12
 ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN MASALAH KERUSAKAN PRASARANA DAN BANGUNAN Disusun Oleh : INDAH ZULIA SAFITRI I 8708034 JURUSAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 1/12

 

ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN

MASALAH KERUSAKAN PRASARANA DAN BANGUNAN

Disusun Oleh :

INDAH ZULIA SAFITRI

I 8708034

JURUSAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN

FAKULTAS TEKNIK 

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 2/12

 

1

1.  PENGANTAR 

Gempa bumi yang terjadi pada bulan Juni 2006 yang lalu di daerah

Yogyakarta dan sekitarnya selain telah menewaskan dan menciderai ribuan orang,telah pula mengakibatkan kerugian harta benda yang cukup besar berupa

kerusakan prasarana dan bangunan baik yangsudah selesai maupun yang masih

dalam tahap pelaksanaan.

Yang menarik untuk diperhatikan, dipelajari dan diselidiki adalah

kebanyakan bangunan yang rusak atau hancur tersebut (disamping bangunan

rumah penduduk yang sederhana) adalah bangunan - bangunan yang tergolong

  baru dengan usia rata-rata 10 ± 20 tahun dan dibangun dengan teknologi yang

serba canggih.

Dilain pihak gedung-gedung yang dibangun pada kurun waktu 1950 ± 1970 seperti Kantor Pusat UGM (Kampus Biru) Gedung-Gedung Fakultas

Teknik, Pertanian, Kedokteran Hewan, Perpustakaan, serta Perumahan Dosen

didaerah Sekip serta Perumahan Dosen di Bulak Sumur sama sekali tidak 

mengalami kerusakan akibat gempa tersebut, bahkan menurut informasi, retakpun

tidak. Sungguh luar biasa !

Mengapa bangunan-bangunan yang dibuat pada kurun waktu 40 ± 50

tahun yang lalu memiliki daya tahan yang jauh lebih baik terhadap gempa

dibandingkan dengan bangunan yang lebih muda, padahal teknologi bangunan

 pada kurun waktu tersebut dibandingkan dengan teknologi masa kini masih sangat

sederhana ?

Kemungkinan, hal tersebut diatas terjadi karena penurunan atau krisis

mutu (quality crises) dari bangunan-bangunan sekarang.

Makalah ini akan membahas penanggulangan kerusakan bangunan dan

  prasarana yang terjadi akibat gempa di Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini

terutama ditinjau dari aspek hukum seperti uraian tentang Undang-Undang RI No.

18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000

tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang berkaitan dengan pengertian

kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan, sebab-sebab kegagalan, tanggung

 jawab atas kerusakan dan ganti rugi.

Proses penelitian dan penyelidikan atas kerusakan bangunan oleh suatu

Lembaga seperti Laboratorium Struktur FT-UGM yang disebut Forensic

Engineering juga akan diuraikan dalam makalah ini.

Page 3: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 3/12

 

Selain itu makalah ini akan menguraikan pula peran asuransi dalam

  penanggulangan kerusakan bangunan, antara lain berkaitan dengan pengajuan

klaim asuransi.

Akhirnya pada bagian akhir makalah akan disampaikan kesimpulan dan

saran-saran untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kerusakan atau

kehancuran gedung akibat gempa dimasa mendatang.

2. PENGERTIAN KERUSAKAN BANGUNAN

2.1 Kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan  

Menurut Peraturan Pemerintah No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa

Konstruksi dibedakan dua macam kerusakan yang dapat terjadi pada suatu

 bangunan sejak saat dibangun hingga selesai (masa konstruksi) maupun peristiwa

yang terjadi setelah bangunan tersebut diserah terimakan. Kedua kejadian tersebut

masing-masing dinamakan :

a. Kegagalan Konstruksi : Hasil pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi

teknis (sebagian atau seluruhnya) akibat kesalahan Pengguna Jasa /

Penyedia Jasa (Pasal 31).

b. Kegagalan Bangunan : Keadaan bangunan yang tidak berfungsi

sebagian/seluruhnya dari segi teknis, manfaat, keselamatan, kesehatan

kerja atau keselamatan umum akibat kesalahan Pengguna Jasa /

Penyedia Jasa setelah Serah Terima Akhir (Pasal 34). Dari kedua

 pengertian tersebut diatas terlihat bahwa :

a. Terdapat 2 macam kegagalan yang terjadi menurut waktu kejadiannya

yaitu disebut kegagalan konstruksi jika hal tersebut terjadi selama masa

konstruksi, dimana bangunannya sendiri belum selesai. Kegagalan jenis

kedua adalah apa yang disebut kegagalan bangunan yang terjadi setelah

serah terima akhir pekerjaan.

  b. Baik kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan menurut

Peraturan Pemerintah terjadi karena kesalahan Pengguna Jasa atau

Penyedia Jasa.

2.2 ³Kegagalan´ lawan ³ kerusakan´

Dari uraian tersebut timbul pertanyaan : ³Apakah kerusakan yang terjadi

akibat gempa bumi di daerah Yogyakarta baru-baru ini terhadap bangunan yang

Page 4: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 4/12

 

dalam masa konstruksi dan bangunan yang sudah selesai dapat digolongkan

sebagai suatu kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan?´

Disinilah letak permasalahannya ditinjau dari segi hukum. Kerusakankonstruksi dan bangunan yang terjadi akibat gempa baru-baru ini tidak serta merta

dapat dikatakan sebagai bencana alam (natural disaster) murni tanpa menyelidiki

lebih mendalam kemungkinan terdapat kesalahan manusia (human error).

Mungkin saja gempa bumi tersebut untuk bangunan tertentu hanya

merupakan pemicu (trigger) dari kerusakan bangunan tersebut. Kenyataan

sesungguhnya adalah bahwa bangunan tersebut secara struktural memang tidak 

memenuhi syarat antara lain karena tidak memperhitungkan faktor gempa atau

dalam perhitungan struktur menggunakan angka keamanan yang sangat kecil.

Jika laporan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh para pakar dibidangteknik struktur, ahli gempa dari suatu Lembaga yang berkompeten dan

independen seperti Laboratorium Struktur Fakultas Teknik UGM menyimpulkan

 bahwa kerusakan konstruksi dan bangunan tersebut misalnya karena gempa bumi

yang terjadi melebihi intensitas gempa yang telah diperhitungkan dalam analisis

struktur bangunan tersebut, maka kerusakan yang terjadi adalah murni suatu

 bencana alam dan bukan kelalaian atau kesalahan manusia (human error).

Berdasarkan informasi dari Laboratorium Stuktur FT-UGM, gempa yang

terjadi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini bersifat tiga dimensi

(berbeda dengan gaya gempa yang pada umumnya bersifat lateral).

Bila hal ini terjadi maka baik Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa secara

hukum bebas dari tanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena kerusakan

tersebut murni sebagai bencana alam.

Sebaliknya jika terbukti bahwa bangunan tersebut tidak sanggup menahan

gaya gempa karena factor gempa memang tidak dimasukkan kedalam perhitungan

analisis struktur atau perhitungan strukturnya sendiri secara keseluruhan memang

tidak memenuhi syarat, maka kerusakan yang terjadi tidak dapat digolongkan

sebagai kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan.

2.3 Kategori kerusakan 

Dari uraian tersebut dalam butir 2.2 dapat disimpulkan bahwa:

a. Walaupun akibat yang timbul adalah sama yaitu terjadi kerusakan

terhadap konstruksi dan bangunan namun penyebab kejadian tersebut

Page 5: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 5/12

 

  berbeda dan hal ini menimbulkan konsekwensi hukum yang berbeda

 pula.

  b. Jika kerusakan terjadi, murni karena gempa bumi yang sesungguhnyasudah diperhitungkan dalam analisis struktur namun tetap terjadi diluar 

kekuasaan manusia maka peristiwa tersebut digolongkan sebagai

kerusakan konstruksi (construction damage) atau kerusakan bangunan

(building damage).

c. Sebaliknya kerusakan yang terjadi karena kelalaian manusia yang tidak 

memperhitungkan factor gempa sehingga tidak mampu mengantisipasi

gempa, maka peristiwa tersebut digolongkan sebagai kegagalan

konstruksi (construction failure) atau kegagalan bangunan (building

failure).

d. Secara hukum jika terjadi kerusakan konstruksi atau kerusakan

 bangunan tidak ada pihak yang dapat di tuntut atau diminta pertanggung

 jawaban karena hal tersebut merupakan bencana alam.

e. Namun jika terjadi kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan

maka pihak yang melakukan kesalahan akan ditindak secara hukum

sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku antara

lain Peraturan Pemerintah No. 29/2000 Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 40

ayat 2.

3. SEBAB-SEBAB KERUSAKAN

3.1 S ebab alamiah 

Secara awam dan kasat mata dapat dikatakan bahwa kerusakan atau

kegagalan atas prasarana dan bangunan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya

terjadi akibat gempa bumi yang merupakan bencana alam.

3.2 Sebab yang sesungguhnya

Sebab-sebab yang sesungguhnya dari kerusakan tersebut setelah diselidiki danditeliti secara mendalam adalah sebagai berikut :

a. Kesalahan atau kelalaian manusia :

- dalam perencanaan : tidak memperhitungkan faktor gempa atau perhitungan

struktur yang kurang.

Page 6: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 6/12

 

- dalam pelaksanaan : pengurangan mutu sehingga tidak sesuai perencanaan

dan spesifikasi teknis.

- dalam penggunaan bahan : bahan bermutu rendah.

  b. Murni karena gempa bumi (bencana alam) yang sesungguhnya telah

diantisipasi namun tetap tidak dapat diatasi karena sifat gempa yang terjadi

 berbeda dengan yang biasa terjadi.

c Pemerintah berwewenang mengambil tindakan tertentu bila kegagalan

konstruksi merugikan/mengganggu keselamatan umum (Pasal 33).

4. TANGGUNG JAWAB TERHADAP KERUSAKAN 

4.1 T anggung jawab terhadap kegagalan konstruksi  

Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa

Konstruksi Pasal 32 dan Pasal 33 mengatur mengenai tanggung jawab atas

kegagalan konstruksi yang secara ringkas menyatakan sebagai berikut :

a) Baik Perencana konstruksi, Pelaksana Konstruksi maupun Pengawas

Konstruksi bebas dari kewajiban mengganti/memperbaiki kegagalan

konstruksi karena kesalahan pihak lain (Pasal 32 ayat 1, ayat 2 dan 3)

 b) Penyedia Jasa wajib mengganti/memperbaiki kegagalan konstruksi karenakesalahan sendiri atas biaya sendiri (Pasal 32 ayat 4).

4.2 T anggung jawab terhadap kegagalan bangunan  

Selanjutnya Peraturan Pemerintah yang sama Pasal 40 dan Pasal 41 mengatur 

mengenai tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai berikut :

a) Perencana Konstruksi wajib menyatakan dengan tegas dan jelas tentang

umur konstruksi yang direncanakan dan bila terjadi kegagalan bangunan

karena kesalahannya maka dia hanya bertanggungjawab atas ganti rugi

sebatas hasil perencanaan yang belum/tidak diubah(Pasal 40 ayat 1 dan 2).

  b) Bila terjadi kegagalan bangunan karena kesalahan Pelaksana Konstruksi

atau Pengawas Konstrusi maka tanggungjawab berupa sanksi dan ganti

rugi dikenakan pada yang menanda- tangani kontrak(Pasal 40 ayat 3 dan

4).

Page 7: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 7/12

 

c) Pelaksana Konstruksi wajib menyimpan dan memelihara dokumen

 pelaksanaan sebagai alat bantu jika terjadi kegagalan bangunan (Pasal 41

ayat 1). Dari uraian tersebut butir 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa Peraturan

Pemerintah No. 29/2000 tersebut hanya mengatur mengenai tanggung

 jawab terhadap kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan yang terjadi

karena kesalahan manusia (Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa). Jadi

apabila terbukti (berdasarkan penyelidikan) bahwa kerusakan bangunan

yang terjadi akibat gempa di Yogyakarta baru-baru ini dapat digolongkan

sebagai kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan maka ketentuan

dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku.

4.3 Syarat-s yarat Umum (AV) 41 Pasal 54

Suatu hal yang cukup menarik untuk direnungkan adalah tentang tanggung

 jawab atas konstruksi berdasarkan ketentuan Syarat-Syarat Umum (AV) 41 Pasal

54 ayat 1 c tentang Tanggung Jawab Penyedia Jasa yang berbunyi kurang lebih :

³Penyedia Jasa bertanggung jawab terhadap bangunan selama 5 (lima) tahun

sejak serah terima akhir jika :

³Rencana dibuat Pengguna Jasa namun seharusnya secara wajar Penyedia Jasa

mengetahui sebelumnya bahwa rencana tersebut kurang sempurna dan perlu

dirubah tapi hal tersebut tidak dilaporkan kepada Pengguna Jasa´.

Ketentuan tersebut sangat menarik dimana suatu Penyedia Jasa dituntut untuk 

memiliki profesionalisme yang memadai walaupun bukan dia yang membuat

 perencanaan dan hal ini telah diatur pada tahun 1941 (65 tahun yang lalu).

Sayang sekali ketentuan yang sangat baik ini tidak terdapat lagi dalam

Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18/1999 dan PP No. 29/2000.

5. GANTI RUGI ATAS KEGAGALAN BANGUNAN

5.1 Ganti rugi melalui asuransi 

Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan JasaKonstruksi Pasal 46, 47 dan 48 mengatur mengenai ganti rugi dalam hal terjadi

kegagalan bangunan yang secara singkat berbunyi antara lain :

³Pelaksanaan ganti rugi melalui pihak ketiga/asuransi (Pasal 46 ayat 1),

  besarnya kerugian ditetapkan oleh penilai ahli yang bersifat final dan mengikat

(Pasal 47), biaya penilai ahli menjadi beban pihak yang bersalah (Pasal 48 ayat 1)

Page 8: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 8/12

 

dan selama penilai ahli bertugas biaya pendahuluan ditanggung Pengguna Jasa

(Pasal 48 ayat 2) ´.

Dari uraian tersebut dalam butir 5.1 terlihat bahwa PP No. 29/2000 hanyamengatur ganti rugi melalui asuransi yang disepakati dalam kontrak kerja

konstruksi.

5.2 Pen yelidikan asuransi 

Untuk bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumu di

Yogyakarta baru-baru ini perlu diselidiki dengan teliti apakah diasuransikan dan

apa saja persyaratan yang tercantum dalam Surat Polis Asuransi tersebut.

6. PERAN DAN FUNGSI FORENSIC ENGINEERING

6.1 Peran dan fungsi secara umum

Secara garis besar peran dan fungsi Forensic Engineering dalam

 penanggulangan kerusakan/kegagalan bangunan adalah sebagai berikut :

a. Sebagai langkah darurat, atas permintaan pemilik bangunan memeriksa dan

menyelidiki kelayakan bangunan dan menetapkan apakah suatu bangunan

atau prasarana yang mengalami kerusakan tersebut akibat gempa, masih

layak huni atau layak pakai dan memberikan petunjuk-petunjuk mengenai

langkah-langkah pengamanan darurat atas bagian yang mengalamikerusakan.

 b. Atas permintaan pemilik bangunan atau Perusahaan Asuransi meneliti lebih

lanjut tingkat kerusakan bangunan dan cara-cara perbaikan serta membuat

 perhitungan biaya perbaikan bangunan.

c. Meneliti lebih lanjut (atas permintaan pemilik bangunan) sebab-sebab yang

sesungguhnya terjadi kerusakan dengan meneliti seluruh perhitungan

struktur, melakukan serangkaian pengetesan termasuk pengetesan tanpa

merusak komponen bangunan (Non Destructive Test) dengan Ultra Sono

Grafi (USG), Hammer Test dan lain-lain.

d. Menyusun laporan lengkap mengenai sebab- sebab kerusakan dan

menetapkan pihak yang bertanggung jawab mengenai terjadinya kerusakan

disertai rekomendasi perbaikan gedung tersebut secara menyeluruh.

Page 9: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 9/12

 

6.2 Pengertian Forensic Engineering 

Rangkaian penyelidikan dan penelitian tersebut dalam butir 6.1 dilakukan oleh

  para pakar di bidang teknik struktur, gempa bumi, geologi dan sebagainya darisuatu Laboratorium Strukstur yang dikenal dengan istilah Forensic Engineering.

Di Indonesia Perguruan Tinggi yang telah memiliki peralatan pengetesan untuk 

kegiatan Forensic Engineering adalah Fakultas Teknik Universitas Indonesia,

Institut Teknologi Bandung dan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

7. PERAN ASURANSI

Dalam kaitan dengan peristiwa gempa di Yogyakarta baru-baru ini banyak 

 bangunan yang rusak tersebut telah diasuransikan terhadap bencana alam sepertigempa bumi, karena kesadaran terhadap asuransi sudah meningkat (insurance

minded). Namun permasalahannya tidaklah mudah. Disatu pihak pemilik 

  bangunan pemegang polis asuransi ingin cepat mendapatkan pembayaran klaim

asuransi.

Dilain pihak Perusahaan Asuransi tidak begitu saja bersedia membayar 

klaim asuransi tanpa menyelidiki terlebih dulu apakah peristiwa yang terjadi

memang termasuk resiko yang diasuransikan, berapa nilai kerusakan, apa kriteria

yang dipakai untuk menetapkan bahwa bangunan tersebut sudah tidak layak huni

(total lost) sehingga harus dibangun baru, misalnya.

Serangkaian pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban yang tepat dan

  benar dari suatu Lembaga yang kompeten dan independen. Dengan kata lain

  permasalahan asuransipun membutuhkan jasa Forensic Engineering. Dalam hal

Perusahaan Asuransi tidak mempercayai hasil laporan Forensic Engineering yang

ditunjuk pemilik bangunan, maka perusahaan asuransi tersebut dapat meminta

  pendapat kedua (second opinion) kepada Lembaga Forensic Engineering lain

didalam atau diluar negeri, tentunya atas biaya sendiri.

Dalam hal Perusahaan Asuransi tidak mempercayai hasil laporan Forensic

Engineering yang ditunjuk pemilik bangunan, maka perusahaan asuransi tersebut

dapat meminta pendapat kedua (second opinion) kepada Lembaga Forensic

Engineering lain didalam atau diluar negeri, tentunya atas biaya sendiri.

Page 10: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 10/12

 

8. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

8.1 Kesimpulan : 

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan

sebagai berikut:

a. Ternyata bangunan dan prasarana yang rusak akibat gempa dan tsunami

yang terjadi bulan Juni 2006 yang lalu didaerah Yogyakarta dan

sekitarnya, diluar rumah tradisional penduduk kebanyakan adalah justru

 bangunan yang tergolong berusia muda (10-30 tahun).

  b. Bangunan yang dibangun dalam kurun waktu 1950-1970 (Usia 40-50

tahun) malahan sama sekali tidak mengalami kerusakan walaupun

dibangun dengan teknologi yang sederhana.

c. Jadi, nampaknya telah terjadi pengurangan atau krisis mutu (quality

crisis) dari bangunan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini. Hal ini

merupakan suatu ironi dibandingkan dengan kemajuan teknologi.

d. Kemungkinan kerusakan yang terjadi disebabkan karena salah satu dari

dua hal berikut yaitu memang akibat gaya gempa yang tidak dapat

diantisipasi sebelumnya, atau gempa tersebut hanya merupakan alat

  pemicu saja terjadinya kerusakan karena memang bangunan tersebut

secara struktural tidak kuat.

e. Dengan kejadian gempa tersebut orang mulai menyadari arti penting

  peran dari suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan nama Forensic

Engineering yang dapat menyelidiki dan meneliti dengan tingkat

ketepatan yang tinggi mengenai sebab-sebab kerusakan bangunan,

tingkat kerusakan, pengujian komponen bangunan serta penyelidikan

struktur bangunan.

f. Gempa tersebut yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini

menyadarkan orang tentang pentingnya aspek hukum sehubungan

dengan sebab-sebab kerusakan, pihak yang bertanggung jawab dan

ganti rugi dalam upaya menegakkan hukum.

8.2 S aran-saran 

Untuk mengantisifasi kejadian yang serupa (gempa bumi) dimasa

mendatang kiranya perlu disampaikan beberapa saran sebagai berikut :

Page 11: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 11/12

 

10

a. Bangunan yang berada di Yogyakarta termasuk yang mengalami

kerusakan dan dalam tahap pelaksanaan harus diteliti apakah

kekokohan strukturnya sudah memperhitungkan factor gempa atau

 belum.

 b. Dalam hal terbukti suatu bangunan tertentu ternyata tidak kuat menahan

gaya gempa karena tidak diperhitungkan dalam analisis struktur, maka

 pihak yang bersalah harus dimnta pertanggung jawaban dan ganti rugi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Memperketat izin mendirikan bangunan agar memenuhi seluruh

 persyaratan, termasuk factor gempa.

d. Perusahaan asuransi sebaiknya menggunakan jasa Forensic Engineering

untuk menetapkan tingkat kerusakan dari suatu bangunan baik yangrusak karena gempa kebakaran, penjarahan atau sebab lain.

e. Pemilik bangunan dan perusahaan asuransi sebaiknya menggunakan jasa

konsultan hokum yang mengerti hukum konstruksi untuk 

mengantisipasi klaim asuransi yang timbul.

Page 12: Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA

5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 12/12

 

11

DAFTAR PUSTAKA

Http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Rk8lH0KT6BwJ:aariansyah.fil

es.wordpress.com/2010/02/nazarkhan-yasin-aspek-hukum-dalam-penanganan-

masalah-

kerus.pdf+masalah+konstruksi+bangunan+ditinjau+dari+aspek+hukum&hl=i

d&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjZCaLxaSy1Qqdbmvbo2UgzQlyTqHjiGZ6

gjihB440aSkuaT4P9oWI-UXShcRP1F0ZG-HjAubP46VL4siNPjMFr 

R9wBUOUIsRJ79baHIVBmXSsiGoVSDQ6FrQy5Mpi8xcw9Sh9&sig=AHIE

tbSpj wweHM6O0S6Rhjw39Q-228tOA

Undang-Undang No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi Peraturan Pemerintah

 No. 29/2000 tentang Penyelenggraaan Jasa Konstruksi

Soekarsono Malangjoedo, Syarat-Syarat Umum (Algemene Voorwaarden) AV

41.