Upload
afni-jirayu-chan
View
46
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Askep Perforasi Membran Tipani 123456
Citation preview
Tugas KDMBY : SURADI EFENDI, S.Kep,Ns.
OLEH KELOMPOK X
KELAS A1
HASNAENI NH.01.04.017M.NURYADIN NH.01.04.029ABD.RAHIM NH.01.04.004
PROGRAM S1 KEPERAWATANSTIKES NANI HASANUDIN
MAKASAR
2005
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan ridho-Nya yang dilimpahkan kepada kami kelompok X sehingga makalah
kami yang berjudul “Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
pendengaran : perforasi membran timpani “ bisa terselelesaikan tepat pada waktu yang
ditentukan.
Kami mengambil “ Perforasi membran timpani” sebagai judul makalah kami
karena Perforasi membran timpani merupakan salah satu penyakit akibat gangguan
pada system pendengaran dimana penderita bisa mengalami ketulian akibat robeknya
membran timpani. Penyakit perforasi membrane timpani paling banyak ditemukan pada
anak-anak akibat banyak factor yang akan kami bahas dalam makalah ini..
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempunaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini sangat kami harapkan.
Sebelum saya mengakhiri sapaan awal ini, tak lupa saya mengucapkan banyak
terimakasih kepada bapak Suradi Efendi S.Kep,Ns. sebagai dosen pembimbing yang
dengan rela membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Dan juga tak luipa kami
mengucapkan limpahan terima kasih kepada semua teman-teman yang telah membantu
kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar Desember 2005
Kelompok X kelas A1
DAFTAR ISI
HalamanHalaman judul ………………………………………………………………. i
Kata pengantar ……………………………………………………………… ii
Daftar isi ……………………………………………………………………. iii
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………….. 1
A. Latar belakang ………………………………………………….. 1
B. Rumusan masalah ………………………………………………. 2
Bab II Pembahasan
A. Pengertian ………………………………………………………. 4
B. Anatomi fisiologi ……………………………………………….. 4
C. Patofisiologi …………………………………………………….. 5
D. Manifestasi klinik ………………………………………………. 6
E. Diagnosis penunjang …………………………………………… 7
F. Klasifikasi ……………………………………………………… 8
G. Penatalaksanaan ………………………………………………… 10
1. Medis ……………………………………………………….. 10
2. Asuhan keperawatan ………………………………………. 11
Bab III Penutup …………………………………………………………….. 16
A. Kesimpulan .................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap mahluk selalu berhubungan dengan dunia luarnya. Untuk mengenali dunia
luarnya itu setiap mahluk dilengkapi dengan alat untuk mengenalnya. Mahluk
mempunyai bagian tubuh yang terdiri dari kumpulan reseptor yang peka (sensitive)
terhadap rangsang.
Pancaindera adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Pada tubuh manusia alat untuk mengenal dunia luar atau sekitar
tubuhnya adalah alat indera. Serabut saraf yang melayaninya merupakan alat
perantara yang membawa kesan rasa dari organ indera menuju keotak, dimana
perasaan itu diolah atau ditafsirkan. Beberapa kesan rasa timbul dari luar seperti
sentuhan, pengecapan, penglihatan, pembauan, dan suara. Lainnya timbul dari dalam
antara lain rasa lapar, rasa haus, dan rasa sakit.
Alat indera akan berfungsi dengan baik bila tidak terjadi gangguan pada : alat
penerima rangsang (reseptor) yaitu alat indera itu sendiri, saraf penghubung antara
reseptor dengan pusat susunan saraf, dan pusat saraf (otak) yaitu alat yang bertugas
menerjemahkan dan mengelolah ramgsangan.
Dalam segala hal, serabut saraf sensorik dilengkapi dengan ujung akhir khusus
guna mengumpulkan rangsangan perasaan yang khusus itu, dimana setiap organ
berhubungan. Nampaknya kita seakan-akan mengecap dengan ujung saraf pada lidah,
mendengar dengan saraf dalam telinga, dan seterusnya, tetapi sesungguhnya otaklah
yang menilai semua perasaan itu.
Sesuai dengan kata ‘pancaindera’, kita mempunyai lima alat indera yang masing-
masing mempunyai fungsi tertentu dan masing-masing alat sangat peka (sensitif)
terhadap jenis rangsangan tertentu pula.
Salah satu pancaindra yang akan kami bahas dalam makalah ini yaitu telinga
dimana merupakan indera pendengaran (organ auditorik) disini kesan atas sura atau
bunyi diterima dan ditafsirkan. Saraf yang melayani indera ini adalah saraf cranial
kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah, dan rongga telinga dalam.
Telinga luar terdiri atas daun telinga, lubang telinga, saluran telinga, kelenjar
minyak dan selaput gendang. Fungsi telinga luar adalah untuk menangkap rangsangan
berupa suara atau bunyi. Ada tiga kelompok otot yang terletak pada bagian depan,
atas, dan belakang telinga.walaupun demikian, manusia hanya sanggup
menggerakkan telinganya sedikit sekali,sehingga hampir-hampir tidak kelihatan.
Telinga tengah atau rongga timpani berupa bilik kecil yang mengandung udara
yang didalamnya terdapat tulang-tulang pendengaran.tulang-tulang pendengaran itu
meliputi tulang martil, tulang landasan, dan tulang sanggurdil. Dari gendang telinga
getaran-getaran suara diteruskan oleh tulang-tulang ini keselaput yang menutupi
tingkap/jendela jorong. Dengan demikian getaran suara sampai ketelinga bagian
dalam.
Rongga telinga dalam merupakan bagian yang bertugas menerima rangsangan.
Terletak dalam ruangan dalam tulang karang yang disebut labirin keras. Didalamnya
terdapat dua macam alat yaitu alat pendengar dan alat keseimbangan. Alat pendengar
berbentuk seperti siput dan disebut rumah siput atau koklea. Getaran-getaran suara
yangbsampai kealat ini diterima alat penerima yaitu alat korti. Dari sini suara
diteruskan melalui serabut-serabut saraf kepusat
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perforasi membran tipani ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi dari membrana timpani ?
3. Bagaiman patofisiologi terjadinya penyakit/kelainan pada membrana
timpani berupa perforasi membrana timpani ?
4. Manifestasi klinik apa yang ditemukan pada klien yang menderita
perforasi membran timpani ?
5. Diagnosis penunjang apa yang diberikan pada klian yang menderita
perforasi membran timpani ?
6. Klasifikasi pada perforasi membran timpani ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari perforasi membran timpani ?
8. Bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pendengaran berupa perforasi membran timpani ?
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM INDRA : PERFORASI MEMBRANA TIMPANI
A. Pengertian
Perforasi membrana timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi.
Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak, cedera ledakan, atau hantaman
keras pada telinga. Perforasi lebih jarang, disebabkan oleh benda asing ( mis lidi
kapas, peniti, kunci ) yang didorong terlalu dalam kedalam kanalis auditorius
eksternus. Selain perforasi membrana timpani, cedera terhadap osikulus dan bahkan
telinga dalam dapat terjadi akibat tindakan ini, jadi,usaha pasien untuk membersihkan
kanalis auditorius esternus sebaiknya dilarang. Selama infeksi, membrana timpani
dapat mengalami ruptur bila tekanan dalam telinga tengah lebih besar dari tekanan
atmosfer dalam kanalis auditorius eksternus.
B. Anatomi Fisiologi
Telinga tengah tersusun atas membrana timpani ( gendang telinga ) disebelah
lateral dan kapsul otik disebelah medial, celah telinga tengah terletak diantaranya.
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis auditorius esternus dan menandai
batas lateral telinga tengah. Membran ini, yang diameternya sekitar 1 cm dan sangat
tipis, normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang merupakan rumah bagi
osikuli ( tulang telinga tengah ) dan dihubungkan dengan tuba eustachii ke
nasofaring. Juga berhubungan dengan beberapa sel berisi udara dibagian mastoid
tulang temporal. Telingah tengah mengandung tiga tulang terkecil ( osikuli ) ditubuh :
maleus, inkus dan stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh persediaan,
otot, dan likamin, membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil( jendela oval)
didinding media telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga
dalam. Bagian dataran kaki stapes menjejak pada jendela oval, dimana suara
dihantarkan ketelinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan keluar getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana yang sangat tipis, dan dataran kaki stapes
ditahan oleh anulusyang sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan olehanulus
yamg agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Baik anulus jendela bulat maupun
jendela oval sangat mudah mengalami robekkan. Bila ini terjadi, cairan dari telingah
dalam dapat mengalami kebocoran ketelinga tengah, kondisi ini dinamakan fistura
ferilinfe.
Tuba eustachii, yang lebarnya sekitar satu mellimeter dan panjangnya sekitar tiga
lima melimeter, menghubungkan telinga tengah kenasofaring. Normalnya, eustacii
selalu tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manufer falsalfa atau dengan menguap atau menelan. Tuba bertindak sebagai saluran
drainase untuk sekresi abnormal telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan dalam
telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
C. Patofisiologi
Kuman masuk kebagian eksterna melalui lobang telinga atau melalui tuba eustaci
kemudian menimbulkan infeksi. Infeksi labrinth (telinga interna) merupakan
perluasan telinga media, pengaruh yang paling utama ialah mengenai keseimbangan.
Infeksi dari telinga dari telinga luar, otitis eksterna seringkali oleh bakteri
(stavilokokus, gram negatif organisme atau fungus). Sejenis dermatitis seborrhcic
dapat disebabkan karena pemakaian earkone yang lama. Infeksi terjadi pada selaput
rongga telinga, membengkak dan getah radang dapat mengisi saluran. Furunkel dapat
juga tumbuh pada saluran. Rasa sakit terjadi karena tekanan pada kulit yang sangat
sensitif, menghebat sakitnya karena tidak ada ruang untuk menggelembung dalam
saluran yang bertulang. Kegiatan berenang terutama pada air yang terkontaminasi
sangat mungkin bisa menimbulkan infeksi telinga luar. Infeksi telinga tengah, otitis
media merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Infeksi bisa serous, purulen,
akut dan kronik, otitis media yang serous dapat terjadi karena terkumpulnya serum
yang steril didalam telinga tengah bila tuba eustacii tersumbat oleh infeksi yang
terdahulu atau alergi. Otitis media urolenta terjadi karena infeksi bakteri bisa akut
atau kronis. Yang kronis bisa menjalar mastoid, menimbulkan mastoiditis kronis
menyebabkan nekrose kepada gendang telinga, atau radang tulang telinga, timbul tuli.
Mastoiditis akut jarang terjadi karena pengobatan otitis media akut dengan
antibiotik. Persaman dengan mastoititis kronik dapat tumbuh cholestheatoma (tumor
jinak) yang merupakan kantong berisi kotoran yang infeksi. Tumor ini bisa timbul
kembali bila diangkat.
Otitis media serurosa Otitis media purulenta
Tuba kustacitersumbat Bakteri masuk ketelinga tengah Melalui tuba eustacii
Udara tidak bisa masuk Radang telinga tengah disertaiketelinga tengah pembentukkan pus
Terjadi tekanan negatif Pus mengisi telinga tengah pada telinga tengah
Eksudat yang serius mengisi telinga tengah
D. Manifestasi Klinik
Gejala otitis media dapat berfariasi beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan
mungkin terdapat otalgia. Spontan membrana timpani atau setelah miringotomi (insisi
membrana timpani). Gejala lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam,
kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis, karena auditorius
asternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan.
Membrana timpani tampak merah dan sering menggelembung.
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga atau
perasaan bendungan, dan bahkan suara letup atau berdering, yang terjadi ketika tuba
eustacii berusaha membuka. Membrana timpani tampak kusam pada ostokopi, dan
dapat terlehit gelembung udarta dalam telinga tengah. Audiogram biasanya
menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengasran dan
terdapat otorea interniten atau persisten yang berbau busuk biasanya tidak ada nyeri
kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri
tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri, biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membran timpani memperlihatkan adanya
porforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih dibelakang membran
timpani atau keluar kekanalis eksternus luang perforasi. Kolesteatoma dapat juga
tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometri pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
E. Diagnosis Penunjang
Kebanyakkan perforasi membrana timpani dapat sembuh spontan dalam beberapa
minggu setelah ruptur, meskipun ada beberapa yang baru sembuh setelah berbulan-
bulan. Selama proses penyembuhan telinga harus dilindungi dari air. Ada perforasi
yang menetap karena terjadi pertumbuhan jaringan parut pada tepi perforasi, sehingga
menghambat penyebaran sel epitel melintasi batas dan akhir penyembuhan. Perforasi
yang tak dapat sembuh dengan sendirinya memerlukan pembedahan. Bila terjadi
cedera kepala atau patah tulang temporal, pasien harus diobservasi bila ada cairan
serebrospinal otorea atau rinorea-cairan jernih cair dari telinga atau hidung.
Pasien harus dilindungi dari air ketika terjadi perforasi membrana timpani.
Keputusan melakukan timpanoplasti ( perbaikan membrana timpani ) biasanya
didasarkan pada perlunya mencegah potensial infeksi dari air yang memasuki telinga
atau keinginan memperbaiki pendengaran pasien. Terdapazt berbagai pembedahan
semua pada dasarnya dengan meletakkan pada lubang porforasi untuk memungkinkan
penyembuhan. Pembedahan biasanya berhasil menutup porforasi secara permanen
dan memperbaiki pendengaran, biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan.
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung efektifitas terapi (mis dosis
antibiotik oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi bakteri dan status fisik
pasien. Dengan terapi antibiotika spektrum luas yang tepat dan awal, otitis media
dapat hilang tanpa gejala sisa yang serius. Bila terjadi pengeluaran cairan, biasanya
perlu diresepkan preparat otik antibiotika. Kondisi bisa berkembang menjadi subakut
( mis berlangsung tiga minggu sampai tiga bulan ), dengan pengeluaran cairan
purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran permanen.
Komplikasi sekunder mengenai mastoit dan komplikasi intrakranier serius, seperti
meninitis atau abses otak, dapat terjadi meskipun jarang.
Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi infeksi
(otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan efusi
telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien maka bisa dilakukan miringotomi
dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah tetap terventilasi. Kortikosteroid,
dosis rendah, kadang dapat mengurangi edema tuba eustacii pada kasus barotrauma.
Penanganan meliputi pembersihan hati-hati telinga mengunakan mikroskop dan
alat pengisap. Pemberian tetes antibiotika atau pemberian bubuk antibiotik sering
membantu bila ada cairan purulen. Antibiotik sistemik biasanya tidak diresepkan
kecuali pada kasus infeksi akut.
F. Klasifikasi
1. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis
media akut adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telinga yang normalnya
steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustacii seperti obtruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya
(mis sinusitis, hipertropi adenoit), atau reaksi alergi (mis rinitis alergika). Bakteri
yang umum ditemuakn sebagai organisme penyebab adalah streptokokus
pneumoniae, hemophylus influensae, dan maroksella catarhaelis. Cara masuk
bakteri pada kebanyakkan pasien kemungkinan melalui tuba eustacii akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada porforasi membran timpani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan pendengaran konduktif.
2. Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa
adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negatif dalam telinga tengah disebabkan obstruksi tuba eustacii. Kondisi
ini ditemukan terutama pada anak-anak, perlu dicatat bahwa, bila terjadi pada
orang dewasa, penyebab lain yang mengdasari terjadinya disfungsi tuba eustancii
harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani
radioterapi dan barotrauma (mis penyelam) dan pada pasien dengan disfungsi tuba
eustacii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi. Barotrauma
terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak dalam telinga tengah akibat
perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam atau saat pesawat udara
turun, dan cairan terperangkap didalam telinga tengah. Karnisoma yang
menyumbat tuba eustacii harus disingkirkan pada orang dewasa yang menderita
otitis media serosa unilateral menetap.
3. Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrana timpani. Infeksi
kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrana timpani.
Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkankerusakkan membrana
timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan
mastoid. Sebelum penemuan antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang
mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis
media akut telah menyebabkan mastoiditis koaleses akut menjadi jarang.
Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak
mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga
yang tidak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli infeksi
kronik ini dapat mengakibatkan pembentukkan koleosteatoma, yang merupakan
pertumbuhan kulit kedalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani
ketelinga tengah. Kulit dari membran timpani literal membentuk kantong luar,
yang berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat
pada struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani olesteatoma dapat
tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nerfuspasealis, kehilangan pendengaran
sensorik neural dan atau gangguan keseimmbangan (akibat erosi telinga dalam),
dan abses otak.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Mencari vokal infeksi dihidung, dan dinasofaring dan sekaligus
mengobatinya.
Secara sistemik diberikan antibiotik, analgetik dan antiinflamasi. Untuk
stadium tiga sampai stadium lima diberi antibiotik dosis tinggi.
Secara lokal: pada stadium hiperemi diberikan antibiotik tetes, kecuali pada
bayi harus segera dilakukan parasintesis bila terdapat bulging lakukan
parasintesisuntuk melancarkan reinase, yaitu dengan membuat insisi kecil
pada kuadran bawah.
Konsevatif
a. Pembersihan sekret diliang telinga (toilet lokal drainage)
merupakan hal yang penting untuk
pengobatan otitis kronik.
Ada beberapa membersihkan sekret tersebut :
Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan
sesering seringnya bila ada otore. Dapat dianjurkan pada penderita
atau orang tua penderita yang mempunyai intelegensia yang cukup.
Displaseme metode dapat dengan menggunakan larutan
hidrogen peroksid (H2O2) 3%, karena adanya gas yang ditimbulkan.
Bila mungkin sekret dihisap secara hati-hati dengan
menggunakan jarum kecil, plastik, misalnya jarum BWG no 16
dan 18 yang ujungnya diberi karet kateter nelatom yang kecil atau
karet pentil. Semua tindakan pembersihan tersebut sebaiknya diberikan
sambil dilihat dan hati-hati untuk menghindarkan trauma yang tidak
diinginkan.
b. Pengobatan lokal diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik
tetes telinga hampir tidak gunanya apabila masih ada otore yang produktif.
Karena itu memberikan antibiotik lokal dianjurkan setelah dilakukan
tekhnik lokal. Harus diterangkan dulu cara pemakain H2O2 3 % kedalam
telinga yang sakit kemudian dibersihkan dengan kapas lidi baru setelah
itu masukkan antibiotik tetes telinga dengan cara kepala dimiringkan dan
ragus titekan supaya obat tetes masuk kedalam.
c. Antibiotik yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan apabila ada
eksaserbasi akut yang didahului oleh infeksi hidung atau farings.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Observasi adanya bukti-bukti OMA :
Setelah ISPA
Otalgia (sakit telinga)
Otorea purulen dapat terjadi
Demam
Keluaran pululen dapat ada, dapat juga tidak
Menangis
Rewel, gelisah, peka rangsang
Kecenderungan menggaruk, memegang, atau menarik telinga yang sakit
Menggeleng-gelengkan kepala dari samping kesamping
Kehilangan nafsu makan
Letargi
Pemeriksaan otoskopik pada OMA menunjukkan membran utuh yang tampak
merah terang dan menonjol, tanpa garis tulang yang dapat dilihat atau refleks
sinar; pada OME dapat ditemukan lubang kecil, membran abu-abu dangkal,
garis samar-samar, dan tingkat cairan yang dapat dilihat atau meniskus
dibelakang gendang telinga bila terdapat udara diatas cairan.
Observasi adanya bukti-bukti otitis media kronis :
Kehilangan pendengaran
Kesulitan berkomunikasi
Perasaan penuh, tinitus, vertigo mungkin ada
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan tekanan yang
disebabkan oleh proses inflamasi
Sasaran pasien 1 : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri/ketidaknyamanan
sampai tingkat yang dapat diterima
Intervensi keperawatan/ rasional
a) Beri analgesik/antipiretik untuk mengurangi nyeri
dan demam.
b) Posisikan untuk kenyamanan sesuai kebutuhan
individu
c) Pilih tindakan kenyamanan lokal berdasarkan
tingkat kerjasama dan ketentuan-ketentuan untuk mengurangi nyeri
yang maksimum
d) Beri kompres panas eksternal (dengan
bantalanpanas pada suhu panas yang rendah, bungkus dengan handuk)
diatas telinga dengan berbaring pada sisi yang sakit untuk meningkatkan
rasa nyaman.
e) Beri kantong es diatas telinga yang sakit untuk
mengurangi edema atau tekanan
f) Hindari mengunah dengan memberikan cairan atau
makanan lunak
g) Posisikan dengan telinga yang sakit berada pada
posisi dependen
Hasil yang diharapkan
Tidur dan istirahat dengan tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda
kenyamanan
2) Risiko tinggi infeksi/cedera berhubungan dengan ketidakadekuatan
tindakan/adanya organisme infeksius
Intervensi keperawatan/rasional
a) Tekankan pentingnya mengikuti instruksi, khususnya mengenai
pemberian antibiotik
b) Pertahankan keteraturan pemberian
c) Selesaikan program terapi
d) Jelaskan bahwa meskipun gejala biasanya kurang dalam 24-48 jam,
infeksi tidak akan hilang seluruhnya sampai semua antibiotik yang
ditentukn dihabiskan
e) Tekankan pentingnya perawatan tindak lanjut
f) Gunakan praktik pencegahan
g) Dudukkan dengan tegak untuk pemberian makan
h) Anjurkan untuk meniup hidung denganperlahan selama infeksi
pernapasan atas bukan meniup hidung dengan keras karena resiko
pemindahan dari tuba eustachius ketelingah tengah
i) Gunakan perminan meniup atau mengunyah permen karet untuk
meningkatkan aerasi telinga tengah selama dilakukan UPI
j) Hilangkan asap tembakau dan alergen yang diketahui atau yang
potensial dari lingkungan
Hasil yang diharapkan
Pasien etap bebas dari infeksi
Keluarga mematuhi petunjuk
Sasaran pasien 2 : pasien tidak mengalami komplikasi penyakit atau modalitas
tindakan
Intervensi keperawatan/rasional
Melihat sasaran sebelumnya
a) Bersihkan kanalis eksternal dari drainase dengan usapan kapas steril atau
lidi kapas yang dimasukkan kedalam larutan salin normal atau hidrogen
peroksida.
b) Jika drainase-nya banyak, bersihkan eksudat dari telinga dan kulit
sekitarnya serta berikan barier pelembab seperti jeli petrolium untuk
mencegah ekskoriasi.
c) Jika sumbu atau gulungan kasa kecil telah dimasukkan kedalam telinga
setelah pembedahan :
Jaga agar kasa atau sumbu tersebut cukup longgar untuk
memungkinkan keluarnya drainase dari telinga karena infeksi dapat
berpindah keprosesus mastoideus
Jaga agar sumbu tersebut tidak basa ketika mandi atau berkeramas.
d) Jelaskan penggunaan penyumbat telinga jika dianjurkan oleh dokter, jika
sedang memakai selang kontaminasi ketelinga tengah ketika berenang atau
mandi.
e) Memberi tahu praktisi bila grommet ( biasanya kecil, putih, selang plastik
berbentuk kumparan ) jatuh keluar dari kanal telinga.
f) Jelaskan bahwa hal ini normal dan tidak memberikan intervensi yang
segera.
g) Jelaskan pada keluarga tentang komplikasi OM yang potensial yang dapat
terjadi karena pengobatan yang tidak adekuat :
Kehilangan pendengaran konduktif
Perforasi, jaringan parut gendeng telnga
Mastoiditis ( inflamasi sistem sel udara mastoideus )
Kolesteatoma ( lesi seperti kista yang dapat masuk dan merusak
struktur auditorius sekitarnya )
Infeksi intrakranial, seperti meningitis
h) Jelaskan tentang pencegahan ketidaknyamanan telinga selama perjalanan
dengan pesawat :
Spray pengerut mukosa nasal atau dekongestan oral dapat diberikan
bila anak mengalami ISPA
Ketika turun dari pesawat dan makan, berikan air, atau permen karet.
Hasil yang diharapkan
Pasien sembuh dari infeksi dan atau pembedahan tanpa komplikasi.
Pasien tetap nyaman selama perjalanan dengan pesawat
3) Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan penyakit dan hospitalisasi pasien, kehilangan pendengaran sementara
Sasaran pasien ( keluarga ) 1 : pasien ( keluarga ) mendapatkan dukungan
yang adekuat
Intervensi keperawatan / rasional
Bila tepat, siapkan keluarga untuk prosedur pembedahan (miringotomi).
Hasil yang diharapkan
Keluarga mendemonstrasikan pemahaman tentang prosedur.
Sasaran pasien ( keluarga ) 2 : keluarga menjukkan perilaku koping yang
positif terhadap pasien
Intervensi keperawatan / rasional
a) Jelaskan bahwa kehilangan pendengaran sementara adalah hal
yang umum pada OM karena keluarga mungkin tidak menyadari hal ini.
b) Beri tahu keluarga tentang kemungkinan perubahan perilaku
pada saat kehilangan pendengaran, termasuk kurangnya kewaspadaan
terhadap bunyi di lingkungan.
c) Beri tahu keluarga bahwa pasien tidak mengabaikan mereka
tau salah berperilaku, pasien mungkin tidak menyadari ketika sedang
diajak bicara.
d) Bicara lebih keras, pada jarak lebih dekat, dan menghadap ke
pasien.
Gunakan kesabaran ketika berkomunikasi dengan pasien.
e) Dorong evaluasi lebih lanjut bila kehilangan pendengaran
bersifat menetap melewati tahap akut dari penyakit tersebut.
Hasil yang diharapkan
Keluarga menunjukkan perilaku koping yang posiif terhadap pasien.
Keluarga mencari perawatan kesehatan yang tepat untuk pasien.
BAB III
P E N U T U P
Kesimpulan
1. Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi. Sumber
trauma meliputi fraktur tulang tengkorak, cedera ledakan, atau hantaman keras
pada telinga.
2. Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) disebelah lateral
dan kapsul otik disebelah medial, celah telinga tengah terletak diantara keduanya.
Membran timpani terletak pada akhiran kanalis auditorius eksternus dan
menandai batas lateral tengah. Membran ini, yang diameternya sekitar 1 cm dan
sangat tipis, normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.
3. Kuman masuk kebagian eksterna melalui lobang telnga atau melalui tuba eustaci
kemudian menimbulkan infeksi. Infeksi labrinth (telinga interna) merupakan
perluasan telinga media, pengaruh yang paling utama yaitu mengenai
keseimbangan.
4. Gejala otitis media dapat berfariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Pasien mungkin mengeluh kehilangan
pendengaran rasa penuh dalam telinga atau perasaan bendungan dan bahkan suara
letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Gejala
dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk.
5. Kebanyakan perforasi membran timpani dapat sembuh spontan dalam beberapa
minggu setelah ruptur, meskipun ada beberapa yang baru sembuh setelah
berbulan-bulan. Hasil penatalaksanaan otitis media tergantung pada efektivitas
terapi (mis dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi
bakteri, dan status fisik pasien. Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara
medis kecuali terjadi infeksi (otitis media akut). Penanganan lokal meliputi
pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat pengisap.
6. Perforasi membran timpani meliputi, otitis media akut yaitu infeksi akut telinga
tengah, otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa
adanya bukti infeksi aktif, dalam telinga tengah, dan otitis media kronik yaitu
kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya
disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
7. Penatalaksanaan perforasi membran timpani yaitu mencari vokal infekasi
dihidung dan dinosofaring dan sekaligus mengobatinya. Secara sistematik
diberikan antibiotik, analgetik dan antiinflamasi. Secara lokal, pada stadium
hiperemi diberikan antibiotik tetes.
8. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien perforasi membran timpani
dilakukan pengkajian dan diagnosa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Sudarth, 2002, Keperawatan Medical Bedah, Volume 3, Penerbit buku Kedokteran, EGC,Jakarta
Doengoes M E, dkk,2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta
Irianto Kus, 2004, Struktur dan fungsi tubuh manusia untuk paramedik, Yrama widya, Bandung.
Junadi P, dkk, 1997, Kapita selekta kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, FKUI,Jakarta.
Price A Sylvia, dkk, 2002, Pathofisiologi, Konsep klinis proses proses penyakit, Penerbit buku kedoktertan, EGC, Jakarta
Wong L. Donna, 2004, Keperawatan pediatrik, Edisi 4, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta