60
Tinjauan Pustaka PENATALAKSANAAN ASMA PADA ANAK BERUSIA KURANG DARI 5 TAHUN Oleh: Dewi Febriana Nursari, S.Ked I1A010009 Pembimbing: dr. Khairiyadi, Sp.A SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN 1

asma dewi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat anak

Citation preview

Page 1: asma dewi

Tinjauan Pustaka

PENATALAKSANAAN ASMA PADA ANAK BERUSIA KURANG DARI 5 TAHUN

Oleh:

Dewi Febriana Nursari, S.Ked

I1A010009

Pembimbing:

dr. Khairiyadi, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

MEI 2014

1

Page 2: asma dewi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BABI PENDAHULUAN  ...................................................................................... 5

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

A. Definisi ................................................................................................. 7

B. Epidemiologi ........................................................................................ 7

C. Faktor Resiko ....................................................................................... 8

D. Patogenesis ........................................................................................... 8

E. Mekanisme Asma ................................................................................. 9

F. Diagnosis ............................................................................................ 12

G. Klasifikasi ......................................................................................... 14

H. Diagnosis Banding ............................................................................. 15

I. Penatalaksanaan ................................................................................. 16

J. Pencegahan ........................................................................................ 26

K. Prognosa ............................................................................................. 26

BAB III KESIMPULAN.................... .................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 3: asma dewi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai PEV 1, PEFR, MMEFR ................................................................ 13

Tabel 2. Tingkatan kontrol asma menurut GINA ................................................ 14

Tabel 3. Diagnosis banding asma.......................................................................... 15

Tabel4. ACQ ....................................................................................................... 18

Tabel 5. Penggolongan Obat Asma ..................................................................... 18

Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk dewasa ......................... 19

Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk anak................................ 19

Tabel 8.Obat asma controller ............................................................................... 21

Tabel 9. Obat Reliever ...................................................................................... 23

3

Page 4: asma dewi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Imunologis .............................................................................. 10

Gambar 2. Hiperaktivasi ...................................................................................... 11

Gambar 3. Asmatic airway .................................................................................. 11

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana asma secara umum ....................................... 16

Gambar 5. ACT .............................................................................................. 17

Gambar 6. Asthma management approach based on control .............................. 24

4

Page 5: asma dewi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik saluran nafas yang

berhubungan dengan hiperesponsif dan penyempitan saluran nafas yang

menimbulkan gejala  – gejala gangguan pernafasan secara episodic yang

membaik secara spontan atau setelah pemberian obat. Dengan mengobatinya asma

dapat dikontrol secara efektif hingga jarang terjadi eksaserbasi dan  penderita

dapat menjalani kualitas hidup yang baik 1. Hampir separuh dari seluruh pasien

asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat

darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan

asma yang masih jauh dari  pedoman yang direkomendasikan Global Initiative

for Asthma (GINA)2.

Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya

diikuti dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai

negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap,

kesakitan dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan

seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi  perburukan dan

sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak  permasalahan akibat

keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis).

Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh

5

Page 6: asma dewi

 National Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood  Institute (NHLBI)

bekerja sama dengan World Health Organization (WHO)  bertujuan memberikan

petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan

penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan

kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan dipakai di

seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan  permasalahan negara masing-

masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun pedoman penanggulangan

asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk ini dokter dapat

menatalaksana asma dengan tepat dan  benar, baik yang bekerja di layanan

kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit

dengan fasiliti lengkap di pusat- pusat kota3.

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter

sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong

penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering

diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan

kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti  bagi penderita,

terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan  pada waktu

menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan

asma4.

6

Page 7: asma dewi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik yang ditandai oleh

peran dari banyak sel dan elemen seluler. Peradangan ini berhubungan dengan

hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang kali berupa mengi,

pendek nafas, sesak dada dan batuk yang terutama terjadi pada malam hari atau

dini hari 1. Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah hasil panel

National Istitute of Health ( NIH )  –  National Heart, Lung and Blood Institute

( NHLBI ). Menurut NHLBI asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas

di mana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinophil, limposit T, makrofag,

neutrophil dan sel epitel 5.

Asma adalah sindrom yang ditandai oleh obstruksi aliran udara yang

bervariasi baik secara spontan maupun dengan pengobatan spesifik. Peradangan

saluran napas kronis menyebabkan hiperresponsif napas ke  berbagai pemicu,

yang menyebabkan aliran udara obstruksi dan gejala  pernafasan termasuk sesak

dan mengi6.

GINA mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran

nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.

Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang,

sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.

Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas

7

Page 8: asma dewi

namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara

spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan

hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.1 Selain definisi diatas,

untuk mempermudah batasan operasional asma untuk kepentingan klinis yang

lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan

operasional asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam

hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas

fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta

adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya. 4

B. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan5,6

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan

ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara garis besar

saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona yaitu zona konduksi dan respiratorius.

Zona konduksi dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus

segmentalis dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris

dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus

alveolus terminalis. 5

Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh

membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara

8

Page 9: asma dewi

tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan

fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang bertingkat,

bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang

disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar

dapat disaring oleh rambut rambut yang terdapat dalam lubang hidung.

Sedangkan, partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk

kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan

mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan

dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai

faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapannya

mencapai 100%.

9

Page 10: asma dewi

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan pada manusia

Udara mengalir dari hidung ke faring yang merupakan tempat

persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi

menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. Laring

merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak

didepan bagian faring sampai 6 ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea

di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan

oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang

merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Trakea dibentuk

dari 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan dan diantara kartilago satu dengan

10

Page 11: asma dewi

yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa dan di bagian sebelah dalam diliputi

oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya bergerak keluar.

Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk

bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi

oleh otot polos dan lapisan mukosa.

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea dan terdapat dua cabang yang

terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Sedangkan, tempat dimana

trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina

memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang

kuat jika batuk dirangsang. Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih besar dan

lebih vertikal dari yang kiri yang terdiri dari 6-8 cincin dan mempunyai tiga

cabang.

Bronkus utama kiri lebih panjang, lebih kecil, terdiri dari 9-12 cincin serta

mempunyai dua cabang. Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil

yang tidak mengandung alveoli dan memiliki garis tengah 1 mm. Seluruh saluran

udara mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran

penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar

epitelium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos. Setelah

bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu

tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratoris, duktus

alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari

paru.

11

Page 12: asma dewi

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu

pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas dibagi

menjadi 3 proses. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar

masuknya udara melalui cabang-cabang trakeobronkial sehingga oksigen sampai

pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya

perbedaan tekanan antara udara luar dengan di dalam paru-paru. Proses kedua

adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran

alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggi

tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam

alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada

didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan parsialnya dari pada

karbondioksida di alveoli. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran

oksigen dari kapiler ke jaringan

melalui transpor aliran darah.

C. Epidemiologi

Asma merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sebanyak 300

juta orang menderita asma, dengan prevalensi sebesar 1- 18 %, bervariasi pada

berbagai negara. Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur dan

gender dan terdapat kecenderungan peningkatan insidensinya terutama didaerah

perkotaan dan industri akibat adanya polusi udara. Prevalensi di Indonesia adalah

sebesar 5  – 7 %. PBB memperkirakan disability  –   adjusted life years ( DALYs

) sebanyak 15 juta setiap tahun karena asma, yang merupakan 1% dari beban

12

Page 13: asma dewi

global akibat penyakit. Mortalitas sebesar 250.000/tahun yang tidak proporsional

dengan prevalensi penyakit. Polusi menyebabkan peningkatan asma diseluruh

dunia1. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini

jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan

diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun

20257.

A. Faktor Resiko8

Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor host

a. genetik

b. gender

c. Obesitas

2. Faktor lingkungan

a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

alternaria/jamur)  

b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur)

d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-

blocker  dll)

e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

13

Page 14: asma dewi

f. Ekspresi emosi berlebih

g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.

h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika

melakukan aktivitas tertentu

 j. Perubahan cuaca.

B. Patogenesis1

Genetik. Penelitian menunjukkan banyak gen yang terlibat pada

pathogenesis asma, dan gen yang berbeda terdapat pada etnik yang  berkelainan.

Diketahui 4 kelompok pengaruh gen yang utama yang berkaitan dengan

predisposes asma yaitu terhadap produksi IgE spesifik ( atopi ), ekspresi

hipersponsif, produksi mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, growth factor,

dan penentu rasio antara respon imun Th1 dan Th2 ( menurut teori hipotesis

higienis ). Analisa keluarga asma mendapat adanya daerah kromosom yang terkait

dengan kepekaan asma, misalnya kecendrungan  peningkatan kadar IgE total

dengan hiperesponsif bronkus, dan gen yang mengatur hiperesponsif bronkus

yang terletak dekat lokus mayor yang mengatur kadar total IgE pada kromosom

5q. Penelitian saat ini masih terus  berlanjut. Terdapat pula gen yang terkait

dengan respon terhadap terapi asma. Misalnya variasi gen yang mengkode β

adrenoreceptor terkait dengan respon yang berbeda terhadap β2 agonist. Terdapat

14

Page 15: asma dewi

pula gen lain yang bersifat responsif terhadap kortikosteriod dan penghambat

leukotriene.

C. Mekanisme Asma 1

Imunopatogenesis. Akibat adanya faktor perangsangan dan pencetus ini

terjadi reaksi imun tipe I, II, III dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi,

kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien

inflamasi dimulai oleh IgE ( asma alergi ) dan sisanya oleh proses yang

independen terhadap IgE ( asma non alergi ). Pada atopi paparan awal terhadap

antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen-presenting cell ( APC ) seperti

makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T ( Th0 ) yang

kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 mengeluarkan

sitokin antara lain IL4 dan IL13 yang menyebabkan sel B memproduksi IgE yang

spesifik untuk antigen tersebut. Pada respon dini akibat adanya paparan

selanjutnya menimbulkan reaksi Ag-Ab pada permukaan sel mastosit, yang diikuti

aktivasi dari sel dan  pelepasan berbagai mediator ( histamin dan heparin ) serta

mediator lain (prostaglandin, leukotrin, faktor aktifasi trombosit-PAF dan

bradikinin ). Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan

hiperesponsif  bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL6

mengaktifasi limfosit T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik

eosinofil, sehingga meningkatkan proses inflamasi. Respon lambat terjadi 4-12

jam setelah paparan antigen, berupa dilatasi vaskuler dan peningkatan

permiabilitas kapiler, pembentukkan edema dan akumulasi sel radang. Akibat

15

Page 16: asma dewi

adanya aktifasi, sel eosinofil melepaskan  berbagai mediator ( eosinophilic cation

protein-ECP, leukotrin, prostaglandin, histamin ) yang menimbulkan

bronkokonstriksi dan perpanjagan hiperesponsif  bronkus. Sekresi sitokin seperti

IL3, IL4, IL5 lebih lanjut menimbulkan inflamasi yang berkelanjutan9. Dengan

demikian proses inflamasi kronik yang kompleks pada asma ditandai oleh adanya

sel radang dan elemen seluler,  perubahan struktur saluran nafas dan peningkatan

mediator.

Gambar 1. Proses Imunologis

Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang

ireversibel pada saluran nafas ( airway remodeling ) akibat fibrosis subepitelial,

hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah danhipersekresi

mukus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala dan  perubahan

fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot  polos, edem,

16

Page 17: asma dewi

penebalan dinding dan hipersekresi mukus. Hiperesponsif ini  bersifat responsif

secara parsil terhadap obat.

Gambar 3. Asthmatic airway

17

Page 18: asma dewi

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang

memburuk pada malam hari atau secara musiman.

Riwayat asma sebelumnya

Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada keluarga

Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan  bulu

binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu rumah, obat –

obatan ( aspirin, penghambat beta ), olah raga, rangsang emosi yang kuat

 Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma

2. Pemeriksaan Fisik :

Dapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan

ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat1.

a) Vital Sign Fitur umum dicatat selama serangan asma akut tingkat pernapasan

cepat (sering 25 sampai 40 napas per menit), takikardia, dan pulsus

paradoksus10.

 b) Pemeriksaan Thorak 5

 Pemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami serangan

asma dapat dijumpai:

Inspeksi: sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi

suprasternal)

18

Page 19: asma dewi

Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi

pulsus paradoksus

Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi: ekspirasi memanjang,wheezing

3. Pemeriksaan Penunjang :

Spirometri 1 :

- ( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP1  < 70% dari nilai prediksi

menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

- Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 ≥ 12% dan ≥  200 ml menunjukkan

reversibilitas yang menyokong diagnosis asma

Arus Puncak Ekspirasi ( APE ) 1 :

- Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit ( atau ≥  20% ) dengan  pemberian

bronkodilator ( misalnya 200-400 ugr salbutamol ), atau variasi diurnal

dari APE ≥  20% ( dengan bacaan 2x sehari > 10% ) menyokong diagnosis

asma

- Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau fungsi

paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas diurnal ), hari atau

bulanan.

19

Page 20: asma dewi

Tabel 1. nilai FEV 1, PEFR, MMEFR

Pengukuran Status Alergi 11

  Untuk mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat dilakukan

pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum dan eosinofil. Uji ini

dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus sehingga dapat dilakukan

pencegahan terarah. Umumnya dilakukan  skin prick test. Namun, uji ini dapat

menghasilkan positif palsu maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi pajanan

alergen dengan timbulnya gejala harus selalu dilakukan.

Analisa Gas Darah 11.

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal

serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PaCO 2 < 35 mmHg) kemudian

pada stadium yang lebih berat pada PaCO 2  justru mendekati normal sampai

20

Page 21: asma dewi

normo-kapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat  berat terjadi hiperkapnea

(PaCO 2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.

  Foto Toraks 11

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain

yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,

pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran

radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

E. Klasifikasi

Asma kontrol

Berdasar keadaan terkontrol asma dibagi menjadi : terkontrol, terkontrol

parsial dan tidak terkontrol13.

Tabel 2. Tingkatan Kontrol Asma

21

Page 22: asma dewi

F. Diagnosis Banding

Bila menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang

perlu dipikirkan adalah obstruksi saluran nafas atas 12.

Diagnosis banding asma5:

Tabel 3. Diagnosis banding asma

22

Page 23: asma dewi

G. Penatalaksanaan 4 Komponen Tata Laksana Asma.

GINA ( 2011 ) mengajukan 4 komponen tata laksana yang dibutuhkan

untuk mencapai dan mempertahankan kontrol asma8 :

1. Mengembangkan Kerjasama Dokter dengan Pasien

Diupayakan tercapainya kerjasama yang baik antara dokter dan pasien, dan

melakukan edukasi pasien tentang asma dan tatakelola asma yang  perlu

mereka kerjakan. Manajemen yang efektif diperoleh bila pasien dapat aktif

merawat diri sendiri yaitu bila ia telah mampu :

Menghindari faktor resiko

Menggunakan obatnya secara benar dan teratur sesuai yang telah ditentukan

Mengerti penggunaan obat pengontrol dan pelega

Mampu memonitor asma dan bila mungkin bisa menggunakan PEF meter

Mengenal tanda pemburukan asma dan cara mengatasinya

Konsultasi bila diperlukan

3. Mengenal dan mengurangi paparan terhadap faktor resiko

Pasien harus mengetahui faktor pencetus asma mereka dan berusaha

menghindari berbagai faktor yang dapat mencetuskan asmanya seperti diuraikan

mengenai faktor pencetus asma. Pasien tetap melakukan olah raga sesuai

kamampuannya dan bila perlu sebelum olah raga terlebih dahulu menggunakan

obat asma.

4. Evaluasi, Terapi dan Monitor Asma

23

Page 24: asma dewi

Algoritma 1 menunjukkan suatu cara tata laksana asma secara garis besar

yang dapat dipergunakan sebagai dasar diagnosis asma, evaluasi kontrol/beratnya

asma, tempat perawatan dan tingkat terapi yang diberikan  pada pasien yang

datang ke klinik asma atau klinik emergensi. Tindak lanjut terapi pasien

ditentukan berdasarkan respon pasien hingga pasien dapat  pulang untuk berobat.

Gambar 4. Algoritma tata laksana asma secara umum

5. Monitoring untuk mempertahankan kontrol asma

Pasien kontrol 1 –  3 bulan kemudian dan seterusnya 3 bulan sekali. Bila ada

eksaserbasi kontrol tiap 2  –  4 minggu, ditanyakan mengenai hasil kontrol asma

yang tercapai, kepatuhan pasien menggunakan inhaler dan PEF meter secara benar

atau adanya masalah lain pada pasien. Penyesuaian obat dilakukan untuk

24

Page 25: asma dewi

mendapatkan kontrol yaitu ditingkatkan regimen obat bila tak terkontrol/atau

terkontrol sebagian, sedangkan bila terkontrol baik selama 3 bulan diturunkan

dosis dan langkah terapi secara perlahan, hingga batas dosis obat minimal yang

dapat mengontrol. Monitoring tetap diperlukan meskipun kontrol telah tercapai

karena asma adalah penyakit yang bervariasi hingga terapi perlu disesuaikan

secara berkala sebagai respon terhadap tanda  –  tanda kurangnya kontrol yang

ditandai oleh gejala yang memburuk atau timbulnya eksaserbasi.

Gambar 5. ACT

 Obat Asma

  Obat asma dapat digolongkan menjadi pengedali ( controller ) dan  pelega

( reliever ). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk membuat

asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti nflamasi. Reliever

adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar efek cepat untuk menghilangkan

bronkokontriksi dan menghilangkan gejalanya13.

25

Page 26: asma dewi

Tabel 5. Penggolongan obat asma

Obat pengendali ( Controller ) 11

  Pencegah adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk

mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi  proses

inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini diberikan

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada

asma persisten, dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang

mempunyai sifat sebagai  pengcegah, antara lain ;

a) Kortikosteroid inhalasi

26

Page 27: asma dewi

  Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk dewasa

  Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk anak

b) Kortikosteroid sistemik

c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil Pemberiannya secara inhalasi.

27

Page 28: asma dewi

Digunakan sebagai pengontrol  pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu

4-6 minggu  pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau

tidak.

d) Methylxanthine Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek

ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat

dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan

pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi, termasuk di dalam agonis beta-2 kerja

lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja

lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot

polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan  permeabiliti

pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan

basofil.

f) Leukotriene modifiers, Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan

pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek  bronkodilator

minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan

exercise. Selain bersifat bronkodilator,  juga mempunyai efek antiinflamasi.

Kelebihan obat ini adalah  preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga

mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas

(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

g) obat-obat anti alergi

28

Page 29: asma dewi

Tabel 8. Obat asma controller

29

Page 30: asma dewi

 Penghilang gejala (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala

akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi

jalan napas atau menurunkan hiperesponsif  jalan napas. Termasuk penghilang

gejala adalah 11

Agonis beta2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset)

yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos

saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti

pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan

terapi pilihan pada serangan akut dan sangat  bermanfaat sebagai praterapi pada

exercise-induced asthma

  Kortikosteroid sistemik.

Steroid sistemik digunakan sebagai obat penghilang gejala bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil  belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan  bronkodilator lain.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga

30

Page 31: asma dewi

menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam

golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Theophilin

Tabel 9. Obat Reliever1

31

Page 32: asma dewi

32

Page 33: asma dewi

33

Page 34: asma dewi

34

Page 35: asma dewi

Jika anak Anda lebih muda dari 4 tahun , ia mungkin perlu masker

wajah . Perangkat ini menempel pada spacer dan memberikan obat sementara

putra atau putri Anda bernafas normal.

    Dry powder inhaler . Untuk obat asma tertentu , anak Anda mungkin memiliki

bubuk inhaler kering . Perangkat ini umumnya tidak digunakan pada anak-anak

35

Page 36: asma dewi

berusia di bawah 4 tahun , karena memerlukan mendalam , inhalasi cepat untuk

mendapatkan dosis penuh obat .

    Nebulizer . Sebuah nebulizer ternyata obat menjadi kabut halus anak Anda

bernafas melalui masker wajah . Sebuah nebulizer dapat memberikan dosis yang

lebih besar obat ke dalam paru-paru daripada inhaler bisa. Anak-anak kecil sering

perlu menggunakan nebulizer karena sulit atau tidak mungkin bagi mereka untuk

menggunakan perangkat inhaler lainnya .

Tahapan pengobatan asma :

Tahap 1.

 Gejala asma sangat jarang, faal paru normal, tidak ada riwayat  pengobatan

dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi, maka pasien diberikan obat penghilang

gejala. Adapun yang direkomendasikan adalah agonis beta-2 kerja singkat

(SABA) inhalasi. Alternatif lainnya adalah SABA oral, kombinasi oral SABA dan

teofilin/aminofilin atau antikolinergik kerja singkat inhalasi Tahap 2 sampai

dengan 5, pengobatan  pengontrol teratur jika perlu14.

Tahap 2.

 Ditemukan gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang  periodik, dengan

atau tanpa riwayat pengobatan kortikosteroid inhalasi sebelumnya, maka

diberikan pengontrol kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan penghilang gejala

jika perlu. Alternatif pengontrol lainnya adalah anti-leukotrien bagi pasien yang

tidak tepat menggunakan kortikosteroid inhalasi dan pasien dengan rhinitis

36

Page 37: asma dewi

alergika. Selain itu, dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien

dengan gangguan asma malam hari14.

Tahap 3.

 Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2 selama kurang-

lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti kepatuhan, pencetus,

dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi inhalasi dosis rendah dan

agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut LABACS. Alternatif lainnya sama

dengan tahap 214.

Tahap 4.

 Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala  pasien sudah

terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien, komorbiditas, dan

pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS dimana kortikosteroid

inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi14.

Tahap 5.

 Obat yang diberikan adalah LABACS dengan dosis kortikosteroid inhalasi dosis

tinggi dan jika perlu dapat ditambahkan kortikosteroid oral dosis terendah.

Kortikosteroid oral bekerja sistemik sehingga diharapkan dapat mempercepat

penyembuhan, mencegah kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah

kematian14.

37

Page 38: asma dewi

Gambar 6. Asthma management approach based on control13

H. Pencegahan asma5

  Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi

alergi ( terbentuknya atopi, nampaknya paling relevan waktu prenatal dan

perinatal ) atau mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitisasi.

Selain mencegah paparan tembakau / rokok waktu dalam kandungan atau setelah

kelahiran, tidak ada intervensi yang terbukti dan diterima luas dapat mencegah

terbentuknya asma. Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi nama telah

membawa  penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus

38

Page 39: asma dewi

mengarahkan kembali repons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator

cell. Tetapi strategi tersebut saat ini masuh merupakan alam hipotesis dan perlu

penelitian lebih banyak.

I. Prognosa15

  Asma biasanya kronis , meskipun kadang-kadang masuk ke periode

panjang remisi . Prospek jangka panjang umumnya tergantung pada tingkat

keparahan. Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan

dari waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala. Bahkan

dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami  perbaikan

tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu dan efektivitas

pengobatan . Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur

dinding saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam

fungsi  paru-paru , bahkan pada pasien yang diobati secara agresif . Fungsi paru-

paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan asma , terutama

pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi lendir yang

berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ).

Kematian dari asma adalah peristiwa yang relatif jarang , dan kematian

asma yang paling dapat dicegah . Hal ini sangat jarang orang yang menerima

perawatan yang tepat untuk mati asma . Namun, bahkan jika tidak mengancam

nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan . Asma yang tidak   terkontrol

dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja , serta kegiatan sehari-hari.

39

Page 40: asma dewi

Pendekatan bertahap untuk pengelolaan asma pada anak usia 0-4th

BAB III

KESIMPULAN

40

Page 41: asma dewi

Asma sudah lama dikenal namun baru akhir  –  akhir ini menjadi masalah

kesehatan yang menonjol. Keradangan saluran nafas pada asma sangat komplek

dalam asal mula, regulasi dan outcome. Adanya predisposisi genetic yang terjadi

reaksi inflamasi alergi. Konsekuensi dari inflamasi kronik akan terjadi airway

remodeling5. Batuk, sesak nafas, wheezing merupakan trias gejala asma. Bila

gejala dan tanda tidak spesifik sulit dibedakan dengan penyakit lain, oleh sebab itu

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Faal paru yang menunjukkan obstruksi yang

reversible merupakan alat diagnosis pasti5.

DAFTAR PUSTAKA

41

Page 42: asma dewi

1. Dahlan Zulkarnain, dkk. 2012.  Kompendium TATALAKSANA PENYAKIT

RESPIRASI & KRITIS PARU . Jakarta : Perhimpunan Respirologi Indonesia.

2. Rengganis, I.  Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58.

2008.

3. Perhimpunan Paru Indonesia. 2003.  ASMA PEDOMAN & PENATALAKSANA

DI INDONESIA.  

5. Wibisono M. Jusuf dkk. 2010.  BUKU AJAR ILMU PENYAKIT PARU 2010 .

Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

6. Longo, Dan L MD. 2013.  HORRISON’S MANUAL OF MEDICINE

INTERNATIONAL EDITION.  America : McGraw-hill Companies

7. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur

Respir Rev 2007; 16: 104, 67 – 72

8. Pocket Guide for Asthma management and Prevention. Gina ( Global Initiative

for Asthma ). Updated 2011.

9. The “Expert Panel Report 3 Summary Report 2007 : Guidelines for the

Diagnosis and Management of Asthma”. Expert panel of NAEPP Coordinating

Committee, coordinated by the National Heart, Lung, and Blood Institute

(NHLBI) of the National Institute of health National Institute of Institutes of

health, USA.2008 

10. Goldman Lee, Schafer Andrew, et al. Goldman´s Cecil Medicine.  Asthma,

America. 2012.

42

Page 43: asma dewi

 11. Sundaru Heru, Sukamto. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2009

12. Kuvuru MS and Wiederman HP. 2000. Asthma. In : Chest medicine. Essential

of pulmonary and critical care. Philandelphia, Lippincort Williams and Wilkins.

133-173

13. Global Initiative for Astham. 2009. Global strategy for asthma management

and prevention.  www.ginasthma.org .  

14. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota

Dirfan; 2011, hal. 36-48.

15. Health Center.  Asthma. Review date : 05/03/2011.

www.healthcentral.com/asthma/  

43