9
ASKEP ATRESIA ANI ASKEP ATRESIA ANI TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Atresia Ani Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus 2. Membran anus yang menetap 3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam jarak dari peritoneum 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung 2. Etiologi Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. 3. Patofisiologi Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena : 1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit

Askep Atresia Ani

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Askep Atresia Ani

Citation preview

Page 1: Askep Atresia Ani

ASKEP ATRESIA ANI

ASKEP ATRESIA ANI

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau

keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian

entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau

sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan

rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L.

Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah

kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau

organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat

yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan

sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat

terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.

Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu

memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2. Membran anus yang menetap

3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-

macam jarak dari peritoneum

4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung 

2. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal

serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

3. Patofisiologi

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan

pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan

pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4) Berkaitan dengan sindrom down

5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak

Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara

ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel

ke saluran kencing atau saluran genital

Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya

Page 2: Askep Atresia Ani

Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling

jauh 1 cm.

Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum

Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

4. Manifestasi Klinis

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7) Perut kembung.

(Betz. Ed 7. 2002)

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Asidosis hiperkioremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang.

- Eversi mukosa anal

- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Ngustiyah, 1997 : 248)

6. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

(Wong, Whaley. 1985).

7. Penatalaksanaan Medis

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi

gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir,

kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal)

dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk

memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga

memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan

ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila

ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal

membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel

b. Pengobatan

1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus

Page 3: Askep Atresia Ani

(pembuat anus permanen)

(Staf Pengajar FKUI. 205)

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada

gangguan ini.

b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan

udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong

rectal.

d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai

melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut

dianggap defek tingkat tinggi.

f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus

dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara

berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada

anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan

bayangan udara tertinggi dapat diukur.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI

1. Pengkajian

1) Biodata klien

2) Riwayat keperawatan

a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

3) Riwayat psikologis

Koping keluarga dalam menghadapi masalah

4) Riwayat tumbuh kembang

a. BB lahir abnormal

b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma

saat sakit

c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

5) Riwayat sosial

Hubungan sosial

6) Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa Keperawatan

Dx Pre Operasi

1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur

perawatan.

Dx Post Operasi

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Page 4: Askep Atresia Ani

3. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa Pre Operasi

Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

Penurunan distensi abdomen.

Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

Output urin 1-2 ml/kg/jam

Capillary refill 3-5 detik

Turgor kulit baik

Membrane mukosa lembab

Intervensi :

1. Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur

perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

Klien tidak lemas

Intervensi :

1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran

pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

b. Diagnosa Post Operasi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi :

1. Gunakan kantong kolostomi yang baik

2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong

Page 5: Askep Atresia Ani

3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.

Intervensi :

1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.

2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. Evaluasi

Pre Operasi Post operasi

1. Tidak terjadi konstipasi

2. Defisit volume cairan tidak terjadi

3. Lemas berkurang 1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi

2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester

(Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Entri ini dituliskan pada April 11, 2009 pada 9:23 am dan disimpan dalam Askep. Bertanda: Keperawatan

Anak. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa

tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri. 

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/

Satu Tanggapan ke “Askep Atresia Ani Pada Anak”

1. 

beatrix berkata

Agustus 14, 2009 pada 6:37 am 

makasih pak hidayat.

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

A. Pengertian

Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi

anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus

2. Membran anus menetap

3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum

4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula

rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius.

Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra

serta jarang rektoperineal.

B. Pathofisiologi

C. Ganbaran Klinik

Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan

Page 6: Askep Atresia Ani

indikasi beberapa abnormalitas:

1. Tidak adanya apertura anal

2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal

3. Muntah dengan abdomen yang kembung

4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus

dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat

juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau

jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum.

Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

artikel disini :http://blog.ilmukeperawatan.com

D. Pemeriksaan Penunjang

1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus

2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi

akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius

3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

E. Penatalaksanaan

? Medik:

1. Eksisi membran anal

2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi

sekaligus

? Keperawatan

Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat

diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan

anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan

perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan

kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria

2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria

3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi

6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

G. Path Ways

G. Intervensi

DP Tujuan Intervensi

Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria

Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)

Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH:

? Pasien dapat BAK dengan normal

? idak ada perubahan pada jumlah urine

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:

Page 7: Askep Atresia Ani

? Nyeri berkurang

? Pasien merasa tenang

Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :

? Pasien tidak mengalami penurunan berat badan

? Turgor pasien baik

? Pasien tidak mual, muntah

? Nafsu makan bertambah

Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:

? Nyeri berkurang

? Pasien merasa tenang

? Tidak ada perubahan tanda vital

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan

KH:

? Mempertahankan integritas kulit

? Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit

? Mengindentifisikasi faktor resiko individu • Kaji pola eliminasi BAK pasien

• Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

• Selidiki keluhan kandung kemih penuh

• Awasi/observasi hasil laborat

• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

• kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien

• Ajarkan teknik relaksasi distraksi

• Berikan posisi yang nyaman pada pasien

• Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian

• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

• Kaji KU pasien

• Timbang berat badan pasien

• Catat frekuensi mual, muntah pasien

• Catat masukan nutrisi pasien

• Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi

• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu

• Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien

• Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi

• Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma

• Ajarkan teknik relaksasi, distraksi

• Bantu melakukan latihan rentang gerak

• Awasi adanya kekakuan otot abdominal

• Kolaborasi pemberian analgetik

• Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong

• Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong

• Berikan perlindungan kulit yang efektif

• Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin

• Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma

• Kolaborasi dengan ahli terapi.

http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-atresia-ani.html

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: Askep Atresia Ani

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.

Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing

and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC

Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.