13
Price SA, Wilson LM.Patofisiologi: konsepklinis proses- prosespenyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005; h.177-87 Asma adalah salah satu keadaan klinis yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas. Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental. Penyempitan saluran pernapasan dan pengelupasan sel epitel siliaris bronkus kronis yang dalam keadaan normal membantu membersihkan mucus dapat menghambat mobilisasi sekresi lumen. Disfungsi ventilasi Orang yang menderita asma memiliki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan (terutamapadaekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu melakukan usaha ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV 1 ), dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Karena banyaknya saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat, tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru. Bergantung pada beratnya

Asma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asma

Citation preview

Price SA, Wilson LM.Patofisiologi: konsepklinis proses-prosespenyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005; h.177-87Asma adalah salah satu keadaan klinis yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental. Penyempitan saluran pernapasan dan pengelupasan sel epitel siliaris bronkus kronis yang dalam keadaan normal membantu membersihkan mucus dapat menghambat mobilisasi sekresi lumen.Disfungsi ventilasiOrang yang menderita asma memiliki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan (terutamapadaekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu melakukan usaha ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1), dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Karena banyaknya saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat, tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru. Bergantung pada beratnya penyakit, gangguan ini mungkin tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan perasaan iritasi pada trakea; pada kasus lain, gawat napas mungkin tidak dapat diatasi. Turbulensi arus udara dan getaran mucus bronkus mengakibatkan suara mengi yang terdengar jelas selama serangan asma; namun, tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada masalah saluran napas obstruktif. Pada asma simtomatik napas lebih cepat dari normal (walaupun hal ini cenderung menambah resistensi aliran udara). Selain itu, dada mengambil posisi inspirasi maksimal, yang mula-mula dicapai secara paksa dan melebarkan jalan udara. Kemudian gambaran ini menetap karena pengosongan alveoli yang tidak lengkap, yang mengakibatkan hiperinflasi toraks yang progresif. Pada asma tanpa komplikasi, batuk hanya moncolok sewaktu serangan mereda dan batuk membantu mengeluarkan secret yang terkumpul. Lebih jarang lagi bila batuk kering yang merupakan manifestasi yang jelas dari asma. Diantara serangan asma, pasien bebas dari mengi dan gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap berlanjut. Namun, ada asma kronik, masa tanpa serangan dapat menghilang, sehingga mengakibatkan asma yang terus-menerus, sering disertai infeksi bakteri sekunder.Individu dengan asma, baik dengan maupun tanpa mekanisme alergi, memiliki kelabilan bronkus yang abnormal sehingga mempermudah penyempitan saluran napas. Penyempitan ini disebabkan oleh banyak factor yang tidak memberikan efek ada orang normal. Dasar dari kecenderungan ini tetap tidak jelas, tetapi kelihatannya mirip dengan perubahan peradangan pada bronkus. Secara fungsional, saluran napas penderita asma bertindak seakan-akan persarafan beta-adrenergiknya (yang membantu mempertahankan saluran napas agar tetap paten) tidak kompeten, dan terdapat banyak bukti yang member kesan bahwa pada asma yang khas, terdapat sedikit hambatan pada reseptor beta-adrenergiknya, paling tidak secara fungsional. Pengaruh bronkokonstriktor, yang diketahui secara normal diperantarai oleh saraf parasimpatik (kolinergik) dan alfa-adrenergik, cenderung menonjol. Dalam praktik, kelabilan bronkus pada penderita asma dapat dipastikan denganmemperlihatkan respons yang nyata berupa obstruktif saluran napas mereka terhadap inhalasi histamine dan metakolin (zat dengan aktivitas yang menyerupai asetilkolin) dalam konsentrasi yang sangat rendah.Mekanisme yang sama mungkin membantu menimbulkan serangan asma setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan kabut tebal, debu, dan iritan yang mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit diketahui juga menjadi perantara penutupan saluran napas akibat rangsangan psikis. (Akan tetapi, jarang sekali asma yang semata-mata disebabkan oleh factor emosional). Pada asma, jaras reflex yang menimbulkan bronkospasme disertai pengempisan rongga dada yang kuat, diaktifkan oleh gerakan-gerakan seperti tertawa, meniup balon, atau melakukan ekspirasi penuh untuk tes pernapasan.Subkelompok asmaAsma harus dibedakan dengan dua keadaan. Kedua keadaan ini adalah bronchitis kronik, ditandai oleh hipersekresi bronkus secara terus menerus, dan emfisema, yaitu hilangnya jaringan penunjang paru-paru yang menyebabkan penyempitan berat saluran pernapasan yang terjadi ketika mengeluarkan napas. Keduanya dapat mengakibatkan mengi dan sesak napas yang gejalanya akan memburuk dengan infeksi, kerja berat, dan iritan inhalasi. Walaupun atopi siap berimplikasi pada penderita asma bronchial diberbagai keadaan, tetapi sulit ditemukan factor alergi pada sejumlah besar penderita asma.Penderita-penderita semacam ini, termasuk bayi-bayi, dan mereka yang berusia pertengahan dan juga orang tua ,mengalami hiperreaktif bronkus (BHR) yang sering disebut asma idiopatik (yang berarti tidak dapat diterangkan). Beberapa orang dewasa yang menderita asma idiopatik juga terserang polip hidung, sinusitis berulang dan obstruksi saluran pernapasan berat yang memberikan respons pada pemberian aspirin dalam berbagai kombinasi. Secara khas, obat-obat lain anti radang non steroid (NSAID) seperti, ibuprofen dan indometasin juga menyebabkan serangan asma yang berat pada pasien ini. Namun, asma moderat sering menetap walaupun allergen penyebab yang diketahui telah dihindari, dan rhinitis vasomotor (non alergi) yang menonjol sering merupakan petunjuk pada penyakit ini. Menerima laporan penderita ganggguan pernapasan adalah penting, karena tidak tersedia tes yang mudah dan aman. Selain itu, karena intoleransi yang berat terhadap aspirin dan NSAID dapat terjadi secara mendadak, penderita asma dewasa dengan polip atau sinusitiss ataupun keduanya harus mengenali resiko yang mungkin terjadi akibat agen-agen itu. Serangan asma sering menyertai infeksi virus atau bakteri pada saluran pernapasan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, dan akhirnya memerlukan perawatan di RS. Ketika pathogen yang terlibat pada asma anak-anak sudah ditemukan, infeksi rinovirus dan virus parainfluenza telah diimplikasikan. Infeksi virus respiratorius sinsitial (RSV) sering menstimulasi kejadian asma yang berat dan diikuti oleh periode BHR yang lebih lama. Adanya infeksi sekunder yang bermakna dimanifestasikan dengan timbulnya demam, pengeluaran dahak purulent, meningkatnya jumlah sel darah putih atau ditemukannya pathogen didalam dahak. Namun, seringkali satu-satunya tanda adalah asma yang menetap. Banyak anak-anak penderita asma yang dipacu oleh infeksi pada masa prasekolah, mengalami alergi hidung klasik, atau asma alergik (atopik) di kemudian hari, walaupun beberapa indikasi mengatakan bahwa yang bertanggung jawab adalah alergi bacterial. Karena organism penyebab sering merusak epitel bersilia dan agen peradangan local pada bronkus yang labil, maka efek yang merugikan pada asma dapat diramalkan. Studi pada hewan juga telah member kesan bahwa zat-zat jasad renik yang nantinya akan dapat melemahkan aktivitas beta-adrenergik yang sudah tidak adekuat. Banyak penderita asma mengalami peningkatan mengi dan dyspnea (napas pendek yang abnormal) setiap mengerahkan tenaga. Selain itu, suatu bentuk khusus asma yang diinduksi oleh kerja (EIA) sering terlihat ketika bronkospasme yang bermakna timbul setelah beberapa menit melakukan aktivitas dan sering sembuh setelah istirahat. EIA paling sering dijumpai pada anak-anak, dan cirri khas EIA adalah timbul sebelum pengerahan tenaga yang tidak memberikan gejala. Walaupun penggunaan tenaga total yang dapat menimbulkan gejala EIA mempunyai batas minimum, namun, jika terjadi pengerahan tenaga melewati batas minimum ini, risiko gejalanya berbeda-beda sesuai dengan jenis aktivitas. Umumnya, pada tingkat pekerjaan yang sebanding, lari cepat paling hebat mengakibatkan EIA sedangkan berenang paling sedikit mengakibatkan EIA. Sekarang terdapat bukti-bukti bahwa pendinginan saluran pernapasan dan perubahan air mukosa merupakan hal penting yang menentukan terjadinya EIA.

Pertimbangan pengobatan jangka panjang pada asma bronkialPerjalanan penyakit yang panjang merupakan ciri khas penyakit asma dan keadaan hiperreaktivitas bronkus yang menyertai penyakit ini memaksa untuk dilakukan tindakan pengobatan yang memerlukan waktu lama. Para penderita yang terbukti terdapat faktor-faktor yang diperantarai IgE, usaha-usaha untuk mengurangi pajanan terhadap alergen inhalasi yang sudah diketahui (dan bila diperlukan terhadap imunoterapi) sangat bermanfaat. Menghindari iritan, khususnya asap tembakau, dan pengobatan pada infeksi bakteri pernapasan yang membandel umumnya sangat bermanfaat namun seringkali terlupakan. Parfum, pembersih aerosol, kosmetik, bau masakan yang tajam, zat-zat pelarut, dan bau cat yang menyengat, secara potensial juga merupakan risiko yang harus dipertimbangkan untuk dihindari. Udara dingin merupakan bronkokonstriktor lain yang pengaruhnya dapat dikurangi dengan memakai syal atau masker penutup hidung dan mulut untuk memanaskan udara. Diperlukan sekali untuk menambah kelembapan pada udara yang kering dalam rumah (untuk menjaga kelembapan relatif paling sedikit 30%), walaupun alat untuk mempertahankan kelembapan yang tidak terawat dengan baik dapat menjadi sumber aerosol jasad renik. Rencana pengobatan yang teratur dapat mengurangi kelabilan bronkus secara efektif dan dengan demikian akan meninggikan ambang respons penyumbatan saluran napas. Baru-baru ini terdapat bukti bahwa prevalensi asma dan mortalitas akibat asma meningkat secara menyeluruh dan harapan yang selalu ada pada setiap pengobatan terbaru telah menyarankan satu pemeriksaan ulang yang lebih luas untuk pengobatan asma. Akibat petunjuk tersebut mencerminkan beberapa peningkatan prinsip yang diterima. 1. Seluruh keparahan yang disebabkan oleh asma berbeda jauh antar penderita dan bervariasi secara khas pada setiap penderita seiring berjalannya waktu. 2. Program pengobatan untuk meningkatkan kemampuan (dan kerumitan) sesuai untuk mengontrol asma dari keadaan yang semakin parah (misal pendekatan secara bertahap).3. Obat-obatan anti radang merupakan pengobatan yang utama untuk semua tapi diberikan yang paling minimal untuk asma. 4. Akibat peningkatan intensitas gejala seharusnya disarankan satu bentuk pre-planned yang memberikan perencanaan untuk meningkatkan status fungsional penderita. Pengetahuan pasien dan penyediaan informasi penting untuk mendapatkan hasil yang baik.

Agen adrenergik-beta (misalnya, metaproterenol, pirbuterol, albuterol) menjadi obat antiasma yang paling banyak digunakan. Obat-obat tersebut memperlihatkan efek adrenergik-beta yang terutama, yaitu melemaskan otot polos saluran pernapasan dengan meningkatnya denyut jantung dan kekuatan kontraktil yang lebih kecil. Namun, efek tersebut tidak hilang pada pengobatan terbaru, dan tremor otot, mengantuk, dan stimulasi psikomotor merupakan efek tambahan yang disebabkan oleh beta2-intrinsik. Perbandingan secara langsung menegaskan bahwa preparat inhalasi menyebabkan pemulihan asma yang lebih efektif dan cepat, dengan efek samping sistemik yang lebih ringan dibandingan dengan agen yang sama namun diberikan secara oral. Dengan dasar ini, mafaat dari adrenergik-beta khususnya yang berupa aerosol, dapat juga digunakan secara luas untuk obat jenis lain (misalnya, kortikosteroid, antikolinergik). Namun, ketergantungan terhadap bronkodilator yang berbentuk aerosol dan mengarah kepada penggunaannya yang berlebihan, akan membahayakan dan menyebabkan asma yang fatal. Lagipula, karena pasien telah dapat mengontrol dan telah terbiasa dengan pengunaan aerosol, akan timbul pengunaan obat untuk hal-hal yang buruk. Akhir-akhir ini telah diketahui bahwa bahwa agonis-beta aerosol sendiri hanya cukup untuk asma ringan, yaitu asma yang terjadi paling banyak sekali atau dua kali dalam seminggu, dan biasanya cepat hilang dengan pemberian obat-obat tersebut. Gejala yang lebih parah dan sering, memerlukan pengobatan anti inflamasi tambahan dalam jadwal yang normal. Program obat-kombinasi telah meningkatkan penggunaan salmeterol inhalasi, dua kali sehari, untuk efek yang lebih besar, walaupun agen ini tidak dapat menyembuhkan asma akut dengan cepat. Antagonis leukotrien dapat memberikan keuntungan tambahan. Pengobatan dengan obat adrenergik-beta secara oral, lebih sedikit digunbakan bila gejala-gejalanya resisten. Namun, adrenergik-beta bentuk sirup dan salmeterol berguna untuk anak-anak, jika diberikan untuk asma yang khas atau yang jarang timbul, kondisi yang singkat (misalnya, infeksi saluran pernapasan) juga dapat menimbulkan gejala. Mengenali peradangan bronkus mulai dari ciri-ciri dan prinsip asma, telah menyebabkan peningkatan dalam memusatkan perhatian untuk menurunkan jumlah dan aktivitas sel-sel pada saluran pernapasan. Jika perubahan tersebut mengikuti sekresi sel mast yang diperantarai oleh IgE, sodium kromolin dan nedokromil telah memperlihatkan nilai profilaksis. Kemampuan obat yang relatif aman tersebut untuk menahan respons saluran pernapasan terhadap alergen spesifik dalah laboratorium-tantangan provokatif dapat secara realistis menunjukkan manfaat klinisnya yang diobservasi. Namun, apakah proses yang didasari IgE itu sendiri terkena belom jelas, karena agen-agen tersebut dapat sering menekan EIA, dan akibat lain terhadap sel mast sendiri sudah jelas diperkirakan. Apapun bentuk dari sodium kromolin dan nedokromil untuk terapi obat, mungkin berupa kortikosteroid inhalasi, sekarang sudah banyak secara luas untuk pengobatan banyak orang yang menderita asma dengan gejala. Beberapa agen yang dipasarkan dalam inhalasi dosis terukur memberikan efektivitas topikal dan metabolisme cepat (hepatik) pada setiap obat yang diabsorpsi; beberapa obat tersebut diperbolehkan dikonsumsi dua kali sehari untuk meningkatkan efek kerjanya. Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi tambahan yang secara signifikan menurunkan morbiditas asma, hiperreaktif bronkus terkontrol, serta jumlah dan tingkat keaktifan peradangan sel-sel saluran pernapasan. Efek ini hampir selalu berhubungan dan rutin tercapai tanpa efek samping sistemik akibat penggunaan kortikosteroid oral maupun parenteral. Walaupun terdapat faktor-faktor yang aman ini, pada kasus yang jarang, efek ekstrabronkial dapat muncul bila dosis yang dianjurkan terlewati; hiperkortikisme dapat timbul pada pasien tertentu yang menggunakan dosis biasa. Selain itu, efek samping lokal dapat timbul pada dosis yang disarankan dan dapat meningkat sebanding dengan peningkatan penggunaan obat. Efek samping ini termasuk iritas tenggorokan, infeksi Candida pada orofaring, dan miopati laring (tidak berfungsinya otot), yang menimbulkan suara serak. Pasien yang menggunakan kortikosteroid inhalasi dapat menurunkan kejadian yang tidak menguntungkan dengan secara cepat membasuh mulut mereka menggunakan air keran setelah pemakaian obat inhalasi. Atropin dan agen antikolinergik terkait telah memperlihatkan aktivitas sebagai relaksan otot bronkial. Inhalasi congener aerosol, ipratropium bromida mencapai bronkodilasi sedang tanpa efek samping yang diharapkan dari antagonis sistem muskarinik. Ipratropium khususnya digunakan pada asma yang telah mengalami komplikasi bronkitis kronik, namun dapat juga menguntungkan pasien lain yang memiliki masalah saluran pernapasan. Efek merugikan jarang terjadi dan usaha-usaha terus dilakukan untuk menjelaskan indikasi yang lebih baik untuk agen-agen tersebut. Walaupun penggunaannya lebih jarang, teofilin tetap merupakan fungsi obat antiasma fungsional bagi pasien tertentu. Agen metilxantin ini digunakan untuk meningkatkan bronkodilasi dengan cara menghambat fosfodiesterase otot jalan napas, yang mengakibatkan peningkatan tingkay siklus adenosin monofosfat (cAMP), namun efek lain dapat memberi kontribusi (atau predominan). Beberapa preparat yang dijual dipersiapkan untuk dapat diabsorpsi dengan baik dan aktif untuk 8-12jam atau selama 24 jam. Efek obat berkaitan erar dengan kadar darah secara bersamaan, dengan keuntungan maksimal yang diharapkan pada kisaran 8-18ug/ml, dibawah angka ini respons lebih rendah dapat terjadi. Demikian juga risiko toksisitas meningkat pada kadar serum, nilai yang lebih besar dari 20ug/ml paling baik dihindari. Respons individu sangat bervariasi. Namun, pada beberapa pasien, keracunan biasanya menyebbakan mual dan muntah, dan potensi terjadinya kejang yang serius dan kolaps kardiovaskuler mungkin adalah tanda pertama adanya dosis yang berlebihan. Selain itu, beberapa obat-obatan (misal, antibiotik makrolid, simetidin) diperkirakan meningkatkan serum teofilin dengan cara menghalangi metabolismenya. Dengan kemampuannya menilai penggunaan serum, teofilin tetap digunakan, khususnya sebagai pengobatan yang diberikan sebelum tidur untuk mencegah asma selama tidur. Kortikosteroid memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi untuk menekan asma, tetapi selain itu juga terdapat efek samping yang serius bila digunakan dalah waktu yang lama. Keadaan yang berlawanan ini dapat ditangani pada banyak pasien dengan pemakaian agen-agen inhalasi secara teratur (misal, budesonid, beklometason, flunisonid, triamsinolon, flutikason), namun tidak jarang pasen asma yang bergantung pada pengobatan kortikosteroid oral regular untuk mempertahankan fungsi yang dapat diterima. Untuk individu ini, yang sesuai adalah pengontrolan gejala secara adekuat dengan agen harian dosis terendah yang cepat dimetabolisme seperti prednison atau metilprednisolon. Alternatif lainnya adalah dengan pemberian kortikosteroid dosis sedang sistemik dan menekan fungsi hipotalamus-hipofisis-adrenokortikal. Antihistamin tidak memberikan manfaat yang pasti, walaupun pada asma alergi, dan mungkin dipersulit juga dengan masalah mobilisasi sputum karena sekresi yang kering. Sifat ekspetoran iodida dan gliseril guaiakolat masih kontroversial pada dosis yang sama-sama menyebabkan iritasi gastrointestinal. Jika mobilisasi sputum menjadi masalah, manfaat hidrasi sistemik yang sederhana seharusnya tidak diabaikan, dan banyak serangan asma ringan yang mereda bila pasien duduk tenang, bernapas secara perlahan, dan meminum sedikit cairan hangat.