28
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA OLEH GUSTI PANDI LIPUTO NIM: 841410012 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013

Askep Jiwa Pada Lansia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Jiwa Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

OLEH

GUSTI PANDI LIPUTO

NIM: 841410012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2013

Page 2: Askep Jiwa Pada Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah

saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan

dengan semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat

Indonesia juga semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin

bertambah.

Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah

saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan

dengan semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat

Indonesia juga semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin

bertambah

Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami

perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati

dapat menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus

merasa tua dan tidak berdaya.

Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi

mental pada lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas

tentang asuhan keperawatan gangguan fungsi mental pada lansia.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana gangguan fungsi mental pada lansia?

2. Bagaiamana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental?

3. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan

gangguan mental dengan menggunakan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus

1. Mengetahui gangguan fungsi mental pada lansia

2. Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental

Page 3: Askep Jiwa Pada Lansia

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Mental

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok

yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.

mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian

aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini

digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara

khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari

oleh individu. mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia

yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan

pribadi dan lingkungannya.

2. Aspek-Aspek Mental

Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada

kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang

bisa mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan

maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam

diri manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.

b. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.  

c. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada

dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter

manusia.

d. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.

e. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.

Page 4: Askep Jiwa Pada Lansia

f. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang

ada dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-

angan.

3. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia

Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,

psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil,

mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan

kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan

mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis

(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia

adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari

keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi

kemunduran.

Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi

semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol

daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia

mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati,

mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan

diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah

merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut,

dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.

Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan

hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang

kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus

memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk

dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi

pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.

Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai

seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan

pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan

memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi

tua.”

Page 5: Askep Jiwa Pada Lansia

Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan

ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,

namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan

sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga

diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model

kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi

masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada

yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah

terhadap pensiun.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia

adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.

Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang

merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental

tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Mental

1. Perubahan fisik

a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan

interseluler menurun

b.Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah

menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan

darah meningkat

c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat

dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.

Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan

berkurangnya respon motorik dan reflek

d.Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.

e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,

akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak

f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.

Memori menurun karena proses encoding menurun

g. Intelegensi: secara umum tidak berubah

Page 6: Askep Jiwa Pada Lansia

2. Kesehatan umum

Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang

lain. Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala

dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang

membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan

menjadi kendur dan terasa berat,

sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera

terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek,

kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi,

penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan

asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan

mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.

Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling

nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang

menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan

kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini

menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3. Lingkungan

Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak

jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada

yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka

muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

5. Masalah di Psikogerarti

1. Kecemasan: Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik,

fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress

akut, gangguan stress pasca traumatic

2. Depresi: suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis

seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan

atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan

Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan

terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian

hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering disalahartikan sebagai

Page 7: Askep Jiwa Pada Lansia

demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada

klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.

3. Insomnesia: Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat

mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan

pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada

malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.

4. Paranoid: Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,

membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya

5. Dimensia: kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh

kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis,

1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan

kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku

(Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi

kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara global dan progresif yang

dihubungkan dengan masalah fisik.

6. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

a. Pendekatan fisik

Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera

sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,

menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan

sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,

memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.

b. Pendekatan psikologis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,

interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang

pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran

dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak

untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.

Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan

service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena

bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi

gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,

berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan

Page 8: Askep Jiwa Pada Lansia

pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan

pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau

yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila

lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan

dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan

pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara

perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka

kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak

menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas

dan bahagia.

c. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam

hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit

atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien

lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa

maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai

macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa

sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi

yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.

Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat

harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan ,

masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu

menghantui pikiran lanjut usia.

d. Pendekatan social

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya

perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul

bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi

pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang

dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk

mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film,

atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan

penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan

Page 9: Askep Jiwa Pada Lansia

kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang

terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi

dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan

demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka

maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan

kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

Page 10: Askep Jiwa Pada Lansia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat

Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya

b. Kaji adanya dimensia. Dengan alat-alat yang sudah disepakati Mini Mental Status

Exam (MMSE)

1. Orientasi:

- tanyakan hari ini tanggal berapa?

- Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?

2. Registrasi:

- Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya

(memori).

- Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA,

POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk

mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya, tetapi mintalah

pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini

kurang bermakna.

3. Perhatian dan perhitungan

- Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti

setelah 5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.

- Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu

kata dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor

satu untuk setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien

4. Daya ingat

Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan

kepadanya diatas tadi.

5. Bahasa

- Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”

Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang

benar

- Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu

bukan……………!, tetapi itu ………dan………! Beri skor 1 point bila

pengulangan benar.

Page 11: Askep Jiwa Pada Lansia

- Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana :

“ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”

Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola tidur b.d penurunan fungsi mental

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron

irreversible.

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan

atau integrasi sensori ( defisit neurologist).

5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan

ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh

penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

3. Rencana Perawatan

1. Gangguan pola tidur b.d penurunan fungsi mental

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola

tidur yang teratur.

Kriteria Hasil:

Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.

Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.

Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi

penyebab tidur tidak adekuat.

Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan

terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).

Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

Intervensi:

a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative

terhadap tidur pada malam hari.

Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan

oleh tidur siang yang singkat.

b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.

Page 12: Askep Jiwa Pada Lansia

Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid

termasuik perubahan mood, insomnia.

c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien

(member susu hangat).

Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada

malam hari terbukti mengganggu tidur.

d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.

Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,

meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap

suara meningkat selama tidur.

e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.

Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu

pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga

irama sikardian terganggu.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron irreversible.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir

rasional.

Kriteria hasil :

Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani

konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang

diri

Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang

negative

Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan

factor penyebab

Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak

diinginkan, ancaman, dan kebingungan.

Intervensi

a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang

terapeutik

Page 13: Askep Jiwa Pada Lansia

Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,

meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik

psikologis.

b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,

kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan

perilaku.

Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi

rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan

risiko yang negative atau tingkat frustasi.

c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.

Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan

gangguan neuron

d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien

Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan

perceptual.

e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien

mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.

Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi

pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan

(kebahagiaan personal).

f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.

Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan

penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.

g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label

gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.

Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan.

Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan

kemarahan.

h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.

Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.

Page 14: Askep Jiwa Pada Lansia

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami

cedera.

Kriteria hasil :

Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.

Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau

cedera

Klien tidak mengalami trauma atau cedera

Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-

tahap untuk memperbaikinya.

Intervensi

a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan

persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang

mungkin timbul

Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat

akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu

mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh

b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.

Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma

akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.

c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar

tempat tidur.

Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang

meningkatkan risiko terjadinya trauma.

d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.

Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus

dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.

e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi

ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).

Page 15: Askep Jiwa Pada Lansia

Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar

tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi

gangguan.

f. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal

bersama klien selama periode agitasi akut.

Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien

lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau

integrasi sensori ( defisit neurologist)

Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan

lebih lanjut pada persepsi sensori klien.

Kriteria hasil :

Klien mengalami penurunan halusinasi.

Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau

mengatur perilaku.

Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.

Internvensi

a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut

mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.

Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris

menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien

tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.

b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan

Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan

kesalahan intepretasi stimulasi.

c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi

realita dengan kalender, jam, atau catatan.

Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap

frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan

kemampuan mengenali keadaan sekitar.

d. Ajarkan strategi mengatasi stress.

Page 16: Askep Jiwa Pada Lansia

Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi

e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu

ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.

Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.

5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan

ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan

aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.

Kriteria hasil :

Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau

komunitas yang dapat memberikan bantuan.

Intervensi

a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.

Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat

diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.

b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai

kebutuhan

Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin

dilupakan.

c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri

sesuai kemampuan.

Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.

d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas

Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena

penurunan motorik dan perubahan kognitif.

e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.

Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh

penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

Page 17: Askep Jiwa Pada Lansia

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga

efektif. 

Kriteria hasil :

7. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi

keadaan.

8. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan

tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.

9. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.

Intervensi

Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang

digunakan.

Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping

memerlukan informasi akibat konflik

Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.

Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.

Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.

Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu

Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.

Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.

Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.

Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari

kesepian.

Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah,

berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.

Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi

kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan

keluarga.

Page 18: Askep Jiwa Pada Lansia

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental

dapat diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat

mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan

lingkungannya. Pada lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan

jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia

senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti

perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering muncul

masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti kecemasan,

depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.

Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia

sehingga penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas

dapat muncul beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d

ansietas; gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis

daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,

transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist); kurang perawatan diri :

hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan

atau psikologis.

B. Saran

Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi

mental pada lansia dan dapat mengimplementasikannya.

Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani

lansia dengan gangguan perubahan fungsi mental.

Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui

bagaimana cara mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi

mental.

Page 19: Askep Jiwa Pada Lansia

Daftar Pustaka

www.google.co.id key words “askep jiwa pada lansia” diakses pada tanggal 28 April 2013

pukul 10:00 WITA

www.google.co.id key words “askep penyakit-penyakit jiwa pada lansia” diakses pada

tanggal 28 April 2013 pukul 10:00 WITA.