Upload
aina-nurlaila
View
22
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat anak
Citation preview
Tinjauan Pustaka
PENATALAKSANAAN ASMA PADA ANAK BERUSIA KURANG DARI 5 TAHUN
Oleh:
Dewi Febriana Nursari, S.Ked
I1A010009
Pembimbing:
dr. Khairiyadi, Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
MEI 2014
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BABI PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
A. Definisi ................................................................................................. 7
B. Epidemiologi ........................................................................................ 7
C. Faktor Resiko ....................................................................................... 8
D. Patogenesis ........................................................................................... 8
E. Mekanisme Asma ................................................................................. 9
F. Diagnosis ............................................................................................ 12
G. Klasifikasi ......................................................................................... 14
H. Diagnosis Banding ............................................................................. 15
I. Penatalaksanaan ................................................................................. 16
J. Pencegahan ........................................................................................ 26
K. Prognosa ............................................................................................. 26
BAB III KESIMPULAN.................... .................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
2
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai PEV 1, PEFR, MMEFR ................................................................ 13
Tabel 2. Tingkatan kontrol asma menurut GINA ................................................ 14
Tabel 3. Diagnosis banding asma.......................................................................... 15
Tabel4. ACQ ....................................................................................................... 18
Tabel 5. Penggolongan Obat Asma ..................................................................... 18
Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk dewasa ......................... 19
Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk anak................................ 19
Tabel 8.Obat asma controller ............................................................................... 21
Tabel 9. Obat Reliever ...................................................................................... 23
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Imunologis .............................................................................. 10
Gambar 2. Hiperaktivasi ...................................................................................... 11
Gambar 3. Asmatic airway .................................................................................. 11
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana asma secara umum ....................................... 16
Gambar 5. ACT .............................................................................................. 17
Gambar 6. Asthma management approach based on control .............................. 24
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik saluran nafas yang
berhubungan dengan hiperesponsif dan penyempitan saluran nafas yang
menimbulkan gejala – gejala gangguan pernafasan secara episodic yang
membaik secara spontan atau setelah pemberian obat. Dengan mengobatinya asma
dapat dikontrol secara efektif hingga jarang terjadi eksaserbasi dan penderita
dapat menjalani kualitas hidup yang baik 1. Hampir separuh dari seluruh pasien
asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat
darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan
asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative
for Asthma (GINA)2.
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya
diikuti dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai
negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap,
kesakitan dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan
seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan
sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat
keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis).
Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh
5
National Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI)
bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan
petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan
penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan
kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan dipakai di
seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan negara masing-
masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun pedoman penanggulangan
asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk ini dokter dapat
menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di layanan
kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit
dengan fasiliti lengkap di pusat- pusat kota3.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong
penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering
diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita,
terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma4.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik yang ditandai oleh
peran dari banyak sel dan elemen seluler. Peradangan ini berhubungan dengan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang kali berupa mengi,
pendek nafas, sesak dada dan batuk yang terutama terjadi pada malam hari atau
dini hari 1. Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah hasil panel
National Istitute of Health ( NIH ) – National Heart, Lung and Blood Institute
( NHLBI ). Menurut NHLBI asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas
di mana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinophil, limposit T, makrofag,
neutrophil dan sel epitel 5.
Asma adalah sindrom yang ditandai oleh obstruksi aliran udara yang
bervariasi baik secara spontan maupun dengan pengobatan spesifik. Peradangan
saluran napas kronis menyebabkan hiperresponsif napas ke berbagai pemicu,
yang menyebabkan aliran udara obstruksi dan gejala pernafasan termasuk sesak
dan mengi6.
GINA mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran
nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
7
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.1 Selain definisi diatas,
untuk mempermudah batasan operasional asma untuk kepentingan klinis yang
lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan
operasional asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam
hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya. 4
B. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan5,6
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan
ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara garis besar
saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona yaitu zona konduksi dan respiratorius.
Zona konduksi dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
segmentalis dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris
dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus
alveolus terminalis. 5
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara
8
tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang bertingkat,
bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar
dapat disaring oleh rambut rambut yang terdapat dalam lubang hidung.
Sedangkan, partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk
kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan
mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan
dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai
faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapannya
mencapai 100%.
9
Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan pada manusia
Udara mengalir dari hidung ke faring yang merupakan tempat
persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. Laring
merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak
didepan bagian faring sampai 6 ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea
di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan
oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang
merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Trakea dibentuk
dari 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan dan diantara kartilago satu dengan
10
yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa dan di bagian sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya bergerak keluar.
Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos dan lapisan mukosa.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea dan terdapat dua cabang yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Sedangkan, tempat dimana
trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina
memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang
kuat jika batuk dirangsang. Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih besar dan
lebih vertikal dari yang kiri yang terdiri dari 6-8 cincin dan mempunyai tiga
cabang.
Bronkus utama kiri lebih panjang, lebih kecil, terdiri dari 9-12 cincin serta
mempunyai dua cabang. Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil
yang tidak mengandung alveoli dan memiliki garis tengah 1 mm. Seluruh saluran
udara mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran
penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar
epitelium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos. Setelah
bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratoris, duktus
alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari
paru.
11
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas dibagi
menjadi 3 proses. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar
masuknya udara melalui cabang-cabang trakeobronkial sehingga oksigen sampai
pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara udara luar dengan di dalam paru-paru. Proses kedua
adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran
alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggi
tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam
alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada
didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan parsialnya dari pada
karbondioksida di alveoli. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran
oksigen dari kapiler ke jaringan
melalui transpor aliran darah.
C. Epidemiologi
Asma merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sebanyak 300
juta orang menderita asma, dengan prevalensi sebesar 1- 18 %, bervariasi pada
berbagai negara. Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur dan
gender dan terdapat kecenderungan peningkatan insidensinya terutama didaerah
perkotaan dan industri akibat adanya polusi udara. Prevalensi di Indonesia adalah
sebesar 5 – 7 %. PBB memperkirakan disability – adjusted life years ( DALYs
) sebanyak 15 juta setiap tahun karena asma, yang merupakan 1% dari beban
12
global akibat penyakit. Mortalitas sebesar 250.000/tahun yang tidak proporsional
dengan prevalensi penyakit. Polusi menyebabkan peningkatan asma diseluruh
dunia1. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun
20257.
A. Faktor Resiko8
Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor host
a. genetik
b. gender
c. Obesitas
2. Faktor lingkungan
a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-
blocker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
13
f. Ekspresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu
j. Perubahan cuaca.
B. Patogenesis1
Genetik. Penelitian menunjukkan banyak gen yang terlibat pada
pathogenesis asma, dan gen yang berbeda terdapat pada etnik yang berkelainan.
Diketahui 4 kelompok pengaruh gen yang utama yang berkaitan dengan
predisposes asma yaitu terhadap produksi IgE spesifik ( atopi ), ekspresi
hipersponsif, produksi mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, growth factor,
dan penentu rasio antara respon imun Th1 dan Th2 ( menurut teori hipotesis
higienis ). Analisa keluarga asma mendapat adanya daerah kromosom yang terkait
dengan kepekaan asma, misalnya kecendrungan peningkatan kadar IgE total
dengan hiperesponsif bronkus, dan gen yang mengatur hiperesponsif bronkus
yang terletak dekat lokus mayor yang mengatur kadar total IgE pada kromosom
5q. Penelitian saat ini masih terus berlanjut. Terdapat pula gen yang terkait
dengan respon terhadap terapi asma. Misalnya variasi gen yang mengkode β
adrenoreceptor terkait dengan respon yang berbeda terhadap β2 agonist. Terdapat
14
pula gen lain yang bersifat responsif terhadap kortikosteriod dan penghambat
leukotriene.
C. Mekanisme Asma 1
Imunopatogenesis. Akibat adanya faktor perangsangan dan pencetus ini
terjadi reaksi imun tipe I, II, III dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi,
kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien
inflamasi dimulai oleh IgE ( asma alergi ) dan sisanya oleh proses yang
independen terhadap IgE ( asma non alergi ). Pada atopi paparan awal terhadap
antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen-presenting cell ( APC ) seperti
makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T ( Th0 ) yang
kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 mengeluarkan
sitokin antara lain IL4 dan IL13 yang menyebabkan sel B memproduksi IgE yang
spesifik untuk antigen tersebut. Pada respon dini akibat adanya paparan
selanjutnya menimbulkan reaksi Ag-Ab pada permukaan sel mastosit, yang diikuti
aktivasi dari sel dan pelepasan berbagai mediator ( histamin dan heparin ) serta
mediator lain (prostaglandin, leukotrin, faktor aktifasi trombosit-PAF dan
bradikinin ). Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan
hiperesponsif bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL6
mengaktifasi limfosit T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik
eosinofil, sehingga meningkatkan proses inflamasi. Respon lambat terjadi 4-12
jam setelah paparan antigen, berupa dilatasi vaskuler dan peningkatan
permiabilitas kapiler, pembentukkan edema dan akumulasi sel radang. Akibat
15
adanya aktifasi, sel eosinofil melepaskan berbagai mediator ( eosinophilic cation
protein-ECP, leukotrin, prostaglandin, histamin ) yang menimbulkan
bronkokonstriksi dan perpanjagan hiperesponsif bronkus. Sekresi sitokin seperti
IL3, IL4, IL5 lebih lanjut menimbulkan inflamasi yang berkelanjutan9. Dengan
demikian proses inflamasi kronik yang kompleks pada asma ditandai oleh adanya
sel radang dan elemen seluler, perubahan struktur saluran nafas dan peningkatan
mediator.
Gambar 1. Proses Imunologis
Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang
ireversibel pada saluran nafas ( airway remodeling ) akibat fibrosis subepitelial,
hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah danhipersekresi
mukus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala dan perubahan
fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot polos, edem,
16
penebalan dinding dan hipersekresi mukus. Hiperesponsif ini bersifat responsif
secara parsil terhadap obat.
Gambar 3. Asthmatic airway
17
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang
memburuk pada malam hari atau secara musiman.
Riwayat asma sebelumnya
Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada keluarga
Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan bulu
binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu rumah, obat –
obatan ( aspirin, penghambat beta ), olah raga, rangsang emosi yang kuat
Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma
2. Pemeriksaan Fisik :
Dapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan
ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat1.
a) Vital Sign Fitur umum dicatat selama serangan asma akut tingkat pernapasan
cepat (sering 25 sampai 40 napas per menit), takikardia, dan pulsus
paradoksus10.
b) Pemeriksaan Thorak 5
Pemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami serangan
asma dapat dijumpai:
Inspeksi: sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi
suprasternal)
18
Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus
Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi: ekspirasi memanjang,wheezing
3. Pemeriksaan Penunjang :
Spirometri 1 :
- ( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP1 < 70% dari nilai prediksi
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
- Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 ≥ 12% dan ≥ 200 ml menunjukkan
reversibilitas yang menyokong diagnosis asma
Arus Puncak Ekspirasi ( APE ) 1 :
- Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit ( atau ≥ 20% ) dengan pemberian
bronkodilator ( misalnya 200-400 ugr salbutamol ), atau variasi diurnal
dari APE ≥ 20% ( dengan bacaan 2x sehari > 10% ) menyokong diagnosis
asma
- Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau fungsi
paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas diurnal ), hari atau
bulanan.
19
Tabel 1. nilai FEV 1, PEFR, MMEFR
Pengukuran Status Alergi 11
Untuk mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat dilakukan
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum dan eosinofil. Uji ini
dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus sehingga dapat dilakukan
pencegahan terarah. Umumnya dilakukan skin prick test. Namun, uji ini dapat
menghasilkan positif palsu maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi pajanan
alergen dengan timbulnya gejala harus selalu dilakukan.
Analisa Gas Darah 11.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal
serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PaCO 2 < 35 mmHg) kemudian
pada stadium yang lebih berat pada PaCO 2 justru mendekati normal sampai
20
normo-kapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnea
(PaCO 2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
Foto Toraks 11
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
E. Klasifikasi
Asma kontrol
Berdasar keadaan terkontrol asma dibagi menjadi : terkontrol, terkontrol
parsial dan tidak terkontrol13.
Tabel 2. Tingkatan Kontrol Asma
21
F. Diagnosis Banding
Bila menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang
perlu dipikirkan adalah obstruksi saluran nafas atas 12.
Diagnosis banding asma5:
Tabel 3. Diagnosis banding asma
22
G. Penatalaksanaan 4 Komponen Tata Laksana Asma.
GINA ( 2011 ) mengajukan 4 komponen tata laksana yang dibutuhkan
untuk mencapai dan mempertahankan kontrol asma8 :
1. Mengembangkan Kerjasama Dokter dengan Pasien
Diupayakan tercapainya kerjasama yang baik antara dokter dan pasien, dan
melakukan edukasi pasien tentang asma dan tatakelola asma yang perlu
mereka kerjakan. Manajemen yang efektif diperoleh bila pasien dapat aktif
merawat diri sendiri yaitu bila ia telah mampu :
Menghindari faktor resiko
Menggunakan obatnya secara benar dan teratur sesuai yang telah ditentukan
Mengerti penggunaan obat pengontrol dan pelega
Mampu memonitor asma dan bila mungkin bisa menggunakan PEF meter
Mengenal tanda pemburukan asma dan cara mengatasinya
Konsultasi bila diperlukan
3. Mengenal dan mengurangi paparan terhadap faktor resiko
Pasien harus mengetahui faktor pencetus asma mereka dan berusaha
menghindari berbagai faktor yang dapat mencetuskan asmanya seperti diuraikan
mengenai faktor pencetus asma. Pasien tetap melakukan olah raga sesuai
kamampuannya dan bila perlu sebelum olah raga terlebih dahulu menggunakan
obat asma.
4. Evaluasi, Terapi dan Monitor Asma
23
Algoritma 1 menunjukkan suatu cara tata laksana asma secara garis besar
yang dapat dipergunakan sebagai dasar diagnosis asma, evaluasi kontrol/beratnya
asma, tempat perawatan dan tingkat terapi yang diberikan pada pasien yang
datang ke klinik asma atau klinik emergensi. Tindak lanjut terapi pasien
ditentukan berdasarkan respon pasien hingga pasien dapat pulang untuk berobat.
Gambar 4. Algoritma tata laksana asma secara umum
5. Monitoring untuk mempertahankan kontrol asma
Pasien kontrol 1 – 3 bulan kemudian dan seterusnya 3 bulan sekali. Bila ada
eksaserbasi kontrol tiap 2 – 4 minggu, ditanyakan mengenai hasil kontrol asma
yang tercapai, kepatuhan pasien menggunakan inhaler dan PEF meter secara benar
atau adanya masalah lain pada pasien. Penyesuaian obat dilakukan untuk
24
mendapatkan kontrol yaitu ditingkatkan regimen obat bila tak terkontrol/atau
terkontrol sebagian, sedangkan bila terkontrol baik selama 3 bulan diturunkan
dosis dan langkah terapi secara perlahan, hingga batas dosis obat minimal yang
dapat mengontrol. Monitoring tetap diperlukan meskipun kontrol telah tercapai
karena asma adalah penyakit yang bervariasi hingga terapi perlu disesuaikan
secara berkala sebagai respon terhadap tanda – tanda kurangnya kontrol yang
ditandai oleh gejala yang memburuk atau timbulnya eksaserbasi.
Gambar 5. ACT
Obat Asma
Obat asma dapat digolongkan menjadi pengedali ( controller ) dan pelega
( reliever ). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk membuat
asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti nflamasi. Reliever
adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar efek cepat untuk menghilangkan
bronkokontriksi dan menghilangkan gejalanya13.
25
Tabel 5. Penggolongan obat asma
Obat pengendali ( Controller ) 11
Pencegah adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk
mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi proses
inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten, dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang
mempunyai sifat sebagai pengcegah, antara lain ;
a) Kortikosteroid inhalasi
26
Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk dewasa
Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk anak
b) Kortikosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil Pemberiannya secara inhalasi.
27
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu
4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak.
d) Methylxanthine Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat
dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan
pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi, termasuk di dalam agonis beta-2 kerja
lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja
lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
basofil.
f) Leukotriene modifiers, Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator
minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan
exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga
mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
g) obat-obat anti alergi
28
Tabel 8. Obat asma controller
29
Penghilang gejala (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk penghilang
gejala adalah 11
Agonis beta2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset)
yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos
saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan
terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada
exercise-induced asthma
Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat penghilang gejala bila
penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain.
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga
30
menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
Theophilin
Tabel 9. Obat Reliever1
31
32
33
34
Jika anak Anda lebih muda dari 4 tahun , ia mungkin perlu masker
wajah . Perangkat ini menempel pada spacer dan memberikan obat sementara
putra atau putri Anda bernafas normal.
Dry powder inhaler . Untuk obat asma tertentu , anak Anda mungkin memiliki
bubuk inhaler kering . Perangkat ini umumnya tidak digunakan pada anak-anak
35
berusia di bawah 4 tahun , karena memerlukan mendalam , inhalasi cepat untuk
mendapatkan dosis penuh obat .
Nebulizer . Sebuah nebulizer ternyata obat menjadi kabut halus anak Anda
bernafas melalui masker wajah . Sebuah nebulizer dapat memberikan dosis yang
lebih besar obat ke dalam paru-paru daripada inhaler bisa. Anak-anak kecil sering
perlu menggunakan nebulizer karena sulit atau tidak mungkin bagi mereka untuk
menggunakan perangkat inhaler lainnya .
Tahapan pengobatan asma :
Tahap 1.
Gejala asma sangat jarang, faal paru normal, tidak ada riwayat pengobatan
dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi, maka pasien diberikan obat penghilang
gejala. Adapun yang direkomendasikan adalah agonis beta-2 kerja singkat
(SABA) inhalasi. Alternatif lainnya adalah SABA oral, kombinasi oral SABA dan
teofilin/aminofilin atau antikolinergik kerja singkat inhalasi Tahap 2 sampai
dengan 5, pengobatan pengontrol teratur jika perlu14.
Tahap 2.
Ditemukan gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang periodik, dengan
atau tanpa riwayat pengobatan kortikosteroid inhalasi sebelumnya, maka
diberikan pengontrol kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan penghilang gejala
jika perlu. Alternatif pengontrol lainnya adalah anti-leukotrien bagi pasien yang
tidak tepat menggunakan kortikosteroid inhalasi dan pasien dengan rhinitis
36
alergika. Selain itu, dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien
dengan gangguan asma malam hari14.
Tahap 3.
Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2 selama kurang-
lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti kepatuhan, pencetus,
dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi inhalasi dosis rendah dan
agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut LABACS. Alternatif lainnya sama
dengan tahap 214.
Tahap 4.
Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala pasien sudah
terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien, komorbiditas, dan
pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS dimana kortikosteroid
inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi14.
Tahap 5.
Obat yang diberikan adalah LABACS dengan dosis kortikosteroid inhalasi dosis
tinggi dan jika perlu dapat ditambahkan kortikosteroid oral dosis terendah.
Kortikosteroid oral bekerja sistemik sehingga diharapkan dapat mempercepat
penyembuhan, mencegah kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah
kematian14.
37
Gambar 6. Asthma management approach based on control13
H. Pencegahan asma5
Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi
alergi ( terbentuknya atopi, nampaknya paling relevan waktu prenatal dan
perinatal ) atau mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitisasi.
Selain mencegah paparan tembakau / rokok waktu dalam kandungan atau setelah
kelahiran, tidak ada intervensi yang terbukti dan diterima luas dapat mencegah
terbentuknya asma. Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi nama telah
membawa penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus
38
mengarahkan kembali repons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator
cell. Tetapi strategi tersebut saat ini masuh merupakan alam hipotesis dan perlu
penelitian lebih banyak.
I. Prognosa15
Asma biasanya kronis , meskipun kadang-kadang masuk ke periode
panjang remisi . Prospek jangka panjang umumnya tergantung pada tingkat
keparahan. Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan
dari waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala. Bahkan
dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami perbaikan
tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu dan efektivitas
pengobatan . Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur
dinding saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam
fungsi paru-paru , bahkan pada pasien yang diobati secara agresif . Fungsi paru-
paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan asma , terutama
pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi lendir yang
berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ).
Kematian dari asma adalah peristiwa yang relatif jarang , dan kematian
asma yang paling dapat dicegah . Hal ini sangat jarang orang yang menerima
perawatan yang tepat untuk mati asma . Namun, bahkan jika tidak mengancam
nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan . Asma yang tidak terkontrol
dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja , serta kegiatan sehari-hari.
39
Pendekatan bertahap untuk pengelolaan asma pada anak usia 0-4th
BAB III
KESIMPULAN
40
Asma sudah lama dikenal namun baru akhir – akhir ini menjadi masalah
kesehatan yang menonjol. Keradangan saluran nafas pada asma sangat komplek
dalam asal mula, regulasi dan outcome. Adanya predisposisi genetic yang terjadi
reaksi inflamasi alergi. Konsekuensi dari inflamasi kronik akan terjadi airway
remodeling5. Batuk, sesak nafas, wheezing merupakan trias gejala asma. Bila
gejala dan tanda tidak spesifik sulit dibedakan dengan penyakit lain, oleh sebab itu
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Faal paru yang menunjukkan obstruksi yang
reversible merupakan alat diagnosis pasti5.
DAFTAR PUSTAKA
41
1. Dahlan Zulkarnain, dkk. 2012. Kompendium TATALAKSANA PENYAKIT
RESPIRASI & KRITIS PARU . Jakarta : Perhimpunan Respirologi Indonesia.
2. Rengganis, I. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58.
2008.
3. Perhimpunan Paru Indonesia. 2003. ASMA PEDOMAN & PENATALAKSANA
DI INDONESIA.
5. Wibisono M. Jusuf dkk. 2010. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT PARU 2010 .
Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.
6. Longo, Dan L MD. 2013. HORRISON’S MANUAL OF MEDICINE
INTERNATIONAL EDITION. America : McGraw-hill Companies
7. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 67 – 72
8. Pocket Guide for Asthma management and Prevention. Gina ( Global Initiative
for Asthma ). Updated 2011.
9. The “Expert Panel Report 3 Summary Report 2007 : Guidelines for the
Diagnosis and Management of Asthma”. Expert panel of NAEPP Coordinating
Committee, coordinated by the National Heart, Lung, and Blood Institute
(NHLBI) of the National Institute of health National Institute of Institutes of
health, USA.2008
10. Goldman Lee, Schafer Andrew, et al. Goldman´s Cecil Medicine. Asthma,
America. 2012.
42
11. Sundaru Heru, Sukamto. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009
12. Kuvuru MS and Wiederman HP. 2000. Asthma. In : Chest medicine. Essential
of pulmonary and critical care. Philandelphia, Lippincort Williams and Wilkins.
133-173
13. Global Initiative for Astham. 2009. Global strategy for asthma management
and prevention. www.ginasthma.org .
14. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota
Dirfan; 2011, hal. 36-48.
15. Health Center. Asthma. Review date : 05/03/2011.
www.healthcentral.com/asthma/
43