Artikel Politik

Embed Size (px)

Citation preview

Artikel PolitikPOLITIK DAN KEKUASAANOleh : Bayu Pramutoko,SE Pengertian Politik Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Tumpuan kajian ilmu politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu proses sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Miriam Budiharjo, 1992). Sistem itu menurut Deliar Noer (1983) meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi. Menurut Syarbani (2002:13), tumpuan kajian ilmu politik adalah upaya-upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dilihat dari aspek kenegaraan, ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga negara, serta hubungan kekuasaan baik sesama warga negara, hubungan negara dengan warga negara, dan hubungan antar negara. Apabila dilihat dari aspek kekuasaan ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil dari kekuasaan itu. Dilihat dari aspek kelakuan, ilmu politik mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan, dan kebijakan. Melihat penjelasan di atas, kajian ilmu politik meliputi: (1) teori ilmu politik, (2) lembaga-lembaga politik (undang-undang dasar, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah, fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah dan perbandingan lembaga-lembaga politik), (3) partai politik, dan (4) hubungan internasional. Minimal ada enam hal yang ditekankan dalan ilmu politik, yaitu kekuasaan, negara, pemerintahan, fakta-fakta politik, kegiatan politik, organisasi masyarakat. Sedangkan obyek ilmu politik meliputi dua hal yaitu, (1) material (obyek ini berwujud pada perjuangan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan obyek negara, kekuasaan, pemerintah, fakta-fakta politik, kegiatan politik, dan organisasi masyarakat). dan (2) formal (pengetahuan, pusat perhatian). Dengan demikian, Syarbaini menyimpulkan ada lima konsep tentang ilmu politik, yaitu (1) sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkankebaikan bersama, (2) segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah, (3) segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan, (4) kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, dan (5) sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Sementara itu, menurut Maran (1999) politik merupakan studi khusus tentang cara-can manusia memecahkan permasalahan bersama dengan manusia yang lain. Dengan kata lain, politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi sumber-sumber dan berbagai sumber dava vang ada. Untuk itu diperlukan kekuatan {power) dan kewenangan {aiitliorlty). yang dipakai baik untuk membina kerja sama rnaupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut. Kekuasaan itu bisa dipakai secara persuasif bisa juga secara koersif (paksaan) Definisi lebih sederhana tetapi padat dapat dilihat dari pendapatnya Surbakti (1999) yang mengcitakan bahwa konsep politik merupakan intcraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pcmbuatan dan pdaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertcntu. Arti politik yang terekam dari berbagai referensi ilmu politik disimpulkan tiga penjelasan. terdapat Pertama, rnengidentifikasikan kategori-kategori aktivitas yang membentukpolitik. Dalam hal ini Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Kedua, menyusun suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja yang dapat dikategorikan sebagai politik. Politik dapat dirumuskan sebagai siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Ketiga, menyusun daftar pertanyaan yang harus dijawab untuk memahami politik. Melalui daftar pertanyaan diharapkan dapat memberi jawaban dengan gambaran yang tepat mengenai politik (Surbakti, 1992). jadi politik akan terkait dengan kekuasaan, negara dan pengaturan hidup bersama dalam upaya mencapai kebaikan bermasyarakat. Selain itu, dapat diketahui bahwa konsep-konsep pokok yang dipelajari ilmu politik adalah negara {state), kekuasaan (power), pengambilan kebijakan (decision making), kebijaksanaan (policy, beleiri), dan pembagian (di-tribution), atau alokasi (allocation). Singkatnya, ilmu politik selain mempelajari tentang interaksi antara pemerintah danmasyarakat untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah melalui perumusan dan Pelaksanaan kebijakan umum, juga membicarakan tentang berbagai upaya perebutan mencari dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Weber, sosiologi harus bebas nilai (value free), tidak bias kepentingan atau keyakinan moral pribadi. Bias personal harus dihindari selama melakukan riset ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin objektivitas kebenaran sosiologi. Dari konseptualisasi sosiologis yang disumbangkan oleh para tokoh ilmu sosial, selanjutnya dijadikan pijakan dalam merumuskan ruang lingkup sosiologi politik. Dalam operasionalnva, cakupan materi sosiologi politik terwujud dalam beberapa hal: (1) sosialisasi politik; (2) partisipasi politik; (3) perekrutan politik; (4) komunikasi politik. 1. Sosialisasi Politik Sosialisasi politik adalah suatu proses agar setiap individu atau kelompok dapat mengenali sistem politik dan menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap fenomena-fenomena politik. Kerja sosialisasi politik meliputi pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan politik dan lingkungan sosial individu maupun kelompok. Dengan demikian, sosialisasi politik merupakan landasan sosiologi politik selain yang terpenting juga memegang peranan utama dan pertama bagi setiap tindakan politik. 2. Partisipasi Folitik Partisipasi politik ialah keterlibatan individu atau kelompok pada level terendah sampai yang tertinggi dalam sistem politik. Hal ini berarti bahwa partisipasi politik merupakan bentuk konkret kegiatan politik yang dapat mengabsahkan seseorang berperan serta dalam sistem politik. Dengan demikian, maka setiap individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya akan memiliki perbedaan-perbedaan dalam partisipasi politik; sebab partisipasi menyangkut peran konkrit politik di mana seseorang akan berbeda perannya, strukturnya dan kehendak dari sistem politik yang diikutinya. 3. Perekrutan Politik Pengrekrutan politik adalah suatu proses yang menempatkan seseorang dalam jabatanpolitik setelah vang bersangkutan diakui kredibilitas dan lovalitasnya. Perekrutan politik merupakan konsekuensi logis dalam memenuhi kesinambungan sistem politik dan adanva suatu sistem politik yang hidup dan berkembang. Dalam operasionalnya, perekrutan politik dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, perekrutan yang bersifat formal yakni ketika seseorang menduduki jabatan politik direkrut secara terbuka melalui ketetapan-ketetapan yang bersifat umum dan ketetapan-ketetapan itu disahkan secara bersama-sama. Perekrutan ini dilaksanakan melalui seleksi atau melalui pemilihan. Kedua, perekrutan tidak formal yakni usaha seseorang tanpa suatu proses terbuka sehingga seseorang itu mendapatkan kesempatan atau mungkin didekati orang lain untuk diberi posisiposisi tertentu. 4. Komunikasi Politik Komunikasi politik ialah suatu proses penyampaian informasi politik pada setiap individu anggota sistem politik atau informasi dari satu bagian sistem politik kepada bagian yang lainnya, dan informasi yang saling diterima di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Informasi tersebut bersifat terus-menerus, bersifat pertukaran baik antara individu, individu ke kelompok maupun kelompok ke kelompok yang dampaknya dapat dirasakan oleh semua tingkatan masyarakat. Informasi itu bisa dalam bentuk harapan, kritikan, reakasi-reaksi masyarakat terhadap sistem politik dan pejabat politik. Atau suatu harapan, ajakan, janji dan saran-saran pejabat politik kepada masyarakatnya yang berdampak terhadap perubahan atau nwmperteguh tindakan-tindakan politiknya agar dilaksanakan stau tidak dilaksanakan. Landasan-landasan di atas merupakan proses-proses politik yang mesti ada dan berjalan dalam suatu sistem politik dan embaga-lembaga politik ketika akan, dan pasti, berurusan dengan MASYARAKAT DAN POLITIK A. Hubungan Masyarakat dan Politik Dalam kerangka dimensi-dimensi sosial masyarakat, akan selalu terkait dengan politik. Dimensi politik dalam masyarakat, menurut Franz Magnis Suseno (1991) nkan mencakup lingkaranlingkaran kelembagaan hukum dan negara serta sistem-sistem nilai dan ideologi-ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya. Sepintas lalu, pernyataan di atas memberikan alasan kemustahilan jika masyarakat terpisahdengan politik. Politik dan masyarakat, atau sebaliknya, adalah dua sisi mata uang; kendati saling berbeda titik tekannya namun ia tak mungkin terpisahkan dalam realitas sosialnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk kelompok. Menurut Deliar Noer terdapat hubungan masyarakat dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat ; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh orang-orang yang dikuasainya. Pendapat di atas menggambarkan hubungan masyarakat I dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya : masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh , orang-orang yang dikuasainya. Pengertian di atas tidak semata merujuk kepada masyarakat modern, melainkan menunjukkan pula kepada masyarakat tradisional yang telah terjadi secara turun-temurun sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hubungan itu tentu pula berada dalam unit yang sekecilkecilnya, seperti kita kenal dalam Islam bahwa apabila ada tiga orang bepergian maka hendaklah ditunjuk salah satunya jadi pemimpin. Cerminan doktrinal Islam tersebut merefleksi kepada apa yang disebut pemimpin keluarga, pemimpin Rukun Tetangga, begitu seterusnya sampai kita jumpai pemimpin negara. Hubungan masyarakat dan politik dilihat dari kegunaannva memiliki makna pengaturan. Seperti disebut oleh Franz Magnis Suseno (1991 : 20), hubungan itu mempunyai dua sesi fundamental. Pertama, manusia adalah makhluk yang tahu dan mau. Kedua, makhluk yang selalu ingin mengambil tindakan. Dalam upaya pengaturan hasrat (tahu, mau dan tindakan) itu diperlukan suatu lembaga pengaturan dengan jenisnya yang bermacam-macam : ada yang disebut kerajaan, negara, kabilah dan lain sebagainya. Apa yang ditegaskan Suseno itu mencirikan suatu hubungan masyarakat dan politik ke dalam bentuk, singkatnya adalah negara. Dengan adanya negara menunjukkan adanya keterikatan seseorang pada peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan-peraturan secara umum maupun secara khusus. Undang-undang perpajakan, penghasilan, undang-undang tentang1jangka panjang, baik pada lingkup individu maupunorganisasi politik dan organisasi kemasyarakatan; undang-undang larangan terhadap berdirinya partai komunis; dan lain sebagainya merupakan aturan-aturan yang muncul dari rahim negara (dibuat oleh pemerintah) untuk menciptakan tertib berpolitik di antara masyarakat dari lapisan yang terendah-rendahnya kepada lapisan yang setingi-tingginya. Secara deskriptif Soemarsaid Moertono (1985) melukiskan peranan negara dalam masyarakat, sebagai berkut. Tak ada ruang bagi penyesuaian sekehendak hati maupun timbal balik atau suatu perdamaian/kerukunan dan mencocokkan yang menyenangkan; sebaliknya, alam semesta diatur dengan ketentuan-ketentuan yang keras dan tegar tanpa ampun. Penyimpangan dari padanya akan menimbulkan serangkaian reaksi yang mungkin sampai kepada hal-hal yang mencelakakan. Dan sini jarak sudah pendek sekali untuk sampai pada keyakinan akan berlakunya nasib. Karena itulah orang jawa tidak akan menganggap negara telah memenuhi kewajiban-kewajibannya bila ia tidak mendorong suatu kententraman batiniah (tentrem, kedamaian dan ketenangan hati) maupun mewujudkan tata tertib formal seperti peraturan negara. Kutipan di atas menunjukkan, bahwa politik (negara) selalu berhuhungan dengan masyarakat dalam pengertiannya yang amat kompleks dan menveluruh. la tidak hanya berhubungan dengan pengtituran-pengaturan yang sifatnva profan (nampak), bahkan persoiilan ketentraman dan kedamaian batiniah sekiilipun sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Kendati yang dicontohkan dalam kutipan di atas adalah masyarakat Jawa, namun negara-negara tradisional dan modern dimanapun lebih kurang akan memiliki hubungan yang sama; bahwa demikian kompleksnva hubungan negara (politik) dengan masyarakat. Dengan kata lain, setiap anggota masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatanikatan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa seseomng jelas-jelas tidak dapat menghindarkan dari hidup bernegara. Sebab, jangankan masih hidup, ketika ia meninggal saja ia tetap berhubungan dengan negara, yakni dengan izin penguburannva misiilnya. Inilah yang menunjukkan pentingnya negara yang terkadang dapat lebih besar hubungannya ketimbang peran organisasi subordinatnva seperti perkumpulan olahraga atau organisasi politik (partai) dan organisasi kemasyarakatan. Eratnya hubungan masyarakat dan politik, juga digambarkan oleh Stevan Lukes (dalam Miller & Seidcntof, e.d., 1986) sebagai berikut. Mengapakah seseorang harus membentuk suatu ikatan terhadap aparat administratif yangmemonopoli kekuasaan sah dalam wilayah tertentu? Simbol-simbol seperti akan bersatu dalam kehidupan hanya apabila mereka menjadi simbol-simbol negara; yang penting bukanlah mesin pemerintahan melainkan bahwa orang harus mempunyai rasa untuk berbagi nasib politik dengan orang lainnya, suatu keinginan untuk bersatu dengan mereka secara politis dalam suatu negara dan kesiapan untuk terikat pada tindakan politik bersama. llustrasi tersebut menjelaskan bahwa hubungan politik dan masyarakat sangat berarti untuk terdapatnya masyarakat bersatu serta agar masyarakat memiliki identitas diri yang mendorong rasa memiliki terhadap identitas bersamanya itu (nasionalisme) Secara sederhana hubungan itu dapat dirinci sebagai berikut: 1. Sebagai simbol kebersamaan 2. Sebagai wujud identitas bersama 3. Sebagai wahana tumbuhnva perasaan dan senasib 4. Sebagai wahana ikatan dalam bertindak. Maka politik, dalam kerangka kecil maupun besar akan mengarahkan fungsi-fungsi hubungan antara anggota masyarakat sehingga setiap diri masyarakat selalu mendapatkan kesempatan, peluang, wadah aktualitas, pengaturan dan penerbitan. Bahwii secara ekstrim, melalui hubungan masvarakat dan politik dapat menimbulkan suatu permusuhan dan peperangan andai hubungan itu dilepaskan dari kerangka-kerangka nilai yang berlaku di tengah masvarakat. Perang dunia I dan dunia II yang disusul dengan Perang dingin ( Ketegangan hubungan antara kekuatan liberal dan komunis ) sesungguhnya merupakan refleksi hubungan masyarakat (dunia) dengan politik. Tetapi politik tersebut telah ternodai oleh lepasnya ikatan-ikatan moral dan telah lepas dari substansi politik dalam fungsinya untuk tertib bermasvaraka.t, sehingga politik pada akhirnya berekses pada pemusnahan suatu masvarakat oleh masyarakat yang lainnya. Namun demikian, hal ini tetap harus diakui sebaga; .r-bungan antara masyarakat dan politik, kendati pada kerangka nilai harus dipisahkan mana hubungan yang dapat dibenarkan dan mana hubungan vang tidak terpuji. Namun seperti diungkapkan oleh Carlto J.H. Hayes (1950: 128), untuk menghindari pertentangan nilai dalam hubungan itu, maka hubungan masyarakat dan politik dapat dirumuskan sebagai kekuatan yang memupuk simpati antar anggota masyarakat seperti pengabdian bersama, perbaikan dan pembaharuan serta rasa pembelaan kepada wilayah, kebudayaan dan kekayaan alam lingkungannya.Timbal Balik Antara Masyarakat dan Proses Politik Proses-proses politik sebagaimana telah diuraikpin terdahulu bagai landasan konseptual) oleh Rush & Althoff (1995: 22-25) esungguhnya harus dipahami sebagai proses politik yang melahirkan timbal balik antara masyarakat satu pihak dan politik di pihak lain. Melalui sosialisasi politik, masyarakat akan mengenali suatu sistem politik yang berlaku di sekitarnya sehingga masyarakat inemberikan reaksi terhadap gejala-gejala dari sistem politik itu. Di sini masyarakat akan mengetahui proses polilik dari segi strukturnya, perilaku yang dikehendakinya dan lain sebagainya. Pemilihan umum (Pemilu) sebagai bagian dari proses politik di Indonesia akan dapat diikuti tahapan-tahapan dengan baik apabila masyarakatnya telah mengenali Pemilu dari segi keharusan-keharusannya dan dari segi larangan-larangannya. Pengenalan ini sangat berguna bagi masyarakat, yakni mengenali, dan bagi proses politik telah memiliki ruang untuk dikenali masvarakat sehingga proses politik tidak canggung untuk disosialisasikan. Begitu pula yang terjadi pada partisipasi politik, suatuu proses politik akan berjalan baik dan akan memberikan makna bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat manakala masvarakat akan berarti bagi masyarakat itu sendiri dalam rangka menghapus kesan dirinya terasingkan dalam proses politik yang akan dijalankan oleh negara umpamanya. Hal yang sama terjadi pada pengrekrutan politik. Dengan pengrekrutan maka sistem politik akan kuat, mendapatkan dukungan dan mendapatkan wilayah geraknya. Dengan direkrutnya masyarakat ke dalam proses politik, maka masyarakat akan menemukan legitimasi dan kewibawaan dalam menentukan aktulisasi peran dirinya tanpa merasa berposisi yang dikesankan masyarakat dan bernegara di zaman kuno sebagaimana tlilukiskan oleh Larry Siedentof (dalam Miller & Siedentof, 1986) Pada komunikasi politik, timbal balik masyarakat dan proses Politik barangkali dapat disebut sebagai timbal balik yang paling mudah menemukan wujudnya. Pengrtian-pengertian, harapan, janji, ancaman yang dikeluarkan masyarakat untuk negara atau partai politik, atau oleh negara dan partai politik kepada masyarakat sesuatu yang paling mungkin terjadi melalui komunikasi politik. Di sini harus diakui bahwa komunikasi politik tak sekedar media penyerapan informasi, lebih dari itu sebagai arena pemupukan kesadamn bagi masyarakat dan bagi proses politik itu sendiri. Faktor tingkah laku masyarakat yang dapat dipahami dengan baik oleh sebuah proses politik yang dijalankan, akan berguna sebagai referensi tindakan-tindakan politik yang nontinya baik input maupun output berguna bagi masyarakat dar. efektif bagi proses itu sendiri. Timbal balik antara masyarakat dan proses politik itu secara niscaya dapat dikatakan agar proses politik tidak berjalan sekehendaknya, melainkan atas dasar pertimbanganpertimbangan masyarakat baik yang berposisi selaku subjek politik maupun objek politik. Secara mengesankan Magnis-Suseno (1986:152) mengatakan sebagai berikut: Pembangunan politikharus yang dituntut oleh pendekatan sistem bekerja sama dengan dan berdukung pada subsistemsubsistem yang ada, pada kekuatan-kekuatan yang bekerja. Pembangunan politik tidak secara kasar mencampuri proses-proses hidup, melainkan penuh hormat, dalam kesadaran tahu diri, menyesuaikan diri dengan apa yang sudah ada. Kutipan di atas mencerminkan bahwa agar proses politik memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakat, maka proses politik hendaklah memperhatikan realitas kultural masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia pernah melakukan tindakan politik (yang tak sekedar tindakan ekonomi) dengan mengesahkannya SDSB. Masyarakat Indonesia yang agamis menolaknya dan karenanya timbul gelombang unjuk rasa yang amat dahsyat. Pemerintah menarik kembali SDSB. Contoh ini menunjukkan bahwa proses politik yang diambil oleh suatu kelompok atau pemerintah yang proses itu bertentangan dengan masyarakat, maka akan menimbulkan anarkis yang menggetirkan. Dan hal ini sebagai bukti bahwa suatu proses politik yang tak mencerminkan hubungan timbal balik antara kepentingan politis disatu pihak dan kepentingan masyarakat pada pihak lain akan berakhir secara mengenaskan. Dengan adanya timbal balik itu, secara gamblang diakui oleh Clifford Geertz (1992: 144), bahwa proses-proses politik tak sekedar menampakkan wujud institusi formalnya, namun lebih dari itu proses politik akan memaklumi setiap kehendak masvarakat, dan seyogyanya kehendak itu dijabarkan oleh proses politik itu sendiri. Sebab, apa vang dikhawatirkan oleh Geertz, apabila proses politik sudah mengenvampingkan realitas kultural realitas masyarakat, walaupun proses proses politik dirasakan sangat penting, maka dengan sendirinya masyarakat dapat mengenyampingkannya bahkan mungkin secara mengkristal berbuntut perlawanan. Suatu hubungan timbal balik akan dirasakan oleh masyarakat dan negara dalam melakukan proses politiknya, menurut Vie George Paul Wilding (1992: 21) apabila proses politik tak sekedar mencerminkan para elite strategis negar itu saja, lebih dari itu harus ada kesediaan untuk mencerminkan kehendak masyarakat, walau mungkin kehendak itu secara relatif dipandang menghalangi proses politik yangseharusnya. Di sini, negara, tegas George & Wilding, tinggal memilih sebuah konsekuensi yang termudah; apakah mengenyampingkan kehendak politiknya atau justru kehendak masyarakatnya. Kendati jalan mengkompromikan jelas lebih baik karena pada upaya itu upaya timbal balik dapat din-iaknai secara lebih mengesankan, teruji dan terpuji. Jalan ke luar di atas sangat penting, mengingat kehidupan politik menurut Ibnu Khaldun(dalam Zainuddin, 1992: 93), dengan segala kelebihan dan kekurangannya adalah suatu keharusan dalam kehidupan masyarakat. Tanpa kehidupan dan proses politik yang timbal balik, maka kehidupan masyarakat tak akan teratur. Tolong-menolong untuk kepentingan mencapai tujuan bersama tidak akan terealisasikan. Karena itu, proses politik harus dipahami sebagai mekanisme yang menjadikan masyarakat segala kehidupannya berjalan lancar. Dengan demikian, timbal balik antara masyarakat dan proses Politik itu tidak sematamata diukur oleh saling pengertian dan memahami hakikat masyarakat dan hakikat politik yang dijalankan, namun lebih dari itu memahami dan memenuhi keinginan-keinginan kebutuhan-kebutuhan. dan Bahwa masvarakat hendaklah menjalankan fungsinya sesuai denganproses politik vangdijalankan , dan proses politik yangada hendaklah merupakan refleksi dari merealisir keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan vang ada dalam masyarakat secara adil dan penuh perikemanusiaan. Timbal balik antara masyarakat dan proses politik lebih dari yang telah dipaparkan, sebagaimana dikerangkakan oleh Maurice Duverger (1993 : 351) hendaklah mencerminkdn suatu solidaritas antar keduanya. Sebab pada solidaritas itu, tegas Duverger, merupakan akibat dari struktur komunitas hidup, dimana setiap individu membutuhkan orang lain di dalam suatu jaringan hubungan yangsaling masuk dengan yang lainnya. Dengan kata lain, haruslah dipandang bahwa antara masvarakat dengan proses politik merupakan. komunitas hidup yakni komunitas negara yang karena ada keduanya tatanan kehidupan akan berjalan secara normal asalkan keduanva mencmpatkan dalam posisi sejajar dalam suatu hubungan yang saling membutuhkan, saling terkait dan saling menentukan. Barangkali proses politik Indonesia merdeka tak pernah terwujud sampai hari ini apabila masyarakat saat itu tak membutuhkan kemerdekaan. Kehendak politik melalui tanpa masyarakat niscaya proses politik akan berjalan hampa. Begitu sebaliknya, masyarakat saja tanpa adanya proses-proses politik vang dilalui, terutama diplomasi, tentu Indonesia merdeka akan menjadi sebuah mimpi masyarakat sampai hari ini. Onghokham dalam karyanya Rakyat dan Negara (1991), sampai secara tuntas mencoba menelusuri hubungan timbal balik antara proses politik vang ditempuh oleh negara dengan rakyat (masyarakat) sebagai unsur kekuatan dominannya. Onghokham dalam karyanya itu sempat mengidentifikasi beberapa kegagalan peristiwa politik sepanjang sejarah Indonesia yang dirasakan lagi, akibat peristiwa itu tidak mampu menggerakkan solidaritas masyarakat. Dan iapun mencatat, setradisional apapun peristiwa politik yang terjadi karena mendapatkan dukungan masyarakat secara massif dan peristiwa-peristiwa itu oleh masyarakat terasa menjadi tanggungjawabnya dan menjadi miliknya. Begitu dahsyatnya suatu timbal balik antara proses politik dengan masyarakat, digambarkan oleh Onghokham merupakan basis penentu keberhasilah politik, yang tidak saja terjadi di Indonesia, namun terjadi pula pada negara-negara jajahan yang terbebas dari belenggu penjajahan. Gambaran Onghokham di atas sekaligus merupakan suatu jawaban yang cukup lugas suatu hubungan politik dan nnasyarakat dimana hubungan itu terjalin karena terdapat timbal balik antara politik dan kehendak-kehendak masyarakat, bahkan politik dijalankan atas dasar kehendak masyarakat itu sendiri BAHAN BACAAN Alfian, 1986, Masalah dan prospek Pembangunan Politik Di Indonesia, Jakarta : Gramedia. Almond, Gabriel A., 1990, A Discipline Devided: School and Sects in Political Science, New Park London, New Delhi: Sage Publication. Balandier, Georges, 1986, Antropologi Politik Jakarta : Rajawali Pers. Bottomore, Tom, 1992, Sosiologi Politik, Jakarta, Rineka Cipta. Budiharjo, Meriam, 1992, Dasar-dasar ilmu Politik, Jakarta, Gramedia. Carter, April, 1985, otoritas dan Demokrasi, Jakarta, Rajawali Pers. Dahl, Robert, 1994, Analisis Politik Modern, Jakarta bumi Aksara. Surbakti, Ramlan, 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Susilo,Suko,2002, Sosiologi Politik, Kediri : P.T Jenggala Sparingga, Daniel T., 1999 Masa Depan Indonesia sebuah analisis Wacana tentang Perkembangan Civil Society masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th. Xii, No. 4 Oktober.Masyarakat Politik 07:18 Risya_anjani elf No commentsMasyarakat PolitikDasar organis pembentukan masyarakat adalah Keinginan manusia untuk hidup bersama atau kerjasama, tolong menolong untuk mencapai tujuan yang sama guna memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya agar dapat bertahan hidup. Tujuan bersama menjadi salah satu hal yang mendasari kepentingan manusia untuk membentuk organisasi atau kelompok bersama. Negara dibentuk dan dijalankan oleh sekelompok orang dalam wilayah tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan bersama yang telah disepakati. Untuk dapat melaksanakan segala aktivitas yang berhubungan dengan tujuan negara tersebut diperlukan adanya kekuasaan (authority). Namun, walaupun memiliki tujuan yang sama, tidak setiap warga negara memiliki pemikiran yang sama tentang bagaimana cara mewujudkan tujuan bersama. Untuk itulah politik ada, karena politik menjadi gelanggang bagi persaingan gagasan dan kepentingan warga negara. Jadi, masyarakat politik dapat diartikan sebagai masyarakat yang bertempat tinggal di dalam suatu wilayah tertentu dengan aktivitas tertentu yang berhubungan dengan bagaimana caracara memperoleh kekuasaan, usaha-usaha mempertahankan kekuasaan, menggunakan kekuasaan, wewenang dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan, pengendalian kekuasaan, dan sebagainya. Pada masyarakat politik, interaksi setiap individu maupun kelompok memiliki cirri-ciri sebagai berikut. No. Bentuk Aktivitas Uraian 1. Perilaku Politik (Political Behavior) Perilaku politik dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku, politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga pemerintah dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik. 2. Budaya Politik (Political Culture) Menurut Almond dan Verba, budaya politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Warga negara mengidentifikasikan dirinya dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. 3. Kelompok Kepentingan (Interest Group) Adalah kelompok/organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kelompok kepentingan bisa menghimpun ataupun mengeluarkan dana dan tenaganya untuk melaksanakan tindakan-tindakan politik, biasanya mereka berada di luar tugas partai politik. 4. Kelompok Penekan (Pressure Group) Menurut Stuart Gerry Brown, kelompok penekan adalah kelompok yang dapat mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah. Adapun cara yang digunakan dapat melalui persuasi, propaganda atau cara lain yang lebih efektif. Mereka antara lain: kelompok pengusaha, industriawan dan asosiasi lainnya. Di dalam masyarakat politik, agar kepentingan seseorang atau suatu kelompok diketahui oleh pihak lain dan dijadikan sebagai pokok bahasan, maka diperlukan adanya komunikasi politik. Komunikasi politik adalah semua kegiatan dalam sistem politik yang dimaksudkan agar inspirasi dan kepentingan politik warga negara diakomodasi menjadi berbagai kebijakan. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa masyarakat politik bukanlah masyarakat yang statis. Jika kehidupan politik yang demokratis diterapkan, maka kehidupan masyarakat politik akan menjadi sangat dinamis. Karena kelompok-kelompok yang berbeda akan mencoba memperjuangkan berbagai kepentingannya melalui saluran komunikasi politik yang ada.Sistem Politik Indonesia Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik. Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik A. Suprastruktur dan Infrastruktur Politik di Indonesia 1. Pengertian sistem Politik di Indonesia Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. politik adalah emua lembaga-lembaga negara yang tersbut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat. B. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara 1. Pengertian sistem politik a. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.b. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa yunani yaitu polis yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuantujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. c. Pengertian Sistem Politik Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara. SISTEM POLITIK menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng 2. Macam-macam Sistem Politik 3. Sistem Politik Di Berbagai Negara a. Sistem Politik Di Negara Komunis : Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat b. Sistem Politik Di Negara Liberal : Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum; pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas c. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia : Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah : 1. Ide kedaulatan rakyat 2. Negara berdasarkan atas hukum 3. Bentuk Republik 4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi 5. Pemerintahan yang bertanggung jawab 6. Sistem Perwakilan 7. Sistem peemrintahan presidensiil 1. 4. Peran serta masyarakat dalam politik adalah terciptanya masyarakat politik yang Kritis Partisipatif dengan ciri-ciri a. Meningkatnya respon masyarakat terhadapkebijakan pemerintah b. Adanya partisipasi rakyat dalam mendukung atau menolak suatu kebijakan politik c. Meningkatnya partisipasi rakyat dalam berbagai kehiatan organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok penekan Masyaralat politik adalah masyarakat yang menjalankan aktivitas yang berkaitan dengankekuasaan negara. Misalnya, mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara, partai poilitik, tata cara pemilihan badan legislative (parlemen, DPR), tata cara pemilihan dan penetapan Presiden. (Lembaga eksekutif). Sedangkan ciri-ciri masyarakat politik: terdapat kelompok yang memerintah dan kelompok yang diperintah; ada system pemerintahan yang mengatur kehidupan masyarakat; ada lembaga atau organisasi yang menyelenggarakan sistem pemerintahan; memiliki tujuan yang mengikat seluruh anggota masyarakat; dapat menerima perbedaan pendapat yang ada."Masyarakat politik adalah masyarakat yang memahami arti penting hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Tidak GOLPUT pada saat pemilu.Cirinya cuman Satu yaitu suka NGOMONGIN Politik dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.Konsep civil society model Cicero di maksud sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup. Adanya hukum yang mengatur pergaulan antara individu menandai keberadaan suatu jenis masyarakat tersendiri. Masyarakat kota, misalnya, menurut Cicero merupakan masyarakat yang telah menundukan dirinya di bawah supremasi hukum (civil law) sebagai dasar yang menentukan hidup bersama. Bisa di katakan bahwa proses membentuk civil society itulah yang sesungguhnya membentuk masyarakat kota. Di masa selanjutnya, nyaris selang berabad-abad lamanya setelah istilah tersebut tenggelam, John locke dan Rousseau menghidupkannya kembali sebagai istilah yang di pakai dalam menganalisis hubungan masyarakat dengan politik. Locke, misalnya mengidensipikasikan civil society sebagai " masyarakat politik" (political society). Ciri dari civil society, selain terkait dengan tata hukum, juga dalam konteks ekonomi dan perkembangan zaman yang mampu menyejahterakan dan memuliakan hidup sebuah masyarakat beradab. Sementara Rousseau menggarisbawahinya lebih lanjut dengan mengatakan bahwa masyarakat politik itu tercipta lewat adanya kontrak sosial(social contract). Tapi, yang perlu di garis bawahi disini adalah, ternyata konsep civil society Locke dan Rousseau belum membedakan antara civil society dengan negara. Bahkan keduanya beranggapan bahwa civil society adalah pemerintahan sipil yang membedakan diri dari masyarakat alami-yang muncul sebagai prakondisi civil society. Mencari akar defenisi dari konteks Barat.pada hakekatnya adalah sebagai sebuah konsep yang berasal dari proses sejarah masyarakat Barat merupakan cerminan sebuah tatanan sosialkemasyarakatan yang antara lain dicirikan tiga hal. Pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya tatkala berhadapan dengan negara. Kedua, adanya ruang publik bebas (free public sphere) sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis. ciri-ciri masyarakat politik: a) Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif b) Bersifat kritis dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah d) Dalam penyelesaian masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah c) Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannyaTeori Strukturisasi Giddens: Hubungan Negara-Masyarakat Secara konseptual, mengkaji negara tidak dapat dilepaskan dari mengkaji masyarakat, begitu juga sebaliknya. Keduanya selalu dalam keadaan berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sebagaimana dikemukakan oleh Chandoke (1995): Argumen pertama studi ini yaitu sifat negara dapat dipahami dengan mengacu ke politik civil society. Kedua, civil society tidak dapat menampilkan fungsinya menuntut negara bertanggungjawab kecuali jika civil society sendiri didemokratiskan. Studi ini mempermasalahkan negara dan civil society. Perkiraan dasar studi ini adalah bahwa tidak ada teori negara tanpa teori civil society, dan secara bersamaan, tidak ada teori civil society tanpa teori negara. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori strukturisasi yang dikembangkan oleh Anthony Giddens untuk menjelaskan relasi negara-masyarakat. Sebetulnya teori Giddens bukanlah konsep tentang hubungan negara-masyarakat yang lazim dikenal dalam Ilmu Politik, namun ia memiliki daya penjelas yang sangat berguna. Teori Giddens digunakan karena sering seimbang dan jukstaposisi memposisikan negara dan masyarakat. Selain itu ia memiliki fleksibelitas jika dipakai menganalisis relasi negara-masyarakat yang sifatnya kompleks. Prinsip fleksibelitas dan jukstaposisi inilah alasan utama penulis menggunakan teori strukturisasi Giddens dalam penelitian ini. Teori strukturisasi, yang merupakan konsep epistemologis yang mendasari karya-karya Giddens sesudah tahun 1980, adalah masalah yang paling fundamental dan akrab dalam ilmu sosial. Dua komponen penting yang ada di sini adalah struktur dan agensi. Giddes mengartikan struktur sebagai rules and resources yang dipakai pada proses produksi dan reproduksi sistem sosial. Sementara agensi (agency) ialah individu yang prepetrator (yang berbuat). Persoalan struktur dan agensi adalah tema lama, namun banyak sosiolog yang masih melihat keduanya secara berat sebelah (Giddens, 1984). Giddens dianggap sebagai orang pertama yang berhasil menyeimbangkan relasi struktur dan agensi. Giddens juga diakui telah mengelaborasi formulasi teori strukturisasi yang sangat orisinal, dalam formulasi yang lebih jauh lebih sophisticated dalam detailnya dan jauh lebih sugestif dalam aplikasinya daripada teori strukturisasi versi lainnya.1 Giddens tidak memandang struktur dan agensi sebagai dua hal yang berbeda karena, jika demikian, akan memunculkan dualisme struktur-agensi. Struktur dan agensi harus dipandang sebagai dualitas (duality), dua sisi dari koin yang sama. Keduanya berhubungan secaradialektik, dalam arti struktur dan agensi saling mempengaruhi dan hal ini berlangsung terusmenerus. Struktur mempengaruhi agensi dalam dua arti: memampukan (enabling) dan menghambat (constraining). Jika ditafsirkan, enabling bisa berarti bahwa jika suatu hal (struktur) dilakukan atau dipenuhi, sekalipun hal itu mungkin sulit/menghambat (constraining), maka pada akhirnya hasilnya akan memampukan (enabling) struktur. Karena itu, dalam teori Giddens, struktur juga sekaligus menjadi medium (Manan, 2005). Di sisi lain agensi juga dapat mempengaruhi struktur. Agensi dapat meninggalkan struktur, dan tidak selalu tunduk kepadanya. Agensi dapat menemukan kesempatan atau kemungkinan keluar dari aturan tertentu yang baku. Oleh Giddens keadaan ini disebut sebagai dialectic of control, yaitu kemampuan agensi dalam melawan kontrol dan struktur. Konsep dialectic of control dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Misalnya, dalam suatu negara (struktur) yang mengontrol ketat warganya (agensi), tidak berarti masyarakat kehilangan celah sama sekali untuk keluar dari jeratan kontrol negara (struktur) itu (Giddens, 1987). kreatifitas dan logika masyarakat akan mampu menciptakan ruang bebasnya sendiri, meski mungkin tidak bersifat frontal dan oposisional2. Karenanya dalam teori strukturisasi ini, agensi tidak boleh dilihat sebagai sosok yang bodoh, apatis atau fatalis. Hal serupa berlaku juga pada negara. Sekalipun posisinya lemah dan terpojok, negara tetap mampu secara kreatif mengembalikan posisi superior atas masyarakat, atau minimal tidak kehabisan daya represifnya atau surveillance dalam istilah Giddens terhadap masyarakat. Sebagai pemilik kekuasaan, teori strukturisasi melihat kekuasaan sebagai turunan dari reproduksi struktur dominasi (structures of domination), negara akan selalu menjaga struktur dominasi berkaitan dengan perbuatan allocative resources yang bersifat dunia material dan authoritativer resources yang bersifat dunia sosial. Aktor-aktor negara yang mempunyai kepentingan dan preferensinya sendiri, sangat berkepentingan untuk memperebutkan dua macam resources ini (Giddens, 1981). Selanjutnya, sasaran analisis tidak terbatas pada struktur atau pun agensi, melainkan pada apa yang disebut oleh Giddens sebagai Social Practice, yaitu menyangkut aktivitas kesehairian manusia dalam dunia sosial, Giddens menegaskan: Domain dasar ilmu sosial, menurut teori strukturisasi, yaitu bukan pengalaman aktor individu atau pun keberadaam bentuk totalitas masyarakat apa pun, tetapi praktis sosial yang ditata melintasi ruang dan waktu. Aktivitas-aktivitas sosial manusia, seperti hal pengembang-biakan diri dalam alam, adalah rekusif.Kalau negara adalah struktur dan masyarakat adalah agensinya, maka relasi negaramasyarakat dipahami dalam konteks social practice itu. Konflik atau kontestasi antara negara dan masyarakat dipicu oleh tarik menarik surveillance (pengawasan) yang dilakukan negara dengan citizenship rights (hak warga negara) yang dimiliki masyarakat. Tiga citizenship rights tersebut yaitu civil rights (hak untuk bebas), political rights (hak untuk memilih) dan economic rights (hak mendapatkan pekerjaan yang layak). Kepercayaan masyarakat (trust) pada negara bisa saja hilang atau berkurang manakala ketiga citizenship rights terusik atau tidak dipenuhi oleh negara.3 Untuk menghindarkan ketegangan itu, Giddens menegaskan perlunya hubungan kemitraan antara keduanya, yang saling memberikan kemudahan dan mengontrol. Artinya, negara dan masyarakat tidak dilihat sebagai dua kutub yang antagonistik. Dengan model ini, negara tidak mendominasi masyarakat, juga sebaliknya. Masing-masing dapat memasuki wilayah lainnya demi kepentingan dan kebaikan keduanya, tanpa ada maskud mendominasi pihak lain. bila hubungan kemitraan ini bisa terwujud, demokrasi menjadi lebih prospektif untuk ditegakkan (Giddens, 1999)Referensi: Chandoke, Neera., 1995. State and Society, Exploration in Political Theory. New Delhi: Sage Publication India Pvt Ltd Giddens, Anthony., 1981. A Contemporary Critique of Historical Materialism. Berkeley and Los Angeles: University of California Press ________________., 1984. The Constitution of Society Outline of the Theory of Structuration. Cambridge: Polity Press ________________.,1987. The Nation-State and Violence. Berkeley and Los Angeles: University of California Press. ________________.,1999. Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Manan, Munafrizal., 2005. Gerakan Rakyat Melawan Elit. Yogyakarta: Resist BookDASAR-DASAR ILMU POLITIK BAB I PENDAHULUAN Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah dengan judul Dasar-dasar Ilmu Politik dapat berjalan tanpa halangan yang berarti, dari awal sampai selesai. Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya. Dalam kesempatan ini disampaikan terima kasih atas bimbingan, bantuan serta saran dari berbagai pihak. Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai ilmu yang ada. Meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal-usul keberadaannya hingga zaman yunani kuno, akan tetapi hasil yang dicapai tidak segemilang apa yang telah sicapai oleh ilmu politik. Ketika kita menggunakan istilah ideology baik dalam bahasa social, politik maupun wacana kehidupan sehari-hari, berarti kita menggambarkan sebuah konsep yang memiliki sejarah panjang dan kompleks. Dalam makalah kami akan memaparkan tentang dasar-dasar ilmu politik. A. Latar belakang Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi negara-negara berkembang, karena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai dengan pemilihan walikota dan bupati dilakukan secara langsung. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarkat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut. Di Indonesia pemilihan kepala daerah langsung merupakan sejarah terhadap proses demokratisasi yang berlangsung setelah adanya reformasi. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan titik awal yang bagus bagi terciptanya proses demokratisasi di negara kita, karena sistem ini sangat menghargai partisipasi politik masyarakat. Dalam sistem poitik kita hari ini yang sedang berlansung dimana proses pemilihan kepala negara (presiden) sampai dengan pemilihan walikota dan bupati di lakukan secara langsung, sistem ini membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.B. Tujuan Untuk menciptakan modernisasi politik maka dibutuhkan partisipasi politik masyarakat. Apalagi Indonesia saat ini sedang melakukan pembangunan politiknya sesuai dengan nilai-nilai demokrasi baik sistemnya maupun manusianya. Partisipasi politik masyarakat sangat berpengaruh atas hasil-hasil yang akan di capai dalam proses pemilihan. Partisipasi menurut Samuel P. Hutington dan Jean Nelson adalah kegiatan yang dilakukan oleh para warga negara, individu-individu dengan tujuan mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah Partisipasi masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah terlihat jelas peran serta dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Untuk itu partisipasi dan pembangunan politik dari masyarakat merupakan prasyarat terhadap proses demokratisasi. Dukungan yang efektif bagi suatu pergeseran yang besar dalam kebijaksanaankebijaksanaan ekonomi atau sosial biasanya berasal dari partisipasi kolektif yang terorganisasi yang dapat tampil dalam berbagai bentuk. Pertama, ia mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi bukan sikap-sikap atau perilaku politik yang biasanya dipengaruhi oleh orientasi nilai individu dan sebagainya. Kedua, kegiatan politik warga negara perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman. Partisipasi politik mencakup kegiatan pejabat-pejabat pemerintah, pejabatpejabat partai, calon-calon politik, dan looblyst profesional yang bertindak di dalam perananpernan itu. Ketiga, kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan yang demikian difokuskan terhadap pejabat-pejabat umum, mereka yang pada umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang final mengenai pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif di dalm pengelolaan sebuan perusahaan swasta agar menaikan tingkat upah maksimum merupakan partisipasi politik. Di Indonesia masyarakat hari ini mempunyai peran dan fungsi yang besar dalam melakukan proses demokratisasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lucian Pye bahwa salah satu unsur pembangunan politik dalam negara berkembang harus adanya partisipasi dan ketertiban masyarakat dalam politik, baik dalam proses pengambilan kebijakan maupun dalam proses politik yang lain. Partisipasi politik itu sendiri akan mendukung proses demokratisasi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yaitu adanya keterbukaan, adanya kebebasan dan adanya aturan main. Dalam hal ini masyarakat seolah diberikan kebebasan dalam proses partisipasi politik, maka untuk mewujudkan negara yang demokratis aakn semakin mudah karena masyarakat akan semakin paham dan mengerti atas hak dan kewajiban politiknya yang kemudian muncuk kemandirian dan pembangunan politik yang sehat di negara berkembang, karena sesungguhnya negara berkembang harus bisa memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang partisipasi politik dalam keranga pembangunan politik untuk menciptakan domokratisasi sesuai dengan cita-cita masyarakat.Pengaruh yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah bahwa dengan partisipasi politik masyarakat juga akan mendorong kesadaran berpolitik masyarakat, yang lebih penting bagi kehidupan politiknya adalah masyarakat akan menjadi lebih cerdas dan terlatid dengan polihanpilihan politiknya sesuai dengan kepentingannya. Proses-proses demokrasi dalam konteks ini seperti partisipasi lokal sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang dinamis, damai sejahtera dan mampu menyerap kepentingan masyarakat bawah. C. Manfaat Makalah ini di buat bertujuan untuk memperkenalkan Ilmu Politik secara menyeluruh dan memberikan pemahaman dasar-dasar ilmu politik serta berbagai masalah yang erat kaitannya dengan ilmu tersebut. Memberikan kemampuan untuk mengenali dan memahami keadaan sosial dan politik Indonesia yang ruang lingkupnya dimulai dengan munculnya zaman modern. Masuknya paham liberal ke Indonesia mengubah struktur sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia. Untuk memberikan kerangka berpikir teoritis dalam memahami poiltik internasional sebagai salah satu bagian terpenting dalam studi hubungan internasional, tradisi-tradisi filosofis yang mendasari teori-teori besar politik internasional saat ini, aspek power dan ekonomi politik dalam hubungan internasional, termasuk di dalamnya adalah pembahasan mengenai berbagai macam pandangan teoritis terhadap peranan ekonomi politik dalam hubungan internasional, perusahaanperusahaan multinasional (MNCs), masalah-masalah politik lingkungan hidup global dalam hubungan internasional. Untuk memahami ide-ide politik atau pemikiran politik secara umum yang ada pada jaman klasik, jaman baru, sampai pada pemikiran politik dewasa ini. Setiap pemikir politik dan ide pemikirannya dikupas dan dihubungkan dengan pemikiran politik dewasa ini. BAB II TOTAL SINOPSIS Sebelum mendefinisikan apa itu ilmu politik, maka perlu diketahui lebih dulu apa itu politik. Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani polis yang berarti kota yang berstatus negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan berbagai macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan itu. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini merekasaling mempengaruhi. Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat. Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialisme. Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat terlepas dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik untuk pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengaruh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap terasa. Menurut Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good life (kehidupan yang baik). Menurut Goodin dalam buku A New Handbook of Political Science, politik dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan social secara paksa. Jadi, ilmu politik dapat diartikan sebagai sifat dan sumber paksaan itu serta cara menggunakan kekuasaan social dengan paksaan tersebut. Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya: Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam menangani pemerintahan. Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist.Ilmu politik secara teoritis terbagi kepada dua yaitu :Valuational artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori valuationalini terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis.Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan mengkomparasikan satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan moral atau norma.Perkembangan Ilmu Politik Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan. Ilmu politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan karakteristik tersendiri. Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(350 S.M.). Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat. Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II. Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada 1904. Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, misalnya di Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau. Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulaiditerima oleh masyarakat. Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negaranegara barat pada pendekatan tradisional. Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik, maka UNESCO pada tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik. Ilmu politik memiliki beberapa konsep. Konsep-konsep ini merupakan hal-hal yang ingin dicapai dalam politik. Pada paper ini akan dibahas tentang konsep-konsep tersebut, sumber kekuasaan, serta perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan, dengan beberapa sumber seperti buku dan internet. Berikut pembahasannya secara ringkas. 1. Power (Kekuasaan) Power sering diartikan sebagai kekuasaan. Sering juga diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh suatu pihak yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain, untuk mencapai apa yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gesselshaft menyatakan, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri meskipun mengalami perlawanan. Pernyataan ini menjadi rujukan banyak ahli, seperti yang dinyatakan Harold D. Laswell dan A. Kaplan, Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan pihak pertama. Kekuasaan merupakan konsep politik yang paling banyak dibahas, bahkan kekuasaan dianggap identik dengan politik. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. 2. Authority (Kewenangan)Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Penggunaan kewenangan secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi. Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu, kewenangan biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam bukunya an analysis of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seseorang yang memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan mengharapkan kepatuhan terhadap peraturannya. 3. Influence (Pengaruh) Norman Barry, seorang ahli, menyatakan bahwa pengaruh adala suatu tipe kekuasaan, yang jika seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka bukan merupakan motivasi pendorongnya. Dengan demikian, dapat dikatakan pengaruh tidak bersifat terikat untuk mencapai sebuah tujuan. Pengaruh biasanya bukan faktor satu-satunya yang menentukan tindakan pelakunya, dan masih bersaing dengan faktor lainnya. Bagi pelaku masih ada faktor lain yang menentukannya bertindak. Walaupun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan kekuasaan, pengaruh lebih unggul karena terkadang ia memiliki unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering berhasil. 4. Persuasion (Ajakan) Persuasi adalah kemampuan untuk mengajak orang lain agar mengubah sikap dengan argumentasi, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan orang yang mengajak. Dalam politik, persuasi diperlukan untuk memperoleh dukungan. Persuasi disini dilakukan untuk ikut serta dalam suatu komunitas dan mencapai tujuan komunitas tersebut. Persuasi bersifat tidak memaksa dan tidak mengharuskan ikut serta, tapi lebih kepada gagasan untuk melakukan sesuatu. Gagasan ini dinyatakan dalam argumen untuk memengaruhi orang atau kelompok lain. 5. Coercion (Paksaan) Paksaan merupakan cara yang mengharuskan seseorang atau kelompok untuk mematuhi suatu keputusan. Peragaan kekuasaan atau ancaman berupa paksaan yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan pemilik kekuasaan. Dalam masyarakat yang bersifat homogen ada konsensus nasional yang kuat untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Paksaan tidak selalu memengaruhi dan tidak tampak. Dengan demikian, di negara demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya digunakan seminimal mungkin dan hanya digunakan untuk meyakinkan suatu pihak. Contoh dari paksaan yang diberlakukan sekarang adalah sistem ketentuan pajak. Sifat pajak ini memaksa wajib pajak untuk menaati semua yang diberlakukan dan apabila melanggar akan dikenai sanksi.6. Acquiescence (Perjanjian) Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu pihak membuat janji kepada pihak lain untuk melaksanakan satu hal. Oleh karena itu, perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang melakukan perjanjian. Perjanjian dilaksanakan dalam bentuk lisan atau tulisan. Acquiescence diartikan sebagai perjanjian yang disetujui tanpa protes. Sumber-sumber Kekuasaan Seorang yang memiliki sesuatu, tentu mempunyai sumber darimana ia mendapatkan sesuatu tersebut. Demikian halnya dengan kekuasaan. Kekuasaan datang dari berbagai sumber, diantaranya kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Seorang atasan dapat memerintahkan bawahannya agar melakukan sesuatu. Jika bawahan melanggar perintah atasan, maka bawahan bisa dikenai sanksi. Seseorang yang memiliki kekayaan dapat memiliki kekuasaan. Misalnya seorang konglomerat dapat menguasai suatu pihak yang didanainya. Kepercayaan atau agama juga merupakan sumber kekuasaan. Misalnya di Indonesia, alim ulama banyak dituruti dan dipatuhi masyarakat. Alim ulama bertindak sebagai pemimpin informal umat, maka ia perlu diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di tempat umatnya. Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power yang juga terdapat dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, perlu dibedakan antara scope of power dan domain of power (wilayah kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk kepada perilaku, serta sikap dan keputusan yang menjadi subyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur bisa memecat seorang karyawan, tetapi direktur tersebut tidak mempunyai kuasa apa-apa terhadap karyawan diluar hubungan pekerjaan. Wilayah kekuasaan (domain of power) menjelaskan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku organisasi, atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Misalnya seorang direktur memiliki kekuasaan di perusahaannya, baik itu di pusat ataupun di cabang-cabangnya. Dalam suatu hubungan kekuasaan(power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat daripada pihak lain. Hal ini menyebabkan hubungan tidak seimbang(asimetris), dan ketergantungan satu pihak dengan pihak lain. Semakin timpang hubungan ini, maka makin kuat ketergantungannya. Hal ini disebut hegemoni, dominasi, atau penundukan oleh pemikir abad 20. Perbedaan Power (Kekuasaan) dan Authority (Kewenangan) Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan kekuasaan, tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya. Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan ( legitimate power ), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di rumuskan sebgai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusanpolitik, maka kewenangan merupakan hak moral sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan. Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna melaksanakan kebijakan yang di perlukan. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa sumber, misalnya kekayaan, kedudukan, dan kepercayaan. Kekuasaan dan kewenangan adalah konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas. Negara Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas : 1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan. 2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasinal. Definisi-definisi mengenai Negara, antara lain adalah : 1. Roger H. Soltau, Negara adalah alat (agency atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community). 2. Harold J. Laski, Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society). 3. Max Weber, Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a human society that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory) 4. Robert M. Maciver, Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (The sate is an association which, acting through law as promulgated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of oreder).J. Barents dalam Ilmu Politika (1965) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negaranegara itu melakukan tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Soceity, ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proseproses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Dan beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain : a) Pendekatan InstitusionalPendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum. Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum. Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden. Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif. Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik. b) Pendekatan PerilakuEsensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembagalembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)c)Neo-MarxisMenekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme. Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam bidang ekonomi. Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesarbesarnya sehingga sering kali menyengsarakan rakyat pribumi karena orang-orang pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia. d) KetergantunganMemposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai posisi yang sama. e) Pendekatan Pilihan NasionalPilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna menemukan kembali dan atau melestarikan solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas). BAB III KERANGKA KONSEP 1. A. Sifat, Arti, dan Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan lainnya.Perkembangan dan definisi ilmu PolitikApabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi.Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat. Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialisme. Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat terlepas dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik untuk pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengaruh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap terasa. Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science) Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan (science) atau tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini menimbulkan pertanyaan: apakah yang dinamakan ilmu pengetahuan (science) itu? Karakteristik ilmu pengetahuan (science) ialah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen yang dapat dilakukan dalam keadaan terkontrol (controlled circumstances) misalnya laboratorium. Berdasarkan eksperimen-eksperimen itu ilmu-ilmu eksakta dapat menemukan hukum-hukum yang dapat diuji kebenarannya. Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya belum memenuhi syarat, karena sampai sekarang belum ditemukan hukum-hukum ilmiah seperti itu. Mengapa demikian? Oleh karena yang diteliti adalah manusia dan manusia itu adalah makhluk yang kreatif, yang selalu didasarkan atas pertimbangan rasional dan logis, sehingga mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan. Dengan kata lain perilaku manusia tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol. Definisi Ilmu Politik Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kala masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumberdaya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik. Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada. Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Politik adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and riches). Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politik yang berkaitan dengan masalah konflik dan konsensus. 1. Menurut Rod Hague et al.: politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya. 2. Menurut Andrew Heywood: Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini diperlukannya sebagai konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lain. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu adalah: 1. Negara (state) 2. Kekuasaan (power) 3. Pengambilan keputusan (decision making) 4. Kebijakan (policy, beleid) 5. Pembagian (distribution) Bidang-bidang Ilmu Politik Dalam contemporary Political Science, terbitan Unesco 1950, ilmu politik dibagi menjadi empat bidang. 1. Teori Politik 2. Lembaga-lembaga politik 3. Partai-partai, golongan-golongan (groups), dan pendapat umum 4. Hubungan internasional Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain - Sejarah Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut. - Filsafat Ilmu pengetahuan lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalanpersoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia. - Sosiologi Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. - Antropologi Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana. - Ilmu Ekonomi Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19. - Psikologi Sosial Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan. - Geografi Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik. - Ilmu Hukum Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara). B. KONSEP-KONSEP POLITIKTeori PolitikKonsep politik lahir dalam pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep digunakan dalam menyusun generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang disebut sebagai teori. Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa dikatakan sebagai bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya. b. Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah value free (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi. Teori-teori kelompok (a) dibagi menjadi tiga golongan : 1. Filsafat politik (political philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi. 2. Teori politik sistematis (systematic political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik. 1. Ideologi politik (political ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah lakunya. II. Masyarakat Manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama orang lain secara bergotong-royong. Manusia memilih jalan untuk mengorganisir bermacam-macam kelompok dan asosiasi untuk memenuhi keperluan dan kepentingan-kepentingan fisik maupun mental yang sukar dipenuhi sendiri. Dan dalam kehidupan berkelompok ini, pada dasarnya manusia menginginkan nilai-nilai. Dalam mengamati masyarakat, khususnya masyarakat Barat, Harold Laswell memperinci delapan nilai, yaitu : 1. Kekuasaan 2. Pendidikan/Penerangan (enlightenment) 3. Kekayaan (wealth) 4. Kesehatan (Well-being) 5. Keterampilan (Skill) 6. Kasih Sayang (affection) 7. Kejujuran (rectitude) dan Keadilan (rechtschapenheid)8. Keseganan (respect). Masyarakat, menurut Robert Maciver, adalah suatu system hubungan-hubungan yang ditertibkan (Society means a system of ordered relations). Menurut Harold J. Laski dari London School of Economics and Political Science, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama (A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants). III. Negara Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas : 1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayaka