99
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik, yang ditandai dengan peninggian kadar glukosa darah akibat berkurangnya kualitas insulin, sekresi insulin atau keduanya. Penderita diabetes (diabetisi) semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Rangkuman laporan Mc.Carthy dan Zimmet (1994), Tattersal (1996) dan Askandar (1994-1998) diperkirakan akan terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 24 tahun ke depan (1996-2020) di dunia 150 juta dan di Indonesia 12,4 juta. Telah diketahui diabetes melitus akan berhubungan dengan berbagai komplikasi baik mikroangiopati maupun makroangiopati, terjadinya komplikasi ini sangat erat berhubungan dengan kontrol glukosa darah, dimana sampai saat ini meskipun telah ditemukan insulin dan obat hipoglikemik oral, tetapi untuk mengontrol kadar glukosa darah, diet masih merupakan lini pertama upaya yang dilakukan secara berkepanjangan untuk mencapai target kadar glukosa darah yang diharapkan, sehingga progresifitas penyakit bisa terkendali. Diabetes mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-

Askep DM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep  DM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik, yang ditandai dengan

peninggian kadar glukosa darah akibat berkurangnya kualitas insulin, sekresi insulin atau

keduanya. Penderita diabetes (diabetisi) semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke

tahun. Rangkuman laporan Mc.Carthy dan Zimmet (1994), Tattersal (1996) dan

Askandar (1994-1998) diperkirakan akan terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat

dalam kurun waktu 24 tahun ke depan (1996-2020) di dunia 150 juta dan di Indonesia

12,4 juta. Telah diketahui diabetes melitus akan berhubungan dengan berbagai

komplikasi baik mikroangiopati maupun makroangiopati, terjadinya komplikasi ini

sangat erat berhubungan dengan kontrol glukosa darah, dimana sampai saat ini meskipun

telah ditemukan insulin dan obat hipoglikemik oral, tetapi untuk mengontrol kadar

glukosa darah, diet masih merupakan lini pertama upaya yang dilakukan secara

berkepanjangan untuk mencapai target kadar glukosa darah yang diharapkan, sehingga

progresifitas penyakit bisa terkendali.

Diabetes mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah

penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-

menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan

hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,

yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah,

disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron

(Bilous, 2002).

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu penyakit

akibat fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun

dari waktu ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup. Penyakit ini juga dikenal

sebagai penyakit akibat dari pola hidup modern dimana orang lebih suka makan makanan

siap saji, kurangnya aktivitas fisik karena lebih memanfaatkan teknologi seperti

penggunaan kendaraan bermotor dibandingkan dengan berjalan kaki (Nurhasan 2000).

Page 2: Askep  DM

Diet pada penderita diabetes melitus (diabetesi) meliputi pengaturan kalori, dan

pemberian makan karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam ketujuh kelompok

penggolongan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling dahulu

digunakan sebelum protein dan lemak. Komposisi karbohidrat yang dianjurkan di

Indonesia saat ini pada diabetesi terdiri dari 60-70% karbohidrat. Melihat komposisi diet

yang dianjurkan selama ini tampak bahwa persentase yang dianjurkan makin tinggi dan

makin mendekati menu rata-rata bangsa Indonesia yang terdari 81% karbohidrat. Tahun

1983 Jenkins D.J.A dan kawan-kawan menganjurkan indeks glikemik sebagai dasar yang

pasti dalam menentukan respons glukosa darah tubuh.

Jumlah penderita diabetes mellitus secara global terus meningkat setiap

tahunnya. Menurut data yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO)

angka kejadian diabetes mellitus di dunia berkembang dari 30 juta pada tahun 1985

menjadi 194 juta pada tahun 2006. Pada tahun 2025 diperkirakan angka ini terus

meningkat mencapai 333 juta. Penderita diabetes mellitus di Indonesia jumlahnya cukup

fantastis, pada tahun 2006 ditemukan 14 juta diabetes melitus, WHO memperkirakan

pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia akan terkena penyakit diabetes mellitus

(Depkes RI, 2000).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan

pada klien dengan diabetes melitus.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang konsep dasar diabetes melitus.

b. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada klien

dengan diabetes melitus.

c. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang diagnosa keperawatan pada klien

dengan diabetes melitus.

d. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang intervensi keperawatan pada klien

dengan diabetes melitus.

e. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang implementasi keperawatan pada klien

dengan diabetes melitus.

f. Mendeskripsikan / menjelaskan tentang evaluasi keperawatan pada klien dengan

diabetes melitus.

Page 3: Askep  DM

BAB II

TINJAUAN TEORI

TEORI MENUA

1. Proses Menua

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contantinides, 1994 yang dikutip oleh

Wahjudi Nugroho, 2000).

Aging  process dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang

wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya lambat

cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu. Secara individu,

pada usia di atas 60 tahun tejadi proses penuaan secara ilmiah. Hal ini akan

menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan

bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit juga

bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular atau akibat penuaan

(degeneratif).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.

Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering

menghinggapi kaum lansia.

2. Teori-Teori Proses Menua

a. Teori biologi.

1. Teori genetic dan mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan  biokima yang diprogram

oleh molekul/ DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

Page 4: Askep  DM

2. Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dapat menimbulkan stress menyebabkan sel-sel tubuh

lelah (terpakai).

3. Auto immune theory

Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tertentu

sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

4. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan  tubuh.

Regenerasi jaringan tubuh tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel lelah terpakai.

5. Teori radikal bebas

Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan

organic yang selanjutnya menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

6. Teori rantai silang

Sel-sel yang tua reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,

khususnya jaringan kolagen yang selanjutnya menyebabkan  kurang elastis,

kekacauan dan hilangnya fungsi.

7. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah

sel setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan sosial

1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan social dan mempertahankan hubungan antara system social

dan individu agar stabil dari usia pertengahan hingga usia tua.

2. Kepribadian berlanjut

Merupakan gabungan teori di atas dimana perubahan yang terjadi pada

seseroang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang

dimilikinya.

3. Teori pembebasan

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individu lainnya. Dengan bertambahnya usia,

seorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

Page 5: Askep  DM

mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, baik secara kualitas

maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda: kehilangan peran,

hambatan kontak social, berkurangnya komitmen.

3. Peran dan hubungan antar manusia bagi usia lanjut

a. Peran dan Hubungan Antar Manusia Yang Normal

Peran dan hubungan menggambarkan tanggung jawab individu dalam

keluarga, pekerjaan dan keadaan social. Secara alamiah peran itu sesuai dengan

budaya namun ada perbedaan dari setiap individu. Orang cenderung

memperlihatkan identitas dan menggambarkan kemampuan dalam berperan.

Setiap orang mempunyai perannya masing-masing misalnya; sebagai seorang laki-

laki, wanita, suami, istri, orang dewasa, remaja, orang tua, anak, saudara, pelajar,

guru, dokter, perawat dan lain-lain. Peran dilakukan orang selama hidupnya dan ia

sering berusaha sesuai dengan peran yang dimiliki. Peran memberikan nilai dan

status social bagi seseorang. Setiap kelompok social mempelajari status, perilaku,

symbol, dan hubungan yang dapat diterima oleh setiap peran. Perilaku, symbol

dan pola hubungan setiap orang berbeda tergantung nilai dan norma social di

mana individu itu berada.

b. Peran, Hubungan dan Usia

Perubahan peran dan hubungan disesuaikan dengan perkembangan usia

baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan itu meliputi pengunduran diri,

merasa kehilangan misalnya perubahan posisi dalam rumah atau kehilangan orang

penting lainnya seperti suami atau istri yang meninggal. Semuanya ini dapat

menimbulkan potensial trauma bagi lanjut usia. Dalam kehidupan nyata banyak

orang tua marah atau merasa tersinggung karena kekuatan social mereka

diberhentikan (pensiun). Menurut American Society menggambarkan bahwa

peran orang tua sudah tidak berdaya, lemah atau lekas marah dan tidak bermanfaat

(sia – sia). Beberapa orang tua menerima peran ini  dan melakukan sebagai

tindakan. Namun banyak orang yang tidak puas menerima stereotype ini dan

secara kontinyu mengembangkan peran dan hubungan sampai usia 80 – 90 tahun.

Page 6: Askep  DM

KONSEP NYERI

1. Pengertian

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait

dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan.

Menurut McCaffery (1980) menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu

yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang

mengatakan merasakan nyeri.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi

Faktor penyebab Contoh

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur,

dll).

Meningitis, orkitis, neuritis

Kimia Tersiram air keras

Tumor Ca mamae

Iskemi jaringan Jaringan miokard

Listrik Terkena sengatan listrik

Spasme Spasme otot

Obstruksi Batu ginjal, batu ureter, obstruksi usus

Panas Luka bakar

Fraktur Fraktur femur, fraktur cruris

Psikologis Berduka, konflik, dll.

3. KLASIFIKASI

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis

Tujuan Memperingatkan klien

terhadap adanya

cidera/masalah

Memberikan alasan pada

klen untuk mencari informasi

berkaitan dengn perawatan

Page 7: Askep  DM

dirinya.

Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent

Durasi Durasi singkat (dari beberapa

detik sampai 6 bulan

Durasi lebih dari 6 bulan

Intensitas Ringan samapi berat Ringan sampai berat

Respon otonom Frekuensi jantung meningkat

Volume sekuncup meningkat

TD meningkat

Dilatasi pupil meningkat

Tegangan otot meningkat

Motilitas gastrointestinal

menurun

Alira saliva menurun

Tidak terdapat respon

otonom

Vital sign dalam batas

normal.

Respon psikologis Ansietas Depresi

Keputus asaan

Mudah tersinggung/marah

Menarik diri

Respon fisik Menangis/mengerang

Waspada

Mengerutkan dahi

Menyeringai

Mengeluh sakit

Keterbatasan gerak

Kelesuan

Penurunan libido

Kelelahan/kelemahan

Mengeluh sakit hanya ketika

dikaji, ditanyakan

4. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

a. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam

nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang

harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal

jika nyeri diperiksakan.

Page 8: Askep  DM

b. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara

signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak

pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

c. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri

adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi

mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

d. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri

bagaimana mengatasinya.

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided

imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

f. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas.

g. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat

ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri.

h. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi

nyeri.

i. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.

Page 9: Askep  DM

Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan

pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa rinagn,

sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang hebat. Dalam kaitannya dengan

kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan

nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain,

sebagai contoh individu yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda

dengan individu yang terkena luka bakar. (Sigit Nian, 2010)

Page 10: Askep  DM

5. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tindakan perawat yang perlu dilakuan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut

adalah :

a. Mengkaji perasaan pasien (respon psikologis yang muncul).

b. Menetapkan respon fisiologis pasien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.

c. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.

Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik

adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif.

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam

memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien, diantaranya :

a. Penentuan ada tidaknya nyeri

Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai

ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat

tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh

pasien adalah nyata.

b. Karakteristik nyeri

- Faktor Pencetus (P : Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus

nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi

bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai

adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan

klien dan menanyakan perasaan apa yang mencetuskan nyeri.

- Kualitas (Q: quality)

Sering kali pasien mengungkapkan nyeri dengan kalimat-

kalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih,

perih, tertusuk, dan lain-lain dimana tiap pasien mungkin berbeda dalam

melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

- Lokasi (region)

Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien menunjukkan semua

bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien.

Page 11: Askep  DM

- Keparahan (S: serve)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang

paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan

nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.

Skala deskriptif Verbal (VDS) merupakan salah satu alat ukur

tingkat keparahan yang lebih bersifat objetif. Skala ini merupakn sebuah

garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskrispsi yang tersusun dalam

jarak yang sama sepanjang garis.

Skala Numerik (NRS) digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsi kata. Dalam hal ini pasien menilai nyeri dengan skala 0

sampai 10. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Skala Analog Visual (VAS) merupakan garis lurus yang

mewakili alat pendeskripsi kebebasan penuh pada pasien untuk

mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan. VAS merupakn

pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka.

- Durasi (Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,

durasi, dan rangkaian nyeri.

- Faktor yang memperberat/memperingan

Page 12: Askep  DM

Perlu mengkaji faktor-faktor yang memperberat nyeri pasien

untuk memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan

respon nyeri pada pasien.

c. Respon perilaku

d. Respon afektif

Respon afektif juga perlu diperhatikan misalnya cemas, depresi, dll.

e. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien

Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam

berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga

mengetahui sejauh mana dia membantu dalam program aktivitas pasien.

f. Persepsi klien tentang nyeri

Perawat perlu mengkaji persepsi pasien terhadap nyeri, bagaimana pasien

menghubungkan antara nyeri yang dialami dengan proses penyakit atau hal lain

dalam diri atau lingkungan sekitarnya.

g. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri

Perlu mengkaji cara-cara yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan nyeri

agar dapat memasukkannya dalam rencana keperawatan.(Sigit Nian, 2010)

Page 13: Askep  DM

DIABETES MELLITUS

A. PENGERTIAN

1. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth.

2002)

2. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya, dimana hiperglikemia berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan berbagai organ tubuh, terutama mata, ginjal,

syaraf, jantung dan pembuluh darah. (American Diabetes Association, 1998)

B. TIPE DM

1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. ETIOLOGI

1. Diabetes tipe I

Dirumuskan bahwa kerusakan sel beta terjadi diakibatkan karena infeksi , biasanya

virus dan atau respon autoimun secara genetik pada orang yang terkena. Awitan

dimulai pada saat usia kurang dari 30 tahun.

a. Faktor genetik

b. Faktor-faktor imunologi

c. Faktor lingkungan : virus/toksin

d. Penurunan sel beta : Proses radang, keganasan pankreas, pembedahan.

e. Kehamilan

f. Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung.

Page 14: Askep  DM

2. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Gaya hidup

(Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)

D. MANIFESTASI KLINIS

a. Poliuria

b. Polifagia

c. Polidipsi

d. Kelemahan

e. Berat badan turun

f. Infeksi Saluran Kencing

g. Kesemutan, rasa baal

h. Pruritus, bisul

i. Mata kabur

j. Impotensi pada pria

k. Pruritus vulva / keputihan

l. Luka yang lama sembuhnya

(PAPDI, IPD, 2000)

E. PATOFISIOLOGI/PATHWAY

a. Diabetes Melitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu

efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan

naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan

endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Page 15: Askep  DM

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada

hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa

darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus –

tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan

mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan

sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan

timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan

mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung

terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga

pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau

hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk

energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan

membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya

gangren.

b. Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat

hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1. Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan

jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang

berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,

tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi

sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan

kerusakan dan perubahan fungsi.

2. Teori Glikosilasi

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua

protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi

Page 16: Askep  DM

pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro

maupun mikro vaskular.

Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor

disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah

angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk

terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan

sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau

menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa

terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga

akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu

yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan

terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada

pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya

sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah

yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut

arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan

menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta

antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering

merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau

neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap

penyembuhan atau pengobatan dari KD.

Page 17: Askep  DM

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post

prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO). Antibodi untuk petanda

(marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies

(ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase

(anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada

pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA

menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah

enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid

(GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3

petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide.

Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa

digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-

peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau

pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil

darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa

dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam

waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2

jam PP.

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar

glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah

dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida,fluoride, dan iodoasetat)

untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting

untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan

gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam

penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Page 18: Askep  DM

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya.

Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase

(GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan

presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua

rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,

asam urat, dan asam askorbat.

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan

presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan

spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan

pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan

fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena

pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain

yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-

assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara

glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang

dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan

ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high

performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity

chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen

dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya

HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa

diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga

direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi

presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan

ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Page 19: Askep  DM

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur

HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari

HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi

baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini

mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode

ini lebih tinggi dari metode HPLC.

Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak

dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama,

sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu,

HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM

(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur

eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi,

HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.

Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM

Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati.

Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi

spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.

Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Page 20: Askep  DM

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta

heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin

adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-

200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria.

Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi

ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa

pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat. Pengukuran

mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex

agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga

jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion

(RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay

(ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas,

dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.

Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria

normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200

mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada

semua penderita DM usia > 12 tahun.

Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu

kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein

cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan

profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa,

trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).

Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya

Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin.

Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita

DM.

Page 21: Askep  DM

Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan),

misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali

dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah

ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain

untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan

elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit

dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan

keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi

butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih

dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta

pemeriksaan genetik lain.

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler

serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar

glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

Diet dan pengendalian beratbadan merupakan dasar dari penatalaksanaan DM dengan

tujuan :

Memberikan semua unsur makanan essensial

Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai

Memenuhi kebutuhan energi

Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya

Menurunkan kadar kemak darah jika meningkat.

2. Latihan

Efek latihan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.

3. Pemantauan

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita DM

dapat mengukur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.

Page 22: Askep  DM

Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia

lainnya.

4. Terapi (jika diperlukan)

Pada DM tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan

demikian insulin eksogeneus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM

tipe II, insulin myngkin diperlukan terapi jangka panjang untuk mengendalikna kadar

glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

5. Pendidikan

Pendidikan mengenai penyuntikan insulin perlu diberikan kepada klien dan

keluarganya.

(Brunner & Suddarth)

H. KOMPLIKASI

Koomplikasi akut DM :

1. Hipoglikemia

2. Hiperglikemia

3. Ketoasidosis Diabetik

Komplikasi kronis DM :

1. Mata : retinopati diabetik, katarak

2. Ginjal : glomerulosklerosis intra kapiler, infeksi

3. Saraf : Neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom.

4. Kulit : dermopati diabetik, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, kandidiasis, tukak

kaki dan tungkai

5. Sistem kardiovaskuler : penyakit jantung dan gangren pada kaki

6. Infeksi tak lazim : fasilitis dan miositis nekrotikans, meningitis mucor, kolesistitis

emfisematosa, otitis eksterna maligna.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK- Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih

- Aseton plasma : Positif secara mencolok

Page 23: Askep  DM

- Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat

- Osmolalitas serum : meningkat

- Elektrolit :

Natrium : mungkin normal meningkat/menurun

Kalium : Normal, peningkatan semu selanjutnya akan menurun

Fosfor : lebih sering menurun

ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/normal

Insulin darah : mungkin menurun

Urine : gula dan aseton positif

Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih

Page 24: Askep  DM

LUKA GANGRENE

I. PENGERTIANLuka didefinisikan sebagai suatu kelainan dimana terjadi gangguan

keseimbangan terhadap imtegritas kulit baik kehilangan ataupun kerussakan sebagian

struktur jaringan utuh, akibat trauma mekanik, termal, radiasi, fisik, pembedahan dan zat

kimia. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik. Neuropati

menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi terpotong kaki.

Gangrene atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau

jaringan mati yang disebabkan oleh akarena adanya emboli pembuluh darah besar arteri

pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti, dapat terjadi akibat proses inflamasi

yang memanjang perlukaan bisa akibat digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar,

proses degeneratif/ateriosklerosis atau ganggaun metabolik / diabetes mellitus.

J. PENATALAKSANAAN LUKA DIABETIK (GANGRENE)1. Tujuan perawatan luka

a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

b. Optimalisasi suasana luka dalam kondisi lembab

c. Dukungan / kondisi klien termasuk nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyebab.

d. Tingkatkan edukasi klien dan kelluarganya.

2. Perawatan luka diabetik

a. Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal yang pokok unutk memperbaiki, meningkatkan dan

mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan

terjadinya infeksi. Tujuan mencuci luka adalah menghilangkan jaaringan

neksrosis, menghilangkan cairan luka yang berlebihan, dan menghilangkan sisa

metabolisme tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik untuk mencuci

luka adalah cairan non toksik misalnya normal saline / NaCl 0.9 %. Cairan anti

septik sebaiknya digunakan ketika luka mengalami infeksi atau tubuh dalam

keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali

dengan normal saline.

Page 25: Askep  DM

b. Debridement

Merupakan upaya untuk membuang jaringan nekrosis / slough pada luka.

Debridement dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan

nekrosis selalu berhubungan dengan peningkatan jumlah bakteri.

c. Perawatan kulit sekitar luka

Melindungi kulit di sekitar luka merupakan hal penting untuk mencegah

timbulnya luka baru. Penggunaan Zinc-oxide salep cukup efektif untuk

melindungi kulit sekitar luka dari cairan atau eksudat berlebihan.

d. Penggunaan balutan pada luka

Penggunaan balutan bertujuan untuk mempertahakan daaerah luka agar selalu

lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50 %, absorpsi eksudat dan

cairan luka yang berlebihan, membuang jaaringan nekrosis, kontrol terhadap

infeksi dan menurunkan rasa sakit serta menurunkan biaya selama perawatan.

1. Absorbent dressing

Jenis balutan yang paling banyak menyerap cairan pada luka, juga berfungsi

sebagai homeostasis tubuh jika terdapat perdarahan dan brter terhadap

kontaminasi pseudomonas. Contoh balutan : aliginate, kaltostaat, sorbsan,

alevyn.

2. Hydrocoloid

Jenis balutan yang berfungsi untuk mempertahankan luka dalam keadaan

lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari kontaminasi,

digunakan pada keadaan luka berwarna merah. Contoh balutan : cuntinova-

hydro, duoderm CGF, comfell.

Kedua jenis balutan diatas disebut occlusive dressing, merupakan jenis

balutan yang mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan optimal, saat

penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik dengan dasar

luka bersih.

e. Topikal terapi

Page 26: Askep  DM

Hydroactive gel merupakan jenis terapi topicl yang membnatu peluruhan jaringan

nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolisis debridement). Contoh : intrasit

gel, duoderm-gel.

f. Balutan untuk mengontrol terjadinya edema

Kontrol edema diperlukan guna membantu proses penyembuhan luka diabetik,

seringkali ditemukan edema pada ekstremitas. Kontrol edema dapat dilakukan

dengan cara memberikan kompresi atau penekanan dengan menggunakan elastic

bandage (elastis stoking), dengan penekanan kurang lebih sekitar 18 mmHg atau

kekuatan 50% tarikan.

K. ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

Identitas klien

Riwayat kesehatan

Riwayat pengobatan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,

gangguan tidur.

Tanda : Takikardia dan takipneu, letargi dan disorientasi, koma, penurunan

kekuatan otot.

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayaat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada

kaki,penyembuhan yang lama.

Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang

menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan,

mata cekung

c. Integritas Ego

Page 27: Askep  DM

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan.

Tanda : Ansietas, peka rangsang.

d. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria/nokturia), rasa nyeri/terbakar,

kesulitan berkemih, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poluria dapat berkembang menjadi

oligouria/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau

busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah

dan menurun : hiperaktif (diare)

e. Makanan/Cairan

Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, peningkatan masukkan glukosa dan

karbohidrat, penurunan BB, haus, penggunaan diuretik.

Tanda : Kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau halitosis, nafas bau

aseton.

f. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia, ganguan penglihatan.

Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori, aktifitas

kejang.

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Abdomen tegang/nyeri.

Tanda : Wajah meringis.

h. Pernapasan

Gejala : Merasa kekuranagn oksigen, batuk

Tanda : Lapar udara, batuk

i. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Page 28: Askep  DM

Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak / ulserasi, menurunnya kekuatan umum /

rentang gerak, parestesia / paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan

jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam.

j. Seksualitas

Gejala : Impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka / lecet pada vagina.

(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengkajian luka Diabetes Mellitus

(gangrene) adalah :

1. Lokasi / letak luka

Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap

kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga luka dapat diminimalkan.

2. Stadium luka

Dibedakan atas ;

a. Anatomi kulit (Pressure Ulcers Panel, 1990)

1). Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis

yang paling atas.

2). Full thicknes : hilangya lapisan epidermis hingga lapisan sub kutan.

Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya

lapisan epidermis.

Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai

batas dermis paling atas.

Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga

lapisan sub kutan.

Stadium IV : Rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan

tulang.

Page 29: Askep  DM

b. Warna dasar luka (Nedherlands Woundcare Consultant Society, 1984)

Merah : (pink, merah, merah tua) disebut jaringan sehat,

granulasi / epitelisasi / vaskularisasi.

Kuning : (kuning muda, kuning kehijauan, kuning tua, kuning

kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak,

fibrionilitik, slough, avaskularisasi.

Hitam : Jaringan nekrosis, avaskularisasi.

c. Stadium Wagner untuk luka diabetik

1). Superficial ulcer

Stadium 0 : Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi

dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot

arthropathies)

Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-

kadang tampak menonjol.

2). Deep Ulcers

Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi tulang atau

tendon (dengan goa).

Stadium III : Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyartrosis,

plantar abses atau infeksi hingga ke tendon.

3). Gangrene

Stadium IV : Gangrene sebagian, menyebar hingga

sebagian jari kaki, kulit sekitarnya selulitis,

gangrrene lembab atau kering.

Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau

gangrene.

3. Bentuk dan ukuran luka

Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga

dimensi atau mengambil foto untuk mengevaluasi kemajuan proses

Page 30: Askep  DM

penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran adalah

dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut

digunakan berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang (nosokomial).

Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit selitar luka untuk mengetahui

apakah pada luka terdapat selulitis, edema, benda asing, dermatitis kontak

atau maserasi.

a. Pengukuran tiga dimensi

Dilakukan dengan mengkaji panjang-lebar-kedalaman dan dengan

menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa (sinus

track/undermining0 dengan mengukur berputar searah jarum jam.

b. Photography

c. Serial foto dapat memberikan gambaran proses penyembuhan luka

secara komprehensif, (catatan berikan inform consent sebelum

pengambilan foto).

4. Status Vaskuler

Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran

oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel dan merupakan unsur penting

dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi

perlakuan palpasi, capillaryrefill, edema dan temperatur kulit.

a. Palpasi

b. Langkah pertama dalam pengkajian status perkusi jaringan adalah

palpasi pada daerah tibia dan dorsal pedis untuk menilai ada tidaknya

denyut nadi. Klien usia lanjut kadang sulit diraba denyut nadinya dan

dapat menggunakan stetoskop ultrasonic doppler.

Tingkatan denyut nadi :

0 : Nadi tidak teraba

1 : Ada denyut nadi sebentar

2 : Teraba tapi kemudian hilang

3 : Normal

4 Sangat jelas kemudian ada bendungan (aneurysm)

c. Capillary Refill

Page 31: Askep  DM

Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberikan tekanan pada

ujung jari, setelah tampak kemerahan segera lepasksna dan lihatlah

apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa

kondisi menurunnya atau hilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin,

kulit jari tipis dan rambut yang tidak tumbuh merupakan indikasi

iskemik (arterrial insufficiency) dengan capillary refill labih dari 40

detik.

Capillary Refill Time

Normal : 10 – 15 detik

Iskemik Sedang : 15 – 25 detik

Iskemik berat : 25 – 40 detik

Iskemik sangat berat : lebih dari 40 detik

d. Edema

Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar

pada midealf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan

menekan jari kaki pada tulang menonjol di tibia atau maleolus. Kulit

yang edema akan tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat,

seringkali merupakan tanda adanya ganguan darah balik vena.

Tingkatan udema :

Tingkatan edema :

0 – ¼ inchi : 1 + (mild)

¼ - ½ inchi : 2 + (moderate)

½ - 1 inchi : 3 + (several)

e. Temperaturkulit

Temperatu kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi

jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam

menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap

tekanan.

Page 32: Askep  DM

Cara melakukan penilaian dengan menempelkan puggung tangan

pada kulit sekitar luka, membandingkannya dengan kulit pada bagian

lain yang sehat.

5. StatusNeurologik

a. Fungsi Motorik

Pengkajian fungsi motorik berhubungan dengan kelemahan otot

secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh

(terutama kaki), seperti jari0jari yang menekuk atau mencengkram

dan telapak kai yang menonjol. Penurunan fungsi motorik

menyebabkan pengguanaan sepatu atausandal berubah, biasanya akan

terjadi penekanan terus menerus pada ujung-ujung tulang kaki

sehingga menimbulkan kalus yang kemudian menjadi luka.

b. Fungsi Sensorik

Pengkajian fungsi ini berhubungan dengan cara penilaian terhadap

kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien DM

dengan neuropati sensori akan mengatakan bahwa lukanya barusaja

terjadi namun kenyatannya terjadi beberapa waktu sebelumnya.

c. Fungsi Autonom

Dilakukan pada klien DM untuk melihat tingkat kelembaban kulit.

Biasanya klien mengatakan keringatnya berkurang dan kering

kulitnya. Penurunan faktor kelembaban kulit akan mempermudah

terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ektremitas)

akibatnya akan timbul fisura yang akan diikuti oleh formasi luka.

6. Infeksi

Merupakanmasalah yang paling serius pada penderita luka DM.

Pseudomonas Aureginase dan staphylococcus aureus, keduanya merupaka

organisme patogenik yang paling sering muncul saat perawatan luka.

Penilaian ada tidaknya infeksi pada luka didasari pengertian bahwa seluruh

jenis luka kronik adalah jenis luka yang terkontaminasi oleh adanya

kolonisasi bakteri, tetapi tidak semuanya terinfeksi. Pada keadaan luka

terinfeksi akan memperlihatkan adanya :

Page 33: Askep  DM

a. Sistematik Tubuh

Bertambahnya jumlah leukosit dan mekrofag melebihi batas normal

yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh.

b. Lokal Infeksi

Jumlah eksudat yang bertambah banyak danmenjadi lebih kental,

berbau tidak sedap dan disertai dengan penurunan panas dan nyeri.

Infeksi dapat meluas dengan cepat hingga tulang (osteomyelitis dapat

dilihat dengan X – rays) jika tidak dibatasi segera. Kultur merupakan

rekomendasi yang dikerjakan untuk menentukan pemberian

antibiotik.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan

terhadap lingkungan

b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi (Dm)

c. Nyeri berhubungan dengan agens-agens yang menyebabkan cedera (fisik :

gangrene diabetic)

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan

K. INTERVENSI

No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Ttd

1 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam Pasien tidak mengalami

nyeri, dengan kriteria hasil:

a. Mampu mengungkapkan

nyeri yang dirasakan

b. Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)

c. Mampu mengontrol nyeri

menggunakan tehnik

relaksasi napas dalam

NIC :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

d. Ajarkan tentang teknik manajemen nyeri: rileksasi

napas dalam

e. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi

nyeri

Page 34: Askep  DM

d.   Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dari skala 7

menjadi skala 2

e. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

f. Tidak mengalami

gangguan tidur (pasien

tidur 6-8 jam/hari)

f. Tingkatkan istirahat

2 NOC :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam pasien tidak mengalami

infeksi dengan kriteria hasil:

a. Pasien bebas dari tanda

dan gejala infeksi

b. Pasien menunjukkan

kemampuan untuk

mencegah timbulnya

infeksi

c. Jumlah leukosit dalam

batas normal (4.00-11.00

ribu/mmk)

NIC :

a. Memonitor terhadap tanda gejala infeksi

b. Pertahankan teknik aseptif

c. Batasi pengunjung bila perlu

d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan

e. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

pelindung

f. Tingkatkan intake nutrisi

g. Kolaborasi pemberia antibiotik

h. Dorong istirahat

i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala

infeksi

3 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 14 x 24

jam kerusakan integritas

jaringan pasien teratasi

dengan kriteria hasil:

a. Perfusi jaringan normal

b. Tidak ada tanda-tanda

infeksi

c. Menunjukkan

pemahaman dalam proses

perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya

NIC :

Wound care

a. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering

b. Monitor status nutrisi pasien

c. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,

karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan

nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus

d. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan

luka

e. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin

f. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

Page 35: Askep  DM

cidera berulang

d. Menunjukkan  terjadinya

proses penyembuhan luka

4 NOC :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam gangguan mobilitas fisik

teratasi dengan kriteria hasil:

a. Klien meningkat dalam

aktivitas fisik

b. Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas

c. Memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan kekuatan

dan kemampuan

berpindah

d. Memperagakan

penggunaan alat Bantu

untuk mobilisasi (walker)

NIC :

Exercise therapy : ambulation

a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan

lihat respon pasien saat latihan

b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana

ambulasi sesuai dengan kebutuhan

c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat

berjalan dan cegah terhadap cedera

d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs

secara mandiri sesuai kemampuan

f. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan

bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

g. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Page 36: Askep  DM

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. IDENTITAS

Pengkajian dilakukan tanggal 24 Juni 2013 pukul 09.00 WIB

Identitas Pasien

Nama : Tn K

Usia : 60 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status Pernikahan : menikah

Agama : islam

Alamat : menoreh raya No. 85

Pekerjaan : pensiunan

Dx. Medis : Diabetes melitus dengan gangrene diabetik

No RM : C425038

Tanggal Masuk : 20-06-2013

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. Ku

Usia : 56 tahun

Alamat : menorah raya No. 85

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Hub dg pasien : istri pasien

2. KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan kakinya cekut-cekut/nyeri

P : nyeri akibat luka diabetes, luka terasa sakit saat berjalan dan pada saat ganti

balut

Q : nyeri serasa cekut-cekut

R : kaki kanan

S : skala nyeri 7

T : nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut

3. RIWAYAT KESEHATAN

A. Riwayat Kesehatan Sekarang

Page 37: Askep  DM

Pasien mengatakan luka di telapak kaki kanan sudah 1 bulan, pasien mengatakan

aktifitas sepenuhnya di bantu keluarga.

B. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan menderita Diabetes semenjak 6 tahun yang lalu. Satu bulan yang

lalu jempol kaki kanan tertusuk benda tajam saat pasien sedang mancing di tambak.

Awalnya luka dilakukan perawatan luka di rumah di bantu perawat. Luka semakin

hari semakin besar sehingga pasien rawat jalan perawatan luka di RS. X. pasien

kontrol perawatan luka di RS. X setiap 3 hari sekali. Luka di kaki kanan tidak

menujukkan perbaikan dan malahan tambah parah sehingga pasien di rujuk ke RS. Dr.

Kariadi.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat DM, tidak mempunyai riwayat

hipertensi, maupun alergi. Ayah pasien dulu mempunyai riwayat penyakit jantung.

D. Genogram

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: meninggal

Page 38: Askep  DM

: tinggal dalam satu rumah

4. POLA PENGKAJIAN FUNGSIONAL

A. Pola persepsi-managemen kesehatan

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan semenjak mengetahui Dm 6 tahun lalu

pasien jarang melakukan pemeriksaan gula darah, pasien

mengatakan tidak minum obat untuk diabetes, pasien

merokok.

Saat ini : Pasien mengatakan sangat memperhatikan kesehatannya saat

ini. Saat kaki kanan pasien tertusuk benda tajam pasien

langsung melakukan perawatan luka di bantu perawat. Saat

luka tidak kunjung sembuh pasien mengatakan langsung

setuju untuk di rujuk ke RS Kariadi.

B. Pola nutrisi-metabolik

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan tidak mempunyai pantangan makanan,

pasien makan besar lebih dari 3 kali. Pasien mengatakan

mudah merasa lapar. Makanan kesukaan pasien adalah sup

kaki kambing

Saat ini : pasien mengatakan membatasi makanan yang manis. Pasien

mengatakan saat ini mengikuti diet yang diberikan pihak RS

yaitu diet Dm 1900 kkal rendah lemak jenuh. Makanan yang

disediakan RS selalu dimakan habis supaya cepat sembuh.

C. Pola eliminasi

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pasien BAK > 4

x/hari. BAB 1 x/hari di pagi hari

Saat ini : pasien mengatakan BAK > 4 x/hari warna urin kekuning-

kuningan, bau khas, jumlah 500 cc. Pasien BAK

menggunakan pispot. BAB 2 hari sekali, konsistensi padat.

D. Pola latihan-aktivitas

Sebelum masuk RS : semenjak terjadi luka pada kaki kanan aktifitas seperti mandi,

dan ke kamar kecil dibantu keluarga. Indeks katz C

Saat ini : pasien mengatakan seperti mandi, dan ke kamar kecil dibantu

keluarga. Indeks katz C (kemandirian dalam semua hal

kecuali mandi ke kamar kecil). Pasien mengatakan BAK

Page 39: Askep  DM

menggunakan pispot di atas tempat tidur. Pasien tampak

hanya berbaring di tempat tidur. Pasien tampak selalu di

dampingi keluarga

E. Pola kognitif perceptual

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pendengaran,

penglihatan, maupun perasa.

Saat ini : pasien mengatakan tidak ada keluhan. Orientasi pasien baik.

Skor pengkajian fungsi kognitif 10 (tidak ada gangguan).

F. Pola istirahat-tidur

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan tidak mengalami masalah tidur, pasien

tidur 6-8 jam per hari

Saat ini : pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak karena kakinya

sering terasa cekut-cekut. Pasien tidur 3-4 jam/hari

G. Pola konsep diri-persepsi diri

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan mampu menapkahi keluarga dengan

usaha rumah makan, pasien mengatakan dirinya adalah

pribadi yang terbuka

Saat ini : pasien mengatakan tidak ada keluhan. Meskipun pasien sakit

tapi tetap saja pasien adalah kepala rumah tangga yang selalu

membimbing anak dan cucunya

H. Pola peran dan hubungan

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan menikmati peran sebagai kepala keluarga.

Pasien mengatakan menjalin hubungan baik dengan keluarga,

tetangga, dan masyarakat. Pasien mengatakan pensinan

operator di sebuah RS. Saat ini pasien mengurusi warung

makan.

Saat ini : pasien mengatakan meskipun sakit pasien tetap sebagai

kepala rumah tangga. Pasien mengatakan setiap hari selalu

ditemani istri, anak, dan cucu. Keluarga senantiasa

memberikan dukungan. Beberapa kali tetangga menjenguk

pasien ke RS

I. Pola reproduksi/seksual

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan tidak ada hernia skrotalis, maupun

penyakit kelamin lainnya

Page 40: Askep  DM

Saat ini : pasien mengatakan tidak ada keluhan

J. Pola pertahanan diri (coping-toleransi stress)

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan jika ada masalah diselesaikan dengan

kekeluargaan

Saat ini : pasien mengatakan memasrahkan kepada yang kuasa semoga

cepat sembuh. Skala depresi 2 (normal)

K. Pola keyakinan dan nilai

Sebelum masuk RS : Pasien mengatakan dirinya beragama islam. Kurang aktif

dalam kegiatan keagamaan di masyarakat karena terkendala

kesibukan.

Saat ini : pasien mengatakan tidak ada keluhan

Page 41: Askep  DM

5. PEMERIKSAAN FISIK

A. Tanda-tanda vital

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

GCS : E4 M6 V5

N

O

TANGGAL TANDA-TANDA VITAL

TD NADI RR SUHU

1 24-06-2013

Jam 09.00

120/80

mmHg

90

x/menit

20

x/menit

36,70C

2 25-06-2013

Jam 11.00

140/80

mmHg

84

x/menit

20 36,5 0C

3 26-06-2013

Jam 06.00

114/71

mmHg

99

x/menit

20

x/menit

36,8 0C

B. Pemeriksaan Head To Toe

1. Kepala

Kepala tidak ada benjolan/massa, tidak ada bekas luka di kepala, tidak ada nyeri

tekan, kulit kepala bersih, rambut bersih, rambut beruban

2. Mata

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Pasien tidak memakai kaca mata

3. Hidung

Hidung tidak ada nyeri tekan, tidak ada polif, tidak keluar cairan dari hidung.

4. Mulut dan tenggorokan

Mulut bersih, tidak ada sariawan, tenggorokan tidak sakit, tidak ada nyeri tekan

pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan. Pasien mengatakan semenjak di RS

belum pernah sikat gigi

5. Telinga

Telinga bersih, tidak ada keluar serumen

6. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP

7. Dada

Pulmonal

Page 42: Askep  DM

I : dada simetris antara dada kiri dan dada kanan, tidak ada bekas luka, tidak

tampak pemakain otot bantu pernapasan

P : tidak ada nyeri tekan, taktil premitus antara dada kiri dan kanan teraba sama

P : resonan

A : suara napas vesikuler

Kardio

I : Tidak tampak bekas luka operasi, IC tidak tampak

P : Teraba denyut di empat titik

P : Tidak terdapat pembesaran jantung

A : Tidak ada bunyi tambahan, BJ I dan II normal

8. Abdomen

I : tidak ditemukan distensi abdominal dan tidak ada pembesaran hepar dan

bising usus normal

A : peristaltik usus normal 25 x/ menit

Pa : tidak ada nyeri tekan

Pe : tympani

9. Genetalia

Tidak ada hernia scortalis, tidak ada penyakit genitalia lainnya

10. Integument

Kulit sawo matang, kulit elastis, tidak ada lesi kecuali di kaki kanan

11. Ekstremitas

a. Pemeriksaan kekuatan otot

4 4

4 4

b. Ekstremitas atas

Kedua tangan sama bisa digerakkan, tidak ada penyakit kulit. Tangan kanan

terpasang infus

c. Ekstremitas bawah

Kaki kanan, terdapat luka diabetes penetrasi sampai tulang pada telapak kaki

bagian atas dan ada luka gangrene diabetic pada jari-jari kaki. Balutan luka

tampak basah. Pasien mengeluh kaki kanan terasa cekut-cekut/nyeri

P : nyeri akibat luka diabetes, luka terasa sakit saat berjalan dan pada saat

ganti balut

Page 43: Askep  DM

Q : nyeri serasa cekut-cekut

R : kaki kanan

S : skala nyeri 7

T : nyeri terasa saat berjalan dan pada saat ganti balut

- Stadium luka Diabetes berdasarkan Wagner Scale stadium 4 (gangrene di

4 ruas jari kaki)

- Warna luka mayoritas yellow dan black

- Gangren pada t1, t3, t4

- Luas luka + 48 cm (P: 6 cm, L: 8 cm)

- Kedalaman sampai tulang

- Eksudat jumlah sedang, warna eksudat kuning bercampur darah

6. DATA PENUNJANG

a. Darah (tanggal 21-06-2013 pukul 11.00)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

KET

** KIMIA KLINIK **

Gula Darah + Reduksi

Glukosa puasa

Reduksi I

Gula 2PP + Reduksi

Glukosa PP 2 jam

208.0

162.0

mg/dl

mg/dl

Pengelolaan DM

80-109 : baik

110-125 : sedang

>= 126 : buruk

GDP dapat

terganggu bila 110

< = GDP < 126

dan GTT 2 jam <

140

Pengelolaan DM

80-140 : baik

Page 44: Askep  DM

Reduksi II

Asam urat

Cholesterol

Trigliserida

HDL cholesterol

LDL cholesterol

HbA1c

**SEKRESI-

EKSKRESI**

*URINE LENGKAP

ANALYZER*

Warna

Berat jenis

Ph

Protein

Reduksi

Urobilinogen

Bilirubin

Aseton

5.40

211

156

23

152

12.1

Kuning, jernih

1.015

5.00

NEG

50

NEG

NEG

NEG

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

%

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

145-179 : sedang

>= 180 : buruk

2.60-7.20

50-200

30-150

35-60

62-130

6.0-8.0

NEGATIF

NEGATIF

NEGATIF

NEGATIF

NEGATIF

H

H

L

H

H

*

*

*

*

*

b. Darah (tanggal 22-06-2013 pukul 19.19)

PEMERIKSAAN HASIL SATUANNILAI

NORMALKETERANGAN

**HEMATOLOGI**

Hematologi paket

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

MCH

MCV

11.25

34.2

4.15

27.09

82.35

gr%

%

Juta/mmk

pg

fL

13.00-16.00

40.0-54.0

4.50-6.50

27.00-32.00

76.00-96.00

L

L

L

Page 45: Askep  DM

MCHC

Lekosit

Trombosit

RDW

MPV

Plasma Prothtrombin

Time

Waktu prothtrombin

PPT kontrol

Partial Thromboplastin T

Waktu Thromboplastin

APTT kontrol

**KIMIA KLINIK**

Ureum

Kreatinin

**IMUNOLOGI**

HBsaG (Strip)

32.89

12.86

631.4

12.39

7.08

14.3

13.5

38.00

32.2

36

1.17

-/NEG

g/dL

ribu/mmk

ribu/mmk

%

fL

detik

detik

detik

detik

mg/dl

mg/dl

29.00-36.00

4.00-11.00

150.0-400.0

11.60-14.80

4.00-11.00

15.0

-

36.8

-

39

1.30

H

H

H

c. Radiologi

1) EKG (tanggal 20-06-2013 pukul 11.07 WIB)

Interpretasi : normal EKG

2) X-FOTO THORAKS, AP (tanggal 21-06-2013)

Klinis: INFEKSI KAKI DIABETIK

COR : bentuk dan letak normal

PULMO : Corakan vaskuler normal

Tak tampak bercak pada kedua lapang paru

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior

Sinus costofrenikus kanan kiri lancip

KESAN:

COR TAK MEMBESAR

PULMO TAK TAMPAK KELAINAN

3) Pemeriksaan X foto, dekstra Ap-lateral (tanggal 22-06-2013)

Kesan:

Page 46: Askep  DM

Curiga gambaran osteomyelitis digiti 1 disertai sellulitis pedis dekstra

4) Arteriografi akstremitas inferior kanan (tanggal 25-06-2013)

KLINIS : DIABETIC FOOT

Arteri iliaca, arteri femoralis, arteri popliteal, arteri tibialis anterior, arteri

peroneus, arteri tibialis, posterior sampai arteri dorsalis pedis dan arteri

plantaris baik, tak tampak stenosis maupun oklusi

Aliran kontras arteri dorsalis pedis dan arteri plantaris slow flow

Aliran kontras tak mengisi arteri digitalis I – V

Tampak pooling kontras pada soft tissue digitalis = I – V dan soft tissue

regio pedis

7. TERAPI

No TANGGAL NAMA OBAT DOSIS CARA PEMBERIAN

24-06-2013 Martos 10/ Nacl 0,9

%

60 tpm Iv

24-06-2013 Cefotaxim 3 x 1 gr Iv

24-06-2013 Novorapid 6u-6u-6u Sc

24-06-2013 Pamol 3 x 1 tab Po

24-06-2013 Valsartan 1 x 80 mg Po

25-06-2013 Novorapid 6u-6u-6u Sc

25-06-2013 Ondancentron 3 x 4 gr Iv

25-06-2013 Meropenem 3 x 1 amp Iv

25-06-2013 Tramadol 3 x 1 amp (drip) Iv

25-06-2013 Ranitidine 2 x 1 amp Iv

26-06-2013 Novorapid 6u-6u-6u Sc

26-06-2013 Lantus 6 unit Sc

26-06-2013 Ondancentron 3 x 4 gr Iv

26-06-2013 Meropenem 3 x 1 amp Iv

26-06-2013 Tramadol 3 x 1 amp (drip) Iv

26-06-2013 Ranitidin 2 x 1 amp Iv

Diet: diet Dm 1900 kkal rendah lemak jenuh

Page 47: Askep  DM

8. ANALISA DATA

N

O

DP

TANGGAL DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 Senin,

24-06-2013

Jam 09.00

Ds:

Pasien mengatakan kaki kanan

bagian luka terasa cekkut-

cekut/nyeri

Ds:

- Pasien mengatakan

P : nyeri akibat luka

diabetes, luka terasa

sakit saat berjalan dan

pada saat ganti balut

Q : nyeri serasa cekut-cekut

R : kaki kanan

S : skala nyeri 7

T : nyeri terasa saat berjalan

dan pada saat ganti balut

Do:

Kaki kanan, terdapat luka

diabetes penetrasi sampai

tulang pada telapak kaki

bagian atas dan ada luka

gangrene diabetic pada jari-

jari kaki

Nyeri Agens-agens

yang

menyebabkan

cedera (fisik :

gangrene

diabetic)

2 Ds:

pasien mengatakan lukanya

terasa cekut-cekut/nyeri

Do:

- Balutan luka tampak basah

basah, eksudat jumlah

sedang, warna eksudat

Infeksi Kerusakan

jaringan dan

peningkatan

pajanan terhadap

lingkungan

Page 48: Askep  DM

kuning bercampur darah

- Pemeriksaan X foto,

dekstra Ap-lateral (tanggal

22-06-2013)

Kesan: Curiga gambaran

osteomyelitis digiti 1

disertai sellulitis pedis

dekstra

Pemeriksaan hemoglobin

11.25 gr/%, lekosit 12.86

ribu/mmk (tanggal 22-06-

2013)

- TTV

TD: 120/80 mmHg

N : 90 x/menit

RR: 20 x/menit

S: 36,7 0C

3 Ds:

- Pasien mengatakan luka

semenjak 1 bulan yang

lalu

- Pasien mengatakan luka

tidak kunjung sembuh

- Pasien mengatakan dirinya

menderita Dm semenjak 6

tahun yang lalu

Do:

- Stadium luka Diabetes

berdasarkan Wagner Scale

stadium 4 (gangrene di 4

ruas jari kaki)

- Warna luka mayoritas

yellow dan black

Kerusakan

integritas

jaringan

Perubahan

sirkulasi (Dm)

Page 49: Askep  DM

- Luas luka 48 cm

- Kedalaman sampai tulang

- Eksudat jumlah sedang,

warna eksudat kuning

bercampur darah

4 Ds:

- Pasien mengatakan seperti

mandi, dan ke kamar kecil

dibantu keluarga. Indeks

katz C

- Pasien mengatakan BAK

menggunakan pispot di

atas tempat tidur

Do:

- Pasien tampak hanya

berbaring di tempat tidur

- Pasien tampak selalu di

dampingi keluarga

Hambatan

mobilitas fisik

Ketidaknyamanan

Page 50: Askep  DM

9. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri berhubungan dengan agens-agens yang menyebabkan cedera (fisik : gangrene

diabetik)

b. Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap

lingkungan

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi (DM)

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan

10. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Ttd

1 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam Pasien tidak mengalami

nyeri, dengan kriteria hasil:

a. Mampu mengungkapkan

nyeri yang dirasakan

b. Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)

c. Mampu mengontrol nyeri

menggunakan tehnik

relaksasi napas dalam

d.   Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dari skala 7

menjadi skala 2

e. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

f. Tidak mengalami

gangguan tidur (pasien

tidur 6-8 jam/hari)

NIC :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

d. Ajarkan tentang teknik manajemen nyeri: rileksasi

napas dalam

e. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi

nyeri

f. Tingkatkan istirahat

2 NOC :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam pasien tidak mengalami

NIC :

a. Memonitor terhadap tanda gejala infeksi

b. Pertahankan teknik aseptif

Page 51: Askep  DM

infeksi dengan kriteria hasil:

a. Pasien bebas dari tanda

dan gejala infeksi

b. Pasien menunjukkan

kemampuan untuk

mencegah timbulnya

infeksi

c. Jumlah leukosit dalam

batas normal (4.00-11.00

ribu/mmk)

c. Batasi pengunjung bila perlu

d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan

e. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

pelindung

f. Tingkatkan intake nutrisi

g. Kolaborasi pemberia antibiotik

h. Dorong istirahat

i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala

infeksi

3 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 14 x 24

jam kerusakan integritas

jaringan pasien teratasi

dengan kriteria hasil:

a. Perfusi jaringan normal

b. Tidak ada tanda-tanda

infeksi

c. Menunjukkan

pemahaman dalam proses

perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya

cidera berulang

d. Menunjukkan  terjadinya

proses penyembuhan luka

NIC :

Wound care

a. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering

b. Monitor status nutrisi pasien

c. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,

karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan

nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus

d. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan

luka

e. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin

f. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

4 NOC :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam gangguan mobilitas fisik

teratasi dengan kriteria hasil:

a. Klien meningkat dalam

aktivitas fisik

NIC :

Exercise therapy : ambulation

a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan

lihat respon pasien saat latihan

b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana

ambulasi sesuai dengan kebutuhan

c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat

Page 52: Askep  DM

b. Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas

c. Memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan kekuatan

dan kemampuan

berpindah

d. Memperagakan

penggunaan alat Bantu

untuk mobilisasi (walker)

berjalan dan cegah terhadap cedera

d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs

secara mandiri sesuai kemampuan

f. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan

bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

g. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Page 53: Askep  DM

11. TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari & Tanggal

Pukul

No

DP

IMPLEMENTASI RESPON PASIEN

Senin,

24-06-2013

09.00

09.10

09.15

1

1

2,3

Mengobservasi KU

Melakukan TTV

Melakukan ganti balut dan

mengobservasi luka

Ds:

keadaan umum pasien baik

kesadaran : composmentis

Do: pasien tampak takut untuk

Ds: pasien mengatakan mau di lakukan

pemeriksaan TTV

Do:

TD : 120/80 mmHg

N : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,7 0C

Ds: pasien mengatakan mau diganti

balut, pasien mengeluh nyeri

Do:

- Stadium luka Diabetes berdasarkan

Wagner Scale stadium 4 (gangrene

di 4 ruas jari kaki)

- Warna luka mayoritas yellow dan

black

- Gangren pada t1, t3, t4

- Luas luka 48 cm

- Kedalaman sampai tulang

- Eksudat jumlah sedang, warna

eksudat kuning bercampur darah

- Luka dibersihkan dengan nacl 0,9

% dengan teknik steril

- Dilakukan nekrotomi menggunakan

gunting jaringan

- Luka di tutup dengan menggunakan

Page 54: Askep  DM

09.20

09.45

10.00

11.00

12.00

12.30

1

2,3

2

4

4

4

Menginstruksikan pasien untuk

melakukan teknik relaksasi napas

dalam untuk mengurangi nyeri

pada saat ganti balut

Melakukan pemeriksaan GDS

Memberikan obat injeksi melalui

iv line cefotaxim 1 gram dan

novorapid 6 iu

Menginstruksikan keluarga untuk

selalu mendampingi pasien

Menginstruksikan pasien untuk

makan siang

Menginstruksikan pasien untuk

tidur siang

kassa steril

- Pasien tampak lebih nyaman

setelah dilakukan ganti balut

Ds: pasien mengatakan mau melakukan

teknik distraksi napas dalam

Do: pasien tampak mengikuti instruksi

perawat. Pasien menarik napas dengan

menggunakan hidung dan

mengeluarkan lewat mulut. Pasien

tampak lebih rileks. Skala nyeri turun

dari 7 menjadi 3

Ds: pasien mengatakan mau di GDS

Do: GDS 146

Ds: pasien mengatakan mau diberikan

obat

Do: injeksi iv cefotaxim 1 gr iv line

dan novorapid sc pada deltoid. Obat

masuk. Tetesan infuse lancar

Ds: keluarga mengatakan selalu ada

yang menjaga pasien

Do: pasien tampak di damping istri dan

anak perempuan

Ds: pasien mengatakan mau makan

Do: pasien tamapak makan. Nasi,

sayur, dan lauk. Pasien mampu

menghabiskan porsi makanan yang

disediakan RS

Ds: pasien mengatakan mau mencoba

tidur siang

Do: pasien tampak memejamkan mata

Page 55: Askep  DM

Selasa,

25-06-2013

06.25

06.30

07.30

08.00

09.00

09.15

1

1

1

2,3

,4

1-4

2,3

Mengobservasi KU

Melakukan pemeriksaan GDS

Menginstruksikan pasien untuk

melakukan teknik distraksi napas

dalam

Membersihkan tempat tidur

pasien, mengganti dengan linen

yang baru

Melakukan TTV

Melakukan ganti balut perawatan

luka

Ds: pasien mengatakan kakinya cekot-

cekot, skala nyeri 4

Do: pasien tampak meringis kesakitan

saat kakinya digerkkan

Ds: pasien mengatakan mau di GDS

Do: GDS 228

Ds: pasien mengatakan mau melakukan

teknik distraksi napas dalam

Do: pasien tampak melakukan teknik

distraksi napas dalam. Skala nyeri

berkurang dari 4 menjadi 2. Pasien

tampak lebih rileks.

Ds: pasien mengatakan bersedia linen

nya diganti dengan yang baru

Do: tempat tidur pasien tampak rapid

an bersih. Pasien tampak lebih nyaman

Ds: pasien mengatakan mau di lakukan

pemeriksaan TTV

Do:

TD : 115/80 mmHg

N : 92 x/menit

RR : 18 x/menit

S : 36,7 0C

Ds:pasien mengatakan mau diganti

balut, pasien mengeluh nyeri pada saat

ganti balut

Do:

- Stadium luka Diabetes berdasarkan

Wagner Scale stadium 4 (gangrene

di 4 ruas jari kaki)

- Warna luka mayoritas yellow dan

black

- Gangren pada t1, t3, t4

- Luas luka 48 cm

Page 56: Askep  DM

09.30

11.30

12.30

17.00

1

4

4

1

Menginstruksikan pasien untuk

melakukan teknik distraksi napas

dalam

Memberikan obat injeksi

meropenem 500 mg, novorapid 6

iu

Menginstruksikan pasien untuk

makan siang

Menginstruksikan pasien untuk

istirahat siang

Melakukan TTV

- Kedalaman sampai tulang

- Eksudat jumlah sedang, warna

eksudat kuning bercampur darah

- Luka dibersihkan dengan nacl 0,9

% dengan teknik steril

- Dilakukan nekrotomi menggunakan

gunting jaringan

- Luka di tutup dengan menggunakan

kassa steril

- Pasien tampak lebih nyaman

setelah dilakukan ganti balut

Ds: pasien mengatakan pada saat

lukanya di tekan terasa sangat sakit,

skala nyeri 7.

Do: pasien tampak mengikuti instruksi

perawat. Pasien melakukan teknik

distraksi napas dalam. Pasien tampak

lebih rileks. Skala nyeri berkurang dari

7 menjadi 5.

Ds: pasien mengatakan mau di injeksi

Do: injeksi meropenem 500 mg ivline,

novorapid 6 iu sc deltoid. Obat masuk.

Infuse lancar

Ds: pasien mengatakan mau makan

Do: pasien makan. Pasien

menghabiskan ½ porsi makanan yang

disediakan RS.

Ds: pasien mengatakan mau

beristirahat

Do: pasien tampak langsung

memejamkan mata

Ds: pasien mengatakan mau di TTV

Do:

TD: 140/70 mmHg

Page 57: Askep  DM

N: 100 x/menit

S: 36,5 0C

RR: 20 x/menit

Rabu,

26-06-2013

08.00

08.30

10.00

12.00

13.00

1

1

2,3

1-4

4

4

Mengobservasi KU

Mengkaji keluhan nyeri pasien

Melakukan ganti balut

Memberikan injeksi

Membantu pasien BAK

Menganjurkan pasien untuk

mobilisasi

Ds: pasien kooperatif

Do: KU baik

Ds: pasien mengatakan nyerinya mulai

berkurang. Skala nyeri 3.

Do: pasien tampak lebih rileks

Ds: pasien mengatakan mau dilakukan

ganti balut

Do: ke 5 jari-jari kaki kanan sudah

amputasi, kedalaman sampai tendon,

warna dasar luka red. Tidak tampak

eksudat

Membersihkan luka dengan

menggunakan nacl dan ditutup dengan

kassa lembab nacl 0,9 %, pasien

tampak merasa lebih nyaman setelah

ganti balut

Ds: pasien mengatakan mau di suntik

Do: ondansentron 4 gram, meropenem

500 mg, tramadol 50 mg (drip),

ranitidine 25 mg. Obat masuk. Infus

lancar

Ds: pasien mengatakan mau BAK

Do: pasien BAK menggunakan pispot.

Warna urin kekuning-kuningan, bau

khas, jumlah 500 cc

Ds: pasien mengatakan sudah mampu

duduk tapi belum berani untuk berjalan

karena kakinya masih terasa sakit

Do: pasien tampak sedang duduk.

Page 58: Askep  DM

12. EVALUASI

NO TANGGAL/

JAM

DX. KEP EVALUASI TTD

1

2

Senin,

24-06-2013

Jam 13.30

Nyeri berhubungan

dengan agens-agens

yang menyebabkan

cedera (fisik : gangrene

diabetik)

Infeksi berhubungan

dengan kerusakan

jaringan dan

peningkatan pajanan

terhadap lingkungan

S:

Pasien mengatak kaki kanan yang

terdapat luka terasa

cekut-cekut/nyeri. Skala nyeri:

P : nyeri akibat luka diabetes,

luka terasa sakit saat

berjalan dan pada saat ganti

balut

Q : nyeri serasa cekut-cekut

R : kaki kanan

S : skala nyeri 3

T : nyeri terasa saat berjalan

dan pada saat ganti balut

O:

Pasien tampak lebih tenang (nyeri

berkurang dari 7 menjadi 3)

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Lanjutkan intervensi 4-6

S:

Pasien mengatakan kakinya

masih terasa cekut-cekut/nyeri

O:

- Balutan luka tampak kering

- Eksudat jumlah sedang, warna

eksudat kuning bercampur

darah (pada saat Gb)

A:

Masalah teratasi sebagian (ganti

Page 59: Askep  DM

3

4

Kerusakan integritas

jaringan berhubungan

dengan perubahan

sirkulasi (DM)

Hambatan mobilitas

fisik berhubungan

dengan

ketidaknyamanan

balut rutin setiap hari)

P:

Lanjutkan intervensi 1-9

S: -

O:

- Stadium luka Diabetes

berdasarkan Wagner Scale

stadium 4 (gangrene di 4 ruas

jari kaki)

- Warna luka mayoritas yellow

dan black

- Gangren pada t1, t3, t4

- Luas luka 48 cm

- Kedalaman sampai tulang

A: masalah belum teratasi

P:

Lanjutkan intervensi 1-6

S:

- Pasien mengatakan seperti

mandi, dan ke kamar kecil

dibantu keluarga. Indeks katz

C

- Pasien mengatakan BAK

menggunakan pispot di atas

tempat tidur

O:

- Pasien tampak hanya

berbaring di tempat tidur

- Pasien tampak selalu di

dampingi keluarga

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi 1-7

Page 60: Askep  DM

1

2

3

Selasa,

25-06-2013

Jam 13.30

Nyeri berhubungan

dengan agens-agens

yang menyebabkan

cedera (fisik : gangrene

diabetik)

Infeksi berhubungan

dengan kerusakan

jaringan dan

peningkatan pajanan

terhadap lingkungan

Kerusakan integritas

jaringan berhubungan

dengan perubahan

sirkulasi (DM)

S:

Pasien mengatak kaki kanan yang

terdapat luka terasa

cekut-cekut/nyeri. Skala nyeri 2

O:

Pasien tampak lebih tenang

A:

Masalah teratasi sebagian (nyeri

berkurang dari 4 menjadi 2)

P:

Lanjutkan intervensi 4-6

S:

Pasien mengatakan kakinya

masih terasa cekut-cekut/nyeri

O:

- Balutan luka tampak kering

- Eksudat jumlah sedang, warna

eksudat kuning bercampur

darah (pada saat Gb)

A:

Masalah teratasi sebagian (ganti

balut rutin setiap hari)

P:

Lanjutkan intervensi 1-9

S: -

O:

- Stadium luka Diabetes

berdasarkan Wagner Scale

stadium 4 (gangrene di 4 ruas

jari kaki)

- Warna luka mayoritas yellow

Page 61: Askep  DM

4 Hambatan mobilitas

fisik berhubungan

dengan

ketidaknyamanan

dan black

- Gangren pada t1, t3, t4

- Luas luka 48 cm

- Kedalaman sampai tulang

A: masalah belum teratasi

P:

Lanjutkan intervensi 1-6

S:

- Pasien mengatakan seperti

mandi, dan ke kamar kecil

dibantu keluarga. Indeks katz

C

- Pasien mengatakan BAK

menggunakan pispot di atas

tempat tidur

O:

- Pasien tampak hanya

berbaring di tempat tidur

- Pasien tampak selalu di

dampingi keluarga

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi 1-7

1 Rabu,

26-03-2013

Jam 13.30

Nyeri berhubungan

dengan agens-agens

yang menyebabkan

cedera (fisik : gangrene

diabetik)

S:

Pasien mengatak kaki kanan yang

terdapat luka terasa

cekut-cekut/nyeri. Skala nyeri 2

O:

Pasien tampak lebih tenang

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Lanjutkan intervensi 4-6

Page 62: Askep  DM

2

3

4

Infeksi berhubungan

dengan kerusakan

jaringan dan

peningkatan pajanan

terhadap lingkungan

Kerusakan integritas

jaringan berhubungan

dengan perubahan

sirkulasi (DM)

Hambatan mobilitas

fisik berhubungan

dengan

ketidaknyamanan

S:

Pasien mengatakan kakinya

masih terasa cekut-cekut/nyeri

O:

- Balutan luka tampak kering

- Eksudat sudah tidak tampak

A:

Masalah teratasi sebagian

(eksudat sudah tidak tampak)

P:

Lanjutkan intervensi 1-9

S: -

O:

- Stadium luka Diabetes

berdasarkan Wagner Scale

stadium 2 (luka terbuka

dengan penetrasi ke tulang

dan tendon : post debridemen)

- Warna luka red

A: masalah teratasi sebagian

P:

Lanjutkan intervensi 1-6

S:

- Pasien mengatakan seperti

mandi, dan ke kamar kecil

dibantu keluarga. Indeks katz

C

- Pasien mengatakan BAK

menggunakan pispot di atas

tempat tidur

- Pasien mengatakan masih

takut untuk berdiri

O:

Pasien sudah mampu duduk

Page 63: Askep  DM

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi 1-7

Page 64: Askep  DM

DAFTAR PUSTAKA

Perry dan Potter, 2002. Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Penerbit buku kedokteran : EGC

Tarwoto dan Wartonah, 2000, Kebutuhan Dasar Manusia, Penerbit Medika Salemba : Jakarta

Nian SP, 2010. Konsep dan proses keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Surakarta

Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.

Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80

Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.

Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-

136.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu,

Jakarta : Heul 2002

Reeves,Roux,Lockhart; Keperawatan medikal Bedah (2001),Salemba Medika, Jakarta.

Price, Wilson, Patofisiologi Konsep klinis Proses Penyakit(1995),EGC,Jakarta.

Tucker, et al, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan Diagnosis dan Evaluasi

(1998) Ed. V, Vol.2, EGC, Jakarta