Upload
dena-oxsz
View
46
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit kanker kulit dewasa ini cenderung mengalami peningkatan jumlahnya terutama
di kawasan Amerika, Australia dan Inggris. Berdasarkan beberapa penelitian, mereka
orang-orang kulit putih yang lebih banyak menderita jenis kanker kulit ini. Hal tersebut
diprediksikan sebagai akibat seringnya mereka terkena (banyak terpajan) cahaya
matahari. Di Indonesia penderita kanker kulit terbilang sangat sedikit dibandingkan ke-3
negara tersebut, namun demikian kanker kulit perlu dipahami karena selain menyebabkan
kecacatan (merusak penampilan) juga pada stadium lanjut dapat berakibat fatal bagi
penderita.
Kanker ini dapat dilihat secara visual langsung dan dengan mengadakan pemeriksaan
biopsi, diagnosis dapat ditegakkan dengan cepat. Oleh karena itu sebelumnya kanker kulit
dapat dideteksi secara dini. Tetapi kenyataannya masih banyak pasien datang berobat
untuk kanker kulit berada dalam stadium lanjut, disertai kerusakan-kerusakan setempat
yang sulit diobati atau dengan anak sebar. Hal ini sangat disayangkan oleh karena kalau
dideteksi sedini mungkin dapat segera dilakukan tindakan pengobatan, maka hasilnya
akan sangat memuaskan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai tanda-tanda dini dari
kanker kulit sangat penting, baik untuk pasien, maupun untuk para praktisi dokter dan
petugas kesehatan.
Jenis tumor ganas kulit yang banyak ditemukan diseluruh dunia ialah karsinoma sel basal
(basalioma), karsinoma sel skuamosa, yang tergolong non melanoma dan melanoma
maligna. Karsinoma sel basal adalah paling umum. Di Amerika, sekitar 800.000 orang
mengidap kanker ini setiap tahun, 75% kanker kulit adalah kanker sel basal. Karsinoma
sel skuamosa juga didapati pada 200.000 orang Amerika setiap tahun. Melanoma adalah
yang paling jarang dijumpai tetapi menyebabkan paling banyak kematian. Menurut
WHO, sebanyak 160.000 orang mengidap melanoma setiap tahun dan sebanyak 48.000
kematian dilaporkan setiap tahun. Kanker merupakan penyebab kematian yang ke enam
di Indonesia, sedangkan pada negara-negara maju merupakan penyebab kematian yang
kedua setelah penyakit-penyakit kardiovaskuler. Kanker diderita oleh semua golongan
masyarakat. Golongan social yang ekonominya kurang umumnya berobat pada stadium
lanjut, sehingga sangat sukar untuk menyembuhkannya walaupun dengan cara-cara
pengobatan yang mutakhir seperti sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Dasar
A. Definisi
Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari pertumbuhan
neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit (Graham, R, 2005). Pertumbuhan tumor
ini lambat, dengan beberapa macam pola pertumbuhan sehingga memberikan gambaran
klinis yang bervariasi, bersifat invasif, serta jarang mengadakan metastasis (Nila,2005).
Basalioma adalah merupakan kanker kulit yang timbul dari lapisan sel basal epidermis
atau folikel rambut ; yang paling umum dan jarang bermetastasis ; kekambuhan umum
terjadi (Brunner and Suddarth, 2000).
Kanker kulit adalah proses keganasan yang timbul dipermukaan kulit dan berasal dari sel
epitel, sel pluripotensial atau dari sel melanin di dalam kulit. Tumor ganas kulit
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak
terkendali, dapat merusak jaringan di sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh
yang lain. Karena kulit terdiri atas beberapa jenis sel, maka kanker kulit juga bermacam-
macam sesuai dengan jenis sel yang terkena.
B. Etiologi
Lebih dari 90 % penyebab basalioma yaitu terpapar sinar matahari atau penyinaran
ultraviolet lainnya. Sering muncul usia > 40 tahun. Faktor resiko lainnya :
Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang, mata biru atau hijau dan rambut
pirang atau merah).
Pemaparan sinar X yang berlebihan.
Senyawa kimia arsen
Trauma
Ulkus kronis (Marwali, 2000)
C. Patofisiologi
Basalioma merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan. Basalioma berasal dari
sel epidermis sepanjang lamina basalis. Kanker sel basal terjadi pada daerah terbuka yang
biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Untungnya tumor ini
jarang sekali bermetastasis. Pasien dengan kanker sel basal tunggal lebih mudah
mendapat kanker kulit.
Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogen adalah sinar yang panjang
gelombangnya, bekisar antara 280 samapi 320 mm. Spektrum inilah yang membakar dan
membuat kulit menjadi cacat. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat kanker sel basal
harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung untuk menghindari sinar
karsinogen yang terdapat di dalam sinar matahari.
Penyebab lain basalioma adalah riwayat pengobatan, radiologi, sebelumnya untuk
menyembuhkan penyakit kulit lain. Sinar ultraviolet panjang (UVA) yang dipancarkan
oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari juga merusak
epidermis dan di anggap sebagai karsinogen. Tumor ini ditandai oleh nodul eritromatosa,
halus dan seperti mutiara, bagian tengah mengalami ulserasi dan perdarahan, meninggi
dan memiliki pembuluh telangiektatik pada permukannya.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang menyertai penyakit basalioma adalah predileksinya terutama pada
wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial, daerah periorbital), leher. Meskipun jarang
dapat pula dijumpai pada lengan, tangan, badan, tungkai, kaki dan kulit kepala. Gambaran
klinik basalioma bervariasi terbagi menjadi 5 bentuk :
1. Tipe Nodulo-ulseratif, termasuk ulkus rodens, merupakan jenis yang paling sering
dijumpai. Lesi biasanya tampak sebagai lesi tunggal. Paling sering mengenai wajah,
terutama pipi, lipat nasolabial, dahi dan tepi kelopak mata. Pada awalnya tampak
papul atau nodul kecil, transparan seperti mutiara, berdiameter kurang dari 2 cm,
denggan tepi meninggi. Permukaannya tampak mengkilat, sering dijumpai adanya
teleangiektasis dan kadang-kadang dengan skuama yang halus atau krusta tipis.
Berwarna seperti mutiara, kadang-kadang seperti kulit normal sampai eritem yang
pucat. Lesi membesar secara perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi
cekung, meninggalkan tepi yang meninggi, keras. Jika terabaikan, lesi-lesi ini akan
mengalami ulserasi (disebut ulkus rodens), dengan destruksi jaringan di sekitarnya.
2. Tipe Berpigmen, gambaran klinisnya sama dengan yang tipe nodulo-ulseratif.
Bedanya, pada jenis ini berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen,
yang secara klinis dapat menyerupai melanoma.
3. Tipe Morfea atau fibrosing atau sklerosing, biasanya terjadi pada kepala dan leher.
Lesi tampak sebagai plak sklerotik yang cekung, berwarna putih kekuningan dengan
batas tidak jelas. Lesi tampak sebagai bercak sklerodermatosa dan tidak member
kesan karsinoma sel basal bila dilihat oleh mata yang tidak berpengalaman.
Pertumbuhan perifer diikuti oleh perluasan sklerosis di tengahnya.
4. Tipe Superfisial, lesi biasanya multipel, mengenai badan. Secara klinis tampak
sebagai plak transparan, eritematosa sampai berpigmen terang, berbentuk oval sampai
ireguler dengan tepi berbatas tegas, sedikit meninggi, seperti benang atau kawat.
Biasanya dihubungkan dengan ingesti arsenik kronis.
5. Tipe Fibroepitelioma, paling sering terjadi pada punggung bawah. Secara klinis, lesi
berupa papul kecil yang tidak bertangkai atau bertangkai pendek, dengan permukaan
halus atau noduler, dengan warna yang bervariasi.
Disamping itu terdapat pula 3 sindroma klinis, dimana epitelioma sel basal berperan
penting, yaitu:
1. Sindroma Epitelioma Sel Basalnevoid, dikenal pula sebagai sindroma Gorlin-Goltz.
Merupakan kelainan autosomal dominan dengan penetrasi yang bervariasi, ditandai
oleh 5 gejala mayor yaitu :
Karsinoma sel basal multipel yang terjadi pada usia muda.
Cekungan-cekungan pada telapak tangan dan telapak kaki.
Kelainan pada tulang, terutama tulang rusuk.
Kista pada tulang rahang.
Kalsifikasi ektopik dari falks serebri dan struktur lainnya.
Disamping gejala mayor ini, dijumpai banyak kelainan sistem organ multipel yang
berhubungan dengan sindroma ini.
2. Nevus sel basal unilateral linier, merupakan jenis yang sangat jarang dijumpai. Lesi
berupa nodul dan komedo, dengan daerah atrofi bentuk striae, distribusi zosteriformis
atau linier, unilateral. Lesi biasa dijumpai sejak lahir dan lesi ini tidak meluas dengan
meningkatnya usia.
3. Sindroma bazex, sindroma ini digambarkan pertama kalinya oleh Bazex, diturunkan
secara dominan, dengan cirri khas sebagai berikut :
Atrofoderma folikuler, yang ditandai oleh folikuler yang terbuka lebar, seperti ice-
pick marks, terutama pada ekstremitas.
Epitelioma sel basal kecil, multipel pada wajah, biasanya timbul pertama kali pada
saat remaja atau awal dewasa. Namun kadang-kadang dapat juga timbul pada
akhir masa anak-anak.
Disamping itu dapat pula dijumpai anhidrosis lokal atau hipohidrosis generalisata,
hipotrikosis kongenital pada kulit kepala dan daerah lainnya.
Gambar penderita basalioma :
E. Histopatologi
Banyak gambaran patologi yang berbeda yang ditemukan pada karsinoma sel basal,
namun semuanya menunjukkan proliferasi sel-sel dengan inti basofilik yang relatif besar
dan sitoplasma yang tidak penuh.
Tipe Nodulo-ulseratif, menunjukkan massa ireguler dari sel-sel basaloid yang terletak
dalam dermis, dengan sel-sel paling atas membentuk lapisan palisade di tepinya. Ciri
khas stroma disekelilingnya memperlihatkan reaksi fibrosa. Lesi-lesi ini dapat
berdiferensiasi ke struktur adneksa yang mirip struktur imatur dari folikel, kelenjar
atau sebaseus.
Tipe Berpigmen, tipe ini melanin tampak dalam stroma dan sel-sel tumor.
Tipe Sklerosing, gambaran yang menonjol adalah stroma fibrotik padat yang hanya
mengandung sedikit sel tumor dalam bentuk untaian-untaian sempit.
Tipe Superfisial, massa sel-sel basaloid meluas ke dalam dermis superficial, tetapi
tetap berhubungan dengan epidermis di atasnya.
Tipe Fibroepitelial, menunjukkan fibrosis stroma yang menonjol, dan tampak untaian-
untaian anastomosis tipis yang panjang dari sel-sel basaloid yang meluas dari
permukaan epidermis.
Gambar lapisan kulit dibawah mikroskop :
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Baughman, CD & Hackley J.C, 2000, pemeriksaan diagnostik yang biasa
dilakukan pada penderita. Basalioma adalah :
Evaluasi histologist
Biopsi
G. Terapi
Terdapat banyak alternatif pengobatan pada karsinoma sel basal yaitu :
1. Kuretase dan elektrodesikasi
Keuntungan :
Tehniknya sederhana.
Meninggalkan luka yang teratur dan kering.
Kerugian :
Tidak efektif untuk tumor primer yang luas atau residif.
Tidak didapat konfirmasi batas tepi pembuangan jaringan yang adekuat.
2. Bedah eksisi
Keuntungan :
Penyembuhannya cepat dengan luka yang teratur dan kering.
Dari segi kosmetik baik, memungkinkan pengambilan jaringan tumor secara
menyeluruh dan dapat ditentukan batas eksisi dengan pemeriksaan histopatologi.
Kerugian :
Membutuhkan waktu.
Biaya mahal.
Memerlukan pengalaman yang luas.
Pengambilan jaringan normal dapat berlebihan
3. Radioterapi
Keuntungan :
Bermanfaat pada daerah anatomis yang sulit diterapi dengan metode pembedahan.
Bermanfaat bagi penderita dengan lesi yang luas yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan anestesi umum.
Pada umumnya karsinoma sel basal sangat radio-sensitif.
Kerugian :
Memerlukan peralatan yang mahal.
Memerlukan kunjungan yang berulang kali.
Memberikan efek samping yang signifikan.
4. Bedah beku
Keuntungan :
Tehniknya cepat.
Peralatan yang dibutuhkan sederhana.
Tidak mempengaruhi syaraf, pembuluh darah besar, tulang rawan, dan sistem
saluran air mata.
Bermanfaat pada daerah tumor yang sulit diterapkan dengan metode pengobatan
lainnya, seperti kelopak mata.
Dapat dikombinasi dengan metode lainnya, seperti kuretase.
Dapat digunakan untuk pengobatan tumor yang luas bagi penderita rawat jalan.
Kerugian :
Rasa nyeri dan edema.
Timbul bula, edema, dan lesi yang basah.
Dapat terjadi hipopigmentasi.
Batas tepi tumor perlu ditentukan terlebih dahulu.
Resisten untuk jenis morfea atau jenis adenoid.
5. Bedah mikrografik Mohs
Keuntungan :
Evaluasi histopatologi pada tepi irisan mendekati 100% dibandingkan dengan
tehnik seksi vertikal tradisional.
Dengan analisa tepi irisan yang lengkap dapat diketahui dan ditelusuri semua
fokus-fokus tumor yang masih tertinggal.
Reseksi hanya pada daerah tumor, sehingga dapat menghemat jaringan atau
meminimalkan jaringan yang hilang.
Kerugian :
Memerlukan dokter dan petugas laboratorium histopatologi yang terlatih.
Biayanya mahal.
6. Beberapa cara pengobatan baru meliputi : 5-fluorourasil yang dikombinasi dengan
kuretase ringan; retinoat; interferon; terapi fotodinamik.
Tiap metode tersebut pada umumnya memberikan hasil penyembuhan yang hampir sama
baiknya. Tiap klinik mempunyai cara pengobatan tertentu, sesuai fasilitas dan
pengalamannya masing-masing. Dalam memilih metode pengobatan yang tepat untuk
karsinoma sel basal, perlu diperhatikan beberapa faktor berikut :
a) Faktor penderita : keadaan umum dan usia penderita, sosio-ekonomi penderita.
b) Faktor tumor
Lokasi dan hubungannya dengan jaringan sekitarnya (perlekatan dengan tulang
rawan, tulang, daerah mata, bibir).
Ukuran tumor.
Jenis histologi.
Riwayat tumor (rekurensi, pengobatan sebelumnya).
Terjadinya metastasis.
c) Faktor fasilitas: peralatan yang ada, pengalaman dan keahlian dokter yang mengobati.
d) Faktor metode yang akan digunakan
Mempertimbangkan kemungkinan komplikasi yang terjadi, terutama daerah
wajah.
Memilih metode yang telah dikuasai dengan angka kesembuhan yang tinggi
H. Prognosis
Pengobatan pada karsinoma sel basal primer biasanya memberikan angka kesembuhan
sekitar 95%; sedangkan pada karsinoma sel basal rekuren sekitar 92%.
Dijumpai angka kekambuhan 5 tahun pada metode kuretase dan elektrodesikasi; bedah
eksisi; radioterapi; bedah beku; bedah mikrografik Mohs masing-masing sebesar 7,7%;
10,1%, 8,7%, 7,5%, 1%.
Pengobatan pada karsinoma sel basal rekuren adalah lebih sulit daripada karsinoma sel
basal primer, dan angka kekambuhan setelah dilakukan prosedur yang kedua adalah
tinggi. Pengobatan pilihan pada kasus ini adalah bedah mikrografik Mohs yang memberi
angka kekambuhan 5 tahun sebesar 5,6%; sedang bila dilakukan dengan cara lain sebesar
19,9%.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menurut Barbara Engram (1998), dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pre
dan post operasi umum, data yang perlu dikaji adalah :
a. Data dasar
1. Identitas
Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat
penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.
2. Riwayat penyakit dahulu : Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang
berhubungan dengan keluhan sekarang.
3. Riwayat penyakit sekarang : Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan
klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi, apakah ada
upaya-upaya yang dilakukan.
4. Riwayat kesehatan keluarga : Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit
basalioma atau kanker (Engram, 1998).
5. Data biologis
Pola nutrisi : klien mengalami anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan
(Mayer’s, et, al, 1995).
Pola minum ; Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi, klien puasa total
24 jam (Doenges, et, al, 2002).
Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung masukan cairan
(Brunner & Suddarth, 2002).
Pola istirahat dan tidur : Tidak dapat tidur dalam posisi baring rata pasca
operasi (Doenges, et, al, 1999).
Pola kebersihan : Penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
disebabkan pasca operasi (Tucker, et, al, 1998).
Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari (Brunner and
Suddarth, 2000).
6. Data psikologis
Status emosi : Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan kondisi yang
dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth, 2002).
Gaya komunikasi ; kesulitan berbicara dalam kalimat panjang/perkataan yang
lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges, et, al, 1999).
Pola interaksi ; tidak ada sistem pendukung, pasangan, keluarga, orang
terdekat. Keterbatasn hubunan dengan orang lain, keluarga atau tidak
(Doenges, et, al, 1999).
Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau menyangkal.
7. Data sosial
Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang operasi minim
(Soeparman, et, al, 1998).
Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial merupakan stressor
emosional pernafasan tidak teratur (Brunner & Suddarth, 2002).
Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman berakohol, sering
bergadang (Brunner & Suddarth, 2002).
8. Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual (Brunner & Suddarth,
2002).
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum lemah
2. Kesadaran composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek pembedahan dan
anestesi.
3. Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.
4. Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut.
5. Hidung : pernafasan cuping hidung
6. Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi
pernafasan cepat sampai retraksi.
7. Ekstremitas : ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth, 2002).
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan pre dan
post operatif Basalioma menurut Doenges, et al (2000), adalah sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis berhubungan dengan kurang
informasi.
Diagnosa Keperawatan Post-Operatif
1. Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru, energi
menurun/kelemahan, nyeri.
2. Kekurangan cairan berhbungan dengan hilangnya cairan tubuh.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah
dan kurang nafsu makan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
5. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan Pre-Operatif
Dx 1 : Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
Tujuan : klien dan keluarga tidak cemas lagi.
Kriteria evaluasi :rasa takut dan cemas berkurang sampai hilang.
Intervensi :
1. Kaji status mental termasuk ketakutan pada kejadian isi pikir.
Rasional :pada awal pasien dapat menyangkal dan represi untuk menurunkan dan
menyaring informasi keseluruhan.(Doenges, 2000).
2. Bantu kelurga untuk mengekspresikan rasa cemas dan takut.
Rasional :keluarga mungkin bermasalah dengan kondisi pasien atau merasa
bersalah.(Doenges, 2000).
3. Jelaskan rutinitas rumah sakit meliputi jadwal pemeriksaan, tujuan pengobatan,
dan lingkungan rumah sakit.
Rasional : Gambaran yang akurat tentang prosedur membantu menghilangkan
ansietas dan ketidaktahuan klien.
4. Tunjukkan adanya harapan kesembuhan.
Rasional : Klien yang bereaksi terhadap diagnosis basiloma harus berharap
kesembuhan. Harapan diperlukan untuk mengatasi beratnya beban pengobatan.
5. Tingkatkan aktivitas fisik dan latifan fisik.
Rasional : Aktifitas fisik memberikan pengalihan dan rasa normal. Klien yang
melakukan latihan fisik dapat memperbaiki kualitas hidup.
Dx 2 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan.
Tujuan :klien bisa menerima keadaannya.
Kriteria evaluasi :perasaan negatif tentang diri sendiri tidak terjadi.
Intervensi :
1. Kaji perubahan/kehilangan pada pasien.
Rasional :episode traumatik membuat perasaan kehilangan aktual yang dirasakan.
(Doenges, 2000).
2. Bersikap positif selama pengobatan.
Rasional :meningkatkan hubungan kepercayaan antara pasien dengan perawat.
(Doenges, 2000).
3. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat.
Rasional :meningkatkan perasaan dan memungkinkan respons yang lebih
membantu pasien.(Doenges, 2000).
Dx 3 : Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis penyakit berhubungan
dengan kurang informasi.
Tujuan :klien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria evaluasi :menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Intevensi : :
1. Kaji kemampuan klien untuk belajar.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.(Doenges,2000).
2. Diskusikan harapan klien untuk sembuh.
Rasional :klien seringkali mengalami kesulitan dan memutuskan unuk pulang.
(Doenges,2000).
3. Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit Basalioma.
Rasional :untuk mendeteksi syarat indikatif kepatuhan dan membantu
mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.(Doenges,2000).
Rencana Keperawatan Post-Operatif
Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
Tujuan : nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria evaluasi :Klien akan melaporkan penurunan rasa nyeri dan peningkatan
aktivitas setiap hari. Luka eksisi bedah sembuh setelah post operasi tanpa komplikasi.
Intervensi :
1. Observasi skala nyeri, lama intensitas nyeri.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi derajat nyeri kebutuhan untuk
analgesik (Doenges, 1999).
2. Berikan posisi yang nyaman tidak memperberat nyeri.
Rasional: Mengurangi tekanan pada insisi, meningkatkan relaksasi dalam istirahat
(Doenges, 1999).
3. Beri obat analgesik (diazepam, paracetamol) sesuai terapi medik.
Rasional: Membantu mengurangi nyeri untuk meningkatkan kerjasama dengan
aturan terapeutik (Brunner and Suddarth, 2001).
Dx 2 : Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
Tujuan : meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi.
Kriteria evaluasi : luka bersih tidak tanda-tanda infeksi
Intevensi :
1. Observasi luka, catat karakteristik drainase.
Rasional:Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama,
dimana infeksi dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada tipe penutupan luka
(misal penyembuhan pertama atau kedua), penyembuhan sempurna memerlukan
waktu 6-8 bulan (Doenges, 1999).
2. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan tehnik steril.
Rasional: Sejumlah besar cairan pada balutan luka operasi , menuntut pergantian
dengan sering menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi (Doenges, 1999).
3. Bersihkan luka sesuai indikasi, gunakan cairan isotonic Normal Saline 0,9 % atau
larutan antibiotic
Rasional: Diberikan untuk mengobati inflamasi atau infeksi post operasi atau
kontaminasi interpersonal (Doenges, 1999).
Dx 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan eksisi pembedahan.
Tujuan : meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari infeksi serta
tidak ada tanda demam.
Kriteria evaluasi : pertahankan lingkungan aseptic
Intervensi :
1. Perhatikan kemerahan disekitar luka operasi.
Rasional: Kemerahan paling umum disebabkan masuknya infeksi ke dalam tubuh
di area insisi (Doenges, 1999).
2. Ganti balutan sesuai indikasi.
Rasional: Balutan basah bertindak sebagai sumbu untuk media untuk
pertumbuhan bakterial.
3. Awasi tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan komplikasi insisi (Doenges, 1999).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tumor ganas kulit adalah proses keganasan yang timbul dipermukaan kulit dan berasal
dari sel epitel, sel pluripotensial atau dari sel melanin di dalam kulit. Menurut jenis sel
yang berdiferensiasi, tumor ganas kulit diklasifikasikan sebagai berikut: karsinoma sel
basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS) dan melanoma maligna (MM).
Menurut etiologinya, tumor ganas kulit dapat disebabkan oleh (1) faktor ekstrinsik berupa
paparan sinar ultraviolet, paparan sinar-X, pemakaian bahan kimia dan adanya jaringan
parut yang luas dan lama; (2) faktor intrinsik berupa genetik, sistem imun yang rendah
dan ras. Karsinoma sel basal biasanya terdapat pada wajah dan leher dengan gejala klinis
berupa nodul ulseratif, berpigmen, morfea, superfisial dan fibroepitelioma. Biasanya
ditandai dengan tepi ulkus yang meninggi tanpa adanya metastasis jauh.
Diagnosis tumor ganas kulit ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Penanganan KSB dan KSS biasanya dengan mengangkat tumor, baik dengan
cara kuretase dan elektrodesikasi maupun memotongnya dengan pisau bedah. Sedangkan
penanganan MM prinsipnya adalah melakukan eksisi yang pada awalnya dilakukan
pengukuran ketebalan invasi terlebih dahulu dengan teknik Breslow thickness.
Prognosa dari KSB adalah baik dengan angka kesembuhan skitar 95% sedangkan pada
KSS tergantung dari lokasi, ukuran, tingkat diferensiasi sel-sel dan kedalaman
perluasannya, dan pada MM prognosa ditentukan oleh sifat tumor, stadium klinis, lokasi
metastase dan faktor penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Gusti, 1985. Tumor Ganas Dini Kulit. Cermin Dunia Kedokteran. FKUI, Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Anonim, 2006. Mengenal Kanker Kulit. Diakses dari http://www.dharmais.co.id
Anonim, 2006. Nutrisi Pada Penderita Kanker Kulit. Diakses dari http://www.dharmais.co.id
Anonim, 2008. Penyakit Kanker Kulit. Diakses dari
http://www.ubatpenyakit.blogjo.com/ubat/penyakit-kanker-kulit.
Djuanda. A., Hamzah. M., Aisah. S., 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Tumor Kulit,
Melanoma Maligna, edisi 3 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, Jakarta.
Graham, R. 2005. Lecture Notes on Dermatologi. Ed. 8. Jakarta: Erlangga
Harahap, marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
Lim Pei-wen, Sharen, 2008. Kanker Kulit. Diakses dari http://wikipedia.org/kanker_kulit.htm
Perdanakusuma, David, 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Diakses dari
http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan
penyembuhan.html
Price, Wilson, 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC, Jakarta.
www.scribd.com