48
A. Pengertian Pada bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa pengertian tentang diabetes melitus antara lain menurut: Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. (Elizabeth, 2000) Sedangkan menurut Arjatmo, (2002) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Pengertian lain tentang diabetes melitus menurut Brunner and Suddart, (2002), mengemukakan bahwa diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pengertian lain menurut WHO, bahwa diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. B. Patofisiologi Insulin dihasilkan oleh pankreas yang mempunyai fungsi endokrin yang dilakukan oleh pulau-pulau langerhans yaitu sel alfa, beta, gama. Sel alfa berfungsi mensintesa glukagon untuk meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati. Sedangkan sel beta berfungsi mensintesa insulin untuk menurunkan kadar gula dalam darah

askep DM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep DM

Citation preview

A.    PengertianPada bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa pengertian tentang diabetes melitus antara lain menurut:

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. (Elizabeth, 2000)

Sedangkan menurut Arjatmo, (2002) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.

Pengertian lain tentang diabetes melitus menurut Brunner and Suddart, (2002), mengemukakan bahwa diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Pengertian lain menurut WHO, bahwa diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

B.     PatofisiologiInsulin dihasilkan oleh pankreas yang mempunyai fungsi endokrin yang dilakukan oleh pulau-pulau langerhans yaitu sel alfa, beta, gama. Sel alfa berfungsi mensintesa glukagon untuk meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati. Sedangkan sel beta berfungsi mensintesa insulin untuk menurunkan  kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan glukosa ke dalam sel tubuh. Sedangkan sel gama digunakan untuk metabolisme makanan. Pada seseorang yang menderita diabetes melitus mengalami peningkatan kadar gula dalam darah yang diakibatkan karena kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh beberapa faktor.

1.      Diabetes tipe 1Faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antigen transplantasi dan proses imum lainnya.

Faktor-faktor imunologi. Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

Faktor lingkungan. Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2.      Diabetes tipe 2Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.Faktor-faktor resiko :a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)b. Obesitasc. Riwayat keluargaPada seseorang yang menderita diabetes mellitus, maka kadar glukosa dalam darahnya tinggi. Jika kadar glukosa dalam darah tinggi, akan menyebabkan ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa, akibatnya glukosa tersebut tersaring keluar dan muncul melalui urine yang disebut glukosuria. Ketika glukosa ini dikeluarkan berlebihan melalui urine, akan mengakibatkan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan juga melalui urine yang dikenal dengan diuresis osmotic. Akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan sering bak atau disebut dengan poliuria, dan karena sering bak klien akan merasa sering haus atau disebut dengan polidipsia. Penurunan insulin juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak dan protein yang mengakibatkan penurunan berat badan yang mengakibatkan peningkatan nafsu makan atau polifagia.

C.     Klasifikasi Diabetes Mellitus.Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Diabetes mellitus type insulin/ type 1 Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

2.      Diabetes mellitus type IINon Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM) yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.

3.      Diabetes mellitus type laina.       Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.b.      Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinikc.       Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

D.    KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus adalah:Komplikasi akutKomplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah Hipoglikemia.Ketoasidosis diabetic.Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.

2.    Komplikasi k ronikUmumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

E.     Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis Short acting ½-1 jam, puncak 2-3 jam, durasi kerja 4-6 jam, biasanya diberi 20-30 menit sebelum makan.Intermediate acting 3-4 jam, puncak 4-12 jam, durasi kerja 16-20 jam, diberi sesudah makan.Long acting 6-8 jam, puncak 12-16 jam, durasi kerja 20-30 jam, untuk mengendalikan kadar gula darah puasa.

Penatalaksanaan Keperawatan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, dan diskusi kelompok.Pemantauan glukosa darah sendiri.Perawatan kulit dengan cara memberikan lotion pada kulit agar tetap lembut.Penatalaksanaan DiitSyarat diet DM hendaknya dapat:Memperbaiki kesehatan umum penderitaMengarahkan pada berat badan normalMenormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa mudaMempertahankan kadar KGD normalMenekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabeticMemberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.Menarik dan mudah diberikanPrinsip diet DM, adalah: 1) Jumlah sesuakkebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis: boleh dimakan/tidakc.       Latihan Jasmani

Latihan sangat penting untuk dalam penatalaksanaan diabetes yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko penyakit pada kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh

otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Macam-macam latihan jasmani adalah jalan, jogging, bersepeda, dan berenang.d.    Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya: 1)      Diit DM I : 1100 kalori2)      Diit DM II : 1300 kalori3)      Diit DM III : 1500 kalori4)      Diit DM IV : 1700 kalori5)      Diit DM V : 1900 kalori6)      Diit DM VI : 2100 kalori7)      Diit DM VII : 2300 kalori8)      Diit DM VIII : 2500 kalori

Diit s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemukDiit IV s/d V   : diberikan kepada penderita dengan berat badan normalDiit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

F.      Pengkajian KeperawatanPengkajian pada klien dengan Diabetes Melitus menurut Doenges (2000) didapatkan data

sebagai berikut: 1.     Aktivitas/  Istirahat Kaji adanya lemah, letih, sulit bergerak, gangguan tidur. 2.      Sirkulasi Kaji adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama. 3.      Integritas Ego Kaji adanya stress, tergantung pada orang lain, ansietas. 4.      Eliminasi Kaji adanya poliuria, nocturia, rasa nyeri, nyeri tekan abdomen, diare. 5.      Makanan/ CairanKaji adanya mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan.6.      Neurosensori Kaji adanyapusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, mengantuk.7.      Nyeri/ KenyamananKaji adanya nyeri yang ditandai dengan wajah meringis, tampak berhati- hati jika bergerak.8.      Pernafasan Kaji adanya batuk dengan atau tanpa sputum, merasa kekurangan oksigen.9.      Keamanan Kaji adanya kulit kering, gatal, ulkus kulit yang ditandai dengan demam, lesi.10.  Seksualitas Kaji adanya masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.11.  Penyuluhan/ Pembelajaran Kaji adanya faktor risiko keluarga, DM, jantung, stroke, hipertensi.

12. Pemeriksaan Diagnostika. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.b.  Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl.c. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.d. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua.

e. Benda keton dalam urine. f.        Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).

G.    Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Doenges (2000), dan Brunner & Suddarth (2002) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.3.      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.4.      Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.5.      Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.6.      Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.7.      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.8.      Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.9.      Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes.

H.    PerencanaanSetelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:1.      Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi.Kriteria hasil  :Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Perencanaan   :Pantau tanda-tanda vital.Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.Timbang berat badan setiap hari.Berikan terapi cairan sesuai indikasi.

2.      Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.Kriteria hasil  :Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah.Perencanaan   :

a.       Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.b.      Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.c.       Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.d.      Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.e.       Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.

3.      Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.Tujuan : Infeksi tidak terjadi.Kriteria hasil  :Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.Perencanaan   :

a.       Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.b.      Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.

c.       Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.d.      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.e.       Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.

4.      Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.Tujuan : Perubahan sensori perseptual tidak terjadi.Kriteria hasil  :Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.Perencanaan   :

a.       Pantau tanda-tanda vital dan status mental.b.      Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.

c.       Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.

d.      Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.

5.      Diagnosa keperawatan: Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.Tujuan : Kelelahan berkurang.Kriteria hasil  :Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.Perencanaan   :a.       Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.b.      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.c.       Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.d.      Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.

6.      Diagnosa keperawatan: Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.Tujuan : Perasan ketidakberdayaan berkurang.

Kriteria hasil  :Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.Perencanaan   :a.       Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.b.      Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.c.       Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.d.      Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.

7.      Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.Tujuan : Pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dapat meningkat.Kriteria hasil  :Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.Perencanaan   :

a.       Ciptakan lingkungan saling percayab.      Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.c.       Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.

d.      Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.

8.      Diagnosa keperawatan: Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.Tujuan : Perawatan diri terpenuhiKriteria hasil  : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri/ dibantu keluarga.Perencanaan   :

Berikan penyuluhan kepada pasien tentang cara perawatan diri mandiri di rumah.

9.      Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes.Tujuan : Ansietas tidak terjadi.Kriteria hasil  : Klien tidak tampak cemas.Perencanaan   :

a.       Berikan dukungan emosional untuk klien.b.      Luangkan waktu untuk mendampingi klien yang ingin mengungkapkan emosinya.

c.       Hilangkan kesalahpahaman klien dan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.

I.       Pelaksanaan Keperawatan

Menurut Potter (2005), pelaksanaan merupakan pengelolaan, perwujudan, dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menerapkan strategi tindakan yang dilakukan pada klien dan respon pada setiap tindakan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan. Sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

J.      EvaluasiEvaluasi menurut Hidayat (2007) merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Sedangkan menurut Potter (2005) evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan perlu ditinjau kembali atau dimodifikasi dalam evaluasi prinsip objektifitas, rehabilitas dan validasi dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses (formatif) adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dengan didokumentasikan pada catatan keperawatan.

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A.        DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau

madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume

urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit

hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan

relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran

basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan

suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan

kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau

akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B.        KLASIFIKASI

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert

Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4

kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1.      Tipe I:  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin

(DMTI)

Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari

pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.

Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak

biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2.      Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak

tergantung insulin (DMTTI)

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini

diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan

olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat

hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol

hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan

pada mereka yang obesitas.

3.      DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,

sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

4.      Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C.        ETIOLOGI1.      Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.       Faktor genetic :Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA (Human Leucocyte Antigen)  tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b.      Faktor imunologi :Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c.       Faktor lingkunganFaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2.      Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun

dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran

terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan

transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat

kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.

Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan

system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu

yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin

yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,

1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak

tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang

merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,

terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-

kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya

adalah:

a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b.      Obesitas

c.       Riwayat keluarga

d.      Kelompok etnik

D.      PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh

hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial

(sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut

muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke

dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru

dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi

insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan

lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa

tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat

menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,

hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan

elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik

tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai

pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai

akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai

dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau

sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas

DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu

ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes

tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan

sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih

dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan

dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama

sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya

sangat tinggi).

Patways

Pathway Diabetes Melitus

E.       MANIFESTASI KLINIS

1.    Diabetes Tipe I

§  hiperglikemia berpuasa

§  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

§  keletihan dan kelemahan

§  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada

perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.    Diabetes Tipe II

§  lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

§  gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,

luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

§  komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F.       DATA PENUNJANG

1.      Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam

setelah pemberian glukosa.

2.      Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3.      Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4.      Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5.   Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan

semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6.     Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7.  Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan

respon terhadap stress atau infeksi.

8.         Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9.         Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)

10.     Urine: gula dan aseton positif

11.     Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G.      KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan

sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1.    Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari

glukosa darah

a.    HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-

100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan

hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak

diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan

alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh

overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau

olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula

darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

§  Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar

pada pasien dengan tipe 1.

§  Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan

nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat

hipoglikemia

§  Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian

diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.

§  Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada

penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga

organ ini.

b.    SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.

Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton,

osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan

fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,

elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skemaIV Cairan1 sampai 12 jam

NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/literNaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose

InsulinPermulaan Jam berikutnya

IV bolus 0.15 unit/kg RI5 sampai 7 unit/jam RI

ElektrolitPermulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan jam berikutnya

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.

Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat

diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus

dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati –

hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat

diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya

dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian

cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c.    KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)

Pengertian

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan

dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Etiologi

Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat

disebabkan oleh :

1)   Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2)   Keadaan sakit atau infeksi

3)   Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

Patofisiologi

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang

juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini

akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang

berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air

dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi

yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit.

Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan

sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-

asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton

oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan

sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya

keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais

darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

Tanda dan Gejala

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi

(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur,

kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang

nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik

sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan

hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.

Ketosisis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan

gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri

abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga

tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan

pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai

akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (didertai

pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan

Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan

efek dari pembentukan badan keton.

Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat

sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas

plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).

Pemeriksaan Penunjang

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin

memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin

memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung

pada derajat dehidrasi)

·      Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar

glukosa darah.

·      Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar

dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan

ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15

mEq/L)  dan pH yang rendah  (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)

mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi

metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil

pengukuran keton dalam darah dan urin.

Penatalaksanaan

§  Rehidrasi

1.   Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada

tingkat dehidrasi

2.   Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat

dehidrasi

3.   12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100

cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.

§  Kehilangan elektrolit

Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam

plasma normal.

ElektrolitPermulaan

Jam kedua dan jam berikutnya

Bila serum K+ lebih besar dari 3.5mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

§  Insulin

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

algoritma Diabetes Melitus

          2.      Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular

perifer dan vaskular serebral.

2.  Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal

(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan

baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

3.  Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang

masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

4.    Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

5.    Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H.      PENATALAKSANAAN

1.    Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta

neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa

darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas

pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1)      Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a.       Memperbaiki kesehatan umum penderita

b.      Mengarahkan pada berat badan normal

c.       Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

d.      Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

e.       Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a.       Jumlah sesuai kebutuhan

b.      Jadwal diet ketat

c.       Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

§  jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah

§  jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

§  jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi

penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative

Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

    

      1.      Kurus (underweight)    BBR < 90 %

      2.      Normal (ideal)              BBR 90% - 110%

      3.      Gemuk (overweight)    BBR > 110%

      4.      Obesitas apabila         BBR > 120%

        §  Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%

        §  Obesitas sedang      BBR 130% - 140%

        §  Obesitas berat          BBR 140% -  200%

        §  Morbid                    BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita   DM yang

bekerja biasa adalah :

      1.      Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari

      2.      Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari

      3.      Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari

      4.      Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari

2)      Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

§  Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah makan,

berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau

menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan

reseptornya.

§  Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore

§  Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen

§  Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

§  Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru.

§  Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam

lemak menjadi lebih baik.

3)  Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita

DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset

video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4)  Obat

1)     Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1)      Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,

menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat

rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan

berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit

lebih.

2)      Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

a)    Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik

-       Menghambat absorpsi karbohidrat

-       Menghambat glukoneogenesis di hati

-       Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

b)   Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

c)    Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

2)   Insulin

1)   Indikasi penggunaan insulin

a)     DM tipe I

b)   DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c)    DM kehamilan

d)   DM dan gangguan faal hati yang berat

e)    DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

f)    DM dan TBC paru akut

g)   DM dan koma lain pada DM

h)   DM operasi

i)     DM patah tulang

j)     DM dan underweight

k)   DM dan penyakit Graves

2)   Beberapa cara pemberian insulin

a)    Suntikan insulin subkutan

Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan,

kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :

5)  Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar

identik

2.    Keperawatan

Pengkajian            Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut

a.       PENGKAJIAN  PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

§  Airway + cervical control

1)      Airway                                                          

Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut

2)      Cervical Control      : -

§  Breathing + Oxygenation

1)      Breathing              : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

   -          KAD    : Pernafasan kussmaul   -          HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

2)      Oxygenation : Kanula, tube, mask

§  Circulation + Hemorrhage control

1)      Circulation                       :

   -          Tanda dan gejala schok

   -          Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.

2)      Hemorrhage control  : -

§  Disability : pemeriksaan neurologis è GCS

A : Allert                      : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara

Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri

Unresponsive      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan

pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1.   AMPLE : alergi, medication, past  illness,  last meal, event

2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3.   Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulangPemeriksaan Diagnostik

1)   Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

2)   Gula darah puasa normal atau diatas normal.

3)   Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.4)   Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.5)   Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

Anamnesea.    Keluhan Utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau

aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan

sakit kepalab.    Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

c.    Riwayat kesehatan dahuluAdanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

d.   Riwayat kesehatan keluargaRiwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

e.    Riwayat psikososialMeliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

f.     Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.

g.    Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

      Diagnosa yang Mungkin Muncul

a.    Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan

menggunakan glukose (tipe 1)

c.    Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe

2)

d.   Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan

mekanisme pengaturan

e.    PK: Hipoglikemia

PK: Hiperglikemi

f.     Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

RENCANA KEPERAWATANNO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Nyeri akut berhubungan dengan

NOC:ü Tingkat nyeri

Manajemen nyeri :1.        Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif

agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

ü Nyeri terkontrolü Tingkat kenyamanan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :

1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator :§  Mengenal faktor-faktor penyebab§  Mengenal onset nyeri§  Tindakan pertolongan non farmakologi§  Menggunakan analgetik§  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim

kesehatan.§  Nyeri terkontrol2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan

indikator:§  Melaporkan nyeri§  Frekuensi nyeri§  Lamanya episode nyeri§  Ekspresi nyeri; wajah§  Perubahan respirasi rate§  Perubahan tekanan darah§  Kehilangan nafsu makan

.

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

2.        Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3.        Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

4.        Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

5.        Kurangi ontro presipitasi nyeri.6.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologis/non farmakologis)..7.        Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,

distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..8.        Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.9.        Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.10.    Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain

tentang pemberian analgetik tidak berhasil.11.    Monitor penerimaan klien tentang manajemen

nyeri.

Administrasi analgetik :1.         Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,

dan frekuensi.2.         Cek riwayat alergi..3.         Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan

dosis optimal.4.         Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian

analgetik.5.         Berikan analgetik tepat waktu terutama saat

nyeri muncul.6.         Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala

efek samping.

2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

Nutritional Status : Food and Fluid Intake§  Intake makanan peroral yang adekuat§  Intake NGT adekuat§  Intake cairan peroral adekuat§  Intake cairan yang adekuat§  Intake TPN adekuat

Nutrition Management1.    Monitor intake makanan dan minuman yang

dikonsumsi klien setiap hari2.    Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi

yang dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi

3.    Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C

4.    Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan5.    Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT6.    Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat

oral

3 Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)

Nutritional Status : Nutrient Intake§  Kalori§  Protein§  Lemak§  Karbohidrat§  Vitamin§  Mineral§  Zat besi§  Kalsium

Weight Management1.     Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan

dan budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi berat badan.

2.     Diskusikan resiko kelebihan berat badan.3.     Kaji berat badan ideal klien.4.     Kaji persentase normal lemak tubuh klien.5.     Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan

berat badan.6.     Timbang berat badan setiap hari.7.     Buat rencana untuk menurunkan berat badan

klien.8.     Buat rencana olahraga untuk klien.9.     Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan

nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan

NOC:ü Fluid balanceü Hydrationü Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :§  Mempertahankan urine output sesuai

dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal

§  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

§  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC :Fluid management

1.         Timbang popok/pembalut jika diperlukan2.         Pertahankan catatan intake dan output yang

akurat3.         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran

mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

4.         Monitor vital sign5.         Monitor masukan makanan / cairan dan hitung

intake kalori harian6.         Kolaborasikan pemberian cairan IV7.         Monitor status nutrisi8.         Berikan cairan IV pada suhu ruangan9.         Dorong masukan oral10.     Berikan penggantian nesogatrik sesuai output11.     Dorong keluarga untuk membantu pasien makan12.     Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )13.     Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih

muncul meburuk14.     Atur kemungkinan tranfusi15.     Persiapan untuk tranfusi

5 PK: HipoglikemiaPK: Hiperglikemi

Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo/ hiperglikemia.

Managemen Hipoglikemia1.      Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi2.      Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula

darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

3.      Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula

darah > 69 mg/dl4.      Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol5.      K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia1.      Monitor GDR sesuai indikasi2.      Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ;

gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.

3.      Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi4.      Berikan insulin sesuai order5.      Pertahankan akses IV6.      Berikan IV fluids sesuai kebutuhan7.      Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala

Hiperglikemia menetap atau memburuk8.      Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi9.      Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl

khususnya adanya keton pada urine10.  Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,

warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11.  Anjurkan banyak minum12.  Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

6 Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

NOC :ü Circulation statusü Tissue Prefusion : cerebral

Kriteria Hasil :a.    mendemonstrasikan status sirkulasi§  Tekanan systole dandiastole dalam rentang

yang diharapkan§  Tidak ada ortostatikhipertensi§  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan

intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif

yang ditandai dengan:§  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai

dengan kemampuan§  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan

orientasi§  memproses informasi§  membuat keputusan dengan benar

NIC :Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)

§  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul

§  Monitor adanya paretese§  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit

jika ada lsi atau laserasi§  Gunakan sarun tangan untuk proteksi§  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung§  Monitor kemampuan BAB§  Kolaborasi pemberian analgetik§  Monitor adanya tromboplebitis§  Diskusikan menganai penyebab perubahan

sensasi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jak

Puasa bukanlah halangan bagi penyandang Diabetes Mellitus (DM) atau biasa disebut diabetesi. Hanya saja, persiapan dan kedisplinan dalam memonitoring kadar gula darah secara berkala harus menjadi kewajiban utama yang perlu dipahami penderita diabetes berpuasa.

 Penderita diabetes yang ingin puasa terbagi dalam empat golongan risiko, yaitu :

 

1. Resiko Paling Tinggi

Menderita DM tipe 1 Sedang hamil Menjalani cuci darah Gula darah sering turun mendadak (drop),dan mengalami ketoasidosis berulang.

Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut pasien DM yang terjadi karena kadar glukosa dalam darah sangat tinggi.

2. Resiko Tinggi

Mengalami gangguan ginjal Tinggal sendiri Sementara pemakai insulin atau sulfonilurea Orangtua yang sakit-sakitan.

3. Resiko Sedang

Pasien DM terkontrol pemakai sulfonilurea atau glinid.

4. Resiko Ringan

Diabetesi yang terkontrol dengan diet saja atau mengonsumsi metformin atau TZD.

Perubahan dalam tubuh selama berpuasaDalam kondisi puasa, tubuh manusia dapat berfungsi dengan baik karena terdapat berbagai macam hormon dalam tubuh yang mengatur keseimbangan kerja organ-organ tubuh. Diabetes Mellitus  merupakan salah satu contoh dari kondisi dimana tubuh kekurangan salah satu hormon  yang dinamakan insulin. Hormon ini berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kurangnya jumlah dan kerja insulin  dalam tubuh.

Insulin di dalam tubuh diproduksi oleh suatu kelenjar yang disebut pankreas.  Pada orang yang tidak mengalami diabetes, pengeluaran insulin dari pankreas diantaranya dipicu oleh adanya glukosa yang masuk ke dalam darah. Glukosa tersebut dapat berasal dari asupan makanan yang mengandung karbohidrat. Kadar glukosa yang normal di dalam darah (60mg/dL-150mgdL) sangat diperlukan untuk memberikan asupan energi bagi kerja sel-sel penting dalam tubuh, seperti sel otak, sel saraf, sel darah, sel otot dan lain-lain.

Dengan bantuan insulin inilah melalui suatu proses yang rumit, makanan yang masuk ke dalam tubuh akan digunakan untuk pembentukan energi dan sisanya akan disimpan sebagai cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam hati (liver) dan otot sebagai zat yang dikenal dengan nama glikogen.

Sebaliknya, dalam keadaan puasa dimana asupan makanan menurun maka produksi dan penggunaaan insulin juga akan menurun. Dalam kondisi ini, aktifitas hormon tubuh lain seperti  glukagon (hormon yang berfungsi untuk menaikan kadar gula dalam darah) dan katekolamin (zat yang dapat meningkatkan kerja organ-organ  dalam tubuh) sebaliknya akan meningkat untuk membantu pemecahan cadangan makanan atau energi yang ada dalam tubuh  atau yang telah disebutkan diatas sebagai glikogen.

Karena puasa berlangsung selama 14 jam, maka cadangan glikogen dalam tubuh jumlahnya akan menurun. Rendahnya kadar glikogen dalam tubuh akan merangsang tubuh untuk memecah atau membakar lemak sebagai bahan makanan dan sumber energi lain bagi tubuh.

Pembakaran asam lemak  ini akan menghasilkan zat  yang disebut keton. Seperti halnya glikogen, zat keton ini juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kerja otot jantung dan otot tubuh lainnya, semisal kerja hati dan organ tubuh lainnya. Pada orang tanpa diabetes, semua proses ini berlangsung secara seimbang karena insulin yang digunakan untuk proses di atas cukup tersedia di dalam tubuh untuk menyeimbangkan proses-proses tersebut. Bahaya yang dapat timbul selama berpuasa

Kurangnya jumlah dan kerja insulin dalam tubuh seperti yang telah dijelaskan di atas, mengakibatkan orang yang mengalami diabetes berpotensi untuk mengalami berbagai macam gangguan yang dapat membahayakan kondisi fisik sebagai akibat dari tidak seimbangnya proses-proses yang disebutkan di atas. Bahaya yang mungkin timbul akibat berpuasa bagi orang dengan diabetes tanpa perencanaan yang tepat diantaranya adalah hipoglikemi, hiperglikemi, ketoasidosis, dehidrasi dan trombosis. 1. Hipoglikemi

Hipoglikemi berarti menurunnya kadar gula dalam darah.  Tanda dan gejala yang umum terjadi selama hipoglikemia adalah: rasa lapar, lemas, gemetaran, keluar keringat dingin, penglihatan menjadi kabur, pusing, mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Kadar gula darah pada orang yang

mengalami hipoglikemi kurang dari 60 mg/dL. Dalam keadaan puasa, hipoglikemi dapat terjadi akibat dari kurangnya makanan yang masuk ke dalam tubuh.

Hipoglikemi selain menimbulkan tanda dan gejala seperti yang disebutkan tadi, jika terlambat mendapatkan pertolongan dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Hipoglikemi lebih mudah terjadi pada orang diabetes yang mendapatkan terapi obat-obatan golongan Sulfonilurea dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi obat-obatan seperti Metformin & Glitazon. Selain itu menurut penelitian, hipoglikemi lebih mudah terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dibandingkan dengan pasien diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darahnya.

2. Hiperglikemi

Sebaliknya, orang diabetes yang berpuasa dapat mengalami hiperglikemi (peningkatan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dL). Hiperglikemi dapat terjadi sebagai akibat dari pengurangan dosis insulin yang dilakukan dengan asumsi bahwa dosis insulin yang disuntikan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Asumsi tersebut tentu saja tidak tepat, karena seperti telah dijelaskan sebelumnya walaupun dalam keadaan puasa  proses pemecahan glikogen dan lemak yang akan meningkatkan kadar gula darah tetap terjadi. Hiperglikemi ini jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan timbulnya ketoasidosis (DKA) yang ditandai dengan adanya mual, muntah, pengeluaran urin yang berlebihan, tidak mau makan, sampai terjadi penurunan kesadaran.

Dehidrasi dan trombosis. Dalam keadaan berpuasa, dehidrasi (kurang cairan  tubuh) dapat terjadi karena kurangnya asupan air. Di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, dimana kelembaban udara sangat tinggi, maka pengeluaran keringat akan meningkat, sehingga memungkinkan terjadinya dehidrasi selama berpuasa. Pada orang diabetes dengan kadar gula darah yang  masih tinggi akan mengeluarkan urin dalam jumlah yang berlebihan sehingga menyebabkan dehidrasi.

Dehidrasi dapat menjadi ancaman jiwa karena dehidrasi menyebabkan  berkurangnya cairan yang beredar dalam tubuh. Kurangnya cairan  dalam tubuh akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Selain itu, dehidrasi akan meningkatkan kekentalan darah yang selanjutnya menyebabkan menurunnya kecepatan aliran darah dan menyebabkan peningkatan proses penggumpalan darah dalam tubuh yang akan meningkatkan resiko timbulnya sumbatan dalam pembuluh darah (trombosis) seperti pada pembuluh darah mata, ginjal, atau pembuluh darah pada otak sekalipun.

Perencanaan untuk berpuasa

Seringkali seseorang dengan diabetes sangat terpengaruh oleh cerita tentang pengalaman orang lain yang juga mengalami diabetes bahwa dengan menjalani puasa Ramadhan orang tersebut akan merasa lebih sehat dari sebelumnya. Pengalaman orang lain tersebut, selayaknya harus disikapi secara bijaksana oleh orang yang mengalami diabetes. Keputusan untuk tetap menjalankan ibadah puasa pada akhirnya memang merupakan keputusan pribadi.

Namun seringkali disayangkan  karena pada umumnya keputusan tesebut semata-mata diambil atas dasar keinginan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan tanpa dilengkapi dengan pemahaman mengenai bahaya yang mungkin timbul selama berpuasa. Kemungkinan  timbulnya resiko tersebut memang sangat tergantung dari kondisi kesehatan setiap orang, seperti tinggi rendahnya kadar gula darah, pengobatan diabetes yang digunakan ataupun adanya penyakit lain yang mungkin menyertai. Oleh karena itu pemeriksaan secara medis sangat diperlukan bagi setiap orang yang mengalami diabetes sebelum memutuskan untuk berpuasa.

Perencanaan berpuasa bagi orang yang mengalami diabetes:

1. Personal

Perencanaan puasa merupakan hal yang harus dirancang berdasarkan kondisi setiap individu. Setiap orang yang mengalami diabetes memiliki kondisi diabetes yang unik sehingga sangat berbahaya untuk menerapkan pengalaman berpuasa orang lain kepada diri sendiri. Perbedaan pengobatan yang dijalani oleh seseorang dengan diabetes merupakan salah satu contoh dari keunikan tersebut. Oleh karena itu penting bagi orang diabetes untuk memahami obat-obatan apa yang digunakan selama ini, bagaimana cara kerjanya dan efeknya termasuk pengaruh obat tersebut selama berpuasa.

2. Memeriksa gula darah lebih sering

Untuk tujuan pemantauan resiko adanya hipoglikemi dan hiperglikemi selama puasa,  seseorang dengan diabetes harus lebih sering memeriksakan gula darahnya.

3. Diet

Pada prinsipnya diet selama bulan puasa harus sama dengan diet sehari-hari, yaitu diet dengan menu seimbang dengan perhitungan kalori yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Juga disarankan untuk banyak minum pada malam hari dan memastikan bahwa makan sahur dilakukan seakhir atau selambat mungkin sebelum Imsyak tiba.

4. Aktifitas

Aktifitas normal sehari-hari perlu diperhatikan.  Bagi orang dengan diabetes, kegiatan fisik yang berlebihan selama berpuasa dapat menyebabkan hipoglikemi sehingga harus dihindari. Shalat Taraweh merupakan salah satu contoh tambahan kegiatan fisik yang dilakukan selama bulan puasa dan perlu diwaspadai dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemi. Oleh karena itu disarankan untuk makan seimbang sebelum Shalat Taraweh.

5. Berbuka puasa

Orang dengan diabetes yang berpuasa harus segera membatalkan puasanya jika merasakan adanya gejala hipoglikemi. Disarankan agar orang diabetes selalu menyediakan bekal makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat sederhana (karbohidrat yang dapat diolah secara cepat menjadi gula di dalam tubuh, misalnya air yang mengandung gula, jus, atau roti putih)

untuk segera dikonsumsi saat merasakan gejala hipoglikemi atau segera membatalkan puasa pada saat Magrib tiba. Hal ini sesuai dengan seruan Nabi yang berbunyi:“Senantiasa manusia itu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”  (H.R. Bukhori dan Muslim). 6. Medical check up Pra-Ramadan

Semua orang dengan diabetes yang berkeinginan untuk tetap berpuasa selama bulan Ramadhan sangat disarankan untuk menjalani pemeriksaan dan berkonsultasi kepada dokter ahli diabetes. Dokter terutama akan memeriksa pola kadar gula darah, tekanan darah, kadar kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati. Melalui pemeriksaan ini akan diketahui apakah seorang dengan diabetes dapat berpuasa secara aman,  seberapa besar resiko yang mungkin terjadi jika berpuasa, dan dokter akan melakukan penyesuaian dosis dan waktu penggunaan obat-obatan dan insulin untuk mengurangi resiko akibat berpuasa.

7. Edukasi dan Konseling

Selain melakukan pemeriksaan medis dengan dokter ahli diabetes, orang dengan diabetes perlu  berkonsultasi kepada edukator diabetes seperti ahli gizi dan perawat edukator diabetes mengenai perawatan mandiri selama berpuasa, diantaranya adalah mengenai tanda dan gejala hipo/hiperglikemi, pemantauan gula darah, perencanaan  makanan dan kegiatan sehari-hari selama berpuasa. Walaupun di Indonesia belum menjadi kebiasaan umum, orang dengan diabetes sangat disarankan untuk menggunakan gelang pengenal sebagai orang diabetes, sehingga jika terjadi sesuatu akan segera mendapatkan pertolongan yang tepat.

Saat menjalankan puasa, pasien DM mesti mewaspadai adanya hipoglikemia atau gula darah terlalu rendah, juga hiperglikemia atau gula darah terlalu tinggi. Selain itu, mereka juga hati-hati jika terjadi ketoasidosis,di mana darah menjadi asam.Yang perlu diperhatikan adalah : ”Jangan sampai juga terjadi dehidrasi dan timbulnya bekuan di pembuluh darah”.

Diabetesi mesti membatalkan puasa saat gula darah turun menjadi 60 mg/dl atau kurang. Juga, gula darah turun di sekitar 70 mg/dl pada jam-jam awal,terutama pemakai insulin, sulfonilurea atau glinid yang dipakai saat sahur. Waspada jika gula darah naik lebih dari 300 mg/dl.Persyaratan Penderita Diabetes Berpuasa

Penyandang diabetes tidak boleh menganggap dirinya berbeda dengan orang yang non-diabetes. Sama saja, tetapi harus memerhatikan beberapa hal untuk menstabilkan kadar gula darah. Beberapa hal yang harus diwaspadai bagi penderita diabetes yang melakukan puasa di antaranya risiko gula darah terlalu rendah (hipoglikemia), gula darah terlalu tinggi (hiperglikemia), darah menjadi asam, dan kekurangan cairan sehingga timbul bekuan di pembuluh darah.

Ini adalah hal-hal yang harus diwaspadai bagi mereka penderita diabetes yang ingin melakukan puasa. Masih ada waktu sebulan untuk mengontrol dan mengatur kestabilan kadar gula darah agar dapat berpuasa dengan fit. Pengaturan makan selama puasa pada penderita diabetes, perlu mendapat perhatian.

Selama puasa, penting untuk penderita diabetes melakukan monitor gula darah. Selama ini, banyak pasien tidak mengecek gula darah karena ada anggapan akan membatalkan puasa. Padahal, periksa gula darah sama sekali tidak membatalkan puasa. Periksa gula darah perlu lebih ketat terutama saat ada gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.

 

Berpuasa Penderita Diabetes

Sebelum menjalankan puasa, sebaiknya Anda melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli. Pasalnya, makanan dan minuman saat sahur dan berbuka biasanya mengandung kadar gula dan kar- bohidrat yang tinggi. Diabetes bisa menjadi hambatan dalam menjalankan ibadah puasa apabila tidak berhati-hati. Disarankan penderita diabetes yang sudah menggunakan insulin tidak diwajibkan untuk berpuasa,karena ini bisa terjadi hipoglikemia, dan ini bahaya.

Penderita diabetes yang belum memiliki ketergantungan pada insulin, bisa berpuasa sebagaimana orang kebanyakan. Hal yang terpenting, jangan meminum obat peningkat insulin pada saat sahur, karena insulin yang meningkat tidak disertai asupan makan sesudahnya, dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat insulin yang biasanya diminum pada pagi hari, pada saat puasa sangat dianjurkan untuk diminum pada saat berbuka saja.

Dihimbau agar makanan yang manis dan mengandung karbohidrat tinggi dijadikan menu berbuka puasa karena dapat mengembalikan energi yang hilang pada saat berpuasa. Buah kurma adalah contoh makanan berbuka yang baik, karena mengandung karbohidrat tinggi, namun sebaiknya tidak dimakan secara berlebihan juga.

Cadangan Energi

Pada saat sahur, penderita diabetes juga diimbau untuk banyak mengonsumsi makanan manis, untuk cadangan energi selama berpuasa, asal jangan berlebihan. Tetapi, sangat dianjurkan makanan manis diperoleh dari bahan makanan alami seperti buah-buahan. Banyak hal yang harus diperhatikan, seperti memprioritaskan pola makan sehat dengan mengonsumsi buah dan sayur mayur, mengukur kadar gula darah secara berkala, menyesuaikan jadwal pemberian obat, serta mengenali gejala penurunan dan peningkatan gula darah.

Bagi penderita diabetes, sebaiknya segera membatalkan puasa apabila gula darah turun menjadi 60 mg/dl. Sementara bagi pemakai insulin sulfonilurea atau glind bisa berbuka bila gula darah turun di sekitar 70 mg/dl di jam-jam awal atau gula darah naik lebih dari 300 mg/dl.

 

Berikut adalah beberapa pedoman bagi seorang diabetesi, apakah sebaiknya berpuasa:

 

Anda dapat berpuasa dengan aman bila:

Anda telah meminta saran dokter mengenai kondisi kesehatan Anda dan mendapatkan obat-obatan yang sesuai selama berpuasa.

Anda dapat mengendalikan diri tidak mengkonsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan pada saat berbuka dan sahur.

Anda sebaiknya tidak berpuasa bila:

Diabetes Anda tidak terkelola dengan baik. Anda memiliki komplikasi diabetes serius seperti penyakit jantung atau hipertensi. Anda sedang hamil atau menyusui. Anda memerlukan pengawasan atau perawatan harian (seperti pada lansia atau mereka

yang memiliki masalah kesadaran atau pemahaman). Anda sedang sakit dengan kondisi temporer seperti flu dan lainnya yang cukup berat. Anda memiliki riwayat diabetik ketoasidosis (kedaruratan yang terjadi saat gula darah

tidak tersedia sebagai sumber tenaga sehingga tubuh menggunakan lemak sebagai penggantinya) atau Anda rentan pingsan karena hipoglikemi.

Beberapa tips berpuasa bagi penderita diabetes:

Mintalah saran dokter sebelum dan selama berpuasa, karena mereka mungkin akan mengubah atau mengganti obat yang harus Anda konsumsi.

Jangan menghentikan pengobatan, tetapi dosis dan waktunya harus disesuaikan dengan waktu berpuasa.

Usahakan untuk menambah porsi makanan yang lambat dicerna seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian sehingga tidak menyebabkan lonjakan gula darah segera setelah berbuka.

Usahakan untuk makan sahur sedekat mungkin dengan waktu imsak/subuh, bukannya di tengah malam. Hal ini akan membuat gula darah lebih terjaga selama masa berpuasa.

Pantaulah kadar gula darah Anda secara ketat, misalnya tiga jam setelah berbuka atau sebelum makan sahur dan di siang hari. Hasil pengukuran dapat menunjukkan bagaimana tubuh Anda beradaptasi terhadap rutinitas baru.

Minumlah banyak air tawar di malam hari. Kurangi konsumsi teh dan kopi karena cenderung merangsang keluarnya air seni sehingga memicu dehidrasi di siang hari.

Bila Anda mengalami gejala kadar gula rendah (hipoglikemi) seperti berkeringat, gelisah, gemetar, lemah atau bingung, sebaiknya segera berbuka dengan minuman bergula yang diikuti makanan kaya karbohidrat.

Setelah Ramadhan, kunjungi dokter untuk memastikan kadar gula darah Anda terkelola dengan baik dan apakah obat-obatan yang diberikan perlu disesuaikan kembali.

Menu, pola makan dan aktivitas bagi penderita diabetes saat berpuasa:

1. Makan sahur diakhirkan.2. Konsumsi total serat 50 gram sehari.3. Konsumsi wortel mentah setiap harinya (1-3 umbi wortel).4. Melakukan aktivitas fisik sehari-hari wajar seperti biasanya.5. Beristirahat sejenak (untuk sholat, tiduran, mengaji) setelah sholat Dhuhur.

6. Jumlah asupan kalori sehari selama bulan puasa sama dengan jumlah asupan kalori sehari-hari yang disarankan oleh dokter/ahli gizi sebelum puasa.

7. Tambahkan bawang merah ke setiap hidangan makanan, karena bawang merah memiliki khasiat menurunkan gula dan lemak darah.

8. Perlu mengatur pembagian porsi makan: 40% dikonsumsi saat sahur, 50% saat berbuka puasa, dan 10% malam hari sesudah sholat tarawih dan sebelum tidur.

9. Penderita DM selain minum obat dokter, sebaiknya juga minum sari kacang panjang sebanyak setengah hingga satu gelas setiap hari. Pagi hari saat sahur, dibiasakan minum jus wortel 1 gelas dan jus bayam setengah gelas. Sore saat berbuka puasa, minum jus wortel 1 gelas, lettuce setengah gelas, kacang panjang sepertiga gelas, dan toge sepertiga gelas. Saat sebelum makan (besar di) malam hari, minum jus wortel 1 gelas, celery setengah gelas, petercelli seperempat gelas.

10. Jika Anda mengambil insulin, Anda akan membutuhkan lebih sedikit insulin sebelum mengawali puasa.

11. Jenis insulin yang Anda gunakan mungkin harus diubah dari yang biasanya Anda gunakan.

12. Insulin pra-campuran tidak dianjurkan selama puasa.13. Sebelum memulai puasa, Anda juga harus mengonsumsi makanan rendah glikemiks.14. Periksa kadar glukosa darah Anda lebih sering dari biasanya.15. Ketika berbuka, makanlah dalam jumlah kecil, dan hindari makan makanan manis.16. Saat buka puasa, Anda harus memperbanyak minum air dan menghindari minuman manis

atau berkafein17. Perbanyak serat dan kurangi makanan berlemak.