Upload
gendrux-zibbzibb
View
39
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Askep Pneumonia Jadi_1
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN
PNEUMONIA
Oleh:
1. Devi Kurniawati
2. Edi Purnomo
3. Fitri Zuhdyana
4. Sidik Gunarno
5. Yulita Fatimah
IV C
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya.Sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pneumonia”.Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Respirasi II
tahun ajaran 2013.
Dan tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada:
1) Direktur STIKES “ICME” Jombang, Drs. M. Zainul Arifin, M.Kes.
2) Ketua Prodi S1 Keperawatan, Bambang Tutuko., SH.S.Kep.,Ns.
3) Pengampu Mata kuliah Sistem Respirasi II, Inayatur Rosyidah., S. Kep. Ns
4) Semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini
Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca.Tak ada gading yang tak retak,kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna.Kami mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini.
Jombang, April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………………………..
Kata Pengantar………………………………………………………………………………..
Daftar Isi………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………
1.2 Tujuan Pembahasan………………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi………………………………………………………………………
2.2 Etiologi………………………………………………………………………
2.3 Manifestasi Klinis………………………………………………………………………
2.4 Patogenesis………………………………………………………………………
2.5 WOC………………………………………………………………………
2.6 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………………………
2.7 Pemeriksaan Laboratorium…………………………………………………………
2.8 Diagnosis………………………………………………………………………
2.9 Penatalaksanaan………………………………………………………………………
2.10 Komplikasi………………………………………………………………………
2.11 Prognosis………………………………………………………………………
2.12 Pencegahan ………………………………………………………………………
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengkajian………………………………………………………………………
3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………………………
3.3 Intervensi………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………
4.2 Saran…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Bronkopneumonia.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh
tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.
1.2 Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui pengertian pneumonia
Untuk mengetahui penyebab pneumonia
Untuk mengetahui manifestasi klinis pneumonia
Utuk mengetahui bagaimana mencegah pneumoni
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan
yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita
jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
2.2 Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi :
Pada neonatus :
Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri:Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa,
B.pertusis.
Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi :
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
2.3 Manifestasi Klinik
1) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada
usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan.
Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal,
beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2) Meningismus, yaitu tanda – tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awitan demam yang tiba – tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri, dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu
turun.
3) Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak –
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajad yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang
sampai ke tahap pemulihan.
4) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5) Diare, biasanya ringan,diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernapasan. Khususnya karena virus.
6) Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendiksitis.
7) Sumbatan nasal, asase nasal kecil pada bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan dan menyusu pada bayi.
8) Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer dan sedikit
(rinorea) atau kental dan purulent, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.
9) Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit prnapasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut.
10) Bunyi pernapasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekels.
11) Sakit tenggorokan,merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar.
Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
2.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain :
Inhalasi langsung dari udara.
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
Susunan anatomis rongga hidung
Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.Drainase
sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.Fagositosis aksi limfosit dan
respon imunohumoral terutama dari Ig A.Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi
trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh
tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang
menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium
ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
2.5 WOC
System pertahanan terganggu
2.6 Pemeriksaan Fisik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
1. Inspeksi :
pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
2. Palpasi :
Sistem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
3. Perkusi :
Sonor memendek sampai beda
4. Auskultasi :
Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus
sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
1. Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat. Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika
Bronkopneumonia.
2. Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
3. Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat
dan tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus.
3. deteksi antigen bakteri.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai
dengan hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup:
1. Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)
2. Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.
2.10 Komplikasi
1. Otitis media
2. Bronkiektase
3. Abses paru
4. Empiema
2.11 Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
2.12 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti, cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengkajian
1. Usia
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada
anak berusia dibawah tiga tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia 2
bulan.
2. Keluhan utama: merupakan keadaan yang paling sering dirasakan
3. Riwayat penyakit:
Pneumonia virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk rhinitis dan batuk
serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Pneumonia virus tidak
dapat dibedakan dengan pneumonia bakteri dan mukuplasma.
Pneumonia stapilococcus (bakteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah dalam
beberapa hari hingga satu minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami
kesulitan pernafasan.
4. Riwayat penyakit dahulu.
1) Anak sering menderita saluran pernafasan bagian atas.
2) Riwayat penyakit campak atau pertusis (pada bronco pneumonia)
5. Pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi. Perlu diperhatikan adanya takipneu, dipsnea, sianosis sirkumoral,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik nafas. Batasan takipnea pada anak
2-12bulan adalah 50x/menit atau lebih, sementara pada anak usia 12 bulan sampai 5
tahun adalah 40x/menit atau lebih. Perlu diperhatikan tarikan dinding dada kedalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam tampak
jelas.
2) Palpasi. Suara yang redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, premitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (takikardia).
3) Perkusi. Suara redup pada sisi yang sakit.
4) Auskultasi. Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung atau mulut bayi. Anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi halus
pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernafasan bronchial,
egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura.
6. Pemeriksaan diagnosis
1) Pemeriksaan laboratutium
a. Leukosit 18.000 – 40.000/mm3
b. LED meningkat
2) X-foto dada
Terdapat bercak-bercak infiltrate yang terbesar (bronco pneumonia) atau yang
meliputi satu/sebagian besar lobus/lobulus.
3.2 Diagnosa keperawatan pada pneumonia
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d inflamasi dan obstruksi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif
3. Deficit volume cairan b/d intake oral tidak adekuat, takipneu, demam
4. Intoleransi aktivitas b/d isolasi respiratori
5. Deficit pengetahuan b/d perawatan anak pulang
3.4 Intervensi
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC NIC
1 Bersihan jalan nafas
tidak efektif b/d
inflamasi dan
obstruksi jalan nafas
NOC :
Respiratory status :
ventilation
Respiratory status : air way
patency
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada
sianosis, dan dyspnea
( mampu bernapas dengan
mudah )
Menunjukkan jalan napas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
napas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
napas
NIC :
Airway suction :
Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning
Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah
suctioning
Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
suctioning
Minta klien napas dalam
sebelum suction dilakukan
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction
nasotracheal
Gunakan alat yang steril
setiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status O2 pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
suction
Hentikan suction dan
berikan O2 apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
2 Ketidak efektifan pola
napas b/d apnea
NOC :
Respiratory status :
ventilation
Respiratory status : airway
patency
Vital sign status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada
sianosis, dan dyspnea
( mampu bernapas dengan
mudah )
Menunjukkan jalan napas
peningkatan saturasi O2
Airway Management
Buka jalan napas
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan
napas buatan
Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi dan status
O2
NIC :
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara napas,
catat adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator
Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
Atur intake untuk cairan
megoptimalkan
3 Deficit volume cairan
b/d intake oral tidak
adekuat, takipneu,
demam
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
napas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (TD, nadi,
pernafasan)
NOC :
Fluid balance
Hydration
Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urin normal,
HT normal
TD, nadi, suhu tu uh dalam
batas normal
Tidak ada tanda-tanda
keseimbangan
Monitor respirasi dan status
O2
Bersihkan mulut, hidung,
dan secret trakea
Pertahankan jalan napas
yang paten
Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk
memperbaiki pola napas
Ajarkan bagaimana batuk
efektif
Monitor pola napas
NIC :
Fluid Management
Timbang popok atau
pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan
Monitor sign vital
Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
intake kalori harian
Kolaborasikan pemberian
cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan Ht
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Monitor pemberian cairan
IV,
Monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
4 Intoleransi aktivitas
b/d isolasi respiratory
NOC :
Energy conservation
Self care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berprtisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan TD, nadi, dan
RR
Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
Monitor adanya tanda gagal
ginjal
NIC :
Activity Therapy
Kolborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medic
dalam merencanakan
program terapi yang tepat
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, dan social
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, kruk
Bantu ntuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang, bantu
pasien/keluarga untuk
mengidentiikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
5 Defisiensi
pengetahuan b/d
keadaan penyakit
NOC :
Knowledge : disease
process
Knowledge : health
behavior
Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktifitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, social, dan spiritual
Energy Management
Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Dorong anak untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang
menyebaban kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber
energy yang adekuat
Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
Monitor respon
kardiovaskuler terhadap
aktivitas
Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
NIC :
Teaching : disease process
Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit
yang spesifik
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal
ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat
Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara
yang tepat
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari dari harapan yang
kosong
Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien denag
cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindukasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
local, dengan cara yang
tepat
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi: Pneumonia lobaris, Pneumonia
interstisial (bronkiolitis) dan Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan.
4.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kesehatan bayi
Kita harus selalu menjaga bersihan jalan napas bayi
Daftar Pustaka
1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,
Jakarta.
2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,
EGC, Jakarta.
4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI
5. Marion Jones, etc, Nursing Outcomes Classification (NOC), Second Edition,
6. Mosby inc. Joanne C. mcClowskey, etc, Nursing Intervention Classification (NIC),
Fourth edition, Mosby inc.