20
PENDAHULUAN Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal abdomen. Asites biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yang mungkin sebelumnya bersifat subklinis. Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis tetapi dapat pula disebabkan penyakit lain. Pengelompokan Berdasarkan kuantitasnya ada 3 tingkatan: Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi Secara klinis, asites dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat: Asites eksudatif Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada tuberculosis) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi protein, tinggi LDH, ph rendah (<7,3), rendah kadar gula, disertai peningkatan sel darah putih. 1

ASITES

Embed Size (px)

Citation preview

PENDAHULUAN

Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal abdomen. Asites

biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yang mungkin sebelumnya

bersifat subklinis. Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis tetapi dapat

pula disebabkan penyakit lain.

Pengelompokan

Berdasarkan kuantitasnya ada 3 tingkatan:

Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG

Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness

Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi

Secara klinis, asites dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat:

Asites eksudatif

Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada

tuberculosis) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi protein, tinggi

LDH, ph rendah (<7,3), rendah kadar gula, disertai peningkatan sel darah putih.

Beberapa penyebab dari asites eksudatif: keganasan (primer maupun metastasis),

infeksi (tuberkulosis maupun peritonitis bakterial spontan), pankretitis, serositis, dan

sindroma nefrotik.

Asites transudatif

Terjadi pada sirosis akibat hipertensi portal dan perubahan bersihan (clearance)

natrium ginjal, juga bisa terdapat pada konstriksi perikardium dan sindroma nefrotik.

Transudat merupakan cairan dengan kadar protein rendah (<30g/L), rendah LDH, pH

tinggi, kadar gula normal, dan sel darah putih kurang dari 1 sel per 1000 mm³.

Beberapa penyebab dari asites transudatif: sirosis hepatis, gagal jantung, penyakit

vena oklusif, perikarditis konstruktiva, dan kwashiorkor.

1

PATOGENESIS

Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :

Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom

Budd-Chiari),obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif, penyakit

jantung kongestif.

Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan

gangguan sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein lossing

enteropathy

Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis

bakteri, penyakit keganasan pada peritonium.

Kebocoran cairan di cavum peritoneal:Bile ascites, pancreatic ascites

(secondary to a leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites.

Micellanous : Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic

hemodialysis

Patofisiologi asites

Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati

dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga

melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori

vasodilatasi perifer.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan

vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi

sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi

dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya

vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll).

2

Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan

peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin

menetap.  Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama

di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum

dan selanjutnya menyebabkan asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga

akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer

dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons

terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan

sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu

akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan

reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di

rongga tubuh.

3

Penyakit yang mendasari asites

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang

mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka

penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada

peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi

(peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma

peritoneal dll.

GEJALA KLINIS

Derajat  Asites dapat ditentukan secara semikuantitatif sebagai berikut :

Tingkatan 1  : bila terdeteksi dengan pemeriksaan fisik yang sangat teliti.

Tingkatan 2 : mudah diketahui dengan pemeriksaan fisik biasa tetapi dalam

jumlah cairan yang minimal.

Tingkatan 3 :  dapat dilihat tanpa pemeriksaan fisik khusus akan tetapi

permukaan abdomen  tidak tegang.

Tingkatan 4 : asites permagna.

Gejala-gejala (symptoms) yang biasanya menyertai asites antara lain:

1.Merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety).

2.Mual (nausea).

3.Nafas pendek/sesak (shortness of breath).

4.Nyeri perut (abdominal pain).

5.Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada, pyrosis (heartburn).

6.Pembengkakan kaki (leg swelling).

7.Peningkatan berat badan (weight gain).

8.Sesak nafas saat berbaring (orthopnea).

9.Ukuran perut membesar (increased abdominal girth).

4

DIAGNOSIS

Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut:

-  Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut

-  Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena,lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll

-  Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

-  Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma

-  Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi

-  Shifting dullnes, pudle sign

-  Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau

parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat

mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada

cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb:

-  Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan, 

warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll.

-  Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada

hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi

protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl)

menunjukkan asites transudat.

5

-  Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk

menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.

-  Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Pemeriksaan fisik :

a. Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (compos

mentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,

kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak

langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia

menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.

b. Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari

keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala

sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen,

limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,

perkusi), disamping itu juga penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan berat badan karena

cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan

nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan.

Hal-hal yang seringkali ditemukan pada penderita asites:

1.Kulit kekuningan, ikterus (jaundice)

Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penyakit hati meliputi ikterik,

palmar eritem, perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu,

6

leher, dada, pinggang, caput medusa dan tubuh bagian bawah, perlunya

diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada

pria, bisa juga ditemukan hemoroid.

2.Demam (fever)

3.Distensi perut (abdominal distention)

4.Distensi vena jugularis (jugular venous distention)

Peningkatan cairan v.jugularis menunjukan penyebab utamanya dari jantung.

5.Ensefalopati (encephalopathy)

6.Hernia umbilikalis (umbilical hernia)

Nodul kenyal pada daerah umbilikus yang disebut sister mary joseph nodul,

jarang ditemukan tetapi umumnya menggambarkan adanya Ca peritoneal juga

berasal dari keganasan pada gaster, pankreas, atau keganasan hati primer. Nodul

patologis supraclavicula sebelah kiri (virchow nodul) menunjukan adanya

keganasan pada daerah abdominal bagian atas.

7.Pembengkakan penis dan skrotum (penile and scrotal edema)

8.Pembesaran hati/hepar (hepatomegaly)

Pada palpasi hati sulit teraba jika terdapat asites dalam jumlah yang

banyak, tapi umumnya hati membesar. perkiraan besar hati, bila ditemukan

hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil

prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati

tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati

9.Pembesaran limpa/lien (splenomegaly)

Pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :

- Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus

(S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)

- Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

10.Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding)

11.Perut membesar (bulging flanks)

7

12.Timpani pada puncak asites

13.Fluid wave

14.Shifting dulness

Ketika jumlah cairan pertoneal sebanyak 500 ml asites dapat ditunjukan

dengan pemeriksaan shifting dullness positif.

15.Puddle sign

Puddle sign menunjukan terdapat sebanyak 120 ml cairan.

Pasien dengan penyakit jantung atau SN menunjukan anasarka.

Pemeriksaan Penunjang

Foto thorax  dan  foto polos abdomen (BOF)

Elevasi diaphragma, pada 80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar

terdorong ke sisi medial dinding abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan

dalam rongga rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan

densitas yang sama pada kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut ”dog’s

ear” atau  “Mickey Mouse” appearance. Caecum dan colon ascenden tampak

terletak lebih ke medial dan  properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral

merupakan gambaran yang tampak pada lebih dari 90% pasien dengan asites.

Ultrasonografi

Volume cairan asites kurang dari 5-10 mL dapat terdeteksi.

Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau

keganasan.

CT scan

8

Asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT scan.

Cairan asites dalam jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik

sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian posterior (kantung Morison), dan

kantung Douglas.

Parasentesis abdomen

Analisis cairan asites dilakukan pada onset awal asites, tindakan tersebut

memerlukan rawat inap untuk observasi.

Analisis cairan asites :

1. Perbedaan kadar albumin serum-asites  (SAAG)

2. Kadar amilase, meningkat pada asites gangguan pankreas.

3. Kadar trigliserida meningkat pada chylous asites.

4. Lekosit lebih dari 350/mikroliter merupakan tanda infeksi. Dominasi

polimorfonuklear, kemungkinan infeksi bakteri. Dominasi mononuklear,

kemungkinan infeksi tuberkulosis atau jamur.

5. Eritrosit lebih dari 50.000/mikroliter menimbulkan dugaan malignancy,

tuberkulosis atau trauma.

6. Pengecatan gram dan pembiakan untuk konfirmasi infeksi bakterial.

7. Apabila pH < 7: tanda suatu infeksi bakterial.

8. Pemeriksaan sitologis pada keganasan.

SAAG (perbedaan kadar albumin serum-kadar albumin asites) berhubungan

langsung dengan tekanan portal: bila lebih besar atau sebesar 1.1 g/dl, hipertensi

portal (transudative ascites); SAAG kurang dari 1.1 g/dl bukan hipertensi portal

(exudative ascites).

9

Tipe asites sesuai dengan SAAGTinggi ( > or = 1.1 g/dl) Rendah ( < 1.1 g/dl)

-Sirosis  Hepatitis alkohol  -Gagal jantung

  -Gagal hati fulminan

  -Trombosis vena porta

-Tumor peritonium  -Asites pankreas - Asites bilier

  -TBC peritonium

  -Sindrom nefrotik

 - Obstruksi usus

Tatalaksana asites

Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat

beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:

-  Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan

menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun.

Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama

beberapa jam setelah minum diuretika

-  Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.

-  Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton.

Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari.

-  Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap

liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin

sebanyak 6-8 gram.

10

-  Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit

hati, dll.

Terapi

Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah

garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi

atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium

turun hingga < 120 mmol perliter.

Dalam melakukan terapi pada asites refraktori perlu diperhatikan mengenai

durasi pengobatan, respon yang lambat, kekambuhan asitesyang cepat, serta

komplikasi yang dipicu oleh pemberian diuretika. Pilihan terapi untuk asites

refraktoriadalah, terapi paracentesis, TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic

shunting), peritoneovenus shunts, dan transplantasi hati.

Terapi paracentesis merupakan pengobatan lini pertama untuk asites refraktori

karena penerimaannya yang luas di kalangan medis. Prosedur ini merupakan

pengulangan pemberian large volume paracentesis (LVP) ditambah albumin.

Pemberian LVP 5 L/hari dengan infus albumin (6-8 g/l ascites yang dibuang) lebih

efetif mengeliminasi asites dan menghasilkan komplikasi yang minimal jika

dibandingkan dengan terapi diuretika.

Kombinasi paracentesis dengan infus albumin ini juga menyingkat masa

perawatan di rumah sakit. Tindakan paracentesis dapat dilakukan tiap 2 hingga 4

pekan tanpa keharusan opname. Namun tindakan ini tidak berarti menghilangkan

kebutuhan akan diuretic (spironolakton atau furosemida), karena kekambuhan asites

bisa ditunda pada pasien yang menerima diuretik pascaparacentesis. Hipovolemia

pascaparacentesis efektif bisa dicegah dengan pemberian albumin dibandingkan

pemberian plasma sintetik ekspander.  

Sesudah paracentesis, pasien harus melakukan diet sodium rendah (70-90

mmol/hari). Pasien yang menerima diuretika dosis tinggi harus mengecek kadar

sodium pada urine, jika kurang dari 30 mEq/hari maka pemberian diuretika harus

11

dihentikan. Komplikasi pada asites refraktori yang tidak diintervensi dengan

pengobatan akan berkembang menjadi infeksi SBP (spontaneous bacterial

peritonitis), sindrom hepatorenal, hepatic encephalopathy, dan kerusakan fungsi

sirkulasi.                              

Kondisi hipoalbuminemia kerap dijumpai pada sirosis hati. Hal ini disebabkan

oleh  penurunan  mekanisme sintesa karena disfungsi liver atau diet protein rendah,

peningkatan katabolisme albumin, serta adanya asites. Albumin sendiri disintesa

secara lengkap pada organ hati. 

Indikasi terapi albumin pada sirosis hati adalah adanya asites, sindrom

hepatorenal, adanya SBP, dan kadar albumin di bawah 2,5 g%. Penggunaan albumin

dimaksudkan untuk memelihara colloid oncotic pressure (COP), mengikat dan

menyalurkan obat, dan sebagai penangkap radikal bebas. Albumin juga memiliki efek

antikoagulan, efek prokoagulatori, efek permeabilitas vaskular, serta ekspansi volume

plasma.

Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah

garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi

atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium

turun hingga < 120 mmol perliter.

Obat

Kombinasi spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites

dalam waktu singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah 1-3 mg/kg/24 jam

dibagi 2-4 dosis  dan furosemid sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat

ditingkatkan sampai 6 mg/kgBB/dosis. Pada asites yang tidak  memberi respon

dengan pengobatan diatas dapat dilakukan cara berikut :

1. Parasentesis

2. Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver

3. Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus

12

Paracentesis

Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak

adalah sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin intravena

untuk tiap 1 liter cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan volume plasma

dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Monitoring

Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta

pemasukan dan pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat

diperkirakan dengan monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan

cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari

penurunan berat badan. Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema

perifer adalah keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg

per hari.

Diet

Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah

diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien

rawat jalan. Untuk itu pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88

mmol/hari). Retriksi cairan tidak diperlukan kecuali pada kasus asites dengan serum

sodium level turun di bawah 120 mmol/L.

Komplikasi

Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu

peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat

aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati,

serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.

13

14