21
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ujud Gaib Perbincangan masalah asal-usul kepercayaan kepada ujud yang gaib termasuk masalah yang sangat penting untuk diselidiki dalam ilmu perbandingan agama. Pengertian Ujud itu sendiri secara bahasa adalah berasal dari bahasa arab yaitu ٌ دْ وُ جْ وَ م( maujuudun) yang memilki arti Ada. 1 Sedangkan kata Gaib berasal dari bahasa arab yaitu ٌ اب َ يِ غ(Giyaabun) yang memiliki arti tidak hadir atau tidak ada . 2 Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Ujud Gaib secara bahasa 1 M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab, (Surabaya: Apollo) hml. 221. 2 Ibid., hlm. 168. 3

Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ujud Gaib

Perbincangan masalah asal-usul kepercayaan kepada ujud yang gaib

termasuk masalah yang sangat penting untuk diselidiki dalam ilmu

perbandingan agama. Pengertian Ujud itu sendiri secara bahasa adalah

berasal dari bahasa arab yaitu َم�ْو�ُج�ْو�ٌد� ( maujuudun) yang memilki arti

Ada.1 Sedangkan kata Gaib berasal dari bahasa arab yaitu

�اٌب� َي yang memiliki arti tidak hadir atau tidak ada.2 Dari (Giyaabun)ِغ�

pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Ujud Gaib secara

bahasa adalah sesuatu yang ada namun tidak tampak oleh mata manusia.

B. Hubungan Ujud Gaib dengan kepercayaan

Kepercayaan keagamaan di dasarkan pada adanya kekuatan gaib

yaitu tuhan yang berada di atas alam ini (supranatural) atau yang ada di

balik alam fisik, Tuhan, roh dan semua yang berbentuk gaib adalah hal hal

yang ada di luar alam nyata, kepercayaan pada kekuatan gaib dalam ilmu

antropologi lebih dikenal dengan sebutan supranatural beings yang

merupakan inti dari kepercayaan keagamaan.

M. Amin Abdullan dalam Metodologi Studi Agama juga

menyinggung tentang supranaturan beings. Dia menyatakan bahwa langit

1 M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab, (Surabaya: Apollo) hml. 221.2 Ibid., hlm. 168.

3

Page 2: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

dalam keluasannya yang tanpa batas, kehadirannya yang abadi, dan

kemegahannya yang menagungkan, secara khusus memberikan sugesti

yang sangat kuat kepada jiwa manusia aka adanya keagungan, kemuliaan

yang tiada tara, serta kekuatan yang berdaulat dan misterius.3

Hendropuspito dalam Sosiologi Agama mengatakan bahwa

manusia hidup hanya untuk 2 hal, yaitu kebahagiaan “sekarang” dan

“kebahagiaan nanti”. Untuk mencapai kedua hal tersebut mereka

melakukan 2 cara, yaitu melalui usaha religius dan usana nonreligius.

Usaha nonreligius adalah usaha yang dilakukannya dengan bekerja sehari

selayaknya pekerjaan dengan menggunakan kekuatan manusiawi sendiri.

Sedangkan usaha religius di lakukan saat usaha nonreligius dipandang

tidak cukup untuk memenuhi tuntutannya.

Dengan kata lain, dimana manusia tak berdaya sama sekali untuk merebut kebahagiaan itu, di situ manusia menjalankan usaha religius. Ini berarti bahwa manusia bukan lagi menggunakan kekuatan sendiri, tetapi “tenaga lain” yang dipercayai berada di dunia lain yang tak dapat dijangkau oleh pancaindera, namun dirasa bisa membantunya.4

Kepercayaan kepada hal gaib pada Tuhan sebagai pokok

kepercayaan beragama, seperti yang telah diungkap diatas juga menuntut

kepercayaan kepada adanya kehidupan setelah mati atau kehidpan akhirat,

kehidupan akhirat juga di gambarkan manusia dan masyarakat penganut

berbagai agama dengan berbagai bentuk yang berbeda, Hindu misalnya

menggambarkannya dalam bentuk secara terus –menerus sampai roh

3 M. Amin Abdullah, Metodologi Studi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) hlm. 163.

4 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: Kanisus, 1990) hlm. 32.

4

Page 3: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

tersebut benar -benar suci dan kembali bersatu dengan Tuhan yang

Mahakuasa, sedangkan dalam Islam seperti yang telah kita ketahui bahwa

setelah mati maka manusia akan menjalani proses hisab yang kemudian

menentukan proses kehidupan di akhirat nanti.

Kepercayaan agama tidak hanya mengakui keberadaan benda-benda dan mahkuk-mahluk sakral tetapi seringkali memperkuat dan mengkokohkan keyakinan terhadapnya. Agama juga mencoba menjelaskan hakikat dan asal usul benda dan mahluk-mahluk sakral tersebut, dan bahkan boleh dikatakan bahwa agama menyediakan peta dan petunjuk untuk mencapai alam gaib.5

Dengan demikian kepercayaan suatu masyarakat kepada yang gaib

bervariasi dari yang tidak punya asal usul manusia sampai yang

dipercayai berasal dari manusia, yang tidak dari manusia adalah Tuhan

yang maha kuasa, mahluk ruhaniah seperti jin, malaikat, sedangkan yang

dihubungkan dengan manusia seperti ruh nenek moyang, ruh, tuhan arwah

nenek moyang mereka sendiri.

C. Teori Asal-usul Kepercayaan kepada Ujud yang Gaib

a. Teori Evolusi

Seperti yang dijelaskan dalam Jirhanuddin: 2010,

Membicarakan teori evolusi, tidak bisa lepas dari peran para

antropolog. Menurut mereka, untuk menentukan kapan agama itu

muncul memang sulit, para antropolog cenderung berpendapat

keberadaan agama itu sama tuanya dengan keberadaan manusia itu

5 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada) hlm. 11.

5

Page 4: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

sendiri. Menguti dari Jack Finegan dalam Jirhanuddin: 2010

mengatakan :

As we look into the remoteness of prehistoric antiquity it islam not possible to diseern any absolute beginning of religion. Rather religion may be said to be as man himself...( Sebagaimana kita melihat kembali kepada peninggalan Zaman prasejarah , maka adalah sulit untuk menemukan permulaan yang pasti dari agama. Lebih baik agama dikatakan sama tuanya dengan manusia...)6

Apabila kita cerna dari pemaparan di atas, dapat kita artikan

bahwa agama telah ada sejak manusia yang pertama di bumi ini.

Lalu kemudian hal tersebut kembali memunculkan pertanyaan,

kapankah manusia pertama ada di bumi? Dikutip dari Mahjunir

dalam Jirhanuddin; 2010, para antropolog membagi tipe kehidupan

manusia kepada tiga bentuk masing-masing berurutan zamannya:

I. Pithecantropus Erectus

II. Homo Neanderthalensis

III. Homo Sapiens7

Para antropolog kebanyakan mempercayai bahwa

Pithecantropus Erectus merupakan manusia pertama yang ada di

bumi. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa Pithecantropus

Erectus sudah memiliki agama. Namun fakta di lapangan berkata

lain.

Tidak terdapat kuburan peninggalan mereka, sebab mayat-mayat hanya dibiarkan begitu saja, tidak dikubur ,

6 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 35.7 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 36.

6

Page 5: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

tulang tengkorak berserakan ( eschatology belum ada), begitu pula dengan indikasi-indikasi penyembahan lainnya seperti gambar-gambar hewan , patung, dan sebagainya tidak ditemukan, Sehingga kegiatan-kegiatan keagamaan dapat diyakini tidak ada.8

Kegiatan keagamaan dikatakan mulai ada pada masa Homo

Neanderthalensis. Manusia yang sudah memiliki bentuk yang

serupa dengan manusia pada zaman sekarang ini sudah memiliki

pola pikir yang berkembang, peradaban, serta kebudayaan.

Ada indikasi tentang keberagamaan mereka ( manusia tipe

Homo Neanderthalensis) ditemukannya kuburan. Kuburan ini

banyak ditemukan , baik di Eropa, Asia, ataupun di Afrika.9

Selanjutnya dapat kita teliti dalam kandungan al-Qur’an,

terutama pada Surat al-Maidah ayat 31:

Artinya : “ Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak mengali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya dia menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata: “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini ?”Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal.”10

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia bisa mengubur jenazah

saudaranya dimulai pada masa Qabil, seorang putra nabi Adam AS,

8 Ibid, hlm. 36.9 Ibid, hlm. 37.10 Departemen Agama RI, Al-Qur’anulkarim Terjemah Perkata, (Bandung:

Syaamil Al-Qur’an, 2007) hlm. 112.

7

Page 6: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

yakni setelah terjadi peristiwa pertumpahan darah dengan

saudaranya Habil. Selain itu, lebih dahulu lagi, manusia

mempunyai pengetahuan baru setelah nabi Adam AS diberi

pelajaran oleh Tuhan. Hal ini dapat dipahami seperti yang

dijelaskan Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 33:

Terjemahannya:

Dia (Allah) berfirman: "Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!" Setelah ia menyebut nama-namanya, Dia (Allah) berfirman: "Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?"11

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa

pengetahuan baru ada pada zaman nabi Adam AS. Dan prosesi

penguburan jenazah baru ada pada zaman putra nabi Adam AS

tersebut. Apabila kita baca kembali temuan para antropolog di atas,

bahwa prosesi penguburan baru ada pada masa Homo

Neanderthalensis. Ini timbul dugaan yang kuat , bahwa fase Homo

Neanderthalensis itu diawali oleh Adam as.

Untuk menempatkan manusia bertipe Homo Neanderthalensis sebagai bentuk lanjutan dari evolusi tipe manusia sebelumnya (Pitecanthropus Erectus ), terdapat kesulitan yang tidak ringan. Jarak masa yang sangat jauh. Pitecanthropus Erectus menghuni planet kita ini sekitar 1.000.000 sampai 700.000 tahun yang silam. Sedangkan Homo Neanderthalensis hanya ada pada sekitar 100.000

11 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 6.

8

Page 7: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

tahun yang lalu. Begitu jauh jarak anatara keduanya, namun tidak ditemukan suatu tipe lain yang menengahi kedua tipe di atas ( sebagai perantara). Sehingga para antropolog pendukung evolusionisme itu terpaksa memakai istilah “ The Missing Link”, maksudnya perantaranya hilang. Atas dasar analisis ini ,masih luas kesulitanm untuk mengatakan bahwa makhluk tipe Pitecanthropus Erectus itu adalah benar-benar manusia.12

Karena itu pula dapat disimpulkan, bahwa manusia yang pertama

di dunia adalah manusia tipe Neanderthal itu dan agama yang

pertama adalah agama orang-orang bertipe Neanderthalensis itu.

Sebagai versi agama yang sangat awal itu, tentulah bentuknya amat

sederhana, disamping indikasi-indikasi awal ritual dari mereka,

kendati ada namun sangat langka.

Untuk memperjelas keterangan tentang keagamaan mereka, di

bawah ini diketengahkan penjelasan antropog Adamson E. Hoebel

dan Jack Finegan dalam Jirhanuddin; 2010, antara lain:

Dalam kuburan ditemukan peralatan kehidupan seperti beberapa alat untuk bernuru, periok,dan alat-alat untuk menggali. Memperhatikan bentuk dan isis kuburan tersebut, Jack Finegan memberi komentar setelah memperhatiakn bentuk dan isi kuburan itu sebagai berikut: “ Man believed is life after death. Thought that departed would continued to lead atau least to some extent comparable to that lived here. In that life there would be need to have objects and implements like those which had been of service here.’’ ( Manusia telah percaya kepada adanya hidup sesudah mati. Dia berpikiran bahwa orang yang telah meninggal dunia akan terus hidup lagi pada alam yang agak berbeda dengan dihuni sekarang. Dalam kehidupan itu, orang memerlukan lagi objek-objek kehidupan dan peralatan-peralatan). Selain dari kuburan sebagai bukti adanya kehidupan beragama pada tipe Neanderthalensis, juga dapat diketahui adanya bukti lain

12 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 38-39.

9

Page 8: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

sperti adanya atau ditemuinya gambar-gambar/ lukisan binatang tertentu pada dinding dinding gua.13

Jadi disamping masyarakat ketika itu mempercayai

pengkultusan/pemujaan terhadap roh orang mati (animisme), juga

ditemui adanya penyembahan terhadap binatang tertentu

(totemisme).

Apa yang diuraikan di atas tadi merupakan gambaran singkat dari

teori evolusi. Dan kalau diamati dari sejarah kehidupan manusia

yang melalui tiga tipe seperti dikemukakan diatas maka bentuk

keberagamaan bisa diurut sebagai berikut: bermula dari Animisme,

Dinamisme, Politheisme, dan akhirnya Monotheisme. Adapun

tokoh teori evolusi adalah Edward Burnett Tylor ( E.B Tylor).

Teori lainnya yang sering dikemukakan oleh penyelidik ilmu

perbandingan agama dalam menentukan keberagamaan manusia

dipermukaan bumi ini adalah teori revelation.

b. Teori Revelasi

Kalangan agamawan berpendapat bahwa agama itu berasal

dari Pencipta yang memberikan bimbingan kepada manusia

pertama dan manusia pertama itu mewariskan kepada turunannya.

Namun seiring berjalannya waktu, ajaran tersebut terjadi beberapa

penyimpangan oleh keturunan manusia berikutnya.

13 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 39.

10

Page 9: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

Sebagian tetap taat kepada bimbingannya dan sebagian berangsur-angsur menyimpang, menyangkal, lalu mengemukakan ajaran-ajaran yang menyimpang dan diseesuaikan dengan selera pada tahap masa tersebut itulah kodrat Maha Pencipta itu melahirkan pembaharu agama pada suatu saat.14

Untuk keberadaan manusia pertama yang diturunkan ke

bumi ini, ada beberapa nama yang digunakan oleh beberapa

keyakinan agama yang ada. Ada beberapa yang memiliki

nama/sebutan yang sama, ada pula yang berbeda.

Agama Brahma memanggil Manu Pertama itu dengan Sharatupa. Agama Yahudi beserta Agama Kristen dan agama Islam memanggil Manu Pertama itu dengan Adam. (bisa jadi karena agama Yahudi, Kristen dengan agama Islam asalnya satu rumpun sehingga ada kesamaan dalam memandang Manu Pertama = penulis).15

Prof. Andrew Lang dalam dalam Jirhanuddin; 2010,

mengatakan bahwa agama pada stadium pertama sudah

monotheisme. Sarjana lain yang mendukung pendapat tersebut

antara lain Alfred Bertholct dan Albert C. Kemudian sarjana

muslim seperti Muhammad Abduh, Ameer Ali, dan Muhammad

Iqbal juga berpendapat bahwa monotheisme adalah agama pada

stadium awal. Muhammad Abduh menambahkan tidak ada evolusi

dalam konsep aqidah Islam. Evolusi hanya ada di bidang hukum

Islam saja.

Tokoh lainnya yang juga mendukung teori wahyu adalah

Wilhelm Schmidt, ia adalah seorang guru besar Ethnology dan

14 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 41.15 Ibid., hlm. 42.

11

Page 10: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

Philology, ia banyak menganalisis teori-teori asal-usul agama.

Hasilnya menunjukkan bahwa keberagamaan manusia pada

stadium awal sudah monotheisme.

Menurut Carl Jung dalam Jirhanuddin; 2010 : kehidupan

manusia primitif itu senantiasa diliputi oleh ketakutan terhadap

kodrat-kodrat alamiah yang tidak dapat dipahaminya dan

ketakutannya itu membenam di bawah sadar, lalu melahirkan

tanggapan tentang hal-hal yang gaib-gaib, kemudian ia berikhtiar

untuk membujuk kekuatan-kekuatn tersebut dengan berbagai

upacara agar kekuatan tersebut tidak mendatangkan bencana

terhadap dirinya, maupun bagi sumber kehidupannya.

Jikalau Manu Pertama itu dianggap lebih tua, maka

angkatan Crogmagnon dan angkatan Neanderthal itu adalah

kelompok yang terbuang dari lingkungannya. Kapan manusia

pertama diciptakan oleh Kodrat Maha Pencipta masih menjadi

perdebatan.

Holy Bible pada bagian Geneses (kitab kejadian), yang merupakan bagian dari kitab suci agama Yahudi dan juga dipandang suci oleh pihak Kristen, memperinci usia Adam. Literatur pihak Yahudi maupun pihak Kristen berpendirian bahwa Adam itu diciptakan lebih kurang 4.000 tahun sebelum Masehi atau 4 (empat) abad sebelum Masehi.16

Jadi antara penciptaan Adam dengan manusia primitif, (jika

melihat pendapat Jung diatas) yang tengkorak-tengkorak manusia

16 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 44.

12

Page 11: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

gua ditemukan menunjukkan masa lebih kurang 45.000 tahun

sebelum Masehi terdapat jarak antara masa yang cukup lebar yakni

kurang lebih 41.000 tahun sebelum Masehi (41 abad). Hal ini

tentunya menunjukan ketidak singkronan antara fakta di lapangan

dengan apa yang tertulis dalam Kitab Kejadian tersebut.

Ada lagi pendapat lain yang mengatakan bahwa berdasarkan kenyataan didalam bidang kepurbakalaan (Arkeologi), bahwa tengkorak-tengkorak yang lebih muda dari tengkorak-tengkorak angkatan Cromagnon dan angkatan Neanderthal itu yakni tengkorak-tengkorak yang berusia 30.000 ataupun 20.000 tahun ataupun 15.000 tahun sebelum Masehi. Hal yang demikian membuktikan suatu jurang menganga antara angkatan Cromagnon dan angkatan Neanderthal dengan penciptaan Adam.17

Berbeda dengan Holy Bible, Al-Qur’an tidak menyebutkan

tahun tentang penciptaan Adam. Dalam Al-Qur’an hanya ditemui

garis-garis besar (ayat-ayat) tentang hal-hal yang berkaitan dengan

kisah Adam. Kita dapat melihat dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah

ayat 30-33:

Potongan ayat 30, berbunyi :

Terjemahannya:

“Aku menjadikan khalifah (pengganti) di bumi”18

Lantas timbul reaksi para Malaikat, yang berbunyi :

17 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 44.18 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 6

13

Page 12: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

Terjemahannya”

“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana? ”19

Allah kemudian berfirman :

Terjemahannya:

“Sungguh Aku lebih mengetahui apapun yang tidak kamu ketahui”20

Selanjutnya dikisahkan Allah mengajarkan nama-nama segalanya

kepada Adam. Kemudian para malaikat itu diminta untuk

menyebutkan nama-nama segalanya itu dan apa jawaban para

malaikat :

Terjemahaanya:

“Tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”21

Adam diperintahkan menyebutkan nama-nama segalanya.

Setelah kentara kelebihan Adam itu, maka para malaikat disuruh

sujud, kecuali iblis yang enggan. Demikian dikisahkan dalam al-

Qur’an.

Tersebab dalam al-Qur’an tidak terperinci tahun kejadian

Adam, maka al-Qur’an tidak pernah dihadapkan kepada penemuan

19 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 620 Ibid.

21 Ibid.

14

Page 13: Asal Mula Kepercayaan Kepada Ujud Gaib from Deby Irawan

ilmiah dalam bidang arkeologi. Selanjurnya dapat dilakukan

penilaian terhadap kisah dalam al-Qur’an sebagai berikut :

Berkenaan dengan bunyi reaksi para Malaikat terhadap

maksud Allah SWT untuk menciptakan manusia di bumi ini, maka

dalam hal tersebut muncul pertanyaan: bagaimana Malaikat itu

tahu bahwa manusia yang akan diciptakan itu akan membuat

kebinasaan dan pertumpahan darah di bumi? Apabila kita katakan

bahwa Malaikat sebagai mahluk Allah yang serba tahu, maka itu

bertentangan dengan pernyataan para Malaikat tersebut, “Tidak

ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan

kepada kami”.

Besar kemungkinan, para Malaikat dapat berkata demikian

diakibatkan oleh peristiwa para penghuni Bumi di masa lalu yang

telah mengalami pemusnahan yang selalu melakukan peperangan

dan pertumpahan darah. Apalagi kalau melihat firman Allah, dalam

ayat itu ada kalimat “khafilah” yang sebagian orang (musafir) ada

yang mengartikannya “pengganti”22

Jadi, apa bila kita bandingkan dengan hasil penelitian para

arkeolog yang menyatakan terdapat kebudayaan manusia tertua

yang disebut dengan tipe Pithecantropus Erectus, dikaitkan dengan

pemahaman tentang Nabi Adam AS sebelumnya, maka akan kita

temui keserasian.22 Jirhanuddin, op.cit., hlm. 48.

15