Click here to load reader
Upload
anom-putra
View
76
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asma
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Asma bronkial (asma) merupakan penyakit respiratorik kronik yang
tersering dijumpai pada anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai
dari balita, prasekolah, sekolah, atau remaja. Prevalens di dunia berkisar antara 4-
30%, sedangkan di Indonesia sekitar 10% pada anak usia sekolah dasar dan 6,7%
pada anak usia sekolah menengah.1 Tata laksana asma yang tidak adekuat akan
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak dan menurunnya kualitas hidup
anak, serta dapat mengakibatkan kematian.2
Penyakit asma mengenai semua umur meski kekerapannya lebih banyak
pada anak-anak dibanding dewasa. Asma lebih banyak diderita anak laki-laki.1,2
Pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan. Resiko dan tanda alergi atau
asma dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandunganpun
mungkin sudah dapat terdeteksi. Alergi dan asma dapat dicegah sejak dini dan
diharapkan dapat mengoptimalkan tumbuh dan kembang anak secara optimal.
Perbedaan prevalensi asma pada anak di kota biasanya lebih tinggi dibanding di
desa. Terlebih pada golongan sosioekonomi rendah dibanding sosioekonomi
tinggi. Pola hidup di kota besar meningkatkan risiko terjadinya asma baik
prevalensi, morbiditas (perawatan dan kunjungan ke instalasi gawat darurat),
maupun mortalitasnya. 1
Lingkungan dalam rumah golongan sosioekonomi rendah mendukung
pencetusan asma. Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor
penyebab. Yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat
berkaitan dengan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek
atau nenek anak menderita asma bisa diturunkan ke anak. Faktor-faktor penyebab
dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap
rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi
makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap
berperananan penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi
ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel,
partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor juga
turut berpengaruh pada anak-anak yang menderita asma. Makanan produk industri
dengan pewarna buatan (misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin
(monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat
memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres.1,2
Aktivitas sekolah maupun sehari-hari serta tidur anak akan terganggu. Dengan
pengobatan yang dini dan tepat, prognosis asma menjadi lebih baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manifestasi Klinis Asma (1,3)
Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan alergi sering
sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu.
Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan
depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu yang terjadi
pada anak-anak. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target
organ (organ sasaran) dimana reaksi alergi yang dapat menggganggu beberapa
sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Organ tubuh atau
sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ
yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap.
Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh, bisa terpengaruh bisa melemah.
Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh yang lain
seperti sering disertai hay fever, rinitis, sinusitis, dermatitis, conjungtivitis,
migrain dan gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing didapatkan
gejala sering kencing, sistitis atau bedwetting. Gangguan saluran cerna yang
sering didapatkan adalah gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome, nyeri
perut berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya. Pada sistem otot
dan tulang didapatkan keluhan myalgia atau artralgia pada kaki, tangan, atau pada
leher dan nyeri dada ("pseudo heart attack"). Pada gangguan sistem vaskular
didapatkan gejala palpitasi, mudah pingsan, kolap dan hipotensi.
2.2 Permasalahan Dalam Periode Perinatal (1,2,3)
Faktor resiko yang dapat mengakibatkan asma dan beberapa faktor yang
terkait dengan maternal asma dapat diamati dan terjadi saat periode perinatal.
Bayi dengan berat lahir sangat rendah merupakan faktor resiko terjadinya asma
dan kejadian wheezing pada usia anak. Kesimpulan lain didapatkan riwayat
keluarga asma juga sering dikaitkan dengan kelahiran premature, bayi lahir sangat
rendah dan kejadian bronchopulmonary displasia dan penyakit paru kronik pada
bayi prematur.
Transient tachypnea of the newborn atau transient respiratory distress of
the newborn tampaknya juga sering dikaitkan dengan kejadian asma. Kasus sesak
bayi baru lahir ini tampaknya akhir-akhir ini juga semakin meningkat pesat.
Dahulu teori yang dikaitkan dengan kelainan ini adalah akibat tidak terjadinya
squeezing atau pemerasan paru saat kelahiran sectio caesaria. Tetapi banyak
penelitian terakhir mengungkapkan hal ini terjadi karena produksi cairan paru
janin yang ternyata lebih banyak. Faktor resiko kelainan ini adalah maternal asma
dan paparan rokok saat kehamilan. Penelitian lain menyebutkan penderita
transient tachypnea of the newborn beresiko lebih mudah terjadi asma saat usia
prasekolah. Fenomena tersebut juga yang menimbulkan suatu penemuan ilmiah
bahwa dengan pemberian injeksi betametason pada ibu hamil menjelang
persalinan ternyata dapat mengurangi resiko terjadi transient tachpnea of the
newborn secara drastis.
Didapatkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan Croen. Maternal
asma atau asma saat kehamilan ternyata bisa meningkatkan resiko terjadinya autis
pada anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada
tahun 1995 – 1999 di North California.
Gangguan tumbuh kembang yang sering dikaitkan pada anak-anak yang
menderita asma antara lain adalah seperti :
1. Gangguan tidur
Anak merasa gelisah/bolak-balik ujung ke ujung, bila tidur berbicara,
tertawa, berteriak dalam tidur, sulit tidur, malam sering terbangun, duduk,
gelisah saat memulai tidur, brushing (gigi gemeretak, beradu gigi), tidur
ngorok dan mimpi buruk.
2. Gangguan konsentrasi
Cepat bosan terhadap sesuatu aktifitas (kecuali menonton televisi, baca
komik atau main game), tidak bisa belajar lama, terburu-buru, tidak mau
antri, tidak teliti, sering kehilangan barang atau sering lupa, nilai pelajaran
naik turun drastis. Nilai pelajaran tertentu baik, tapi pelajaran lain buruk.
Sulit menyelesaikan pelajaran sekolah dengan baik.Sering mengobrol dan
mengganggu teman saat pelajaran. Biasanya anak tampak cerdas dan
pintar.
3. Emosi tinggi
Mudah marah, sering berteriak ,mengamuk, keras kepala, suka membantah
dan sulit diatur,cengeng atau mudah menangis.
4. Gangguan perkembangan motorik kaki dan mulut
Tidak bisa bolak-balik, duduk, merangkak sesuai usia. Berjalan sering
terjatuh dan terburu-buru, sering menabrak, jalan jinjit, duduk seperti
huruf W (kaki ke belakang) Terlambat mengayuh sepeda, keterlambatan
dan gangguan proses mengunyah makanan.
5. Impulsif
Anak banyak bicara atau tertawa berlebihan, sering memotong
pembicaraan orang lain.
6. Gangguan neurologi dan gangguan perilaku
Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat ternyata dapat
terganggu oleh asma pada anak-anak. Reaksi asma dengan berbagai
manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu
neuroanatomi dan neurofungsional menimbulkan beberapa manifestasi
klinis seperti sakit kepala, migrain dan vertigo.Selanjutnya akan
mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak.
2.3 Permasalahan Anak Dengan Asma (1,3)
Sering kambuh dan berulangnya keluhan asma, sehingga orang tua frustasi
akhirnya berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lainnya. Hal ini dilakukan
karena sering kali keluhan alergi pada anak tersebut sering kambuh meskipun
diberi obat yang terbaik. Bila penatalaksanaan tidak dilakukan secara baik dan
benar maka keluhan asma akan berulang dan ada kecenderungan membandel.
Berulangnya kekekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya
pengeluaran biaya kesehatan .
Penderita asma lebih beresiko mengalami terjadi reaksi anafilaksis fatal
akibat alergi makanan yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama
sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor.
Manifestasi klinis reaksi makanan yang fatal adalah timbulnya gangguan
pernapasan (sesak, wheezing) dan gangguan vaskular (pingsan, gangguan
kesadaran, hipotensi hingga syok). Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 150
anak meninggal karena reaksi alergi makanan yang fatal ini.
Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup
anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak non-
asma. Asma menyebabkan kehilangan 16 persen hari sekolah pada anak-anak di
Asia, 34 persen di Eropa, dan 40 persen di Amerika Serikat.
Penderita alergi dan asma sering dikaitkan dengan gangguan gizi ganda
pada anak. Gizi ganda dapat menimbulkan obesitas atau bahkan sebaliknya terjadi
malnutrisi. Penelitian yang dilakukan oleh Erika von Mutius dkk dari University
Children's Hospital, Munich, Germany menyebutkan bahwa BMI tampaknya
merupakan factor resiko independent pada terjadinya asma. Sebaliknya
didapatkan penelitian pada penderita asma terdapat resiko gangguan pertumbuhan
tinggi badan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Baum mengungkapkan
penderita asma sering terjadi peningkatan platelet-activating factor (PAF) yang
ternyata dapat menghambat produksi PGE2 dalam osteobast. Prostaglandin E2
(PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang berperanan penting untuk
pertumbuhan tulang. Ellul dalam penelitiannya mengungkapkan keterkaitan asma
dan penyakit celiac pada anak. Secara bermakna didapatkan kenaikkan resiko
terjadinya asma pada penderita celiac. Celiac adalah gangguan saluran yang tidak
dapat mencerna kandungan gluten dan sejenisnya. Manifestasi klinis yang timbul
adalah gangguan saluran cerna, dermatitis herpertiformis dan gagal tumbuh.
Sering dijumpai bahwa penderita asma pada anak mendapatkan
overdiagnosis atau overtreatment. Tidak jarang ditemui penderita asma yang
didiagnosis dan diobati sebagai tuberkulosis dan saat mengalami infeksi saluran
napas atas sering didiagnosis pnemoni hanya berdasarkan foto rontgen dada. Hasil
foto rontgen asma, brnkitis, pnemoni dan tuberkulosis kadang hampir mirip
karena terjadi peningkatan gambaran infiltrat paru. Bila tidak cermat maka maka
sering terjadi overdiagnosis penyakit lainnya pada kasus asma.
Pada penderita asma sering mengalami keadaan daya tahan yangtidak
optimal, relatif mudah terkena infeksi. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi
saluran napas berulang berupa faringitis, tonsilitis, sinusitis, dan infeksi saluran
napas akut lainnya. Tetapi yang harus lebih dikawatirkan adalah meningkatnya
resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang penderita
asma mendapatkan pengobatan yang menyimpang, seperti pemberian antibiotika,
anti alergi atau korticosteroid peroral berlebihan dan dalam jangka waktu yang
lama.
2.4 Langkah Promotif / Preventif (1,2,3)
Langkah preventif dikenal dengan pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Pencegahan primer (pranatal) dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai
riwayat atopi pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya atau pada suami.
Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin
intrauterin dan dilakukan saat janin dalam kandungan dan menyusu. Untuk
melakukan pencegahan primer ibu hamil dan ibu menyusui harus menghindari
faktor pemicu (inducer) seperti asap rokok atau makanan yang alergenik.
Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi pada
bayi/anak vang sudah tersensitisasi. Target pencegahan sekunder adalah bayi/anak
yang mempunyai orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama
18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua.
Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada
anak yang sudah menderita asma. Pencegahan dapat berupa penghindaran
terhadap pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
Aspek penghindaran ini sangat penting dalam keberhasilan tata laksana
asma secara menyeluruh. Tanpa penghindaran yang memadai, tata laksana asma
tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.
2.5 Langkah Diagnostik
Adapun langkah diagnostik pasien dengan asma, meliputi :
1. Anamnesis (1,3)
Seorang anak dicurigai menderita asma apabila didapatkan gejala
batuk persisten dan/atau mengi berulang yang mempunyai karakteristik
episodik, terjadi pada malam hari (nokturnal), musiman, berkaitan dengan
aktivitas atau pencetus, reversibel, dan disertai riwayat atopi pada pasien
maupun keluarganya. Splain keluhan batuk, kadang-kadang dijumpai
sesak nafas terutama gangguan ekspirasi.
Derajat penyakit asma kronik ditentukan dari frekuensi timbulnya
serangan. Asma kronik terbagi menjadi 3 derajat, yaitu asma episodik
jarang, dengan frekuensi serangan < l x/bulan, asma epsiodik sering
dengan frekuensi serangan > 1 x/ bulan, dan asma persisten dengan
frekuensi serangan yang sering, bahkan pasien hampir selalu mempunyai
gejala. Rincian derajat selengkapnya dapat dilihat pada tabel dalam
lampiran.
2. Pemeriksaan fisis (2,3)
Berbagai tanda atau manifestasi alergi (allergic shiners) seperti
geographic tongue atau dermatitis atopik dapat ditemukan. Tanda lain
yang dapat dijumpai adalah bercak hitam di kulit seperti bekas gigitan
nyamuk.
Dasar penyakit ini adalah hiperreaktivitas bronkus akibat adanya
inflamasi kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir,
edem dinding bronkus, dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga
mekanisme patologi di atas mengakibatkan timbulnya gejala batuk; pada
auskultasi dapat terdengar ronki basah kasar dan mengi.
Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak/dispnea/
mengalami respiratory effort dengan komponen expirntory yang lebih
menonjol.
3. Pemeriksaan penunjang (1,3)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah uji fungsi paru
yang menunjukkan variabilitas 20% dan reversibilitas 20%pada asma.
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat
membantu penegakkan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan
eosinofil total umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan
diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan hsitamin atau
metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitif
dapat ditegakkan.
4. Medikamentosa (2,3)
Berdasarkan kegunaannya, secara garis besar obat asma dikenal
terdiri dari dua jenis yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali
(controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan gejala atau
serangan asma, misalnya agonis dan ipratropium bromida. Obat
pengendali digunakan untuk mengendalikan asma agar tidak mudah
tercetus, misalnya disodium cromoglicate, antileukotrien, dan steroid
hirupan. Obat pereda diberikan saat serangan atau ada gejala saja,
sedangkan obat pengendali diberikan terus menerus tanpa melihat ada/
tidaknya serangan. Pemberian controtler secara jangka panjang
bertujuan untuk mengendalikan proses inflamasi yang terjadi.
Pengobatan reliever dibahas pada subtopik serangan asma.
Pengobatan asma jangka panjang tergantung pada derajat atau
klasifikasi asma. Pada asma episodik jarang, tidak diberikan obat
pengendali, sedangkan pada asma episodik sering dan persisten, harus
diberikan obat pengendali. Pada tahap awal biasanya diberikan steroid
hirupan dosis rendah setara dengan budesonide 100-<400 ug dan
dinaikkan bertahap dengan dosis menengah 400-<800 ug atau dosis
tinggi (>800 ug) sesuai dengan gejala yang terjadi/ terpantau saat
pemberian obat-obatan. Pada tahap tertentu sebelum menentukan
apakah steroid dosis tinggi perlu digunakan, perlu dipertimbangkan
pemberian obat kombinasi baik dengan agonis kerja panjang maupun
antileukotrien (lihat algoritme 1). Obat pengendali dapat diberikan
jangka lama bahkan dapat seumur hidup, tetapi apabila diberikan pada
tahap awal dan tepat, penggunaannya mungkin dapat lebih singkat.
5. Bedah (3)
Pada asma, tindakan bedah tidak diperlukan.
6. Suportif (2,3)
Pengobatan suportif pada asma diperlukan. Pada keadaan tertentu,
misalnya sudah terjadi komplikasi atelektasis, diperlukan tambahan
fisioterapi. Penyakit penyerta lain seperti rinitis alergika, sinusitis, atau
refluks gastroesofagus (RGE) perlu ditangani dengan baik karena dengan
menghilangkan penyakit penyerta, maka asma akan lebih mudah
dikendalikan. Pada keadaan khusus yaitu adanya gangguan psikologis,
maka peran psikolog ataupun psikiater anak sangat diperlukan karena stres
psikologis merupakan salah satu taktor pencetus terjadinya serangan asma.
Selain rujukan kepada rehabilitasi medis, maka rujukan ke
psikologi atau psikiatri anak diperlukan bila sudah terjadi komplikasi.
Pada keadaan asma yang tidak terkontrol perlu dilakukan rujukan ke
subbagian gastroenterologi untuk mencari kemungkinan adanya RGE.
Batuk dan / atau mengi
Bagan 1. Alur diagnosis asma anak (3)
Tidak berhasil
Berhasil
Bukan asma
Pertimbangan asma sebagai penyakit
penyerta
Diagnosis & pengobatan alternatif
Mendukung diagnosis lain
Tidak mendukung diagnosis lain
Pertimbangan pemeriksaan : foto Ro torak & sinus uji faal paru respons terhadap bronkodilator uji provokasi bronkus uji keringat uji imunologis pemeriksaan motil it as silia pemeriksaan refluks GE
Tidak jelas asma : timbul masa neonatus gagal tumbuh infeksi kronik muntah / etrsedak kelainan fokal paru kelainan sistem kardiovaskuler
Berikan obat anti asma : Tidak berhasil nilai ulang
diagnosis dan ketaatan berobat
Tentukan derajat & pencetusnyaBila Asma sedang / berat : foto Ro.
Diagnosis kerja : ASMA
Berikan bronkodilator
Periksa peak flow meter atau spirometer untuk menilai reverssibilitas ( 15%) variabilitas (> 15%)
Patut diduga asma : episodik nokturnal / morning dip musiman pasca aktivitas fisik riwayat atooi pasien / keluarga
Riwayat penyakit Pemeriksaan fisis
Uji tuberkulis
*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rintis
Bagan 2. Alur tatalaksana asma anak jangka panjang (3)
P
ENGHINDARAN
(Asma sangat berat)
Asma persisten
Asma episodik sering
Asma episodik jarang
6-8 minggu, respons : (+)(-)
6-8 minggu, respons : (+)(-)
6-8 minggu, respons : (+)(-)
6-8 minggu, respons : (+)(-)
6-8 minggu, obat dosis / minggu
3x> 3x
Tambahkan steroid oral
Naikkan dosis steroid hidupan
Pertimbangan penambahan salah satu obat : -agonis kerja panjang -agonis lepas terkendali teofilin lepas lembat antileukotrien
Obat pengendali : steroid hidupan Obat pereda : -agonis
Tambahkan obat pengendali :Kromolin / steroid hirupan dosis rendah *)
Obat pereda : -agonis atau teofilin(hirupan atau oral) bila perlu
Tabel. Obat asma jangka panjang yang ada di Indonesia (3)
Fungsi Nama generik Nama dagang Sediaan Keterangan
Golongan -agonis (kerja pendek)
Obat
pereda
(reliever)
terbutalin
salbutamol
orsiprenalin
heksoprenalin
fenoterol
trimetoruinol
Golongan
santin
teofilin
Bricsma,
Brasmatic,
Bintasma,
Fartolin,
Lasmalin, Dll.
Ventolin,
Respolin,
Salbuven,
Suprasma,
Salbron, Libretin,
Dll.
Alupent
Ipradol
Berotec
Inolin
Bronsolvan,
Kalbron, Amilex,
Bronchophylin
Sirup, tablet,
MDI,
turbuhaler
Sirup, tablet,
MDI, rotahaler
diskhaler
Sirup, tablet,
MDI, tablet
MDI
Ped. Drop,
tabler
Sirup, tablet
0,05
mg/kgBB/x
tablet 2,5 mg.
Tablet 2 mg
Obat
pengendali
(controller)
Golongan anti-inflamasi non-steroid
kromoglikat
nedokromil
Intal-5
Tilade
MDI
MDI ijin di
Indonesia
untuk > 12
tahun
Golongan anti-inflamasi steroid
budesonidPulmicort
Inflammide
MDI,
Turbuhaler
flutikason Flicotide MDI, Diskhaler
beklometasonBecotide,
beklomet
MDI,
Rotahaler,
Diskhaler
Golongan -agonis kerja panjang
proketerol
bambuterol
salmeterol
klenbuterol
Meptin
Bambec
Serevent
Spiropent
Sirup, tabler,
MDI
Tablet
MDI, Disk
haler
Sirup, tabler
Golongan obat lepas lambat / lepas terkendali
terbutalinAsthmoprotect
RetardKapsul
salbutamol Volmax Tablet
teofilin
Quibron SR,
Euphyllin Retard,
Phyllocontin
continus
Tablet salut
Golongan antihistamin baru
Ketotifen Zaditen, Profilas,
Astifen, Intifen,
dll.
Sirup, tablet < 3 th : 2x0,5
mg
3 th : 2x1,0
mg
Golongan antileukotrin
Zafirlukas
Montelukas
Accolate
Singular
Tablet 20 mg
(belum ada di
Indonesia