Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ASESMEN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI: STUDI
DESKRIPTIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Tiwi Wira Pratika
NIM: 151134024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
ASESMEN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI: STUDI
DESKRIPTIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Tiwi Wira Pratika
NIM: 151134024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERSEMBAHAN
Bismilahirrahmanirrahim. Alhamdulilah puji dan syukur saya panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan rezeki kesehatan yang diberikan, saya mampu
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada
1. Orang tua saya, Wiranto dan Sri Mikuwati serta adik saya yang selalu
mendoakan saya, memberikan semangat, dukungan, dan kasih sayang.
2. Dosen pembimbing, bu Erlita dan bu Laura yang sudah membantu dan
membimbing penyusunan skripsi saya hingga akhir.
3. Sahabat-sahabat saya yang selalu mendukung saya dari jauh.
4. Anastasia Aretia Anjani, Baselisa Fikaria Rosario Labobar, Ditha Alviani,
Christin Ayu Rizky, Andrian Syahputra, Yeni Apriani, dan teman-teman yang
selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa.
5. Teman-teman payung saya yang sama-sama berjuang dan saling mendukung.
6. Teman-teman yang selalu menemani saya selama ada di PGSD dan selalu
memberikan support baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
7. Almamater Universitas Sanata Dharma yang sudah memberikan kesempatan
untuk menimba ilmu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTTO
“JANGAN PERGI MENGIKUTI KE MANA JALAN AKAN BERUJUNG.
BUAT JALANMU SENDIRI DAN TINGGALKAN JEJAK.”
Ralph Waldo Emerson
“IMIPIANKU BUKANLAH UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. TAPI
MENJADI SESEORANG YANG TIDAK AKAN MEMBUAT DIRIKU
SENDIRI MALU.”
Kim Ki-Bum
“HIDUPLAH DENGAN CERIA TIDAK PEDULI APAPUN SITUASINYA.”
Kim Seok-Jin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 09 Juli 2019
Peneliti
Tiwi Wira Pratika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tiwi Wira Pratika
Nomor Mahasiswa : 151134024
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“ASESMEN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI: STUDI
DESKRIPTIF”.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 09 Juli 2019
Yang menyatakan
Tiwi Wira Pratika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
ASESMEN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI: STUDI
DESKRIPTIF
Tiwi Wira Pratika
Universitas Sanata Dharma
2019
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang diintegrasikan masuk ke dalam kelas reguler untuk belajar bersama
anak-anak normal lainnya di sekolah umum. Sekolah inklusi yaitu sekolah reguler
yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus dalam program yang sama. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mendeskripsikan penerapan asesmen siswa berkebutuhan khusus di SD inklusi.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur,
observasi, dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan cara reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan asesmen kurang maksimal, penyaringan atau
screening tidak dilakukan secara berkala. Tidak ada program khusus yang
dilakukan sekolah, hanya menjalankan program tambahan pelajaran atau les.
Keterampilan-keterampilan lainnya di luar bidang akademik diberikan oleh guru
kepada semua siswa. Hal yang dilakukan sekolah yaitu memodifikasi kurikulum
melalui penyederhanaan indikator atau penurunan KKM bagi siswa berkebutuhan
khusus. Selain itu juga penerapannya dalam kelas guru lebih memperhatikan
siswa berkebutuhan khusus dan dengan telaten mengulang materi yang dibahas.
Sekolah melakukan evaluasi program dengan melaporkan secara narasi pada
setiap akhir semester dengan guru-guru dan kepala sekolah. Kegiatan evaluasi
ditujukan untuk mendiskusikan program bagi siswa berkebutuhan khusus untuk
ke depannya.
Kata kunci: sekolah inklusi, aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, penerapan
sekolah inklusi, asesmen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
ASSESSMENT OF STUDENT WITH SPECIAL NEEDS AT INCLUSIVE
ELEMENTARY SCHOOL: DESCRIPTIVE STUDY
Tiwi Wira Pratika
Sanata Dharma University
2019
Inclusive education is an education system for children with special needs
who are integrated into regular classes to study with other children in regular
schools. Inclusive schools are regular schools that accommodate and integrate
regular students and students with special needs in the same program. The
purpose of this researchwas to describe the schools assessment of students with
special needs in inclusive elementary school.
The research was descriptive qualitative. The techniques for data
collection were semi-structured interviews, observation, and documentation.
Then, the obtained data were analyzed by data reduction, data display, and
conclusion. The results of the researchshowed that the assessment was not
maximal and the screening was not done regularly. There was no special program
provided by the school. There was only additional course.The teachers also
taught non-academic skills to the students. Curriculum placement which was done
by the schools was modifiying the curriculum through simplifying the indicators
or decreasing the Minimum Criteria for Mastery Learning for students with
special needs. In the classroom, the teachers paid more attention to students with
special needs and repeated the discussed materials patiently. The schools
conducted the evaluation program by reporting narratively every semester with
teachers and principals. The purpose of evaluation activity was to discuss the
programs for students with special needs in the future.
Keywords:inclusive school, aspects of the management of inclusive school,
implementation of inclusive school, assessment.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan dengan baik skripsi yang
berjudul “Asesmen Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Inklusi: Studi
Deskriptif”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam
memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segenap hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing I yang
telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam
perjalanan skripsi ini hingga selesai.
5. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam
perjalanan skripsi ini hingga selesai.
6. Kepala Sekolah salah satu Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman yang
telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar serta bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.
7. Guru salah satu Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman yang sudah
membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
8. Orang tua saya, Wiranto dan Sri Mikuwati serta adik saya yang selalu
mendoakan saya, memberikan semangat, dukungan, dan kasih sayang.
9. Anastasia Aretia Anjani, Baselisa Fikaria Rosario Labobar, Ditha Alviani,
Christin Ayu Rizky, Andrian Syahputra, Yeni Apriani, teman-teman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
sepayung, dan teman-teman yang selalu memberikan semangat, dukungan,
serta doa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekaligus menjadi
sumber belajar bagi peneliti yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan
inklusi.
Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ v
HALAMAN MOTTO....................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................ viii
ABSTRAK......................................................................................................... ix
ABSTRACT......................................................................................................... x
KATA PENGANTAR....................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................. 4
1.4.1 Manfaat Teoritis...................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis....................................................................................... 4
1.5 Asumsi Penelitian................................................................................... 5
1.6 Definisi Operasional............................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................. 6
2.1 Kajian Pustaka............................................................................................... 6
2.1.1 Anak Berkebutuhan Khusus....................................................................... 6
2.1.1.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus.................................................. 6
2.1.1.2 Faktor Penyebab Timbulnya Berkebutuhan Khusus ............................... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.1.1.3 Tipe Anak Berkebutuhan Khusus............................................................ 7
2.1.2 Inklusi....................................................................................................... 12
2.1.2.1 Pendidikan Inklusi................................................................................ 12
2.1.3 Aspek-aspek Sekolah Inklusi................................................................ 13
2.1.4 Asesmen................................................................................................ 16
2.1.4.1 Hakikat Asesmen.................................................................................. 16
2.1.4.2 Model Pelaksanaan Asesmen................................................................ 17
2.1.4.3 Jenis Asesmen....................................................................................... 18
2.1.4.4 Langkah-langkah melakukan asesmen ................................................. 19
2.1.4.5 Ruang Lingkup Asesmen...................................................................... 20
2.1.4.6 Karakteristik Asesmen.......................................................................... 22
2.2 Penelitian Relevan...................................................................................... 22
2.3 Kerangka Berpikir...................................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian..................................................................................... 30
3.2 Setting Penelitian.................................................................................. 30
3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 30
3.2.2 Subjek Penelitian.................................................................................. 31
3.2.3 Objek Penelitian.................................................................................... 31
3.3 Desain Penelitian.................................................................................. 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 33
3.4.1 Observasi............................................................................................... 34
3.4.2 Wawancara............................................................................................ 34
3.4.3 Studi Dokumentasi................................................................................ 35
3.5 Instrumen Penelitian............................................................................. 35
3.5.1 Pedoman Catatan Anekdot.................................................................... 36
3.5.2 Pedoman Wawancara............................................................................ 36
3.5.3 Pedoman Daftar Dokumen.................................................................... 37
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ........................................................... 38
3.6.1 Kredibilitas............................................................................................ 38
3.6.2 Transferabilitas...................................................................................... 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
3.7 Teknik Analisis Data............................................................................. 40
3.7.1 Reduksi Data (Data Reduction)............................................................ 40
3.7.2 Penyajian Data (Data Display)............................................................. 40
3.7.3 Penarikan Kesimpulan.......................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 42
4.1 Hasil penelitian........................................................................................... 42
4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian............................................................. 42
4.1.2 Wawancara............................................................................................... 43
4.1.2.1 Narasumber 1 (Guru Pendamping Khusus) .......................................... 43
4.1.2.2 Narasumber 2 (Guru kelas bawah) ....................................................... 45
4.1.2.3 Narasumber 3 (Kepala Sekolah) ........................................................... 48
4.1.2.4 Narasumber 4 (Guru kelas atas)............................................................ 50
4.1.3 Hasil Observasi........................................................................................ 51
4.2 Pembahasan................................................................................................. 53
BAB V KESIMPULAN................................................................................... 60
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 60
5.2 Keterbatasan Penelitian.............................................................................. 61
5.3 Saran........................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 63
LAMPIRAN..................................................................................................... 65
BIOGRAFI PENULIS..................................................................................... 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ……………………………………………..... 66
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian …………………... 67
Lampiran 3 Reduksi Hasil Wawancara ……………………………………….. 68
Lampiran 4 Hasil Reduksi Observasi …………………………………………. 99
Lampiran 5 Hasil Reduksi Studi Dokumentasi ……………………………….. 100
Lampiran 6 Display Data Observasi, Wawancara, Dokumentasi ……………... 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian …………………………………………….......... 31
Tabel 3.2 Pedoman Catatan Anekdot ………………………………………… 36
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ……………………………………………… 36
Tabel 3.4 Pedoman DaftarDokumen ………………………………………... 37
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara ………………………………..…. 43
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi …………………………….………. 43
Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Studi Dokumentasi ……………..……………. 43
Tabel 4.4 Hasil Observasi Kelas IV ………………………………………….. 52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang diintegrasikan masuk ke dalam kelas reguler untuk belajar bersama
anak-anak normal lainnya di sekolah umum (Olivia, 2017: 3). Praktik
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia sendiri
sudah ada sejak 1901 yang diselenggarakan oleh Lembaga Sosial Masyarakat
(LSM) maupun kelompok keagamaan. Sedangkan pemerintah (Depdikbud) baru
mengambil tindakan secara nyata dengan membangun Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) pada tahun 1980-an. Sistem ini dinamakan sistem segregasi yang mana
anak berkebutuhan khusus dididik dalam satu sekolah khusus namun masih
terpisah dengan anak reguler lainnya.
Layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Terpadu. SLB
sendiri sudah ada sejak tahun 1945 karena pada tahun itu sudah ada 100 siswa
berkebutuhan khusus. Namun pada tahun 1945 masih kekurangan guru sehingga
pemerintah mengirim beberapa tokoh pemerhati PLB untuk studi. Beberapa tahun
kemudian didirikan SDLB karena pemerintah mewajibkan sekolah 6 tahun
(Budiyanto, 2017: 7). Kemudian didirikan sekolah terpadu untuk anak tunanetra
di uji pertamanya. SLB sebagai lembaga tertua menampung anak dengan
hambatan penglihatan (tunanetra), anak dengan hambatan pendengaran
(tunarungu), anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (tunagrahita), anak
dengan hambatan fisik dan motorik (tunadaksa), anak dengan hambatan emosi dan
perilaku (tunalaras), dan anak dengan hambatan majemuk (tunaganda).
Pada tahun 1990-an kalangan profesional pendidikan luar biasa mulai ramai
membicarakan tentang pendidikan inklusi dalam bentuk seminar-seminar, diskusi,
dan sejenisnya. Seminar dan workshop difabel yang dilaksanakan di Yogyakarta,
17 Maret 2001, menghasilkan “Deklarasi Malioboro” yang meyakini bahwa
sistem pendidikan inklusif untuk segera direalisasikan. Di Bandung pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
pertengahan Mei 2002, kaum difabel menggelar unjuk rasa dihadapan DPRD
setempat untuk menghapus sistem eksklusif (SLB) diganti dengan sekolah inklusi.
Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (OKLK) sejak 2012
melakukan gerakan nasional pendidikan inklusif, tujuannya supaya semua
lembaga pemerintah dan masyarakat dapat mengenal, memahami, dan
mengimplementasikan pendidikan inklusif (Budiyanto, 2017: 3-4). Hingga saat ini
sudah ada banyak sekolah dasar yang berlabel inklusi di seluruh Indonesia,
termasuk provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saat ini dokumen Salamanca merupakan dokumen Internasional utama
tentang prinsip-prinsip dan praktik pendidikan. Pernyataan tersebut ada dalam
pasal 2 yang mengatakan bahwa
“Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan cara yang paling
efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang
ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi
semua; lebih jauh, sekolah ini akan memberikan pendidikan yang efektif
kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan
menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan” (Budiyanto, 2017: 13).
Pernyataan dalam dokumen tersebut semakin mempertegas pentingnya
pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus karena pengalaman
sebelumnya menunjukkan bahwa sistem segregasi dan integrasi kurang mampu
memberikan hasil tercapainya kebutuhan dan masa depan anak bangsa.
Sekolah inklusi yaitu sekolah reguler yang mengakomodasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program
yang sama (Ilahi, 2013: 87). Sekolah inklusi memiliki tujuan yaitu untuk
menghindari diskriminasi dari siswa reguler. Selain itu sekolah inklusi bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan sosial kepada siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus dimana mereka akan saling berteman (Olivia, 2017: 9).
Walau begitu, tidak semua sekolah atau siswa yang mampu beradaptasi dengan
siswa berkebutuhan khusus. Untuk itulah guru mempunyai peran penting dalam
memberikan pengertian kepada anak bahwa anak atau siswa berkebutuhan khusus
itu harus dibimbing dan ditemani, bukan diasingkan atau dikucilkan. Anak
berkebutuhan khusus ialah anak yang terlihat berbeda dari anak-anak yang lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dalam beberapa dimensi seperti mental, fisik, sosial, emosional, kemampuan
berkomunikasi, dan kemampuan sensoriknya sehingga mereka membutuhkan
perlakuan khusus dari orang-orang sekelilingnya.
Pelaksanaan sekolah inklusi itu sendiri memiliki 8 aspek, yaitu Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB), identifikasi, kurikulum (kurikulum fleksibel),
merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan
kelas ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran
adaptif, serta penilaian dan evaluasi pembelajaran. Asemen merupakan salah satu
kegiatan evaluasi pendidikan untuk mengumpulkan informasi yang akan
digunakan sebagai pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran
kepada siswa berkebutuhan khusus. Tujuan asesmen itu sendiri untuk memperoleh
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar
(Abdurrahman, 2003: 46). Asesmen memiliki macam-macam model pelaksanaan,
diantaranya basline asesmen, progress asesmen, spesifik asesmen, final asesmen,
dan follow up asesmen.
Dari semua sekolah inklusi, ada beberapa sekolah yang sudah menerapkan
aspek-aspek sekolah inklusi walau belum secara maksimal. Jika sekolah tidak
melaksanakan asesmen, kemungkinan siswa mendapatkan program pembelajaran
tidak akan sesuai dengan kebutuhannya. Setelah melihat hasil asesmen, sekolah
menindaklanjuti siswa dengan cara mempertimbangkan dan merencanakan
program pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.
Penelitian Ferinda (2017) di Kabupaten Sleman menjelaskan bahwa terdapat
32 sekolah dasar inklusi yang dianggap mampu melaksanakan sekolah inklusi.
Sekolah itu tersebar di beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Seyegan, Mlati,
Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, Moyudan, Godean,
Gamping, Depok, Kalasan, dan Prambanan. Dari semua sekolah di berbagai
kecamatan tersebut, Ferinda memperoleh data 22% yang menerapkan aspek-aspek
sekolah inklusi. Dari 9 sekolah yang mengembalikan kuesioner, hanya ada 3
sekolah dasar inklusi yang melaksanakan aspek asesmen secara keseluruhan,
sedangkan sekolah lain belum melaksanakan secara maksimal. Hasil kuesioner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengenai asesmen menunjukkan persentase jawaban yang diberikan guru masih
di bawah 50%.
Berdasarkan data tersebut, beberapa sekolah belum menerapkan aspek
asesmen secara utuh. Peneliti termotivasi untuk memfokuskan penelitian ini pada
penerapan aspek asesmen sekolah inklusi. Berdasarkan latar belakang tersebut,
peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Asesmen Siswa Berkebutuhan
Khusus di SD Inklusi: Studi Deskriptif”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang
dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan asesmen siswa
berkebutuhan khusus di SD inklusi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, peneliti telah menentukan tujuan penelitian
yaitu mendeskripsikan penerapan asesmen siswa berkebutuhan khusus di SD
inklusi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung dan
tidak langsung antara lain sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai penerapan aspek penyelenggaran sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten
Sleman dan Kota Yogya terutama pada aspek asesmen.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Peneliti
Peneliti dapat mendeskripsikan penerapan aspek penyelenggaraan sekolah
inklusi pada aspek asesmen, termasuk kendala yang dihadapi oleh sekolah inklusi.
1.4.2.2 Bagi Guru
Guru memperoleh informasi mengenai penerapan aspek penyelenggaraan
sekolah inklusi terutama aspek asesmen di sekolah dasar inklusi dan dapat
melaksanakan tindak lanjut kegiatan penerapan aspek dengan seksama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4.2.3 Bagi Sekolah Dasar Inklusi
Melalui penelitian ini, sekolah dapat mengkaji dan melakukan evaluasi
terhadap penerapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi terutama aspek
asesmen yang sudah sekolah laksanakan.
1.5 Asumsi Penelitian
Asesmen merupakan salah satu kegiatan evaluasi pendidikan untuk
mengumpulkan informasi yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran kepada siswa berkebutuhan khusus.
Langkah-langkah dalam asesmen yaitu screening, diagnosis, penempatan
program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program.
Peneliti berasumsi bahwa penyelenggaraan aspek asesmen di Wilayah Kabupaten
Sleman dan Kota Yogya sudah diterapkan walau belum secara maksimal.
1.6 Definisi Operasional
a. Pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan yang menyatukan anak
berkelainan atau berkebutuhan khusus dengan anak lainnya untuk
memperoleh pendidikan yang sama.
b. Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang terlihat berbeda dari anak-anak
yang lainnya dalam beberapa dimensi seperti mental, fisik, sosial, emosional,
kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan sensoriknya sehingga mereka
membutuhkan perlakuan khusus dari orang-orang sekelilingnya.
c. Asesmen merupakan salah satu kegiatan evaluasi pendidikan untuk
mengumpulkan informasi yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran kepada siswa berkebutuhan khusus.
Langkah-langkah dalam melakukan asesmen yaitu, screening, diagnosis,
penempatan program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan
evaluasi program.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Anak Berkebutuhan Khusus
2.1.1.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang
menyimpang dari anak normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan-
kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional,
kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal di atas,
sehingga ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau
perlayanan terkait lainnya, yang ditujukkan untuk pengembangan potensi atau
kapasitasnya secara maksimal (Wikasanti, 2014: 8). Hal ini dinyatakan bahwa
anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang secara signifikan
berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Anak
berkebutuhan khusus dimaknai sebagai anak yang menghadapi hambatan dan
perkembangan temporer, permanen atau disabiliti (kecacatan) yang tidak hanya
disebabkan oleh kelainan kondisi sosial, emosional, atau kultural (Skjorten dalam
Rachmayana, 2013: 18). Dari berbagai pengertian sebelumnya, anak berkebutuhan
khusus ialah anak yang terlihat berbeda dari anak-anak yang lainnya dalam
beberapa dimensi seperti mental, fisik, sosial, emosional, kemampuan
berkomunikasi, dan kemampuan sensoriknya sehingga mereka membutuhkan
perlakuan khusus dari orang-orang sekelilingnya.
2.1.1.2 Faktor Penyebab Timbulnya Berkebutuhan Khusus
Faktor penyebab timbulnya berkebutuhan khusus pada seorang anak
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (Wikasanti, 2014: 9)
a. Faktor Internal
Faktor penyebabnya adalah kondisi yang ada pada kondisi biologis anak yang
mengalami kecacatan. Misalnya anak yang tidak bisa melihat, tidak bisa
mendengar, atau mengalami kesulitan untuk bergerak. Anak berkebutuhan
khusus dengan faktor internal ini bersifat permanen (Atmaja, 2018: 13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
b. Faktor Eksternal
Faktor penyebabnya adalah sesuatu yang berasal dari luar diri anak yang
mengakibatkan anak memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar
sehingga membuatnya mempunyai kebutuhan khusus dalam pendidikan. Anak
berkebutuhan khusus dengan faktor penyebab eksternal ini bersifat sementara
(temporer). Misalnya anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga
akan menarik diri, kehilangan konsentrasi, dan ketakutan. Contoh lainnya
yaitu trauma berat karena bencana alam atau konflik sosial. Pengalaman
traumatis seperti ini bersifat sementara, tetapi apabila anak ini tidak
memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan bersifat permanen (Atmaja,
2018: 11).
c. Kombinasi
Kebutuhan khusus yang disebabkan faktor kombinasi diperkirakan akan
membuat anak memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks. Misalnya
anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas berada di
lingkungan keluarga yang tidak menerimanya. Anak seperti ini dapat
dikatakan memiliki kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan
perlakuan orangtuanya yang kurang tepat.
2.1.1.3 Tipe Anak Berkebutuhan Khusus
Anak kebutuhan khusus memiliki karakter yang berbeda satu sama
lainnya. Macam-macam anak kebutuhan khusus yaitu:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak
berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari
seperti orang awas (Atmaja, 2018: 22). Triani mengungkapkan (2013: 24)
anak tunanetra atau anak dengan gangguan penglihatan adalah anak yang
mengalami daya penglihatan atau berupa kebutuhan meyeluruh (total) atau
sebagian (lowvision). Dari pengertian di atas, anak tunanetra adalah anak yang
mengalami gangguan penglihatan total atau sebagian. Klasifikasi yang dialami
anak tunanetra antara lain didasarkan pada waktu terjadinya tunanetra,
kemampuan daya penglihatan (tunanetra ringan, sedang, dan berat),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
pemeriksaan klinis (ketajaman penglihatan kurang dari 20/200, dan ketajaman
penglihatan antara 20/70 sampai 20/200), dan kelainan mata seperti miopia,
hiperopia, dan astigmatisma (Atmaja, 2018: 23-24).
b. Tunarungu
Ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran
yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang, dan sangat berat yang
dikelompokkan menjadi kurang mendengar dan tuli, kondisi ini menyebabkan
terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa sebagai alat komunikasi
(Atmaja, 2018: 62). Tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui indra pendengarannya (Atmaja, 2018: 64). Tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh indra pendengaran (Delphie, 2006: 102). Dari beberapa
pengertian tersebut, anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan
pendengaran baik secara keseluruhan atau sebagian. Klasifikasi tunarungu
menurut Atmaja dilihat dari kondisi tingkat kehilangan pendengaran yaitu
tunarungu sangat ringan (27–40 dB), tunarungu ringan (41–55 dB), tunarungu
sedang (50–76 dB), tunarungu berat (71–90 dB), dan tunarungu parah (di atas
90 dB).
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah
rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam
komunikasi sosial (Atmaja, 2018: 97). Tunagrahita berarti suatu keadaan yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri yang
mulai timbul sebelum usia 18 tahun (Rachmayana, 2013: 23). Dari beberapa
pengertian tersebut, anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan
jauh di bawah rata-rata yang ditandai dengan kurangnya kecakapan
komunikasi sosial dan menyesuaikan diri. Klasifikasi anak tunagrahita yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
tunagrahita ringan dengan IQ antara 68-52, tunagrahita sedang dengan IQ
antara 51-36, dan tunagrahita berat dengan IQ 39-25.
d. Autisme
Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang
berarti aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri. Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang
yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita dengan gejala menutup diri
sendiri secara total dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar
(Atmaja, 2018: 199). Autisme merupakan kelainan yang disebabkan adanya
hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan
pada otak (Delphie, 2006: 121). Dari beberapa pengertian tersebut, autisme
adalah seseorang yang mengalami gangguan atau kelainan perkembangan
saraf yang mengakibatkan penderitanya memiliki hambatan pada kemampuan
berbahasa dan memiliki dunianya sendiri. Secara umum anak autisme
mengalami kelainan dalam berbicara, di samping mengalami gangguan pada
kemampuan intelektual serta fungsi saraf.
e. ADHD
ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperaktivity Disorder
atau yang dalam bahasa indonesia berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktif. ADHD secara umum menjelaskan kondisi yang
memperlihatkan ciri kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas mereka (Atmaja,
2018: 235). ADHD adalah individu yang tidak mampu memusatkan perhatian
pada objek, tugas atau informasi yang dilihat dan didengar, serta mudah
terangsang oleh stimulasi dari luar sehingga memerlukan penyesuaian layanan
pendidikan (Rachmayana, 2013: 31). Dari beberapa pengertian tersebut,
ADHD adalah individu yang mengalami gangguan pemusatan perhatian pada
objek, tugas, atau informasi, mudah teralihkan atau tidak fokus, dan disertai
gejala hiperaktif. Gejala yang dimiliki anak ADHD ini antara lain inatensi,
hiperaktivitas, dan impulsivitas (Delphie, 2006: 73).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
f. Tunadaksa
Istilah tunadaksa berasal dari kata tuna yang berarti rugi atau kurang dan
daksa berarti tubuh. Tunadaksa adalah suatu keadaan terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsi
yang normal (Atmaja, 2018: 129). Tunadaksa adalah mereka yang mengalami
gangguan otot, tulang, sendi, dan atau sistem persyarafan yang mengakibatkan
kurang optimalnya fungsi komunikasi, mobilitas, sosialisasi, dan
perkembangan keutuhan pribadi (Rachmayana, 2013: 27). Anak tunadaksa
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya yang
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya secara normal (Atamaja, 2018: 127). Dari beberapa
pengertian tersebut, anak tunadaksa adalah anak yang mengalami hambatan
pada tulang, otot, sendi, atau sistem syaraf yang mengakibatkan
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara baik.
Cerebral palsy termasuk dalam salah satu kelompok tunadaksa. Cerebral
palsy berasaldari kata cerebralyang berarti otak, sedangkan palsy asrtinya
ketidakmampuan motorik.Cerebral palsymerupakan kelainan yang
diakibatkan adanya kesulitan gerak yang berasal dari disfungsi otak (Delphie,
2006: 123)
g. Tunalaras
Tunalaras adalah ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang
berlaku (Atmaja, 2018: 161). Anak tunalaras adalah anak yang mengalami
gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku sehingga kurang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat (Atmaja, 2018: 161). Anak tunalaras diartikan sebagai anak
yang mengalami gangguan emosi dan perilaku sehingga anak mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri dan atau bertingkah laku tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (Rachmayana, 2013: 28). Dari
pengertian tersebut, anak tunalaras yaitu anak yang mengalami hambatan atau
gangguan emosi dan perilaku sehingga anak berperilaku tidak sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
norma yang berlaku di masyarakat. Anak tunalaras yang mengalami hambatan
atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu senang-sedih,
lambat cepat marah, dan rileks-tekanan. Secara umum emosinya menunjukkan
sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekan, dan merasa cemas.
h. Tunawicara
Tunawicara adalah anak dengan gangguan komunikasi yang mengalami
penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan
kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan faktor fisik, psikologis dan
lingkungan (Triani, 2013: 24).
i. Kesulitan Belajar
1) Disleksia
Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang artinya sulit dan lex
yang berasal dari kata legein yang artinya berbicara (Atmaja, 2018: 257).
Secara umum disleksia adalah sebab kondisi ketidakmampuan belajar pada
seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam
melakukan aktivitas membaca dan menulis. Disleksia memiliki enam tipe,
yaitu disleksia perifer (disleksia tipe neglect, disleksia tipe atenttion,
disleksia tipe letter by letter), disleksia tipe sentral (non-lexical atau non-
semantic dan lexical atau semantic), disleksia tipe nonsemantic reading,
disleksia tipe surface, disleksia tipe phonological, dan disleksia tipe deep
(Atmaja, 2018: 262-264).
2) Disgrafia
Disgrafia berasal dari bahasa Yunani berarti kesulitan khusus yang
membuat anak sulit untuk menulis atau mengekspresikan pikirannya ke
dalam bentuk suatu tulisan dan menyusun huruf-huruf. Penyebab disgrafia
karena faktor neurologis yaitu faktor gangguan pada otak kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan menulisnya (Atmaja, 2018: 272).
3) Diskalkulia
Diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” atau kesulitan
belajar matematika karena menyangkut gangguan pada kemampuan
kalkulasi secara matematis. Kesulitan belajar matematika merupakan salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal
atau sedikit di bawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau
pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang
kurang menunjang. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan
pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita
(Atmaja, 2018: 281).
j. Anak Berbakat dan Keberbakatan (Gifted)
Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuan-kemampuan
yang unggul dalam segi intelektual, teknik, estetika, sosial, dan fisik (Delphie,
2006: 139). Anak berbakat merupakan individu yang memiliki kemampuan
unggul dan menunjukkan prestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
teman seusianya, sehingga membutuhkan penyesuaian layanan (Rachmayana,
2013: 28). Dari pengertian tersebut anak berbakat adalah anak yang memiliki
kemampuan di atas anak pada usianya baik secara intelektual, teknik, estetika,
sosial, dan fisik.
k. Slow Learner
Slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah
rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka membutuhkan
waktu yang lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik maupun non akademik (Tiarni, 2013: 24).
2.1.2 Inklusi
Inklusi adalah praktik dalam menempatkan siswa dengan disabilitas ringan
atau parah dalam kelas reguler dan menarik mereka ke dalam kelas spesial hanya
saat dibutuhkan (Arends, 2013: 57).
2.1.2.1 Pendidikan Inklusi
a. Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang diintegrasikan masuk ke dalam kelas reguler untuk belajar
bersama anak-anak normal lainnya di sekolah umum (Olivia, 2017: 3).
Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas
reguler (Ilahi, 2013: 27). Pendidikan inklusi dinyatakan sebagai sistem
layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani
di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama teman seusianya. Dari
beberapa pendapat sebelumnya, pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan
yang menyatukan anak berkelainan atau berkebutuhan khusus dengan anak
lainnya untuk memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan inklusi salah
satunya yaitu sekolah inklusi. Sekolah inklusi yaitu sekolah reguler yang
mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan
khusus dalam program yang sama (Ilahi, 2013: 87).
b. Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi bertujuan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat
menerima hak pendidikan yang setara dengan anak-anak normal pada
umumnya (Olivia, 2017: 9). Selain itu tujuan anak berkebutuhan khusus
ditempatkan di sekolah umum yang sama dengan anak normal lainnya adalah
untuk mengembangkan kemampuan sosial keduanya, baik bagi anak
berkebutuhan khusus maupun anak normal. Kemampuan sosial ini bisa
dengan cara berteman. Jadi anak normal atau anak reguler tidak akan
membedakan teman-temannya dan mau berteman dengan siapapun. Begitu
pula anak berkebutuhan khusus yang mau tidak mau harus mencoba berbaur
dengan anak lainnya supaya ia bisa mengembangkan jiwa sosialnya dan tidak
merasa terkucilkan.
2.1.3 Aspek-aspek Sekolah Inklusi
a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru yang dilengkapi dengan guru
pendamping khusus yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan
keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah
yang memiliki kerjasama dengan psikologi, maka psikolog tersebut ikut serta
dalam PPDB. Penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik
berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan
khusus (Kustawan dkk, 2013: 90-91).
b. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk
menemukan dan mengenali anak yang mengalami
hambatan/kelainan/gangguan, baik itu fisik, intelektual, mental, emosional,
dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan
dengan kebutuhan khususnya (Kustawan dkk, 2013: 93). Tujuan identifikasi
yaitu untuk menghimpun informasi atau data yang menjelaskan seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangan
sehingga memerlukan perlakuan khusus dibandingkan dengan anak-anak
pada umumnya.
c. Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)
Kurikulum fleksibel yaitu yang mengakomodasi anak dengan berbagai latar
belakang dan kemampuan. Maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan
lebih peka mempertimbangkan keragaman siswa agar pembelajarannya
relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya (Kustawan dkk, 2013: 107).
d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak
Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik bahasan tertentu yang
mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan (Ilahi,
2013: 172). Agar perhatian anak didik terpusat pada guru maka guru perlu
melakukan pembelajaran yang interaktif. Jenis materi pelajaran yang
digunakan guru memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis
siswa penyandang disabilitas (Kustawan dkk, 2013: 111). Selain itu cara
mengajar guru pun dapat menentukan kualitas dari materi yang diajarkan.
e. Penataan Kelas Ramah Anak
Cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak
pada proses pembelajaran dan perilaku siswa (Friend dan Bursuck, 2015:
274). Unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana
belajar siswa ABK dengan siswa lainnya. Penataan unsur fisik mencakup
penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan (Friend dan
Bursuck, 2015: 270).
f. Asesmen
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak
yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut (Abdurrahman, 2003: 46). Tujuan
asesmen adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak
berkesulitan belajar (Abdurrahman, 2003: 46).
Langkah-langkah asesmen yaitu (Friend dan William, 2015: 210-217):
1) Screening, meliputi keputusan untuk menentukan proses kemajuan siswa
yang dianggap cukup berbeda dengan teman lain sehingga patut diberikan
pengubahan pengajaran. Proses ini melibatkan seluruh siswa untuk
menetapkan adanya kondisi disabilitas.
2) Diagnosis, keputusan yang menyangkut kelayakan atas layanan
pendidikan khusus untuk melihat siswa apakalah siswa tersebut pantas
untuk disebut sebagai penyandang disabilitas.
3) Penempatan program, keputusan yang berkenaan dengan ranah yang
menjadi tempat berlangsungnya layanan-layanan pendidikan khusus yang
diterima siswa, misalnya ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber,
atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. Keputusan penempatan
program untuk siswa yang menyandang gangguan kecerdasan tingkat
sedang hingga berat harus didasarkan pada bantuan yang dibutuhkan agar
mencapai tujuan kurikuler yang tertera dalam IEP (Individualized
Education Program) mereka. Penentuan dari IEP ini karena siswa perlu
dipantau atas kemajuan dari program yang sudah dijalankan.
4) Penempatan kurikulum, meliputi keputusan mengenai level yang akan
dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Keputusan ini meliputi memilih
buku bacaan atau buku matematika yang akan digunakan oleh siswa.
Bahkan bisa juga untuk memodifikasi kurikulum dari pemerintah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
5) Evaluasi pengajaran, meliputi keputusan untuk melanjutkan atau
mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa.
Keputusan dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat. Jika
dalam evaluasi ini siswa dirasa belum memiliki kemajuan maka guru
berhak menentukan pengubahan dalam pengajarannya.
6) Evaluasi program, meliputi keputusan menghentikan, melanjutkan, atau
memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.
Pertimbangannya yaitu jika siswa telah mengakses kurikulum pendidikan
umum dengan cara melihat pencapaian suatu standar seperti tujuan atau
level patokan pada asesmen. Maksudnya adalah guru bisa
mempertimbangkan suatu program itu dilanjutkan, dihentikan, atau
dimodifikasi setelah melihat kemajuan atau kemunduran siswanya.
g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif
Media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya
adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam
pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam
kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan
tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan
menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan
keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis
informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan
pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
2.1.4 Asesmen
2.1.4.1 Hakikat Asesmen
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang
anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut (Abdurrahman, 2003: 46). Pendapat lain
mengatakan bahwa asesmen merupakan salah salah satu dari tiga aktivitas
evaluasi pendidikan, yang meliputi asesmen, diagnotik, dan preskriptif (Hargrove
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dan Poteet dalam Abdurrahman, 2003: 46). Asesmen dilakukan untuk
menjalankan diagnosis lalu dibuat preskriptif. Preskriptif ini dalam bentuk berupa
program pendidikan yang dimodifikasi. Tujuan asesmen itu sendiri untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar. Sehingga
dari pengertian di atas, asesmen merupakan salah satu kegiatan evaluasi
pendidikan untuk mengumpulkan informasi yang akan digunakan sebagai
pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran kepada siswa
berkebutuhan khusus.
2.1.4.2 Model Pelaksanaan Asesmen
a. Baseline asesmen
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
keterampilan-keterampilan/kecakapan-kecakapan apa yang telah dimiliki oleh
seorang individu atau anak saat dilakukannya asesmen. Juga untuk
mengetahui kesulitan dan keterbatasan apa yang dihadapi oleh seorang
individu, keinginan seorang individu, dan kebutuhan-kebutuhannya. Asesmen
dilakukan pada saat seorang asesor bertemu client untuk pertama kalinya
dalam rangka memperoleh gambaran secara menyeluruh. Kemungkinan lain
adalah asesmen ini dilakukan karena alasan-alasan penting dari sejumlah
program pembelajaran yang akan dilakukannya. Misalnya ketika guru
melakukan asesmen ini, guru akan memperoleh informasi mengenai
siswanya, apakah memiliki keterampilan tertentu atau tidak (Hermawan dan
Kustawan, 2013: 99).
b. Progress asesmen
Tujuannya untuk mengetahui tentang program layanan pendidikan yang
sedang berjalan sehingga guru mendapatkan informasi yang jelas mengenai
level perubahan yang terjadi (Hermawan dan Kustawan, 2013: 99).
c. Spesifik asesmen
Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan hal-hal
spesifik yang ada pada anak. Misalnya ketika seorang anak memiliki perilaku
tertentu, seorang guru mungkin diharapkan mampu menemukan bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
perilakunya seperti apa? Apakah perilakunya merupakan sikap anak yang
mengalami gangguan spesifik? Lalu pemicu muncul perilaku tersebut; situasi
yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau meredakan perilaku siswa;
berapa lama perilaku ini terjadi apabila tidak dilakukan perlakuan khusus
pada anak tersebut (Hermawan dan Kustawan, 2013: 100).
d. Final asesmen
Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran dapat
tercapai, dan seberapa besar proses ini menyisakan permasalahan atau
kebutuhan anak yang belum terlayani sehingga perlu dibuat keterangan yang
jelas untuk digunakan sebagai bahan rujukan bagi guru lain, orang tua, atau
ahli lainnya. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat terakhir guru
melakukan interaksi dengan siswanya atau saat kenaikan kelas (Hermawan
dan Kustawan, 2013: 100).
e. Follow up asesmen
Tujuannya untuk memahami hal-hal apa saja yang harus ditindaklanjuti dari
hasil pengumpulan data yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lebih luas tentang kondisi anak
yang betul-betul membutuhkan tindak lanjut (Hermawan dan Kustawan,
2013: 101).
2.1.4.3 Jenis Asesmen
a. Asesmen Formal
Asesmen formal yaitu asesmen yang dilakukan dengan menggunakan alat
asesmen yang telah baku. Misalnya tes intelegensi dan tes pencapaian hasil belajar
(Jamaris, 2013: 44). Jenis asesmen ini biasanya dilakukan untuk pemberian nilai
atau penskoran.
b. Asesmen Informal
Asesmen informal yaitu asesmen yang dilakukan dengan menggunakan alat
asesmen yang belum baku atau buatan guru (Jamaris, 2013: 48). Asesmen
informal dapat dilakukan dalam bentuk evaluasi acuan patokan, evaluasi acuan
norma, observasi yang direkam melalui rating scale dan check list, studi kasus
dan analisis kerja siswa atau portofolio. Tujuan asesmen ini untuk mengumpulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
informasi saat pembelajaran berlangsung yang akan menjadi dasar dalam
menentukan kemampuan siswa dalam pembelajaran (Dewi, 2018: 21).
2.1.4.4 Langkah-langkah melakukan asesmen
a. Screening, meliputi keputusan untuk menentukan proses kemajuan siswa
yang dianggap cukup berbeda dengan teman lain sehingga patut diberikan
pengubahan pengajaran. Proses ini melibatkan seluruh siswa untuk
menetapkan adanya kondisi disabilitas (Friend dan William, 2015: 210).
b. Diagnosis, keputusan yang menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan
khusus untuk melihat siswa apakalah siswa tersebut pantas untuk disebut
sebagai penyandang disabilitas (Friend dan William, 2015: 211).
c. Penempatan program, keputusan yang berkenaan dengan ranah yang menjadi
tempat berlangsungnya layanan-layanan pendidikan khusus yang diterima
siswa, misalnya ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang
kelas pendidikan khusus yang terpisah. Keputusan penempatan program
untuk siswa yang menyandang gangguan kecerdasan tingkat sedang hingga
berat harus didasarkan pada bantuan yang dibutuhkan agar mencapai tujuan
kurikuler yang tertera dalam IEP (Individualized Education Program)
mereka. Penentuan dari IEP ini karena siswa perlu dipantau atas kemajuan
dari program yang sudah dijalankan (Friend dan William, 2015: 215).
d. Penempatan kurikulum, meliputi keputusan mengenai level yang akan dipilih
untuk memulai pengajaran siswa. Keputusan ini meliputi memilih buku
bacaan atau buku matematika yang akan digunakan oleh siswa. Bahkan bisa
juga untuk memodifikasi kurikulum dari pemerintah (Friend dan William,
2015: 216).
e. Evaluasi pengajaran, meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah
prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan dibuat
dengan memantau kemajuan siswa secara cermat. Jika dalam evaluasi ini
siswa dirasa belum memiliki kemajuan maka guru berhak menentukan
pengubahan dalam pengajarannya (Friend dan William, 2015: 217).
f. Evaluasi program, meliputi keputusan menghentikan, melanjutkan, atau
memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. Pertimbangannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
yaitu jika siswa telah mengakses kurikulum pendidikan umum dengan cara
melihat pencapaian suatu standar seperti tujuan atau level patokan pada
asesmen. Maksudnya adalah guru bisa mempertimbangkan suatu program itu
dilanjutkan, dihentikan, atau dimodifikasi setelah melihat kemajuan atau
kemunduran siswanya (Friend dan William, 2015: 217).
2.1.4.5 Ruang Lingkup Asesmen
Ruang lingkup asesmen dibagi menjadi 2, yaitu ruang lingkup berdasarkan
aspek kehidupan anak dan berdasarkan waktu. Setiap lingkup asesmen ini juga
masih terbagi lagi menjadi beberapa, yaitu (Dewi, 2018: 19)
a. Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kehidupan Anak
1) Asesmen Akademik
Asesmen akademik merupakan asesmen pada kemampuan kognitif
seseorang yang berkaitan dengan aktivitas memahami sesuatu, menguasai
sesuatu, pemecahan masalah, berfikir abstrak, persepsi dan sebagainya.
Kegiatan asesmen akademik bertujuan untuk mencaritahu sejauh mana
kemampuan kognitif seorang anak berkebutuhan khusus yang berkaitan
dengan aktivitas belajarnya dalam proses pembelajaran di kelas.
2) Asesmen Perkembangan
Asesmen ini mengacu pada aspek perkembangan anak berkebutuhan
khusus yang merupakan aspek perkembangan non-akademik yang terdiri
dari aspek perkembangan bahasa/komunikasi, sosial dan/emosional serta
fisik motorik (neuromotor atau psikomotor). Tujuan asesmen ini untuk
mengurangi hambatan yang diakibatkan oleh kekhususan/kelainan utama
yang dimiliki oleh anak.
3) Asesmen Perilaku Adaptif
Asesmen perilaku adaptif merupakan asesmen yang menilai sejauh mana
kemampuan anak untuk melakukan aktivitasnya sehari-sehari. Tujuan dari
asesmen ini adalah membantu anak agar dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya secara mandiri. Contohnya: makan, minum, merawat kebersihan
diri, berkarya, dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
b. Ruang lingkup berdasarkan waktu
1) Ruang lingkup yang diberikan sebelum anak mengikuti pelajaran
(a) Kemampuan menolong diri, merupakan kemampuan seseorang dalam
mengurus dan menolong diri sendiri dengan maksud mengurangi
ketergantungan kepada orang lain. Contoh: makan-minum, berpakaian
dan merias diri, menjaga kebersihan (merawat) diri dan sebagainya.
(b) Kemampuan psikomotor, merupakan kemampuan yang berhubungan
dengan fisik dan motorik seseorang dengan gangguan intelektual yang
meliputi gerak motorik halus dan kasar, membangun bentuk, dan
sebagainya.
(c) Perkembangan sosial-emosional, merupakan perkembangan atau
kemampuan seseorang dengan gangguan intelektual dalam melakukan
interaksi dengan orang lain dan mengelola emosionalnya. Contoh:
bereaksi terhadap rangsangan dari luar, menyesuaikan diri pada
situasi, bermain bersama, partisipasi dalam kegiatan, dan sebagainya.
(d) Perkembangan bahasa, merupakan perkembangan atau kemampuan
seseorang dengan gangguan intelektual dalam melakukan komunikasi
dan berbahasa. Contoh: berbicara, perbendaharaan kata, menulis,
menggambar dan sebagainya.
(e) Perkembangan kognitif, merupakan perkembangan atau kemampuan
seseorang dengan gangguan intelektual dalam aktivitas yang berkaitan
dengan intelektual. Contoh: pengertian tentang ukuran, jumlah, bentuk
dan sebagainya.
2) Ruang lingkup saat anak belajar di kelas
Asesmen yang dilakukan kepada anak berkebutuhan khusus saat
pembelajaran di kelas. Asesmen ini mengacu pada aktivitas guru dalam
melakukan pembelajaran. Contohnya penilaian untuk menentukan apa
yang diajarkan kepada siswa secara individu dan penilaian untuk
menentukan cara guru mengajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2.1.4.6 Karakteristik Asesmen
Sesuai dengan pedoman penilaian yang diterbitkan Kemendiknas tahun
2013, karakteristik asesmen yaitu (Sumantri, 2016: 81-82):
a. Belajar Tuntas
Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat
mencapai kompetensi yang ditentukan namun mereka mendapat bantuan yang
tepat dan diberi waktu sesuai yang dibutuhkan. Misalnya peserta didik dengan
lambat belajar perlu diberi waktu yang lebih lama dibandingkan dengan siswa
lainnya.
b. Otentik
Asesmen otentik mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah.
Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (secara utuh, merefleksikan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Asesmen ini tidak mengukur apa yang
diketahui peserta didik, tetapi mengukur apa yang dapat dilakukan pesera
didik.
c. Berkesinambungan
Asesmen dimaksudkan sebagai asesmen yang dilakukan secara terus menerus
dan berkelanjutan selama pembelajaran. Tujuannya untuk mendapatkan
gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik,
memantau proses dan kemajuan peserta didik, perbaikan hasil asesmen
melalui berbagai macam ulangan.
d. Menggunakan teknik asesmen yang bervariasi
Teknik asesmen yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, unjuk kerja,
portofolio, projek pengamatan, dan asesmen diri.
e. Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan kelompoknya, namun
dibandingkan terhadap kriteria yang sudah ditetapkan. Misalnya ketuntasan
minimal yang ditetapkan sekolah.
2.2 Penelitian Relevan
Terdapat beberapa penelitian relevan yang peneliti ambil, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Nurwahidah (2017) melakukan penelitian untuk mengetahui penggunaan
asesmen pembelajaran IPA bagi siswa visual impairment. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan asesmen untuk siswa visual
impairment masih kurang maksimal. Kurang maksimalnya karena sarana dan
prasarana dalam penunjangan asesmen masih kurang juga. Dari 4 sekolah, hanya
ada 1 sekolah yang memiliki printer braile dan mesin ketik, sekolah lainnya ada
namun tidak berfungsi dengan baik. Padahal penggunaan alat ini sangat
berpengaruh kepada siswa visual impairment. Asesmen yang dilakukan sekolah
juga mengacu pada sistem kurikulum 2013 walau tidak secara keseluruhan.
Yuliawan (2017) melakukan penelitian untuk mengetahui implementasi
kebijakan pengelolaan asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY dan untuk mengetahui faktor
pendukung serta penghambat implementasi kebijakan pengelolaan asesmen.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode
pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa implementasi pengelolaan asesmen dilakukan
dengan membagi pihak yang berperan dalam mengelola pendidikan,
mengembangkan kerangka kerja mengkoordinasi sumber daya, dan
mengalokasikan sumber daya. Dampak dari pengelolaan itu berupa pengadaan
pelatihan asesmen, menjalin mitra kerja dengan lembaga terkait, dan membentuk
lembaga khusus. Sekolah mampu melaksanakan kebijakan asesmen mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut asesmen. Faktor pendukung
implementasi berupa materi PLB yang diberikan pada mata kuliah pendidikan,
adanya puskesmas sebagai mitra kerja sekolah. Sedangkan faktor penghambat
berupa pemahaman guru reguler masih lemah, alokasi tenaga Guru Pendamping
Khusus (GPK) terbatas, anggaran pelatihan terbatas dan belum merata, serta
beberapa orang tua kurang peduli dan sulit memahami arahan sekolah.
Riega (2015) melakukan penelitian mengenai peran pusat asesmen PKLK
terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif di Kota Padang. Penelitian ini
mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini membahas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mengenai peran PKLK dalam melakukan dukungan untuk identifikasi ke sekolah-
sekolah inklusi dan memberikan layanan kepada sekolah. Selain bekerja sama
dengan sekolah dalam pelaksanaan asesmen, PKLK juga bekerja sama dengan
lembaga terkait seperti medis, pendidikan, ketenagakerjaan, dan lain sebaginya.
Walaupun kerja sama ini dilaksanakan dengan kurang maksimal sesuai dengan
prosedur, namun PKLK sudah memberikan layanannya kepada sekolah-sekolah
inklusi. PKLK memiliki 2 asesor untuk melakukan asesmen di mana masing-
masing asesor memiliki tugas dan fokusnya. Terkadang PKLK memiliki
hambatan pada hasil asesmen yang diberikan orang tua karena hasil asesmen
siswa tidak sesuai ekspektasi orang tua. PKLK menyebarkan brosur dan
melakukan sosialisasi lainnya kepada masyarakat.
Soendari (2010) melakukan penelitian mengenai asesmen keterampilan
menulis dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk dapat melakukan asesmen, guru perlu menyusun
program yang baik dan mengetahui materi keterampilan menulis dan jenis-jenis
keterampilan yang terkait. Adapun alat ukur asesmen keterampilan menulis yang
dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun. Prosedur pelaksanaan asesmen
keterampilan menulis yaitu meminta sampel hasil tulisan siswa,mengamati proses
menulis siswa, dan menganalisis sampel hasil tulisan siswa. Ada beberapa aspek
yang harus diperhatikan dalam mengamati proses menulis dan menganalisis
sampel tulisan siswa.
Penelitian Nurwahidah (2017) membahas mengenai asesmen pembelajaran
IPA bagi siswa dengan gangguan penglihatan. Penelitian ini mengarah pada alat
asesmen dan media yang membantu pengajaran. Misalnya siswa dengan gangguan
penglihatan berat dan ringan diberikan kertas soal yang sama, faktanya siswa
dengan gangguan penglihatan berat harus memakai kertas soal braille agar
maksimal dalam pengerjaannya dan bisa fokus. Sementara itu, penelitian ini
memfokuskan penelitian pada penerapan asesmen di sekolah dasar inklusi. Mulai
dari prosedur asesmen yang dilakukan sekolah hingga tindak lanjutnya.
Penelitian Yuliawan (2017) membahas mengenai cara dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga DIY membagi perannya untuk beberapa tugas. Tugas-tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
tersebut menghasilkan hasil yang positif salah satunya dapat memberikan
pelatihan asesmen, menjalin mitra kerja, dan sebagainya. Pelatihan asesmen itu
bisa dicerna oleh guru walaupun guru masih lemah dalam pemahamannya. Namun
dengan pelatihan ini sekolah sudah sedikit mampu menjalankan aspek asesmen
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Penelitian ini membahas
mengenai tahapan asesmen yang dilakukan di sekolah dasar inklusi. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Yuliawan yaitu membahas mengenai tahapan
asesmen yang dilakukan sekolah inklusi dan menindaklanjuti hasil asesmen yang
diterima siswa berkebutuhan khusus. Perbedaan dari penelitian ini dengan
penelitian Yuliawan yaitu penelitian ini akan membahas langkah-langkah asesmen
yang diterapkan sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus dan membahas kendala
yang dialami sekolah dalam setiap pelaksanaan langkah asesmen tersebut.
Penelitian Riega (2015) yang dibahas yaitu peran PKLK sebagai lembaga
asesmen di Kota Padang yang mendukung berjalannya sekolah inklusi. Sebelum
melakukan asesmen, guru harus mengidentifikasi terlebih dahulu dan pelaksanaan
asesmen itu sendiri dilakukan oleh ahlinya. PKLK bekerja sama dengan sekolah-
sekolah inklusi untuk memberikan rekomendasi kepada anak-anak berkebutuhan
khusus yang sekolah di sekolah inklusi. Rekomendasi ini berdasarkan hasil
asesmen yang dilaksanakan dengan lembaga psikologi terkait. Peneliti mengambil
fokus dalam pelaksanaan asesmen yang memerlukan prosedur dan layanan
asesmen yang diberikan sekolah kepada siswa berkebutuhan khusus.
Penelitian yang dilakukan Soendari (2010) mengenai asesmen
keterampilan menulis. Untuk menilai keterampilan menulis siswa diperlukan kisi-
kisi sebagai pedoman bahwa nantinya pelaksanaan asesmen tidak begitu
subyektif. Dalam penelitian itu diberitahukan bahwa kisi-kisi yang dibuat juga
tidak asal. Ada pedoman atau indikator untuk memperjelas hasil asesmen. Dari
penelitian tersebut, peneliti mengambil kisi-kisi tersebut sebagai bahan panduan
untuk mengetahui keterampilan menulis siswa.
Dari penjabaran penelitian-penelitian di atas, peneliti memfokuskan
penelitian pada penerapan asesmen terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah
dasar inklusi, mulai dari pelaksanaan atau prosedur pelaksanaan asesmen hingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kendala yang mungkin dihadapi guru atau sekolah saat melaksanakan asesmen.
Keterkaitan empat penelitian yang telah dijelaskan di atas dapat diamati pada
literature map berikut ini.
Bagan 2.2 Literature Map
2.3 Kerangka Berpikir
Ferinda (2017) pernah melakukan penelitian berupa survei kepada
beberapa sekolah di Kabupaten Sleman untuk mengetahui penerapan aspek-aspek
sekolah inklusi. Penelitian tersebut memberikan acuan kepada peneliti untuk
melanjutkan penelitian yang lebih spesifik kepada aspek asesmen. Sebelum
melakukan penelitian, peneliti membaca jurnal-jurnal terkait dengan penerapan
asesmen di sekolah inklusi. Penelitian tersebut membahas mengenai implementasi
pengelolaan asesmen di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, penggunaan
asesmen dalam pelajaran IPA kepada siswa dengan gangguan penglihatan, peran
lembaga PKLK dalam pelaksanaan asesmen di Kota Padang, dan Asesmen
Keterampilan Menulis.
Yuliawan (2017)
“Implementasi Kebijakan Pengelolaan
Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
Sekolah Inklusi di Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY”
Soendari (2010)
“Asesmen Keterampilan Menulis dalam
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”
Riega (2015)
“Peran Pusat Asesmen PKLK
Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
Inklusif di Kota Padang”
Nurwahidah (2017)
“Penggunaan Asesmen Pembelajaran IPA
Bagi Siswa Visual Impairment di SLB
Jawa Tengah”
Pelaksanaan asesmen yang
masih kurang karena
sarana dan prasarananya
tidak begitu mendukung.
Implementasi kebijakan
pengelolaan asesmen anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dan faktor
pendukung serta penghambat
implementasi kebijakan.
Alat-alat ukur asesmen,
jenis asesmen, dan cara
mengasesmen.
Peran asesmen PKLK
dalam pelaksanaan
pendidikan inklusi.
Tiwi Wira
“Asesmen
Siswa
Berkebutuhan
Khusus di SD
Inklusi”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Keempat penelitian tersebut peneliti kumpulkan untuk mengetahui
berbagai macam penerapan asesmen di beberapa lembaga, baik itu sekolah, dinas
pendidikan, maupun lembaga asesmen itu sendiri. Dalam penelitian-penelitian
tersebut, hasilnya masih belum spesifik kepada yang peneliti harapkan. Untuk itu,
peneliti mengambil fokus pada bagaimana penerapan asesmen di sekolah dasar
inklusi, mulai dari prosedur asesmen yang dilaksanakan sekolah hingga tindak
lanjut sekolah dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan yang menyatukan anak
berkelainan atau berkebutuhan khusus dengan anak lainnya untuk memperoleh
pendidikan yang sama. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, baik secara
formal maupun secara nonformal, termasuk anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus ialah anak yang terlihat berbeda dari anak-anak yang lainnya
dalam beberapa dimensi seperti mental, fisik, sosial, emosional, kemampuan
berkomunikasi, dan kemampuan sensoriknya sehingga mereka membutuhkan
perlakuan khusus dari orang-orang sekelilingnya. Biasanya anak berkebutuhan
khusus akan kesulitan dalam menerima pendidikan karena ada perbedaan atau
kekhususan dengan anak lainnya. Anak berkebutuhan khusus memerlukan
lembaga pendidikan yang mau menerimanya. Namun pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus biasanya hanya di Sekolah Luar Biasa saja. Jika anak
berkebutuhan khusus ada di lingkungan ABK juga, maka ia akan merasa
terasingkan dan tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Untuk itu
anak berkebutuhan khusus dimasukkan ke sekolah inklusi.
Tujuan lain dari pendidikan inklusi yaitu untuk mengembangkan sosial
anak berkebutuhan khusus dan anak lainnya agar mampu menghargai perbedaan
yang ada. Selain itu jika anak berkebutuhan khusus bergabung dengan anak
normal lainnya, anak berkebutuhan khusus akan memiliki teman yang beragam.
Walau begitu, biasanya sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus
memiliki kriteria diterimanya anak tersebut. Anak berkebutuhan khusus yang
masih dalam tingkat rendah dan sedang atau dapat diajar akan diterima.
Sedangkan jika yang tingkatnya sudah tinggi, akan dirujuk ke Sekolah Luar Biasa
(SLB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Sekolah inklusi memiliki aspek yang harus diterapkan oleh sekolah yang
menerapkan sekolah inklusi. Aspek-aspek tersebut yaitu penerimaan peserta didik
baru, identifikasi, kurikulum yang fleksibel, bahan ajar atau kegiatan
pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas ramah anak, asesmen, penggunaan
media pembelajaran yang adaptif, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Ke
delapan prinsip ini harus dilaksanakan sekolah inklusi supaya membuat anak
berkebutuhan khusus dapat nyaman dan dapat berkembang dengan baik.
Dari ke delapan prinsip ini, salah satunya peneliti fokuskan pada asesmen.
Asesmen merupakan salah satu kegiatan evaluasi pendidikan untuk
mengumpulkan informasi yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran kepada siswa berkebutuhan khusus.
Asesmen sangat diperlukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi.
Asesmen bisa dilakukan secara formal maupun informal. Asesmen formal
dilakukan oleh asesor atau seorang ahli psikolog menggunakan alat yang baku
yang hanya bisa dimengerti oleh psikolog. Hasil asesmen yang dikeluarkan berisi
identitas siswa, tujuan pemeriksaan, hasil pemeriksaan, dan kesimpulan dan saran.
Pada bagian hasil pemeriksaan, akan dijelaskan keadaan siswa mulai dari
kemampuan kognitif hingga kemampuan visual dan motorik. Pada bagian
kesimpulan dan saran akan diberikan saran kepada guru dan orang tua untuk
membimbing siswa.
Asesmen informal sendiri dilaksanakan oleh sekolah atau guru kelas.
Asesmen informal ini biasanya tidak memiliki pedoman yang baku, hanya
pedoman yang dibuat oleh guru itu sendiri. Bentuk dari asesmen ini yaitu seperti
observasi tingkah laku siswa, penilaian akademik siswa, dan perkembangan
akademik siswa. Tujuannya yaitu untuk melihat perkembangan siswa dari awal
pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Selain itu bisa juga memberikan
pandangan kepada guru bagaimana pengajaran yang harus diberikan kepada
siswa. Meskipun begitu, guru tetap memantau perkembangan siswa untuk
menentukan apakah program tersebut berjalan dengan baik. Jika belum, guru
berhak mengubah dan/atau mengganti program yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Sekolah inklusi berhak menentukan jenis asesmen yang akan diberikan
kepada siswa. Asesmen yang diberikan bisa berupa asesmen akademik, asesmen
perkembangan, dan asesmen perilaku adaptif. Secara sadar sekolah menerapkan
asesmen akademik untuk melihat kemajuan akademik siswa. Kemampuan ini
berupa kemampuan kognitif yang berkaitan dengan aktivitas belajar siswa di
kelas. Sekolah secara tidak sadar juga memberikan asesmen perkembangan dan
perilaku adaptif. Pada dasarnya kedua asesmen tersebut memperlihatkan
kemampuan siswa dalam bidang non-akademik dan perilaku siswa. Non-
akademik siswa bisa dilihat dari komunikasi siswa dan kemampuan sosial siswa.
Sedangkan asesmen perilaku dapat berupa aktivitas siswa sehari-hari secara
individu dan mandiri. Perilaku tersebut dapat berupa makan, minum, merawat
diri, dan sebagainya. Metode yang peneliti lakukan yaitu wawancara dengan pihak
sekolah mengenai asesmen yang dilakukan sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.
Metode deskriptif merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat dan tata cara yang
berlaku di masyarakat serta situasi tertentu, hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap,
pandangan, protes yang berlangsung, dan pengaruh-pengaruh dalam fenomena
(Prastowo, 2011: 201).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa bentuk kata atau
gambar daripada angka. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan,
manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan
gambaran kondisi yang apa adanya. Perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian
itu sendiri yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Yin (dalam
Tohirin, 2012: 20) mengungkapkan bahwa studi kasus digunakan untuk
mengetahui lebih dalam dan rinci tentang suatu permasalahan atau fenomena yang
hendak diteliti. Peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur, observasi, dan
dokumentasi untuk mengetahui penerapan asesmen di sekolah dasar secara
mendalam.
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Mekar Jaya, SD Cinta Kasih, SD Pagi Cerah,
dan SD Harapan Mulia yang merupakan salah satu sekolah inklusi di
kabupaten Sleman dan kota Yogya yang sudah menerapkan beberapa aspek
sekolah inklusi, terutama aspek asesmen. Data ini diperoleh dari penelitian
sebelumnya oleh Ferinda yang melakukan survei ke sekolah-sekolah inklusi
di Kabupaten Sleman. Hasil survei mengatakan bahwa sekolah-sekolah ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
menerapkan aspek-aspek penyelenggaran sekolah inklusi, salah satunya aspek
asesmen walau belum secara maksimal.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2018 hingga bulan Mei 2019. Berikut
ini jadwal pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Tahun 2018 Tahun 2019 Ju
li
Agust
us
Sep
tem
ber
Okto
ber
Novem
ber
Des
ember
Januar
i
Feb
ruar
i
Mar
et
Apri
l
Mei
Penyusunan proposal
Penyusunan rancangan
penelitian (analisis
skripsi, analisis jurnal,
BAB I-III)
Pelaksanaan penelitian
(wawancara, observasi,
dan studi dokumentasi)
Penyusunan laporan hasil penelitian
3.2.2 Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas atas, guru kelas
bawah, dan guru pendamping khusus (GPK).
3.2.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah SD inklusi yang terkait dengan
penyelenggaraan asesmen di sekolah.
3.3 Desain Penelitian
Menurut desainnya, metode penelitian kualitatif berciri-ciri umum, fleksibel,
berkembang, dan muncul dalam proses penelitian (Prastowo, 2014: 40). Prastowo
(2014: 41) berpandangan bahwa dalam metode penelitian kualitatif, pada awalnya
desain penelitian belum dapat direncanakan secara terperinci, lengkap dan pasti,
yang menjadi pegangan selanjutnya selama penelitian.
Format untuk mendesain studi pada dasarnya mengikuti pendekatan
penelitian tradisional tentang penyajian sebuah masalah, perumusan pertanyaan
penelitian, pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan tersebut, analisis data,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dan penarikan kesimpulan. Secara umum, tahapan penelitian kualitatif yaitu
(Emzir, 2012: 14-17)
a. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus. Topik-topik tersebut
diidentifikasi berdasarkan pengalaman, observasi pada setting penelitian,
dan bacaan tentang topik tersebut. Peneliti mengidentifikasi topik
penelitian melalui bacaan mengenai penerapan asesmen di sekolah inklusi,
salah satunya penelitian Ferinda (2017). Ferinda mengungkapkan bahwa
sekolah-sekolah inklusi yang ada di wilayah Kabupaten Sleman belum
semuanya menerapkan aspek sekolah inklusi, terutama aspek asesmen.
Dari 9 sekolah yang mengembalikan kuesioner, hanya ada ada 3 sekolah
dasar inklusi yang melaksanakan aspek asesmen secara keseluruhan,
sedangkan sekolah lain belum melaksanakan secara maksimal. Hasil
kuesioner mengenai asesmen menunjukkan persentase jawaban yang
diberikan guru masih di bawah 50%.
b. Melakukan tinjauan pustaka. Peneliti melakukan tinjauan pustaka untuk
mengidentifikasi informasi penting yang relevan dengan studi dan untuk
menulis rumusan masalah. Peneliti membaca jurnal dan referensi buku
mengenai sekolah inklusi, aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi,
dan anak berkebutuhan khusus.
c. Mendefinisikan peran peneliti. Peneliti harus menetapkan tingkat
keterlibatannya dengan partisipan karena peneliti memiliki hubungan yang
akrab dengan partisipan. Peneliti berperan sebagai pewawancara dan juga
sebagai observasi non-partisipasi, sehingga peneliti tidak mempengaruhi
data dari narasumber dalam mendapatkan informasi.
d. Mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di lapangan.
Peneliti telah mengidentifikasi topik atau fokus penelitian di SD “Pagi
Cerah” dan memiliki konsistensi dalam topik tersebut mengenai penerapan
asesmen di sekolah dasar tersebut. Sebelum turun ke lapangan, peneliti
meminta izin terlebih dahulu kepada sekolah untuk melakukan penelitian.
e. Memilih partisipan. Pemilihan partisipan dipilih melalui purposeful
sampling atau diskusi dengan kelompok untuk memperoleh hasil yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
maksimal. Peneliti memutuskan memilih tiga partisipan, yaitu kepala
sekolah, guru kelas atau guru pamong, dan guru pendamping khusus.
f. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan. Pertanyaan bayangan dirancang
oleh peneliti dan didasarkan pada topik penelitian yang sudah
diidentifikasi. Pertanyaan bayangan membantu peneliti untuk fokus pada
pengumpulan data dan memungkinkan pengumpulan data dalam cara yang
sistematis.
g. Pengumpulan data. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara
umum mencakup observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Peneliti
menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data, yaitu observasi,
wawancara, dan analisis dokumen kepada ketiga narasumber. Sumber-
sumber data yang berbeda kemudian dibandingkan dengan teknik lain
dalam suatu proses yang disebut triangulasi. Triangulasi yang digunakan
peneliti yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan
triangulasi waktu. Kegiatan ini dilakukan peneliti pada bab IV.
h. Analisis data. Data dalam penelitian kualitatif dianalisis melalui membaca
dan mereview data (catatan observasi, transkip wawancara, serta analisis
dokumen) untuk mendeteksi tema dan pola yang muncul. Kegiatan ini
dilakukan peneliti pada bab IV.
i. Interpretasi dan disseminasi hasil. Peneliti merangkum dan menjelaskan
tema serta pola (hasil) dalam bentuk naratif. Interpretasi juga melibatkan
diskusi tentang bagaimana temuan studi berkaitan dengan temuan-temuan
studi sebelumnya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik
pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan peneliti untuk
memperoleh data agar diperoleh data yang valid, reliable, dan obyektif (Sugiyono,
2015: 236). Pada penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan
data yang dilakukan peneliti yaitu.
3.4.1 Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang sedang dilakukan (Sudaryono
dkk, 2013: 38). Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung. Observasi atau pengamatan juga dapat didefinisikan
sebagai perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu (Emzir,
2012: 37).
Emzir (2012: 39) menjelaskan observasi dapat dibedakan berdasarkan
peran peneliti, yaitu observasi partisipan (participant observation) dan observasi
non-partisipan (non-participant observation). Observasi non-partisipan yaitu
observasi yang menjadikan peneliti sebagai penonton atau penyaksi terhadap
gejala atau kejadian yang menjadi topik penelitian. Sedangkan observasi
partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh peneliti yang berperan sebagai
anggota masyarakat yang menjadi topik peneliti.
Observasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu observasi partisipatif, observasi
terus terang atau tersamar, dan observasi tak berstruktur (Sugiyono, 2015:258).
Dalam penelitian ini, peneliti menjadi observasi non-partisipan untuk melihat
suatu kejadian yang terjadi dan tidak terlibat dalam kegiatannya. Peneliti mencari
data melalui kegiatan melihat dan mengamati proses asesmen yang dilakukan di
SD “Pagi Cerah”. Peneliti juga melakukan observasi terus terang atau tersamar
karena dalam mengumpulkan data, peneliti berterus terang jika melakukan
penelitian. Namun juga ada beberapa hal yang tidak terus terang untuk
menghindari data yang peneliti cari merupakan data yang masih dirahasiakan
pihak sekolah.
3.4.2 Wawancara
Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung
antara dua orang dalam situasi dua orang yang saling berhadapan di mana salah
seorang yang melakukan wawancara dengan meminta informasi atau pendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kepada orang yang diwawancara seputar pendapat dan keyakinannya” (Emzir,
2012: 50). Melalui wawancara, peneliti menggali berbagai informasi secara rinci
sesuai dengan tujuan penelitian tentang penerapan asesmen di Sekolah Dasar
inklusi wilayah DIY. Dalam penelitian ini, peneliti mencatat semua jawaban dari
responden sebagaimana adanya.
Sugiyono (2015: 266) mengemukakan bahwa ada beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tak berstruktur.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara semiterstruktur.
Tujuannya untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Jenis wawancara ini
walaupun sedikit bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur, namun tetap
memerlukan pedoman wawancara. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara
supaya wawancara berjalan dengan lancar dan tidak terlalu keluar dari
pembahasan atau topik.
3.4.3 Studi Dokumentasi
Dokumentasi memiliki tiga pengertian dalam arti luas, sempit, dan spesifik.
Dokumentasi dalam arti luas yaitu yang meliputi semua sumber, baik tertulis
maupun lisan. Dokumentasi dalam arti sempit yaitu meliputi semua sumber
tertulis saja. Sedangkan dokumentasi dalam arti spesifik yaitu yang meliputi surat-
surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah,
dan sebagainya (Sugiyono, 2015: 274). Dalam arti lain dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang. Tujuan studi dokumentasi ini yaitu supaya
memperkuat pernyataan narasumber melalui hasil wawancara dan memperkuat
hasil pengamatan atau observasi yang dilakukan peneliti.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Setelah fokus penelitian menjadi jelas maka
kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang
melengkapi dan membandingkan data yang telah ditemukan melalui observasi dan
wawancara (Sugiyono, 2012: 223). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Peneliti menggunakan pedoman catatan anekdot sebagai instrumen observasi,
pedoman wawancara sebagai instrumen wawancara, dan pedoman daftar dokumen
sebagai instrumen studi dokumentasi.
3.5.1 Pedoman Catatan Anekdot
Pedoman catatan anekdot digunakan sebagai panduan bagi peneliti ketika
melakukan observasi. Panduan observasi berisi hal-hal yang perlu peneliti amati
saat berada di lapangan agar informasi yang dibutuhkan tidak tertinggal dan juga
supaya fokus peneliti tidak terpecah. Peneliti perlu mendeskripsikan hasil
pengamatannya pada tabel yang tersedia. Berikut ini adalah pedoman catatan
anekdot yang digunakan peneliti.
Tabel 3.2 Pedoman Catatan Anekdot
No Indikator Deskripsi Hasil Pengamatan
1 Melakukan upaya pengumpulan
informasi untuk memantau kemajuan
anak
2 Melakukan penyaringan atau screening
3 Melakukan diagnosis atas kelayakan
layanan pendidikan khusus
4 Melakukan penempatan program bagi
siswa berkebutuhan khusus
5 Melakukan penempatan kurikulum
untuk memulai pengajaran bagi anak
berkebutuhan khusus
6 Melakukan evaluasi pengajaran
7 Melakukan evaluasi program
3.5.2 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berfungsi sebagai pedoman pertanyaan yang
diajukan kepada narasumber agar topik pembicaraan tidak menyimpang dari fokus
penelitian. Pedoman wawancara berisi pertanyaan panduan bagi peneliti untuk
memperoleh informasi mengenai penerapan asesmen di sekolah dasar. Berikut ini
adalah pedoman wawancara yang digunakan peneliti.
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara
No Aspek Indikator Pertanyaan Pokok
1 Langkah-
langkah
asesmen
Pengumpulan informasi
untuk memantau kemajuan
pendidikan siswa
a. Bagaimana cara guru untuk
memantau kemajuan hasil belajar
siswa?
b. Apakah guru melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pengumpulan informasi atau data anak?
2 Penyaringan atau screening Apakah sekolah melakukan
penyaringan atau screening secara
berkala?
3 Diagnosis a. Bagaimana cara sekolah
mendiagnosis siswa yang
berkebutuhan khusus?
b. Apakah guru pernah melakukan
kesalahan dalam diagnosis siswa?
4 Penempatan program bagi
siswa berkebutuhan khusus
a. Program apa yang diberikan
sekolah pada siswa berkebutuhan
khusus?
b. Bagaimana jika program tersebut
kurang menunjukkan hasil kepada
siswa?
5 Penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran
bagi siswa berkebutuhan
khusus
a. Apakah guru memodifikasi kurikulum bagi siswa berkebutuhan
khusus?
b. Bagaimana penerapan modifikasi
kurikulum di kelas?
6 Evaluasi pengajaran untuk
siswa berkebutuhan khusus
a. Bagaimana bentuk pengajaran
untuk siswa berkebutuhan khusus?
b. Adakah waktu atau tindakan
tersendiri yang dilakukan guru
untuk siswa berkebutuhan khusus?
7 Evaluasi program untuk
siswa berkebutuhan khusus
Bagaimana pelaksanaan evaluasi
program pada siswa berkebutuhan
khusus?
8 Bidang/ruang
lingkup asesmen
Ruang lingkup berdasarkan
aspek kehidupan anak
Asesmen di bidang apa saja yang
dilakukan sekolah kepada siswa?
3.5.3 Pedoman Daftar Dokumen
Pedoman daftar dokumen digunakan peneliti ketika melakukan studi
dokumen. Daftar cheklist dokumen ini dapat memudahkan peneliti untuk
menentukan dokumen apa saja yang diperlukan. Temuan dokumen ini
memperkuat hasil wawancara dan observasi serta menemukan informasi baru.
Berikut ini adalah pedoman daftar dokumen yang digunakan oleh peneliti.
Tabel 3.4 Pedoman Daftar Dokumen
Dokumen Keterangan
Deskripsi Ada Tidak
Informasi perkembangan
anak
Informasi latar belakang
orangtua/wali anak
Alat identifikasi anak
berkesulitan belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Daftar anak yang berindikasi kesulitan belajar/bermasalah
Catatan kemajuan anak
Nilai rapot
Hasil asesmen anak
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas
3.6.1 Kredibilitas
Kriteria kredibilitas hasil penelitian kualitatif adalah kredibel atau dapat
dipercaya dari perspektif partisipan atau yang ikut berpartisipasi dalam penelitian
(Emzir, 2012: 79). Dari perspektif ini, tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
mendeskripsikan atau memahami fenomena yang menarik perhatian dari sudut
pandang partisipan. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data meliputi
perpanjangan pengamatan, ketekunan penelitian, triangulasi, diskusi teman
sejawat, analisis kasus negatif, dan memberchecking.
Uji kredibilitas yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu
(Sugiyono, 2014: 439). Terdapat 3 teknik triangulasi, diantaranya triangulasi
sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui berbagai sumber. Narasumber pada penelitian ini adalah kepala
sekolah, guru kelas atas, guru kelas bawah, dan guru pendamping khusus. Peneliti
melakukan triangulasi sumber dengan mengecek data yang diperoleh dari
narasumber yang satu ke narasumber yang lainnya. Data yang diperoleh dari
narasumber yang satu dapat diperkuat dengan data yang diperoleh dari
narasumber yang lainnya. Namun jika data yang diperoleh berbeda, maka peneliti
melakukan trianguasi teknik.
Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengecek data
kepada narasumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Triangulasi
teknik ini dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan satu narasumber saja. Peneliti
mengumpulkan data dari satu narasumber dengan teknik yang berbeda. Kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
guru kelas IV, peneliti mengadakan wawancara, observasi di kelas, dan juga studi
dokumentasi. Dari ketiga teknik ini, dapat dilihat data yang didapatkan peneliti
saling menguatkan atau memiliki perbedaan. Kepada kepala sekolah, peneliti
melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumentasi. Data
yang diperoleh dari teknik wawancara dapat diperkuat oleh teknik observasi dan
dokumentasi. Namun jika data yang diperoleh berbeda, maka peneliti melakukan
trianguasi waktu.
Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dari hasil
wawancara, observasi, atau teknik yang lain dalam waktu atau situasi yang
berbeda. Peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan guru kelas IV
di pagi hari, lalu pengumpulan data berikutnya dokumentasi dilakukan keesokan
harinya. Beberapa hari kemudian peneliti melakukan observasi di kelas IV pada
pagi hari untuk mengumpulkan data. Setelah itu peneliti melakukan diskusi lebih
lanjut dari data-data yang diperoleh sebelumnya, baik dari triangulasi sumber
maupun triangulasi teknik. Ketiga macam triangulasi ini dilakukan supaya data
yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.6.2 Transferabilitas
Transferabilitas dalam penelitian kualitatif adalah derajat keterapakaian
hasil untuk diterapkan di situasi yang baru dengan orang-orang yang baru
(Sugiyono, 2014: 443). Sugiyono menambahkan bahwa nilai transfer berkenaan
dengan pertanyaan hingga hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam
situasi lain. Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian
kualitatif sehingga memungkinkan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut,
maka peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat
dipercaya. Maksud dari transferabilitas ini yaitu bagaimana caranya peneliti
mentransfer data yang banyak dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami banyak orang. Tujuannya yaitu supaya penelitian
kualitatif ini dapat digunakan oleh peneliti yang lain dengan situasi atau kondisi
yang serupa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dengan pengertian lain,
analisis data yaitu mencari dan menyusun data secara sistematis dari berbagai
macam teknik pengumpulan data dengan berbagai macam cara penjabarannya
agar mudah dipahami oleh orang lain. Peneliti menggunakan teknik analisis data
menurut Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan.
3.7.1 Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data ialah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih,
memfokuskan, membuang, dan menyusun data dalam suatu cara di mana
kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan (Emzir, 2012: 130).
Mereduksi data ialah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2014: 405).
Dengan demikian mereduksi data ialah kegiatan menyusun, memfokuskan hal
penting, dan merangkum data supaya memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta
mempermudah mencarinya bila diperlukan. Peneliti melakukan reduksi data
dengan mentransfer hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen ke dalam
bentuk tulisan narasi dan ke dalam bentuk tabel supaya mempermudah dalam
penyusunan. Peneliti juga melakukan pemilihan data sesuai dengan fokus
kebutuhan peneliti.
3.7.2 Penyajian Data (Data Display)
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data
dalam penelitian kualitatif biasanya berupa teks yang bersifat naratif. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menyajikan data, maka memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Selain
menyajikan dalam bentuk narasi, peneliti menyajikan data juga dalam bentuk
tabel untuk mempermudah pemahaman tentang data.
3.7.3 Penarikan Kesimpulan
Sugiyono (2014: 412) mengatakan bahwa kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten, kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang dapat
dipercaya. Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi juga tidak
karena masalah dan rumusan masalah masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Pada penelitian ini digunakan uji
kredibilitas untuk menguji keabsahan data. Uji kredibilitas data dilakukan dengan
triangulasi. Peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik
pengumpulan data untuk menarik kesimpulan terhadap data-data yang telah
diperoleh sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yang berjudul
“Asesmen Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Inklusi: Studi Deskriptif” yang
dilaksanakan pada bulan Juli 2018 hingga Mei 2019. Hal yang pertama dilakukan
oleh peneliti yaitu meminta surat izin penelitian ke sekretariat PGSD Universitas
Sanata Dharma. Surat tersebut merupakan surat izin dari kampus untuk
mengadakan penelitian di SD Kabupaten Sleman. Surat tersebut peneliti bawa
kepada kepala sekolah SD Pagi Cerah sebagai syarat penelitian. Setelah sekolah
mengizinkan, maka peneliti memulai penelitian dengan melakukan wawancara
mengenai aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, observasi, dan studi
dokumentasi secara bertahap.
Walaupun peneliti memfokuskan penelitian kepada aspek asesmen, namun
peneliti melakukan wawancara tentang 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.
Hal ini peneliti lakukan karena kedelapan aspek tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Lalu peneliti juga melakukan pengumpulan data dari berbagai sekolah
dasar yang ada di Kabupaten Sleman dan kota Yogya melalui hasil penelitian
teman-teman kelompok. Pengumpulan data ini bertujuan supaya data yang
peneliti terima dapat memberikan informasi lalu dapat diolah sedemikian rupa
oleh peneliti dan difokuskan kepada penerapan aspek asesmen di SD wilayah
Kabupaten Sleman kota Yogya.
Peneliti melakukan wawancara dengan Guru Pendamping Khusus (GPK)
dan guru kelas II terlebih dahulu pada tanggal 29 Maret 2019. Hari berikutnya
yaitu tanggal 30 Maret 20919 peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas
IV dan kepala sekolah. Pertanyaan yang peneliti berikan selalu sama seperti
sebelumnya, yaitu mengenai aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Pada
tanggal 1 April 2019 peneliti melakukan studi dokumentasi yaitu meminta
dokumen yang hanya berkaitan dengan aspek asesmen. Pada tanggal 30 April
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
peneliti melakukan observasi di kelas IV. Jadwal pelaksanaan kegiatan lebih rinci
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara
No Hari/tanggal Waktu Subjek Wawancara
1 Jumat, 29 Maret 2019
08.00 – 09.00 Guru Pendamping Khusus (GPK) dari provinsi
09.05 – 10.15 Guru kelas II
2 Sabtu, 30 Maret 2019 08.00 – 09.00 Kepala sekolah
09.30 – 10.10 Guru kelas IV
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Observasi
No Hari/tanggal Waktu Aspek yang diamati
1 Selasa, 30 April 2019 07.30 – 09.10 Asesmen
Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Studi Dokumentasi
No Hari/tanggal Daftar Dokumen
Tempat Pengamatan Dokumentasi
1 Senin, 1 April 2019
Informasi perkembangan anak Guru kelas IV
Informasi latar belakang orangtua/wali
anak
Kepala sekolah
Alat identifikasi anak berkesulitan
belajar
-
Daftar anak yang berindikasi kesulitan
belajar/bermasalah
Guru kelas IV
Catatan kemajuan anak Guru kelas IV
Nilai rapot Kepala sekolah
Hasil asesmen Kepala sekolah
4.1.2 Wawancara
4.1.2.1 Narasumber 1 (Guru Pendamping Khusus)
a. Hasil Wawancara di Lapangan
Guru melakukan pengumpulan informasi latar belakang anak melalui formulir
asesmen yang di dalamnya ada riwayat orang tua serta melakukan pemantauan
kemajuan akademik siswa dengan melihat hasil ulangan siswa. “Iya kadang
mengetahui kok anak seperti itu kan kita harus tahu latar belakang keluarga.
Nanti kan di dalam assesmen itu ada formulir ada pendataan nanti ada riwayat
orang tua. Kemajuan anak ada di ulangan harian mbak, ada juga eee lewat ya
kita misalnya kalau perkalian nanti diakhir pembelajaran kita ada kuis nanti bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
duluan itu yang keluar itu paling yang tertinggal paling yang ABK itu kecuali
kalau dia hafal tetep nanti keliahatan yang terakhir gak bisa jawab itu nanti
diakhir pembelajaran juga kita refleksi” (W1.GPKc.29032019.1-7).
Menurutnya sekolah melakukan asesmen setahun sekali ketika awal masuk
pembelajaran saja. Ada juga sekolah yang mengadakan screening sebanyak 2 kali
dalam 1 tahun. Sebelum melakukan asesmen, siswa diobservasi dan diidentifikasi
supaya terlihat siswa ABK atau tidak. Observasi dilakukan di awal pembelajaran
untuk melihat kesulitan anak. Lalu setelah siswa diasesmen, guru melihat hasil
asesmen yang dikeluarkan oleh piskolog. Bukan hanya kepada siswa kelas I
namun juga kepada siswa-siswa kelas atas atau siswa pindahan. Kesalahan
diagnosis kepada siswa yang dianggap ABK pernah terjadi, namun ternyata anak
itu bukan ABK. “Kesalahan diagnosis itu kita ooo anak itu bukan ABK tapi kita
diagnosisnya ABK ya mungkin kayak gitu aja tetapi tidak kita opo yo kita
sampaikan tertulis ke dinas atau apa cuma kita mendata aja, kita mendatanya
cuma secara assesmen itu” (W1.GPKc.29032019.5). “Di awal semester biasanya
kelas 1 itu anak belum bisa baca tulis, nah itu kebetulan wali kelasnya
mengikutkan asesmen dan ternyata anak itu tidak apa-apa”
(W1.GPKa.05042019.13-21).
Tidak ada program tersendiri bagi siswa berkebutuhan khusus. Sekolah hanya
menyediakan les-les tambahan bagi siswa dan sudah berusaha semaksimal
mungkin memberikan layanan pendidikan bagi siswa baik dalam akademik
maupun dalam kemandirian. Sehingga ketika siswa mengikuti ujian nasional,
apapun hasilnya sekolah sudah berusaha membantu siswa. “Programnya paling
les mbak, tambahan.Itu les tetapi kalau kurang menunjukkan hasil kepada siswa
ya kita sudah berusaha, kalau di sini ABK itu kan kalau ujian nasional ikut, nah
kita sudah berusaha ngasih les atau apa itu anaknya tetep kesusahan, paling
nanti hasilnya tetep tidak memuaskan” (W1.GPKc.29032019.23-28). Bisa juga
sekolah mengirimkan anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti uji
keterampilan yang diadakan oleh dinas. “Biasanya dari dinas ada tapi kalau dari
sekolah tidak ada jadi nanti ada ini untuk anak berkebutuhan khusus, misalnya
dikirim kemana untuk uji keterampilan tapi kalau dari sekolah tidak ada. Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
untuk itu paling nanti diikutkan kembali mbak, soalnya program dari dinas itu
pasti ada” (W3.GPKb.11042019.11-15).
Sekolah juga tidak menerapkan kurikulum modifikasi, hanya saja
penerapannya yang dibedakan untuk anak berkebutuhan khusus dan untuk anak
yang umum. “Di kelas itu kami sesuaikan dengan kondisi anak”
(W1.GPKa.05042019.8). Jika ujian maka guru membantu anak berkebutuhan
khusus. Bantuan yang guru terapkan yaitu bantuan berupa membacakan soal bagi
siswa yang belum bisa membaca. Namun untuk siswa yang sudah bisa membaca
guru memberikan waktu yang lebih untuk mengerjakan dibandingkan dengan
siswa umum lainnya. Evaluasi pembelajaran dilakukan oleh guru kelas dan untuk
ABK ada GPK yang membantu. “Untuk ABK karena ada GPK jadi nanti GPK-
nya yang membantu mengkodisikan atau membantu menterjemahkan ke anak.
Biasanya ada tambahan pelajaran,keterampilan, sering diajak ke perpustakaan”
(W1.GPKa.05042019.9-10). Jenis asesmen yang diterapkan yaitu akademik,
tingkah laku, sosial, riwayat kesehatan.
4.1.2.2 Narasumber 2 (Guru kelas bawah)
a. Hasil Wawancara di Lapangan
Guru melakukan pengamatan kemajuan akademik anak melalui proses
pembelajaran di kelas, tanya jawab, latihan-latihan soal, dan hasil kerja PR siswa.
Walaupun PR dibantu oleh orang tua, guru paham pada BAB atau tema mana
siswa belum memahami materi. “PR itu meskipun PR banyak yang salah mbak
meskipun PR boleh meminta tolong dengan keluarga dengan catatan menulis
sendiri tapi ada juga yang dituliskan. Nah gitu tapi kan namanya anak-anak juga
dari situ saya bisa oo kemajuannya kalau yang BAB ini masih kurang. Misalnya
tentang kata sapaan besok saya ulangi kata sapaan yang bagaimana yang pakai
apa. Lalu tema yang seperti ini kita belum bisa, yang bagian ini mereka belum
bisa ya saya ulangi lagi” (W2.GK2c.29032019.1-9).
GPK juga bertugas untuk mencatat hasil pengamatan siswa berkebutuhan
khusus untuk dilihat dan diamati perkembangannya sehingga bisa dilaporkan. “Ya
diamati terus GPK-nya yang mencatat. Salah satu yang mencatat, jadi kalau bikin
laporan raport nah itu ditulis di situ semua perkembangan-perkembangan. Jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
untuk yang berkebutuhan ada laporan perkembangan, ada laporan nilai yang
secara umum. Tapi ada laporan perkembangan khususnya. Kita buat seperti itu.
Memantau hasil belajar siswa setelah asesmen” (W3.GK1a.12042019.1-5).
Sekolah tidak melakukan asesmen secara berkala, namun sekolah mengadakan
asesmen mengundang pakar setahun sekali untuk kelas 1. Asesmen juga dilakukan
pada kenaikan kelas dan ketika kelulusan ujian namun tidak mengundang pakar.
Lalu ketika ada perkembangan atau kekurangan, siswa dituntut dan dibimbing
supaya ada kemajuan yang dihasilkan siswa. Guru juga menggunakan metode
tanya-tanya kepada keluarga dan orang-orang terdekat untuk mengetahui
perkembangan siswa dalam pembelajaran. Beliau kesulitan mengidentifikasi anak
itu berkebutuhan khusus atau tidak karena bukan ahli atau pakar ABK. Kriteria
yang ia gunakan pertama kali yaitu hanya siswa itu slow learner karena suatu saat
siswa dapat meningkat walau secara perlahan. Adanya GPK di sekolah juga
membantu guru untuk meminta pertimbangan mengetahui siswa berkebutuhan
khusus supaya tidak salah mendiagnosa siswa. “Saya kan harus selalu minta
pertimbangan dari bu Tiwi takutnya ya salah. Alhamdullilah bu Tiwi itu
pegalamannya sudah banyak. Jadi saya percaya sama bu tiwi. Untuk kalau keliru
kok kayaknya ya sedikitlah kemungkinan kelirunya” (W3.GK1a.12042019.8-11).
Program khusus yang guru berikan kepada siswa yaitu berupa keterampilan
dan mengurus diri sendiri. “Kalau program khusus yang kemarin cuma
keterampilan dan mengurus diri sendiri. Keterampilan itu kita membuat gelang,
cara menggosok gigi, cara makan yang benar, cara mencuci tangan yang baik.
Nah dulu itu ada anak yang BAB belum bisa cebok lalu ada temannya yang
membantu saya juga mengajari caranya cebok yang benar, lalu cara memakai
tali sepatu gitu saya mengajarinya kan ada yang belum bisa, cara menyisir
rambut dan juga diajari cara merapikan seragam gitu” (W2.GK2c.29032019.36-
45). Terkadang siswa juga diajak untuk membuat salad buah, lalu ada terapi
senam khusus. “Kalau programnya itu misalnya ABK pada waktu tertentu diajak
outbond, untuk ABK diajak masak-masak buat salad buah, terus nanti ada terapi.
Senam khusus menggunakan alat-alat seperti itu. Ya berimbang kan mungkin
anaknya ada yang aktifnya itu ya mesti lebih bisa melakukan kegiatan banyak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(W3.GK1a.12042019.12-16). Ada juga program yang diberikan bukan dari
sekolah, di mana siswa berkebutuhan khusus akan diseleksi untuk mengikuti
bimbingan tambahan. Namun walaupun begitu guru tetap mendampingi dan
membantu siswa sampai bisa.
Kurikulum yang diterapkan di dalam kelas yaitu kurikulum yang sesuai
dengan ketetapan pemerintah. Guru tidak menerapkan kurikulum modifikasi
karena termasuk reguler sehingga tidak bisa memprogram untuk siswa
berkebutuhan khusus. “Ya itu secara spontan waktu pembelajaran e mbak, kita
tidak bisa memprogram satu soalnya kita reguler, kalau reguler itu kan yang ABK
ikuti dulu nanti kalau dia merasa keberatan kita ulangi lagi”
(W2.GK2c.29032019.46-49). Namun dalam penerapannya di kelas untuk siswa
ABK, kurikulum dimodifikasi dari materi dan indikator. Misalnya siswa cukup
menjawab setengah dari keseluruhan soal untuk anak yang umum. Dalam
melaksanakan evaluasi, semua siswa dianggap sama. Untuk kelas I juga yang
terpenting adalah siswa mau bersosialisasi. Jika ada siswa yang membutuhkan
maka guru membantunya, entah dengan cara mengulang setelah selesai pulang
sekolah atau melalui PR yang diberikan guru.
Saat siswa berkelompok terkadang guru memberi tugas kepada siswa ABK
yang hanya diam untuk menggambar saja. “Khususnya kalo misalnya
berkelompok, kalo dia gak bisa ngikuti kan dia cuma diem aja, kebanyakan diem
mbak, jadi saya nanti beri tugas sendiri seperti kayak gambar-gambar gitu kan,
kamu ini. Temen-temen membantu tadi. Kalau awal-awal itu emang ribut gitu, ha,
penak banget kui, mosok gur mewarnai, mosok gur nggambar gitu. Tapi yo tetep
pengertian, akhirnya yo lama-lama tau, gak masalah gitu lho sekarang”
(W1.GK2d.28032019.25-31). KKM bagi siswa berkebutuhan khusus juga akan
berbeda dengan siswa umum lainnya. Jika KKM nya 70 maka diturunkan untuk
siswa ABK, sedangkan indikator yang pencapaiannya mencapai nilai 80 di raport
diberikan bintang karena itu anak berkebutuhan khusus. Pelaporan dilaporkan
dalam bentuk narasi. Asesmen yang dilakukan yaitu hanya dibidang akademik
saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
4.1.2.3 Narasumber 3 (Kepala Sekolah)
a. Hasil Wawancara di Lapangan
Guru melakukan pengumpulan informasi siswa melalui pengamatan lalu
ditulis pada catatan tersendiri. Catatan ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan siswa dan juga memantau kemajuan perkembangan akademik
siswa melalui ulangan-ulangan atau saat proses KBM. Selain itu, sekolah
memantau tingkah laku siswa setiap harinya. “Yaa tentu, itu guru membuat ee
data kemajuan anak yaa, itu membuat setiap individu anak, itu ada catatan
sendiri yaa itu sudah ada termasuk juga itu nganu ee.. buku perkembangan siswa
atau buku penghubung siswa itu ada di sana, misale anak tidak mengerjakan PR
itu terus bukunya diberikan kepada orang tua bisa membaca kalau anak ini sering
tidak mengerjakan PR maka orang tua bisa tau, dan ada lagi kalau anak
melakukan kesalahan itu orang tua bisa membaca dari buku tersebut. Eee... cara
memantaunya itu guru setiap eee ada ulangan harian itu setiap itu ada jadwal
tertentu ada ulangan harian terus.. membuat yoo raport itu cara memantau hasil
belajar siswa, terus.. juga dilain ulangan harian kita juga cara memantaunya ada
UTS, tes semester dan tes kenaikan kelas itu termasuk pemantauan siswa.
Disamping ee.. pengamatan-pengamatan tingkah laku yang setiap harinya selalu
kita awasi” (W3.KSc.30032019.1-11).
Selain itu bisa juga menyebarkan angket untuk diisi oleh orang tua supaya
sekolah mengetahui kebiasaan siswa di rumah. Sekolah tidak melakukan asesmen
secara berkala namun setiap tahunnya atau setahun 2 kali mengadakan asesmen
untuk siswa berkebutuhan khusus dan melakukan pemantauan perkembangan
siswa. Ketika sekolah mengadakan asesmen dengan mendatangkan psikologi atau
kerja sama dengan puskesmas, siswa yang belum diasesmen akan diberitahukan
dan diikutsertakan asesmen ini.Sekolah mendiagnosis siswa berkebutuhan khusus
melalui GPK. Jika anak memerlukan untuk pergi asesmen, maka sekolah akan
merujuk siswa ke ULD (unit Layanan Disabilitas).
Kepala sekolah selanjutnya menanyakan siswa-siswa yang berkebutuhan
khusus kepada guru untuk kemudian diasesmen ke ULD. “Saya biasanya yang
menanya mereka, kelas satu ini siapa saja yang cenderung ABK. Sampai kelas 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
nah itu kita kumpulkan kemudian dari daftar per kelas tadi saya buat proposal,
saya ajukan ke ULD, Unit Layanan Disabilitas, itu sekitar bulan akhir Agustus,
akhir Agustus nanti biasanya pelaksanaannya sekitar Oktober. Iya, nanti itu satu
kota, satu kota bersamaan. UPT itu sudah ada kerja sama, kalau 2 apa 3 tahun
ini ya, itu dengan UII, dengan lembaga psikolognya UII. Jadi satu anak itu satu
psikolog, ketika hari asesmen itu mereka datang ke sini. Kalau anaknya 12 ya
psikolognya 12. Ya itu kira-kira 2 jam itu pelaksanaannya”
(W4.KSd.12042019.6-15).
Biaya untuk melakukan asesmen itu berasal dari proposal yang sudah disetujui
oleh dinas. Terkadang guru juga pernah salah mendiagnosis siswa. Siswa yang
tidak ABK dianggap ABK karena keterbatasan pengetahuan. Tidak ada program
khusus yang diadakan sekolah, disesuaikan dengan siswa lainnya. Program yang
biasa diikutkan yaitu keterampilan, pramuka, atau pelajaran tambahan. “Kalau
pramuka juga ikut. Anak-anak yang ABK itu malah banyak yang berprestasi lho
mbak... ee itu kemarin ada yang ikut lomba karate kalau tidak salah dapat juara
2, sering mbak disini itu malah yang ABK yang sering dapat juara. Terus
biasanya juga ada pelajaran tambahan untuk ABK semacamles”
(W2.KSa.12042019.6-10). Sekolah juga meminta kepada dinas untuk
mengadakan pelatihan bersama dengan sekolah inklusi lainnya.
Modifikasi kurikulum hanya berdasarkan penyederhanaan saja atau tingkatnya
diturunkan, dikurangi, atau bahkan beberapa indikator dihilangkan sesuai dengan
kemampuan siswa. “Iyaa untuk modifikasi itu hanya penyederhanaan, misale
anak-anak yang nganu hitungan 10 sampai 100, mungkin ABK hanya 10 sampai
50, hanya penyederhanaan saja” (W3.KSc.30032019.24-27). Kurikulum untuk
ABK dimodifikasi dengan membuat RPPI oleh GPK yang modelnya disesuaikan
dengan kurikulum 2013. Pengajaran yang diberikan untuk anak berkebutuhan
khusus di kelas juga tidak dikhususkan, sesuai dengan yang reguler. Hanya saja
anak berkebutuhan khusus diperhatikan lebih intensif. “GPK-nya kan ada 4 to
mbaknanti gantian. Tapi yang jelas setiap kelas nanti ada GPK-nya, jadi setiap
KBM itu GPK-nya yang anu.. apa.. menjelaskan ke anaknya”
(W2.KSa.12042019.15-16). Pelaksanaan ulangan harian siswa berkebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
khusus sama dengan yang lain namun KKM-nya diturunkan. Sekolah juga
melakukan evaluasi program untuk menindaklanjuti program ke depannya akan
dikelola seperti apa. Asesmen yang dilakukan sekolah hanya dibidang akademik
saja.
4.1.2.4 Narasumber 4 (Guru kelas atas)
a. Hasil Wawancara di Lapangan
Pengumpulan informasi anak dilakukan pada awal tahun saat pengisian di
LBK. Guru memantau kemajuan anak dengan menanyakan kepada orang tua
mengenai kebiasaan anak di rumah dan bertanya kepada guru kelas sebelumnya.
Hasil itu bisa juga untuk memantau perkembangan siswa dari tahun sebelumnya
hingga tahun ini. Setelah itu ia selalu memantau kemajuan anak melalui nilai
ulangan, tugas, sikap, dan cara pemahaman anak kepada materi. Asesmen tidak
diberlakukan secara berkala namun dilakukan setahun sekali. Cara guru
mendiagnosa siswa berkebutuhan khusus yaitu melalui observasi dan asesmen.
Terkadang juga melihatnya dengan cara memberikan soal yang sama dan
mendasar kepada semua siswa. Kemudian bisa terlihat siswa yang ABK atau
bukan.
Kesalahan dalam mendiagnosa anak berkebutuhan khusus karena kondisi anak
di setiap harinya berbeda atau karena kebiasaan buruknya yang tidur malam.
“Biasanya kesalahane bukan dari apa ya, jadi gini.. kan kondisi anak bermacam-
macam berkebutuhan khusus tidak bisa stabil setiap harinya, kadang kala kalau
diassesmen anak itu lagi istilahnya dari rumah ora kebeneran jadi dia drop, jadi
bisa jadi hasil assesmen lebih buruk dari sebenernya, bisa saja pada waktu
assesmen anak itu lagi seneng lagi semangat sehingga hasilnya lebih bagus
daripada kenyataanya itu sering. Iyaa.. jadi bukan dinamakan kesalahan karena
opo yoo tergantung mood nya, mood siswa kan naik turun disitu”
(W4.GK4c.30032019.11-18).
Program khusus tidak ada, namun setiap tahun ada beasiswa yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan siswa per orangnya. Ada juga ekstrakurikuler
sekolah, membuat kue, membatik, dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan satu
UPT. Program tersebut memberikan kesan yang membanggakan bagi siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
karena siswa berhasil mengikuti programnya dan menghasilkan karya yang bagus.
Guru selalu mendampingi siswa dalam menjalankan program yang diberikan.
Kurikulum dimodifikasi dengan melihat silabus yang penerapannya menurunkan
indikator atau disesuaikan dengan kemampuan siswa itu sendiri.
Pengajaran anak berkebutuhan khusus disamakan dengan yang lain dan
biasanya menggunakan media pembelajaran. Setelah pembelajaran jika ada siswa
yang belum mengerti maka guru membantunya. Terkadang ia juga tidak akan
memaksa siswa untuk mengerjakan sesuatu yang tidak disukai. Anak diharuskan
fokus kepada satu materi yang dia bisa namun juga harus benar 100%. “Saya
selalu menggali kemampuan apa yang dia bisa, yang gak bisa ngapain di gali,
wong gak bisa. Guru tidak banyak memberikan tindakan khusus untuk siswa
berkebutuhan khusus karena guru tidak menginginkan anak berkebutuhan khusus
merasa dibedakan dengan siswa yang lain sehingga semua kegiatan
pembelajaran dilakukan bersama secara klasikal dan guru membuat suasana
belajar yang senyaman dan semenyenangkan mungkin baik bagi siswa regular
maupun siswa berkebutuhan khusus” (W2.GK6d.02042019.37-48).
Guru sendiri tidak membedakan KKM. Walaupun nanti siswa tidak mencapai
KKM, guru melihatnya dari indikator yang diturunkan. Soal yang diberikan
kepada siswa berkebutuhan khusus juga sama namun berbeda kedalaman materi
saja. Evaluasi yang dilakukan sekolah ada di akhir semester bersama dengan guru.
“Proses evaluasinya misalnya oh di sini kurang ini, yok kita tambahin ini. Setiap
akhir semester itu ada omongan evaluasi. Waktu briefing atau waktu supervise itu
juga ada evaluasi” (W2.GK6d.02042019.49-53). Asesmen yang dilakukan bukan
hanya IQ namun juga perilaku siswa.
4.1.3 Hasil Observasi
Observasi yang peneliti lakukan yaitu observasi di kelas IV. Peneliti juga
melakukan observasi pada hasil dokumentasi. Peneliti memulai pada observasi di
kelas IV. Saat peneliti melakukan observasi, tidak ada GPK yang mendampingi di
kelas karena tidak ada jadwal GPK. Berikut peneliti deskripsikan hasil observasi.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengabsen
siswa. Guru mengatur tempat duduk siswa dengan meminta siswa laki-laki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
terlebih dahulu maju ke depan kelas. Lalu siswa perempuan diminta duduk
menyebar, 1 kursi hanya diisi dengan 1 orang. Setelah siswa perempuan
menempati tempat duduknya, guru menyuruh siswa laki-laki memilih tempat
duduknya. Tidak lupa juga posisi siswa yang tidak masuk diatur oleh guru. Guru
memulai pembelajaran dengan mengeluarkan kertas origami lalu menanyakan
bentuknya. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hari itu yaitu mengulas kembali
materi sebelumnya yaitu mengenai bentuk bangun datar dan sedikit bangun ruang.
Siswa terlihat aktif dalam kelas ketika guru melakukan tanya jawab. Dari kertas
origami itu siswa ditanya banyak hal mengenai bentuk kertas, sudut yang mana,
perbedaan besar dan panjang, dan lain-lain. Tak lupa guru bertanya mengenai
ulasan materi tadi. Apakah masih ada yang belum dimengerti oleh siswa. Guru
juga memberikan perhatian lebih kepada siswa yang lambat belajar dengan
mengulang kembali materi dan meminta teman lainnya untuk bersabar.
Setelah itu guru membagikan kertas berisi soal. Kertas ini direncanakan
menjadi ulangan bagi siswa. Sambil siswa mengerjakan soal, guru menilai
pekerjaan siswa yang ada pada LKS. Ada beberapa siswa yang maju ke depan
untuk bertanya dan guru menjawabnya dengan sabar. Jawaban yang ia berikan
tidak langsung pada jawaban tetapi dengan pertanyaan yang menjurus pada
jawaban. Tak lama kemudian guru memutuskan untuk berkeliling melihat
pekerjaan siswa. Dari situ, semakin banyak siswa yang bertanya kepada guru dan
guru menjelaskannya satu per satu sampai siswa terlihat sudah jelas.
Berikut peneliti ungkapkan hasil observasi yang dilakukan di kelas IV
sesuai dengan pedoman observasi yang peneliti buat.
Tabel 4.4 Hasil Observasi Kelas IV
No Indikator Deskripsi Hasil Pengamatan
1 Melakukan upaya pengumpulan
informasi untuk memantau
kemajuan anak
Tidak dilakukan peneliti karena dalam melihat
kemajuan siswa memerlukan waktu setiap harinya.
2 Melakukan penyaringan atau
screening
Tidak dilakukan observasi karena saat itu tidak ada
proses screening.
3 Melakukan diagnosis atas
kelayakan layanan pendidikan
khusus
Tidak dilakukan saat observasi karena saat itu tidak ada
proses diagnosa.
4 Melakukan penempatan program
bagi siswa berkebutuhan khusus
Tidak dilakukan karena saat itu tidak ada program
khusus bagi siswa berkebutuhan khusus.
5 Melakukan penempatan Dalam observasi untuk kurikulum, guru sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
kurikulum untuk memulai pengajaran bagi anak
berkebutuhan khusus
separuhnya melakukan pengajaran dalam kelas sesuai RPP. Ia memulai pembelajaran dengan mengucap
salam dan mengabsen siswa namun tidak dilakukan
motivasi kepada siswa. Dalam proses KBM itu sendiri
guru melakukan beberapa metode pengajaran, seperti
tanya jawab dan diskusi. Guru juga mengulang kembali
materi ketika siswa tidak mengerti.
6 Melakukan evaluasi pengajaran Evaluasi pengajaran kali ini guru lakukan setelah
menjelaskan materi. Evaluasi kali ini yaitu siswa
diberikan 5 soal yang masing-masing soal terdapat
beberapa pertanyaan terkait bangun datar. Selagi siswa
mengerjakan, guru menilai hasil kerja siswa pada LKS.
7 Melakukan evaluasi program Tidak dilakukan.
4.2 Pembahasan
Sekolah inklusi yaitu sekolah reguler yang mengakomodasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program
yang sama (Ilahi, 2013: 87). Berkaitan dengan teori, SD Mekar Jaya (SD a), SD
Cinta Kasih (SD b), SD Pagi Cerah (SD c), dan SD Harapan Mulia (SD d)
merupakan salah satu dari sekian SD yang mendapat label sekolah inklusi yang
ada di DIY, khususnya Kabupaten Sleman dan kota Yogya. Sebagaimana yang
dijelaskan pada pasal 2 dokumen Salamanca yang berbunyi
“Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan cara yang paling
efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat
yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai
pendidikan bagi semua” (Budiyanto, 2017: 13).
Sekolah-sekolah ini menerima siswa berkebutuhan khusus dan siswa
umum lainnya tanpa ada persyaratan yang khusus. Dalam penerimaan siswa baru,
sekolah mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan adanya siswa berkebutuhan
khusus. Jika siswa terlihat berkebutuhan khusus, maka sekolah akan bertanya
dahulu kepada orang tua apakah anaknya berkebutuhan khusus atau tidak. Jika
kemudian siswa tersebut berkebutuhan khusus, sekolah meminta siswa untuk
asesmen atau jika sudah diasesmen maka sekolah meminta hasil asesmennya.
Sebelum diasesmen, siswa diidentifikasi terlebih dahulu. Seperti yang
tertulis dalam teori bahwa identifikasi merupakan upaya guru dan tenaga
kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami
hambatan/kelainan/gangguan, baik itu fisik, intelektual, mental, emosional, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan khususnya (Kustawan dkk, 2013: 93). Cara sekolah mengidentifikasi
yaitu melihat sikap anak selama proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Bisa
juga melalui bertanya kepada orang tua bagaimana sikap dan kebiasaan anak di
rumah. Setelah dirasa memang siswa itu berkebutuhan khusus, sekolah membawa
siswa tersebut kepada psikolog atau ahli asesmen.
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang
anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut (Abdurrahman, 2003: 46). Terdapat 2 jenis
asesmen, yaitu asesmen formal dan asesmen informal. Menurut guru kelas II,
asesmen yang dilakukan sekolah yaitu ketika masuk, kenaikan kelas atau ketika
ujian kelulusan. Asesmen ini disebut dengan asesmen informal yaitu asesmen
menggunakan alat asesmen yang belum baku atau buatan guru (Jamaris, 2013:
48). Seperti yang dikatakan 4 narasumber (kepala sekolah, guru kelas atas, guru
kelas bawah, dan GPK) bahwa sekolah tidak melakukan screening secara berkala
namun melakukan asesmen setiap tahun. Asesmen yang dilakukan yaitu dengan
pakar atau psikologi untuk siswa yang belum pernah diasesmen. Asesmen ini
disebut dengan asesmen formal. Siswa yang sudah pernah diasesmen tidak
diasesmen kembali, namun siswa tersebut hanya diamati kemajuan dan
perkembangannya seperti apa. Guru kelas II mengatakan bahwa sangat berat
untuk mengasesmen siswa ke psikolog karena untuk tes di sanamembutuhkan
biaya sebesar Rp70.000,00-an per anak. Tak kehilangan akal, sekolah
mengadakan kerja sama dengan puskesmas untuk proses asesmen yang tidak
membutuhkan biaya yang begitu besar yaitu Rp30.000,00-an.
Ruang lingkup asesmen dibagi menjadi 2, yaitu ruang lingkup berdasarkan
aspek kehidupan anak dan berdasarkan waktu (Dewi, 2018: 19). Asesmen yang
berada dalam ruang lingkup berdasarkan aspek kehidupan yaitu asesmen kognitif,
asesmen perkembangan, dan asesmen perilaku adaptif. Asesmen yang berada
dalam ruang lingkup berdasarkan waktu yaitu ruang lingkup sebelum anak
mengikuti pelajaran dan saat anak belajar di kelas. Ruang lingkup sebelum anak
mengikuti pelajaran sama dengan asesmen aspek kehidupan anak karena terdiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
dari kemampuan menolong diri, psikomotor, sosial-emosional, bahasa, dan
kognitif.
Asesmen kognitif meliputi kemampuan kognitif siswa dalam memahami
sesuatu, pemecahan masalah, berpikir abstrak, dan sebagainya (Dewi, 2018: 19).
Asesmen yang diterapkan sekolah dalam bidang akademik yaitu melihat
perkembangan akademik siswa. Sekolah melihat bagaimana perkembangan siswa
pada awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Perkembangan ini tidak
hanya dalam satu hari namun dilakukan selama satu semester. Ada berbagai cara
yang dilakukan sekolah dalam melihat perkembangan akademik ini, yaitu tanya
jawab dalam kelas, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir
semester. Cara-cara tersebut dilakukan oleh SD a, SD b, SD c, dan SD d yang
mana tiap sekolah melaksanakannya secara rutin setiap tahunnya.
Asesmen perkembangan terdiri dari aspek non-akademik siswa, seperti
perkembangan bahasa/komunikasi, sosial/emosional, serta psikomotorik (Dewi,
2018: 19). Sekolah melakukan asesmen perkembangan ini yaitu melihat
kemampuan siswa berkomunikasi dengan teman-temannya. Guru juga melihat
bagaimana cara mereka bersosialisasi dengan temannya. Jika ada hal yang
menurut guru itu tidak baik, siswa akan diberitahukan atau ditegur oleh guru dan
membuat siswa menjadi mengerti bahwa yang dilakukan itu salah.
Sekolah tidak hanya melakukan asesmen kognitif dan asesmen
perkembangan, sekolah juga melakukan asesmen perilaku adaptif. Asesmen
perilaku adaptif meliputi sejauh mana kemampuan akademik anak untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, minum, merawat kebersihan diri,
berkarya, dan sebagainya (Dewi, 2018: 19). Sesuai dengan teori bahwa sekolah
juga melakukan pemantauan terhadap perilaku siswa. Kejadian yang sekolah
alami yaitu ketika memiliki siswa yang belum bisa membersihkan diri seperti
membersihkan dubur setelah buang air besar. Guru membantu siswa untuk
membersihkannya dan mengajari siswa bagaimana cara membersihkan sendiri.
Terkadang temannya juga ada yang membantu siswa tersebut untuk
membersihkannya. Kejadian seperti ini terjadi di SD c yang dilakukan guru agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
siswa dapat menjadi mandiri dan bisa merawat serta membersihkan dirinya
sendiri.
Diagnosis yaitu keputusan yang menyangkut kelayakan atas layanan
pendidikan khusus untuk melihat siswa apakalah siswa tersebut pantas untuk
disebut sebagai penyandang disabilitas (Friend dan William, 2015: 211). Proses
diagnosis yang dilakukan sekolah ini bertujuan untuk melihat apakah siswa pantas
disandang sebagai disabilitas. Dalam perjalanannya dalam mendiagnosa anak
yang berkebutuhan khusus, terkadang guru mengandalkan Guru Pendamping
Khusus (GPK) untuk meminta pertimbangan terkait perilaku anak tersebut.
Menurutnya, GPK sudah berpengalaman dalam melihat anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Kegiatan meminta pertimbangan kepada GPK ini dilakukan
oleh SD a dan SD b. Guru juga mengandalkan hasil asesmen untuk mengetahui
siswa itu berkebutuhan khusus atau tidak. Melihat asesmen ini dilakukan di empat
SD yang peneliti teliti. Keempat SD ini juga mengadakan observasi, baik secara
akademik maupun tingkah laku siswa sebagai tambahan untuk melihat kebutuhan
siswa. Terkadang cara observasi memiliki kelemahan yaitu guru melihat siswa
yang dianggap kurang mampu dalam bidang akademik itu sebagai anak yang
berkebutuhan khusus, nyatanya ada faktor lain yang menyebabkan siswa seperti
itu. Namun kesalahan yang guru lakukan seperti itu hanya sebatas melabeli siswa
saja, tidak sampai pada catatan khusus seperti siswa berkebutuhan khusus yang
akan dilaporkan kepada dinas.
Sekolah inklusi seharusnya memiliki program bagi siswa berkebutuhan
khusus berkenaan dengan layanan-layanan pendidikan khusus yang diterima
siswa, seperti ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas
pendidikan khusus yang terpisah (Friend dan William, 2015: 215). Peneliti
melihat bahwa SD inklusi di wilayah Kota Yogya dan Kabupaten Sleman sudah
melaksanakan bagian ini karena ada beberapa program yang dilaksanakan. Tidak
hanya untuk anak berkebutuhan khusus, namun program ini juga bercampur untuk
anak reguler lainnya. Les tambahan, keterampilan merawat diri, pramuka,
pengadaan asesmen, dan beasiswa untuk siswa berkebutuhan khusus dilakukan
oleh SD c dan d. Program keterampilan memasak, les tambahan, dan mengajak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
siswa untuk kegiatan di luar sekolah seperti outbond dilakukan oleh SD a.
Kegiatan seperti ini dapat membuat siswa berkebutuhan khusus menjadi lebih
berprestasi di bidang non-akademik. Bahkan siswa yang berprestasi dalam bidang
non-akademik itu berasal dari siswa berkebutuhan khusus. Les tambahan juga
berpengaruh pada akademik siswa.
Sekolah b juga melakukan kegiatan serupa, hanya saja jawaban dari
keempat narasumber mengatakan bahwa program-program yang dilaksanakan
sekolah ada beberapa yang bukan berasal dari sekolah melainkan dari dinas.
Sekolah hanya menjalankan les tambahan. Program yang dijalankan bersama
dengan sekolah inklusi lainnya atau dinas UPT terkaitseperti membatik, dan uji
keterampilan dalam berbagai bidang. Walau begitu program ini dilaksanakan
untuk melatih siswa dan akhirnya siswa berkebutuhan khusus mendapatkan
prestasi dalam bidang non-akademik.
Kegiatan yang dilakukan sekolah ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa sekolah inklusi harus memiliki program untuk siswa berkebutuhan khusus.
Dari teori, peneliti melihat bahwa sekolah inklusi benar-benar memperhatikan
siswa berkebutuhan khusus seperti layaknya siswa reguler. Sekolah tidak
membedakan kegiatan yang dilaksanakan siswa berkebutuhan khusus atau
menspesialkan mereka, namun sekolah tetap mengikutsertakan siswa dalam
berbagai macam kegiatan. Dengan begitu, siswa berkebutuhan khusus mampu
bersosialisasi dengan baik tanpa adanya diskriminasi dari pihak sekolah maupun
teman-temannya.
Penempatan kurikulum meliputi keputusan memilih buku bacaan atau
buku matematika yang akan digunakan oleh siswa. Bahkan bisa juga untuk
memodifikasi kurikulum dari pemerintah (Friend dan William, 2015: 216). Selain
sekolah mengadakan program untuk semua siswa, baik siswa berkebutuhan
khusus maupun siswa reguler, sekolah juga menerapkan kurikulum yang sama.
Dalam wawancara dengan keempat narasumber, peneliti menemukan jawaban
yang mengatakan bahwa sekolah melaksanakan kurikulum sesuai ketetapan
pemerintah. Untuk siswa yang berkebutuhan khusus, sekolah hanya memodifikasi
sedikit atau menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Dimulai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menurunkan indikator maupun menurunkan KKM untuk siswa berkebutuhan
khusus.
Dalam teori tertulis bahwa dari evaluasi pengajaran, guru berhak terus
melanjutkan atau mengubah metode yang ia gunakan kepada siswa (Friend dan
William, 2015: 217). Jika siswa dirasa sudah memiliki kemajuan, maka guru
boleh melanjutkan metodenya atau mungkin mengubah metode supaya siswa
semakin memiliki kemampuan akademik yang memuaskan. Evaluasi pengajaran
pada siswa berkebutuhan khusus sama dengan siswa reguler lainnya. Hanya saja
bentuk soal dan jumlah soal yang harus dijawab dikurangi dari siswa pada
umumnya. Jika siswa reguler menjawab 10 soal, maka siswa berkebutuhan khusus
menjawab 5 saja. Untuk ulangan, guru juga memberikan waktu yang lebih lama
dalam pengerjaannya. Bagi siswa yang belum bisa membaca, guru membawanya
ke perpustakaan dan mendiktekan soalnya.
Sebisa mungkin guru memberikan perhatian lebih kepada siswa
berkebutuhan khusus di kelas saat kegiatan belajar mengajar. Seperti yang terlihat
dalam observasi di kelas IV SD c, guru selalu mengulang kembali materi yang
dijelaskan kepada siswa lambat belajar. Perhatian yang lebih ditujukan kepada
siswa tersebut karena guru juga menginginkan siswa memahami materi. Tidak
hanya kepada siswa yang lambat belajar, guru juga menanyakan kepada semua
siswa yang ada di kelas terkait materi yang sudah dijelaskan. Kesabaran guru
dalam menerangkan materi membuat siswa menjadi paham dengan materi yang
dijelaskan. Guru juga menggunakan metode tanya jawab di kelas untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap materi. Seharusnya di dalam kelas terdapat Guru
Pendamping Khusus (GPK) untuk membantu guru kelas dalam menyampaikan
materi kepada siswa berkebutuhan khusus. Sayangnya saat itu GPK tidak hadir
dalam kelas karena jadwal GPK sendiri hanya satu kali dalam seminggu.
Sebagai guru tentunya harus mengamati setiap kemajuan anak, baik itu
kemajuan yang sedikit atau banyak. Seperti dalam observasi di SD c, peneliti
melihat guru tidak mengubah metode dalam menjelaskan materi. Pada
pembelajaran di awal, guru menjelaskan materi menggunakan contoh. Begitu pun
seperti saat ia mengulang materi, ketika ada siswa yang belum paham guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
menjelaskan kembali dengan contoh-contoh. Hanya sedikit perbedaannya, yaitu
menyuruh siswa lainnya untuk diam dan bersabar saat guru menjelaskan kembali
materi kepada siswa yang belum paham. Guru juga memberikan contoh yang
lebih banyak lagi kepada siswa. Begitu pula saat ia memberikan soal kepada siswa
dengan tujuan ulangan harian. Ketika ada siswa yang bertanya lagi mengenai
soalnya, guru tetap menjelaskan satu persatu hingga siswa merasa sudah paham.
Keadaan seperti ini mengundang banyak siswa yang akhirnya mendatangi guru di
meja siswa lain.
Setelah semua langkah asesmen diterapkan, sekolah memerlukan evaluasi
program untuk mendiskusikan perlunya pengubahan, penghentian, atau
melanjutkan program yang selama ini guru terapkan (Friend dan William, 2015:
217). Keputusan ini harus melihat terlebih dahulu kemajuan siswa. Sama seperti
halnya dalam evaluasi pengajaran bahwa keputusan ini sangat penting untuk
menentukan kualitas siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Bisa saja
dalam pengajarannya guru yang kurang fasih dalam memberikan materi, atau
siswa yang memang sangat lama dalam memahami materi. Seperti yang dikatakan
guru kelas bawah dan kepala sekolah bahwa evaluasi diperlukan sebagai bahan
pertimbangan. Sekolah akan mempertimbangkan siswa ke depannya siswa
diberikan program apalagi. Guru dan GPK bekerja sama dalam mencatat
kemajuan siswa. Kemajuan-kemajuan ini dapat berupa kemajuan akademik
melalui tes atau ulangan-ulangan maupun saat siswa di kelas. Guru dapat melihat
bagaimana siswa melewati satu semester, apakah ada peningkatan atau penurunan,
atau bahkan tidak keduanya. Bentuk evaluasi ini lalu dilaporkan secara narasi atau
diskusi setiap akhir semester.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan aspek asesmen dalam
penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dan Kota Yogya,
peneliti menyimpulkan bahwa dalam penerapan aspek asesmen ditemukan
beberapa hal yaitu:
a. Sekolah mengumpulkan informasi berdasarkan tanya jawab dengan orang tua
siswa mengenai kebiasaan siswa di rumah.
b. Sekolah melakukan pemantauan kemajuan akademik melalui hasil ulangan,
kuis, cara pemahaman siswa ketika tanya jawab, PR, kegiatan proses belajar
mengajar di kelas, dan tugas. Sekolah juga memantau sikap siswa dalam
kesehariannya.
c. Sekolah tidak melakukan screening secara berkala namun sekolah melakukan
pemantauan kemajuan siswa. Sekolah juga tetap melakukan asesmen sebanyak
1 kali dalam satu tahun untuk siswa kelas I dan bagi siswa yang belum pernah
melakukan asesmen.
d. Sekolah mendiagnosa siswa melalui identifikasi atau observasi yang dilakukan
selama beberapa waktu. Kegiatan identifikasi ini dilakukan oleh guru kelas
yang kemudian akan didiskusikan oleh Guru Pendamping Khusus (GPK).
Kegiatan ini yang kemudian membawa siswa kepada proses asesmen pada
psikolog. Jika siswa sudah terlihat berkebutuhan khusus maka sekolah
mengikutsertakan siswa.
e. Jenis asesmen yang dilakukan sekolah ada dua, yaitu asesmen formal dan
asesmen informal. Asesmen formal yang dilakukan sekolah yaitu membawa
siswa berkebutuhan khusus kepada puskesmas terdekat untuk melakukan
asesmen. Sedangkan asesmen informal yang dilakukan sekolah yaitu melalui
guru yang melakukan pemantauan perkembangan siswa baik secara akademik
maupun sikap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
f. Tidak ada program khusus yang dilaksanakan sekolah untuk siswa
berkebutuhan khusus namun sekolah menawarkan pelajaran tambahan atau
les. Sekolah juga tidak membatasi kegiatan siswa dalam bersosialisasi. Siswa
boleh mengikuti kegiatan pramuka, ekstrakurikuler, dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Terkadang guru juga mengajarkan berbagai macam keterampilan,
mulai dari keterampilan merawat diri seperti merapikan pakaian hingga
keterampilan memasak. Sekolah juga mengirimkan siswa berkebutuhan
khusus untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah supaya mengasah
kemampuan lainnya selain bidang akademik.
g. Kurikulum yang digunakan di sekolah yaitu kurikulum sesuai dengan
ketetapan pemerintah. Sekolah hanya memodifikasi melalui penyederhanaan
indikator sesuai dengan kemampuan siswa atau penurunan KKM.
h. Pengajaran siswa di kelas untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan siswa
reguler lainnya. Hanya saja dalam penerapannya di kelas, guru lebih
memperhatikan siswa berkebutuhan khusus.
i. Sekolah melaksanakan evaluasi program untuk anak berkebutuhan khusus saat
semester akhir bersama dengan guru-guru lainnya. Kegiatan ini lalu
mendiskusikan bagaimana program anak untuk ke depannya.
j. Ruang lingkup asesmen yang dilakukan sekolah yaitu asesmen akademik,
asesmen perkembangan, dan asesmen perilaku adaptif.
k. Sekolah sudah menerapkan hampir semua langkah asesmen, namun sekolah
belum melaksanakan prosesscreening.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan
dan keterbatasan yang peneliti lakukan. Keterbatasan penelitian ini antara lain:
a. Peneliti tidak dapat melakukan observasi di kelas II karena guru yang selama
ini memegang kelas II tiba-tiba diganti dengan guru baru sehingga sekolah
menyarankan peneliti untuk menunda observasi di kelas II.
b. Peneliti tidak dapat melakukan observasi di kelas bersama dengan GPK
karena kesibukan GPK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
c. Sekolah kurang melaksanakan program untuk anak berkebutuhan khusus dan
belum melakukan screening.
5.3 Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut, peneliti menyampaikan
beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut.
a. Peneliti selanjutnya sebaiknya langsung membuat janji untuk melakukan
observasi di kelas setelah melakukan wawancara sehingga data yang diterima
dapat saling melengkapi.
b. Peneliti selanjutnya sebaiknya langsung membuat janji untuk observasi saat
ada jadwal GPK sehingga dapat memaksimalkan observasi di kelas.
c. Sekolah diharapkan mempertahankan program yang sudah berjalan dan
menambah program-program lain serta melakukan langkah-langkah asesmen
dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arends, R. I. (2013). Belajar Untuk Mengajar. Jakarta: Salemba Humanika.
Atmaja, J. R. (2018). Pendidikan dan bimbingan anak berkebutuhan khusus.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Budiyanto. (2017). Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran anak berkebutuhan khusus (dalam setting
pendidikan inklusi). Bandung: PT Refika Aditama.
Dewi, D. P. (2018). Asesmen sebagai upaya tindak lanjut kegiatan identifikasi
terhadap anak berkebutuhan khusus. Wahana, 70(1), 17-24.
Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Friend, M& Bursuck, W. D. (2015). Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis
Untuk Mengajar Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ilahi, M. T. (2013). Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Jamaris, M. (2013). Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen, dan
Penanggulangannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kustawan, D.& Hermawan, B. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif
Ramah Anak Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta Timur: Luxima Metro Media.
Kustawan, D.& Hermawan, B. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusi
Ramah Anak. Jakarta: Luxima Metro Media.
Olivia, S. (2017). Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Diintegrasikan Belajar di Sekolah Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Prastowo, A. (2014). Memahami Metode-Metode Penelitian Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis. Maguwoharjo: Ar-Ruzz Media.
Rachmayana, D. (2013). Diantara pendidikan luar biasa menuju anak masa
depan yang inklusif. Jakarta: PT Luxima Metro Media.
Riega, O. (2015). Peran pusat asesmen PKLK terhadap pelaksanaan pendidikan
inklusif di kota padang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 4(3), 287-297.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Soendari, T. (2010). Asesmen keterampilan menulis dalam pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Jaffi_Anakku, 9(1), 97-106.
Sudaryono, Margono, & Wardani. (2013). Pengembangan Instrumen Penelitian
Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2015). Metode Penelitian Tindakan Komprehensif Untuk Perbaikan
Kinerja dan Pengembangan Ilmu Tindakan. Bandung: Alfabeta.
Sumantri, M. S. (2016). Asesmen dan intervensi pedagogik dalam membangun
generasi emas ditinjau dari perspektif pengembangan kreativitas siswa kelas
awal sekolah dasar.Jurnal Pendidikan Dasar, 7(1), 74-89.
Tiarni. N & Amir. (2013). Pendidikan anak berkebutuhan khusus lamban belajar
slow learner. Jakarta: PT Luxima Metro Media.
Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.
Wikasanti, E. (2014). Pengembangan life skills untuk anak berkebutuhan khusus.
Yogyakarta: Maxima.
Yuliawan, E. R. (2017). Implementasi kebijakan pengelolaan asesmen anak
berkebutuhan khusus sekolah inklusi di dinas pendidikan pemuda dan
olahraga provinsi DIY. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 6(4), 379-386.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancara
REDUKSI HASIL WAWANCARA
SD Mekar Jaya
(SD a)
SD Cinta Kasih
(SD b)
SD Pagi Cerah
(SD c)
SD Harapan Mulia
(SD d)
Narasumber 1
Subjek : Guru pendamping khusus
Hari, tanggal : Jumat, 5 April 2019
Kode Wawancara :
W1.GPKa.05042019
Narasumber 1
Subjek : Kepala sekolah
Hari, tanggal : Selasa, 9 April 2019
Kode Wawancara :
W1.KSb.09042019
Narasumber 1
Subjek : Guru Pendamping Khusus
(GPK) dari provinsi
Hari, tanggal : Jumat, 29 Maret 2019
Kode Wawancara :
W1.GPKc.29032019
Narasumber 1
Subjek : Guru kelas II
Hari, tanggal : Kamis, 28 Maret 2019
Kode Wawancara :
W1.GK2d.28032019
Narasumber 2
Subjek : Kepala sekolah
Hari, tanggal : Jumat, 12 April 2019
Kode Wawancara :
W2.KSa.12042019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas I
Hari, tanggal : Selasa, 9 April 2019
Kode Wawancara :
W2.GK1b.09042019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas II
Hari, tanggal : Jumat, 29 Maret 2019
Kode Wawancara :
W2.GK2.29032019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas VI
Hari, tanggal : Selasa, 2 April 2019
Kode Wawancara :
W2.GK6d.02042019
Narasumber 3
Subjek : Guru kelas I
Hari, tanggal : Jumat, 12 April 2019
Kode Wawancara :
W3.GK1a.12042019
Narasumber 3
Subjek : Guru pendamping khusus
Hari, tanggal : Kamis, 11 April 2019
Kode Wawancara :
W3.GPKb.11042019
Narasumber 3
Subjek : Kepala sekolah
Hari, tanggal : Sabtu, 30 Maret 2019
Kode Wawancara :
W3.KS.30032019
Narasumber 3
Subjek : Guru pendamping khusus
Hari, tanggal : Selasa, 9 April 2019
Kode Wawancara :
W3.GPKd.09042019
Narasumber 4
Subjek : Guru kelas IV
Hari, tanggal : Kamis, 11 April 2019
Kode Wawancara :
W4.GK4b.11042019
Narasumber 4
Subjek : Guru kelas IV
Hari, tanggal : Sabtu, 30 Maret 2019
Kode Wawancara :
W4.GK4.30032019
Narasumber 4
Subjek : Kepala sekolah
Hari, tanggal : Jumat, 12 April 2019
Kode Wawancara :
W4.KSd.12042019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
SD Pagi Cerah (SD c)
Aspek Sekolah
Inklusi Sub Aspek yang Digali Jawaban Narasumber Kesimpulan
Asesmen Pengumpulan
informasi untuk
memantau kemajuan
pendidikan siswa
Guru Pendamping Khusus
Iya kadang mengetahui kok anak seperti itu kan kita harus
tahu latar belakang keluarga. Nanti kan di dalam assesmen
itu ada formulir ada pendataan nanti ada riwayat orang tua.
Kemajuan anak ada di ulangan harian mbak, ada juga eee
lewat ya kita misalnya kalau perkalian nanti diakhir
pembelajaran kita ada kuis nanti bisa duluan itu yang keluar
itu paling yang tertinggal paling yang ABK itu kecuali kalau
dia hafal tetep nanti kelihatan yang terakhir gak bisa jawab
itu nanti diakhir pembelajaran juga kita refleksi.
(W1.GPKc.29032019.1-7)
Guru kelas II
Iyaa, itu kan kayak identifikasi to mbak. Ya itu melalui tanya
jawab kemudian melalui latihan-latihan soal nah itu kan dari
situ kita juga tahu kemudian PR itu meskipun PR banyak yang
salah mbak meskipun PR boleh meminta tolong dengan
keluarga dengan catatan menulis sendiri tapi ada juga yang
dituliskan.Nah gitu tapi kan namanya anak-anak juga dari
situ saya bisa oo kemajuannya kalau yang BAB ini masih
kurang. Misalnya tentang kata sapaan besok saya ulangi kata
sapaan yang bagaimana yang pakai apa.Lalu tema yang
seperti ini kita belum bisa, yang bagian ini mereka belum bisa
ya saya ulangi lagi. (W2.GK2c.29032019.1-9)
Dalam pengumpulan informasi serta
kemajuan anak, sekolah menggunakan
identifikasi dan tanya jawab dengan orang
tua atau tetangga-tetangga terdekat di
rumahnya. Sedangkan untuk kemajuan anak
di bidang akademik, sekolah menggunakan
tes, ulangan harian, PR, atau tugas-tugas
lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Kepala sekolah
Yaa tentu, itu guru membuat ee data kemajuan anak yaa, itu
membuat setiap individu anak, itu ada catatan sendiri yaa itu
sudah ada termasuk juga itu nganu ee.. buku perkembangan
siswa atau buku penghubung siswa itu ada disana, misale
anak tidak mengerjakan PR itu terus bukunya diberikan
kepada orangtua bisa membaca kalau anak ini sering tidak
mengerjakan PR maka orangtua bisa tau, dan ada lagi kalau
anak melakukan kesalahan itu orangtua bisa membaca dari
buku tersebut. Eee... cara memantaunya itu guru setiap eee
ada ulangan harian itu setiap itu ada jadwal tertentu ada
ulangan harian terus.. membuat yoo raport itu cara
memantau hasil belajar siswa, terus.. juga dilain ulangan
harian kita juga cara memantaunya ada UTS, tes semester
dan tes kenaikan kelas itu termasuk pemantauan siswa.
Disamping ee.. pengamatan-pengamatan tingkah laku yang
setiap harinya selalu kita awasi. (W3.KSc.30032019.1-11)
Guru kelas IV
Nek aku pengumpulan e kadang tak tanya orang tuanya, kalau
di sekolah seperti ini nah kalau di rumah bagaimana, seperti
si Akbar itu ya di kelas 4 masih ngeja kalau membaca. Nah
aku tidak hanya dengan guru sebelumnya, anaknya kalau di..
apa disuruh membaca gimana, lalu apakah kalau membaca
masih seperti itu, nah nanti dari informasi itu baru tak
simpulkan oh berarti anak ini belum mampu kayak gitu. Cara
memantau hasil belajarnya pertama dari nilainya, kedua
pemahamannya gimana. (W4.GK4c.30032019.1-9).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Penyaringan atau
screening
Guru Pendamping Khusus
Kita ya tetep dari awal itu kan dari observasi trus ke
identifikasi itu terlihat termasuk ABK apa tidak. Kalau berat
itu ke SLB tetapi kadang orang tuanya tidak mau, padahal
kita sudah berusaha yang terbaik tetapi kadang orang tua itu
tidak mau menerima kenyataan, tapi kalau ABK di umum itu
akademiknya pasti keberatan.Paling setahun sekali mbak pas
awal masuk pembelajaran. (W1.GPKc.29032019.8-12)
Guru kelas II
Sekolah tidak melakukan penyaringan secara berkala.
Assesmen itu kita mengadakannya pas masuk sekolah
kemudian pas waktu kenaikan kelas kalau yang kelas 6 mau
lulus ujian atau mau kelulusan ujian, itu dari pihak sekolah
sendiri kita tidak mengundang pakar, kalau yang mengundang
pakar itu yang kelas 1. Kalau dulu ada UGM itu menawarkan
trus ada juga yang IQ itu dari mana itu itu juga pernah tapi
kan bayarnya juga mahal trus BOS kan nggak ada untuk
seperti itu, cuma sekali tok siapa yang mau mengetahui IQ
nah yang dari orangtua yang berminat nah itu membayar.
Kalau membayarnya per kolektif itu masih murah sekitar
Rp70.000,00 itu per anak kalau yang assesmen dari
puskesmas kan cuma Rp30.000,00 kan
murah.(W2.GK2c.29032019.10-17)
Kepala sekolah
Eee, secara berkala nek untuk nganu nggak ada. Namun untuk
assesmen itu setiap tahun kita selalu ada, terus kita hanya
memantau kemajuannya perkembangan siswa ya itu aja.
Sekolah tidak mengadakan asesmen secara
berkala namun asesmen diadakan setahun
sekali. Asesmen ini tidak mengundang
pakar. Sekolah juga memantau kemajuan
dan perkembangan siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
(W3.KSc.30032019.12-14)
Guru kelas IV
Setahun sekali kalau biasanya. (W4.GK4c.30032019.10)
Diagnosis Guru Pendamping Khusus
Nanti kita dari awal pembelajaran kita sudah bisa lihat kalau
anak itu kesulitan dalam pembelajaran ini. Anak mengalami
kesulitan apalagi untuk yg kelas paling bawah ya kelas 1,
paling belum mampu mengenal huruf aja itu sudah
anu.Mungkin di setiap awal semester asal bisa baca dulu di
semester satu itu. Nanti semester dua fokusnya pemahaman
bacaan jadinya. Tapi kalo nanti di akhir semester dua di kelas
dua eh satu itu nanti emm apa kelihatan banget kok tidak bisa,
oh berarti ini kategori ABK tapi kan tetep dengan prioritas
ada yang ABK yang ringan dan ada juga yang berat itu loh
mbak. Kesalahan diagnosis itu kita ooo anak itu bukan ABK
tapi kita diagnosisnya ABK ya mungkin kayak gitu aja tetapi
tidak kita opo yo kita sampaikan tertulis ke dinas atau apa
cuma kita mendata aja, kita mendatanya cuma secara
assesmen itu. (W1.GPKc.29032019.13-21)
Guru kelas II
Itu nganu eee mbak itu agak kesulitan juga to karena semua
bukan pakar ABK to jadi kita yaitu cuma dengan
perkembangan anaknya itu dalam pembelajaran apakah ada
perubahan apakah tetep apakah malah tambah nggak bisa,
terus saya tanya-tanya ke tetangga, temen-temennya di rumah
itu bagaimana keluarganya. Tetapi kalau saya si ini kriteria
nya ini gitu, tetapi kalau di sini tidak ada ada kriteria nya yoo
Untuk mendiagnosis siswa yang ABK,
sekolah menggunakan identifikasi atau
pengamatan kepada anak. Baik saat di kelas
maupun di luar kelas. Guru juga melihat ada
kriteria-kriteria yang sekiranya jika anak itu
berkebutuhan khusus. Kesalahan dalam
diagnosis yang dilakukan guru sebatas
melabeli siswa dengan kebutuhan khusus,
nyatanya siswa itu normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
mung cah bodo bukan ABK dalam artian nek cah bodo kui
biso dadi pinter, tetapi kalau lambat belajar atau slow learner
IQ-nya rendah tidak bisa berubah, maksudnya kan perubahan
lambat sekali suatu saat kan mereka bisa meningkat.
(W2.GK2c.29032019.18-35)
Kepala sekolah
Diagnosisnya mungkin hanya pengamatan ya, he.e mungkin
hanya pengamatan termasuk itu identifikasi itu ya. Untuk
kesalahan diagnosis guru selama ini... belum ada.
(W3.KSc.30032019.15-18)
Guru kelas IV
Melalui assesmen itu mbak, sama observasi. Biasanya
kesalahane bukan dari apa ya, jadi gini.. kan kondisi anak
bermacam-macam berkebutuhan khusus tidak bisa stabil
setiap harinya, kadang kala kalau diassesmen anak itu lagi
istilahnya dari rumah ora kebeneran jadi dia drop, jadi bisa
jadi hasil assesmen lebih buruk dari sebenernya, bisa saja
pada waktu assesmen anak itu lagi seneng lagi semangat
sehingga hasilnya lebih bagus daripada kenyataanya itu
sering. Iyaa.. jadi bukan dinamakan kesalahan karena opo
yoo tergantung mood nya, mood siswa kan naik turun disitu.
(W4.GK4c.30032019.11-18)
Penempatan program
bagi siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Programnya paling les mbak, tambahan.Itu les tetapi kalau
kurang menunjukkan hasil kepada siswa ya kita sudah
berusaha, kalau di sini ABK itu kan kalau ujian nasional ikut,
nah kita sudah berusaha ngasih les atau apa itu anaknya tetep
Program yang diberikan guru kepada siswa
berkebutuhan khusus yaitu les atau
tambahan pelajaran, keterampilan-
keterampilan, dan memberikan fasilitas
kepada siswa berkebutuhan khusus melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
kesusahan, paling nanti hasilnya tetep tidak memuaskan.
(W1.GPKc.29032019.23-28)
Guru kelas II
Kalau program khusus yang kemarin cuma keterampilan dan
mengurus diri sendiri. Keterampilan itu kita membuat gelang,
cara menggosok gigi, cara makan yang benar, cara mencuci
tangan yang baik. Nah dulu itu ada anak yang BAB belum
bisa cebok lalu ada temannya yang membantu saya juga
mengajari caranya cebok yang benar, lalu cara memakai tali
sepatu gitu saya mengajarinya kan ada yang belum bisa, cara
menyisir rambut dan juga diajari cara merapikan seragam
gitu. (W2.GK2c.29032019.36-45)
Kepala sekolah
Untuk programnya yang untuk berkebutuhan khusus secara
khusus tidak ada, programnya tetep awalnya tetep
disesuaikan dengan siswa yang lain. Ya mungkin kita ganti
atau tambahkan program lainnya mbak.
(W3.KSc.30032019.19-23)
Guru kelas IV
Program khusus kalau kami nggak secara khusus, cuma untuk
setiap tahunnya kan ada beasiswa. Kami ada jatah per anak
sekian dikhususkan untuk itu ya sesuai kebutuhan anaknya itu.
Dievaluasi apakah anak mau menggunakan fasilitas yang
diberikan atau enggak. Nek misalnya enggak kami alihkan ke
siswa yang lebih membutuhkan begitu.
(W4.GK4c.30032019.19-26)
beasiswa ABK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Penempatan kurikulum
untuk memulai
pengajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Iya. Ya penerapannya ya seperti itu nanti kita bedakan ini
yang umum ini yang ABK jadi nanti kelihatan kalo guru-guru
membuat kurikuklum itu oh ini sekolah inklusi kan gitu.
(W1.GPKc.29032019.29-31)
Guru kelas II
Iyaa. Ya itu secara spontan waktu pembelajaran e mbak, kita
tidak bisa memprogram satu soalnya kita reguler, kalau
reguler itu kan yang ABK ikuti dulu nanti kalau dia merasa
keberatan kita ulangi lagi. (W2.GK2c.29032019.46-49)
Kepala sekolah
Iyaa untuk modifikasi itu hanya penyederhanaan, misale
anak-anak yang nganu hitungan 10 sampai 100, mungkin
ABK hanya 10 sampai 50, hanya penyederhanaan saja.
(W3.KSc.30032019.24-27)
Guru kelas IV
Ya tadi yang silabus itu tadi mbak. Penerapannya itu dalam
pembelajaran misale diturunkan itu tadi (indikatornya)
contohnya anak yang lain 5 indikator dia (ABK) cuma 2
indikator. (W4.GK4c.30032019.27-31)
Sekolah melakukan penyederhanaan
kurikulum pada bagian indikator untuk
siswa berkebutuhan khusus.
Evaluasi pengajaran
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Kalo yang berkebutuhan khusus itu kalau ujian yang tidak
bisa baca itu biasanya dibacakan, tetapi kadang kalau yang
ABK berapa orang ikut saya ke perpus saya bacakan, tetapi
kalau yang udah bisa mengerjakan itu diberi waktu yang lebih
lama. Biasanya kalau yang normal itu 2 jam nanti yang ABK
Pengajaran untuk siswa berkebutuhan
khusus sama dengan siswa reguler lainnya.
Hanya saja ia memberikan perhatian yang
lebih intensif. Misalnya ketika ulangan, guru
bersedia membacakan soal pada siswa yang
belum bisa membaca. Selain itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2,5 jam gitu. (W1.GPKc.29032019.32-37)
Guru kelas II
Secara umum itu sama. Kalau misal ada yang membutuhkan
seperti itu kita layani maksudnya anak itu belum bisa dalam
hal ini kita ulangi sendiri setelah pulang sekolah atau dia
saya kasih PR gitu kalau yang lainnya enggak beda nanti
kalau yang reguler. (W2.GK2c.29032019.50-54)
Kepala sekolah
Untuk pengajarannya tetep sesuai dengan anu sama dengan
yang reguler. Eee... ndak ada yang secara khusus ndak ada
hanya soale hanya itu kok anak berkebutuhan khusus hanya
saya kira hanya memerlukan perhatian lebih intensif saja.
Jadi mungkin hanya kita tingkatkan atau pemantauan atau
kita setiap harinya itu eee hanya melihat, ee memantau anak-
anak itu bagaimana. (W3.KSc.30032019.28-34)
Guru kelas IV
Sama dengan yang lain. Nah biasane setelah pembelajaran
atau misalnya pelajaran sudah selesai dia belum dong nah
baru. Karena secara teorinya sekolah inklusi tidak boleh
membedakan. (W4.GK4c.30032019.32-35)
mengulang materi jika belum jelas dan
kemudian siswa diberikan PR.
Evaluasi program
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Iya sama tetapi itu yang membuat guru kelas saya cuma jadi
pertimbangan ini kalo ini gimana nah ya, gitu.
(W1.GPKc.29032019.38-39)
GPK bertugas sebagai orang yang diajak
berdiskusi mengenai anak berkebutuhan
khusus. KKM dan indikator untuk siswa
berkebutuhan khusus akan diturunkan sesuai
dengan kemampuan siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Guru kelas II
Kalau evaluasi nya itu yaitu kalau nanti dalam hal penilaian
itu KKM yang untuk normal misalnya 70 dalam pelajaran
tertentu ya saya turunkan kemudian indikatornya harus
pencapainnya mendapat nilai KKM 80 yang ABK tidak
sampai 80 meskipun nanti di dalam raport itu nilainya sama
tetapi nanti dikasih bintang mbak yaitu kan karena ABK kalau
di dinas kan udah tahu kalau seperti jadi kan ada poinnya.
(W2.GK2c.29032019.55-59)
Kepala sekolah
Pelaksaanaanya tetep sama, ada ulangan harian. Tapi nanti
untuk yang berbeda itu biasanya KKM nya kita
turunkan.Perbedaannya hanya di KKM. Mungkin
pemantaunnya seperti itu.(W3.KSc.30032019.38-40)
Guru Kelas IV
Nek kami biasane sih mbak nek aku tak samakan dulu cuma
KKM nya nek untuk mereka tak turunkan itu. Jadi opo yo.. yo
bukan KKM sih ya karna berdasarkan indikator yang dibuat
tadi kalau yang lain 5 kan anak ABK 2 walaupun nanti
nilainya sama tapi indikatornya beda.
(W4.GK4c.30032019.37-39)
Ruang lingkup
berdasarkan aspek
kehidupan anak
Guru Pendamping Khusus
Akademik itu paling. (W1.GPKc.29032019.40)
Guru kelas II
Secara umum mbak. (W2.GK2c.29032019.60)
Asesmen yang dilakukan sekolah hanya
dibidang akademik saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kepala sekolah
Assemen nya itu..yang sudah dilakukan disini hanya dibidang
nganu.. opo dibidang akademik. Kalau akademiknya sudah
kita tahu ini lemah baru kita menindaklanjuti.
(W3.KSc.30032019.41-43)
Guru kelas IV
Biasane kalau itu kan paling dari psikolog mbak kan jadi
instrumennya jadi sana juga biasane ada opo yo selain IQ
jadi perilakunya yo semacam kayak tes IQ tapi bukan itu yang
dinilai. (W4.GK4c.30032019.40-44)
SD Mekar Jaya (SD a)
Aspek Sekolah
Inklusi Sub Aspek yang Digali Jawaban Narasumber Kesimpulan
Asesmen Pengumpulan
informasi untuk
memantau kemajuan
pendidikan siswa
Guru Pendamping Khusus
Biasanya dari orang tua. Biasanya itu dari pekerjaan dia
sehari-hari, kemudian dari pekerjaan rumah, apakah orang
tua berperan atau tidak. (W1.GPKa.05042019.1-2)
Kepala sekolah
Dengan pengamatan mbak, nanti pas KBM itu guru-guru
biasanya punya catatan khusus tentang anak-anak. Dari situ
kan kelihatan nanti anak-anak ini beres atau ndak.
(W2.KSa.12042019.1-2)
Guru kelas I
Ya kalau caranya dengan pengamatan mbak melalui
Cara guru mengumpulkan informasi melalui
tanya orang tua. Lalu ia melihat kemajuan
siswa dalam bidang akademik saat kegiatan
belajar mengajar di kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
prosesnya itu, pengamatan waktu proses belajar itu kan saya
keliling jadi tahu. Oh ini yang kekurangannya menulis, ya
diamati terus GPK-nya yang mencatat. Salah satu yang
mencatat, jadi kalau bikin laporan raport nah itu ditulis di
situ semua perkembangan-perkembangan. Jadi untuk yang
berkebutuhan ada laporan perkembangan, ada laporan nilai
yang secara umum. Tapi ada laporan perkembangan
khususnya. Kita buat seperti itu. Memantau hasil belajar
siswa setelah asesmen. (W3.GK1a.12042019.1-5)
Penyaringan atau
screening
Guru Pendamping Khusus
Screeningnya 1 tahun 2 kali. (W1.GPKa.05042019.3)
Kepala sekolah
Screening itu biasanya setahun dua kali mbak.. pasti setiap
tahun ada screening nanti. (W2.KSa.12042019.3)
Guru kelas I
Pelaksanaan screening itu ya ketika masuk saja. Tapi nanti
misalnya ada perkembangan (kok ada kekurangannya di sini)
jadi kita tekan terus ada kemajuan itu bisa.
(W3.GK1a.12042019.6-7)
Screening dilakukan setiap 2 kali dalam
setahun.
Diagnosis Guru Pendamping Khusus
Kita amati lewat observasi. Pernah salah diagnosis, di awal
semester biasanya kelas 1 itu anak belum bisa baca tulis, nah
itu kebetulan wali kelasnya mengikutkan asesmen dan
ternyata anak itu tidak apa-apa. (W1.GPKa.05042019.4-5)
Kepala sekolah
Ya seperti tadi, diamati kemudian GPK sama guru sama-sama
Guru mendiagnosa siswa berkebutuhan
khusus melalui observasi. Terkadang juga
meminta pertimbangan dari GPK terkait
anak tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
mencatat.Kalau kesalahan saya kira mungkin gak ada ya.
(W2.KSa.12042019.4-5)
Guru kelas I
Karena didampingi oleh GPK jadi kalo saya merasa belum.
Belum pernah cuman untuk yang pendamping itu yang
membantu saya, jadi saya kan harus selalu minta
pertimbangan dari bu Tiwi takutnya ya salah. Alhamdullilah
bu Tiwi itu pegalamannya sudah banyak. Jadi saya percaya
sama bu Tiwi. Untuk kalau keliru kok kayaknya ya sedikitlah
kemungkinan kelirunya. (W3.GK1a.12042019.8-11)
Penempatan program
bagi siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Program yang diberikan itu ya pelajaran tambahan mbak,
keterampilan. Biasanya mengajak orang tua, selalu orang tua
itu dipesan membantu untuk mendampingi sekolah baik cara
belajar, kemandirian. (W1.GPKa.05042019.6-7)
Kepala sekolah
Banyak kalau programnya mbak.. disekolah itu anak-anak
ada keterampilan-keterampilan, kalau pramuka juga ikut.
Anak-anak yang ABK itu malah banyak yang berprestasi lho
mbak ... eee itu kemarin ada yang ikut lomba karate kalau
tidak salah dapat juara 2, sering mbak disini itu malah yang
ABK yang sering dapat juara. Terus biasanya juga ada
pelajaran tambahan untuk ABK semacamles.Kita dampingi
terus anaknya. (W2.KSa.12042019.6-10)
Guru kelas I
Kalau programnya itu misalnya ABK pada waktu tertentu
Program yang diberikan sekolah kepada
siswa berkebutuhan khusus yaitu les
tambahan dan keterampilan-keterampilan
seperti memasak, pramuka, dan lain-lain.
Sekolah juga mengirimkan siswa untuk
mengikuti kegiatan di luar sekolah dan
meraih prestasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
diajak outbond, untuk ABK diajak masak-masak buat salad
buah, terus nanti ada terapi. Senam khusus menggunakan
alat-alat seperti itu. Ya berimbang kan mungkin anaknya ada
yang aktifnya itu ya mesti lebih bisa melakukan kegiatan
banyak. Kadang-kadang anak itu tidak mau olahraga,
semaunya sendiri. Kadang-kadang kita temui yang bagus dan
yang kurang. (W3.GK1a.12042019.12-16)
Penempatan kurikulum
untuk memulai
pengajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Ada beberapa dimodifikasi ada yang belum. Di kelas itu kami
sesuaikan dengan kondisi anak. (W1.GPKa.05042019.8)
Kepala sekolah
Kan ada modifikasi mbak sebenarnya nanti untuk ABK tinggal
disesuaikan dengan kemampuan anaknya. Biasanya itu nanti
kita turunkan tingkatannya mbak.. kan nggak mungkin ABK
disuruh mengerjakan soal yang sama dengan anak-anak
lainnya. Misalnya nanti ABK sampai 10 saja terus yang
reguler sampai 25. (W2.KSa.12042019.11-14)
Guru kelas I
ABK dengan yang reguler sama kurikulumnya cuman ya
misalnya begini saya ngajar kelas 3, jadi anak yang umum itu
10 nomer untuk yang slow learner itu cukup 5. Tapi kadang-
kadang GPK itu memberi soal kalau secara umum kan nggak
bisa. (W3.GK1a.12042019.17-19)
Kurikulum yang digunakan sekolah sama
dengan siswa lainnya hanya saja untuk ABK
disesuaikan dengan kemampuan anaknya.
Evaluasi pengajaran
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Untuk ABK karena ada GPK jadi nanti GPK-nya yang
membantu mengkodisikan atau membantu menterjemahkan ke
anak. Biasanya ada tambahan pelajaran, keterampilan, sering
Pengajaran di kelas seperti biasa, namun ada
GPK yang membantu guru untuk
mendampingi siswa berkebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
diajak ke perpustakaan. (W1.GPKa.05042019.9-10)
Kepala sekolah
GPK-nya kan ada 4 to mbaknanti gantian. Tapi yang jelas
setiap kelas nanti ada GPK-nya, jadi setiap KBM itu GPK-
nya yang anu.. apa.. menjelaskan ke anaknya.
(W2.KSa.12042019.15-16)
Guru kelas I
Kalau yang kelas 1 tidak ada bimbingan khusus karena
anaknya untuk akademik jelas tidak bisa tapi yang penting
tadi agar anak bersosialisasi. Jadi untuk kelas 1 saya tidak
melakukan bimbingan khusus jenisnya tidak membutuhkan,
tapi kalau yang slow learner itu ditambahi.
(W3.GK1a.12042019.20-22)
Evaluasi program
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru Pendamping Khusus
Pelaksanaan program evaluasi PTS dan PAS lalu dilaporkan
saat rapat. (W1.GPKa.05042019.11)
Kepala sekolah
Lewat ulangan sama kebisaan sehari-hari mbak nanti kita
diskusikan kemajuan anaknya. (W2.KSa.12042019.17-18)
Guru kelas I
Itu nanti dilaporkan secara narasi, anak ini begini-
begini.Dilihat dari ulangan dan lain-lain.
(W3.GK1a.12042019.23)
Evaluasi untuk siswa berkebutuhan khusus
pada saat PTS dan PAS dan melalui ulangan
lalu dilaporkan secara narasi.
Ruang lingkup
berdasarkan aspek
Guru Pendamping Khusus
Kognitif, tingkah laku, sosial, riwayat kesehatan.
Asesmen yang dilakukan sekolah dibidang
akademik, tingkah laku, sosial, dan riwayat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kehidupan anak (W1.GPKa.05042019.12)
Kepala sekolah
Hanya akademik aja. (W2.KSa.12042019.19)
Guru kelas I
Asesmen disni ya cuma akademik saja.
(W3.GK1a.12042019.24)
kesehatan.
SD Cinta Kasih (SD b)
Aspek Sekolah
Inklusi Sub Aspek yang Digali Jawaban Narasumber Kesimpulan
Asesmen Pengumpulan
informasi untuk
memantau kemajuan
pendidikan siswa
Kepala Sekolah
Memantu kemajuan hasil belajar siswa itu melalui penilaian
harian dari ulangan harian per-subtema. Pengumpulan
informasi atau data anak melalui penyebaran angket tentang
kebiasaan dirumah mbak. (W1.KSb.09042019.1-2)
Guru kelas I
Ya mengumpulkan mbak, kalau anak ini nakal nanti kita
panggil orang tuanya mbak. (W2.GK1b.09042019.1-2)
Guru Pendamping Khusus
Ya, nanti dari orang tua, dari keseharian anak juga. Melalui
ulangan harian mbak, diadakan ulangan harian setiap selesai
tema. (W3.GPKb.11042019.1-3)
Guru kelas IV
Ya pengumpulan informasi atau data anak itu di awal tahun
Sekolah melakukan pemantauan hasil belajar
siswa melalui penilaian harian seperti
ulangan harian dan tugas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
mbak untuk pengisian di LBK. Kita memantau kemajuan hasil
belajar siswa dari nilai ulangan, tugas, dan sikap.
(W4.GK4b.11042019.1-2)
Penyaringan atau
screening
Kepala Sekolah
Sekolah melakukan screening berkala setiap per satu semester
itu dilakukan oleh guru PJOK biasanya itu dilakukan awal
tahun dan awal semester bulan Januari dan bulan Juni.
(W1.KSb.09042019.3-4)
Guru kelas I
Tidak mbak, kalau seandainya anak ini masuk tetapi umurnya
belum cukup ya kami terima mbak. (W2.GK1b.09042019.3-4)
Guru Pendamping Khusus
Untuk anak berkebuthan khusus tidak ada, itu nanti langsung
otomatis, gak ada penyaringan sih sebenarnya, itu tadi mbak,
kan kita gak bisa nolak mbak. (W3.GPKb.11042019.4-6).
Guru kelas IV
Belum mbak. Sekolah belum melakukan penyaringan atau
screening secara bekala. (W4.GK4b.11042019.3)
Sekolah belum melakukan screening secara
berkala namun dilakukan setiap semester.
Diagnosis Kepala Sekolah
Mendiagnosis anak yang berkebutuhan khusus diserahkan ke
GPK karena yang lebih tahu mengenai anak berkebutuhan
khusus kan GPK, kalau memang anak membutuhkan test ke
psikolog nanti sekolah merujuk ke ULD karena kalau tes ke
psikolog mahal sekali, nanti kalau di ULD kan dibiayai oleh
dinas tapi harus mengajukkan proposal dulu berapa anak
yang harus ditest, kalau ABK-nya ringan-ringan masih GPK
Diagnosa yang dilakukan oleh guru dilihat
berdasarkan hasil belajar siswa dan melalui
pengamatan sikap siswa. Setelah itu
biasanya guru meminta pertimbangan dari
GPK untuk lebih jelasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
yang menangani. Guru sering melakukan kesalahan diagnosis
siswa karena keterbatasan pengetahuan, kadang mengecap
anak yang tidak bisa mengerjakan soal itu kita anggap ABK
padahal kan tidak selalu mungkin ada faktor-faktor yang lain,
kecuali kalau sudah berlangsung lama nanti kita perlukan
asesmen. (W1.KSb.09042019.5-12)
Guru kelas I
Iya itu tadi mbak, kita cuma menebak aja, nanti kita liat misal
anak berkebutuhan khusus ini cirinya seperti ini, ya kita lihat
anak itu termasuk dalam ciri-ciri itu bukan, kalau iya ya kita
berarti anak itu berkebutuhan khusus, dah kita cuma gitu aja
mbak. Sampai saat ini belum mbak. (W2.GK1b.09042019.5-9)
Guru Pendamping Khusus
Ya hasilnya, hasil belajar siswa tadi, hasil ulanganya siswa,
di kelas bagaimana kelihatan. Tidak mbak, kan saya melihat
dari proses pembelajaran mbak, nanti dari situ sudah
kelihatan anak itu berkebutuhan khusus atau tidak.
(W3.GPKb.11042019.7-10)
Guru kelas IV
Itu eee itu mbak.. mendiagnosisnya yang berkebutuhan khusus
dengan cara dari hasil yang tidak seimbang dengan anak
reguler. Kalau saya belum pernah melakukan kesalahan
dalam mendiagnosis anak mbak. (W4.GK4b.11042019.4-5)
Penempatan program
bagi siswa
berkebutuhan khusus
Kepala Sekolah
Program khusus belum dipersiapkan oleh sekolah mungkin
kalau sekolah lain ada. Perbaikan dengan cara belajar
Sekolah belum melaksanakan program
khusus bagi anak berkebutuhan khusus
namun sekolah mengadakan les tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
tentang ke-ABK-an, melalui Dinas meminta semacam
pelatihan tapi gabung sekolah lain yang sekolah inklulsi nanti
pelatihan bersama.Ya kita dampingi aja mbak.
(W1.KSb.09042019.13-15)
Guru kelas I
Programnya disesuaikan dengan anak yang biasa, kita
tambah waktu, diadakan les tambahan.
(W2.GK1b.09042019.10-12)
Guru Pendamping Khusus
Sebenarnya tidak ada sih. Biasanya dari dinas ada tapi kalau
dari sekolah tidak ada jadi nanti ada ini untuk anak
berkebutuhan khusus, misalnya dikirim kemana untuk uji
keterampilan tapi kalau dari sekolah tidak ada. Kalau untuk
itu paling nanti diikutkan kembali mbak, soalnya program
dari dinas itu pasti ada. (W3.GPKb.11042019.11-15)
Guru kelas IV
Pelatihan khusus untuk ABK ya paling yang kegiatannya
membuat kue, membatik, dilaksanakan satu UPT gitu mbak.
Program yang diberikan malah mampu dan bisa melakukan
meskipun tetap ada yang membantu di sana tapi bisa
menyelesaikan, hasilnya bagus, dan mereka bangga.
(W4.GK4b.11042019.6-9)
Program-program yang dilakukan siswa
yaitu biasanya dari dinas atau UPT terkait
untuk melakukan uji keterampilan seperti
membatik, membuat kue, dan lain-lain.
Penempatan kurikulum
untuk memulai
pengajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus
Kepala Sekolah
Pakai kurikulum modifikasi ya, untuk yang ABK itu kurikulum
modifikasi memang, kita kenal dengan eee…sistem
pembelajaran individual RPP-nya RPPI, kalo kita untuk yang
Sekolah menggunakan 2 kurikulum yaitu
kurikulum dari pemerintah untuk siswa
reguler dan kurikulum modifikasi untuk
siswa ABK. Faktanya kurikulum modifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
guru kelas itu RPP-nya RPP yang reguler, nanti untuk yang
ABKitu untuk GPK yang membuat, nanti eee…modelnya kan
individual jadi setiap anak kan beda-beda disesuaikan
kebutuhan si anak. Namun sama mengunakan kurikulum
2013. Gimana yo masalahnya sekarang ini yang diterapkan
reguler saja kurikulumnya terlalu berat sebenarnya, jadi
materinya itu terlalu berat bagi anak. Sekarang ini anaknya
gini ya kita menggunakan tematik tapi nanti dipenilaian itu
kan kita harus milah-milah lagi nanti di rapotnya juga mapel
bukan pertema itu. (W1.KSb.09042019.16-23)
Guru kelas I
Tidak, kita semua samakan kok mbak.
(W2.GK1b.09042019.13)
Guru Pendamping Khusus
Semua di samakan mbak, sebenarnya dari dinas ada tapi kita
memakai kurikulum 2013 sesuai dengan pemerintah saja.
Nanti kan hasil akhir ada mbak, jadi waktu evaluasi nilainya
beda, nilai harian nilai ujian kan hasilnya beda. Untuk soal
semuanya sama mbak, tapi untuk anak berkebutuhan khusus
diberi perpanjangan waktu 45 menit. Sebenarnya dari dinas
itu ada soal tersendiri tapi ya disesuaikan denga isi soal.
(W3.GPKb.11042019.16-20)
Guru kelas IV
Kurikulumnya ada dua model mbak untuk anak reguler dan
ABK menggunakan model modifkasi tetapi intinya sama saja.
Tapi penerapannya untuk anak reguler dan ABK disesuaikan
itu sama dengan kurikulum dari pemerintah,
hanya saja dalam penerapannya itu indikator
dan KKM disesuaikan dengan kemampuan
siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
dengan kemampuan anak, jadi anak yang berkebutuhan
khusus menggunakan yang khusus lalu yang umum
menggunakan yang umum. (W4.GK4b.11042019.10-13)
Evaluasi pengajaran
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Kepala Sekolah
Pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus itu untuk materi
tertentu dipisah tetapi materi yang bersifat umum nanti anak-
anak menyatu dengan yang lain. Paling tidak seminggu sekali
untuk pendekatan pada anak sekalian untuk mengetahui
perkembangan anak selama pembelajaran terakhir, kalau
seperti tutor belum dilaksanakan karena tutor berlaku untuk
kelas VI saja karena persiapan ujian kalau kelas bawah belum
dilaksanakan. (W1.KSb.09042019.24-28)
Guru kelas I
Sama seperti yang lain mbak, tapi kita adakan les supaya
tidak tertinggal mbak. Kalau tambahan waktu hanya di
ulangan saja mbak, tapi kalau pembelajaran disesuaikan
semua kok mbak. Tapi ya itu sedikit susah karena anak yang
lain sudah paham tapi anak berkebutuhan khusus belum tentu
mbak makanya diadakan les. (W2.GK1b.09042019.15-19)
Guru Pendamping Khusus
Sama semua kok mbak. Ada, jadi kalau semua siswa pulang
anak berkebutuhan khusus ada jam tambahan sekitar 30
menit. (W3.GPKb.11042019.21-23)
Guru kelas IV
Ya dengan cara dijelaskan lagi secara individu dan lebih
detail mbak dan biasanya ada media. Belum mbak, belum
melakukan waktu dan tindakan sendiri untuk anak
Pengajaran yang dilakukan sekolah untuk
siswa berkebutuhan khusus sama dengan
siswa reguler lainnya. Untuk ulangan, siswa
berkebutuhan khusus diberikan penambahan
waktu. Sedangkan untuk pemantapan materi,
siswa diberikan les tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
berkebutuhan khusus. (W4.GK4b.11042019.14-16)
Evaluasi program
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Kepala Sekolah
Pelaksanaan evaluasi program pada siswa berkebutuhan
khusus itu untuk tindak lanjut kedepannya, setiap anak akan
dikelola seperti apa. (W1.KSb.09042019.29-30)
Guru kelas I
Saat ulangan kita lakukan remedial kok mbak, supaya anak
itu bisa mencapai KKM. (W2.GK1b.09042019.20-21)
Guru Pendamping Khusus
Untuk anak yang kurang dalam membaca pulang sekolah ada
pelajaran tambahan, ya kayak seperti tadi mbak beri
pelajaran tambahan sekitar 30 menit, tetapi ya ada yang tetep
mau pulang seperti tidak mau dibedakan mbak.
(W3.GPKb.11042019.24-26)
Guru kelas IV
Sama mbak dengan siswa reguler, hanya beda soal atau
kedalaman materi aja. (W4.GK4b.11042019.17-18)
Evaluasi program diadakan sekolah untuk
menindaklanjuti program bagi siswa
berkebutuhan khusus ke depannya, seperti
les tambahan, penambahan waktu saat
ulangan, dan lain-lain.
Ruang lingkup
berdasarkan aspek
kehidupan anak
Kepala Sekolah
Asesmen yang dilakukan sekolah kepada siswa yang paling
pokok bidang akademik. (W1.KSb.09042019.31)
Guru kelas I
Akademik aja mbak. (W2.GK1b.09042019.22)
Guru Pendamping Khusus
Saya belum pernah asesmen mbak. (W3.GPKb.11042019.27)
Asesmen yang dilakukan sekolah yaitu
asesmen dibidang akademik saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Guru kelas IV
Asesmennya dibidang kognitf mbak. (W4.GK4b.11042019.19)
SD Harapan Mulia (SD d)
Aspek Sekolah
Inklusi Sub Aspek yang Digali Jawaban Narasumber Kesimpulan
Asesmen Pengumpulan
informasi untuk
memantau kemajuan
pendidikan siswa
Guru kelas II
Heem, iya,. Harus itu soalnya, harus dilakukan laporan. Kalo
dari guru sendiri cuma penilaiannya kayak jurnal itu tadi tapi
kalo dari GPK sekolah itu nanti kaitannya kan dengan dinas,
itu dia ada laporan tersendiri perkembangan anaknya. Tapi
saya kurang tahu per apa, waktunya itu per apa saya kurang
tahu. Tapi ada. Perkembangan anaknya itu bagaimana, dia
mulai sudah bisa ini, sudah bisa ini, ada laporannya itu.
(W1.GK2d.28032019.1-7)
Guru kelas VI
Sebenernya ada seperti itu. Tapi rata-rata yang di tempat
saya itu, yang ABK itu, stuck aja di situ karena di rumah itu
kurang dukungan dari orang tua. Kalo masalah
perkembangan, perkembangan itu sedikit banyaknya sih ada
ya ada. Tapi kalo saya ya lebih materi esensial. Terus
pelajaran-pelajaran yang kemarin sudah saya sampaikan, kita
ulas lagi waktu sarapan pagi itu. Nah misalnya, kita sudah
menyelesaikan materi ini di hari itu, kita adakan tes kan. Dari
evaluasi itu kita juga bisa, kita analisis. Soal nomor satu yang
gak bisa berapa, soal nomor dua yang gak bisa berapa. Dari
Sekolah melakukan pemantauan kemajuan
perkembangan anak melalui catatan-catatan
yang ditulis dan berdasarkan pertimbangan
dari GPK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
beberapa evaluasi kita bisa tau, kita bisa ada benang
merahnya. (W2.GK6d.02042019.5-15)
Guru Pendamping Khusus
Iya mbak. Mm lewat ulangan mbak. (W3.GPKd.09042019.1-
2)
Kepala sekolah
Pasti itu mbak. Lewat ulangan-ulangan
mbak.(W4.KSd.12042019.1-2)
Penyaringan atau
screening
Guru kelas II
Iya, ada. Jangka waktunya per semester.
(W1.GK2d.28032019.8-9)
Guru kelas VI
Kalo screening enggak, gak secara, diadakan, dijadwalkan
gitu enggak. Makanya kayak tadi, kalo masalah screening kan
guru juga bisa to screening di awal, seperti yang saya
sebutkan tadi, kita gak lama kok. Kalo ngeliat dia dari segi
kognisinya lho ya, kognisinya gak lama. Kita bisa nebak
hasilnya bagaimana dengan beberapa kali pre-test saja sama
review-ing yang kelas 4 dan 5. (W2.GK6d.02042019.16-20)
Guru Pendamping Khusus
Seharusnya kan setahun ada tes ulang kayak gitu, di sini
kebetulan enggak. Yang belum-belum aja mbak.
(W3.GPKd.09042019.3-4)
Kepala sekolah
Sekolah melakukan screening setahun sekali
dan tidak ada screening secara berkala.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Bersamaan dengan identifikasi, sekolah melakukan screening
di awal tahun ajaran, untuk memperkirakan berapa siswa
yang harus mengikuti asesmen. (W4.KSd.12042019.3-5)
Diagnosis Guru kelas II
Ya dari instrument itu tadi. Kita kan udah liat dulu, sebelum
ada instrument kan kita sudah lihat dulu anaknya, observasi
dari pembelajaran to, udah keliatan itu nanti ada indikasi
seperti ini. Dari cara dia berbicara, mengerjakan, bertingkah,
kan keliatan to. Nanti terus selebihnya terus ke instrument itu.
Belum pernah. Karena kebanyakan slow learner itu tadi jadi
ketahuannya di pembelajarannya langsung.
(W1.GK2d.28032019.10-13)
Guru kelas VI
Jadi guru akan memberikan soal yang mendasar dan sama.
Kemudian diberikan tes yang levelnya sama. Nah di situ kita
sudah bisa melihat anak mana saja yang masuk ke dalam
kriteria-kriteria ABK. Kita hanya mendiagnosa saja karena
yang berhak itu yang mengasesmen tapi kita hanya bisa
menduga. Makanya kita lihat anaknya lalu kita ajukan.Ada.
Pernah sekali. Penyebabnya ternyata sering tidur malam,
karena nunggu orangtuanya bekerja, pulang kerja. Orang
tuanya kalo malam itu jual air di pasar, air bersih itu hlo,
kalo malem. Sebenarnya dia normal, gak ada hambatan.
(W2.GK6d.02042019.21-27)
Guru Pendamping Khusus
Langkah-langkah asesmen, kita ajukan ke dinas. Terus nanti
dari dinas kan ditentukan apa diterima semua apa enggak.
Sekolah mendiagnosa siswa dengan cara
mengamati siswa dari perilku, berbicara, dan
pengerjaan soal. Kegiatan ini dilakukan
sebagai bagian dari langkah-langkah
asesmen. Ketika sudah mendapatkan data,
sekolah akan membawa siswa ke ULD (Unit
Layanan Disabilitas) untuk segera
diasesmen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kalau diterima semua, Alhamdulillah, biar nanti kita tinggal
menyediakan tempat. Terus nanti kan dari psikolog kan
banyak yang datang ke sini, dia asesmen di sini. Terus nanti
nunggu beberapa minggu, asesmennya baru keluar. Kayak
gitu. Untuk yang kelas atas juga gitu, kan ada yang pindahan
juga. Kan selama di sini juga dilihat to, itu kayaknya ini. Ya,
sortir. Gitu. Hasilnya kan nanti ketauan kalau sudah hasilnya
keluar. Kalau dia yang normal ya udah. Wong yang dianggap
gak normal aja kita samakan dengan yang lain.Mungkin
pernah mbak. Namanya manusia kan terkadang khilaf ya
mbak hehehe. (W3.GPKd.09042019.5-13)
Kepala sekolah
Nah tadi dari hasil identifikasi awal, kita ada apa formatnya,
untuk mengidentifikasi anak-anak ini nanti ada kelemahannya
di apa. Itu nanti dari hasil identifikasi itu guru akan, saya
biasanya yang menanya mereka, kelas satu ini siapa saja
yang cenderung ABK. Sampai kelas 6 nah itu kita kumpulkan
kemudian dari daftar per kelas tadi saya buat proposal, saya
ajukan ke ULD, Unit Layanan Disabilitas, itu sekitar bulan
akhir Agustus, akhir Agustus nanti biasanya pelaksanaannya
sekitar Oktober. Iya, nanti itu satu kota, satu kota bersamaan.
UPT itu sudah ada kerja sama, kalau 2 apa 3 tahun ini ya, itu
dengan UII, dengan lembaga psikolognya UII. Jadi satu anak
itu satu psikolog, ketika hari asesmen itu mereka datang ke
sini. Kalau anaknya 12 ya psikolognya 12. Ya itu kira-kira 2
jam itu pelaksanaannya. Gak pernah mbak
kayaknya.(W4.KSd.12042019.6-15)
Penempatan program Guru kelas II Sekolah tidak menerapkan program khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
bagi siswa
berkebutuhan khusus
Ada, ada jam tambahan. Jadi seperti bimbel, jadi untuk
khusus anak ABK thok yang bimbel tambahan, materi apa
yang belum bisa nanti ada tambahan sendiri. Itu sebenarnya
bukan dari sekolah karena tu kayak, tapi itu ngajuin ke,
darimana ya mbak, saya kurang tau tapi kemarin saya
soalnya juga dapet dan itu tidak semua ABK jadi diseleksi
soalnya itu kayaknya bukan dari sekolah. Itu kan ada dananya
begitu lho. Kayak di seleksi dulu, misalnya di kelas 2 ada lima
ABK, terus yang dipilih hanya dua yang harus difokuskan
dibimbing. Yo tetep, kalo dari saya ya itu tadi mbak, tetep
individu itu tetep jalan terus, pendekatan seneng kalo dia pas
nyambung gitu, seneng mbak. Terutama di keterampilan.
Kalau SBdP kan nyanyi-nyanyi, gerak, itu bisa ngikuti. Tapi
ketika suruh nulis, teori tu wes. (W1.GK2d.28032019.14-19)
Guru kelas VI
Kalo di sini gak ada, gak ada program khusus. Paling cuma
kayak ekskul kayak gitu. Gak ada program khusus kayak
tambahan gitu gak ada. Ya kita dampingi dulu aja mbak.
Paling kalau tidak menunjukkan hasil ya kita perbaiki lagi
caranya. (W2.GK6d.02042019.28-31)
Guru Pendamping Khusus
Sekolah memfasilitasi pengadaan asesmen bagi siswa yang
diduga berkebutuhan khusus dan mengajukan ke dinas. Tidak
mbak, kan asesmen dari ahlinya. (W3.GPKd.09042019.14-17)
Kepala sekolah
Seperti yang dijelaskan pada poin langkah-langkah asesmen,
bagi siswa namun sekolah mengadakan les
tambahan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan sekolah bukan inisiatif dari
sekolah melainkan dari pihak luar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
sekolah memfasilitasi pengajuan asesmen bagi siswa yang
cenderung memiliki kebutuhan khusus namun belum
terasesmen kepada Unit Layanan Disabilitas
(ULD).Kayaknya engak mbak kan sudah ada pendataan siapa
saja yang belum diasesmen gitu. (W4.KSd.12042019.16-20)
Penempatan kurikulum
untuk memulai
pengajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus
Guru kelas II
Iya itu ada modifikasi materi. Indikator, materi. Yo, klasikal,
kalau saya klasikal. Terus yang, karena kebetulan disini slow
semua jadi saya individual itu tadi. (W1.GK2d.28032019.21-
24)
Guru Kelas VI
Enggak mbak. Tapi siswa berkebutuhan khusus itu
indikatornya saya turunkan saja.Sama aja mbak sama semua
siswa. Cuman kalau dia ngerjain ulangan saya kasih waktu
tambahan. Terus saya ulang pelajarannya kalau dia belum
ngerti. (W2.GK6d.02042019.32-35)
Guru Pendamping Khusus
Modifikasi kurikulum dipenurunan indikator disesuaikan
dengan kemampuan anak ABK. Ya itu disamakan dengan
siswa reguler lainnya mbak. (W3.GPKd.09042019.18-20)
Kepala sekolah
Modifikasi kurikulum bagi siswa berkebutuhan khusus
dilakukan pada indikator tiap KD. Bisa dengan diturunkan,
dikurangi, atau beberapa indicator dihilangkan, disesuaikan
dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus yang
bersangkutan. Penerapan modifikasi kurikulum di kelas
seperti kurikulum regular, secara klasikal. Namun karena
Modifikasi kurikulum hanya dari penurunan
indikator dan materi disesuaikan dengan
kemampuan siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
modifikasi terletak pada indikator, guru menyesuaikan materi
dengan indicator pencapaian anak. (W4.KSd.12042019.21-
25)
Evaluasi pengajaran
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru kelas II
Sama seperti siswa regular. Khususnya kalo misalnya
berkelompok, kalo dia gak bisa ngikuti kan dia cuma diem
aja, kebanyakan diem mbak, jadi saya nanti beri tugas sendiri
seperti kayak gambar-gambar gitu kan, kamu ini. Temen-
temen membantu tadi. Kalau awal-awal itu emang ribut gitu,
ha, penak banget kui, mosok gur mewarnai, mosok gur
nggambar gitu. Tapi yo tetep pengertian, akhirnya yo lama-
lama tau, gak masalah gitu lho sekarang.
(W1.GK2d.28032019.25-31)
Guru kelas VI
Dari semester satu semua materi saya berikan, pada akhirnya
nanti kan setiap kali saya ada ulangan atau apa, saya tu ada
hasil analisis saya. Saya membuat analisis soal. Soal nomor 1
tu yang gak bisa siapa aja. Soal nomor dua soal model kayak
gini, oh anak ini ini ini gak bisa. Kalo ini bisa, kalo yang ini
gak bisa. Saya kelompokkan. Materi-materinya itu saya
kelompokkan. Udah kan, ketemu kan. Ini si A ini Cuma bisa
materi ini. Ini dan ini. udah, kamu pelajari yang itu aja. Itu
kamu pelajari, itu harus benar 100%. Yang lainnya ndak
usah. Saya selalu menggali kemampuan apa yang dia bisa,
yang gak bisa ngapain di gali, wong gak bisa. Guru tidak
banyak memberikan tindakan khusus untuk siswa
berkebutuhan khusus karena guru tidak menginginkan anak
berkebutuhan khusus merasa dibedakan dengan siswa yang
Tidak ada pengajaran khusus kepada siswa.
Pengajaran di kelas bersifat klasikal. Namun
guru lebih memperhatikan siswa
berkebutuhan khusus. Guru tidak
memaksakan siswa untuk memahami materi
langsung dan guru selalu mengulang-
ngulang materi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
lain sehingga semua kegiatan pembelajaran dilakukan
bersama secara klasikal dan guru membuat suasana belajar
yang senyaman dan semenyenangkan mungkin baik bagi
siswa regular maupun siswa berkebutuhan khusus.
(W2.GK6d.02042019.37-48)
Guru Pendamping Khusus
Ya sama aja mbak sama siswa reguler. Tidak dibedakan. Tapi
saya cuma mendampingi siswa ABK aja. Di luar jam
pelajaran, guru mendampingi secara terpisah di kelas atau di
perpustakaan. Seperti jam tambahan.
(W3.GPKd.09042019.21-24)
Kepala sekolah
Sama kayak siswa reguler aja sih mbak dikasih ulangan-
ulangan latihan. Nanti kita lihat perkembangannya. Gak ada
mbak. Paling cuma les tambahan aja.(W4.KSd.12042019.26-
29)
Evaluasi program
untuk siswa
berkebutuhan khusus
Guru kelas II
Ya lewat ulangan-ulangan gitu aja
mbak.(W1.GK2d.28032019.32-33)
Guru kelas VI
Program inklusi itu sendiri sebenarnya yang mencanangkan
bukan sekolah. Pemerintah melabeli sekolah itu sekolah
inklusi. Untuk evaluasinya ya tetep ada evaluasi. Tetep ada.
Proses evaluasinya misalnya oh di sini kurang ini, yok kita
tambahin ini. Setiap akhir semester itu ada omongan evaluasi.
Waktu briefing atau waktu supervisi itu juga ada evaluasi.
Proses evaluas diadakan di akhir semester
saat briefing atau saat supervisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
(W2.GK6d.02042019.49-53)
Guru Pendamping Khusus
Nanti kita diskusikan mbak anaknya dari ulangan dan sehari-
hari bagaimana. (W3.GPKd.09042019.25-26)
Kepala sekolah
Sama kayak siswa reguler aja sih mbak dikasih ulangan-
ulangan latihan. Nanti kita lihat perkembangannya.
(W4.KSd.12042019.30-31)
Ruang lingkup
berdasarkan aspek
kehidupan anak
Guru kelas II
Saya belum terlalu tau detail tentang asesmen.
(W1.GK2d.28032019.34-45)
Guru kelas VI
Kalo asesmennya ya itu, kognisi, sikap. Baru sampe di situ.
(W2.GK6d.02042019.54-55)
Guru Pendamping Khusus
Akademik saja. (W3.GPKd.09042019.27)
Kepala sekolah
Akademik aja mbak. (W4.KSd.12042019.32)
Asesmen yang dilakukan sekolah hanya
dibidang koginitif dan sikap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 4 Hasil Reduksi Observasi
No Indikator Deskripsi Hasil Pengamatan
1 Melakukan upaya pengumpulan
informasi untuk memantau
kemajuan anak
Tidak dilakukan peneliti karena dalam melihat
kemajuan siswa memerlukan waktu setiap harinya.
2 Melakukan penyaringan atau
screening
Tidak dilakukan observasi karena saat itu tidak ada
proses screening.
3 Melakukan diagnosis Tidak dilakukan saat observasi karena saat itu tidak ada
proses diagnosa.
4 Melakukan penempatan program
bagi siswa berkebutuhan khusus
Tidak dilakukan karena saat itu tidak ada program
khusus bagi siswa berkebutuhan khusus.
5 Melakukan penempatan
kurikulum untuk memulai
pengajaran bagi anak
berkebutuhan khusus
Dalam observasi untuk kurikulum, guru sudah
separuhnya melakukan pengajaran dalam kelas sesuai
RPP. Ia memulai pembelajaran dengan mengucap
salam dan mengabsen siswa namun tidak dilakukan
motivasi kepada siswa. Dalam proses KBM itu sendiri
guru melakukan beberapa metode pengajaran, seperti
tanya jawab dan diskusi. Guru juga mengulang kembali
materi ketika siswa tidak mengerti.
6 Melakukan evaluasi pengajaran Evaluasi pengajaran kali ini guru lakukan setelah
menjelaskan materi. Evaluasi kali ini yaitu siswa
diberikan 5 soal yang masing-masing soal terdapat
beberapa pertanyaan terkait bangun datar. Selagi siswa
mengerjakan, guru menilai hasil kerja siswa pada LKS.
7 Melakukan evaluasi program Tidak dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 5 Hasil Reduksi Studi Dokumentasi
Dokumen Keterangan
Deskripsi Ada Tidak
Informasi perkembangan
anak
Informasi perkembangan anak berupa buku
penghubung. Buku ini berisi catatan-catatan
perilaku siswa di kelas. satu buku untuk satu
anak di kelas. Buku ini juga diberikan kepada
orang tua murid. Tujuannya agar orang tua
murid mengetahui perilaku anak di sekolah.
Selain berisi catatan-catatan, buku ini nanti
ditandatangani oleh orang tua murid.
Informasi latar belakang
orangtua/wali anak
Buku ini berisi data-data orang tua murid
berupa formulir saat pendaftaran penerimaan
siswa baru.
Alat identifikasi anak
berkesulitan belajar
Sekolah tidak memakai alat identifikasi
khusus. Sekolah hanya menggunakan
observasi untuk mengidentifikasi siswa.
Daftar anak yang berindikasi
kesulitan belajar/bermasalah
Untuk kelas 4, guru hanya melingkari siswa-
siswa yang dirasa memiliki kebutuhan khusus.
Catatan kemajuan anak Catatan kemajuan anak berupa hasil ulangan-
ulangan yang diadakan guru.
Nilai rapot Rapot yang dibuat untuk siswa berkebutuhan
khusus sama dengan rapot siswa lainnya.
Hasil asesmen Hasil asesmen ini didapatkan dari puskesmas
terdekat, tempat anak untuk melakukan
asesmen. Hasil asesmen ini ada dari berbagai
macam tingkatan kelas siswa karena asesmen
ini diadakan bagi siswa yang belum pernah
asesmen.Hasil asesmen yang dikeluarkan
berisi identitas siswa, tujuan pemeriksaan,
hasil pemeriksaan, dan kesimpulan dan saran.
Pada bagian hasil pemeriksaan, akan
dijelaskan keadaan siswa mulai dari
kemampuan kognitif hingga kemampuan
visual dan motorik. Pada bagian kesimpulan
dan saran akan diberikan saran kepada guru
dan orang tua untuk membimbing siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Lampiran 6 Display Data Observasi, Wawancara, Dokumentasi
Asepek
yang Digali
Sub Aspek
yang Digali
Wawancara Observasi
SD c
Studi Dokumentasi
SD a SD b SD c SD d Ya () Tidak ()
Asesmen Melakukan
upaya
pengumpulan
informasi
untuk
memantau
kemajuan anak
Cara guru
mengumpulkan
informasi
melalui tanya
orang tua. Lalu
ia melihat
kemajuan siswa
dalam bidang
akademik saat
kegiatan belajar
mengajar di
kelas.
Sekolah
melakukan
pemantauan
hasil belajar
siswa melalui
penilaian harian
seperti ulangan
harian dan
tugas.
Dalam pengumpulan
informasi serta
kemajuan anak,
sekolah
menggunakan
identifikasi dan
tanya jawab dengan
orang tua atau
tetangga-tetangga
terdekat di
rumahnya.
Sedangkan untuk
kemajuan anak di
bidang akademik,
sekolah
menggunakan tes,
ulangan harian, PR,
atau tugas-tugas
lainnya.
Sekolah
melakukan
pemantauan
kemajuan
perkembangan
anak melalui
catatan-catatan
yang ditulis dan
berdasarkan
pertimbangan
dari GPK.
-
Melakukan
penyaringan
atau screening
Screening
dilakukan setiap
2 kali dalam
setahun.
Sekolah belum
melakukan
screening
secara berkala
namun
dilakukan setiap
semester.
Sekolah tidak
mengadakan
asesmen secara
berkala namun
asesmen diadakan
setahun sekali.
Asesmen ini tidak
Sekolah
melakukan
screening
setahun sekali
dan tidak ada
screening secara
berkala.
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
mengundang pakar.
Sekolah juga
memantau kemajuan
dan perkembangan
siswa.
Melakukan
diagnosis
Guru
mendiagnosa
siswa
berkebutuhan
khusus melalui
observasi.
Terkadang juga
meminta
pertimbangan
dari GPK terkait
anak tersebut.
Diagnosa yang
dilakukan oleh
guru dilihat
berdasarkan
hasil belajar
siswa dan
melalui
pengamatan
sikap siswa.
Setelah itu
biasanya guru
meminta
pertimbangan
dari GPK untuk
lebih jelasnya.
Untuk mendiagnosis
siswa yang ABK,
sekolah
menggunakan
identifikasi atau
pengamatan kepada
anak. Baik saat di
kelas maupun di luar
kelas. Guru juga
melihat ada kriteria-
kriteria yang
sekiranya kalau
anak itu
berkebutuhan
khusus. Kesalahan
dalam diagnosis
yang dilakukan guru
sebatas melabeli
siswa dengan
kebutuhan khusus
nyatanya siswa itu
normal.
Sekolah
mendiagnosa
siswa dengan
cara mengamati
siswa dari
perilku,
berbicara, dan
pengerjaan soal.
Kegiatan ini
dilakukan
sebagai bagian
dari langkah-
langkah
asesmen. Ketika
sudah
mendapatkan
data, sekolah
akan membawa
siswa ke ULD
(Unit Layanan
Difabilitas)
untuk segera
diasesmen.
-
Melakukan Program yang Sekolah belum Program yang Sekolah tidak -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
penempatan
program bagi
siswa
berkebutuhan
khusus
diberikan
sekolah kepada
siswa
berkebutuhan
khusus yaitu les
tambahan dan
keterampilan-
keterampilan
seperti memasak,
pramuka, dan
lain-lain.
Sekolah juga
mengirimkan
siswa untuk
mengikuti
kegiatan di luar
sekolah dan
meraih prestasi.
melaksanakan
program khusus
bagi anak
berkebutuhan
khusus namun
sekolah
mengadakan les
tambahan.
Program-
program yang
dilakukan siswa
yaitu biasanya
dari dinas atau
UPT terkait
untuk
melakukan uji
keterampilan
seperti
membatik,
membuat kue,
dan lain-lain.
diberikan guru
kepada siswa
berkebutuhan
khusus yaitu les atau
tambahan pelajaran,
keterampilan-
keterampilan, dan
memberikan fasilitas
kepada siswa
berkebutuhan
khusus melalui
beasiswa ABK.
menerapkan
program khusus
bagi siswa
namun sekolah
mengadakan les
tambahan.
Kegiatan-
kegiatan yang
dilakukan
sekolah bukan
inisiatif dari
sekolah
melainkan dari
pihak luar.
Melakukan
penempatan
kurikulum
untuk memulai
pengajaran
bagi anak
berkebutuhan
khusus
Kurikulum yang
digunakan
sekolah sama
dengan siswa
lainnya hanya
saja untuk ABK
disesuaikan
dengan
Sekolah
menggunakan 2
kurikulum yaitu
kurikulum dari
pemerintah
untuk siswa
reguler dan
kurikulum
Sekolah melakukan
penyederhanaan
kurikulum pada
bagian indikator
untuk siswa
berkebutuhan
khusus.
Modifikasi
kurikulum hanya
dari penurunan
indikator dan
materi
disesuaikan
dengan
kemampuan
Dalam observasi
untuk kurikulum,
guru sudah
separuhnya
melakukan
pengajaran dalam
kelas sesuai RPP. Ia
memulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
kemampuan
anaknya.
modifikasi
untuk siswa
ABK. Faktanya
kurikulum
modifikasi itu
sama dengan
kurikulum dari
pemerintah,
hanya saja
dalam
penerapannya
itu indikator
dan KKM
disesuaikan
dengan
kemampuan
siswa.
siswa. pembelajaran
dengan mengucap
salam dan
mengabsen siswa
namun tidak
dilakukan motivasi
kepada siswa.
Dalam proses KBM
itu sendiri guru
melakukan beberapa
metode pengajaran,
seperti tanya jawab
dan diskusi. Guru
juga mengulang
kembali materi
ketika siswa tidak
mengerti.
Melakukan
evaluasi
pengajaran
Pengajaran di
kelas seperti
biasa, namun ada
GPK yang
membantu guru
untuk
mendampingi
siswa
berkebutuhan
khusus.
Pengajaran
yang dilakukan
sekolah untuk
siswa
berkebutuhan
khusus sama
dengan siswa
reguler lainnya.
Untuk ulangan,
siswa
berkebutuhan
khusus
Pengajaran untuk
siswa berkebutuhan
khusus sama dengan
siswa reguler
lainnya. Hanya saja
ia memberikan
perhatian yang lebih
intensif. Misalnya
ketika ulangan, guru
bersedia
membacakan soal
pada siswa yang
Tidak ada
pengajaran
khusus kepada
siswa.
Pengajaran di
kelas bersifat
klasikal. Namun
guru lebih
memperhatikan
siswa
berkebutuhan
khusus. Guru
Evaluasi pengajaran
kali ini guru lakukan
setelah menjelaskan
materi. Evaluasi kali
ini yaitu siswa
diberikan 5 soal
yang masing-masing
soal terdapat
beberapa pertanyaan
terkait bangun datar.
Selagi siswa
mengerjakan, guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
diberikan
penambahan
waktu.
Sedangkan
untuk
pemantapan
materi, siswa
diberikan les
tambahan.
belum bisa
membaca. Selain itu
juga mengulang
materi jika belum
jelas dan kemudian
siswa diberikan PR.
tidak
memaksakan
siswa untuk
memahami
materi langsung
dan guru selalu
mengulang-
ngulang materi.
menilai hasil kerja
siswa pada LKS.
Melakukan
evaluasi
program
Evaluasi untuk
siswa
berkebutuhan
khusus pada saat
PTS dan PAS
dan dialporkan
secara narasi.
Evaluasi
program
diadakan
sekolah untuk
menindaklanjuti
program bagi
siswa
berkebutuhan
khusus ke
depannya,
seperti les
tambahan,
penambahan
waktu saat
ulangan, dan
lain-lain.
GPK bertugas
sebagai orang yang
diajak berdiskusi
mengenai anak
berkebutuhan
khusus. KKM dan
indikator untuk
siswa berkebutuhan
khusus akan
diturunkan sesuai
dengan kemampuan
siswa.
Proses evaluas
diadakan di akhir
semester saat
briefing atau saat
supervisi.
-
Ruang lingkup
asesmen
Asesmen yang
dilakukan
sekolah dibidang
akademik,
Asesmen yang
dilakukan
sekolah yaitu
asesmen
Asesmen yang
dilakukan sekolah
hanya dibidang
akademik saja.
Asesmen yang
dilakukan
sekolah hanya
dibidang
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
tingkah laku,
sosial, dan
riwayat
kesehatan.
dibidang
akademik saja.
koginitif dan
sikap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
BIOGRAFI PENULIS
Tiwi Wira Pratika lahir di Sleman, 27 Juli 1997.
Anak pertama dari dua bersaudara ini mengawali pendidikan
formalnya pada tahun 2002 di TK Tarbiyatunnisa Bogor,
Sekolah Dasar di SD Negeri Semplak 2 Bogor (2003-2009),
Pendidikan Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Bogor
(2009-2012), Pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 10
Bogor (2012-2015). Pada tahun 2015 peneliti menempuh
pendidikan tinggi dengan mengambil Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul “Asesmen Siswa Berkebutuhan Khusus
di SD Inklusi: Studi Deskriptif”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI