asfiksia 1-5

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    1/49

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia

    diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium merupakan sebuah

    paradigma pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi Tingkat

    Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa

    (PBB) di New York pada bulan September 2000. Semua negara yang hadir

    dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs

    sebagai bagian dari program pembangunan nasiaonal dalam upaya

    menangani penyelesaian terkait dengan masalah yang sangat mendasar

    tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan

    dan pembangunan.1

    Satu di antara kedelapan target atau sasaran Pembangunan Milenium

    atau Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka

    kematian anak. Target yang ingin di capai pada tahun 2015 adalah

    mengurangi tingkat kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun (Balita)

    hingga dua pertiganya dari kondisi tahun 1990.1

    Angka kematian bayi (AKB) di Dunia tahun 2010 adalah sebesar 63/1000

    kelahiran hidup. Imtiaz menyebutkan di dalam Jornal of Public Health and

    Safety bahwa penyebab utama kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia

    intrapartum sebesar 21%. Menurut World Health Organization (WHO) di

    1

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    2/49

    2

    dunia setiap tahunnya 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia

    neonatorum, dan hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal dunia.1

    Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012

    menunjukkan di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32/1.000

    kelahiran hidup, sedangkan di Provinsi Lampung angka kematian bayi

    mencapai 30/1000 kelahiran hidup atau lebih rendah di bandingkan dengan

    jumlah AKB di Dunia dan Indonesia. Data SDKI menunjukan kejadian

    asfiksia neonatorum kurang lebih 40/1000 kelahiran hidup dan secara

    keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia.2,3

    Bayi dengan usia di bawah 28 hari yang meninggal jumlahnya mencapai

    50 persen dari angka kasus kematian bayi secara keseluruhan dan umumnya

    disebabkan karena kesulitan bernapas saat lahir (asfiksia), infeksi, dan

    komplikasi lahir dini serta berat badan lahir rendah.5

    Bayi dengan asfiksia dapat mengganggu fungsi organ tubuhnya.

    Keadaan hipoksia dan iskemia yang terjadi akibat asfiksia akan menimbulkan

    gangguan pada berbagai fungsi organ. Proses terjadinya gangguan

    bergantung pada berat dan lamanya hipoksia terjadi dan berkaitan dengan

    proses reoksigenisasi jaringan setelah proses hipoksia tersebut berlangsung.

    5

    Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain: faktor

    keadaan ibu, faktor keadaan plasenta dan faktor keadaan bayi. Faktor

    keadaan ibu antar lain adalah preeklampsia dan eklampsia, plasenta previa,

    solusio plasenta, partus lama atau macet, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

    HIV) dan kehamilan lewat waktu. Faktor keadaan plasenta antara lain adalah

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    3/49

    3

    lilitan tali pusat, tali pusat pendek dan simpul tali pusat. Faktor keadaan bayi

    antara lain adalah prematur, persalinan sulit (letak sungsang, kembar, distosia

    bahu, ekstraksi vakum, forsep), kelainan kongenital dan ketuban bercampur

    mekonium.6

    Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

    meneliti Faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum

    pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    1.2 Rumusan masalah

    Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

    adalah: Faktor - faktor apa sajakah yang mempengaruhi kejadian asfiksia

    neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia

    neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    4/49

    4

    2. Tujuan Khusus

    a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi asfiksia neonatorum pada bayi

    baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Tahun Provinsi Lampung 2013

    b. Untuk mengetahui hubungan usia kehamilan, lama persalinan, ketuban

    pecah dini, preeklamsi dan eklamsi, pendarahan antepartum, BBLR,

    infeksi berat pada gravidarum dan persalinan sulit dengan asfiksia

    neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Bagi Petugas Kesehatan

    Sebagai bahan referensi mengenai faktor-faktor yang dapat berhubungan

    dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

    2. Bagi Institusi Tempat Penelitian

    Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi petugas kesehatan di

    Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu

    3.

    Bagi Institusi Pendidikan

    Sebagai tambahan literatur atau referensi tentang faktor-faktor yang dapat

    berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    5/49

    5

    4. Bagi Peneliti

    Untuk mengetahui dengan jelas mengenai faktor-faktor yang dapat

    berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

    Sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

    1.5 Ruang Lingkup

    Penelitian mencakup program kesehatan preventif yang bertujuan untuk

    mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan asfiksia

    neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    6/49

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Asfiksia dan Asfiksia Neonatorum

    Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan

    dan teratur, sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan

    mengalami asfiksia sesudah persalinan.

    Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur

    pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan

    hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.7Dari sumber lain menyebutkan bahwa

    asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas

    spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin

    meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam

    kehidupan lebih lanjut.13

    2.2 Klasifikasi Asfiksia

    Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity,

    Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

    14

    a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

    b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

    c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

    d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

    6

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    7/49

    7

    Tabel 2.1 Penilaian APGAR SCORE15

    Tanda Skor APGAR0 1 2

    Frekuensi

    Jantung

    Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit

    Usaha bernafas Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat

    Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak

    fleksi

    Gerakan aktif

    Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan

    kuat/melawan

    Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan,

    ekstremitas biru

    Seluruh tubuh

    kemerahan

    2.3 Etiologi Asfiksia

    Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan

    sirkulasi darah uteroplasenter sehingga oksigen ke bayi menjadi berkurang.

    Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat

    berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.5

    Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya

    asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya:

    2.3.1 Faktor Ibu

    a. Preeklampsi dan eklampsi

    Pre-eklampsi adalah salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu

    hamil diatas 20 minggu berupa berkurangnya perfusi organ akibat

    vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

    tekanan darah dan proteinuria dengan atau tanpa edema. Pre-

    eklampsi menyebabkan insufisiensi plasenta sehingga dapat

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    8/49

    8

    mengakibatkan hipoksia ante dan intrapartum. Hipoksia janin terjadi

    karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke

    janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen dan

    dalam menghilangkan karbon dioksida. Ia mengakibatkan asfiksia

    neonatorum.13

    b.Pendarahan antepartum

    Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan

    diatas 22 minggu hingga menjelang persalinan yaitu sebelum bayi

    dilahirkan. Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah

    perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan

    keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan

    gangguan ke plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin

    bahkan terjadi syok intrauterine yang mengakibatkan kematian janin

    intrauterine. Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan

    lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia.5

    c. Usia kehamilan

    Usiakehamilan atau usiagestasi (gestational age) adalah ukuran

    lama waktu seorang janinberada dalam rahim. Usia janin dihitung

    dalam minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (HPMT) ibu

    sampai hari kelahiran.10

    1) Partus prematurusadalah persalinan pada usia kehamilan kurang

    dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.

    Kejadianprematuritaspada sebuah kehamilan akan di picu oleh

    http://kamuskesehatan.com/arti/kehamilan/http://kamuskesehatan.com/arti/gestasi/http://kamuskesehatan.com/arti/janin/http://kamuskesehatan.com/arti/menstruasi/http://kamuskesehatan.com/arti/hpmt/http://kamuskesehatan.com/arti/hpmt/http://kamuskesehatan.com/arti/menstruasi/http://kamuskesehatan.com/arti/janin/http://kamuskesehatan.com/arti/gestasi/http://kamuskesehatan.com/arti/kehamilan/
  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    9/49

    9

    karakteristik pasien dengan: Status sosial ekonomi yang rendah,

    termasuk didalamnya penghasilan yang rendah, kehamilan pada

    usia 16 tahun danprimigravida>30 tahun, riwayat pernah

    melahirkan prematur, pekerjaan fisik yang berat, tekanan mental

    (stress) atau kecemasan yang tinggi dapat meningkatkan

    kejadian prematur, merokok, dan penggunaan obat bius/kokain.

    Faktor predisposisi akan menambah

    keadaanprematuritasantara lain: infeksi saluran kemih,

    penyakit ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, asma, penyakit

    jantung, kecanduan obat, kolestatis, anemia, keadaan yang

    menyebabkan distensi uterus berlebihan yaitu kehamilan

    multipel, hidramnion, diabetes dan perdarahan antepartum.

    Kegagalan pernafasan pada bayi premature berkaitan dengan

    defisiensi kematangan surfaktan pada paru- paru bayi. Bayi

    premature mempunyai karakteristik yang berbeda secara

    anatomi maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup

    bulan. Karakteristik tersebut adalah:10

    a) Kekurangansurfaktanpada paru-paru sehingga menimbulkan

    kesulitan pada saat ventilasi.

    b) Perkembangan otak yang imatur sehingga kurang

    kemampuan memicu pernafasan.

    c) Otot yang lemah sehingga sulit bernafas spontan.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    10/49

    10

    d) Kulit yang tipis, permukaan kulit yang luas dan kurangnya

    jaringan lemak kulit memudahkan bayi kehilangan panas.

    e) Bayi sering kali lahir disertai infeksi.

    f) Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah

    menyebabkan perdarahan pada keadaan stres.

    g) Volume darah yang kurang, makin rentan terhadap

    kehilangan darah.

    h) Jaringan imatur, yang mudah rusak akibat kekurangan

    oksigen.

    2) Persalinan post termadalah persalinan yang terjadi pada usia

    kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih (>249 hari),

    istilah lainnya yaitu serotinus. Menentukan kehamilan post

    termdengan menggunakan rumusNeagledihitung dari HPHT dan

    berdasarkan taksiran persalinan (280 hari atau 40 minggu) dari

    HPHT.Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan

    melebihi 42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan oleh fungsi

    plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses penuaan

    mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke janin terganggu.

    Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu

    dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini

    dapat dibuktikan dengan menurunya kadar estriol dan plasental

    laktogen.10

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    11/49

    11

    2.3.2 Faktor plasenta

    Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu

    dalm bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan

    membuang sisa metabolisme janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu

    dan janin dipengaruhi oleh luas kondisi plasenta. Gangguan pertukaran

    gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Fungsi plasenta

    akan berkurang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan

    menutrisi metabolisme janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat

    gangguan mendadak pada plasenta.Kemampuan untuk transportasi O2

    dan membuang CO2 tidak cukup sehingga metabolisme janin berubah

    menjadi anaerob dan akhirnya asidosis dan PH darah turun. Dapat

    terjadi pada bentuk: lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali

    pusat.6

    2.3.3 Faktor Bayi

    a. Bayi Prematur

    Kriteria untuk bayi prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu

    dengan berat lahir dibawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan

    mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal

    untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan,

    fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga

    semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    12/49

    12

    tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah

    asfiksia.9

    b. BBLR

    Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu akibat

    tidak tumbuh sempurnanya pertumbuhan janin intrauterin. BBLR

    adalah bayi yang mempunyai berat lahir < 2.500 gram. BBLR

    mempunyai resiko mortalitas yang tinggi maupun kecenderungan

    untuk menderita penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, diare,

    respon imunitas yang rendah, dan keterlambatan pertumbuhan dan

    perkembangan.11

    2.3.4 Faktor Persalinan

    Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

    dapat hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar.8

    a. Persalinan pervaginam

    Persalinan pervaginam dibagi 3 (tiga), yaitu:

    1) Persalinan spontan, janin dilahirkan dengan kekuatan dan

    tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht. Pertolongan pada

    tahap persalinan ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena

    persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi

    sungsang dapat menyebabkan terjadinya dekompresi kepala

    sehingga dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.8

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    13/49

    13

    2) Manual aid (partial breech extraction), janin dilahirkan

    sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi

    dengan tenaga penolong.8

    3) Ektraksi sungsang (total breech extraction), janin

    dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.8

    Tahapan proses persalinan yang erat kaitannya langsung

    dengan janin adalah pada kala I dan kala II. Apabila kala I dalam

    persalinan berlangsung lebih lama maka akan ada kemungkinan terjadi

    persalinan lama. Persalinan yang lama (partus lama) merupakan salah

    satu faktor resiko intrapartum kejadian Asfiksia. Sedangkan Kala II

    merupakan proses pengeluaran janin atau bayi, kontraksi akan terasa

    sangat kuat pada fase ini, kontraksi yang kuat menimbulkan nyeri

    hebat, nyeri biasanya menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang

    dapat meningkatakan kerja saraf simpatis dan keadaan tersebut dapat

    merangsang reseptor dan , rangsangan tersebut akan mengakibatkan

    oksigenasi janin berkurang dan penurunan oksigenasi dapat

    memperlambat proses persalinan dan merupakan salah satu faktor

    resiko asfiksia neonatorum.

    12

    b. Persalinan Perabdominam

    Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

    dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan

    dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

    janin di atas 500 gram.8

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    14/49

    14

    c. Partus lama atau partus macet

    Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24

    jam pada primi, dan lebih dari 18 jam pada multi. Sedangkan

    partus macet adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang

    macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul komplikasi

    pada ibu dan atau janin, seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu,

    serta asfiksia dan Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK).8

    d. Ketuban Pecah Dini (KPD)

    KPD adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila

    pembukaan pada primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang

    dari 5 cm. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena

    berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan

    intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan

    membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari

    vagina dan serviks. Ketuban Pecah Dini mempunyai peranan

    penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Dengan

    pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

    hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

    terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin

    sedikit air ketuban, janin semakin gawat.8

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    15/49

    15

    2.4 Patofisiologi Asfiksia

    a. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir

    Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau

    jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di

    dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2)

    parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui

    paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan

    melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus

    kemudian masuk ke aorta.

    Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber

    utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan

    paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan

    memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.

    Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan

    pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat

    tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah

    paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah

    bekurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah

    sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah

    dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat

    sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di

    alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak

    mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    16/49

    16

    ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara

    menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah

    paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami

    relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya

    melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil

    banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.

    Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan

    paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan

    napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan

    pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah

    paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit

    bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.10

    b. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi

    Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau

    setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau

    selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran darah

    di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi

    frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih

    banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit

    menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus,

    sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan

    hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat

    peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    17/49

    17

    oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan

    mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi

    penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan. Pada

    beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi walaupun paru-

    paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary

    Hypertension Newborn).10

    c. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal

    Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke

    dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke

    jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol

    pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu

    maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan

    pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen. Pada saat pasokan

    oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus,

    ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap

    stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian

    distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.

    Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi

    kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,

    penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ

    akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan

    oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang

    irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    18/49

    18

    membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis

    seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ

    lain, depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen, bradikardia

    (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung

    atau sel otak, tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot

    jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

    plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat)

    karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru, dan sianosis karena kekurangan

    oksigen di dalam darah.10

    2.5 Diagnosis Asfiksia

    a. Anamnesis : Gangguan/ kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas atau

    menangis.14

    b. Pemeriksaan fisik:14

    Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia

    atau hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat

    dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal

    yang perlu mendapat perhatian yaitu :14

    1) Denyut jantung janin

    Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,

    akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit

    di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda

    bahaya.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    19/49

    19

    2) Mekonium dalam air ketuban

    Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi

    pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi

    dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada

    presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri

    persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

    3) Pemeriksaan pH darah janin

    Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks

    dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah

    janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan

    turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu

    dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

    2.6 Pemeriksaan Penunjang Asfiksia

    a. Darah

    Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari:11

    1) Hemoglobin (Hb) pada bayi dengan asfiksia Hb cinderung turun karena

    O2 dalam darah sedikit.

    2) Leukosit pada bayi dengan asfiksia leukositnya meningkat, karena bayi

    preterm imunitas masih rendah.

    3) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cinderung turun karena

    sering terjadi hipoglikemi.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    20/49

    20

    b. Analisa gas darah

    Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari:11

    1) Kadar pH cenderung turun karena terjadi asidosis metabolik.

    2) Kadar pCO2pada bayi post asfiksia cenderung naik.

    3) Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia

    progresif.

    2.7 Penatalaksanaan Asfiksia

    a. Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah

    sebagai berikut:13

    1) Pengawasan suhu

    Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh

    penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel

    jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan

    untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:

    a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

    b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

    c) Bungkus bayi dengan kain kering.

    2) Pembersihan jalan nafas

    Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan

    amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan

    keluarnya lendir.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    21/49

    21

    3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

    Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua

    telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan

    vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.13

    b. Penatalaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia adalah sebagai

    berikut:13

    1) Asfiksi Ringan (APGAR score 7-10)

    Caranya:

    a) Bayi dibungkus dengan kain hangat

    b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung

    kemudian mulut

    c) Bersihkan badan dan tali pusat.

    d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke

    dalam inkubator.

    2) Asfiksia sedang (APGAR score 4-6)

    Caranya:

    a) Bersihkan jalan napas.

    b) Berikan oksigen 2 liter per menit.

    c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada

    reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    22/49

    22

    d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium

    bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc

    disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk

    mencegah tekanan intra kranial meningkat.

    3) Asfiksia berat (APGAR skor 0-3)

    Caranya:

    a) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

    b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

    c) Bila tidak berhasil lakukanEndotracheal Tube(ETT).

    d) Bersihkan jalan napas melalui ETT.

    f) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan

    natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak

    4cc.13

    2.8 Komplikasi Asfiksia

    Dampak atau komplikasi dari asfiksia berat pada organ atau sistem

    adalah sebagai akibat dari vasokontriksi setempat untuk mengurangi aliran

    darah ke organ yang kurang vital seperti saluran cerna, ginjal, otot, dan kulit

    agar penggunaan oksigen berkurang, dan aliran darah untuk organ vital seperti

    otak dan jantung meningkat. Organ atau sistem yang dapat mengalami

    kerusakan adalah sebagai berikut:4

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    23/49

    23

    a. Sistem Susunan Saraf Pusat

    Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih

    dipertahankan dari pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan

    hemodinamik di otak dan penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang

    selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak. Penelitian Yu, menyebutkan

    8-17% bayi penderita serebral palsi disertai dengan riwayat perinatal

    hipoksia. Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering

    ditemukan pada masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI).

    Pada bayi cukup bulan keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut,

    sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan lebih sering timbul sekunder

    pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi gambaran klinik bervariasi

    tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan

    iskemianya. Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca

    hipoksia terjadi dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab

    perdarahan peri/intraventrikular. Pada proses pertama, hipoksia akut yang

    terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan peninggian aliran darah

    serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan darah arterial

    yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi

    kapiler di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan.

    Selanjutnya keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun

    renjatan pasca perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada

    proses kedua, perdarahan dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia

    akibat adanya proses reperfusi dan hipotensi sehingga menimbulkan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    24/49

    24

    iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang berakhir dengan

    perdarahan. Proses yang mana yang lebih berperan dalam terjadinya

    perdarahan tersebut belum dapat ditetapkan secara pasti, tetapi gangguan

    sirkulasi yang terjadi pada kedua proses tersebut telah disepakati

    mempunyai peran yang menentukan dalarn perdarahan tersebut.7

    b. Sistem Pernapasan

    Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia

    neonatus masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori

    mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat langsung hipoksia dan

    iskemianya atau dapat pula terjadi karena adanya disfungsi ventrikel kiri,

    gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen ataupun penggunaan

    ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.7

    c. Sistem kardiovaskuler

    Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi

    miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium

    terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan kerusakan sel

    miokard terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua bilik

    jantung.

    7

    d. Sistem urogenital

    Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan

    perfusi dan dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah

    yang kurang menyebabkan nekrosis tubulus dan perdarahan medula.7

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    25/49

    25

    e. Sistem gastrointestinal

    Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang

    terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan

    koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus.

    Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat

    sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi makanan atau

    adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi saluran

    cerna.7

    f. Sistem audiovisual

    Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi

    secara langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak

    langsung akibat hipoksia iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang

    terkait yang menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan

    penglihatan.7

    2.9 Prognosis Asfiksia

    1. Asfiksia ringan: Prognosis baik

    2. Asfiksia sedang: Bergantung pada kecepatan penatalaksanaan, jika

    penatalaksanaan cepat prognosis baik

    3. Asfiksia berat: Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama atau

    kelainan syaraf permanen

    Asfiksia dengan pH kurang dari 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma

    dan kelainan neurologis yang permanen misalnya cerebral palsy dan retardasi

    mental.5

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    26/49

    26

    2.10 Kerangka Teori

    Gambar 2.1 Kerangka Teori 5,10,13

    Faktor Ibu

    Faktor Plasenta

    Faktor Persalinan

    Kehilangan nutrisi dan O2dalam kandungan

    Hipoksia

    Paru Kolaps

    Atelektasis

    Pada akhir respirasi, volume toraks

    dan paru-paru mendekati volume

    residu

    Dinding dada sangat lemah dan

    sering mengalami kegagalan dalam

    menyelesaikan pernafasan

    pertamanya

    Lahir BBLR

    Aspirasi

    Mekonium

    Hipoksia

    Janin

    Insufisiensi

    uteroplasenta

    Waktu persalinan terjadipengurangan aliran oksigen ke

    plasenta sebagai akibat kontraksi

    dinding uterus sehinggakekurangan oksigen yang sudah

    terjadi akan bertambah berat

    Asfiksia

    Neonatorumm

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    27/49

    27

    2.11 Kerangka Konsep

    Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

    antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian

    yang akan dilakukan.16 Pada penelitian ini peneliti ingin mengukur

    hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang terlihat

    pada gambar berikut:

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep

    2.12 Hipotesis

    a.Ada hubungan usia kehamilan dengan asfiksia neonatorum pada bayi

    baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    b.Ada hubungan lama persalinan dengan asfiksia neonatorum pada bayi

    baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    Asfiksia

    1. Usia Kehamilan2. Lama Persalinan

    3. Ketuban Pecah

    Dini

    4. Preeklamsi dan

    Eklamsi

    5. Pendarahan

    Antepartum

    6. BBLR

    7. Infeksi berat pada

    gravidarum

    8. Persalinan sulit

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    28/49

    28

    c.Ada hubungan ketuban pecah dini dengan asfiksia neonatorum pada

    bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    d.Ada hubungan preeklamsi dan eklamsi dengan asfiksia neonatorum

    pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    e.Ada hubungan pendarahan antepartum dengan asfiksia neonatorum

    pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    f. Ada hubungan berat bayi lahir rendah dengan asfiksia neonatorum pada

    bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    g.Ada hubungan infeksi berat pada gravidarum dengan asfiksia

    neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

    h.Ada hubungan persalinan sulit dengan asfiksia neonatorum pada bayi

    baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung Tahun 2013.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    29/49

    29

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian

    Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional yaitu penelusuran

    dilakukan sesaat, artinya subjek diamati hanya satu kali dan tidak ada

    perlakuan terhadap responden.16

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Maret Tahun 2014 di Rumah Sakit Umum

    Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.

    3.3

    Populasi dan Sampel

    3.3.1 Batasan Populasi

    Populasi penelitian adalah semua bayi baru lahir di Rumah Sakit

    Umum Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung pada

    bulan Januari-Desember 2013.

    3.3.2 Besar Sampel

    Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek peneliti

    yang dianggap mewakili seluruh populasi. Penentuan besarnya sampel

    peneliti menggunakan rumus Krejcie dan Morgan.16

    n = X2.N.P(1-P)

    (N-1).d2+X2.P(1-P)

    29

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    30/49

    30

    Keterangan:

    n = Besar sampel

    N = Besar populasi

    X2= Nilai Chi kuadrat

    P = Proporsi populasi

    d = Tingkat penyimpangan yang diinginkan (0.05)

    n = 1413,49

    3,68 + 0,96

    = 304,78 atau dibulat menjadi 305 sampel

    Berdasarkan perhitungan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

    dalam penelitian ini adalah 305 responden dengan kriteria.

    a. Kriteria Inklusi:

    a) Semua bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung pada

    bulan JanuariDesember 2013

    b) Semua bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum di Rumah

    Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi

    Lampung pada bulan JanuariDesember 2013

    b. Kriteria Eksklusi:

    c) Bayi dengan umur di atas 28 hari di Rumah Sakit Umum

    Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung

    pada bulan JanuariDesember 2013

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    31/49

    31

    a) 3.3.3 Tehnik Sampling

    Teknik pengambilan sampel ini secara acak sederhana (Random

    sampling) yaitu setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai

    kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Teknik

    pengambilan sampel secara acak sederhana ini dilakukan dengan cara

    mengundi anggota populasi (Lottery Technique).16

    3.4Variabel Penelitian

    Variabel independen yang dibahas dalam penelitian ini adalah variabel

    usia kehamilan, lama persalinan, ketuban pecah dini, preeklamsi dan eklamsi,

    pendarahan antepartum, BBLR, infeksi berat pada gravidarum dan persalinan

    sulit.

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah asfiksia neonatorum.

    3.5 Definisi Operasional

    Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan atau mengamati

    variabel - variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument

    penelitian (alat ukur).

    16

    Definisi operasional variabel - variabel dalam

    penelitian ini ialah sebagai berikut:

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    32/49

    32

    Tabel 3.1 Definisi Operasional

    No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala1 Asfiksia

    Neonatorum

    keadaan dimana bayi baru lahir

    tidak dapat bernafas secaraspontan dan teratur

    Observasi

    rekammedis

    Lembar

    Check list

    1. Asfiksia (jika

    APGARSKORE < 7)

    0. Tidak Asfiksia(jika APGAR

    SKORE >7)

    Nominal

    2 UsiaKehamilan

    Partus prematurus adalahpersalinan pada usia kehamilankurang dari 37 minggu

    Observasirekammedis

    LembarCheck list

    1. Prematur0. Normal

    Nominal

    3 Lama

    Persalinan

    Persalinan lama adalah

    persalinan yang berlangsung

    lebih dari 24 jam pada primi danlebih dari 18 jam pada multi

    Observasi

    rekam

    medis

    Lembar

    Check list

    1. Persalinan lama

    0. Normal

    Nominal

    4 KetubanPecah Dini

    KPD adalah pecahnya ketubansebelum inpartu, yaitu bila

    pembukaan pada primi kurangdari 3cm dan pada multiparakurang dari 5 cm atau pecahnya

    ketuban 18 jam sebelum inpartu

    Observasirekam

    medis

    LembarCheck list

    1. KPD0. Tidak KPD

    Nominal

    5 Preeklamsidan Eklamsi

    Preeklampsia merupakantimbulnya hipertensi (>160/110

    mmHg) disertai proteinuria (>5g dalam spoesimen urin 24 jamatau +3) dan edema akibat

    kehamilan setelah usia

    kehamilan 20 minggu atausegera setelah persalinanEklampsia merupakanpreeklamsi yang disertai dengan

    kejang dan atau koma yangtimbul bukan akibat kelainan

    neurologi

    Observasirekam

    medis

    LembarCheck list

    1. Preeklamsi danEklamsi

    0. TidakPreeklamsi danEklamsi

    Nominal

    6 Pendarahan

    Antepartum

    Perdarahan antepartum

    merupakan perdarahan pada

    kehamilan diatas 22 mingguhingga menjelang persalinanyaitu sebelum bayi dilahirkan

    Observasi

    rekam

    medis

    Lembar

    Check list

    1. Pendarahan

    Antepartum

    0. TidakPendarahanAntepartum

    Nominal

    7 Berat BayiLahir Rendah

    Berat bayi lahir rendah adalahBayi yang lahir dengan berat 0.05 maka tidak bermakna/signifikan, berarti tidak

    ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

    variabel dependen atau hipotesis (Ho) diterima.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    35/49

    35

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Hasil Penelitian

    Penelitian dilaksanakan terhadap 315 responden yang memenuhi kriteria

    inklusi antara lain semua bayi baru lahir dan bayi baru lahir dengan asfiksia

    neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Kabupaten Pringsewu

    Provinsi Lampung tahun 2013.

    Karakteristik subjek penelitian ditampilkan pada tabel 4.1 yang menunjukan

    kejadian asfiksia, usia kehamilan, lama persalinan, ketuban pecah dini, preeklamsi

    dan eklamsi, pendarahan antepartum, berat bayi lahir rendah, infeksi berat pada

    gravidarum, dan persalinan sulit.

    Distribusi responden berdasarkan kejadian asfiksia neonatorum, jumlah bayi

    yang mengalami asfiksia neonatorum lebih rendah dibandingkan dengan bayi

    yang tidak mengalami asfiksia neonatorum. Ketuban pecah dini merupakan

    distribusi responden yang terbesar, sedangkan infeksi berat pada gravidarum

    merupakan distribusi responden yang terkecil.

    Berat bayi lahir rendah dalam penelitian ini ditemukan bayi dengan berat 2000

    g - 1500 g sebanyak 40, bayi dengan berat 1500 g - 1000 g sebanyak 21, dan bayi

    dengan berat < 1000 g sebanyak 10.

    Pendarahan antepartum yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah

    Pringsewu meliputi plasenta previa dan solusio plasenta. Infeksi berat pada

    35

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    36/49

    36

    gravidarum yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu meliputi

    malaria, tbc dan hepatitis. Persalian sulit yang ditemukan di Rumah Sakit Umum

    Daerah Pringsewu meliputi bayi dengan letak sungsang, kembar dan distosia

    bahu.

    4.1.2 Analisis Univariat

    Table 4.1 Karakteristik subjek penelitian

    No Variabel Frekuensi Persentase (%)

    1 Kejadian asfiksia- Asfiksia 126 40,3

    - Tidak Asfiksia 189 59,7

    2 Usia Kehamilan- Normal 275 87,3- Prematur 40 12,7

    3 Lama Persalinan- Normal 276 87,6- Persalinan Lama 39 12,4

    4 Ketuban Pecah Dini- KPD 97 30,8- Tidak KPD 218 69,2

    5 Preeklamsi dan Eklamsi

    - Preeklamsi dan Eklamsi 43 13,7- Tidak Preeklamsi dan

    Eklamsi272 86,3

    6 Pendarahan Antepartum

    - Pendarahan Antepartum 16 5,1- Tidak Pendarahan

    Antepartum

    299 94,9

    7 Berat Bayi Lahir Rendah

    - BBLR 71 22,5- Tidak BBLR 244 77,5

    8 Infeksi Berat Pada Gravidarum- Infeksi Berat 12 3,8- Tidak Infeksi Berat 303 96,2

    9 Persalinan Sulit- Persalinan Sulit 86 27,3- Persalian Normal 229 72,7

    Jumlah Responden 315 100

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    37/49

    37

    4.1.3 Analisis Bivariat

    Faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum

    di tampilkan pada tabel 4.2. Penelitian menunjukan hasil yang

    bermakna mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum yaitu usia

    kehamilan, lama persalinan, ketuban pecah dini, dan preeklamsi dan

    eklamsi.

    Tabel 4.2 Faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum

    Asfiksia

    Jumlah OR p-value 95%ClAsfiksia

    Tidak

    Asfiksia

    N % N % N %

    Usia Kehamilan

    104 33,0 171 54,3 275 87,3 2.35 0.038 1.37-6.13-Normal

    -Prematur 22 7,0 18 5,7 40 12,7

    Lama Persalinan

    103 32,7 173 55,0 276 87,64.56 0.010 2.10-

    12.47

    -PersalinanNormal

    -Persalinan

    Lama23 7,3 16 5,0 39 12,4

    KPD

    95 30,1 123 39,0 218 69,2 4.17 0.048 1.62-10.76

    -Tidak KPD

    -KPD 31 9,9 66 21,0 97 30,8

    Preeklamsi dan

    Eklamsi

    102 32,3 170 54,0 272 86,32.10 0.023

    1.09-4.03-Tidak

    -Ya 24 7,7 19 6,0 43 13,7

    Pendarahan

    Antepartum116 36,8 183 58,0 299 95,0 2.26 0.045

    0.93-7.42-TidakPendarahan

    -Pendarahan 10 3,2 6 2,0 16 5,0

    BBLR

    94 29,8 150 47,6 244 77,5 1.30 0.322 0.76-2.23-Tidak BBLR

    -BBLR 32 10,2 39 12,4 71 22,5

    Infeksi Berat

    120 38,1 183 58,1 303 96,2 1.52 0.471 0.48-4.83-Tidak Infeksi

    -Infeksi 6 1,9 6 1,9 12 3,8

    Persalinan Sulit

    96 30,5 133 42,2 229 72,7 1,74 0.256 1.44-6.24-Normal

    -Persalinan Sulit 30 9,5 56 17,8 86 27,3

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    38/49

    38

    4.2 Pembahasan

    4.2.1 Hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,038

    sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara asfiksia neonatorum

    dengan usia kehamilan pada bayi baru lahir di RSUD Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Usia kehamilan / masa gentasi merupakan salah satu faktor resiko

    terjadinya asfiksia neonatorum dan sangat berpengaruh pada bayi yang

    akan dilahirkan, umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan,

    misalnya gawat janin atau stress janin saat proses kelahirannya.

    Bayi prematur mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi

    maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan salah satu

    karakteristik bayi preterm ialah pernafasan tidak teratur dan dapat

    terjadi gagal nafas. Adanya hubungan antara usia kehamilan dengan

    kejadian asfiksia neonatorum desebabkan karena pada bayi yang di

    lahirkan sebelum 37 minggu mempunyai organ organ tubuh yang

    belum sempurna sehingga mengalami defisiensikematangan surfaktan

    pada paru- parunya, kemudian menimbulkan kesulitan pada saat

    ventilasi, perkembangan otak yang imatur sehingga kurang kemampuan

    memicu pernafasan dan otot yang lemah sehingga sulit bernafas

    spontan.10

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lintang

    Brillianningtyas. L, Masykur. B dan Novita. C di RSUD dr. A. Dadi

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    39/49

    39

    TjokrodipoBandar Lampung yang menunjukan tedapat variabel yang

    berhubungan secara signifikan antara usia kehamilan dengan asfiksia

    pada bayi baru lahir dengan nilaip-value = 0,002.21

    4.2.2 Hubungan Lama Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,010

    sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara asfiksia neonatorum

    dengan lama persalinan pada bayi baru lahir di RSUD Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu

    maupun anak, beratnya cidera terus meningkat dengan semakin

    lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah

    waktu 24 jam. Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas

    serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi asfiksia akibat partus

    lama itu sendiri. Persalinan yang berlangsung lama dapat menyebabkan

    bayi mengalami hipoksia dikarenakan berkurangnya transport O2 dari

    ibu ke janin, janin mengalami devisiensi O2 dan kelebihan CO2,

    kemudian dapat berlanjut dengan bayi lahir dengan asfiksia

    neonatorum. Hal ini dapat di sebebkan oleh faktor ibu dan atau faktor

    janin seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu dan air ketuban yang

    bercampur mekonium.8,22

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Desfauza. E di

    RSU Dr. Pringadi Medan yang menunjukan tedapat variabel yang

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    40/49

    40

    berhubungan secara signifikan antara persalinan lama dengan asfiksia

    pada bayi baru lahir dengan nilaip-value= 0,015.19

    4.2.3 Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,048

    sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara asfiksia neonatorum

    dengan KPD pada bayi baru lahir di RSUD Pringsewu Kabupaten

    Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Ketuban pecah dini (KPD) adalah selaput ketuban yang pecah

    sebelum adanya tanda persalinan. Ketuban pecah dini pada kondisi

    kepala janin belum masuk pintu atas panggul, dapat menyababkan

    kepala janin terjepit dinding panggul, keadaan sangat berbahaya bagi

    janin. Dalam waktu singkat janin akan mengalami hipoksia hingga

    kematian janin dalam kandungan (IUFD). Hipoksia dan asidosis berat

    yang terjadi sebagai akibat pertukaran oksigen dan karbondioksida

    alveoli kapiler tidak adekuat, terbukti berdampak sangat fatal pada bayi.

    Adanya hubungan antara KPD dengan asfiksia neonatorum karena

    dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya menyebabkan terjadinnya

    oligohidramnion yang menekan tali pusat, sehingga pertukaran gas dan

    transport O2 antara ibu dan janin menjadi terganggu, sehingga terjadi

    hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin

    dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

    gawat.8,23

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    41/49

    41

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widuri, M.R di

    Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiah Bantul yang menunjukan

    tedapat variabel yang berhubungan secara signifikan antara ketuban

    pecah dini dengan asfiksia pada bayi baru lahir dengan nilai p-value =

    0,012.18

    4.2.4 Hubungan Preeklamsi dan Eklamsi Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,023

    sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara asfiksia neonatorum

    dengan preeklamsi dan eklamsi pada bayi baru lahir di RSUD

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Preeklamsia dan eklampsia dapat menyebabkan spasmus pembuluh

    darah dan disertai dengan retensi garam dan air, pada beberapa kasus

    lumenarteriol demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui oleh satu

    sel darah merah saja. Tekanan darah yang meningkat merupakan usaha

    mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat

    tercukupi. Pada preeklampsi juga dijumpai kadar aldosteron yang

    rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan

    normal, aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan

    mengatur retensi air dan natrium. Preeklamsi dan eklamsi akan

    menyababkan aliran darah menuju uterus pada ibu hamil terganngu,

    berkurangnya aliran darah pada uterus menyebabkan berkurangnya

    aliran oksigen ke plasenta kemudian akan berdampak pada gangguan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    42/49

    42

    pertukaran nutrisi dan gangguan pertukaran O2 dari ibu ke janin.

    Spasme arteriola yang mendadak dapat menyebabkan asfiksia berat

    sampai kematian janin. Preeklamsi dan eklamsi menyebabkan

    vasokonstriksi pembuluh darah yang mengakibatkan kurangnya suplai

    darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari

    hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan

    karbon dioksida sehingga terjadi asfiksia neonatorum.13

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ravindran. G.S

    di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang

    menunjukan tedapat variabel yang berhubungan secara signifikan antara

    pre-eklampsi dengan kejadian asfiksia poada bayi baru lahir dengan

    nilaip-value= 0.001.13

    4.2.5 Hubungan Pendarahan Antepartum Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,045

    sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara asfiksia neonatorum

    dengan pendarahan antepartum pada bayi baru lahir di RSUD

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Perdarahan antepartum merupakan suatu kejadian patologis berupa

    perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih.

    Perdarahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu perdarahan

    yang ada hubungannya dengan kehamilan (plasenta previa, solusio

    plasenta, pecahnya sinus marginalis, dan perdarahan vasa previa) dan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    43/49

    43

    perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan (pecahnya

    varises, perlukaan serviks, keganasan serviks, dll). Perdarahan

    antepartum yang berhubungan dengan kehamilan harus segera

    dilakukan tindakan agar tidak berakibat fatal bagi ibu dan janinnya,

    sedangkan perdarahan antepartum yang tidak berhubungan dengan

    kehamilan tidak membahayakan janin tapi hanya memberatkan ibu.

    Pendarahan antepartum dapat menyebabkan anemia dan syok yang

    menyebabkan keadaan ibu semakin jelek, keadaan ini yang

    menyebabkan anemia pada janin dan asfiksia neonatorum.5

    Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Desfauza. E di

    RSU Dr. Pringadi Medan yang menunjukan tedapat variabel yang

    berhubungan secara signifikan antara pendarahan antepartum dengan

    asfiksia pada bayi baru lahir dengan nilaip-value = 0,033.19

    4.2.6 Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,322

    sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asfiksia

    neonatorum dengan BBLR pada bayi baru lahir di RSUD Pringsewu

    Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir

    kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. BBLR dapat di

    bagi menjadi dua kategori yaitu prematuritas murni dan dismaturitas.

    Disebut Prematuritas murni jika masa gestasinya kurang dari 37

    minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    44/49

    44

    gestasinya, biasa pula disebut neonatus kurang bulan sesuai masa

    kehamilan. Dismaturitas ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari

    berat badan seharusnya untuk masa gestasinya, artinya bayi mengalami

    retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk

    masa kehamilannya. Hipoksia sering di temukan pada bayi dengan berat

    lahir rendah, kejadian ini umumnya telah di mulai sejak janin dalam

    kandungan berupa gawat janin atau stress janin pada waktu proses

    kelahiran, akibatnya bayi mengalami asfiksia. Asfiksia terjadi

    umumnya karena belum matangnya paru-paru dan kekurangan bahan

    surfaktan yang berfungsi mempertahankan mengembangnya gelembung

    paru. 11

    Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyo. A.B,

    Darmawan dan Soeroyo. M di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap

    mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara berat bayi lahir

    rendah dengan asfiksia pada bayi baru lahir dengan nilai p-value =

    0,030.20

    Perbedaan hasil penelitian dapat di sebabkan oleh beberapa hal

    diantaranya adalah karena proporsi sampel bayi dengan asfiksia

    neonatorum dan kesalahan dari peneliti (kesalahan pengambilan

    sampel, kesalahan teknik analisis atau kesalahan menginput data).

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    45/49

    45

    4.2.7 Hubungan Infeksi Berat Pada Gravidarum Dengan Kejadian

    Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,471

    sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asfiksia

    neonatorum dengan infeksi berat pada bayi baru lahir di RSUD

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Plasenta merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya,

    plasenta juga berfungsi sebagai Barrier (penghalang) terhadap

    bakteri, parasit dan virus. Karena itu jika ibu terinfeksi parasit, bakteri

    atau virus maka akan mengikuti peredaran darah sehingga akan

    ditemukan pada plasenta bagian maternal. Bila terjadi kerusakan pada

    plasenta, parasit, bakteri maupun virus dapat menembus plasenta dan

    masuk kesirkulasi darah janin. Janin yang terinfeksi parasit, bakteri

    ataupun virus terutama parasit malaria yang masuk melalui plasenta

    dapat merusak hampir 65% eritrosit janin yang akan menyebabkan

    anemia janin, hipoksia dan meningkatkan kemungkinan bayi

    mengalami asfiksia saat dilahirkan. Infeksi berat pada gravidarum

    meliputi penyaki-penyakit infeksi seperti malaria, TBC, sivilis dan

    HIV.24

    Belum ditemukan penelitian sebelumnya mengenai hubungan

    infeksi berat pada gravidarum dengan kejadian asfiksia neonatorum

    pada bayi baru lahir.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    46/49

    46

    4.2.8 Hubungan Persalinan Sulit Dengan Kejadian Asfiksia

    Hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,256

    sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asfiksia

    neonatorum dengan persalinan sulit pada bayi baru lahir di RSUD

    Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013.

    Distosia adalah persalinan abnormal atau sulit yang di tandai

    dengan melambatnya atau tidak adanya kemajuan dalam proses

    persalinan dalam satuan waktu tertentu. Persalinan sulit dapat di

    sebebkan oleh beberapa hal seperti bayi dengan letak sungsang,

    kembar, dan distosia bahu. Janin dengan letak sungsang dapat

    meningkatkan resiko cidera dan putusnya tali pusat yang berarti

    terputusnya suplai darah dari ibu ke janin, dan berdampak terputusnya

    suplai nutrisi dan pertukaran oksigen dari ibu ke janin, hal tersebut

    dapat mengakibatkan hipoksia janin dan bayi terlahir dengan asfiksia

    neonatorum. Persalinan sulit meliputi letak sungsang, kembar, distosia

    bahu, ekstraksi vakum, forsep.10,24

    Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Desfauza. E di

    Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan mengatakan bahwa ada

    hubungan yang bermakna antara persalinan sulit dengan asfiksia pada

    bayi baru lahir dengan nilaip-value = 0,026.19

    Perbedaan hasil penelitian dapat di sebabkan oleh beberapa hal

    diantaranya adalah proporsi sampel bayi dengan asfiksia neonatorum,

    kesalahan dari peneliti (kesalahan pengambilan sampel, kesalahan

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    47/49

    47

    teknik analisis atau kesalahan menginput data), penegakan diagnosis

    dini dan tepat, dan penatalaksanaan yang tepat saat persalinan.

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    48/49

    48

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor

    yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di

    RSUD Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung tahun 2013 terhadap

    315 responden, dapat disimpulkan bahwa :

    1. Bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum dengan presentase

    40,3% lebih rendah dibandingkan dengan bayi baru lahir yang tidak

    mengalami asfiksia neonatorum dengan presentase 59,7%.

    2. Ada hubungan antara usia kehamilan, lama persalinan, ketuban pecah dini,

    dan preeklamsi dan eklamsi dengan kejadian asfiksia neonatorum pada

    bayi baru lahir.

    3. Tidak ada hubungan antara pendarahan antepartum, berat bayi lahir

    rendah, infeksi berat pada gravidarum, dan persalinan sulit dengan

    kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

    5.2 Saran

    1. Bagi Institusi Kesehatan

    Disarankan petugas kesehatan di rumah sakit, puskesmas, ataupun bidan

    praktek swasta agar dapat lebih waspada terhadap ibu yang mengalami

    usia kehamilan kurang dari 37 minggu, ketuban pecah dini, dan preeklamsi

    48

  • 8/21/2019 asfiksia 1-5

    49/49

    49

    dan eklamsi karena dapat beresiko tinggi bayi lahir dengan asfiksia

    neonatorum.

    2. Bagi Masyarakat

    Disarankan bagi ibu yang sedang mengandung dapat memeriksakan

    kandungannya secara rutin untuk mengurangi resiko bayi terlahir dengan

    asfiksia neonatorum dan mengurangi kemungkinan komplikasi yang

    terjadi akibar asfiksia neonatorum.

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan menggunakan faktor-

    faktor yang lain dan mensosialisasikan faktor-faktor tersebut guna

    menambah informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan asfiksia.