali tidak layak dan tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak."Pihak sekolah pun harus ikut bertanggung jawab dalam pengadaan jajanan anak sekolah. Karena sekolah yang mengizinkan penjual itu berjualan di sekitar sekolah."Seperti diketahui, Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna tekstil dan masuk ke dalam golongan pewarna yang dilarang digunakan untuk makanan. Demikian juga produk jajanan mengandung mikroba salmonela yang menyebabkan tifus.

Page 9: Artikel Penjaja Makanan As

Menurut Sampurno, penanganan makanan jajanan anak sekolah ini harus melibatkan pihak sekolah untuk melakukan pembinaan kepada para penjaja makanan yang ada di sekitar sekolah maupun kantin. Sampurno meminta pihak sekolah harus mewaspadai donasi dan promosi makanan yang dilakukan di sekolah-sekolah. "Makanan yang didonasikan ke sekolah bila tidak diatur dan dilakukan pengawasan dengan baik dapat menimbulkan masalah dan risiko pada anak-anak sekolah."Sehubungan dengan hal itu Badan POM telah menyampaikan pedoman pemberian pangan untuk konsumsi anak sekolah kepada gubernur di seluruh Indonesia.Sedangkan industri makanan di dalam negeri dengan teknologi modern juga tumbuh pesat dengan dukungan basis sumber daya nasional. "Untuk bersaing di pasar ekspor, aspek mutu dan keamanan produk harus dijaga konsisten untuk selalu memenuhi standar internasional terkini."Anggota DPR dari Komisi IX Achmad Affandy menilai bahwa pemantauan terhadap makanan yang ditambah dengan zat kimia tidak tuntas. "Dulu pernah ada pemeriksaan terhadap bahan pembuat tahu Kediri. Hasil pemeriksaan POM mengandung formalin. Pengusaha tahu Kediri jera dan tidak lagi menambahkan formalin. Akan tetapi, setelah beberapa bulan kemudian dilakukan lagi dengan alasan usahanya bisa rugi."Menurut Sampurno, perbuatan pengusaha itu jelas merugikan masyarakat apalagi menambahkan zat kimia terlarang pada makanan yang cukup khas di kotanya.Sampurno menjelaskan program pengawasan keamanan pangan Badan POM pada tahun mendatang difokuskan untuk menyelesaikan dan menyusun berbagai standar bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN)."Terutama menyangkut bahan tambahan pangan pengemulsi, pemantap, pengatur keasaman, pengental, antioksidan, pemutih, pematang tepung dan sebagainya."Demikian pula berbagai peraturan pangan yang saat ini sudah dalam proses, lanjutnya, perlu diselesaikan segera. Misalnya, peraturan persyaratan penggunaan pengawet dalam produk pangan, persyaratan penggunaan pewarna, persyaratan penggunaan bahan baku, persyaratan penggunaan cemaran logam, dan batas maksimum aflatoksin dalam produk pangan.Sering kali anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menggugah selera, dan harganya terjangkau. Makanan ringan, sirup, bakso, mi ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah. Bahkan tak terbendung lagi berapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi standar gizi ini.Bahan tambahan Menurut Ketua Patpi (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) Cabang DKI Jaya DR Ir RD Esti Widjajanti, makanan semakin enak biasanya ditambah dengan bahan tambahan makanan (BTM). "Produsen makanan rumah tangga akan berusaha menampilkan makanan semenarik mungkin baik dari penampakan, aroma, dan tekstur. Akan tetapi, acap kali faktor gizi, higienis dan keamanan pangan justru diabaikan."Faktanya produksi pangan olahan untuk tujuan komersial penggunaan bahan tambahan kimia sebagai bahan pengawet tidak mungkin dihindari, terutama industri makanan rumah tangga.Tujuan penggunaan bahan pengawet ini adalah untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir). "Akhir tujuannya dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, sebagai zat pengental/penstabil, antilengket, mencegah perubahan warna, memperkaya vitamin, mineral, dan sebagainya." Menurutnya, pemberian bahan tambahan tersebut tidak merusak nilai gizi makanan itu, asalkan tidak kedaluwarsa. Biasanya kalau masa kedaluwarsanya sudah ditentukan, maka empat bulan menjelang kedaluwarsa makanan itu mengalami perubahan.

Penggunaan zat pengawet sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis zat pengawet ada dua, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka.Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam buah-buahan olahan demi menjaga kesehatan konsumen.

Menurut Esti, pewarna, pengawet, atau penguat rasa alamiah sangat sulit dilakukan di Indonesia karena harganya cukup mahal. "Apalagi dijual untuk konsumsi anak sekolah, industri rumah tangga lebih menyukai bahan kimia. Kalau zat pewarna jelas warnanya lebih ngejreng dibandingkan dengan pewarna dari Angkak. Warnanya kurang menarik dan mahal

Page 10: Artikel Penjaja Makanan As

harganya."Demikian juga dengan pemanis buatan, seperti aspartam jauh lebih disukai produsen karena hanya satu tetes saja, kata Esti, sudah cukup manis dibandingkan gula asli dari tebu.Sedangkan penguat rasa MSG, lanjutnya, kalau di luar negeri dipakai penguat rasa dari tumbuhan. Harganya memang mahal dibandingkan MSG hasil fermentasi, seperti yang dipakai di Indonesia. "Tentu saja masyarakat harus hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman yang masih rendah keamanannya. Jangankan jajanan sekolah, pembuatan tempe saja sekarang ini masih kurang higienis, khususnya sanitasinya. Bagaimana tempe kita bisa diekspor," kata Esti yang juga Kepala Bidang Teknologi Pangan dan Nutrisi BPPT ini.Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana Badan POM ke depan, menurut Sampurno, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Pada 2005 nanti Badan POM akan menerapkan sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan dan system food star pada industri rumah tangga pangan."Rencana ke depan Badan POM akan melaksanakan sistem standardisasi produk pangan dan bahan berbahaya, membangun networking dengan berbagai instansi berkaitan dengan mutu dan keamanan jajanan anak sekolah."Dan tak kalah penting, lanjut Sampurno, Badan POM perlu meningkatkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YG DILARANG Tambahan pangan yang dimaksud adalah bahan yang ditambahkan pada pengolahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain pewarna , pengawet, penyedap rasa dan aroma pengemulsi, anti oksidan, anti gumpal, pemucat atau pengental (baca juga http://alumnimaterdei.com/iptek-yang-perlu/hindari-hati2-memilih-bahan-perasa.html#more-2489)Bahan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan dengan batas maksimum penggunaannya tercantum dalam Permen Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988. Dilarangnya penggunaan bahan tambahan pangan apabila tujuannya untuk :(a)   Menyembunyikan bahan yang salah atau tidak memenuhi syarat.(b)    Mnyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik utntuk makanan.(c)    Menyenbunyikan kerusakan makanan.

Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai Permenkes 722/Menkes/Per/IX/1988 dan diubah dengan Permenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/XI/1999 adalah :

(1)  Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya. Penggunaan untuk solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, pengontrol kecoa.

Efek negtifnya : Pemakaian sedikit dan lama akan terjadi kumulatip pada oktak, hati, lemak dan ginjal. Untuk pemakaian jumlah banyak menyebabkan demam , anuria, merangsang SPP, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma bahkan kematian.

(2)  Asam Salisilt dan garamnya ( garam Lithium Salisilat, Silver Salisilat ). Kegunaan : Antiseptik  ( Externally) dan Keratolitik ( topical).

Efek Negatif : Dalam jumlah banyak menyebabkan muntah muntah, kejang perut, sesak napas, acidosis, gangguan mental.

(3)  Formalin (Formaldehyde). Penggunaan : Desinfektan, antiseptik, pemghilang bau, fiksasi jaringan, dan fumigan, juga dipakai pada industri tekstil dan kayu lapis.

Efek Negatif : Sakit perut, muntah muntah, depresi susunan syaraf.  Dalam jumlah yang banyak dapat menyebakan kejang kejang, kencing darah, susah kencing, muntah darah , mati.

(4)  Kloramfenikol : Merupakan antibiotik spektrum luas.

Efek negatif : Membunuh flora usus.

(5)  Nitrofurazon : Merupakan anti mikroba. Efek negatif : membunuh flora usus.

(6)  Kalium Klorat ( KclO3). Efek negatif : Iritasi kuat terhadap membran mukosa.

(7)  Diethylpyrocarbonat. Penggunaan : sebagai pengawet anggur, soft drink, fruit juices.Efek negatif : iritasi membran mukosa.

(8)  Dulcin: Pada tikus menaikan  kerusakan sel adenomas liver, papiloma, rongga ginjal dan kandung kemih, menyebakan pembentukan batu. Pada manusia belum ada data, tetapi tidak layak digunakan sebagai pemanis.

(9)  Brominated vegetable oil : Biasanya digunakan pada minuman ringan.

Efek negatif : Menimbulkan reaksi alergi, Metabolisme  ion Br yang perlahan menimbulkan akumulasi pada sel adiphose tulang dan lemak.

(10) Kalium Bromat. Biasanya digunakan sebagai pemutih dan pematang tepung.

Page 11: Artikel Penjaja Makanan As

Efek Negatif : Menurut hasil penelitian penggunaan pada makanan minuman dapat membahyakan kesehatan karena bersifat karsinogenik. Dapat menyebabkan Muntah, mual, diare,dan kerusakan pada ginjal