Upload
dheelovee-thata-dheedee
View
54
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Leaflet MP ASI
Citation preview
BAB 2
TINJUAN KASUS
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan
dan bergumpal-gumpal. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996)
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan
usus proksimal (grace & borley, 2007).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas
(scba) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (arief mansjoer,
2000 : 634)
Hematemesis didefinisikan sebagai mutah darah dan melena sebagai berak
berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah berubah bentuk
(acid hematin). (i made bakta, 1999:53)
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau
melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan
saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan
yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
2.1.2 Etiologi
1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises
esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas
(Hilmy 1971: 58 %)
2.1.3 Patofisiologi
Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan
kepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah
(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor
trobosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk
darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan
pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises
esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer
akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel
hati. Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu
pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi
dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena
porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat,
dan lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,
seperti pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-
lain. Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan
iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-
induce thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.
(I Made Bakta, 1999 :55)
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu
juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi
alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan
ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang
varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan
yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan
kemungkinan varises.
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan
kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat
perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan
perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah
dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Ascites, hidratonaks dan edemo.
4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
5. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif.
Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
a. Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan
pubis.
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
c. Spider nevi dan eritema
d. Hiperpigmentasi
2.1.5 Komplikasi
a. Encelofati
b. Asites
c. Sirosis Hepatis
d. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis
yang menyertai kelainan parenkim hati)
e. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah
jantung dan tekanan darah menurun)
f. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran napas)
g. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari). (Mubin, 2006)
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada atau tidaknya varises
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat
asal dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan,
dan infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat
dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita (Davey, 2005).
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas harus
sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita
perdarahan saluran cerna bagian atas meliputi:
1. Pengawasan dan pengobatan
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat -obat yang
menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid
sebaiknya dihindarkan
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair. Infus cairan
langsung dipasang dan diberikan larutan garam
c. fisiologis NaCl 0,9 % selama belum tersedia darah.
d. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita
dan bila perlu dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang
dan mempertahankan kadar hemoglobin 50 - 70 % nilai normal.
g. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K 4x10mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan
h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan
sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus dan ini dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa nasogastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (umbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah
di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Umbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-
150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini
dapat diulang setiap 1 - 2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per
infuse akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus
sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
merangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada
penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit
jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon Sengstaken-Blakemore Tube
Dilakukan pemasangan balon Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) untuk
penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan
SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga
penderita dapat diberitahu dan dijelaskan tujuan pemakaian alat tersebut,
cara pemasangannya dan kemungkinan akibat yang dapat timbul pada waktu
dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik
dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran
cerna bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,
obstruksi jalan napas tidak pernah ditemukan.
5. Pemakaian bahan skleroti
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esophagus
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah: ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto -kaval. Operasi
efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati
membaik.
2.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1) Primary Survey
(1) Airway
Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
Sumbatan atau penumpukan secret.
Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor.
Diaporesis
(2) Brething
Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
Ronki, krekels.
Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
Penggunaan obat bantu nafas.
Tampak sianosis / pucat
Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
(3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat/perlahan (vasokontriksi)
Warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah,
kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologik).
Nadi lemah/tidak teratur.
Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
TD meningkat/menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
Kulit pucat atau sianosis.
Output urine menurun / meningkat
(4) Disability
Penurunan kesadaran
Penurunan reflex
Tonus otot menurun
Kekuatan otot menurun karena kelemahan
Kelemahan
Iritabilitas
Turgor kulit tidak elastis
(5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan
BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual
muntah, hasil foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
2) Secondary Survey
(1)Tanda-tanda Vital
Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
RR lebih dari 20 x/menit.
Suhu hipotermi/hipertermia.
(2)Riwayat Kesehatan
Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma,
ulkus peptikum, Kanker saluran pencernaan bagian atas, Riwayat penyakit
darah, misalnya DIC, Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik.
(3)Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
(4)Pengkajian Umum
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelehan
Tanda : Takikardi, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas)
b. Sirkulasi
Gejala : Hipotensi, takikardi, disritmia (hipovolemia/hipoksemia), nadi
perifer lemah, pengisian kapiler terlambat (capilarirefil time >2 detik),
warna kulit pucat, sianosis, (tergantung jumlah kehilangan darah),
kelembaban kulit/membran mukosa : berkeringat (menunjukan status syok ,
nyeri akut, respon psikologis).
c. Itegritas Ego
Gejala : Faktor stress akut atau kronis (Keuangan, hubungan, kerja),
perasaan tak berdaya
Tanda : Gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara
gemetar.
d. Eliminasi :
Gejala : Riwayat perawatan di RS sebelumnya karena perdarahan GI atau
masalah yang berhubungan dengan GI mis. Luka peptik/gaster, gastritis,
iradiasi area gaster. Perubahan pada defekasi/karakteristik feses.
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering hiperaktif selama
perdarahan, karakter feses diare, darah wana gelap, kecoklatan, atau
kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk,(steatorea), Konstipasi
dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida), haluaran urine :
menurun , pekat.
e. Makanan/cairan
Gejala :Anoreksia, mual, muntah, Cekukan, Nyeri uluhati, sendawa bau
asam, Tidak toleran terhadap makanan, penurunan berat badan.
Tanda : Muntah : warna kopi, gelap, atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa,
turgor kulit buruk, berat jenis urine meningkat.
f. Neurosensori
Gejala : Rasa berdenyut pusing/sakit kepala, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan, koma( tergantung
sirkulasi/ oksigenasi).
g. Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,perih,
nyeri hebat tiba-tiba dapat diserta perforasi, rasa ketidaknyamanan/distres
samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis
akut). Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/nyebar ke punggung terjadi 1-2
jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri gaster
terlokasi dikanan terjadi lebih kurang 4 jam setelah makan/bila lambung
kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (Ulkus duadenal)
Faktor pencetus : Makanan, rokok, alkohol, pengguna obat-obatan tertentu
misal salisilat, reserpin,antibiotik,ibuprofen, stresor psikologis.
Tanda : Wajah berkerut berhati-hati pada area yang sakit, pucat berkeringat,
perhatian menyempi.
h. Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat/sensitif misal ASA
Tanda : Peningkatan suhu, Spider angioma , eritema palmar, (Menunjukan
sirosis/hipertensi portal)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritan mukosa gaster
3. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tindakan pembatasan intake nutrisi oral (Pemasangan NGT dan Puasa)
4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Haluaran urene adekuat dengan berat jenis normal
(1,010), Tanda vital stabil, Membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat (Capilarirefil time < 2 detik).
Intervensi Rasional
1. Catat karakteristik muntah
dan/draenase
2. Observasi tanda vital tiap 1 jam
sekali
3. Catat respon psikologis pasien
4. Observasi masukan dan haluaran
5. Pertahankan tirah baring untuk
mencegah muntah dan tegang saat
defekasi
6. Tinggikan kepala tempat tidur
selama pemberian antacid
1. Membedakan distres gaster
2. Perubahan TD dan nadi dapat
digunakan untuk perkiraan
kehilangan darah
3. Simtomatologi dapat berguna dalam
mengukur berat/lamanya periode
perdarahan
4. Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan
5. Aktivitas dan tekanan intra
abdominal dapat mencetuskan
7. Berikan cairan jernih dan hindari
kafein
8. Berikan cairan sesuai terapi medis
9. Pasang NGT pada perdarahan akut
10.Berikan obat sesuai terapi Medis
perdarahan lanjut.
6. Mencegah refluk sgaster dan aspirasi
antasida
7. Menetralisir asam lambung dan
kafein merangsang produksi asam
lambung.
8. Penggunaan cairan sesuai derajat
hipovolemi dan kehilangan cairan.
9. Memberikan kesempatan untuk
menghilangkan sekresi iritan pada
gaster, untuk mengubah lambung
yang berisi darah supaya tidak
terbentuk amonia.
10.Untuk mengatasi keadaan akibat
gastritis dan hematemesis
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritan mukosa gaster
Tujuan : Pasien mengatakan nyeri hilang
Kriteria Hasil : Menunjukan rileks dan dapat tidur dengan enak/cepat.
Intervensi Rasional
1. Catat keluhan nyeri termasuk lokasi,
lamanya, intensitas (skala 0-10)
2. Berikan makan sedikit tapi sering
sesuai indikasi
3. Bantu latihan rentang aktif/pasif
4. Berikan perawatan oral dan pijat
punggng,perubahan posisi
5. Berikan dan lakukan perubahan diet
6. Gunakan susu biasa daripada skim
7. Berikan obat sesuai terapi Medis
misal analgetika dan antacid
1. Membantu mendiagnosa etiologi
perdarahan.
2. Makanan sebagai penetralisasi asam
lambung
3. Menurunkan kekakuan sendi.
4. Nafas bau menimbulkan nafsu
makan kurang
5. Untuk mengembalikan kondisi yang
lemah
6. Lemak pada susu dapat menurunkan
sekresi gaster
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
menurunkan keasaman gaster.
3. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tindakan pembatasan intake nutrisi oral (Pemasangan NGT dan Puasa)
Tujuan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi
Kriteria Hasil: Porsi Intake nutrisi oral dapat dihabiskan
Pasien tidak mengeluh lapar
HB.70 % dari harga normal dapat dipertahankan
Intervensi Rasional
1. Kaji Tanda-tanda vital
2. Pantau berat badan pasien dan
jumlah asupan kalorinya setiap
hari
3. Kaji adanya distensi
abdomen,volume residu lambung
yang besar atau diare
1. Mengetahui gambaran kondisi pasien
2. Tindakan ini membantu menentukan
apakah kebutuhan makanan telah
terpenuhi
3. Kaji adanya distensi
abdomen,volume residu lambung
yang besar atau diare
4. Observasi hasil kumbah lambung
5. Berikan bubur tepung + susu
6. Berikan obat Laktulase
7. Berikan diet tinggi kalori dan
tinggi protein; mencakup
kesukaan pasien dan makanan
yang dibuat di rumah. Berikan
suplemen nutrisi sesuai dengan
ketentuan medic
8. Berikan suplemen vitamin dan
mineral sesuai dengan ketentuan
medic
9. Berikan nutrisi enteral atau
parenteral total melalui
prototokol penanganan jika
kebutuhan diet tidak terpenuhi
lewat asupan per oral
4. Keadaan membaik (cairan hasil KL
jernih)
5. Agar Mudah dicernak oleh lambung
6. Mencegah obstipasi
7. Pasien memerlukan nutrient yang
cukup untuk peningkatan kebutuhan
metabolism
8. Suplemen ini memenuhi kebutuhan
nutrisi; vitamin dan mineral yang
adekuat perlu untuk fungsi selular
9. Teknik intervensi nutrisi menjamin
terpenuhinya kebutuhan nutrisi
4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Tujuan : Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Mempertahankan/ memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti
tanda vital stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, keluaran urine adekuat.
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tingkat
kesadaran, keluhan pusing/ sakit
kepala
2. Auskultasi nadi apikal. Awasi
kecepatan jantung/irama bila EKG
kontinu ada
3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat,
berkeringat, pengisian kapiler
lambat, dan nadi perifer lemah.
1. Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
2. Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat hipotensi, hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.
3. Vasokontriksi adalah respon
4. Catat laporan nyeri abdomen,
khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau
nyeri menyebar ke bahu.
5. Observasi kulit untuk pucat,
kemerahan. Pijat dengan minyak.
Ubah posisi dengan sering.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
7. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.
4. Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karena efek bufer darah.
5. Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.
6. Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
7. Mempertahankan volume sirkulasi dan perfus
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien (3rd ed.). Jakarta: EGC.
Jhoxer (2010). Asuhan Keperawatan Hematomesis Melena. Diambil
dari http://kumpulan asuhankeperawatan.blogspot.com/2010/01/asuhan-
keperawatan hematomesis-melena.html . pada 13 Agustus 2015
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media
Aesculapius.
Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi
(2nd Ed.). Jakarta: EGC.
NANDA Internasional (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-
2006. Budi Santosa (Penerjemah). Philadelpia: Prima Medika.
Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan
Praktis (105-110). Jakarta: Binarupa Aksara.
Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Agustus
2015 dari http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-
gratis-free.html.