Upload
dangdien
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ASOSIASI GASTROPODA DENGAN LAMUN DI PERAIRAN
KAMPUNG BUGIS KABUPATEN BINTAN
FITRI MARBUN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Asosiasi Gastropoda
dengan Lamun di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan adalah benar karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain selain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Fitri Marbun
ABSTRAK
MARBUN, FITRI. Asosiasi Gastropoda dengan Lamun di Perairan Kampung Bugis
Kabupaten Bintan. Tanjungpinang Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pembimbing oleh Diana Azizah, S.Pi., M.Si. dan Susiana, S.Pi., M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, kepadatan gastropoda
dan lamun, mengetahui asosiasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan
gastropoda, serta asosiasi antara jenis gastropoda dengan jenis lamun. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Febuari – Agustus 2017 menggunakan metode random
sampling yang terdiri dari 31 titik pengambilan sampel. untuk pengamatan
gastropoda dan lamun menggunakan metode transek kuadran berukuran 1 x 1 meter.
Hasil penelitian di perairan Kampung Bugis ditemukan 21 jenis yamg terdiri dari
6 ordo dan 10 famili gastropoda. Nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran tertinggi
jenis gastropoda di perairan Kampung Bugis didominansi oleh jenis Pyrene scripta
dengan nilai kerapatan sebesar 0,903 ind/m². Sedangkan untuk jenis lamun di
perairan Kampung Bugis ditemukan 6 jenis lamun yang termasuk ke dalam dua
famili. Komposisi dan kerapatan jenis lamun yang tertinggi yaitu jenis Thalassia
hemprichii dengan nilai kerapatan 36,484 tegakan/m². Kerapatan lamun dengan
kepadatan gastropoda di perairan Kampung Bugis, Bintan memiliki hubungan sangat
lemah dengan nilai korelasi sebesar 0,086. Sedangkan untuk asosiasi jenis gastropoda
dengan jenis lamun diperoleh 14 jenis gastropoda yang berasosiasi dengan 5 jenis
lamun. Pengelolaan sumberdaya gastropoda dapat dilakukan dengan menjaga
keseimbangan ekologis ekosistem lamun dan melakukan pendekatan atau sosialisasi
terhadap masyarakat bahwa pentingnya ekosistem lamun bagi masyarakat setempat.
Kata Kunci: asosiasi, gastropoda, Pulau Bintan, lamun
ABSTRACT
MARBUN, FITRI. Association of Gastropods with Seagrass in The Village of
Bugis Bintan. Tanjungpinang Water Resources Management Department, Faculty
of Marine Science and Fisheries, Maritim Raja Ali Haji University. Supervisor
Diana Azizah, S.Pi., M.Si. and Susiana, S.Pi., M.Si.
This research aims to determine the composition of species, density of
gastropods and seagrasses, knowing the association between the density of seagrass
with gastropod density, as well as the association between the type of gastropod
with the type of seagrass. This research was conducted in February - August 2017
using random sampling method consisting of 31 sampling points. For observation
of gastropods and seagrasses using a 1 x 1 meter quadrant transect method. The
results of research in Bugis Village waters found 21 types of yamg consists of 6
orders and 10 families of gastropods. The highest density and frequency of presence
of gastropods in Kampung Bugis waters is dominated by Pyrene scripta with a
density value of 0.903 ind / m². As for the type of seagrass in the waters of Kampung
Bugis found 6 types of seagrasses that belong to two families. The highest
composition and density of seagrass species are Thalassia hemprichii with density
of 36,484 stands / m². Seagrass density with gastropod density in Kampung Bugis
waters, Bintan has very weak relationship with correlation value of 0.086. As for
the association type of gastropod with the type of seagrass obtained 14 types of
gastropods associated with 5 types of seagrass. Management of gastropod resources
can be done by maintaining the ecological balance of seagrass ecosystem and
approaching or socializing to the community that the importance of seagrass
ecosystem for the local community.
Key Words: association, gastropods, Island Bintan, seagrass
Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta-dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun fotocopy, microfilm dan sebagainya
ASOSIASI GASTROPODA DENGAN LAMUN DI PERAIRAN
KAMPUNG BUGIS KABUPATEN BINTAN
FITRI MARBUN
NIM. 130254242071
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Asosiasi Gastropoda dengan Lamun di Perairan
Kampung Bugis Kabupaten Bintan” ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar sarjana Perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada ibu Diana Azizah., S.Pi., M.Si.
selaku pembimbing utama dan Susiana., S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing
pendamping yang telah memberi pengarahan serta meluangkan waktu dan ilmunya
dalam memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih
dengan penuh cinta untuk Ayah, Ibu, dan Adikku yang telah memberikan dukungan
baik berupa dukungan moral, material, maupun nasehat dan teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penulisan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
sangat diperlukan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Fitri Marbun
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 12 Mei 1995 di Letung, Kecamatan Jemaja, Kabupaten
Anambas, Kepulauan Riau. Penulis bernama lengkap Fitri Marbun yang merupakan
putri pertama dari dua persaudaraan dari pasangan suami istri, Dedi Marbun dan
Sarmi. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 001 Letung tahun
2001 - 2007, SMP Negeri 1 Jemaja tahun 2007 - 2010, SMA Negeri 1 Jemaja tahun
2010 - 2013. Setelah lulus SMA, penulis diterima di jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan melalui jalur mandiri di Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH).
Selama menjadi mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, penulis
mengikuti sebagai anggota Fosmi Safinatul Ulum dibagian Kemuslimahan. Penulis
mengikuti KKN Kebangsaan 2016 di Desa Tanjung Berlian, Kecamatan Kundur
Utara, Kabupaten Karimun dengan tema “Pengembangan Ekowisata Bahari Pulau
Terdepan, Tertinggal dan Terisolir Provinsi Kepulauan Riau Berbasis Masyarakat
Sebagai Strategi Menjaga Kedaulatan NKRI”. Sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana penulis menyusun skripsi dengan judul “Asosiasi
Gastropoda dengan Lamun di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan”.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4. Manfaat ....................................................................................................... 2
1.5. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1. Gastropoda ................................................................................................... 4
2.1.1. Morfologi Gastropoda ....................................................................... 4
2.1.2. Habitat Gastropoda ............................................................................ 5
2.2. Ekosistem Padang Lamun............................................................................ 5
2.3. Asosiasi Gastropoda dengan Lamun ........................................................... 8
2.4. Parameter Fisika dan Kimia......................................................................... 9
2.4.1. Suhu ................................................................................................... 9
2.4.2. pH (Derajat Keasaman) ..................................................................... 10
2.4.3. DO (Dissolved Oxygen) ..................................................................... 10
2.4.4. Salinitas.............................................................................................. 10
2.4.5. Substrat .............................................................................................. 10
2.4.6. Total Organik Metter (TOM) ............................................................ 11
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 13
3.1. Waktu dan Tempat ....................................................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 13
3.3. Metode Pengumpulan Data.......................................................................... 14
3.4. Penentuan Titik Sampling............................................................................ 15
3.5. Prosedur Sampling ....................................................................................... 15
3.5.1. Pengambilan Gastropoda ................................................................... 15
3.5.2. Pengamatan Lamun ........................................................................... 15
3.5.3. Pengambilan Substrat ........................................................................ 16
3.5.4. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia .......................................... 16
3.6. Analisis Data ................................................................................................ 16
3.6.1. Kepadatan Gastropoda ....................................................................... 16
3.6.2. Kerapatan Lamun............................................................................... 17
` 3.6.3. Asosiasi Kerapatan Lamun dengan Kepadatan Gastropoda .............. 17
3.6.4. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun ............................... 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 20
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................................... 20
4.2. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan...................................................... 20
4.3. Karakteristik Substrat .................................................................................. 22
4.4. Struktur Komunitas ...................................................................................... 23
4.4.1. Komposisi Gastropoda....................................................................... 23
4.4.2. Kepadatan Gastropoda ....................................................................... 24
4.4.3. Komposisi Lamun .............................................................................. 25
4.4.4. Kerapatan Lamun............................................................................... 26
4.5. Asosiasi kerapatan Lamun dengan Kepadatan Gastropoda ......................... 27
4.6. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun ......................................... 28
4.7. Pengelolaan Sumberdaya Gastropoda di Perairan Kampung Bugis ............ 28
BAB V. PENUTUP .............................................................................................. 30
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 30
5.2. Saran ............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi dan Ukuran Sedimen Berdasarkan Skala Wentworth .................. 11
2. Alat Penelitian ................................................................................................ 14
3. Bahan Penelitian ............................................................................................ 14
4. Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia.......................................... 16
5. Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Kerapatan .................................. 17
6. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan ........................................................ 21
7. Karakteristik Substrat di Perairan Kampung Bugis ....................................... 22
8. Hasil Analisis Korelasi Kerapatan Lamun Dengan Kepadatan Gastropoda di
Perairan Kampung Bugis ............................................................................... 27
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................................... 3
2. Struktur Morfologi Gastropoda ...................................................................... 5
3. Struktur Morfologi Lamun ............................................................................. 6
4. Peta Lokasi Penelitian .................................................................................... 13
5. Komposisi Gastropoda di Perairan Kampung Bugis ..................................... 24
6. Kepadatan Gastropoda di Perairan Kampung Bugis ...................................... 25
7. Komposisi Lamun di Perairan Kampung Bugis ............................................ 25
8. Kerapatan Lamun di Perairan Kampung Bugis ............................................. 26
DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi Jenis Gastropoda di Perairan Kampung Bugis ............................ 36
2. Komposisi Jenis Lamun di Perairan Kampung Bugis ................................... 37
3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Kampung Bugis .... 38
4. Klasifikasi Jenis Gastropoda di Perairan Kampung Bugis ............................ 39
5. Hasil Perhitungan Kepadatan Gastropoda ..................................................... 40
6. Hasil Perhitungan Kerapatan Lamun ............................................................. 40
7. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun di Perairan Kampung
Bugis .............................................................................................................. 41
8. Gastropoda yang Ditemukan di Perairan Kampung Bugis ............................ 44
9. Lamun yang Ditemukan di Perairan Kampung Bugis ................................... 50
10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran III
Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota .................................................... 51
11. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................................. 53
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Daerah pesisir dan laut memiliki tiga ekosistem penting bagi biota laut, salah
satunya adalah ekosistem padang lamun. Pentingnya ekosistem padang lamun
adalah sebagai produsen primer, pendaur unsur hara, penstabilan dasar perairan
dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sedimen, sebagai habitat,
tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan sumber makanan serta tempat
berlindung bagi biota laut (Nybakken, 1992).
Ekosistem padang lamun banyak dihuni oleh berbagai jenis biota laut, seperti
kepiting, udang, moluska, teripang dan berbagai jenis ikan. Salah satu kelompok
fauna yang banyak ditemukan berasosiasi dengan padang lamun adalah gastropoda,
baik yang hidup sebagai epifauna (di atas permukaan) maupun infauna (di dalam
substrat). Saripantung et al. (2013), menyatakan bahwa komunitas gastropoda
merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di ekosistem padang
lamun, karena gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus
feeder), serasah dari daun lamun dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam
air.
Secara ekologi, gastropoda merupakan komponen penting dalam rantai makanan
di ekosistem padang lamun dan bermanfaat terhadap pertumbuhan padang lamun
dalam proses fotosintesis (Kusnadi et al., 2009; Sianu et al., 2014). Selain penting
secara ekologi, beberapa gastropoda juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
karena cangkang gastropoda dimanfaatkan untuk kerajinan tangan sedangkan
dagingnya dimanfaatkan untuk dikonsumsi.
Perairan Kampung Bugis merupakan salah satu daerah penyebaran padang
lamun yang banyak ditemukan berbagai jenis gastropoda yang berasosiasi
dengannya. Perairan Kampung Bugis merupakan daerah pesisir yang dimanfaatkan
masyarakat sebagai tempat rekreasi dan mata pencaharian, seperti aktivitas
berkarang dan pemasangan bubu kepiting. Dengan berbagai aktivitas masyarakat
sehingga kemungkinan besar akan mempengaruhi keanekaragaman gastropoda
yang berasosiasi di ekosistem padang lamun (Hitalessy et al., 2015). Oleh karena
2
itu, perlu dilakukan penelitian guna untuk mengetahui asosiasi atau hubungan
gastropoda dengan lamun di perairan Kampung Bugis, Bintan.
1.2. Perumusan Masalah
Perairan Kampung Bugis memiliki hamparan lamun yang cukup luas dan
terdapat berbagai jenis gastropoda di ekosistem padang lamun. Untuk mengetahui
asosiasi gastropoda dengan lamun di perairan Kampung Bugis, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana jenis dan tingkat kepadatan gastropoda di perairan Kampung Bugis,
Bintan?
2. Bagaimana jenis dan tingkat kerapatan lamun di perairan Kampung Bugis,
Bintan?
3. Bagaimana asosiasi gastropoda dengan lamun di perairan Kampung Bugis,
Bintan?
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis gastropoda dan tingkat kepadatan gastropoda di perairan
Kampung Bugis, Bintan.
2. Mengetahui jenis lamun dan tingkat kerapatan lamun di perairan Kampung
Bugis, Bintan.
3. Mengetahui asosiasi gastropoda dengan lamun di perairan Kampung Bugis,
Bintan.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dasar mengenai kondisi
lamun dan gastropoda yang berasosiasi dengan lamun di perairan Kampung Bugis,
Bintan.
3
1.5. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Komunitas
Gastropoda
Vegetasi
Lamun
Kualitas Perairan
Parameter
Kimia
Substrat
Suhu
Salinitas
pH
Oksigen
Terlarut
Tipe susbtrat
Total Organik
Metter
Berasosiasi
Mempengaruhi Asosiasi
Asosiasi Gastropoda
dengan Lamun
Pengelolaan Sumberdaya
Perairan Kampung
Bugis, Bintan
Ekosistem Padang Lamun
Parameter
Fisika
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gastropoda
2.1.1. Morfologi Gastropoda
Gastropoda adalah hewan dari filum molluska yang bercangkang tunggal. Kelas
gastropoda merupakan kelas terbesar dari molluska. Lebih dari 80.000 jenis dari
kelas gastropoda, dan sekitar 1.500 jenis diantaranya terdapat di Indonesia dan
sekitarnya (Nontji, 1987). Gastropoda biasanya disebut siput atau keong. Bentuk
cangkang siput pada umumnya seperti kerucut dan tabung yang melingkar seperti
konde. Cangkang gastropoda terdiri atas 4 lapisan. Lapisan luar adalah
periostrakum, lapisan ini sangat tipis yang terdiri dari bahan protein seperti zat
tanduk. Lapisan ke- 2 dan ke- 3 adalah lapisan yang mengandung kalsium karbonat,
terdiri atas 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatik atau palisade, lapisan
tengah atau lamella, dan paling dalam adalah lapisan nacre atau hypostractum.
Bentuk kaki gastropoda ialah telapak kaki yang datar, hidup merayap pada substrat
yang keras yang biasanya mengeluarkan lendir saat merayap. Kebanyakan
gastropoda bernapas dengan insang. Insang berbentuk primitif dimiliki oleh
jenis-jenis dari subkelas Prosobranchia, Opisthobranchia dan Nudibranchia. Ada
juga gastropoda yang bernapas menggunakan paru-paru, yang pada awalnya
evolusi hidup di air tawar pindah ke darat, kemudian kembali lagi ke lingkungan
air tawar. Misalnya Lymnae, Bulinus dan Physa. Morfologi gastropoda dapat dilihat
pada Gambar 2.
Cangkang gastropoda membentuk lingkaran yang searah jarum jam bila dilihat
dari arah ujung yang runcing. Namun, juga ada cangkang gastropoda yang memilin
bagian spiral disebabkan pengendapan cangkang bagian luar berlangsung lebih
cepat dari yang sebelah dalam. Cangkang gastropoda berfungsi sebagai pelindung
tubuhnya yang lunak (Nontji, 1987). Sebagian besar gastropoda hidup di air laut
dengan memiliki warna cangkang beranekaragam, dan ada juga sebagian
gastropoda yang hidup di air tawar. Jenis gastropoda air tawar pada umumnya
berwarna kusam.
5
Gambar 2 Struktur morfologi gastropoda (Carpenter, Niem, 1998)
2.1.2. Habitat Gastropoda
Gastropoda dapat hidup di darat, perairan tawar, sampai perairan laut.
Gastropoda yang sebagian hidup di laut, ditemukan di zona litoral sedangkan yang
lain hidup di daerah pasang surut, hutan bakau dan laut dangkal. Gastropoda hidup
dengan cara menempel dan menguburkan diri pada substrat. Gastropoda yang hidup
di ekosistem padang lamun dapat ditemukan di atas permukaan substrat, dan
menempel pada daun lamun. Kondisi lingkungan di ekosistem padang lamun
tersebut seperti tipe substrat, salinitas dan suhu perairan dapat memberikan variasi
yang besar terhadap kehidupan gastropoda (Hasniar et al., 2013).
2.2. Ekosistem Padang Lamun
Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang tumbuh
bergerombol membentuk rumpun di lingkungan laut dangkal hingga sampai
kedalaman 40 meter yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang
memadai bagi pertumbuhannya. Kumpulan tumbuhan lamun yang membentuk
hamparan lamun disebut padang lamun. Padang lamun terdiri dari satu jenis lamun
atau lebih yang tumbuh bersama-sama membentuk tumbuhan campuran
(Setyobudiandi et al., 2009; Asriyana, Yuliana, 2012).
Menurut Rahmawati et al. (2014), perairan Indonesia terdapat 13 jenis lamun
yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia, salah satunya di perairan
Kepulauan Riau khususnya pulau Bintan. Dari 13 jenis lamun yang terdapat di
6
Indonesia, ada 10 jenis lamun yang dapat ditemukan di Pulau Bintan. Ekosistem
padang lamun sering dijumpai di daerah pasang surut bawah (inner intertidal) dan
subtidal atas (upper subtidal). Dilihat dari pola zonasi lamun secara horizontal,
ekosistem padang lamun terletak di antara dua ekosistem penting yaitu ekosistem
mangrove dan ekosistem terumbu karang.
Sebagaimana halnya tumbuhan rumput yang hidup di darat, secara morfologi
lamun juga memiliki batang, daun, akar sejati, dan struktur reproduksi (bunga dan
buah). Batang lamun berbentuk rimpang yang beruas-ruas serta bercabang-cabang
yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam substrat. Akar lamun membentuk
jaringan perakaran yang kuat di dalam substrat, sehingga lamun tahan terhadap
hempasan gelombang dan arus laut. Sedangkan daun lamun tumbuh tegak ke atas
disetiap rimpang batangnya. Struktur morfologi lamun dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Struktur morfologi lamun (Rahmawati et al., 2014)
Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan laut lainnya seperti
makroalga atau rumput laut. Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut
dan perairan yang bersubstrat lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati.
Hampir semua jenis substrat dapat ditumbuhi oleh lamun dari substrat berlumpur
sampai berbatu. Namun, tempat yang banyak ditumbuhi lamun membentuk suatu
ekosistem ditemukan di substrat lumpur berpasir (Tuwo, 2011).
Ekosistem padang lamun mempunyai fungsi ekologis yang penting bagi wilayah
pesisir. Lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai
jenis hewan laut. Komunitas lamun dapat memperlambat pergerakan air,
menangkap sedimen dan menstabilkan sedimen. Ekosistem padang lamun juga
7
berfungsi sebagai tempat perlindungan, tempat bersembunyi dari predator dan
perlindungan dari kecepatan arus yang tinggi (Asriyana, Yuliana, 2012).
a. Peranan Lamun Sebagai Produsen Primer
Tumbuhan lamun merupakan produsen primer pada komunitas padang lamun.
Menurut Borum et al. (2004), ekosistem padang lamun merupakan ekosistem yang
paling produktif dan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Sebagai produsen
primer, lamun menfiksasi sejumlah karbon organik, untuk mempertahankan
pertumbuhan padang lamun dan biomassa lamun.
b. Peranan Lamun Sebagai Habitat Biota
Menurut Asriyana, Yuliana. (2012), lamun memberikan tempat perlindungan
dan tempat menempel berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Di
samping itu, lamun juga digunakan sebagai tempat pembesaran bagi berbagai jenis
ikan, udang, dan organisme lainnya yang bernilai ekonomis tinggi. Secara ekologis
dan ekonomis, lamun berperan penting bagi perikanan karena berbagai jenis ikan
yang bernilai ekonomis tinggi memanfaatkan padang lamun sebagai tempat ikan
berlindung, memijah dan mengasuh anaknya dan sebagai tempat mencari makan
(Tuwo, 2011). Selain ikan, beberapa biota bernilai ekonomis lainnya dapat hidup di
padang lamun, seperti teripang, gastropoda, bivalvia, dan udang.
c. Peranan Lamun Sebagai Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus
atau ombak. Sedangkan rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedimen sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan substrat yang lunak.
Menurut Tuapattinaya (2014), padang lamun berfungsi sebagai penangkap sedimen
dan unsur hara, dan pencegah erosi dan pelindung pantai.
d. Peranan Lamun Sebagai Pendaur Zat Hara
Lamun berperan penting dalam pendaur zat hara dan elemen-elemen yang
langka di lingkungan laut. Lamun dapat menghasilkan sekitar 45,7 ton bahan
organik kering per Ha setiap tahunnya (Tuwo, 2011). Zat-zat yang dihasilkan oleh
lamun dapat dimanfaatkan oleh alga epifit jika dalam jumlah yang miskin fosfat.
8
2.3. Asosiasi Gastropoda dengan Lamun
Gastropoda merupakan salah satu dari biota akuatik yang berasosiasi dengan
lamun, karena secara ekologis gastropoda merupakan komponen penting dalam
rantai makanan di ekosistem padang lamun yang hidup di atas substrat (epifauna)
maupun menempel pada daun lamun (Kusnadi et al., 2009). Gastropoda yang
berasosiasi dengan lamun memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi
dibandingkan dengan habitat yang tidak ditutupi lamun. Menurut Ira et al. (2015),
gastropoda dapat berperan sebagai herbivora (grazer), karnivora, scavenger,
detritivor, deposit feeder, suspension feeder, dan parasit.
Keberadaan gastropoda di ekosistem padang lamun dapat mempengaruhi
kehidupan biota lain dalam suatu rantai makanan. Rantai makanan yang berperan
di daerah ekosistem padang lamun adalah rantai makanan detritus, sumber utama
detritus berasal dari daun-daun lamun yang gugur dan membusuk, dan berasal dari
bangkai biota-biota yang mati dan mengalami pembusukan oleh bakteri
(Asriyana, Yuliana, 2012).
Menurut Hitalessy et al. (2015), kehadiran gastropoda sangat ditentukan oleh
perubahan yang terjadi pada ekosistem padang lamun. Apabila salah satu
komponen mata rantai suatu rantai makanan mengalami perubahan maka akan
merubah keadaan rantai makanan yang ada pada ekosistem padang lamun.
Perubahan ini akan berdampak terhadap ketidakstabilan ekosistem baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penelitian tentang asosiasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda
telah dilakukan oleh (Latuconsina et al., 2013) menyatakan bahwa adanya
hubungan yang kuat dan searah antara kerapatan vegetasi lamun dengan kepadatan
gastropoda di perairan pulau Osi-Teluk Kotania, Kabupaten Seram Barat dengan
memiliki nilai korelasi sebesar 0,853. Zuprizal et al. (2014), hubungan antara
kepadatan gastropoda dengan kerapatan lamun di perairan Desa Berakit, Teluk
Sebong Bintan memiliki korelasi yang positif, yaitu y = 0,55 + 0,11x dimana setiap
kenaikan satu satuan lamun akan meningkatkan kepadatan gastropoda sebesar
0,011 satuan. Penelitian ini menyatakan semakin tinggi kerapatan lamun maka akan
semakin tinggi kepadatan gastropoda begitu juga sebaliknya semakin rendah
kerapatan lamun maka akan semakin rendah pula kepadatan gastropoda.
9
Menurut Saputri et al. (2016), hubungan antara kerapatan lamun dengan
kepadatan gastropoda di perairan Teluk Bakau, Bintan yaitu positif dengan
memiliki nilai koefisien regresi 0,29 dan hasil analisis regersi y = 0,0114 + 0,1732x
hal ini menyatakan bahwa setiap peningkatan sebesar 1 satuan kerapatan lamun
akan meningkatkan kelimpahan gastropoda sebesar 0,011 ind/m² dengan beralasan
kondisi faktor lain dalam keadaan tetap. Sedangkan dilihat dari nilai R² di perairan
Teluk Bakau, Bintan disimpulkan bahwa hubungan kerapatan lamun dengan
kelimpahan gastropoda tergolong rendah karena adanya pengaruh dari faktor
lingkungan tempat hidup gastropoda di perairan Teluk Bakau, Bintan.
2.4. Parameter Fisika dan Kimia
Parameter lingkungan perairan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
lamun dan kelimpahan gastropoda. Lamun membutuhkan cahaya Matahari untuk
proses fotosintesis, kedalaman perairan untuk pertumbuhan lamun sangat
berpengaruh terhadap kecerahan (Tuwo, 2011). Perairan Kampung Bugis memiliki
kecerahan 100%, karena perairan Kampung Bugis berdasar landai dengan
kedalaman sekitar 3 meter. Menurut Hutabarat dan Evans (2014), gastropoda
membutuhkan lingkungan tertentu untuk bertahan hidup, karena ketidakstabilan
kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan gastropoda. Adanya faktor
fisika dan kimia perairan yang diukur yaitu suhu, pH, DO, salinitas, tipe substrat
dan TOM (Total Organik Metter).
2.4.1. Suhu
Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap ekosistem pesisir. Suhu
merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi fisiologi hewan air seperti
migrasi, pemijahan, efesiensi makanan, kecepatan renang, perkembangan embrio,
dan kecepatan metabolisme. Suhu di suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitude) ketinggian dari permukaan laut (altitude), sirkulasi udara, dan
aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali
lipat (Effendi, 2003). Lamun yang hidup di perairan yang tropis dapat tumbuh
optimal pada suhu 28 oC – 30 oC (Tuwo, 2011).
10
2.4.2. pH (Derajat Keasaman)
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di perairan. Menurut
Effendi (2003), nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada
umumnya berkisar 7 - 8,5. pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,
misalnya nitrifikasi. Perubahan pH sangat berpengaruh terhadap kelimpahan,
keanekaragaman, pertumbuhan dan aktivitas bilogis biota akuatik di perairan.
2.4.3. DO (Dissolved Oxygen)
DO (Dissolved Oxygen) menunjukkan banyaknya oksigen terlarut yang terdapat
di dalam air yang dinyatakan dalam ppm. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi
secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan
pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah
(effluent) yang masuk ke dalam badan air (Effendi, 2003).
Menurut Effendi (2003), penurunan oksigen terlarut dalam air dapat disebabkan
karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik, proses
dekomposisi, serta tingginya salinitas. Perubahan kandungan oksigen sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar
oksigen di perairan maka semakin banyak organisme yang bisa bertahan hidup.
2.4.4. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terlarut dalam air
laut. Perubahan salinitas melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan
osmosis. Perubahan ini akan mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh organisme
akuatik. Fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal,
pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat
penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi.
Menurut Effendi (2003), kisaran nilai salinitas di perairan laut adalah 30 – 40 %o,
perairan pesisir nilai salinitasnya sangat dipengaruhi oleh masukkan air tawar dari
sungai dan aktivitas manusia.
2.4.5. Substrat
Substrat terdiri dari beberapa campuran yaitu lumpur, pasir, dan tanah liat.
Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku
biota akuatik. Kondisi substrat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas
gastropoda dan lamun karena substrat yang terdiri dari lumpur dan pasir berlumpur
11
merupakan substrat yang disenangi oleh gastropoda dan lamun
(Puturuhu, 2004; Kiswara, 1992). Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan
skala Wentworth dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth. Nama Partikel Ukuran (mm)
Batu (stone) Bongkah (Boulder) >256
Krakal (Coble) 64 – 256
Kerikil (Peble) 4 – 64
Butiran (Granule) 2 – 4
Pasir (sand) Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1 -2
Pasir kasar (coarse sand) ½ - 1
Pasir sedang (medium sand) ¼ - ½
Pasir halus (fine sand) 1/8 – ¼
Pasir sangat halus (very fine sand) 1/16 – 1/8
Lumpur (silt) Lumpur kasar (coarse silt) 1/32 – 1/16
Lumpur sedang (medium silt) 1/64 – 1/32
Lumpur halus (fine silt) 1/128 – 1/64
Lumpur sangat halus (very fine silt) 1/256 – 1/128
Lempung (clay) Lempung kasar (coarse clay) 1/640 – 1/256
Lempung sedang (medium clay) 1/1024 – 1/640
Lempung halus (fine clay) 1/2360 – 1/1024
Lempung sangat halus (very fine clay) 1/4096 – 1/2360
Sumber: Wibisono (2011)
Nilai oksigen akan lebih besar pada substrat pasir dibandingkan substrat yang
berlumpur. Hal ini dikarenakan ukuran substrat pasir lebih besar sehingga
mempermudah pori – pori udara mengisi rongga yang kosong. Jenis substrat dan
ukurannya sangat mempengaruhi penyebaran biota akuatik, substrat pasir
cenderung memudahkan biota untuk bergerak ketempat – ketempat yang lain
(Lindawaty et al., 2016).
2.4.6. TOM (Total Organik Metter)
Total Organik Metter (TOM) merupakan bahan organik disuatu perairan yang
terdiri dari organik terlarut, tersuspensi (partikulate) dan koloid. Disetiap perairan
dapat ditemukan bahan organik, baik dalam bentuk terlarut, tersuspensi maupun
sebagai koloid. Menurtu Dewi et al. (2014), tinggi rendahnya kandungan bahan
organik dalam sedimen berpengaruh besar terhadap populasi organisme dasar.
Sedimen yang kaya bahan organik sering didukung oleh melimpahnya organisme
12
benthik. Jenis substrat pasir memiliki jumlah bahan organik yang sedikit
dibandingkan jenis substrat yang lumpur. Hal ini karena substrat pasir memiliki
ukuran lebih kasar yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik
yang lebih banyak.
Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap
proses dan perkembangan hidup organisme. Zat hara ini berperan penting terhadap
sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Menurut
Ulqodry et al. (2010), bahan organik total secara alamiah berasal dari perairan itu
sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan limbah baik limbah daratan
seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan
yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari – Agustus 2017 di perairan
Kampung Bugis, Kelurahan Tanjung Uban Utara, Kabupaten Bintan. Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Identifikasi sampel, analisis tipe substrat
dan Kandungan Total Organik Metter (TOM) dilakukan di Laboratorium Marine
Biologi, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pengukuran salinitas, suhu, pH dan DO dilakukan secara in situ di lokasi penelitian
perairan Kampung Bugis, Bintan.
Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan pada penelitian yang digunakan di dalam penelitian disajikan
pada Tabel 2 dan Tabel 3.
14
Tabel 2 Alat penelitian Parameter Perairan Satuan Alat
A. Parameter Fisika
1. Suhu
2. Salinitas
oC
%o
Termometer Hg
ATC Hand refractometer
B. Parameter Kimia
1. pH
2. Oksigen Terlarut
(DO)
-
mg/L
Multitester model YK-005WA
Multitester model YK-005WA
C. Parameter Biologi
1. Gastropoda
2. Lamun
-
-
Transek 1 x 1 meter
Mikroskop stereo
Buku Identifikasi
Gastropoda: (Kusnadi et al. 2009)
Transek 1 x 1 meter
Lamun: (Kepmenlh No. 200 Tahun 2004) dan
(McKenzie, 2002)
D. Substrat
1. Tipe substrat
2. TOM (Total
Organik Metter)
-
-
Oven
Timbangan Analitik
Sive Net (Saring Bertingkat)
Sekop
Aluminium Foil
Cawan porselen
E. Titik Koordinat - GPS
F. Alat lainnya - Perahu, Alat Tulis, dan Kamera
Tabe1 3 Bahan penelitian No Bahan Kegunaan
1 Sampel Gastropoda dan Lamun Objek penelitian
2 Substrat Pengamatan substrat
3 Aquades Mencuci alat
4 Tissue Mengeringkan sampel
5 Kantung Plastik Wadah sampel
6 Kertas Label Menandai sampel
7 Botol 100 mL Wadah sampel
8 Alkohol Pengawet gastropoda
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
pengamatan langsung ke lokasi penelitian di perairan Kampung Bugis, Bintan. Data
yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Menurut Fachrul (2007),
data primer yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan yaitu berupa data
jumlah gastropoda dan lamun, jenis gastropoda dan lamun dan data parameter
lingkungan perairan yang meliputi: suhu, pH, DO (Dissolved Oxygen), dan
15
salinitas. Hasil dari analisis data primer akan ditabulasikan dalam tabel-tabel dan
dideskripsikan dengan membandingkan data yang ada dengan literatur.
Sedangkan data sekunder berupa data seperti jumlah penduduk, mata
pencaharian penduduk dan jumlah hasil tangkapan gastropoda yang diperoleh dari
instansi terkait seperti kantor Lurah Tanjung Uban Utara dan hasil dari penelitian
terkait yang telah dilakukan di lokasi perairan Kampung Bugis, Bintan.
3.4. Penentuan Titik Sampling
Penentuan titik pengambilan sampel menggunakan metode random sampling,
yaitu pemilihan lokasi pengambilan secara acak dengan berdasarkan kawasan
sebaran lamun. Penentuan titik pengamatan menggunakan software ArcGis dengan
menentukan sebanyak 31 titik pengamatan yang tersebar secara acak dengan jarak
antara titik pengamatan 80 meter sehingga kawasan ekosistem lamun yang ada di
perairan Kampung Bugis, Bintan memiliki peluang yang sama besar untuk diambil
sebagai sampel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.
3.5. Prosedur Sampling
3.5.1. Pengambilan Gastropoda
Pengambilan sampel gastropoda dilakukan menggunakan metode transek
kuadran dengan ukuran 1 x 1 m² yang dilakukan pada saat air surut. Gastropoda
yang diambil adalah gastropoda dalam keadaan masih hidup yang menempel pada
tumbuhan lamun, dan di atas substrat perairan. Sampel gastropoda yang didapatkan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan memberi label kemudian
diidentifikasi dengan buku identifikasi.
3.5.2. Pengamatan Lamun
Pengamatan lamun dilakukan secara visual menggunakan metode transek
kuadran dengan ukuran 1 x 1 m² yang dibagi - bagi menjadi 25 sub plot, berukuran
20 cm x 20 cm. Data lamun yang diambil pada setiap plot meliputi jenis lamun dan
jumlah tegakan dari setiap jenis pada tiap sub plot yang dilakukan pada saat perairan
surut. Lamun yang ada di dalam plot diambil dan dimasukkan ke dalam kantong
plastik dengan memberi label kemudian diidentifikasi jenisnya menggunakan buku
identifikasi lamun (Kepmenlh No. 200 Tahun 2004) dan (McKenzie, 2003).
16
3.5.3. Pengambilan Substrat
Sampel substrat diambil menggunakan sekop. Sampel substrat dimasukkan ke
dalam kantong plastik dengan memberi label dan dibawa ke Laboratorium Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan, UMRAH untuk dianalisis. Analisis substrat meliputi
penentuan tipe substrat menggunakan Segetiga Shepard dan kandungan Total
Organik Metter (TOM) menggunakan metode pengabuaan dengan suhu (300°C).
3.5.4. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Parameter fisika dan kimia yang diukur dalam penelitian ini adalah parameter
yang sangat berpengaruh terhadap perubahan penyebaran gastropoda yaitu pH,
suhu, DO, dan salinitas. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan
sebanyak 3 kali pengulangan pada masing-masing titik. Parameter fisika dan kimia
perairan yang diukur beserta alat/metode yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Parameter Satuan Metode Keterangan
Fisika
Suhu oC Termometer/Pemuaian Insitu
Kimia
pH - Multitester Insitu
DO mg/L Multitester Insitu
Salinitas %o Hand Refractometer Insitu
3.6. Analisis Data
3.6.1. Kepadatan Gastropoda
Kepadatan adalah jumlah individu persatuan luas. Kepadatan masing-masing
spesies gastropoda dari semua plot pada setiap titik dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut (Fachrul, 2007):
𝑫𝒊 = 𝒏𝒊
𝑨
Keterangan :
Di = Kepadatan gastropoda jenis ke-i
ni = Jumlah total gastropoda dan jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan sampel 1 x 1 m2
17
3.6.2. Kerapatan Lamun
Kerapatan jenis merupakan perbandingan antara jumlah total individu dengan
unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun dapat dihitung menggunakan rumus
(Fachrul, 2007):
𝑲𝒋𝒊 = 𝒏𝒊
𝑨
Keterangan:
KJi = Kerapatan jenis ke-i (tegakan/m2)
ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i (tegakan)
A = Luas total pengambilan sampel 1 x 1 m2
Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatannya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Kerapatan Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi
5 >175 Sangat rapat
4 125 – 175 Rapat
3 75 – 125 Agak rapat
2 25 -75 Jarang
1 <25 Sangat jarang
Sumber: Gosari, Haris. (2012)
3.6.3. Asosiasi Kerapatan Lamun dengan Kepadatan Gastropoda
Asosiasi antara jenis lamun dengan gastropoda untuk mengetahui keeratan
hubungan antara tingkat kerapatan lamun dengan tingkat kepadatan gastropoda
menggunakan metode Pearson Product Moment dengan persamaan
(Spiegel et al., 1984).
𝒓 𝒙𝒚 = 𝑵 ∑ 𝑿𝒀 − (∑𝑿)(∑𝒀)
√[𝑵∑𝑿𝟐 − (∑𝑿)²][𝑵∑𝒀𝟐 − (∑𝒀)²]
Keterangan:
r = Nilai koefisien korelasi
N = Jumlah sampling/plot
Y = Kepadatan gastropoda tiap plot
X = Kerapatan lamun tiap plot
Besarnya koefisien korelasi Pearson (r) menunjukkan kekuatan hubungan linier,
jika positif maka gastropoda dengan lamun memiliki hubungan searah, sebaliknya
18
jika negatif maka gastropoda dengan lamun memiliki hubungan terbalik. Analisis
korelasi menggunakan bantuan program SPSS vs 22.
Dengan kriteria:
0,00 - <0,20 = Hubungan sangat lemah/diabaikan
>0,20 - <0,40 = Hubungan lemah
>0,40 - <0,70 = Hubungan cukup/sedang
>0,70 - <0,90 = Hubungan kuat
>0,90 - <1,00 = Hubungan sangat kuat
Uji validitas nilai koefisien korelasi (r) untuk kepentingan generalisasi hasil
pengamatan menggunakan uji t atau uji signifikan (Spiegel et al., 1984).
𝒕 =𝒓√𝒏 − 𝟐
√𝟏 − 𝒓²
Keterangan:
t = Nilai t hitung
r = Nilai koefisien korelasi
N = jumlah data
Jika t hitung > t tabel berarti valid, sebaliknya jika t hitung < t tabel, berarti tidak
valid.
3.6.4. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun
Asosiasi antara spesies gastropoda dengan spesies lamun menggunakan uji chi-
square (X2) dalam menghitung X2 dapat menggunakan rumus sebagai berikut
(Widiyanto, 2013).
𝑿𝟐 = ∑(𝑶 − 𝑬)²
𝑬
Keterangan:
X² = Chi square
O = Frekuensi yang diobservasi
E = Frekuensi yang diharapkan
Sedangkan untuk menghitung nilai
19
𝑬𝒊𝒋 = (𝒏𝑲𝒊)(𝒏𝑩𝒊)
𝒏
Untuk menyatakan signifikan (ada hubungan) atau tidak signifikan (tidak ada
hubungan) koefisien Chi- Square (X²) tersebut dengan membandingkan X² tabel
dengan melihat derajat kebebasan (dk). Jika koefisien X² hitung > X² tabel, maka
dinyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis gastropoda dengan jenis
lamun begitu juga sebaliknya jika koefisien X² hitung < X² tabel, maka dinyatakan
tidak terdapat hubungan yang signifikan (α = 0,05) (Widiyanto, 2013).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Perairan Kampung Bugis merupakan salah satu bagian dari Kelurahan Tanjung
Uban Utara, Kecamatan Tanjung Uban, Kabupaten Bintan. Kelurahan Tanjung
Uban Utara terdiri dari dua Desa yaitu Desa Kampung Bugis dan Desa Sakera.
Menurut Kelurahan Tanjung Uban Utara (2016), Kelurahan Tanjung Uban Utara
memiliki luas wilayah sekitar ± 4558 km². Secara administratif, Tanjung Uban
memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Cina Selatan
Sebelah Selatan : Tanjung Uban Selatan
Sebelah Barat : Tanjung Uban Kota
Sebelah Timur : Desa Sebong Pereh dan Desa Lancang Kuning
Perairan Kampung Bugis memiliki topografi pantai yang landai dengan
memiliki panjang pantai ± 3 km. Sepanjang perairan Kampung Bugis ditumbuhi
berbagai jenis lamun. Lamun tumbuh dari pinggir pantai sampai jarak sekitar
400 m ke arah laut. Ekosistem padang lamun perairan Kampung Bugis ditemukan
berbagai jenis biota laut, seperti ikan, udang, kepiting, bivalvia dan gastropoda.
Gastropoda di perairan Kampung Bugis terdiri dari berbagai jenis salah satu yaitu
jenis Strombus urcens (gonggong) yang dimanfaatkan masyarakat kampung Bugis
dan sekitarnya.
Perairan Kampung Bugis memiliki pantai yang panjang, banyak masyarakat
memanfaatkannya sebagai tempat rekreasi. Sepanjang pantai Kampung Bugis
terdapat beberapa pondok dan rumah makan. Penduduk Kampung Bugis berjumlah
3418 orang dengan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan
memanfaatkan lahan pantai Kampung Bugis sebagai tempat rekreasi.
4.2. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan
Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan di perairan Kampung
Bugis dapat dilihat pada Tabel 6.
21
Tabel 6 Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kampung Bugis Parameter Satuan Selang/Kisaran Rata-Rata Baku Mutu*
A. Fisika
Suhu oC 29 – 32 30 28 – 30
Salinitas %o 30 – 35 31 33 – 34
B. Kimia
pH - 7,0 - 8,2 7,6 7 - 8,5
DO mg/L 5,4 - 8,5 7,0 > 5
C. Substrat
TOM % 0,068 – 1,960 1,426 -
*Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Kepmenlh No 51 Tahun 2004 Lampiran III)
Hasil pengukuran suhu di perairan Kampung Bugis berkisar 29 – 32 oC dengan
rata-rata 30 oC. Berdasarkan baku mutu Kepmenlh No 51 Tahun 2004, suhu
perairan di Kampung Bugis dalam keadaan baik dan layak bagi pertumbuhan lamun
dan gastropoda. Sebagaimana dikemukan oleh Tuwo (2011), bahwa lamun yang
hidup diperairan tropis dapat tumbuh dengan suhu yang optimal 28 – 30 oC.
Menurut Hutabarat dan Evans (2014), nilai suhu yang masih dapat ditoleransi oleh
kehidupan gastropoda yaitu 25 – 32 oC. Secara ekologis perubahan suhu
menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan bilvalvia dan gastropoda
(Riniatsih, Kushartono, 2009).
Kisaran salinitas di perairan Kampung Bugis berkisar 30 – 35 %o dengan rata-
rata 31 %o. Rendahnya salinitas di perairan Kampung Bugis diakibatkan karena
banyaknya pasokan air tawar dari darat dan aktivitas manusia. Hal ini sesuai dengan
pendapat Effendi (2003), perairan pesisir nilai salinitasnya sangat dipengaruhi oleh
masukan air tawar dari sungai dan aktivitas manusia. Rendahnya salinitas di
perairan Kampung Bugis masih dapat ditoleransi oleh lamun dan gastropoda.
Nilai Derajat Keasaman (pH) perairan Kampung Bugis berkisar 7,0 – 8,2 dengan
rata-rata 7,7. Kisaran nilai pH yang diperoleh masih dalam kondisi baik dan dapat
ditolerir oleh biota akuatik gastropoda dan lamun. Karena, jika dibandingkan
dengan baku mutu Kepmenlh No 51 Tahun 2004, nilai pH untuk biota laut di
ekosistem lamun berkisar 7 – 8,5. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH berkisar 7 – 8,5.
Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan
gastropoda. Menurtu Nybakken (1992), oksigen terlarut (DO) merupakan nilai yang
menunjukkan banyaknya oksigen yang terkandung dalam setiap liter air laut.
22
Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton dan tanaman air
lainnya yang melalui difusi dari udara. Berdasarkan hasil pengukuran oksigen
terlarut (DO) di perairan Kampung Bugis berkisar 5,4 - 8,5 mg/L dengan rata-rata
7,1 mg/L. Kisaran nilai DO yang diperoleh jika dibandingkan dengan standar baku
mutu Kepmenlh No 51 Tahun 2004 masih dapat ditolerir oleh kehidupan
gastropoda.
Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium didapatkan nilai TOM (Total
Organik Metter) sedimen di perairan Kampung Bugis berkisar 0,068 – 1,960 %
dengan rata-rata 1,426 %. Menurut klasifikasi EPA (2002), kandungan organik total
di perairan Kampung Bugis dikategorikan rendah. Rendahnya kandungan bahan
organik di perairan Kampung Bugis diduga karena berpengaruh terhadap tipe
substrat yang dimiliki perairan Kampung Bugis, karena kandungan bahan organik
dalam substrat berkaitan erat dengan jenis substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kinasih et al., (2015), sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu
sebaliknya substrat yang lebih halus kaya akan unsur hara pula.
4.3. Karakteristik Substrat
Berdasarkan hasil analisis substrat yang dilakukan di Laboratorium Marine
Biologi, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
didapatkan karakteristik substrat di perairan Kampung Bugis yakni pada Tabel 7
sebagai berikut.
Tabel 7 Karakteristik Substrat di Perairan Kampung Bugis Tipe Substrat Persentase Fraksi (%)
Gravel (Batu/Pecahan karang)
Sand (Pasir)
Silt (Lanau/Endapan lumpur)
Clay (Lempung)
11,8
88,2
0,0
0,0
Tipe substrat pada ekosistem lamun di perairan Kampung Bugis sebagian besar
terdiri dari Pasir. Komposisi pasir di perairan Kampung Bugis jauh lebih besar dari
pada tipe substrat lainnya yaitu 88,2 % dibandingkan dengan komposisi batu atau
pecahan karang, lanau dan lempung. Menurut Nybakken (1992), umumnya lamun
tumbuh pada semua tipe substrat, mulai dari lumpur lunak sampai batu granit, tetapi
paling banyak menepati substrat berjenis lunak yang kaya material organik,
sehingga mendukung kehidupan gastropoda sebagai filter feeder. Substrat pasir
23
memudahkan moluska untuk mendapatkan suplai nutrisi dan air yang diperlukan
untuk keberlangsungan hidupnya (Nybakken, 1992). Hal ini dikarenakan ukuran
substrat pasir lebih besar sehingga mempermudahkan pori-pori udara mengisi
rongga kosong. Dengan demikian kondisi substrat pasir di perairan Kampung Bugis
secara umum ideal untuk pertumbuhan lamun dan gastropoda.
4.4. Struktur Komunitas
4.4.1. Komposisi Gastropoda
Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan jenis gastropoda di perairan Kampung
Bugis berjumlah 120 yang terdiri dari 6 ordo, 10 famili dan 21 spesies Lampiran 4.
Jumlah dan jenis gastropoda yang ditemukan di perairan Kampung Bugis yang
memiliki komposisi tertinggi yaitu jenis Pyrene scripta dengan jumlah yang
ditemukan sebanyak 28 jenis. Kemudian diikuti jenis Strombus urcens dengan
jumlah 26 jenis dan Cerithium sp. dengan jumlah 22 jenis. Jenis gastropoda yang
ditemukan di perairan Kampung Bugis merupakan jenis yang umum ditemukan di
ekosistem padang lamun daerah tropis (Arbi, 2008).
Sedangkan 18 jenis yang memiliki komposisi rendah yaitu jenis Pyrene
epamella, Pyrene versicolor, Nassarius conoidalis, Otopleura auriscati, Morula
musiva, Rhinoclavis vertagus, Muricodrupa fiscella, Gibberulus gibberulus,
Clypeomorus batillariaformis, Litorina sp., Mitra (Srigatella) paupercula,
Cerithium zonatum, Rhinoclavis aspera, Cronia margaticola, Nerita sp.,
Strombus sp., Cyprae ovum dan Cyprae errones dengan jumlah berkisar 1 - 7
spesies. Untuk lebih jelas komposisi gastropoda yang ditemukan diperairan
Kampung Bugis dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut.
24
Gambar 5 Komposisi Gastropoda di Perairan Kampung Bugis
4.4.2. Kepadatan Gastropoda
Berdasarkan hasil penelitian data spesies gastropoda, diketahui bahwa di
perairan Kampung Bugis yang memiliki spesies gastropoda dengan kepadatan
tertinggi didominasi oleh spesies P. scripta sebesar 0,903 ind/m², sedangkan spesies
gastropoda dengan nilai kepadatan terendah yaitu G. gibberulus, Mitra (Srigatella)
paupercula, C. zonatum, R. aspera, Nerita sp., Strombus sp., C. ovum dan
C. errones dengan nilai sebesar 0,032 ind/m². Untuk lebih jelasnya kepadatan
gastropoda dapat dilihat pada Gambar 6.
Tingginya nilai kepadatan spesies P. scripta diduga karena jenis ini memiliki
sebaran yang luas, karena hampir setiap plot pengambilan gastropoda ditemukan
jenis P. scripta. Sedangkan rendahnya kepadatan jenis gastropoda dengan memiliki
nilai kepadatan 0,032 ind/m² diduga karena adanya aktivitas penangkapan dan
peletakan bubu yang bisa mempengaruhi keberadaan gastropoda. Menurut
Hitalessy et al. (2011), aktivitas pemanfaatan gastropoda yang dilakukan oleh
masyarakat setempat dapat mempengaruhi keanekaragaman gastropoda yang
berasosiasi di padang lamun.
28
2 7 4
22
4 4 3 1
26
1 2 4 1 3 1 2 1 1 1 20
5
10
15
20
25
30
P.
scri
pta
P.
epa
mel
la
P.
ver
sico
lor
N.
con
oid
ali
s
Cer
ith
ium
sp
.
O.
au
risc
ati
M.
mu
siva
R.
vert
ag
us
M.
fisc
ella
S. urc
ens
G. geb
ber
ulu
s
C.
ba
till
ari
afo
rmis
Lit
ori
na
sp
.
M.
srig
ate
lla
…
C.
zon
atu
m
R.
asp
era
C.
ma
rga
tico
la
Ner
ita
sp
.
Str
om
bu
s sp
.
C.
ovu
m
C.
erro
nes
Ko
mp
osi
si G
astr
op
od
a
(in
d)
25
Gambar 6 Kepadatan Gastropoda di Perairan Kampung Bugis
4.4.3. Komposisi Lamun
Jumlah lamun yang ditemukan di lokasi penelitian perairan Kampung Bugis
berjumlah 6 spesies yaitu termasuk ke dalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan
Potamagetonaceae yaitu Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule
pinifolia, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
Jumlah jenis yang banyak ditemukan yaitu jenis T. hemprichii yang terdiri dari 36
% dari 6 jenis lamun, kemudian diikuti jenis E. acoroides yang terdiri dari 29 %,
kemudian H. pinifolia yang teridri dari 15 %, kemudian diikuti oleh jenis
S. isoetifolium yang terdiri dari 9 %, H. uninervis yang terdiri dari 6 % dan
C. serrulata yang terdiri dari 5 %. Komposisi spesies lamun di perairan Kampung
Bugis dapat lihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Komposisi Lamun di Perairan Kampung Bugis
0,903
0,0650,2260,129
0,710
0,1290,1290,0970,032
0,839
0,0320,0650,1290,0320,0970,0320,0650,0320,0320,0320,0650,0000,1000,2000,3000,4000,5000,6000,7000,8000,9001,000
Ke
pad
atan
Gas
tro
po
da
(in
d/m
²)
T. hemprichii
36%
E. acoroides
29%
H. pinifolia
15%
H. uninervis
6%
S. isoetifolium
9%
C. serrulata
5%
26
4.4.4. Kerapatan Lamun
Kerapatan spesies lamun adalah banyaknya jumlah individu/tegakan suatu
spesies lamun pada suatu luasan tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, kerapatan
jenis lamun di perairan Kampung Bugis dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kerapatan Lamun di Perairan Kampung Bugis
Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan jenis lamun di perairan Kampung
Bugis sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh jenis lamun yang ditemukan di
perairan Kampung Bugis dan kondisi kualitas perairannya. Menurut
Gosari, Haris. (2012), kondisi kerapatan lamun di perairan Kampung Bugis
termasuk ke dalam skala 3 dengan nilai kerapatan 100,90 tegakan/m² yang termasuk
lamun dengan kondisi agak rapat.
Kerapatan lamun tertinggi yaitu jenis lamun T. hemprichii dengan nilai
kerapatan 36,484 tegakan/m2. Tingginya kerapatan jenis lamun T. hemprichii
diduga karena kondisi perairan di Kampung Bugis yang dangkal, relatif tenang dan
memiliki jenis substrat yang mendukung untuk pertumbuhan dan keberadaan
lamun. Menurut Kordi (2011), spesies T. hemprichii tumbuh disubstrat berpasir
hingga pada pecahan karang dan sering menjadi spesies dominan pada padang
lamun campuran dan melimpah. Sesuai dengan hasil dari analisis tipe substart di
perairan Kampung Bugis yaitu memiliki tipe substrat pasir, yang disukai lamun
jenis T. hemprichii. T. hemprichii umumnya hidup berdampingan dengan jenis
lainnya seperti E. acoroides dan selalu membentuk kolompok vegetasi yang rapat
(Eki et al., 2013). Sedangkan nilai kerapatan yang terendah yaitu jenis lamun
C. serrulata dengan nilai kerapatan 5,484 tegakan/m2. Rendahnya kerapatan jenis
5,484
29,355
15,000
8,645
36,484
5,9350,0005,000
10,00015,00020,00025,00030,00035,00040,000
Ker
ap
ata
n L
am
un
(Teg
ak
an
/m²)
27
C. serrulata disebabkan oleh sedikitnya jumlah jenis yang mampu beradaptasi
terhadap faktor lingkungan di perairan Kampung Bugis.
4.5. Asosiasi Kerapatan Lamun dengan Kepadatan Gastropoda
Berdasarkan analisis korelasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan
gastropoda di perairan Kampung Bugis diperoleh nilai sebesar 0,086 termasuk
kriteria hubungan sangat lemah dengan nilai r hitung < r tabel. Hal ini dibuktikan
dengan uji t dimana t hitung 0,464 < t tabel 2,045. Analisis hasil dari asosiasi
kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Analisis Korelasi Kerapatan Lamun dengan Kepadatan Gastropoda
di Perairan Kampung Bugis Correlations
Kerapatan Kepadatan
Kerapatan Pearson Correlation 1 ,086
Sig. (2-tailed) ,646
N 31 31
Kepadatan Pearson Correlation ,086 1
Sig. (2-tailed) ,646
N 31 31
Hasil dari penelitian ini sangat bertentangan dengan hasil penelitian dari
Latuconsina et al. (2013), dimana hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan
gastropoda di perairan Pulau Osi-Teluk Kontania, Kabupaten Seram Barat memiliki
hubungan yang kuat atau searah. Zuprizal et al. (2014), perairan Teluk Sebong,
Bintan hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda memiliki
hubungan yang kuat. Berdasarkan fenomena diatas membuktikan bahwa asosiasi
kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda di perairan Kampung Bugis sangat
lemah. Hal ini berkaitan terhadap tempat hidup gastropoda, kondisi perairan dan
substrat yang mempengaruhi komposisi spesies dan kepadatan gastropoda.
Lemahnya hasil dari korelasi kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda di
perairan Kampung Bugis diduga karena rendahnya kandungan bahan organik
(TOM) di dalam substrat. Menurut Riniatsih, Kushartono. (2009), komposisi jenis
gastropoda yang tinggi berkaitan erat dengan sifat biologis dan ekologis gastropoda
yang menyukai habitat berlumpur dengan kandungan organik yang tinggi. Menurtu
Dewi et al. (2014) bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota laut yang
hidup pada substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap bahan organik
sangat besar.
28
Total Organik Metter (TOM) lebih tinggi di tipe substrat yang berlumpur
dibandingkan tipe substrat pasir karena semakin halus tekstur substrat maka
kemampuan dalam mengikat bahan organik akan semakin tinggi (Riniatsih,
Kushartono, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa rapatnya tegakan lamun di perairan
Kampung Bugis tidak mempengaruhi kepadatan gastropoda yang berada di
ekosistem padang lamun perairan Kampung Bugis.
4.6. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun
Berdasarkan hasil analisis diperoleh sebanyak 14 jenis gastropoda yang
berasosiasi dengan 5 jenis lamun. Adanya asosiasi antar jenis gastropoda dengan
jenis lamun diduga karena keberadaan gastropoda di ekosistem lamun memiliki
peranan penting di ekosistem lamun. Keberadaan gastropoda sangat mempengaruhi
pertumbuhan lamun karena gastropoda di ekosistem lamun berperan sebagai
dekomposer atau pengurai didalam substart yang menghasilkan nutrien. Nutrien
yang dihasilkan oleh gastropoda dapat dimanfaatkan oleh lamun untuk proses
pertumbuhan lamun. Menurut Handayani et al., (2016), nutrien merupakan zat hara
penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan potensi sumberdaya
ekosistem laut.
Penelitian ini juga diperoleh jenis gastropoda dengan jenis lamun yang tidak
memiliki hubungan antar jenis. Keadaan tersebut menunjukkan tingkat korelasi
atau hubungan antara jenis gastropoda dengan jenis lamun rendah. Hal ini diduga
karena jumlah jenis gastropoda yang didapat di perairan Kampung Bugis sedikit
tidak sebanding dengan jumlah jenis lamun yang didapatkan di perairan Kampung
Bugis. Menurut Marwoto et al. (1993) hal ini terjadi karena adanya faktor
perbedaan habitat, perdasi oleh jenis lainnya dan kompetisi.
4.7. Pengelolaan Sumberdaya Gastropoda di Perairan Kampung Bugis
Keseimbangan ekosistem pesisir dapat tercapai ketika adanya hubungan timbal
balik antara komponen di dalamnya. Ekosistem lamun sebagi sumberdaya perairan
pesisir yang memiliki produktivitas tinggi dan memiliki peranan penting bagi
kehidupan bagi biota laut yang berasosiasi dengannya seperti sebagi habitat, tempat
pemijahan, tempat perlindungan dan tempat mencari makan (Nybakken, 1992).
Interaksi dan hubungan timbal balik antara lamun dengan habitat dan organisme
29
yang berasosiasi di dalamnya memiliki peranan penting terlebih lagi faktor abiotik
yang ada dalam lingkungan perairannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perairan Kampung Bugis, nilai
kepadatan gastropoda dapat dikatakan rendah dan kerapatan lamun di perairan
Kampung Bugis dikategorikan agak rapat. Untuk hasil analisis korelasi diperoleh
hubungan yang sangat lemah antara kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda
yang menyatakan bahwa kerapatan lamun tidak mempengaruhi kepadatan
gastropoda. Hal ini diduga karena kandungan organik yang terdapat di dalam
substrat Kampung Bugis. Rendahnya kandungan bahan organik di dalam substrat
sangat mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya, karena bahan organik
merupakan sumber makanan bagi biota laut khususnya gastropoda
(Dewi et al., 2014).
Kandungan bahan organik di ekosistem lamun dapat berasal dari hasil
penguraian, pelapukan ataupun dekomposisi dari serasah daun lamun yang sudah
mati. Rendahnya kandungan bahan organik di perairan Kampung Bugis diduga
karena tipe substrat pasir yang terdapat di perairan Kampung Bugis. Menurut
Kinasih et al. (2015), substrat pasir umumnya miskin zat hara sedangkan untuk
substrat yang lebih halus kaya akan unsur hara pula. Rendahnya unsur hara di tipe
substrat pasir, karena substrat pasir memiliki ukuran lebih kasar yang tidak
memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik yang lebih banyak.
Pengelolaan ekosistem lamun sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan
kelestarian sumberdaya gastropoda yang berasosiasi dengan lamun. Perairan
Kampung Bugis sebagai tempat pemukiman, rekreasi dan tempat berkarang yang
bisa mempengaruhi keberadaan gastropoda. Maka dibutuhkan peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem lamun bagi kehidupan
masyarakat setempat, dengan melakukan pendekatan atau sosialisasi terhadap
masyarakat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kampung Bugis gastropoda yang
ditemukan berjumlah 120 yang terdiri dari 6 ordo, 10 famili dan 21 spesies.
Komposisi jenis gastropoda yang tertinggi terdiri dari jenis P. scripta dengan
memiliki nilai kepadatan sebesar 0,903 ind/m².
Perairan Kampung Bugis juga ditemukan 6 jenis lamun yang termasuk ke dalam
dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Potamagetonaceae. Jenis lamun yang banyak
ditemukan di perairan Kampung Bugis yaitu jenis T. hemprichii dengan memiliki
nilai kerapatan sebesar 36,484 tegakan/m².
Adanya hubungan yang lemah antara kerapatan lamun dengan kepadatan
gastropoda di perairan Kampung Bugis dengan memiliki nilai korelasi sebesar
0,086, yang membuktikan bahwa kerapatan lamun tidak mempengaruhi kepadatan
gastropoda. Asosiasi jenis gastropoda dengan jenis lamun ditemukan 14 jenis
gastropoda yang berasosiasi dengan 5 jenis lamun di Perairan Kampung Bugis.
Pengelolaan sumberdaya gastropoda dapat dilakukan dengan menjaga
keseimbangan ekologis ekosistem lamun dan melakukan pendekatan atau
sosialisasi terhadap masyarakat bahwa pentingnya ekosistem lamun bagi
masyarakat setempat.
5.2. Saran
Perlu adanya pembatasan dalam pemanfaatan gastropoda yang bernilai
ekonomis dan perlu adanya penelitian selanjutnya mengenai hubungan kelimpahan
gastropoda dengan kandungan bahan organik substrat di perairan Kampung Bugis
Kabupaten Bintan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abella, S.R., Zimmer, B.W., 2007. Estimating Organic Carbon from Loss-On-
Ignition in Northern Arizona Forest Soil. SSSAJ: 71(2): 545 – 550.
Arbi, U.Y., 2008. Komunitas Moluska di Padang Lamun Pantai Wori, Sulawesi
Utara. Bumi Lestari. 12(1): 55 – 65.
Asriyana., Yuliana., 2012. Produktivitas Perairan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
278 Hal.
Borum, J.C.M., Duarte, M., Jensen, D.K., Greve, T.M.G., 2004. European
Seagrasses: An Introduction To Monitoring and Management. 95 Hal.
Carpenter, K. E., Niem, V.H., 1998. The Living Marine Resources of The Western
Central Pacific (Volume 1: Seeweds, Corals, Bivalvia and Gastropods). Food
and Agricultur Organization of The United National. 600 Hal.
Dewi, T.S., Ruswahyuni., Widyorini, N., 2014. Kelimpahan Hewan Makrobenthos
pada Daerah yang Terkena Reklamasi dan Tidak Terkena Reklamasi di Pantai
Marina, Semarang. Diponogoro Journal Of Maquares. 3(2): 50 – 57.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Jakarta. 258 Hal.
Eki, N.Y., Sahami, F., Hamzah, S.Y., 2013. Kerapatan dan Keanekaragaman
Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten
Gorontalo Utara. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(2): 65 – 70.
Environmental Protection Agency (EPA)., 2002. Mid-Atlantic Integrated
Assesment (MAIA) Estuaries 1997-98: Summary Report. 115 Hal.
Fachrul, M.F. 2007., Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
208 Hal.
Gosari, B.A.J., Haris,A., 2012. Studi Kearapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde. Torani (Jurnal Kelautan dan Perikanan. 22(3):
156 – 162.
Handayani, D.R., Armid., Emiyarti., 2016. Hubungan Kandungan Nutrien dalam
Substrat Terhadap Kepadatan Lamun di Perairan Desa Lalowaru Kecamatan
Moramo Utara. Sapa Laut. 1(2): 42 – 53.
Hasniar., Litaay, M., Priosambodo, D., 2013. Biodiversitas Gastropoda di Padang
Lamun Perairan Mara’Bombanf Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Torani
(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan). 23(3): 127 – 136.
Hitalessy, R.B., Leksono, A.S., Herawati, E.Y., 2015. Struktur Komunitas dan
Asosiasi Gastropoda dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir
Lamongan Jawa Timur. J-PAL. 6(1): 64 – 73.
32
Hutabarat, S., Evans, S.M., 2014. Pengantar Oseanografi. UI Perss. Jakarta.
159 Hal.
Ira., Rahmadani., Irawati, N., 2015. Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda
di Perairan Morindino Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton Utara.
AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan).
3(2): 265 – 271.
Kelurahan Tanjung Uban Utara., 2016. Monografi Kelurahan Tanjung Uban
Utara, Kecamatan Tanjun Uban Utara, Kabupaten Bintan. Kepulauan Riau.
15 Hal.
Kementerian Lingkungan Hidup., 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran III Baku Mutu Air Laut
Untuk Biota Laut. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup., 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 200 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status
Padang Lamun Lampiran III Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Jakarta
Kinasih, A.R.N., Purnomo, P.W., Ruswahyuni., 2015. Analisis Hubungan Tekstur
Sedimen Dengan Bahan Organik, Logam Berat (Pb dan Cd) dan
Makrozoobenthos di Sungai Bethwalang, Demak. Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology. 4(3): 99 -107.
Kiswara, W. 1992., Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Pulau – Pulau Seribu, Jakarta. Oseanology dan Limnologi. 25: 31 - 49.
Kordi, K.M.G.H., 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi dan
Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta. 191 Hal.
Kusnadi, A., Hernawan, U.E., Triandiza, T., 2009. Molluska Padang Lamun
Kepulauan Kei Kecil. Penerbit LIPI Press. Jakarta. 187 Hal.
Latuconsina, H., Sangadji, M., Dawar, L., 2013. Asosiasi Gastropoda pada
Habitat Lamun Berbeda di Perairan Pulau Osi Teluk Kontania Kabupaten
Seram Barat. Ilmu Kelautan dan Perikanan. 23(2): 67 -78.
Lindawaty., Dewiyanti, I., Karina, S., 2016. Distribusi dan Kepadatan Kerang
Darah (Anadara sp) Berdasarkan Tekstur Substrat di Perairan Ulee Lheue
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Peikanan Unsyiah.
1(1): 114-123.
Marwoto, R.M., Andrianto, H., Widodo, R., 1993. Komunita Keong Strombus
Canarium Linne, 1758 dan Asosiasinya dengan Moluska Lainnya di
Perairan Pulau Bintan, Riau. Jurnal Ilmu - Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. 1(2): 44 – 55.
McKenzie, L.J., Campbell, S.J., 2003. Manual For Community (Citizen)
Monitoring Of Seagrass Habitat Wester Pasific Edition. Seagrass-Wach.
Department Of Primary Industries Queensland. 40 Hal.
33
Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 368 Hal.
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pedakatan Ekologis. Penerbit PT
Gramedia. Jakarta. 480 Hal.
Puturuhu, L., 2004. Ecological Studies On Intertidal Dog Whells (Gastropoda:
Nassariidae) Off Northerm Minahasa, Sulawesi, Indonesia. Kiel: Der Chirtian-
Albrecthts-Universitat Zu Kiel. 85 Hal.
Rahmawati, S., Supriyadi, I.H., Azkab, M.H., Kiswara, W., 2014. Panduan
Monitoring Padang Lamun. Coremap Cti Lipi. Jakarta. 47 Hal.
Riniatsih. I., Kushartono, E.W., 2009. Substrat dan Parameter Oseanografi Sebagai
Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten
Rembang. Jurnal Kelautan. 14(1): 50 – 59.
Rowell, M.J., 2000. Measuremenotf Soilo Rganicm Attera: Compromisbee Tween
Efficacayn De Nviromn Entalf Riendliens S. Agricola: 66 – 69.
Saputri, J.C., Lestari, F., Apriadi, T., 2016. Asosiasi Gastropoda Pada Vegetasi
Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. [Skripsi]. Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Saripantung, G.L., Tamanampo, J.F., Mano, G., 2013. Struktur Komunitas
Gastropoda di Hamparan Lamun Daerah Intertidal Kelurahan Tongkeina Kota
Manado. Ilmiah Platax. 1(3): 102-108.
Schulte, E.E., Hopkins, B.G., 1996. Estimation of organic matter by weight loss-
on-ignition. In Magdoff, F. R. et al. (eds.) Soil Organic Matter: Analysis and
Interpretation. SSSA Spec. Pub. No. 46. SSSA, Madison. 21 – 31 Hal. Setyobudiandi, I., Sulistiono., Yulianda, F., Kusmana, C., Haryadi, S., Damar, A.,
Sembiring, A., Bahtiar., 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan. Bogor. Makaira-FPIK. 313 Hal.
Sianu, N.E., Sahami, F.M., Kasim, F., 2014. Keanekaragaman dan Asosiasi
Gastropoda dengan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Tomini. Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 2(4): 156 – 163.
Spiegel, M.R., Susila, I.N., Gunawan, E., 1984. Statistik Versi SI (Metrik). Penerbit
Erlangga. Jakarta. 379 Hal.
Tuapattinaya, P.M.J., 2014. Hubungan Faktor Fisika dan Kimia Lingkungan
dengan Keanekaragaman Lamun (Seagrass) di Perairan Pantai Desa Suli.
Biologi Science dan Education. 3(1): 1 – 14.
Tuwo A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Pendekatan Ekologis,
Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional.
Surabaya. 412 Hal.
Ulqodry, T.Z., Yulisman., Syahdan, M., Santoso., 2010. Karakteristik dari Sebaran
Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah.
Penelitian Sains. 13(1): 35 – 41.
34
Wibisono, M. S., 2011. Pengantar Ilmu Kelautan. Edisi 2. UI-Press. Jakarta.
259 Hal.
Widiyanto, M.A., 2013. Statistika Terapana (Konsep dan Aplikasi SPSS/LISREL
dalam Penelitian Pendidikan, Psikologi dan Ilmu Sosial Lainnya). PT Elex
Media Komputindo. Jakarta. 382 Hal.
Zuprizal, Raza’i, S., Zulfikar, A., Asosiasi dan Struktur Komunitas Gastropoda di
Ekosistem Padang Lamun Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong. [Skripsi]
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
36
Lampiran 1. Komposisi Jenis Gastropoda di Perairan Kampung Bugis
Spesies T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 T23 T24 T25 T26 T27 T28 T29 T30 T31
Pyrene scripta 3 1 0 0 0 0 1 0 0 3 1 2 1 1 0 0 1 2 0 0 2 1 2 0 1 0 0 1 1 2 2
Pyrene epamella 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pyrene versicolor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Nassarius conoidalis 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Cerithium sp. 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 4 2 0 5 0 0 0 3 0 4 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Otopleura auriscati 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Morula musiva 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 0 0 0
Rhinoclavis vertagus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
M. Fiscella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Strombus urcens 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 6 0 4 0 0 0 6 0 0 0
Gibberulus gebberulus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Clypeomorus batillariaformis 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Litorina sp. 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mitra srigatella paupercula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cerithium zonatum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rhinoclavis aspera 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
C. margaticola 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nerita sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Strombus sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Cypraea ovum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cypraea errones 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37
Lampiran 2. Komposisi Lamun di Perairan Kampung Bugis
Titik Cymodocea serrulata Enhalus acoroides Halodule pinifolia Syringodium isoetifolium Thalassia hemprichii Halodule uninervis
1 0 40 0 0 20 0
2 0 36 5 0 13 0
3 0 0 0 0 61 0
4 14 4 0 0 78 0
5 0 13 40 56 0 0
6 5 11 7 75 12 0
7 3 60 0 0 8 0
8 0 0 0 0 84 0
9 0 0 0 0 130 0
10 0 67 32 132 37 0
11 11 30 0 0 5 0
12 0 43 0 0 2 7
13 0 42 0 0 24 0
14 0 40 20 0 45 0
15 0 34 122 0 53 84
16 0 0 0 0 122 0
17 0 32 0 0 76 0
18 35 5 0 0 44 0
19 0 0 0 0 77 2
20 0 28 105 0 12 0
21 11 79 6 0 18 0
22 0 50 40 0 26 0
23 0 33 0 0 0 0
24 0 0 6 0 121 0
25 0 35 2 0 12 0
26 91 0 80 0 0 0
27 0 27 0 0 0 0
28 0 39 0 0 34 0
29 0 25 0 0 17 58
30 0 48 0 0 0 0
31 0 89 0 5 0 33
38
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Kampung
Bugis
Titik Parameter Fisika dan Kimia
Suhu Salinitas pH DO TOM
1 32 30 7,5 6,7 1,228
2 29 30 7,1 7,9 0,068
3 31 32 7,8 6,9 1,244
4 30 31 8,2 5,8 1,960
5 29 31 7,3 7,4 1,080
6 30 31 7,4 6,7 1,236
7 30 31 7,8 7,6 1,248
8 31 31 7,6 7,0 4,912
9 31 32 7,0 6,8 1,136
10 30 31 7,9 7,8 1,524
11 30 30 7,8 7,5 3,028
12 29 30 7,5 7,3 0,896
13 29 30 7,9 7,5 1,188
14 30 31 7,9 7,4 1,424
15 30 30 7,9 6,2 0,928
16 29 30 7,9 7,1 0,944
17 30 31 7,9 7,1 0,784
18 30 30 7,8 8,0 2,768
19 31 30 7,9 5,4 1,328
20 29 31 7,1 7,9 0,704
21 30 30 7,8 5,8 0,988
22 29 31 7,6 6,9 0,068
23 31 31 7,8 6,4 0,748
24 32 30 7,8 5,5 0,792
25 31 32 7,9 6,7 2,172
26 29 35 7,0 8,0 2,312
27 30 31 7,0 5,8 4,432
28 29 34 7,9 8,4 1,372
29 30 31 7,7 6,3 0,384
30 29 33 7,5 8,5 0,880
31 29 35 7,5 8,0 0,440
39
Lampiran 4. Klasifikasi Jenis Gastropoda di Perairan Kampung Bugis
Ordo Famili Spesies
Caenogastropoda Cerithidae Cerithium zonatum
Cerithium sp.
Clypeomorus batillariacformis
Rhinoclavis aspera
Rhinoclavis vertagus
Cypraeidae Cypraea ovum
Cypraea errones
Hypsogastropoda Nassaridae Nassarius conoidalis
Neogastropoda Columbellidae Pyrene scripta
Pyrene versicolor
Pyrene epamella
Muricidae Cronia margariticola
Morula musiva
Muricodrupa fiscella
Mitridae Mitra (Starigatella) paupercula
Cycloneritimorpha Neritidae Nerita sp.
Littorinimorpha Littorinidae Littorina sp.
Strombidae Strombus urcens
Strombus sp.
Gibberulus gibberulus
Panpulmunata Pyramidelidae Otopleura auriscati
40
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kepadatan Gastropoda
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kerapatan Lamun di Perairan Kampung Bugis
Jenis Jumlah
Tegakan
Kerapatan Lamun
(Tegakan/m²) Cymodocea serrulata 217 5,484
Enhalus acoroides 1046 29,355
Halodule pinifolia 593 15,000
Syringodium isoetifolium 268 8,645
Thalassia hemprichii 1651 36,484
Halodule uninervis 285 5,935
Jumlah 4060 100,90
Spesies Jumlah Kepadatan Ind/m²
Pyrene scripta 28 0,903
Pyrene epamella 2 0,065
Pyrene versicolor 7 0,226
Nassarius conoidalis 4 0,129
Cerithium sp. 22 0,710
Otopleura auriscati 4 0,129
Morula musiva 4 0,129
Rhinoclavis vertagus 3 0,097
M uricidupa fiscella 1 0,032
Strombus urcens 26 0,839
Gibberulus gebberulus 1 0,032
Clypeomorus batillariaformis 2 0,065
Litorina sp. 4 0,129
Mitra srigatella paupercula 1 0,032
Cerithium zonatum 3 0,097
Rhinoclavis aspera 1 0,032
Cronia margaticola 2 0,065
Nerita sp. 1 0,032
Strombus sp. 1 0,032
Cypraea ovum 1 0,032
Cypraea errones 2 0,065
41
Lampiran 7. Asosiasi Jenis Gastropoda dengan Jenis Lamun di perairan Kampung
Bugis
Jenis Gastropoda Jenis Lamun Chi-Square
(X²) Keterangan
Pyrene scripta
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,804
0,110
0,492
0,038
0,214
0,562
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubunga
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Pyrene epamella
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,996
0,999
0,999
0,989
0,123
0,995
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Pyrene versicolor
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,961
0,058
0,076
0,002
0,240
0,027
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Nassarius conoidalis
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,265
0,276
0,984
0,122
0,427
0,012
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Cerithium sp.
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
1,000
0,543
0,690
1,000
0,023
0,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Ada Hubungan
Otopleura auriscati
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,115
0,123
0,387
0,122
0,347
0,193
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Morula musiva
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,019
0,819
0,121
0,989
0,996
0,995
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
42
Lanjutan Lampiran 7...
Jenis Gastropoda Jenis Lamun Chi-Square
(X²) Keterangan
Muricodrupa fiscella Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
0,123
0,001
0,997
0,123
0,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Strombus urcens Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,216
0,434
0,514
1,000
0,029
1,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Gibberulus
gibberulus
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
0,123
0,001
0,000
0,123
0,999
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Clypeomorus
batilaformis
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,996
0,819
0,121
0,989
0,645
0,995
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Littorina sp.
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,996
0,819
0,999
0,989
0,123
0,995
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Mitra (Srigatella)
parpucula
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
0,123
1,000
0,997
0,123
0,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Cerithium zonatum
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
0,123
1,000
0,997
0,123
0,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
43
Lanjutan Lampiran 7...
Jenis Gastropoda Jenis Lamun Chi-Square
(X²) Keterangan
Cronia margaticola
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
1,000
1,000
0,997
0,123
0,000
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Nerita sp.
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
0,123
0,001
0,997
0,993
0,999
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Strombus sp.
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,999
1,000
0,133
0,997
0,123
0,999
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Cypraea ovum Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,000
0,123
1,000
0,997
0,123
0,999
Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Cypraea errones Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassia hemprichii
Halodule uninervis
0,996
0,819
0,999
0,989
0,123
0,010
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Tidak Ada Hubungan
Ada Hubungan
44
Lampiran 8. Gastropoda yang Ditemukan di Perairan Kampung Bugis
Cerithium zonatum
Cerithium sp.
Clypeomorus batillariacformis
Rhinoclavis aspera
47
Lanjutan Lampiran 8...
Morula musiva
Muricodrupa fiscella
Mitra (Starigatella) paupercula
Nerita sp.
50
Lampiran 9. Lamun yang Ditemukan di Perairan Kampung Bugis
Cymodocea serrulata Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii Halodule uninervis
Halodule pinifolia Syringodium isoetifolium
51
Lampiran 10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004
Lampiran III Tentang Baku Mutu Air Laut
No Parameter Satuan Baku Mutu
FISIKA
1 Kecerahan m coral: >5
mangrove: -
lamun:>3
2 Kebauan alami3
3 Kekeruhan NTU <5
4 Padatan Tersuspensi total mg/L coral: 20
mangrove: 80
lamun: 20
5 Sampah Nihil
6 Suhu oC alami3
coral: 28-30
mangrove: 28-32
lamun: 28-30
7 Lapisan minyak Nihil
KIMIA
1 pH 7-8,5
2 Salinitas %o alami3
coral: 33-34
mangrove: s/d 34
lamun: 33-34
3 Oksigen terlarut (DO) mg/L >5
4 BOD5 mg/L 20
5 Ammonia total (NH3-N) mg/L 0,3
6 Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015
7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008
8 Sianida (CN-) mg/L 0,5
9 Sulfida (H2S) mg/L 0,01
10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/L 0,003
11 Senyawa fenol total mg/L 0,002
12 Minyak dan Lemak mg/L 1
13 PCB total ᶣg/L 0,01
14 Surfaktan (deterjen) mg/L MBAS 1
15 Pestisida ᶣg/L 0,01
16 TBT (tributi tin) ᶣg/L 0,01
LOGAM TERLARUT
1 Raksa (Hg) mg/L 0,001
2 Kromium hejsavalen (Cr(VI)) mg/L 0,005
52
Lanjutan Lampiran 10...
No Parameter Satuan Baku Mutu
3 Arsen (As) mg/L 0,012
4 Kadmium (Cd) mg/L 0,001
5 Tembaga (Cu) mg/L 0,008
6 Timbal (Pb) mg/L 0,008
7 Seng (Zn) mg/L 0,05
8 Nikel (Ni) mg/L 0,05
BIOLOGI
1 Coliform (total) MPN/100mL 1000
2 Patogen sel/100mL Nihil
3 Plankton sel/100mL tidak bloom
RADIO NUKLIDA
1 Komposisi yang tidak diketahui Bd/L 4
Catatan :
1. Nihil adalah tidak terdektesi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan
metode yang digunakan)
2. Metode analisis mengacu pada metode analisis untuk air laut telah ada, baik internasional
maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan
musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual)
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin
layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan
etrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu,
kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri.
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kosentrasi rata-rata musiman.
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC daru suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
f. Berbagai jenis pepstisida seperti: DDT, Endrin, Ebdosulfat dan Heptachlor
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kosentrasi rata-rata musiman
53
Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Pengambilan Sampel Kualitas Air Pengukuran Kualitas Perairan
Pengambilan Sampel Gastropoda dan
Lamun Pengambilan Substrat
Pengayakan Substrat Menimbang Substrat
..
54
Lanjutan Lampiran 11...
Analisis TOM (Total Organik Metter) HandRefractometter (Alat Pengukur
Salinitas)
Oven (Alat Pengering Substrat) Multitester (Alat Ukur DO dan pH)
Transek Kuadran (1 x 1) meter GPS (Alat Penentuan Titik Koordinat)