Upload
agung-yuriandi
View
1.144
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pemprovsu sebagai penguasa di daerah Sumatera Utara berkewajiban untuk meningkatkan PARD masyarakat daerahnya. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan bank pembangunan daerah. Hal tersebut ditempuh agar PARD meningkat, penerimaan PAD juga meningkat.... Namun, yang menjadi kejanggalan adalah DPRD dan Pemprovsu masih bingung ingin menyertakan APBD ke PT. Bank Sumut ataukah membangun sarana dan prasarana rakyat....
Citation preview
1
ASPEK HUKUM PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
PADA PT. BANK SUMUT
Oleh : Agung Yuriandi
Medan 2011
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di suatu daerah maka,
diperlukan sumber-sumber penyediaan modal guna membiayai kegiatan usaha.
Dengan demikian modal yang diperlukan untuk kegiatan suatu usaha dapatlah disebut
juga sebagai faktor produksi yang sejajar dengan faktor-faktor produksi lainnya
seperti tenaga kerja, peralatan mesin-mesin, bahan baku, kemampuan teknologi,
manajemen dan lain sebagainya. Adapun sumber utama dari modal tersebut salah
satunya adalah Bank. Aktivitas pertama dalam dunia perbankan adalah menghimpun
dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah funding. Pengertian
menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dari
masyarakat luas. Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat,
maka oleh perbankan dana tersebut disalurkan kembali atau dijualkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending).
Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit
(debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi. Sedangkan bagi bank yang
berdasarkan prinsip syariah dapat berdasarkan bagi hasil atau penyertaan modal. 1
Bentuk hukum suatu lembaga yang berusaha di bidang perbankan berdasarkan
ketentuan terakhir, yakni Pasal 21 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, hanya terdiri
1 Hartono Ginting, “ Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap
Persetujuan Pemberian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, (Medan : Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2010), hal. 1.
3
dari : 1). Perseroan Terbatas; 2). Koperasi; dan 3). Perusahaan Daerah.2 Sementara
itu, untuk Bank Pembangunan Daerah dan Bank Perkreditan Rakyat – kecuali bentuk-
bentuk usaha di atas – diberikan ketentuan “bentuk lain yang ditetapkan dengan
peraturan daerah” yang tidak jelas bentuknya, apalagi yang diakui oleh undang-
undang yang berkaitan dengan bentuk hukum perusahaan yang berlaku di Indonesia;
apakah kembali ke bentuk perusahaan dagang biasa (perseorangan), bentuk
komanditer atau kembali lagi ke bentuk persero yang sudah dihindari oleh Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998.3
Adapun kata “Persero” dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
masih ada, dalam undang-undang yang baru (Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan) juga masih dipertahankan, perkataan “Persero” ini kelanjutan dari
ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1969.4 Banyak dari Bank Milik
Negara sekarang ini menyebutkan namanya sebagai “PT.(Persero)” sebagai akibat
dari perubahan pada Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 (dari yang semula
bentuk hukumnya Perusahaan Negara yang masing-masing berdasarkan undang-
undang khusus dan bilamana diubah lagi akan memerlukan dana dan proses yang
2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.
3 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogjakarta : Kanisius, 2009), hal. 29.
4 Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-B entuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesi a Nomor 2904.
4
panjang), tampaknya pembentuk undang-undang sekarang ini menganggap “Persero”
tersebut sudah tidak ada artinya lagi.5
Mengenai Perusahaan Daerah sebagai salah satu bentuk hukum perusahaan
yang diizinkan untuk berusaha di bidang perbankan, semula ketentuannya mengacu
pada kewenangan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962, dimana
Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) memberikan wewenang pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendirikan
Perusahaan Daerah yang berusaha di bidang perbankan.6 Ketentuan ini memperoleh
nuansa yang baru, yakni dengan berlakunya Otonomi Daerah yang ditetapkan dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 7 dan Undang-
Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.8
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dalam Bagian Menimbang huruf a., menyebutkan :
“bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
5 Gunarto Suhardi, Loc.cit., hal. 29-30. 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 59. 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437.
8 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438.
5
Bertolak dari ketentuan di atas secara tersirat ada pemisahan kekuasaan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah perlu berdaya
upaya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Dalam
ketentuan perimbangan keuangan mengatur tentang hubungan antara pusat dan
daerah agar adil dan selaras. Dalam hal ini, pendirian bank daerah baik milik Pemda
maupun Swasta Daerah sangat bermanfaat bagi daerah, karena selain memperlancar
keuangan daerah juga untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD).9
Bank Sumut atau dulunya disebut Bank Pemerintah Daerah Sumatera Utara
(BPDSU) adalah sebuah Lembaga Keuangan yang berfungsi untuk mengumpulkan
uang yang ada di daerah, atau dapat juga disebut dengan tempat Pemerintah Daerah
melakukan penyimpanan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (ABPD).10 Usaha
Pemda dalam mendirikan bank-bank daerah dan perusahaan-perusahaan daerah ini
jauh lebih sehat daripada menggantungkan diri untuk memperoleh PAD dari pajak
atau pungutan-pungutan daerah semata, yang terasa membebani rakyat dan pada
tahun 2010 ini justru digalakkan Pemda. Prinsipnya adalah bahwa PAD berasal dari
pajak daerah, maka terlebih dahulu harus ada Pendapatan Asli Rakyat Daerah
(PARD) sebab bagaimana mungkin rakyat membayar pajak daerah kalau tidak ada
pendapatan rakyat terlebih dahulu. Usaha Pemda untuk menggerakkan perekonomian
daerah yang bukan hanya semata-mata menggantungkan diri pada sumber kekayaan
alam daerah adalah hal yang penting. Perekonomian daerah yang berasal dari
9 Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 30. 10 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355.
6
kreativitas warga, menarik investor, dan mengembangkan industri teknologi tepat
guna bukan hanya dapat dan menjadi hak daerah, tetapi berdasarkan Pasal 11 ayat (2)
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 justru menjadi kewajiban daerah. 11
Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT) dikenal ada 3 (tiga) unsur dari suatu perusahaan yaitu : pengurus perusahaan
(direksi), pengawas perusahaan (komisaris), dan pemegang saham. Permodalan dalam
suatu bank daerah yang sudah pasti berasal dari pemegang saham. Pemegang saham
bertugas untuk menyuntikkan modal yang kegunaannya tidak lain adalah untuk
menunjang operasional bank.12
Modal adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik (pemegang saham)
dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan
usaha bank di samping memenuhi peraturan yang ditetapkan. Dalam perkembangan
kegiatan operasi perusahaan modal tersebut dapat berkurang akibat terjadinya
kegagalan atau kerugian usaha. Pertambahan modal berasal dari keuntungan usaha
atau sumber lainnya yang diperoleh. Selain itu posisi modal juga akan mempengaruhi
keputusan-keputusan manajemen dalam hal pencapaian tingkat laba di satu pihak dan
kemungkinan timbul resiko di pihak lain. Permodalan yang terlalu besar, akan dapat
mempengaruhi jumlah perolehan laba bank. Sedangkan modal yang terlalu kecil di
samping akan membatasi kemampuan ekspansi bank juga akan mempengaruhi
11 Gunarto Suhardi, Loc.cit., hal. 30. 12 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hal. 112-113.
7
penilaian khsusnya para deposan13, debitor dan juga pemegang saham bank. Dengan
kata lain, besar kecilnya permodalan bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap kemampuan keuangan bank yang bersangkutan.14
Penggunaan modal bank secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan
berbagai tujuan guna menunjang kegiatan operasional bank. Jumlah modal suatu bank
dianggap tidak mencukupi apabila tidak memenuhi maksud-maksud tersebut. Dalam
manajemen bank umum penetapan jumlah kebutuhan modal merupakan masalah
yang cukup kompleks. Kesulitan tersebut antara lain menentukan penggunaan dan
kebutuhan modal bank. Pada dasarnya memutuskan tujuan modal jauh lebih
sederhana karena tujuan modal bank dengan modal perusahaan non bank dapat
dikatakan tidak jauh berbeda.15
Fungsi utama modal bank umum pada prinsipnya ada 3 (tiga), yaitu fungsi
operasional, fungsi perlindungan, dan fungsi pengaturan. Dari ketiga fungsi utama
tersebut, fungsi modal bank dapat disimpulkan untuk16 :
1. Melindungi deposan dengan menyanggah semua kerugian atau bila terjadi
insolvensi dan likuidasi, terutama bagi sumber dana yang tidak diasuransikan;
2. Untuk memenuhi kebutuhan gedung kantor, inventaris guna menunjang
kegiatan operasional dan aktiva tidak produktif lainnya;
3. Memenuhi ketentuan permodalan minimum, yaitu untuk menutupi
kemungkinan terjadi kerugian pada aktiva yang memiliki resiko yang tidak
13 Deposan adalah orang yang melakukan deposito pada sebuah bank dan boleh mengambil bunganya terhadap uang yang didepositokan setiap bulannya. Sumber : Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 109.
14 Rachmadi Usman, Loc.cit. 15 Ibid. 16 Ibid.
8
dapat diperkirakan, sehingga operasi bank dapat tetap berjalan tanpa
mengalami gangguan yang berarti;
4. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat mengenai kemampuan bank
memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo dan memberi keyakinan
mengenai kelanjutan operasi bank meskipun terjadi kerugian.
Dengan demikian, modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank
dalam rangka pembangunan usaha dan menampung resiko kerugian. Oleh karena itu,
Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter melalui Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 26/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 mewajibkan semua bank
untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari aktiva
tertimbang menurut resiko. Penetapan ini sejalan dengan pedoman permodalan yang
berlaku secara internasional seperti yang ditetapkan Bank for International
Settlement. Penetapan persentase modal minimum bank tersebut mengingat kegiatan
perbankan Indonesia dewasa ini secara bertahap mengikuti globaliasi perbankan.
Agar perbankan Indonesia dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing
dengan perbankan internasional, permodalan bank senantiasa harus mengikuti ukuran
yang berlaku secara internasional seperti yang ditetapkan Bank for International
Settlement, dimana masing-masing negara dapat melakukan penyesuaian dalam
penerapan prinsip-prinsip perhitungan permodalan dengan memperhatikan kondisi
perbankan setempat. Oleh karena itu, dalam penerapan perhitungan modal di
Indonesia terdapat beberapa penyesuaian dengan usaha yang telah dilakukan oleh
9
dunia perbankan di Indonesia, namun secara umum prinsip-prinsip yang ditetapkan
oleh Bank for International Settlement telah diterapkan.17
Modal standar bank sebagaimana dimaksud oleh Bank for International
Settlement Part 2 : The First Pillar – Minimum Capital Requirements dalam Basel II
: International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A
Revised Framework – Comprehensive Version June 2006, adalah sebagai berikut18 :
“I. Calculation of minimum capital requirements, in Act No. 40 : Part 2 presents the calculation of the total minimum capital requirements for credit, market and operational risk. The capital ratio is calculated using the definition of regulatory capital and risk-weighted assets. The total capital ratio must be no lower than 8%. Tier 2 capital is limited to 100% of Tier 1 capital”.
Sejalan dengan isi Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, pada Pasal 2 ayat 1 yang
mengatakan bahwa : “Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan
perseratus) dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) terhitung sejak akhir
bulan Desember 2001”.19
17 Ibid., hal. 114. 18 Bank for International Settlement, International Convergence of Capital Measurement and
Capital Standards : A Revised Work June 2006, (Basel : Basel Committee on Banking Supervision Press & Communications, 2006), hal. 12.
19 Dalam perbankan baik Bank Konvensional maupun Bank Syariah ada aturan dari Bank Indonesia yaitu mengenai kemampuan menanggung resiko Bank tersebut terutama terhadap pembiayaan/kredit, pendanaan dan permodalan. Untuk mengukur resiko tersebut dibuatkan aturan dan rasio yang tel ah ditetapkan Bank Indonesia, dan disebut dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko). Dimana perbankan diwajibkan memiliki ATMR minimal 8%, apabila kurang dari 8% maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan Bank t ersebut. Kaitannya dengan pembiayaan adalah agar ATMR dikurangi dari 50% menjadi 25%, terkait dengan masalah resiko tersebut, mempengaruhi nilai ATMR dan kesehatan Bank menjadi menurun. Akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap modal dan kinerja, karena kalau nilai ATMR menurun terus bisa jadi harus menambah modal disetor ke Bank tersebut. Sumber : Bank Indonesia, International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework June 2004, Unoffi cial Translation by Directorate of Banking Research and Regulation, (Jakarta : Bank Indonesia, 2004), hal. 16.
10
Kewajiban penyediaan modal minimum tersebut berlaku bagi semua bank,
termasuk Bank Pembangunan Daerah. Dalam hal bank yang berkantor pusat di
Indonesia, perhitungan modal didasarkan pada laporan keuangan gabungan yang
meliputi semua kantor cabang suatu bank yang berkantor pusat di luar negeri, laporan
keuangan gabungan tersebut meliputi seluruh kantornya di Indonesia. Walaupun
modal bank telah memenuhi minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR) seperti yang dimaksud di atas, tetapi jika menurut penilaian bank
tersebut atau Bank Indonesia terdapat faktor lain yang dapat menambah resiko di luar
resiko-resiko yang telah dihitung secara kuantitatif, maka bank perlu menyediakan
modal yang lebih dari 8%.20 Faktor lain tersebut maksudnya adalah alasan kenapa
suatu bank butuh penyertaan modal tambahan di dalamnya. Dalam hal PT. Bank
Sumut mengenai faktor lain tersebut adalah terkait dengan tingginya permintaan
kredit/pembiayaan proyek pembangunan pemerintah sehingga modal yang sudah ada
tidak mencukupi untuk penyaluran kredit/pembiayaan tersebut.
Berdasarkan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/KEP/DIR tanggal 29
Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, yang kemudian
ditindaklanjuti oleh Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/2/BPPP tanggal 29 Mei
1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat,
pengertian modal bagi bank dibedakan antara modal bank yang didirikan dan
berkantor pusat di Indonesia dan modal kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri.21
20 Rachmadi Usman, Op.cit. 21 Ibid.
11
Dalam usaha bank untuk mengumpulkan dana minimal tersebut, sudah barang
tentu bank harus mengenal sumber-sumber dana yang terdapat di dalam berbagai
lapisan masyarakat dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Dalam garis besarnya
sumber dana bagi sebuah bank ada 3 (tiga), yaitu22 :
1. Dana yang bersumber dari bank sendiri;
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas; dan
3. Dana yang berasal dari Lembaga Keuangan, baik berbentuk bank maupun
non-bank.
Dana yang bersumber dari bank sendiri ini adalah dana berbentuk modal setor
yang berasal dari para pemegang saham dan cadangan-cadangan serta keuntungan
bank yang belum dibagikan kepada para pemegang saham. Dana yang berasal dari
masyarakat luas ini umumnya berbentuk simpanan yang secara tradisional disebut
sebagai Giro, Deposito, dan Tabungan, sedangkan dana yang berasal dari lembaga-
lembaga keuangan pada umumnya diperoleh bank dalam bentuk pinjaman. Sebagai
catatan, perlu diperhatikan bahwa dalam buku Ikhtisar Ketentuan-Ketentuan
Perbankan Indonesia (IKPI) Jilid II yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, sumber
dana yang berasal dari masyarakat dan dari lembaga keuangan tersebut dicakup
sebagai “sumber dana dari pihak ketiga”.23
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang sekarang menjadi
Bank Sumut memiliki pemegang saham yang tidak lain adalah Pemerintah Provinsi
22 Thomas Suyatno, et.al., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
1999), hal. 32. 23 Ibid., hal. 32-33.
12
Sumatera Utara, Pemerintah Kota, maupun Pemerintah Kabupaten.24 Pemerintah
Provinsi, Kota, dan Kabupaten menyetorkan modalnya kepada Bank Sumut sesuai
dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) PT. Bank Sumut itu sendiri. Jumlah
besaran modal yang disetorkan berbeda-beda antara satu dengan yang lain tergantung
dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing daerah. Inilah
yang disebut dengan penyertaan modal. Penyertaan modal yang dilakukan Pemda
disini dimasukkan ke dalam jenis permodalan yaitu : jenis dana yang berasal dari
lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) menyatakan bahwa upaya
pengembangan modal Bank Pembangunan Daerah (BPD) kerap terhambat oleh
persetujuan pemegang saham. BPD sering kesulitan meyakinkan pemegang saham
bahwa penambahan modal sangat penting.25 BPD merupakan bank milik Pemda.
Dengan demikian, segala tindakan yang dilakukan oleh BPD harus meminta
persetujuan dari pemerintah dan dewan. Hal ini juga dipersulit dengan aturan-aturan
yang berbelit-belit mengenai penambahan modal. Penambahan modal menurut Pasal
3 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Bank Pembangunan Daerah harus dilakukan dengan cara penerbitan Peraturan
Daerah.26
24 Bank Sumut, “Info Saham”, http://www.banksumut.com/saham.php., diakses pada 16
Februari 2011. 25 Tempointeraktif, “Permodalan BPD Terhambat Pemerintah Daerah”,
http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/09/26/brk,20100926-280664,id.html., diakses pada 16 Februari 2011.
26 Pasal 3 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, yang menyebutkan bahwa : “ Bank didirikan dengan Peraturan Daerah Daswati I yang bersangkutan at as kuasa Undang-Undang ini”.
13
Bank Indonesia dalam kedudukannya sebagai Bank Sentral yang bertugas
mengawasi setiap gerak-gerik bank-bank yang ada di Indonesia meminta BPD untuk
terus meningkatkan modalnya di atas permodalan minimum yaitu 8% sekitar Rp. 100
miliar. Keinginan BPD untuk menjadi tuan rumah di daerahnya baru bisa terwujud
apabila didukung sepenuhnya terutama dalam hal permodalan. Kontribusi BPD
kepada daerahnya akan lebih signifikan jika modal terus ditambah. Tambahan modal
diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan terhadap nasabah seperti
penyediaan sarana teknologi informasi dan pembukaan cabang-cabang baru.27
Dalam tingkat persaingan usaha sekarang ini, pelayanan nasabah menjadi
perhatian pokok yang sangat penting. Kualitas pelayanan kepada nasabah berasal dari
dukungan sarana Informasi dan Teknologi (IT) yang memadai. Padahal, dalam hal
belanja sarana komunikasi dan informasi teknologi tidaklah murah dan hanya dapat
dilakukan dengan modal yang kuat. Hal ini penting untuk dibicarakan dan dilakukan
oleh Pemda sebagai pemegang saham BPD. Pemegang saham BPD harus disadarkan
dengan pendidikan pengetahuan terhadap dunia perbankan akan menjadi penggerak
yang lebih efektif bagi perekonomian daerah.28
Total aset 26 BPD per Juni 2010 sebesar Rp. 237,9 triliun, tumbuh 18,6% dari
bulan Desember 2009 sebesar Rp. 200,54 triliun. Total kredit mencapai Rp. 132,74
triliun dengan dana pihak ketiga Rp. 198,67 triliun. Laba semester pertama 2010
mencapai Rp. 4,06 triliun.29 Dalam hal Bank Sumut menyertakan modalnya sebesar
Rp. 291,83 miliar pada tahun 2008 dan begitu juga pada tahun 2007. Tambahan
27 Tempointeraktif, “Permodalan BPD Terhambat Pemerintah Daerah”, Loc.cit. 28 Ibid. 29 Ibid.
14
penyetoran modal tahun 2007 oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta seluruh
Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 23,05 miliar telah
disyahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan pada
tanggal 10 Juni 2008. Modal disetor sampai dengan tahun 2008 sebesar Rp. 468,78
miliar dengan nilai nominal untuk setiap lembar saham sebesar Rp. 10.000,-.30
Penyertaan modal yang dilakukan oleh pemerintah ini didasari oleh Peraturan
Pemerintah No. 35 Tahun 1999.31
Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan pada Pasal 2 ayat (2) huruf b
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 bahwa “Nilai penyertaan modal negara
pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, sebesar Rp. 302,871 miliar”.
Pelaksanaan penyertaan modal dilakukan dengan aturan yang dibuat oleh Menteri
Keuangan berdasarkan Pasal 3 ketentuan tersebut. Untuk divestasinya dilakukan
dengan Keputusan Menteri Keuangan juga disebut pada Pasal 4. Peraturan pelaksana
untuk penyertaan modal ini juga diatur oleh Menteri Keuangan. Hal inilah yang
mengakibatkan proses penyertaan modal itu berbelit-belit. Walaupun sudah menjadi
kewenangan daerah untuk berusaha sendiri dalam hal peningkatan PAD namun tetap
saja harus meminta Keputusan Menteri Keuangan, artinya tetap berhubungan dengan
pemerintah pusat.
30 Bank Sumut, “ Info Saham”, Op.cit. 31 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 79.
15
Belum lagi dipermasalahkan dengan persetujuan DPRD. Saling berargumen
antara menambahkan modal untuk PT. Bank Sumut atau untuk rakyat adalah hal yang
paling sering dibicarakan dalam rapat-rapat di DPRD Sumut. Bank Daerah yang
dimiliki oleh pemerintah daerah ini sudah ada sejak tahun 1980-an dan diberikan
keleluasaan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Namun, PT. Bank Sumut
belum menunjukkan prestasi yang cemerlang dalam hal memberikan PAD bagi
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jika, Bank Sumut berargumen penyertaan
modal perlu dilakukan lagi maka DPRD berargumen bahwa pembangunan untuk
rakyat yang perlu ditingkatkan.32
Hal di atas diperburuk oleh kepengurusan perusahaan yang lebih
mengutamakan relasi dan koneksi. Dapat dilihat pada saat mengantri di bank selalu
saja ada yang memotong dengan menyebutkan relasi atau “kenal” dengan pejabat-
pejabat penting di perusahaan tersebut. Kinerja yang seperti inilah yang dapat
mencoreng bank tersebut. Kembali ke sudut pandang DPRD Sumut yang
mengatasnamakan rakyat, namun setiap anggota dewan hanya memikirkan golongan
dan pribadi saja dengan bermain proyek-proyek pembangunan pada setiap instansi
pemerintah seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jadi, apabila ada
“memo” dari anggota dewan yang bermain tersebut maka pihak-pihak yang
32 Rajawali News, “ Minta Dana Penyertaan Modal Rp. 150 M, Bank Sumut Jangan Bebani
APBD”, http://rajawalinews.com/2011/minta-dana-penyertaan-modal-rp150-m-bank-sumut-jangan-bebani-apbd/., diakses pada 16 Februari 2011.
16
melaksanakan proyek akan dengan mudah meminta modal untuk melaksanakan
proyek dari SKPD tersebut.33
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka judul penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut”.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang sudah dipaparkan maka rumusan masalah
dalam tulisan ilmiah ini, antara lain :
1. Bagaimana pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut?
2. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sehubungan
dengan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut?
3. Bagaimana ketentuan atau kebijakan mengenai pembagian deviden pada PT.
Bank Sumut dari penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara sebagai pemegang saham setiap tahunnya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek hukum penyertaan modal
pemerintah daerah dalam hal membangun masyarakat daerahnya melalui penyertaan
modal dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bertolak dari rumusan
33 Gagah Rezkiawan Sinaga, “ Analisis Penerapan Sistem Antrian pada Proses Transaksi di
PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, (Medan : Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2010).
17
masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini, antara
lain :
1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut;
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
sehubungan dengan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut; dan
3. Untuk menganalisis ketentuan atau kebijakan pembagian deviden dari
penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
sebagai pemegang saham setiap tahunnya.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
b. Memperkaya khasanah kepustakaan dalam hal literatur mengenai
penyertaan modal yang masih sedikit.
2. Secara Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan
PT. Bank Sumut dalam hal bersinergi dan berkolaborasi untuk
meningkatkan PAD.
18
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (sebagai nasabah) agar
terbentuk peraturan dan kebijakan yang mampu meningkatkan
pembangunan ekonomi daerah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara
maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum, bahwa
penelitian dengan judul “Peranan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam
Penyertaan Modal di PT. Bank Sumut” belum pernah dilakukan. Namun, jika
ditelusuri dengan kata kunci “penyertaan modal bank sumut” maka hasil yang
didapat, adalah Tesis dengan judul “Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk
Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit (Debt To Equity Swap)” yang dilakukan di
Medan pada tahun 2005 oleh Syapri Chan dan dibimbing oleh Bismar Nasution,
Zulkarnain Sitompul, dan Ningrum Natasya Sirait.
Penelitian tersebut di atas memiliki rumusan masalah dan kajian yang
berbeda. Penelitian lanjutan ini mengkaji mengenai peranan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara dalam penyertaan modal di PT. Bank Sumut. Penelitian ini juga
menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah dengan cara mencantumkan pada
footnote seluruh nama pengarang pada tulisan yang dikutip. Oleh karena itu,
penelitian ini adalah benar keasliannya baik dilihat dari materi, rumusan masalah, dan
pengkajian materi juga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
19
F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori Hukum digunakan untuk memecahkan permasalahan. Teori hukum
adalah pisau analisis untuk judul “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” adalah bahwa pemerintah bisa
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh PT. Bank Sumut. Cara yang
ditempuh oleh pemerintah daerah tersebut adalah dengan mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda). Perda adalah salah satu produk hukum hasil pemerintah daerah yang
apabila Pemda ingin mengeluarkannya harus dengan persetujuan dari DPRD sebagai
lembaga legislatif.
Masalah ini harus disesuaikan dengan sistem hukum yang sudah ada.
Sehubungan dengan sistem hukum tersebut, ada baiknya mengikuti teori yang
dikemukakan oleh Ludwig von Bertalanffy, yakni The General System Theory, dan
teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam Lord Lloyd of Hampstead mengenai
struktur hukum yang sistematis dan hierarkis. Rasionalitas dari pernyataan ini adalah
bahwa tidak mungkin ada satu peraturan hukum yang berdiri sendiri dalam suatu
ruang hampa karena objek yang diaturnya juga tidak mungkin lepas dari pengaruh
norma-norma hukum yang lain. Norma hukum ini harus saling bekerja sama dan
saling menunjang dalam suatu sistem hukum menuju suatu titik tujuan bersama yakni
berupa kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Norma hukum spesifik, yakni
norma hukum moneter dan perbankan, harus sejalan dengan rangkaian norma hukum
lainnya. Dengan kata lain, norma hukum spesifik tersebut haruslah ditetapkan agar
norma tersebut saling menunjang norma hukum lainnya. Apabila terjadi pertentangan
20
antara norma hukum, maka hakim wajib meluruskan antimoni ini sehingga hukum
tetap dapat bekerja dalam suatu sistem. Itulah sebabnya pembahasan mengenai legal
system menyatakan bahwa suatu proses konvergensi terjadi dalam keseluruhan
hukum yang merupakan suatu sistem yang kompleks, namun teratur dan tertata rapi.34
Untuk menganalisis permasalahan pertama dalam penelitian ini yang dibahas
dalam Bab II, maka pembahasan tersebut adalah hierarki peraturan perundang-
undangan penyertaan modal dimulai dengan Pancasila Sila ke-5 yang mengatakan
bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari sila ke-5 Pancasila
tersebut turun lagi ke UUD 1945 pada Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa :
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat”. Pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang”. Maka dengan dasar itu keluarlah
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan
Daerah.
Pada permasalahan kedua yang akan dibahas pada Bab III, maka pembahasan
tersebut adalah dengan adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah maka setiap daerah dapat mengatur dan mengelola sendiri
keuangannya, begitu juga dengan bank daerahnya. Setiap daerah harus meningkatkan
PARD agar dapat PAD yang tinggi sehingga APBD yang diperoleh menunjukkan hal
yang positif juga. Jadi, daerah-daerah provinsi harus memiliki rencana untuk
membangun sebuah lembaga keuangan di daerahnya. Didukung lagi dengan Undang-
Undang No. 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menginstruksikan
34 Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 14.
21
agar setiap daerah menyimpan uang kas atau APBD di bank-bank daerah masing-
masing.
Selanjutnya muncullah Peraturan Bank Indonesia No. 03/21/PBI/2001 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Peraturan tersebut
mangamanatkan agar setiap daerah melakukan penyertaan modal kepada setiap bank-
bank daerahnya. Bank daerah tersebut di dasari dengan Undang-Undang No. 9 Tahun
1969 tentang BUMN. Namun tidak terlepas juga dengan Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam hal pengaturan di dalamnya.
Penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
kepada PT. Bank Sumut tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dikarenakan dana yang dipakai adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD). APBD adalah anggaran untuk mensejahterakan rakyat daerah. Jadi,
pembahasan mengenai “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” menggunakan teori hukum mengenai
“peranan hukum dalam pembangunan ekonomi”.
Untuk permasalahan ketiga yang akan dipaparkan pada Bab IV maka teori
yang digunakan adalah teori hukum dalam pembangunan ekonomi pertama sekali
dicetuskan oleh Williams Burg dalam bukunya mengenai hukum dalam
pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak
menghambat pertumbuhan ekonomi yaitu stabilitas (stability), prediksi
22
(predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan
khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer).35
Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat
agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas
berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang
saling bersaing (conflict of interest), sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan
untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
perekonomian suatu negara.36 Stabilitas (stability), maksudnya adalah bahwa hukum
itu harus stabil dan tidak cepat berubah. Prediksi (predictability), maksudnya adalah
bahwa setiap ketentuan yang akan keluar berikutnya sudah bisa disikapi dengan baik
oleh masyarakat. Keadilan (fairness), maksudnya adalah bahwa keadilan adalah
tujuan dari hukum itu sendiri. Pendidikan (education), maksudnya adalah bahwa
pendidikan hukum itu penting dalam menjalankan sebuah perusahaan. Lalu,
pengembangan khusus bagi para sarjana hukum ( the special development abilities of
the lawyer), maksudnya adalah bahwa setiap bagian hukum perusahaan tersebut
haruslah memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan yang lainnya.
Stabilitas (stability) pada penyertaan modal disini diartikan bahwa peraturan-
peraturan daerah yang dikeluarkan oleh Pemprovsu dan DPRD agar tidak terus
berubah-ubah seiring dengan perkembangan perekonomian di Sumatera Utara. Jika
Peraturan Daerah yang dikeluarkan memberatkan pengusaha maka akan sulit untuk
mengembangkan usahanya. Dengan begitu akan menghambat para pengusaha untuk
35 Bismar Nasution, “ Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
(Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 36. 36 Ibid., hal. 37-38.
23
mengambil kredit di Bank Sumut. Selanjutnya jika permohonan kredit menurun dan
penyaluran dana untuk kredit berkurang maka akan memberatkan pemerintah itu
sendiri. Hasilnya pelaku usaha tidak mengembangkan usahanya.
Prediksi hukum (predictability) diartikan bahwa setiap peraturan yang
dikeluarkan itu berlaku bagi masyarakat dan setiap instansi. Keberlakuannya itu harus
bisa diperkirakan bagaimana keadaan masyarakat setelah diaplikasikannya peraturan
tersebut. Hukum itu harus dapat diprediksi terkait dengan penyertaan modal yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut. Jika
penyertaan modal dilakukan maka PT. Bank Sumut sudah bisa memperkirakan
dananya tersebut akan digunakan untuk kepentingan nasabah-nasabahnya yang tidak
lain adalah masyarakat daerah Sumatera Utara.
Keadilan hukum (fairness) maksudnya adalah bahwa peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan DPRD harus berdasarkan
atas keadilan hukum. Keadilan tersebut antara pembangunan sarana dan prasarana
bagi rakyat atau penyertaan modal dilakukan kepada PT. Bank Sumut. Dengan
dilakukannya penyertaan modal tersebut, masyarakat daerah Sumatera Utara akan
dapat berusaha melalui kredit lunak atau apapun itu namanya.
Pendidikan hukum (education) adalah bahwa setiap orang harus memiliki
dasar hukum yang baik. Hukum itu berasal dari dalam diri bukan dari intervensi dari
luar. Jika setiap orang yang berhubungan dengan penyertaan modal ini berpendidikan
hukum yang tinggi maka akan tercipta peraturan dan kebijakan yang mengarah
kepada kepentingan rakyat tanpa mengenyampingkan penyertaan modal pada PT.
Bank Sumut.
24
Pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development
abilities of the lawyer), terkait dengan penyertaan modal adalah bahwa antara
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Bank Sumut harus memiliki Sumber
Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian khusus di bidang hukum. Contohnya
dalam menyalurkan kredit PT. Bank Sumut harus memiliki orang-orang yang handal
dalam membuat akad kredit.
Dengan terciptanya hukum seperti yang disebutkan di atas, maka akan
tercapai tujuan hukum dalam pembangunan ekonomi yang tidak lain adalah
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat yang merata akan menciptakan
negara yang makmur (welfare state). Apabila negara makmur maka akan mengangkat
harkat dan martabat bangsa kepada negara lain. Dalam pembangunan ekonomi tidak
terlepas dari ruang lingkup hukum ekonomi.37 Pada negara welfare state, pemerintah
hanya sebagai “penjaga malam” dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Jadi,
pemerintah tidak turut campur tangan terhadap bank-bank pembangunan daerahnya.
Bank-bank tersebut dibiarkan untuk bersaing sendiri. Sehingga akan tercipta
persaingan yang ketat antar bank.
Rachmat Sumitro mengemukakan bahwa hukum ekonomi berkembang karena
ikut campurnya pemerintah dalam soal kepentingan pribadi, dengan demikian hak-
hak dan kepentingan pribadi dibatasi demi kepentingan umum dengan pertimbangan
37 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, (Jakarta : Djambatan, 2000), hal. 1,
menjelaskan bahwa hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Dalam hal ini hukum berfungsi mengatur dan membatasi kegiatan -kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak -hak dan kepentingan masyarakat, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, “ Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan dalam Menghindari Pembubaran (Studi Pada PT. Bank Sumut)”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 36.
25
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Maksudnya adalah bahwa
pemerintah sebagaimana tujuannya didirikan suatu negara, berfungsi memberikan
jaminan perlindungan dan keamanan kepada rakyatnya. Sehingga pada saat itu pula
lahir upaya timbal balik dari rakyat yang merasa terlindungi untuk memberikan trust
yang seluas-luasnya sebagai bentuk kompensasi sehingga dapat melakukan apa saja
yang perlu bagi keselamatan rakyat. Disinilah sebenarnya fungsi awal (pelayanan
atau public service) sebuah pemerintahan diwujudkan.38
Dalam memimpin, unsur kepercayaan (trust) memainkan peranan yang
teramat penting. Tidak mungkin seseorang menjalankan sebuah organisasi atau
perusahaan bila di dalamnya tidak ada unsur kepercayaan baik itu kepercayaan
vertikal39, maupun kepercayaan horizontal40. Kepercayaan (trust) didefinisikan
sebagai kemauan untuk bertumpu pada seseorang yang kita percaya dan yakini. 41
Dari pembahasan di atas, yakni mengenai kondisi umum yang melingkupi usaha
perbankan dan berbagai teori hukum yang relevan menuju ke arah kesejahteraan
seluruh anggota masyarakat, maka jelaslah bahwa pembahasan yang dilakukan yakni
pembahasan norma-norma hukum positif baik berupa peraturan perundang-undangan
maupun berupa norma-norma yang berlaku dalam praktek perbankan yang baik
adalah masih dalam kerangka pembahasan ilmu hukum khususnya dalam kerangka
38 Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan, Suatu Kajian, Teori, Konsep dan
Pembangunannya, (Jakart a : Raja Grafindo Persada, 2006), hal.7, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, Op.cit., hal. 35.
39 Kepercayaan vertikal adalah kepercayaan ant ara masyarakat dengan pemerintah yang berkuasa.
40 Kepercayaan horizontal adalah kepercayaan antar sesama masyarakat dalam hidup rukun bermasyarakat
41 Robby Johan, Leading In Crisis, Praktik Kepemimpinan dalam Merger Bank Mandiri, (Jakart a : Penerbit Bara, 2006), hal 165, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, Op.cit., hal. 36.
26
ketiga lapisan ilmu hukum tersebut. Sehubungan dengan itu, maka pengaturan hukum
bidang ini sudah jelas mutlak diselenggarakan dengan baik. Oleh karenanya, paparan
yang bersifat teknis ekonomis dalam pembahasan ini kiranya juga perlu diikuti
dengan baik untuk memahami karakter berbagai hukum positif yang menyangkut
bidang ekonomi moneter ini.
Selanjutnya untuk mengkaji pandangan mana yang dipakai dalam penulisan
penelitian ini adalah dengan menggunakan Teori Utility oleh Jeremy Bentham yang
mengatakan bahwa kegunaan dari hukum itu adalah demi kemaslahatan rakyat
banyak.42 Sebagai prinsip pedoman kepada kebijakan publik, Bentham mengambil
sebuah pepatan yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf
Skotlandia-Irlandia bernama Francis Hutcheson : “Tindakan yang terbaik adalah yang
memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang”.
Bentham mengembangkan pepatah ini menjadi sebuah filsafat moral, yang
menyatakan bahwa43 :
“benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya (maka motif atau alasan, misalnya : adalah hal yang sama sekali tidak relevan). Konsekuensi yang baik adalah konsekuensi yang memberikan kenikmatan kepada seseorang, sedangkan konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi yang memberikan penderitaan kepada seseorang. Maka dalam situasi apapun, pedoman tindakan yang besar adalah arah memaksimumkan kenikmatan dibandingkan penderitaan, atau dengan kata lain, meminimumkan penderitaan dibandingkan kenikmatan”. Filsafat ini lantas dikenal sebagai Utilitarianisme karena filsafat ini menilai
setiap tindakan berdasarkan utilitasnya, yakni kegunaannya dalam membawakan
42 Mardzelah Makhsin, Sains Pemikiran & Etika, (Malaysia, Selangor : PTS Professional
Publishing, 2006), hal. 116. 43 Bryan Magee, The Story of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, (London : Dorling
Kindersley Limited, 2001), hal. 182-184.
27
konsekuensi-konsekuensi. Para pendukung filsafat ini menerapkan prinsip-prinsip ini
dalam bidang moralitas individu, kebijakan politik, hukum, dan sosial. Filsafat
utilitarian amat kentara mempengaruhi pemerintahan Inggris. The greatest good of
the greataest number, kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar, sudah menjadi
ungkapan keseharian yang sangat akrab di telinga setiap orang.44
Prinsip ini cenderung mudah diterima. Satu-satunya kesulitan dalam
penerapan prinsip ini adalah dalam proses pengambilan keputusan yaitu bagaimana
caranya menghitung konsekuensi-konsekuensi itu. Dalam hal ini, berlakulah prinsip
“setiap orang dihitung sebagai satu, dan tidak seorangpun dihitung lebih dari satu”.
Dampak penerapan prinsip Utilitarian cukup khas dibandingkan filsafat lainnya.
Misalnya, kegiatan seksual apapun, sejauh tidak mengakibatkan penderitaan terhadap
orang lain, bukanlah perkara yang bisa dilarang di mata para Utilitarian meskipun
norma hukum pada masa itu menghukum keras aktivitas seksual tersebut. Di lain
pihak, ada banyak praktek bisnis yang mengakibatkan penderitaan berlebihan kepada
banyak orang, bahkan berpotensi merusak, meskipun menurut norma hukum praktek
bisnis itu sepenuhnya sah. Maka tersebarnya ide-ide Utilitarian telah membantu
terciptanya perubahan-perubahan praktis yang penting dalam masyarakat. Dalam hal
penghukumannya, prinsip Utilitarian mengatur agar hukuman harus cukup keras
sehingga menimbulkan efek jera, tetapi tidak boleh lebih keras daripada itu karena
dapat menimbulkan penderitaan yang tidak perlu. Selama pertengahan kedua abad 19,
prinsip-prinsip Utilitarian telah memasuki institusi pemerintahan dan administrasi di
Inggris. Antara lain, inilah yang membedakan Inggris dan Amerika Serikat yang
44 Ibid.
28
cenderung menekankan hak individu, lebih sulit untuk mengorbankan individu demi
mayoritas, dan lebih tidak rela menerima campur tangan pemerintah.45
Untuk mengatasi kesulitan yang disebutkan di atas maka digunakan teori
Kebijakan Deviden oleh Merton Miller dan Franco Modigliani, yaitu : “kebijakan
dividen tidak berpengaruh baik terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap
biaya modalnya (dividen tidak relevan atau irrelevance dividend policy theory).
Dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung kepada pendapatan yang
dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara
dividen dan laba ditahan (pertumbuhan).46
Apabila menemui kasus yang permasalahannya seperti pedang bermata dua.
Jadi, untuk memilih mana yang paling baik antara pembangunan sarana dan prasarana
demi rakyat ataukah mengalokasikan dana APBD untuk penyertaan modal di PT.
Bank Sumut adalah dengan melihat posisi mana yang lebih banyak diuntungkan Bank
Sumut yang pantas untuk dikembangkan demi meningkatkan PAD atau sarana dan
prasarana rakyat yang diserahkan pengaturannya kepada pemerintah setempat.
Bagaikan pedang bermata dua yang semuanya menguntungkan untuk rakyat.
Jika, APBD dikonsentrasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana
masyarakat, hal ini juga demi kepentingan rakyat. Namun, penyertaan modal di bank
daerah dalam hal ini PT. Bank Sumut perlu juga dilakukan agar bank tersebut dapat
menyalurkan kredit kepada masyarakat agar masyarakat lebih mandiri dan dapat
berusaha pada bidangnya masing-masing sehingga perekonomian daerah meningkat
45 Ibid. 46 Merton Miller dan Franco Modigliani, “Teori Kebijakan Deviden”,
http://www.slideshare.net/riswono/dividend-policy-1875607., diakses pada 28 Februari 2011.
29
dengan baik dan signifikan. Kesadaran pelaku usaha yang meminjam kredit juga
harus tinggi untuk mengembalikan modal yang telah diberikan. Sehingga tidak terjadi
kredit macet yang dapat menyebabkan tidak baiknya angka-angka pada cash flow
keuangan perusahaan.
2. Kerangka Konsep
Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di
bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan untuk
menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep, yaitu :
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.47 Bank yang dimaksud dalam penelitian tesis ini adalah
PT. Bank Sumut.
2. Bank Umum adalah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.48
3. Bank Pembangunan Daerah adalah bank-bank yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah dan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Didirikan
47 Pasal 1 angka 2, Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.
48 Pasal 1 angka 3, Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
30
berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 49
4. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.50
5. PT. Bank Sumut adalah suatu usaha Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk
menghimpun dana dari masyarakat daerah dan meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah dengan Peraturan Daerah Tingkat I
Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Bentuk Badan Usaha Diubah
Menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
6. Modal Minimum Bank adalah sebesar 8% (delapan perseratus) dari Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).51
7. Penyertaan Modal adalah suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru
atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan
tersebut. Sumber dana dari penyertaan modal adalah Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Atau dengan kata lain, penyertaan modal adalah pemisahan kekayaan Negara
49 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
50 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.
51 Pasal 2 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
31
dari Anggaran Belanja Pendapatan Negara atau penetapan cadangan
perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan modal BUMN dan/atau
Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.52 Penyertaan
Modal yang dimaksud dalam tesis ini adalah penyertaan modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut.
8. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah
daerah. Pendapatan Asli Daerah terdiri atas : 1) hasil pajak daerah; 2) hasil
retribusi daerah; 3) hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah.53
9. Pendapatan Asli Rakyat Daerah (PARD) adalah pendapatan yang benar-benar
nyata merupakan perolehan sah tiap-tiap individu rakyat, dan bukan
merupakan hasil perhitungan rata-rata Gross National Product (GNP) atau
Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk.
10. Rapat Umum Pemegang Saham adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan/atau Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT).54
52 Pasal 1 angka 7, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyert aan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesi a Nomor 4555.
53 Pasal 157 huruf a, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 54 Pasal 1 angka 4, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
32
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga legislatif daerah
yang berfungsi sebagai pembuat Peraturan Daerah dan penyeimbang
Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.55
12. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala
Daerah.56
13. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.57
14. Dividen adalah keuntungan terhadap laba positif dari saham yang dimiliki
oleh pemegang saham.58
15. Hasil investasi adalah dapat berupa keuntungan atau kerugian terhadap
perseroan. Hasil investasi sudah jelas berbeda dengan dividen karena dividen
merupakan profit sharing dari saham yang dimiliki sedangkan hasil investasi
dapat berupa kerugian perseroan.59
55 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389.
56 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
57 Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 58 Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, menyebutkan bahwa : “ Perseroan
wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan”. 59 Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 109.
33
16. Modal Awal Bank Umum adalah modal minimum bank, dalam hal penulisan
tesis ini modal awal Bank Pembangunan Sumatera Utara adalah sebesar
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).60
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan juridis normatif.61 Dengan demikian objek penelitian adalah norma
hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh
pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
terkait secara langsung dengan ”Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara di PT. Bank Sumut”.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam
melakukan pengkajian peranan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal
penyertaan modal di PT. Bank Sumut. Pendekatan tersebut berkaitan dengan
pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan teori hukum murni yang berupaya
membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum
itu mengabaikan atau memungkiri pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan
60 Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965. 61 Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
34
karena pendekatan seperti ini menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu
yang berlainan metodologi (sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu
hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok
bahasannya.62
Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif yang ditujukan untuk
menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait
Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di PT. Bank Sumut.
2. Sumber Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan
dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan
dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain : Undang-
Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; Undang-Undang No.
13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah,
Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No.
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999
62 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan
oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, Cetakan Ketiga, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007).
35
tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Bank
Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah
Lampung, Bank Pembangunan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur,
Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Sulawesi
Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa
Tenggara Barat, dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dalam
Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No.
3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai
konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer
dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik
jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pasar modal dan
pencucian uang, berita, dan ulasan media, juga sumber-sumber lain yang
relevan dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, penyertaan modal, dan
PT. Bank Sumut.
3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal
penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
primer, khususnya kamus-kamus hukum dan ekonomi.
36
3. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi
kepustakaan63 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang
dipandang relevan, antara lain instansi terkait seperti Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara dan PT. Bank Sumut. Perpustakaan yang digunakan adalah Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
4. Analisis Data
Bahan hukum primer yang terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan
sesuai dengan substansi yang diatur dengan mempertimbangkan relevansinya
terhadap rumusan permasalahan dan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan
pengelompokan konsep hukum yang lebih umum, yaitu : prediktabilitas hukum,
mencari keadilan hukum, perlindungan hukum, dan lain-lain.64
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir
deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai
titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai
63 Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sej enis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis dan perspekti f dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tent ang cara evaluasi at au analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113.
64 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248, dalam Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 144-145.
37
alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak
langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah
dalam kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Teorisasi
induktif adalah menggunakan data sebagai awal pijakan melakukan penelitian,
bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya teori dan
teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif adalah
penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal penelitian dan
data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori tersebut.65
Penerapan deduktif – induktif adalah menggunakan teori yang disebutkan
dalam sub bab kerangka teoritis di atas untuk memecahkan permasalahan mengenai
penyertaan modal yang dilakukan pemerintah. Penyertaan modal dilakukan apabila
sudah diketahui mana yang dipilih antara menyalurkan penyertaan modal ke PT.Bank
Sumut atau membangun sarana dan prasarana daerah dengan
menyalurkan/menambah anggaran pada setiap SKPD (Satuan Kerja Pemerintah
Daerah). Penyaluran anggaran tersebut harus didukung dengan program-program
yang jelas. Program tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke DPRD untuk dikaji
ulang apakah baik atau tidak.
65 Ibid., hal. 26-29.
38
BAB II
PENGATURAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA KEPADA PT. BANK SUMUT
Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki
perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke
perusahaan tersebut. Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau penetapan cadangan
perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau
Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.66 Penyertaan modal
pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah
yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang
dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara.67
Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah menyatakan Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada
Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan
Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dalam pengelolaan dan
66 Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesi a Nomor 4555.
67 Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesi a Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609.
39
pertanggungjawaban keuangan negara terdapat beberapa jenis penyertaan modal
yaitu, antara lain :
a. Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang
Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan
menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki
Negara/Daerah.68
b. Dalam APBD, penyertaan modal pemerintah daerah kedalam perusahaan
daerah adalah salah satu bentuk kegiatan/usaha pemda untuk meningkatkan
pendapatan daerah guna mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan dinyatakan bahwa setiap penyertaan modal atau
penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah harus diatur dalam
perda tersendiri tentang penyertaan atau penambahan modal. Perlu diingat
bahwa penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila
jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah
berkenaan. Penambahan penyertaan modal oleh Pemda bersumber dari APBD
tahun anggaran berjalan pada saat penyertaan atau penambahan penyertaan
modal tersebut dilakukan.
68 Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
40
c. Penyertaan Modal Bank Indonesia : sesuai dengan Pasal 64 Undang Undang
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 dan Penjelasannya, Bank
Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau
badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank
Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Penyertaan di
luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya
dapat dilakukan apabila telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Dana untuk penyertaan modal tersebut hanya dapat diambil dari dana
cadangan tujuan.
Dalam hal penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Daerah pada Badan
Umum Milik Daerah (BUMD) perlu dilihat modal awal yang dibutuhkan oleh
BUMD tersebut. Adapun aturan-aturannya terdapat di dalam Bank for International
Settlement sebagai lembaga yang dipayungi oleh Bank Dunia. Selanjutnya dapat
dilihat kebijakan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia. Kebijakan Bank
Indonesia tersebut dikeluarkan melalui Peraturan Bank Indonesia yang berlaku pada
Bank-Bank di Indonesia. Antara peraturan Bank Indonesia dengan Bank for
International Settlement adalah tidak boleh bertentangan satu sama lain.
A. Modal Awal Bank Umum
Bagi suatu organisasi atau perusahaan ada istilah yang terkenal yaitu bahwa
uang adalah darah bagi organisasi atau perusahaan tersebut karena tanpa uang
41
organisasi atau perusahaan tidak akan berjalan, untuk hal ini uang tersebut umumnya
terkonsentrasi pada sisi aktiva. Lain halnya dengan bank, bagi bank dana merupakan
darah, karena tanpa adanya sumber dana, bank tidak akan dapat beroperasi.
Kebalikan dari suatu organisasi atau perusahaan yaitu bahwa sumber dana yang
merupakan darah bagi bank justru terkonsentrasi pada sisi pasiva. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan dana guna memenuhi kebutuhan operasional, bank melakukan
penghimpunan dana dari masyarakat (dana pihak ketiga), dari pasar uang atau pasar
modal (dana pihak kedua), maupun dari pemilik (pihak kesatu) melalui pasar modal. 69
Di negara-negara maju bank sudah merupakan kebutuhan utama bagi
masyarakat setiap kali bertransaksi. Mengenai permodalan bank, di setiap negara dan
daerah berbeda-beda. Peraturan tersebut ada yang bersifat internasional dan ada yang
bersifat nasional. Peraturan perbankan yang bersifat internasional dikeluarkan oleh
World Bank, sedangkan yang bersifat nasional dalam konteks Indonesia adalah Bank
Indonesia.
1. Bank for International Settlement (BIS)
Bank for International Settlements (BIS) adalah organisasi internasional yang
meningkatkan kerjasama moneter dan keuangan internasional dan berfungsi sebagai
bank sentral. BIS memenuhi mandat tersebut dengan bertindak sebagai : Forum untuk
mendorong diskusi dan analisis kebijakan di antara bank sentral dan dalam komunitas
keuangan internasional; Pusat untuk riset ekonomi dan moneter; Suatu mitra utama
69 Boy Leon dan Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Nondevisa : Pengetahuan
Dasar Bagi Mahasiswa dan Praktisi Perbankan, (Jakarta : Grasindo, Tanpa Tahun), hal. 32.
42
bagi bank sentral dalam transaksi keuangan; dan Agen atau wali amanat sehubungan
dengan operasi keuangan internasional. BIS berkantor pusat di Basel, Swiss dan ada 2
(dua) kantor perwakilan di Hong Kong Daerah Administratif Khusus dari Republik
Rakyat Cina dan di Mexico City. BIS didirikan pada tanggal 17 Mei 1930, BIS
adalah organisasi tertua keuangan dunia internasional.70
Modal standar bank sebagaimana dimaksud oleh Bank for International
Settlement Part 2 : The First Pillar – Minimum Capital Requirements dalam Basel II
: International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A
Revised Framework – Comprehensive Version June 2006, adalah sebagai berikut71 :
“I. Calculation of minimum capital requirements, in Act No. 40 : Part 2 presents the calculation of the total minimum capital requirements for credit, market and operational risk. The capital ratio is calculated using the definition of regulatory capital and risk-weighted assets. The total capital ratio must be no lower than 8%. Tier 2 capital is limited to 100% of Tier 1 capital”.
Perhitungan kebutuhan modal minimum dalam Act. 40, Part 2 menyajikan
perhitungan kebutuhan modal minimum jumlah kredit, pasar, dan risiko operasional.
Rasio modal dihitung dengan menggunakan definisi modal peraturan dan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Rasio modal harus tidak lebih rendah dari 8%.
Bank for International Settlement (BIS) melalui Bank Indonesia mewajibkan setiap
Bank Umum termasuk di dalamnya Bank Sumut harus memiliki ATMR minimal 8%,
apabila kurang dari 8% maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan Bank. Kaitannya
70 Bank For International Settlements, “Tentang BIS”, http://www.bis.org/about/index.htm., diakses pada 05 April 2011.
71 Bank for International Settlements, Basel II : International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework – Comprehensive Version June 2006 The First Pillar – Minimum Capital Requirements, http://www.bis.org/publ/bcbs107b.pdf., diakses pada 04 April 2011.
43
adalah dengan kredit/pembiayaan agar ATMR dikurangi dari 50% menjadi 25%,
terkait dengan masalah resiko tersebut, mempengaruhi nilai ATMR dan kesehatan
Bank menjadi menurun. Akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap modal dan
kinerja, karena kalau nilai ATMR menurun terus bisa jadi harus menambah modal
disetor ke Bank tersebut.72
2. Kebijakan Direksi Bank Indonesia Mengenai Modal Minimum Bank Umum
Kebijakan Direksi Bank Indonesia mengenai modal minimum bank umum
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No.
9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005
tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum.
Dalam latar belakang Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum menyebutkan bahwa dalam
rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu bersaing secara
nasional dan internasional, maka diperlukan penyesuaian struktur permodalan bank
sesuai standar internasional yang berlaku.73 Menurut Pasal 2 peraturan ini
menyebutkan bahwa bank wajib menyediakan modal minimum 8% (delapan
perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko terhitung sejak akhir bulan
Desember 2001. Sejalan dengan yang disebutkan dalam Act. 40, Part 2 Bank for
72 Bank Indonesia, International Convergence of Capital Measurement and Capital
Standards: A Revised Framework June 2004, Op.cit., hal. 16. 73 Bagian Menimbang, Peraturan B ank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
44
International Settlement yang menyebutkan rasio modal harus tidak lebih rendah dari
8% (delapan perseratus).
Modal tersebut diambil dari Pemerintah untuk status bank pemerintah. Bank
pemerintah dimaksud adalah bank-bank konvensional maupun syariah. Jika, bank
tersebut tidak bisa memenuhi modal minimum tersebut maka akan ditempatkan
dalam pengawasan khusus maksudnya adalah daftar list dari Bank Indonesia, yaitu
Bank dalam Pengawasan. Modal tersebut terdiri dari modal inti dan modal
pelengkap.74 Besaran dari modal pelengkap ini adalah 100% (seratus perseratus) dari
modal inti. Maksudnya jika modal inti Rp. 100 juta, maka modal pelengkap harus
lebih kecil atau sama dengan Rp. 100 juta juga. Jadi modal bank tersebut sudah ada
kurang dari Rp. 200 juta.
Modal inti terdiri dari 2 (dua) yaitu modal disetor dan cadangan tambahan
modal (disclosured reserve).75 Selanjutnya cadangan tambahan modal dibagi lagi
dalam 8 (delapan) faktor penambah yaitu : agio; modal sumbangan; cadangan umum
modal; cadangan tujuan modal; laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak;
laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak sebesar 50% (lima puluh
perseratus); selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri; dan
dana setoran modal.76 Ada juga yang disebut faktor pengurang, yaitu : disagio; rugi
tahun-tahun lalu; rugi tahun berjalan; selisih kurang penjabaran laporan keuangan
74 Pasal 3 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 75 Pasal 4 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 76 Pasal 4 ayat (3) huruf a., Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
45
kantor cabang luar negeri; dan penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang
tersedia untuk dijual.77
Dalam hal perhitungan laba atau rugi sebuah bank harus dikeluarkan terlebih
dahulu hitungan pajak tangguhan.78 Dengan kata lain, setiap pajak harus didahulukan
untuk dibayarkan kepada pemerintah. Pada modal pelengkap terdiri dari : cadangan
revaluasi aktiva tetap; cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif
setinggi-tingginya 1,25% (seratus dua puluh lima per sepuluh ribu) dari aktiva
tertimbang menurut risiko; modal pinjaman (hybrid/quasi capital); pinjaman
subordinasi setinggi-tingginya sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari modal inti;
dan peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual setinggi-
tingginya sebesar 45% (empat puluh lima per seratus).79
Bank dilarang untuk mendistribusikan modal atau laba jika distribusi tersebut
mengakibatkan kondisi keuangan permodalan bank tidak tercapai rasio 8% (delapan
per seratus) tadi yang dijadikan modal awal sebuah bank. 80 Hal ini menunjukkan
kondisi keuangan bank adalah yang nomor satu harus diprioritaskan. Walaupun
begitu pajak yang timbul harus dibayarkan terlebih dahulu.
77 Pasal 4 ayat (3) huruf b., Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
78 Pasal 4 ayat (4), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
79 Pasal 4 ayat (5), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
80 Pasal 5, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
46
B. Penyertaan Modal Didasarkan Dengan Peraturan Daerah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Setiap penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah dengan menggunakan
APBN maka harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal PT. Bank
Sumut penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus ditetapkan
dengan Peraturan Daerah yang dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Karena PT. Bank Sumut merupakan suatu
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maka Pemerintah Daerah yang berwenang
untuk menetapkan peraturannya. Penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah
Daerah dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Penyertaan Modal Daerah pada modal saham PT. Bank Sumut antara lain
berasal dari APBD merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, Penyertaan Modal
Negara tersebut mengandung arti pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan,
dipisahkan dari sistem pengelolaan dan pertanggung jawabkan APBD. Modal yang
telah disetor pada BUMD PT. Bank Sumut akan menjadi harta kekayaan Bank Sumut
selaku badan hukum yang mandiri dan selanjutnya tunduk pada mekanisme
berdasarkan hukum korporasi. Dengan demikian maka modal pemerintah pada PT.
Bank Sumut akan diperlakukan sama seperti investor lain selaku pemegang saham.
Yang mempengaruhi terhadap kontrol perusahaan adalah jumlah saham yang
dimiliki, semakin besar persentase perusahaan adalah jumlah saham yang dimiliki,
semakin besar persentase kepemilikan saham terhadap perusahaan maka akan
47
semakin besar pula kewenangan untuk mengendalikan perusahaan melalui
mekanisme RUPS.81
1. Sejarah Bank Pembangunan Daerah
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia-
Belanda. Pada masa itu De Javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada tanggal 24
Januari 1828 kemudian menyusul Nederlendsche Indische Escompto Maatschappij,
NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri
dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan
penting di Hindia-Belanda. Bank-bank tersebut, antara lain82 :
1. De Javasche NV;
2. De Post Poar Bank;
3. Hulp en Spaar Bank;
4. De Algemenevolks Crediet Bank;
5. Nederland Handles Maatscappi (NHM);
6. Nationale Handles Bank (NHB);
7. De Escompto Bank NV;
8. Nederlansche Indische Handelsbank.
81 Kusmono, “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara
Dalam Hal Terjadi Kerugian”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 129.
82 Wikipedia, “Bank”, Op.cit.
48
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-
orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Nama-nama bank tersebut
antara lain83 :
1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank;
2. Bank Nasional Indonesia;
3. Bank Abuan Saudagar;
4. NV Bank Boemi;
5. The Chartered Bank of India, Australia and China;
6. Hongkong & Shanghai Banking Corporation;
7. The Yokohama Species Bank;
8. The Matsui Bank;
9. The Bank of China;
10. Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan
berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia.
Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain :
1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBC
NISP), didirikan 04 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung;
2. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 05 Juli 1946 yang sekarang
dikenal dengan BNI ’46;
83 Ibid.
49
3. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini
berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko;
4. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo;
5. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946;
6. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan;
7. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogjakarta kemudian menjadi
Bank Amerta;
8. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946;
9. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger
dengan Bank Pasifik;
10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari.
Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan.
Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik
dan fungsinya.84
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara disingkat PT. Bank Sumut
didirikan di Medan pada tanggal 04 November 1961 dalam bentuk Perseroan
Terbatas berdasarkan Akta Notaris Rusli Nomor 22.85 Berdasarkan Undang-Undang
84 Ibid. 85 Bank Sumut, “Tentang Kami”, http://www.banksumut.com/tentang.php., diakses pada 06
April 2011.
50
No. 13 tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan sesuai
dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965, bentuk usaha
diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Modal dasar sebesar Rp. 100
juta dan saham yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan
Pemerintah Tingkat II se-Sumatera Utara. Untuk meningkatkan modal disetor sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangannya telah terjadi beberapa kali perubahan
peraturan daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1998 tentang
Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah, yang diundangkan tanggal 04
Februari 1998, maka untuk mendukung gerak dan kinerja bank serta untuk
menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan perbankan di tanah air dan arah
perkembangan perbankan di masa yang akan datang. Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara melakukan perubahan kembali dalam bentuk hukum menjadi
Perseroan Terbatas (PT), dengan demikian nama Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara berubah menjadi PT. Bank Sumut. PT. Bank Sumut dibentuk pada
tanggal tanggal 16 April 1999 sesuai dengan Akte Pendiri Perseroan Terbatas No. 38
Tahun 1999 Notaris Alina Hanum Nst, SH yang telah mendapat izin atas pengesahan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C-8224 HT.01.01. Tahun 1999, dan
telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tanggal 6 Juli
1999, sebagaimana telah diubah dengan Akta Notaris Pengganti, Marwansyah
Nasution, SH, Nomor 31 tanggal 15 Desember 1999 dan terakhir diubah dengan Akta
51
Notaris Alina Hanum, SH, Nomor 21 tanggal 9 Mei 2003 yang telah mendapat
persetujuan dari Menteri Kehakiman.86
Dalam perjalanan sejarahnya, PT. Bank Sumut pernah menempati gedung
kantor yang sangat sederhana di jalan Palang Merah Medan. Kemudian pindah ke
jalan Imam Bonjol No.7 Medan. Pada tanggal 20 April 1989 Menteri Dalam Negeri
telah meresmikan penggunaan gedung kantor baru yang cukup megah dan
representatif terletak di jantung kota Medan di Jalan Imam Bonjol No. 18 Medan
yang ditempati hingga saat ini. Visi dari Bank Sumut adalah menjadi Bank andalan
untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan
daerah di segala bidang, serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam
rangka peningkatan taraf hidup rakyat. Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Bank
Sumut berusaha untuk mewujudkan visinya dengan cara memberikan bantuan kepada
masyarakat yang kurang mampu berupa bantuan beasiswa kepada anak-anak yatim,
bantuan kepada fakir miskin/dhuafa, berpartisipasi dalam pembangunan rumah
ibadah melalui lembaga amil zakat PT. Bank Sumut dan kegiatan olah raga serta
kegiatan kemasyarakatan yang lainnya.87
Adapun yang menjadi misi PT. Bank Sumut adalah mengelola dana
pemerintah dan masyarakat secara professional yang didasarkan kepada prudential
banking principle. Sebagai alat kelengkapan otonomi daerah di bidang perbankan,
PT. Bank Sumut berfungsi sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di
Propinsi Sumatera Utara, dan bertindak sebagai pemegang kas daerah yang
86 Ibid. 87 Ibid.
52
melaksanakan penyimpanan kas milik pemerintah daerah serta sebagai salah satu
sumber pendapatan asli daerah melalui deviden yang diberikan kepada pemerintah
daerah.88
2. Perubahan Perusahaan Daerah dari Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara
Perubahan Perusahaan Daerah dari BPDSU menjadi PT. Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Utara, terletak pada Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan
Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Awal mula Bank Sumut
adalah BPDSU yang merupakan Perusahaan Daerah. Dengan dikeluarkannya Perda
tersebut maka seharusnya bentuk hukumnya juga berubah menjadi PT. Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
Pada Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang
Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara ada mencantumkan kata “Tbk” pada judul Peraturan Daerah tersebut
yang dikeluarkan oleh Pemprovsu. Seharusnya kata “Tbk atau Terbuka” tidak boleh
digunakan pada akhir nama perusahaan apabila perusahaan tersebut belum melakukan
penawaran umum.
88 Ibid.
53
Dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa “Privatisasi adalah penjualan saham
Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.89
Pada Privatisasi, ada tiga elemen penting yang harus dicermati. Pertama,
timing, kalau market tidak kondusif maka penerimaannya rendah. Jadi, timing
mempengaruhi pricing. Pricing adalah elemen kedua. Ketiga, target size, atau
besaran yang hendak dicapai dalam privatisasi.90 Pemerintah Daerah akan berkurang
pendapatan dividennya setiap tahun jika PT. Bank Sumut di privatisasi karena harus
berbagi deviden dengan Pemegang Saham yang lainnya dari sektor swasta. Dari sisi
waktu (timing), PT. Bank Sumut belum dapat bersaing dengan kancah perbankan
Internasional. Ditakutkan nantinya PT. Bank Sumut akan memperoleh harga yang
tidak stabil dan cenderung memiliki grafik menurun. Sudah jelas hal tersebut dapat
merugikan Pemerintah Daerah.
Dari sisi target size, untuk ukuran Bank Pembangunan Daerah, PT. Bank
Sumut memang sudah tergolong besar dan maju. Kemajuan tersebut diukur dari hasil
laba yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah. Laba tersebut dapat dilihat pada
Laporan Keuangan Rugi Laba setiap tahunnya yang dikeluarkan oleh PT. Bank
Sumut. Laporan keuangan tersebut juga sudah diaudit oleh Auditor Independen.
89 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297.
90 Riant Nugroho Dwijowijoto dan Ricky Siahaan, BUMN Indonesia : Isu, Kebijakan, dan, Strategi, (Jakarta : Gramedia, 2005), hal. 24.
54
Maka PT. Bank Sumut jika ditinjau dari besaran laba yang didapat adalah belum
memenuhi target yang diharapkan. Pada konteks pricing tingkat saham yang
dikeluarkan oleh PT. Bank Sumut adalah seharga Rp. 10.000,- per lembar sahamnya.
Namun, jika sudah dilakukan privatisasi maka harganya akan berfluktuasi. Tidak
menentu perubahannya bisa cenderung naik bisa juga turun.
PT. Bank Sumut sudah cukup menjadi Bank Pembangunan Daerah saja yang
membangun dan mengelola asset daerah. Dengan begitu Pendapatan Asli Rakyat
Daerah (PARD) akan meningkat pula. PT. Bank Sumut adalah milik masyarakat
daerah. Jadi, tidak perlu diprivatisasi karena PT. Bank Sumut menyimpan hampir
seluruhnya anggaran daerah. Perihal privatisasi PT. Bank Sumut ini merupakan issue
saja, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang menguntungkan Pemerintah
Daerah dilepas begitu saja.91
3. Pengaturan Penyertaan Modal oleh Pemprovsu pada PT. Bank Sumut
Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang
Pendirian Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berisikan mengenai aturan-
aturan yang banyak diambil dari ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Perda Tingkat I
Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Pendirian Bank Pembangunan Daerah
91 Wawancara dengan Bahrein H. Siagian sebagai Pemimpin Divisi Sumber Daya Manusia
PT. Bank Sumut, tanggal 20 April 2011 di Kantor Pusat Bank Sumut.
55
Sumatera Utara tersebut mengatakan bahwa penyertaan modal yang dilakukan
Pemprovsu pada BPDSU adalah sebesar Rp. 100 juta.92
Dalam laporan tahunan PT. Bank Sumut tahun 2007, Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4 November 1961 dengan Akta
Notaris Rusli No. 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas dengan call name BPDSU.
Pada tahun 1962 berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuknya diubah menjadi
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera
Utara No. 5 Tahun 1965. Modal dasar pada saat itu sebesar Rp. 100 juta dan
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah
Tingkat II se-Sumatera Utara. Pada tanggal 16 April 1999, berdasarkan Peraturan
Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999, bentuk badan hukum diubah
kembali dengan call name Bank Sumut. Perubahan tersebut dituangkan dalam Akta
Pendirian Perseroan Terbatas No. 38 Tahun 1999 Notaris Alina Hanum
Nasution,SH., dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dibawah No. C-8224HT.01.01 TH 99 tanggal 5 Mei 1999, serta
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999.
Modal dasar pada saat itu meningkat menjadi Rp. 400 miliar. Selanjutnya karena
pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan bank, maka pada tanggal 15
Desember 1999 melalui Akta No. 31, modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 500
miliar.93
92 Didi Duharsa, Op.cit., hal. 30-31. 93 Ibid.
56
Selain penyertaan modal yang menggunakan dana kas APBD, Pemerintah
Daerah juga menetapkan penggunaan penerimaan daerah dari sektor jasa giro yang
ditempatkan juga ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Peraturan tersebut
adalah Peraturan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No.
384/4039/K/1987 tentang Penerimaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II se-
Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, mengatakan
bahwa94 :
“Pertama : Pendapatan daerah dari hasil jasa giro kas daerah tingkat II diberikan sebagai perolehan kepada BPDSU, seluruhnya dibukukan sebagai penerimaan daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Kedua : Dari hasil jasa giro tersebut ditetapkan penggunaannya sebagai berikut :
a. Sebesar 50% untuk Anggaran Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;
b. Sebesar 50% untuk penambahan setoran Modal Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan di BPDSU.
Ketiga : Penyetoran untuk modal saham sebesar 50% dari jasa giro dilakukan pada awal tahun takwim, sebelum tahun anggaran berjalan berakhir dengan ketentuan :
a. Untuk penyetoran tahun takwim 1988 diperoleh dari hasil jasa giro bulan September 1987 sampai dengan Desember 1987;
b. Untuk penyetoran tahun takwim berikutnya diperoleh dari hasil jasa giro selama tahun takwim sebelumnya.
Keempat : Pelaksanaan setoran modal saham dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang tata cara pengeluaran uang Kas Daerah.
Kelima : Keputusan ini mulai berrlaku sejak bulan September 1987 dan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya”.
94 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 584/4039/K/1987
tentang Penggunaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II Se-Sumatera Utara pada B ank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
57
Dari peraturan yang di atas dapat dilihat bahwa penerimaan daerah dalam
bentuk jasa giro juga ditempatkan kembali ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Utara. Suntikan dana yang terus menerus inilah yang menjadikan bank tersebut kokoh
ditinjau dari segi permodalannya. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara seperti
anak emas bagi Pemerintah Daerah. Hal ini dikarenakan tidak ada kerugian yang
signifikan jika menginvestasikan dana kas daerah. Selanjutnya dari peraturan tersebut
diperbaharui lagi dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005
tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang Merupakan
Penerimaan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai Penyertaan Modal pada PT. Bank
Sumut.
Pergubsu tersebut memerintahkan agar penerimaan daerah dari hasil pajak
bumi dan bangunan juga dimasukkan dalam penyertaan modal pada PT. Bank Sumut.
Dari penyertaan modal tersebut PT. Bank Sumut mengeluarkan saham-saham kepada
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jumlah penyertaan yang dilakukan adalah
5% dari hasil bersih seluruh penerimaan pajak bumi dan bangunan.
a. Pengaturan Penyertaan Modal di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur mengenai
Bank pada Pasal 16 ayat (2) yang mengatakan bahwa95 :
“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang : a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
95 Pasal 16 ayat (2), Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
58
b. Permodalan; c. Kepemilikan; d. Keahlian di bidang Perbankan; e. Kelayakan rencana kerja”.
Untuk permodalan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Bank Indonesia No.
3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Dalam
penulisan tesis ini, PT. Bank Sumut adalah sebagai Bank Umum. Jadi, peraturan yang
mengatur mengenai permodalan tunduk kepada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 bukan Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena PT. Bank Sumut
bergerak dalam sektor perbankan. Selanjutnya yang dimaksud dengan setoran modal
pada PT. Bank Sumut adalah dana yang telah disetor penuh oleh Pemprovsu untuk
tujuan penambahan modal.96
Modal awal minimum bank diperhitungkan sebagai dana setoran modal harus
ditempatkan pada rekening khusus dan tidak boleh ditarik kembali oleh Pemegang
Saham. Penggunaan dana pada rekening khusus tersebut harus dengan persetujuan
Bank Indonesia. Dalam hal dana setoran modal berasal dari calon pemilik Bank maka
jika berdasarkan penelitian Bank Indonesia, calon pemilik Bank atau dana tersebut
tidak memenuhi syarat sebagai pemegang saham atau modal, maka dana tersebut
tidak dapat dianggap sebagai komponen modal, dan dapat ditarik kembali oleh calon
pemilik (dalam hal ini Pemegang Saham).97
96 Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesi a No. 3/21/PBI/2001 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 97 Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
59
Pada penambahan modal harus dilakukan berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).98 RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan
Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS dalam hal penambahan
modal. Penyerahan kewenangan tesebut dapat ditarik kembali oleh RUPS. 99 Dalam
hal penambahan modal PT. Bank Sumut oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,
PT. Bank Sumut harus mengadakan RUPS, memanggil Pemegang Saham (Kepala
Daerah se-Sumatera Utara) dan mengutarakan maksud dan tujuannya dalam
undangan RUPS yaitu penambahan modal. Setelah mengundang para Pemegang
Saham selanjutnya PT. Bank Sumut harus menyiapkan dokumen-dokumen rapat,
dalam hal penambahan modal yang menjadi dokumen rapat adalah studi kelayakan
(feasibility study) mengenai penambahan modal tersebut. Isi dari studi kelayakan itu
bisa berupa alasan-alasan penambahan modal, tujuan penambahan modal, dana yang
ditambahkan disalurkan kemana saja.
Jadi, intinya PT. Bank Sumut harus tunduk dan menjalankan Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena pengaturan mengenai
perusahaan tidak diatur dalam Perda Pendirian Bank Pembangunan Daerah. Dalam
hal pengaturan modal awal digunakan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank. Jika dianalogikan, ketentuan perseroan terbatas
dapat dikatakan sebagai rambu-rambu lalu lintasnya sedangkan PT. Bank Sumut
sebagai mobil yang sedang jalan.
98 Pasal 41 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 99 Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
60
b. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Bank Pembangunan Daerah diundangkan dengan tujuan untuk mempercepat
terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. Untuk
mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya pengerahan modal dan potensi di
daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah.100 Di dalam undang-undang
ini juga diatur mengenai fungsi, lapangan kerja, cara mengurus dan cara menguasai
serta bentuk hukum dari Bank Pembangunan Daerah dalam rangka Ekonomi
Terpimpin.101
1. Tujuan Bank Pembangunan Daerah
Tujuan Bank Pembangunan Daerah adalah untuk membangun perekonomian
daerah juga tidak terlepas dari tujuan dari jasa perbankan. jasa bank pada umumnya
terbagi atas 2 (dua) tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat
pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk itu, bank menyediakan uang tunai,
tabungan, dan kartu kredit. Inilah peran bank yang sangat penting bagi kehidupan
ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka barang
hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.102
100 Bagian Menimbang huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 101 Bagian Menimbang huruf d., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 102 Wikipedia, “Bank”, http://id.wikipedia.org/wiki/Bank#Sejarah_Perbankan_di_Indonesia.,
diakses pada 06 April 2011.
61
Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya
kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk
investasi dan pemanfaatan yang lebih baik produktif. Bila peran ini berjalan baik,
berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih
produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik maka ekonomi suatu negara akan
meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang
tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka
tidak memiliki dana pinjaman.103
Jasa perbankan sebenarnya sangat banyak, hanya saja sedikit sekali
masyarakat yang mengetahui. Tujuan dan manfaatnya juga sangat baik bagi para
nasabah. Akan tetapi, banyak yang memanfaatkan untuk tindakan kriminal, seperti
pembobolan Automatic Teller Machine (ATM) pemalsuan buku tabungan dan lain-
lain.104 Dalam hal PT. Bank Sumut, tujuan didirikannya adalah sebagai alat
kelengkapan otonomi daerah di bidang perbankan. PT. Bank Sumut berfungsi sebagai
penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah, bertindak sebagai pemegang
kas daerah yang melaksanakan penyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu
sumber pendapatan asli daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank
umum seperti dimaksudkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
103 Ibid. 104 Ibid.
62
Adapun tujuan Bank Sumut didirikan adalah untuk membiayai pelaksanaan
proyek-proyek pembangunan daerah, sehingga modal pembelanjaannya dapat
diperoleh dari hasil proyek-proyek pembangunan tersebut. Pembiayaan proyek-
proyek daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana maka Bank
Sumut bertugas mengerahkan modal dan potensi di daerah-daerah yang
mengikutsertakan pihak swasta nasional progresip.105 Untuk melaksanakan maksud
tersebut di atas, Bank memberikan pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan
pembaruan proyek-proyek pembangunan daerah di daerah yang bersangkutan, baik
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun yang diselenggarakan oleh
Perusahaan-perusahaan campuran antara Pemerintah Daerah dan Swasta. 106 Dengan
kata lain, Bank Sumut bertindak sebagai saluran kredit bagi proyek-proyek
Pemerintah Daerah.107 Tetapi, Bank tidak dapat memberikan untuk keperluan
lainnya.108
PT. Bank Sumut menyimpan deposito uangnya di Bank Indonesia, tidak boleh
di bank lain karena Bank Indonesia adalah bank sentral Indonesia. BPD dapat
menerima uang dari pihak ketiga sebagai deposito tetapi tidak menerima uang giro
dan tidak menjalankan tugas-tugas bank umum. BPD bukanlah bank devisen, jadi
tidak dapat memperdagangkan mata uang asing karena tidak memperoleh surat
105 Bagian Menimbang huruf b dan c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 106 Pasal 5 ayat (1) huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 107 Pasal 5 ayat (1) huruf b-c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 108 Pasal 5 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Bank Pembangunan Daerah.
63
penunjukan dari Bank Indonesia untuk itu.109 Jika bank devisa maka dapat
menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut seperti
transfer ke luar negeri, jual beli valuta asing, transaksi ekspor-impor, dan jasa-jasa
valuta asing lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan keuangan daerah,
karena BPD banyak menyimpan dana APBD.
2. Modal, Saham-Saham dan Sumber Keuangan Lain
Modal PT. Bank Sumut berasal dari Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 7
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa besarnya modal BPD ditetapkan dalam
peraturan pendirian Bank dengan ketentuan, bahwa modal yang disetor harus
berjumlah paling sedikit Rp. 20 juta. Dalam penyetoran awal modal PT. Bank Sumut
adalah sebesar Rp. 100 juta. Selanjutnya modal tersebut terbagi dalam saham-saham.
Saham-saham tersebut dibagi kepada Pemerintah Propinsi, Kotamadya, dan
Kabupaten terdiri dari saham-saham prioritas dan saham-saham biasa.110 Saham-
saham tersebut dikeluarkan disebut dengan ”saham atas nama”.111 Jadi dalam konteks
PT. Bank Sumut, sahamnya ada yang bernama Saham Kota Medan, Saham
Kabupaten Langkat, dan lain sebagainya. Namun, untuk pengaturan mengenai saham-
sahamnya diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
109 Pasal 6, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
110 Pasal 8 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
111 Pasal 8 ayat (5), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
64
Bank dapat mengeluarkan obligasi dan mengadakan pinjaman-pinjaman
lainnya kecuali pinjaman-pinjaman ke luar negeri yang memerlukan izin terlebih
dahulu dari dan pengawasan penggunaannya oleh Pemerintah Pusat.112 PT. Bank
Sumut juga mengggunakan sumber-sumber pembiayaan tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Pembiayaan tertentu tersebut adalah penyertaan modal yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan otonomi daerah. Tambahan
penyetoran modal tahun 2007 oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta
keseluruhan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 23,05
miliar telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang
diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2008. Modal disetor sampai dengan tahun 2008
sebesar Rp. 486,78 miliar dengan nilai nominal untuk setiap lembar saham sebesar
Rp. 10.000,-. Adapun komposisi kepemilikan saham pada tahun 2007-2008 adalah
sebagai berikut :
112 Pasal 9 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Bank Pembangunan Daerah.
65
TABEL 1 KOMPOSISI KEPEMILIKAN SAHAM PT. BANK SUMUT
2007-2008 (dalam miliar rupiah)
Pemegang Saham 2008 2007
Modal Disetor Persentase Modal
Disetor Persentase
Pemerintah Provinsi Sumatera U tara 291.83 59,95 291.83 62,42
Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu 19.64 4 ,04 19.64 4 ,27
Pemerintah Kabupaten Asahan 8 .84 1 ,82 8 .84 1 ,92
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang 17.40 3 ,57 12.93 2 ,81
Pemerintah kota Medan 18.04 3 ,71 18.04 3 ,92
Pemerintah Kabupaten Simalungun 17.70 3 ,64 13.80 2 ,92
Pemerintah Kabupaten Langkat 7 .47 1 ,53 7 .47 1 ,62
Pemerintah Kota Tapanuli Selatan 26.57 5 ,46 23.10 4 ,78
Pemerintah Kabupaten N ias 8 .86 1 ,82 8 .13 1 ,70
Pemerintah Kabupaten Tap. Tengah 8 .67 1 ,78 7 .86 1 ,65
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara 7 .36 1 ,51 6 .61 1 ,44
Pemerintah Kota Tebing Tinggi 7 .99 1 ,64 7 .39 1 ,47
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal 4 .91 1 ,01 4 .61 0 ,94
Pemerintah Kota Binjai 3 .41 0 ,70 2 .61 0 ,57
Pemerintah Kota Pematang Siantar 5 .84 1 ,20 5 .27 1 ,09
Pemerintah kota Tanjung Balai 4 .31 0 ,88 3 .91 0 ,85
Pemerintah Kabupaten Dairi 3 .79 0 ,78 2 .95 0 ,64
Pemerintah Kabupaten Karo 2 .81 0 ,58 2 .81 0 ,61
Pemerintah Kabupaten Toba Samos ir 4 .71 0 ,97 3 .96 0 ,86
Pemerintah kota Sibolga 4 .70 0 ,96 4 .53 0 ,98
Pemerintah Kota Padang Sidempuan 4 .95 1 ,02 4 .32 0 ,86
Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat 1 .35 0 ,28 0 .85 0 ,18
Pemerintah Kabupaten H. Hasundutan 2 .93 0 ,60 1 .37 0 ,30
Pemerintah Kabupaten N ias Selatan 1 .19 0 ,24 0 .16 0 ,04
Pemerintah Kabupaten Samosir 1 .01 0 ,21 0 .74 0 ,16
Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai 0 .5 0 ,10 - -
J U M L A H 486.78 100,00 463.73 100,00
Sumber : Bank Sumut, ”Info Saham”, http://www.banksumut.com/saham.php., diakses pada 07 April 2011.
66
Maksud dari pencantuman Tabel 1 di atas mengenai komposisi kepemilikan
saham PT. Bank Sumut adalah untuk melihat besaran saham yang dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Jadi, dengan mengetahui besaran saham
tersebut dapat dilihat bahwa saham yang paling besar adalah dimiliki oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 291,83 miliar, dengan persentase 62,42%.
Kebijakan yang telah dilakukan selama tahun 2000 hingga tahun 2008 telah
meningkatkan kinerja usaha PT. Bank Sumut dari tahun ke tahun. Target laba yang
telah ditetapkan berhasil dicapai setiap tahunnya, sedangkan asset terus mengalami
pertumbuhan secara signifikan. Peningkatan kinerja usaha tersebut telah menjadikan
PT. Bank Sumut berada pada level yang baik untuk penilaian tingkat kesehatan Bank
sejak tahun 2002 sampai dengan 2007 berdasarkan penilaian Bank Indonesia. Kantor
Akuntan Publik Grant Thornton Hendrawinata, Gani & Hidayat sebagai auditor
independen memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian untuk tahun buku 2003
sampai dengan tahun 2007. Demikian juga Kantor Akuntan Publik Doli, Bambang,
Sudarmadji dan Dadang sebagai auditor independen tahun buku 2008 memberikan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.113
Kegiatan operasional bank selain dibiayai dengan modal sendiri, juga dari
dana pihak ketiga seperti Giro, Tabungan, dan Deposito. Komposisi dana pihak
ketiga yang dihimpun oleh Bank Sumut pada tahun 2008 terdiri dari Giro sebesar
Rp.3.237 miliar, Tabungan sebesar Rp. 2.567 miliar dan Deposito sebesar Rp. 1.847
miliar. Modal dasar PT. Bank Sumut sesuai dengan Akta Notaris Alina Hanum, SH
No. 31 tanggal 15 Desember 1999 berjumlah Rp. 500 miliar. Anggaran dasar PT.
113 Bank Sumut, ”Info Saham”, Op.cit.
67
Bank Sumut mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 39
tanggal 10 Juni 2008 yang dibuat di hadapan H. Marwansyah Nasution, SH di Medan
berkaitan dengan Akta Penegasan No. 05 tanggal 10 November 2008 yang telah
mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-
87927.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 20 November 2008 yang diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 10 tanggal 03 Februari 2009, maka
modal dasar ditambah dari Rp. 500 miliar menjadi Rp. 1 triliun.114
Penyetoran Modal oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta seluruh
Pemerintah Kabupaten dan se-Sumatera Utara sampai dengan tahun 2008 sebesar
Rp.486,78 miliar dan pada tahun 2007 sebesar Rp. 463,73 miliar dengan nilai
nominal untuk setiap lembar saham sebesar Rp. 10.000,-. Rasio Kecukupan
Pemenuhan Modal Minimum atau CAR tahun 2008 sebesar 16,48%. Hal ini sudah
sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh peraturan Bank for Settlement International
(BIS) dan Peraturan Bank Indonesia yaitu sebesar minimal 8%, maka dari itu PT.
Bank Sumut adalah bank yang sehat. Sehatnya keuangan dari PT. Bank Sumut tidak
luput dari peran serta Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera
Utara. Peran sertanya berupa penambahan penyertaan modal setiap penerimaan yang
berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera
Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan
114 Ibid.
68
Bangunan yang Merupakan Penerimaan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sebagai Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut.115
Pada peraturan tersebut memerintahkan bahwa ada dana yang disisihkan dari
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai penerimaan daerah sebesar 5% setiap
tahun anggaran sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut. Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang dari tahun 1998 – 2008 telah menyetorkan dalam bentuk
saham sebesar Rp. 25 miliar lebih. Seperti yang diutarakan Wakil Bupati Deli
Serdang berikut ini116 :
“Sejak tahun 1998 hingga tahun 2008 Pemkab Deli Serdang telah menyertakan modalnya dalam bentuk saham sebesar Rp. 25 miliar lebih sesuai dengan Peraturan Gubsu No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Penerimaan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 5% setiap tahun anggaran sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut. Pada tahun 2009, Pemkab Deli Serdang telah mengalokasikan penambahan penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp. 3,5 miliar lebih, namun karena belum memiliki payung hukum berupa Perda, maka penyertaan modal itu tidak bisa direalisasikan. Kemudian, pada tahun 2010 juga telah dianggarkan sebesar Rp. 4,6 miliar lebih, sehingga diharapkan alokasi anggaran penyertaan modal tersebut bisa direalisasikan setelah DPRD menetapkan Ranperda yang diusulkan menjadi Perda sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan. Penyertaan modal pada PT. Bank Sumut ini, di samping berperan aktif bagi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan BUMD Sumut, juga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan daerah dalam bentuk deviden bank yang hingga kini telah tercatat mencapai Rp. 16 miliar lebih”.
Lain halnya dengan Pemerindah Kabupaten Dairi yang menambah penyertaan
modal melalui Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang
115 Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Yang Merupakan Penerimaan Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Sebagai Penyertaan Modal Pada PT. Bank Sumut, Berita Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 Nomor 11 Seri C Nomor 9.
116 Obrolan Ekonomi, ”Saham Pemkab Deli Serdang di Bank Sumut Capai Rp. 25 m”, http://obrolanbisnis.com/saham-pemkab-deli-serdang-di-bank-sumut-capai-rp-25-m/., diakses pada 13 April 2011.
69
Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut yang langsung
menambahkan modal daerah kepada PT. Bank Sumut.117 Penyertaan modal yang
dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).118 Nilai penyertaan modal terhitung 4
November 1961 sampai dengan 3 Juli 2008 sebanyak 379.122 lembar saham atau
senilai Rp. 3.791.220.000,-.119 Penambahan tersebut didapat dari 5% dana dari
penerimaan daerah yang berasal dari dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan tahun
2007, deviden yang diinvestasikan kembali menjadi saham, dan jasa giro dari
rekening Pemerintah Daerah.120 Penerimaan Daerah yang bersumber dari PT. Bank
Sumut atas penyertaan modal daerah berupa deviden tersebut ditetapkan dalam
APBD dan Penjabaran APBD Tahun Anggaran Berjalan. Penerimaan Daerah tersebut
disetorkan ke rekening kas umum daerah.
Masalah pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam hal penyertaan
modal yang dilakukan pemerintah daerah harus menggunakan Perda sebagai payung
hukumnya. Namun, Ranperda yang diajukan terlalu lama dibahas di DPRD sehingga
dapat menghambat penyertaan modal pada PT. Bank Sumut. Pemerintah Daerah
harus mematuhi ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun
1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Adanya unsur
kepercayaan antara Pemerintah Daerah dan PT. Bank Sumut dalam hal penyertaan
117 Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang Penambahan Penyertaan
Modal Daerah pada PT. Bank Sumut, Lembaran Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 133.
118 Pasal 2 ayat (3), Peraturan Daerah Kabupaten Dai ri No. 11 Tahun 2008 tentang Penambahan Penyert aan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut, Ibid.
119 Pasal 5, Ibid. 120 Pasal 6 ayat (1), Ibid.
70
modal disebabkan karena langkah yang diambil Pemda tersebut aman dalam konteks
investasi. Aman maksudnya adalah Pemda tidak perlu takut kehilangan dana
daerahnya karena PT. Bank Sumut membelikannya ke Surat Berharga dengan
mendapatkan selisih keuntungan dari deviden yang dikeluarkan. 121 Hal tersebut dapat
dilihat pada Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30 September 2010
dan 2009 di bawah ini :
Tabel 2. Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30 September 2010 dan 2009
Sumber : Laporan Keuangan PT. Bank Sumut Bulan September 2010,
http://www.banksumut.com/laporan.php., diakses pada 13 April 2011.
121 Pemda tidak perlu takut kehilangan dana daerahnya maksudnya adalah jika Pemerintah
Daerah menempatkan pada pembangunan sarana tempat wisata misalnya akan membutuhkan waktu yang panjang untuk penerimaan kembali. Hal inilah yang menjadikan penyertaan modal pada PT.Bank Sumut menjadi alternatif yang dipilih oleh Pemerintah Daerah.
POS-POS 30 September. 2010 30 September. 2009
1. Pendapatan Bungaa. Rupiah 1.238.718 1.061.443 b. Valuta Asing - -
2. Beb an Bungaa. Rupiah 372.520 306.789 b. Valuta Asing - - Pendapatan (Beban) Bunga bersih 866.198 754.654
1. Pendapatan Operasional Selain Bungaa. Peningkatan nilai wajar aset keuangan (mark to market )
i . Surat Berharga 8.851 11.981 i i. Kredit - - i ii. Spot dan Derivatif - - i v. Aset Keuangan Lainnya - -
b. Penurunan ni la i wajar kewaj iban keuangan (mark to market ) - - c. Keuntungan penjualan aset keuangan
i . Surat Berharga 5.945 - i i. Kredit - - i ii. Aset Keuangan Lainnya - -
d. Keuntungan t ransaksi spot dan derivatif (realised ) - - e. Dividen, keuntungan dari penyertaan dengan equity method , 8.308 22.580
komisi/prov isi/ fee dan administ rasif . Koreksi atas cadangan kerugian penurunan n ilai, penyisihan 125.974 -
penghapusan aset non produktif, dan peny isihan penghapusan t ransaksirekening administratif
g. Pendapatan Lainnya 49.948 40.425
B. Pendapatan dan Beban Operasion al selain Bunga
(dalam jutaan rupiah)No.
PENDAPATAN DAN BEB AN OPERASIONALA. Pen dapatan dan Beban Bunga
71
Maksud Tabel 2 tentang Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari –
30 September 2010 dan 2009 adalah untuk mengetahui usaha yang dijalankan
PT.Bank Sumut dalam mengembangkan dana yang disertakan oleh Pemerintah
Provinsi, Kabupaten/Kota. Hasil yang didapat adalah setelah menerima pendapatan
melalui penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Daerah selanjutnya PT. Bank
Sumut membelikannya ke surat-surat berharga ataupun melakukan penempatan ke
bank-bank lain untuk mencari keuntungan. Adapun yang dilakukan selain dari
pembelian surat berharga dan penempatan dana ke bank lain, PT. Bank Sumut juga
menjual surat-surat berharga seperti Garansi Bank, cek, giro, dan lain sebagainya. 122
3. Penggunaan dan Pengurusan Bank Pembangunan Daerah
PT. Bank Sumut dipimpin oleh suatu Direksi di bawah pimpinan suatu Badan
Pengawas. Badan pengawas di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas disebut dengan Komisaris. Badan pengawas terdiri dari 3 (tiga)
orang, dan salah satu komisaris tersebut dinamakan Komisaris Utama. Pada bagian
pengurus perusahaan disebut dengan direksi yang terdiri dari 4 (orang) dan dipimpin
oleh salah satunya disebut Direktur Utama (Presiden Direktur). Seluruh Komisaris
dan Direksi adalah Warga Negara Indonesia.123
Pemberhentian dan pengangkatan direksi maupun komisaris pada PT. Bank
Sumut harus meminta persetujuan dari Kepala Daerah selaku Pemegang Saham
122 Bank Sumut, ”Info Saham”, Op.cit. 123 Komisaris adalah Badan Pengawas dan Pengurus Perusahaan adalah Direksi adalah sesuai
dengan Pasal 11 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
72
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).124 Pemberhentian juga dapat
diajukan atas permintaan sendiri, melakukan tindakan yang merugikan bank,
melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan negara. 125
Komisaris dalam hal ini disebut Badan Pengawas yang bertanggung jawab kepada
Kepala Daerah apabila Direksi diduga melakukan tindakan atau sikap yang
bertentangan dengan kepentingan daerah. Atas dugaan yang diajukan secara tertulis
tersebut Kepala Daerah dapat memberhentikan untuk sementara anggota Direksi yang
bersangkutan.126
Pemberitahuan sementara tersebut dilakukan juga secara tertulis kepada
Direksi yang bersangkutan disertai dengan alasa-alasan yang menyebabkan tindakan
tersebut.127 Anggota Direksi yang bersalah tersebut diberikan kesempatan untuk
membela diri pada sidang yang khusus diadakan untuk itu oleh Badan Pengawas
sebagai Komisaris dalam waktu satu bulan sejak anggota Direksi tersebut diberitahu
tentang pemberhentian sementara.128 Pada sidang tersebut dihadiri Kepala Daerah
sebagai Pemegang Saham dan atas permintaan Pemegang Saham dapat pula dihadiri
oleh anggota-anggota Pemerintah Harian dan/atau anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).129 Badan Pengawas sebagai Komisaris juga
124 Pasal 94 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 125 Pasal 12 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 126 Pasal 12 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 127 Pasal 12 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 128 Pasal 12 ayat (4) huruf a. dan c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 129 Pasal 12 ayat (4) huruf b., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
73
hadir dan memutuskan pembatalan pemberhentian sementara juga memberitahukan
secara tertulis mengenai hasil dari sidang tersebut kepada Pemegang Saham dalam
hal ini adalah Kepala Daerah.130 Jika Kepala Daerah tidak mengambil keputusan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal sidang tersebut
maka dengan sendirinya pemberhentian sementara itu menjadi batal demi hukum,
begitu juga jika Badan Pengawas dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah
pemberhentian sementara itu diberitahukan kepada Direksi keputusan pemberhentian
sementara tersebut akan menjadi batal demi hukum.131
Jika keputusan Kepala Daerah memuat pemberhentian, anggota Direksi yanag
bersangkutan dapat meminta banding secara tertulis disertai dengan alasan-alasan
dalam waktu 2 (dua) minggu setelah pemberitahuan diterima kepada Menteri
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri).
Keputusan diambil setelah mendengar kebijakan ataupun masukan dari Gubernur
Bank Indonesia dalam waktu 2 (dua) bulan sejak surat banding diterima. 132 Putusan
Menteri atas keberatan tersebut mengikat semua pihak yang bersangkutan. 133
Pemberhentian tersebut dapat dilakukan secara tidak hormat oleh Menteri Dalam
130 Pasal 12 ayat (4) huruf d., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 131 Pasal 12 ayat (4) huruf e. dan ayat (5)., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 132 Pasal 12 ayat (6) huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 133 Pasal 12 ayat (6) huruf b., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
74
Negeri jika terbukti telah melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan atau ketentuan pidana lainnya.134
Keanggotaan Direksi Bank Pembangunan Daerah tidak boleh memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun
garis kesamping, termasuk menantu dan ipar. Jika sesudah pengangkatan ternyata
Direksi diketahui mempunyai hubungan tersebut maka harus mendapatkan izin dari
Kepala Daerah yang bersangkutan dan anggota Direksi tidak boleh rangkap jabatan
tanpa ada persetujuan tertulis dari Kepala Daerah.135 Hal ini dikarenakan Direksi
mewakili Bank di dalam maupun di luar Pengadilan. Direksi juga dapat memberikan
kuasa kepada anggota Direksi lainnya atau kepada staff pegawai bank baik sendir i
ataupun bersama-sama atau kepada orang dan badan hukum lainnya untuk mengurusi
masalah Pengadilan atau masalah lain yang berkaitan dengan pengurusan
perusahaan.136
Kebijaksanaan Bank dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh Direksi menurut
kebijaksanaan umum yang digariskan oleh Badan Pengawas sebagai Komisaris.
Kebijaksanaan umum tersebut biasanya disebut dengan Anggaran Dasar Rumah
Tangga (ADRT) Perusahaan yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. ADRT Perusahaan tadi harus juga diberitakan
134 Pasal 12 ayat (7), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 135 Pasal 13, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah. 136 Pasal 14, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah.
75
dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) yang disahkan oleh Menteri Hukum
dan Hak Azasi Manusia (Menkumham).137
Hubungan antara pengaturan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dengan Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah bahwa Undang-Undang No. 13
Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah sudah
tidak digunakan lagi dalam hal pengaturan di dalam PT. Bank Sumut sejak
dikeluarkannya Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999
tentang Perubahan Nama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara ke PT. Bank
Sumut. Perubahan bentuk badan hukum tersebut adalah demi mengikuti globalisasi
ekonomi dunia. Ketentuan Bank Pembangunan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dunia usaha perbankan. Setelah melakukan riset penelitian terhadap
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah didapat hasil bahwa adanya ketentuan tersebut tidak
mengakomodir kebutuhan PT. Bank Sumut itu sendiri mengikuti perkembangan
perusahaan yang begitu pesat. Menurut penelitian Didi Duharsa mengenai peranan
reorganisasi PT. Bank Sumut untuk menghindari pembubaran didapat bahwa program
rekapitalisasi perbankan yang telah dilaksanakan ternyata telah berhasil
menyehatkana PT. Bank Sumut.138
137 Pasal 15, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah. 138 Didi Duharsa, “ Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari
Pembubaran : Studi Pada PT. Bank Sumut”, (Medan : Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 119.
76
4. Tanggung Jawab dan Tuntutan Ganti Rugi Pegawai
Tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi pegawai diatur dalam Pasal 17
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah. Pasal 17 menyatakan bahwa139 :
(1) “Presiden Direktur dan para Direktur dalam kedudukannya sebagai anggota Direksi serta semua pegawai Bank, yang karena tindakan-tindakan melawan hukum, peraturan Bank atau ketentuan-ketentuan Badan Pengawas, atau yang karena kelalaian kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka, dengan langsung ataupun tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Bank, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
(2) Ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai Daerah berlaku sepenuhnya terhadap Bank”.
Direksi Bank Pembangunan Daerah disebut dengan organ perseroan. Apabila
dalam melakukan pekerjaannya, Bank mengalami kerugian yang disebabkan oleh
pekerjaannya itu maka Direksi tersebut harus dan wajib mengganti seluruh kerugian
yang diderita Bank. Namun, prinsip Business Judgement Rules sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dapat dipakai untuk pembelaan Direksi yang menyebabkan
kerugian tersebut apabila dalam hal ini140 :
a. “Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik laingsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yagn mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut”.
139 Pasal 17, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah. 140 Pasal 97 ayat (5), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
77
Benar adanya bahwa pengaturan Bank Pembangunan Daerah (dalam hal ini
PT. Bank Sumut) berdiri atas Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah tapi untuk pengaturan yang
tidak diatur dalam peraturan tersebut dapat dilihat pada Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
5. Rapat Pemilik Saham
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah, Rapat Umum Pemegang Saham (yang disebut
RUPS dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
Namun dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah disebut Rapat Pemilik Saham. Seluruh tata tertib
rapat pemilik saham biasa dan saham prioritet diatur dalam Peraturan Pendirian Bank
yaitu Perda dengan mengingat petunjuk-petunjuk Gubernur Bank Indonesia sebagai
gubernur bank sentral.141 Keputusan dalam rapat pemilik saham diputuskan
berdasarkan mufakat.142
Jika kata mufakat tidak tercapai maka harus disampaikan kepada Kepala
Daerah yang bersangkutan. Kepala Daerah mengambil keputusan (jalan tengah)
dengan mendengarkan pendapat-pendapat dalam rapat terlebih dahulu dan
141 Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 142 Pasal 18 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah.
78
memutuskan kebijakan dengan melaporkan ke Gubernur Bank Indonesia. 143 Jika
keputusan tersebut tidak digubris oleh Gubernur Bank Indonesia dalam jangka waktu
1 (satu) bulan maka putusan tersebut harus dilaksanakan. 144
6. Pengawasan
Badan yang bertindak sebagai pengawas pada Bank Pembangunan Daerah
disebut dengan Badan Pengawas, dalam Perseroan Terbatas disebut dengan
Komisaris. Badan Pengawas bertugas untuk menentukan garis kebijaksanaan bank.145
Ketentuan tersebut harus disetujui oleh Kepala Daerah yang bersangkutan dengan
mengingat peraturan Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah yang
ditetapkan dalam peraturan pendirian bank.146 Keanggotaan Badan Pengawas paling
sedikit adalah 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima) orang dan diantaranya
diketuai oleh Ketua Badan Pengawas,147 pada saat ini disebut Komisaris Utama.
Seluruh Badan Pengawas harus berkewarganegaraan Indonesia begitu juga
dengan Dewan Direksi.148 Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh Kepala
Daerah atas usul DPRD dari daerah yang memiliki saham prioritet (maksudnya
143 Pasal 18 ayat (3) dan (4), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 144 Pasal 18 ayat (5), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 145 Pasal 19 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 146 Pasal 19, ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 147 Pasal 20 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 148 Pasal 20 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah.
79
saham paling mayoritas).149 Masa jabatan dari Badan Pengawas adalah 3 (tiga) tahun,
namun setelah itu berakhir maka dapat diangkat kembali dengan ketentuan yang
berlaku. Pengawasan teknis dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral
Indonesia.150
7. Rencana Kerja Tahunan
Rencana kerja tahunan tidak terlepas dari tahun tutup buku. Setiap perusahaan
pastilah memiliki buku keuangan. Buku laporan keuangan tersebut ada tahun
bukunya disebut tahun takwim. Dalam Bank Pembangunan Daerah tahun buku bank
adalah tahun takwim.151 Tahun takwim adalah dari tanggal 1 Januari sampai dengan
31 Desember.152 Pada jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berjalan,
Direksi diwajibkan menyampaikan sebuah rencana kerja tahunan kepada Badan
Pengawas untuk disetujui.153 Setelah diajukan, selanjutnya Badan Pengawas dapat
merubah dan dirundingkan dengan Direksi. Paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
tahun berjalan, rencana kerja tersebut sudah sampai ke Pemerintah Pusat untuk
disahkan. Jika pemerintah mengemukakan keberatan atau menolak proyek yang
149 Pasal 20 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 150 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843. Pasal 8, mengatakan bahwa : “ Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi bank”.
151 Pasal 23, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
152 Pasal 1, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 t entang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740.
153 Pasal 24 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
80
dibuat oleh Direksi dan Badan Pengawas maka rencana kerja tersebut tidak dapat
berjalan dengan semestinya.154
Rencana kerja tahunan yang ditambahkan atau dirubah yang terjadi dalam
tahun buku yang bersangkutan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
Badan Pengawas dan baru bisa dijalankan setelah mendapat pengesahan dari
Pemerintah Pusat.155 Ada keambiguan peraturan disini, Bank Pembangunan Daerah
dalam hal ini adalah produk dari Pemerintah Daerah. Namun, tetap saja harus
meminta persetujuan pemerintah pusat. Otonomi Daerah memerintahkan agar setiap
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengelola dan meningkatkan Pendapatan
Asli Daerahnya dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Laporan Perhitungan Hasil Keuangan Berkala dan Kegiatan Bank
Laporan perhitungan hasil keuangan berkala dilakukan oleh Direksi kepada
Badan Pengawas, Kepala Daerah dan Pemerintah Pusat menurut cara dan waktu yang
ditentukan dalam Perda Pendirian Bank.156 Laporan keuangan terdiri dari neraca dan
perhitungan laba-rugi. Perhitungan tersebut diserahkan kepada Badan Pengawas, para
Kepala Daerah dan Pemerintah Pusat menurut cara dan waktu yang ditentukan dalam
154 Pasal 25 ayat (2) huruf a. sampai dengan huruf c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 155 Pasal 24 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 156 Pasal 25, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 t entang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah.
81
Perda Pendirian Bank Pembangunan Daerah.157 Cara penilaian pos-pos anggaran
dalam perhitungan tahunan juga harus disebutkan dalam laporan keuangan
tersebut.158
Perhitungan Laporan Keuangan Rugi-Laba yang dibuat oleh Direksi disahkan
oleh Kepala Daerah setelah mendengar pendapat dari badan Pengawas.159 Jika dalam
jangka waktu yang telah ditentukan dalam Perda Pendirian BPD tidak ada keberatan
oleh Kepala Daerah maka laporan keuangan rugi-laba tersebut disahkan.160 Setelah
disahkan lalu Direksi diwajibkan mengumumkan kepada publik melalui surat kabar
yang mempunyai peredaran terbanyak dalam daerah usaha Bank yang bersangkutan,
seperti : Harian Waspada atau Harian Analisa.161
9. Penetapan Penggunaan Laba
Setiap perusahaan pastilah memiliki laba ataupun kerugian. Penggunaan laba
bersih setelah dikurangi dengan penyusutan terlebih dahulu, harus dikurangi juga
dengan cadangan dan pengurangan-pengurangan lain yang wajar dalam perusahaan
Bank. Menurut Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
157 Pasal 26 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 158 Pasal 26 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 159 Pasal 26 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 160 Pasal 26 ayat (4), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 161 Pasal 26 ayat (5), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah.
82
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, menyebutkan penetapan
penggunaan laba, antara lain162 :
a. “Untuk dana pembangunan Daswati I yang bersangkutan 15%; b. Untuk para pemilik saham prioritet dan biasa 40% dibagi menurut
perbandingan nilai nominal saham-saham; c. Untuk cadangan umum 25%, sedangkan sisanya dipisahkan untuk
disumbangkan dana pensiun dan sokongan pegawai, pendidikan dan jasa produksi yang jumlah persentasenya masing-masing ditentukan dalam peraturan pendirian Bank”.
Dana pembangunan Daswati I maksudnya adalah pemerintah provinsi. Dalam
konteks PT. Bank Sumut adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara itu sendiri.
Untuk dapat melihat penerimaan Pemprovsu dapat dilihat di Dinas Pendapatan
Provinsi Sumatera Utara ataupun laporan keuangan laba-rugi PT. Bank Sumut pada
tahun berjalan. Pada Februari 2010, laba sebelum Pajak Rp. 130,8 miliar, kredit Rp.
8,4 triliun dan DPK Rp. 9,5 triliun dengan total aset Rp. 11 triliun.163 Laba dari saham
prioritet dimasukkan dalam dana pembangunan daerah yang memiliki saham
prioritet.164 Pada cadangan yang diam dan atau rahas ian tidak boleh diadakan. Cara
mengurus dan menggunakan dana penyusutan dan cadangan tujuan diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat I yaitu Gubernur Sumatera
Utara setelah mendengar pendapat dari Badan Pengawas selaku Komisaris.165
Mengenai dana cadangan umum disimpan untuk pembayaran pensiun dan
tunjangan lainnya. Pensiun dan tunjangan tersebut diberikan kepada staff dan
162 Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
163 Media SMS, “ Kinerja PT. Bank Sumut Meningkat”, http://media-sms.com/?p=112., diakses pada 15 April 2011.
164 Pasal 27 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
165 Pasal 27 ayat (3) dan (4), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
83
karyawan Bank Pembangunan Daerah. Pengelolaan dana cadangan tersebut dilakukan
oleh Bank Pembangunan Daerah itu sendiri.
10. Pembubaran
Pembubaran Bank Pembangunan Daerah dan penunjukan likuidatornya
ditetapkan dalam Perda Tingkat I yang bersangkutan.166 Sisa kekayaan bank setelah
dilikuidasi akan dibagikan kepada para pemilik saham prioritet dan saham biasa
menurut perbandingan nilai nominal saham-saham tersebut.167 Pertanggung jawaban
Likuidator dalam hal likuidasi dilakukan kepada Kepala Daerah yang memberikan
pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan ayng telah diselesaikan oleh
Likuidator.168
Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
juga diatur mengenai Likuidasi dalam hal pembubaran perseroan yang diatur dalam
Pasal 142 ayat (2) yang menyatakan bahwa :
“Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud ayat (1) : a. Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh Likuidator atau
Kurator; dan b. Perseroan yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali
diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangk Likuidasi”.
166 Pasal 28 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 167 Pasal 28 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah. 168 Pasal 28 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan -Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah.
84
Nama perusahaan yang dilikuidasi akan berubah menjadi Perseroan Terbatas
Dalam Likuidasi. Kata “Dalam Likuidasi” harus disertakan dalam setiap surat yang
keluar pada stempelnya.169 Pembubaran perseroan terjadi karena :
a. “Berdasarkan keputusan RUPS; b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir; c. Berdasarkan penetapan pengadilan; d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; dan
f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan Likuidasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.
Pada ketentuan Bank Pembangunan Daerah dan ketentuan Perseroan Terbatas
ternyata proses pembubaran harus melalui tahapan likuidasi. Likuidasi tersebut
dilaksanakan oleh Likuidator. Likuidator tetap ditunjuk oleh Pemegang Saham. Jika
pada BPD ditetapkan oleh Perda dari Gubernur, sedangkan pada Perseroan Terbatas
ditetapkan dalam Keputusan RUPS terdapat dalam Risalah Rapat dan dibuat di depan
Notaris.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 1967 tidak ada yang mengatur
mengenai perubahan Bentuk Badan Hukum dari Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara ke Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Sumatera
169 Pasal 143 ayat (2), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
85
Utara.170 Adapun Permendagri yang mengatur mengenai badan hukum bank
pembangunan daerah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1998
tentang Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah.
Pada dasarnya peraturan ini memerintahkan Pemerintah Provinsi untuk
mengubah bentuk badan hukum perusahaan daerah dari Perusahaan Daerah Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara. Perintah tersebut dituangkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan
Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.171
Perda Provsu No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan
Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, disahkan oleh Menteri
Dalam Negeri dengan Surat Keputusan No. 584.22-306 pada tanggal 12 April 1999.
Konsekuensi hukumnya adalah bahwa pengaturan perusahaan PT. Bank Sumut harus
berpijak pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan karena PT. Bank
Sumut bergerak di bidang usaha perbankan. Konsekuensi selanjutnya adalah nama
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berubah resmi menjadi PT. Bank Sumut.
170 Kementerian Dalam Negeri, “ Katalog Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri Dari Tahun 1950 s.d. 2010 Dengan Status/Aspek Legalitasnya”, (Jakart a : Pusdatinkomtel, April 2010), hal. 20-27.
171 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 t entang Perubahan Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Tbk., Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Tahun 1999 Nomor 47.
86
Lalu bentuk perusahaan juga berubah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan
Terbatas. Jika hanya Perusahaan Daerah maka akan sulit untuk berkembang
sedangkan jika menggunakan Perseroan Terbatas akan cepat berkembang karena
tidak terbatas oleh batas-batas wilayah kekuasaan Pemerintah Daerah.
d. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal BPD Dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, termasuk Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah D.I. Aceh, BPD
Sumut, BPD Bengkulu, BPD Lampung, BPD DKI Jakarta, BPD Jateng, BPD, Jatim,
BPD Kalbar, BPD Sulut, BPD Maluku, BPD NTB, dan BPD NTT dalam rangka
Program Rekapitalisasi.172 Pada dasarnya peraturan pemerintah itu merupakan
turunan dari Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah.
Pada Pasal 2 ayat (2) huruf b., ketentuan ini menyebutkan besaran penyertaan
modal yang dilakukan oleh Negara kepada BPD Sumatera Utara, yaitu :
Rp.302.871.000.000,- (tiga ratus dua miliar delapan ratus tujuh puluh satu juta
rupiah).173 Penetapan besaran penyertaan modal ini disesuaikan dengan kemampuan
172 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyert aan Modal Negara Republik
Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah D.I. Aceh, BPD Sumut, BPD Bengkulu, BPD Lampung, BPD DKI Jakarta, BPD Jateng, BPD, Jatim, BPD Kalbar, BPD Sulut, BPD Maluku, BPD NTB, dan BPD NTT dalam rangka Program Rekapitalisasi, Lembaran Negara Republik Indonesi a Tahun 1999 Nomor 79.
173 Pasal 2 ayat (2) huruf b., Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dal am Modal Bank Pembangunan Daerah D.I. Aceh, BPD
87
daerah masing-masing. Berdasarkan ketentuan peraturan pemerintah inilah
berikutnya dikeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mengatur
mengenai penyertaan modal. Lain halnya mengenai divestasi dan tata cara penyertaan
modal yang dilakukan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 174
e. Peraturan Daerah Mengenai Penyertaan Modal (Perda Provsu No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara)
Pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara mengatur
mengenai tujuan dari penyertaan modal, asal dana, dan pengelolaan dana yang
disertakan.175
Adapun tujuan dari penyertaan modal menurut Perda ini diatur dalam Pasal 2,
yang menyebutkan bahwa :
“Penyertaan Modal bertujuan : a. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dan Kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara; b. Meningkatkan kemampuan PT. Bank Sumut dalam rangka perluasan
usaha guna meningkatkan perekonomian; c. Memenuhi ketentuan modal PT. Bank Sumut sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan”.
Sumut, BPD Bengkulu, BPD Lampung, BPD DKI Jakarta, BPD Jateng, BPD, Jatim, BPD Kalbar, BPD Sulut, BPD Maluku, BPD NTB, dan BPD NTT dalam rangka Program Rekapitalisasi.
174 Pasal 3, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal B ank Pembangunan Daerah D.I. Aceh, BPD Sumut, BPD Bengkulu, BPD Lampung, BPD DKI Jakarta, BPD Jateng, BPD, Jatim, BPD Kalbar, BPD Sulut, BPD Maluku, BPD NTB, dan BPD NTT dalam rangka Program Rekapitalisasi.
175 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 16.
88
Peningkatan PAD dilakukan dengan cara penyaluran kredit yang dilakukan
oleh PT.Bank Sumut. Namun, penyaluran kredit masih bisa dikatakan belum tercapai
ke seluruh lapisan masyarakat. Karena pihak Bank hanya mengeluarkan kredit kepada
kreditur-kreditur yang mampu saja dalam hal keuangan, tidak kepada kreditur-
kreditur yang benar-benar membutuhkan. Persyaratan pengajuan kredit sudah diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia yang berlaku kepada semua Bank. Persyaratan
tersebut haruslah dengan syarat usaha sudah berjalan selama 2 (dua) tahun atau lebih.
Namun, yang menjadi polemik di dalam masyarakat adalah bahwa harus ada agunan
berupa sertifikat kendaraan ataupun sertifikat tanah. Bagaimana dengan kreditur yang
sama sekali tidak punya harta untuk diagunkan, dan tidak punya usaha yang sudah
berjalan karena usahanya baru akan dibuat pada saat pencairan kredit dilakukan.
Tentu saja hal ini ada yang pro dan ada yang kontra. Namun, untuk lebih jelasnya hal
ini dapat dikaji pada penelitian selanjutnya yang membahas mengenai kredit
masyarakat.
Pada pembahasan ini hanya dikaji masalah penyertaan modal saja, jadi tidak
dengan hal-hal lain yang tidak terkait dengan penyertaan modal. Dengan demikian,
penyertaan modal menurut ketentuan Perda ini, hanya diatur pada Pasal 2, Pasal 3,
dan Pasal 4. Pada Pasal 3 mengatur mengenai sumber dana penyertaan modal yang
berasal dari : a. dana bagi hasil dari penerimaan PBB; b. dividen pada PT. Bank
Sumut; c. dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pada Pasal 4 mengatur
mengenai penyertaan modal yang dilakukan harus berdasarkan RUPS.
Pasal 4 Perda ini sejalan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang mengatakan bahwa penambahan modal harus dilakukan
89
berdasarkan RUPS. Pada dasarnya RUPS adalah meminta persetujuan dari Pemegang
Saham.
C. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyertaan Modal Pempropsu Pada PT. Bank Sumut
Sejak awal para pendiri bangsa (founding fathers) telah menyadari bahwa
Indonesia sebagai suatu kolektivitas politik tidak memiliki modal yang cukup untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi, sehingga Negara yakni Pemerintah
mengambil peranan yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi.176 Hal ini secara
eksplisit diatur dalam Pasal 33 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang
berbunyi sebagai berikut :
(2) “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dalam kaitannya di atas, dirasa perlu untuk meningkatkan seluruh kekuatan
ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun kepemilikan Negara
terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, selama Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 Negara Republik Indonesia masih tercantum dalam konstitusi maka
selama itu pula keterlibatan pemerintah dalam perekonomian Indonesia masih
176 Sumi Fratiwi, “ Aspek Hukum Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan
Usaha Milik Negara”, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hal. 18.
90
diperlukan.177 Dalam hal penyertaan modal yang dilakukan pemerintah juga berpijak
dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ini.
Selanjutnya diatur lagi berdasarkan Pasal 5 ayat (1) bahwa “Presiden
mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”, dan Pasal
20 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang”. Berdasarkan kedua pasal yang disebutkan
tadi, maka diundangkanlah Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah sebagai landasan berpijak dari Bank
Pembangunan Daerah yang ada di setiap daerah wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Banyak sekali peraturan mengenai Bank Pembangunan Daerah ini. Contohnya
mengenai pengelolaan asetnya diatur dalam peraturan pemerintah, selanjutnya
keputusan menteri keuangan mengatur tentang tata cara penyetoran penyertaan modal
bank. Untuk tidak membingungkan mengenai hierarki peraturan perundang-undangan
tentang penyertaan modal pada PT. Bank Sumut dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
ini mengenai daftar peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Bank
Pembangunan Daerah :
177 Ibid.
91
Tabel 3. Daftar Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan PT. Bank Sumut
NO NAMA PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
1. Pancasila & UUD 1945, Pasal 33 Landasan sistem perekonomian di Indonesia yang menggunakan sistem ekonomi Pancasila
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
Bentuk Bank Pembangunan Daerah berbadan hukum Perusahaan Daerah
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah
Dasar pijakan dari berdirinya Bank Pembangunan Daerah
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Tata kelola perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan
5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dasar pijakan Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan Peraturan Daerah
6. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Pengawasan PT. Bank Sumut yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
7. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Memerintahkan kepada Pemerintah Daerah agar menyimpan Kas Daerah di PT. Bank Sumut
8. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pengelolaan PT. Bank Sumut berdasarkan Undang-Undang ini karena UU 13/1962 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perusahaan sekarang ini
9. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara
Mengatur tentang tata cara menyert akan modal pemerintah kepada PT. Bank Sumut
10. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara RI ke dalam modal semua BPD di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Rangka Program Rekapitalisasi
Perintah untuk menyertakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ke Bank Pembangunan Daerah dalam hal ini adalah PT.Bank Sumut
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BPD
Merubah bentuk hukum BPDSU menjadi PT.Bank Sumut barulah dikeluarkan Perda
12. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum BPDSU kepada PT. Bank Sumut
Merubah badan hukum BPDSU dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas
13. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Hasil PBB Sebagai Penyertaan Modal PT. Bank Sumut
Sumber lain penyertaan modal PT. Bank Sumut berasal dari bagi hasil pendapatan PBB sebagai penerimaan daerah Sumatera Utara
14. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut
Melihat anggaran yang disiapkan Pemerintah Daerah kepada PT. Bank Sumut
Sumber : Website Resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
92
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, jenjang-jenjang tersebut adalah sebagai berikut 178 :
a. ”UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah”.
Pancasila adalah sebagai Norma Dasar (grundnorm) dalam Teori Stufenbau,
memperlihatkan bahwa seluruh sistem hukum mempunyai suatu struktur piramidal,
mulai dari yang abstrak (ideologi negara dan undang-undang dasar) sampai yang
konkret (peraturan-peraturan yang berlaku).179 Dalam hal kedudukan Akta Notaris
disini adalah hanya sebagai legalitas bahwa perusahaan tersebut berbentuk badan
hukum. Akta Pendirian harus disahkan di Pengadilan Negeri untuk selanjutnya
mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM agar diumumkan dalam
Lembaran Berita Negara Republik Indonesia.
Pada Pasal 12, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa180 :
”Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”.
178 Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389.
179 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogjakarta : Kanisius, 1995) hal. 44. 180 Pasal 12, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
93
Jadi, berdasarkan ketentuan di atas, seharusnya Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara tidak diatur
mengenai tata cara penyertaan modal. Cara tersebut sebaiknya diatur lebih konkrit.
Pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut jika ditinjau oleh Stufenbau Theory adalah
bahwa pengaturan tersebut belum berdasarkan The General System Theory (Hukum
itu harus sistematis dan hierarkis). Kebijakan PT. Bank Sumut harus berdasarkan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena Undang-
Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan
Daerah sudah tidak mengikuti perkembangan zaman lagi.
Dengan kata lain, dasar pembentukan PT. Bank Sumut yang berdasarkan
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perusahaan
sekarang ini. Jadi, harus mengikuti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas baik itu pengaturan mengenai kebijakan dividennya maupun
mengenai pengaturan pengambilan kebijakan dari direksi yang harus berdasarkan atas
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Adapun pembagian dividen PT. Bank
Sumut adalah disebut dengan pembagian dividen interim.181
Pembagian dividen interim PT. Bank Sumut kepada Pemprovsu harus
dimasukkan di dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) PT. Bank Sumut. Hal
181 Pasal 72 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 t entang Perseroan Terbatas,
mengatakan bahwa : “ Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan”.
94
ini dilakukan demi kemaslahatan masyarakat banyak karena dividen interim tersebut
disetorkan ke Kas Daerah agar dapat digunakan untuk pembangunan oleh Pemprovsu.
Pembagian dividen secara interim maksudnya adalah bahwa PT. Bank Sumut dapat
mencicil pembagian dividen kepada Pemprovsu secara menyicil. Penarikan dividen
interim tersebut juga tidak perlu mengadakan RUPS karena cukup dengan Surat
Keputusan Direksi saja dengan persetujuan dari Dewan Komisaris.182
182 Pasal 72 ayat (4), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
95
BAB III
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM PENYERTAAN MODAL PADA PT. BANK SUMUT
Mengenai tanggung jawab maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai
hak dan kewajiban. Baik itu Pemerintah Daerah maupun PT. Bank Sumut itu sendiri.
Dengan kata lain, jika ada hak dan kewajiban Pemerintah Daerah maka ada juga hak
dan kewajiban PT. Bank Sumut. Selain itu, juga akan dibahas mengenai hubungan
antara Bank Pembangunan Daerah dan Perekonomian Daerah. Eksistensi PT. Bank
Sumut banyak mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Persoalan intinya adalah Bank
Pembangunan Daerah dinilai tidak dapat menjadi instrumen bagi peningkatan
pembangunan ekonomi di daerah. Indikasinya adalah tingginya penempatan dana
BPD dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Padahal, dana BPD tersebut
umumnya berasal dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan dana Pemda tersebut sebagian
merupakan dari alokasi dari APBN.183
Kaitan BPD dengan Pemerintah Daerah adalah dalam hal Peningkatan Asli
Daerah (PAD) dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Sistem pemerintahan
Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan
pelaksanaan asas desentralisasi tersebut maka dibentuklah daerah otonom yang
terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kotamadya yang bersifat
otonom sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 32 Tahun
183 Sunarsip, “Relasi Bank Pembangunan Daerah dan Perekonomian Daerah”, Harian
Republika, Rabu 09 Januari 2008, Rubrik Pareto, hal. 16.
96
2004 tentang Pemerintah Daerah.184 Menurut Pasal 1 angka 6 dalam ketentuan
tersebut dirumuskan bahwa : ”Daerah Otonom”, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan dapat
berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri yang tidak bergantung kepada
pemerintah pusat, oleh karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan
sendiri untuk menguru dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui sumber-
sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan yang dikuasai
oleh daerah dengan batas-batas kewenangan yang ada dan selanjutnya digunakan
untuk membiayai semua kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah
tangganya sendiri. Jadi agar daerah dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-
baiknya perlu ada sumber pendapatan daerah, sesuai dengan apa yang dikatakan
Soedjito yaitu185 :
”Semakin besar keuangan daerah, semakin besar pulalah kemampuan daerah untuk menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial, budaya dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya, atau dengan kata lain semakin besarlah kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat”.
184 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 185 Soedjito dalam Elita Dewi, “ Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah”, (Medan : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2002), hal. 1.
97
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelenggaraan
otonomi daerah, seperti yang dikemukakan Ibnu Syamsi sebagai ahli hukum
administrasi negara dalam bukunya Pengambilan Keputusan sebagai berikut186 :
”faktor-faktor tersebut adalah kemampuan struktural organisasinya, kemampuan aparatur daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan kemampuan keuangan daerah, diantara faktor-faktor tersebut, faktor keuangan merupakan faktor essensial untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya”
Dikatakan demikian, karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggungjawab harus didukung dengan tersedianya dana guna pembiayaan
pembangunan. Maka daerah otonom diharapkan mempunyai pendapatan sendiri
untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya, hal ini sejalan dengan
pendapat Suparmi Pamudji, ahli hukum tata negara, yang menyatakan187 :
”Pemerintah Daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam urusan rumah tangganya sendiri”.
Pendapat di atas juga didukung oleh D. J. Mamesah sebagai ahli hukum tata
negara, yaitu188 :
”Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengna uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh
186 Ibnu Syamsi, Pengambilan Keputusan (Decision Making), Cet akan Pertama, (Jakart a :
Bina Aksara, 1989). 187 Suparni Pamudji, Pelaksanaan Azas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Dalam Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta : Yayasan Karya Dharma, 1984).
188 D. J. Mamesah, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995).
98
negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sejalan dengan pemberian urusan kepada daerah termasuk sumber
keuangannya, maka bunyi Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dicantumkan sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas 189 :
a. ”Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu : 1. Hasil Pajak Daerah; 2. Hasil Retribusi Daerah; 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah”.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di
luar PAD karena PAD dapat digunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah
sedangkan untuk pemberian pemerintah (NON-PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan
penggalian dan peningkatan PAD diharapkan Pemerintah Daerah juga mampu
meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah.190
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Salah satu sumber PAD yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian
khusus adalah perusahaan daerah. Dalam hal ini adalah mengenai PT. Bank Sumut
sebagai perusahaan daerah Sumatera Utara. Maka dari uraian di atas, ditemukan
189 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 190 Elita Dewi, “Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan
Otonomi Daerah”, (Medan : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2002), hal. 2.
99
bahwa ada kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk
melakukan usaha-usaha (penyertaan modal) meningkatkan PAD. Penyertaan modal
tersebut dilakukan dengan cara mengeluarkan Peraturan Daerah. Untuk mengeluarkan
Perda maka perlu persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
A. Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru
atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut.
Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber
lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan
dikelola secara korporasi.191
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesungguhnya memiliki karakteristik
yang sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Secara legal, BUMN dan
BUMD sama-sama merupakan bagian dari keuangan negara.192 Perbedaannya terletak
pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun, sangat disayangkan meskipun
BUMD memiliki karakteristik yang sama dengan BUMN kinerja BUMD jauh
ketinggalan dibanding BUMN. Salah satu penyebabnya adalah stakeholders BUMD
terlihat kurang responsif dalam mengikuti dinamika yang ada, khususnya pengelolaan
191 Pasal 1 angka 7, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 192 Pasal 1 angka 5 dan 6, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286.
100
(governance) di BUMD. Padahal jika dicermati banyak hal yang berlaku di BUM N
dapat menjadi role model atau benchmark bagi pengelolaan BUMD.193
Pada PT. Bank Sumut, pengelolaan seluruh asset dan penentuan kebijakan
berasal dari Dewan Direksi. Pengawasannya dilakukan oleh Dewan Komisaris dan
pemegang sahamnya adalah Pemerintah Daerah.194 Pada pengelolaan PT. Bank
Sumut belum berdasarkan Good Corporate Governance (GCG),195 dapat dilihat dari
sisi pelayanannya yang dapat memotong antrian; perilaku Pemegang Saham, Direksi
dan Staff Pegawai yang masih melakukan Nepotisme; penerimaan pegawai yang juga
tidak mencerminkan prinsip GCG yaitu dengan adanya “titipan-titipan” dari pejabat-
pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Jika hal
ini dibiarkan terus menerus akan menurunkan kinerja dari perusahaan. 196 Prinsip
GCG tersebut belum diterapkan dengan baik dalam perusahaan. Budaya-budaya
seperti ini perlu diawasi agar dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabah. Karena
193 Sunarsip, “Membuka Belenggu BUMD”, dimuat Harian Jawa Pos Group, Jum’at 13 Maret
2009. 194 PT. Bank Sumut memiliki kebijakan dan ketentuan yang mengatur Tata Kelola Perusahaan
yang lengkap melalui Peraturan Direksi Bank Sumut No. 003/Dir./DKMR-CQA/PBS/2007 tanggal 26 Desember 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) PT.Bank Sumut.
195 Perkembangan t erbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, yaitu Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Dalam Thomas S. Kaihatu, “ Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, (Jurnal Ekonomi Manajemen : Universitas Kristen Petra Surabaya, Tanpa Tahun), hal. 1.
196 Definisi Good Corporate Governance (GCG) menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pert anggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditor). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terj adinya pertumbuhan perusahaan. Sumber : Ibid.
101
nasabah adalah salah satu dari sumber dana Bank. Tidak ada nasabah maka tidak ada
bank.197
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat bagi perbankan di Indonesia
yang merupakan salah satu tugas Bank Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia pada Pasal 8 butir c., implementasi Bank Indonesia
telah menerbitkan berbagai regulasi dalam rangka mengawal operasional Bank, agar
senantiasa memenuhi azas-azas atau prinsip kehati-hatian, manajemen resiko dan
Good Corporate Governance (GCG).198 Sehingga apabila PT. Bank Sumut
menjalankan operasionalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut, sepatutnya
Bank tersebut akan sehat dan hidup secara konsisten dan berkesinambungan yang
pada akhirnya bertujuan untuk mengamankan dana simpanan masyarakat pada
PT.Bank Sumut. Harapan ini tentunya dapat terwujud dengan iklim dan kondisi yang
komprehensif mendukung pelaksanaan GCG baik dari internal perusahaan (Peraturan
Direksi Bank Sumut No. 003/Dir./DKMR-CQA/PBS/2007) dan eksternal perusahaan
(PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Oleh Bank
Umum).199
197 Aso Sentana, Excellent Service & Customer Satisfaction, (Jakarta : Gramedia, 2006), hal.
138-144. 198 Peraturan Bank Indonesi a No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Oleh Bank Umum.
199 Didi Duharsa, “ Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran, Op.cit., hal. 22.
102
1. Sumber Dana
Bank adalah bisnis keuangan, dimana yang dijual dan dibeli adalah jasa
keuangan. Sebelum melakukan penjualan jasa keuangan, bank harus terlebih dahulu
membeli jasa keuangan yang tersedia di masyarakat dan jasa keuangan tersebut dapat
diperoleh dari berbagai sumber yang ada, terutama sumber dana dari masyarakat.200
Sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka
membiayai kegiatan operasionalnya. Untuk menopang kegiatan bank sebagai penjual
uang (memberikan pinjaman), bank harus lebih dahulu membeli uang (menghimpun
dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank dapat memperoleh keuntungan. 201
Kemudian untuk membiayai operasinya dana bank dapat pula diperoleh dari
modal sendiri yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana
disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber
dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu,
pemilihan sumber dana harus dilakukan secara tepat. Jika tujuan perolehan dana
untuk kegiatan sehari-hari jelas berbeda sumbernya, dengan jika bank hendak
melakukan investasi baru atau melakukan perluasan suatu usaha. Kebutuhan dana
untuk kegiatan utama bank diperoleh dalam berbagai simpanan, sedangkan kebutuhan
dana digunakan untuk investasi baru atau perluasan usaha diperoleh dari modal
sendiri.202
200 Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, (Jakarta :
Gramedia, 2008), hal. 55. 201 Website Gunadarma, “ Sumber-sumber Dana Bank”,
peni.staff.gunadarma.ac.id/.../files/.../Sumber-sumber+Dana+Bank.ppt., diakses pada 21 April 2011. 202 Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, (Jakarta :
Gramedia, 2008), hal. 55.
103
Adapun hal terpenting bagi bank adalah memilih dan mengelola sumber dana
yang tersedia dengan menggunakan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Bagi bank pengelolaan sumber dana dari masyarakat, terutama dalam bentuk
simpanan giro, tabungan dan deposito adalah sangat penting. Dalam pengelolaan
sumber dana dimulai dari perencanaan akan kebutuhan dana, kemudian pelaksanaan
pencarian sumber dana dan pengendalian terhadap sumber-sumber dana yang
tersedia. Dengan kata lain pengertian Manajemen Dana Bank adalah suatu kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap penghimpun dana yang ada di
masyarakat.203
Selain dari dana masyarakat pada PT. Bank Sumut harus bisa menentukan
kemana investasi dari Pemerintah Daerah akan disalurkan dalam hal penyertaan
modal Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 3 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Utara, menyebutkan bahwa204 :
“Dana Penyertaan Modal bersumber dari : a. Dana bagi hasil dari penerimaan PBB; b. Dividen pada PT. Bank Sumut; c. dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara masuk kepada
sumber dana bank yang bersumber dari lembaga lain. Hal ini dikarenakan Pemerintah
Daerah Sumatera Utara adalah sebuah lembaga pemerintahan. Diketahui sumber-
203 Ibid., hal. 55-56. 204 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal
pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 16.
104
sumber dana bank, antara lain : a. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri; b. Dana
yang berasal dari masyarakat luas; dan c. Dana yang bersumber dari lembaga lain.205
Dalam praktiknya sumber dana yang berasal dari lembaga lain ini sifatnya merupakan
tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian dana pertama dan kedua di
atas. Pencarian dari sumber dana ini relatif lebih lama dan sifatnya hanya sementara
waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk
membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Kaitannya dengan penyertaan
modal adalah bahwa dana dari Pemerintah Daerah dilakukan pertama sekali pada saat
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara tersebut didirikan. Dengan kata lain
disebut juga dengan modal awal bank.
Pada Pasal 4 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun
2009 tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Utara, menyebutkan bahwa206 :
“Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud ayat (1) telah terealisasi sebagai berikut : a. Tahun 2001 sebesar Rp. 91.407.800.000,- b. Tahun 2002 sebesar Rp. 90.000,- c. Tahun 2003 sebesar Rp. nihil d. Tahun 2004 sebesar Rp. nihil e. Tahun 2005 sebesar Rp. 113.690.650.000,- f. Tahun 2006 sebesar Rp. 62.487.380.000,- g. Tahun 2007 sebesar Rp. 24.246.880.000,- h. Tahun 2008 sebesar Rp. nihil T O T A L Rp. 291.832.800.000,- ”.
205 Soetanto Hadinoto, Loc.cit., hal. 58. 206 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal
pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
105
Setelah mendapatkan modal awal melalui penyertaan modal barulah PT. Bank
Sumut selanjutnya mencari tambahan modal dari dana yang bersumber dari
masyarakat luas. Dana yang bersumber dari masyarakat luas berupa tabungan,
deposito, giro, surat-surat berharga, dan lain sebagainya. Surat berharga tersebut
biasanya dalam bentuk referensi bank dan garansi bank. Surat berharga tersebut
digunakan oleh nasabah bank untuk berbagai macam keperluan. Contohnya dalam hal
pengajuan dokumen tender pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintahan
ataupun swasta.207
2. Saham Pemerintah Propinsi, Kotamadya/Kabupaten di PT. Bank Sumut
Saham PT. Bank Sumut dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota. PT. Bank Sumut adalah bank yang 59,95%
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan 40,05% dimiliki
oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi Sumatera Utara.208 Kantor cabang
PT. Bank Sumut juga tersebar di seluruh daerah Tingkat II dan juga di Jakarta.
Setelah mengeluarkan modal maka perusahaan biasanya memberikan keuntungan
yang disebut dengan dividen. Dividen diatur dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). RUPS diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Pada laporan keuangan PT. Bank Sumut tidak bisa dilihat saham-saham yang
dimiliki oleh Pemrovsu, Pemkab, maupun Pemko. Begitu juga dengan website resmi
207 Rocky Marbun, Tanya Jawab Seputar Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
(Jakart a : Visimedia, 2010). 208 Bank Sumut, “ Info Saham”, Op.cit.
106
PT. Bank Sumut yang tidak menyediakan informasi untuk itu. Dengan kata lain,
saham-saham tersebut tidak diupdate dan dipublikasikan setiap kali terjadi perubahan
saham. Setelah ditanyakan melalui Bagian Umum dan SDM PT. Bank Sumut di
Lantai 3 Gedung Bank Sumut, Jl. Imam Bonjol juga tidak memperoleh hasil yang
memuaskan. Hal ini menyangkut kerahasiaan bank.209 Mengenai ketidakjelasan
informasi dari saham ini, seharusnya pihak PT. Bank Sumut mengutamakan Paragraf
8 Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
bahwa untuk maksud tertentu (dalam hal ini pendidikan) rahasia bank dapat
dikesampingkan.
B. Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi PT. Bank Sumut
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga
bertanggung jawab dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan
Komisaris PT. Bank Sumut. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah pada Pasal 11 ayat (4) mengatakan
bahwa : “Anggota Direksi diangkat oleh Kepala Daerah Daswati I yang bersangkutan
untuk selama-lamanya 4 tahun; setelah waktu itu berakhir, anggota yang
bersangkutan dapat diangkat kembali”. Untuk pengangkatan dan pemberhentian
Direksi dan Komisaris pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
209 Paragraph 8 Pada Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, mengatakan bahwa : “ dalam rangka meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga perbankan, ketentuan mengenai rahasia bank yang selama ini sangat t ertutup harus ditinjau ulang, Rahasia Bank dimaksud merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, tetapi tidak seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang dirahasiakan”.
107
Terbatas juga mengatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan
Komisaris harus berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999
tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara pada Pasal 13 menyebutkan bahwa210 :
(1) “Bank dipimpin oleh Direksi, yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur.
(2) Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) periode berikutnya.
(3) Prosedur, persyaratan, pengangkatan, masa jabatan, tugas dan wewenang serta pemberhentian direksi diatur dalam Akta Pendirian”.
Jika dilihat pada Pasal 13 ayat (2) Perda Provsu No. 2 Tahun 1999,
Pengaturan mengenai periode direksi hanya bisa diangkat kembali untuk 1 (satu)
periode berikutnya setelah masa jabatan pada periode pertama telah berakhir. Pada
ketentuan ini melarang direksi untuk menduduki jabatan direksi sebagai pengurus
perusahaan lebih dari 2 (dua) periode. Namun, kedudukan Direktur Utama PT. Bank
Sumut pada tahun 2011 ini sudah memasuki periode ketiga. Hal ini dapat dilihat pada
laporan Khaeruddin sebagai Wartawan Harian Kompas di bawah ini211 :
“Beberapa waktu lalu sempat ada pertemuan informal antara anggota DPRD dan salah seorang unsur Pimpinan DPRD dengan Gus Irawan. Setelah pertemuan itu, tiba-tiba muncul berita di media kalau DPRD dan salah seorang pimpinannya tidak mempermasalahkan jabatan Direksi Bank Sumut
210 Pasal 13, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan
Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, , Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Tahun 1999 Nomor 47 Seri D Nomor 47.
211 Khaeruddin, “ Makin Kuat Indikasi Aliran Dana Bank Sumut ke DPRD”, http://tekno.kompas.com/read/2008/05/29/18424227/Makin.Kuat.Indikasi.Aliran.Dana.Bank.Sumut.ke.DPRD., diakses pada 09 Juni 2011. Laporan ini diterbitkan pada 29 Mei 2008.
108
diperpanjang lagi. Padahal itu sama sekali bukan pertemuan resmi DPRD Sumut. Gus Irawan membantah jika ada aliran dana dari Bank Sumut ke anggota DPRD. Rencana perpanjangan masa jabatan Gus Irawan itu sudah dibahas sejak RUPS tahun 2007 lalu. Tidak ada kaitannya masa jabatan direksi dengan DPRD karena yang memutuskan adalah Pemegang Saham. Sebelumnya pada tanggal 28 Mei RUPS Luar Biasa PT. Bank Sumut mengubah Anggaran Dasar. Salah satunya soal masa jabatan direksi yang sebelumnya ditentukan selama empat tahun untuk maksimal dua periode diubah menjadi tidak terbatas, atau dapat dijabat berkali-kali. Perubahan ini untuk memuluskan Gus Irawan kembali menjabat sebagai Direktur Utama untuk periode ketiga”. Berdasarkan Perda No. 2/1999 periode jabatan direksi maksimal dua kali. Namun dengan alasan Bank Sumut saat ini sudah merupakan perseroan, maka tunduk pada UU Perseroan yang tidak mengatur secara tegas periode jabatan direksi. Menanggapi hasil RUPS Luar Biasa PT. Bank Sumut yang mengubah Anggaran Dasarnya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut mengirimkan Surat ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Andi Mattalata, mempertanyakan produk hukum hasil RUPS Luar Biasa tersebut. Ketua FPKS DPRD Sumut, Sigit Pramono Asri mengatakan, tidak ada alasan mengatakan Perda No. 2/1999 bertentangan dengan UUPT. Bahkan jabatan direksi BUMN yang merupakan Perseroan pun tetap dibatasi periodenya berdasarkan UU No. 19/2003 tentang BUMN. Dalam UU ini sangat jelas disebutkan bahwa pembatasan masa jabatan direksi tidaklah diartikan sebagai peniadaan atau mengurangi ketentuan-ketentuan yang mengatur perseroan terbatas. Untuk itulah FPKS DPRD Sumut, lanjut Sigit meminta Menkumham untuk menolak Perubahan ADRT PT. Bank Sumut sebagai hasil RUPS Luar Biasa. Perubahan ketentuan Anggaran Dasar BUMD seperti Bank Sumut harus mendapat persetujuan Menteri. Untuk itu kami mengirimkan surat resmi agar perubahan ditolak. Di sisi lain, Hidayatullah menyesalkan sikap sebagian Anggota DPRD Sumut yang membiarkan saja ketika ada Perda dilanggar. Fungsi Dewan sudah enggak jalan. Berarti kalau jabatan direksi tetap dibiarkan tanpa batas, Perda soal Bank Sumut ini tidak berlaku lagi. Padahal sampai hari ini masih belum ada pencabutan terhadap Perda tersebut”.
Kedudukan Direksi PT. Bank Sumut pada saat sekarang ini jelas kelihatan
sudah menyalahi aturan yang berlaku yaitu Pasal 13 ayat (2) Perda Provsu No. 2
Tahun 1999. Seharusnya pengawasan dan penindakan perlu dilakukan oleh DPRD
109
Sumut selaku perimbangan kekuasaan dari Lembaga Eksekutif yaitu Pemprovsu yang
notabene adalah sebagai Pemegang Saham PT. Bank Sumut. Adapun pengangkatan
dan pemberhentian direksi harus didasarkan pada RUPS, tetapi RUPS juga tidak
boleh mengabaikan Perda Provsu No. 2 Tahun 1999 yang telah berlaku dan belum
dicabut. Jika dikaitkan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas pelaksanaan RUPS Luar Biasa tidak menyalahi aturan. Namun,
substansi dari putusan RUPS Luar Biasa itulah yang bertentangan dengan Pasal 13
ayat (2) Perda Provsu No. 2 Tahun 1999.
Hal ini dikarenakan PT. Bank Sumut adalah usaha dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota. Dengan begitu yang bertanggung jawab untuk
mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris adalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang pemegang sahamnya adalah Kepala Daerah Provinsi
Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 15 ayat (1) huruf h., dijelaskan
bahwa : “Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya : h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota
Direksi dan Dewan Komisaris”.212 Jadi, dengan kata lain, Undang-Undang No. 13
Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Bank Pembangunan Daerah dan Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur mengenai
pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi dan Dewan Komisaris adalah tidak
bertentangan. Di dalam ketentuan Bank Pembangunan Daerah, Pemegang Saham
disini adalah setiap Kepala Daerah se-Provinsi Sumatera Utara yang melakukan
212 Pasal 15 ayat (1) huruf h., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 t entang Perseroan
Terbatas.
110
Rapat Umum Pemegang Saham. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS adalah sebuah acara untuk menentukan
kebijakan-kebijakan perseroan oleh Organ Perseroan yaitu Direksi, Komisaris, dan
Pemegang Saham. Maka dari itu, karena ketertinggalan Undang-Undang No. 13
Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah
digunakanlah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Memang kedua Undang-Undang tersebut kelihatan tidak bertentangan tapi jika dilihat
lebih lanjut lagi kata-kata atau istilah-istilah yang dipakai pada Undang-Undang No.
13 Tahun 1962 adalah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia perbankan.
Dasar pijakannya adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Bank Pembangunan Daerah selanjutnya mengenai tata cara
pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris diatur oleh Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal ini dapat dilihat pada
Anggaran Dasar Rumah Tangga PT. Bank Sumut yang sudah diberitakan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia. Kedudukan Anggaran Dasar Rumah Tangga
PT. Bank Sumut berarti harus diselaraskan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
C. Peran Pemprovsu dalam Pengalihan Saham dari Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara ke PT. Bank Sumut
Pemprovsu sangat berperan aktif dalam pengalihan Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Utara kepada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (PT.
Bank Sumut). Peran aktif tersebut dikarenakan Pemprovsu memiliki saham terbesar
111
pada PT. Bank Sumut dibandingkan dengan Pemkab dan Pemko lainnya. Hal ini
dapat dilihat pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999
tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT). Apapun tindakan dari
Pemegang Saham harus dimuat di dalam Akta Notaris yang disahkan dengan
Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Namun, dalam hal perubahan bentuk hukum
ini harus dibuat terlebih dahulu Perda pembentukannya sebagai dasarnya selanjutnya
barulah Notaris membuat Akta Pendirian PT. Bank Sumut.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang
Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) memerintahkan agar PT. Bank
Sumut menjadi Perusahaan Terbuka. Perusahaan terbuka adalah perusahaan yang
sudah go public. Tujuan dari perusahaan terbuka ini adalah untuk menarik dana dari
masyarakat luas. Namun, hal ini belum tercapai dikarenakan penyertaan modal yang
dilakukan oleh Pemprovsu belum mencapai Rp. 400 miliar.213
Pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dapat dilihat
pada Pasal 4 ayat (4) bahwa total penyertaan modal yang dilakukan adalah Rp.
291.832.800.000,-. Belum mencapai Rp. 400 miliar makanya PT. Bank Sumut belum
menjadi Perusahaan Terbuka. Jika dibandingkan kedua Peraturan Daerah Provinsi
213 Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa : “ modal dasar bank untuk pertama kali, ditetapkan
sebesar Rp.400.000.000.000,- (empat ratus miliar rupiah)”. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbat as (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Tbk.
112
Sumatera Utara tersebut ada kelihatan ketidakkonsistenan dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara. Dapat dilihat pada modal awal pada Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999, Pasal 7 ayat (1) disebutkan modal awal Rp. 400
miliar namun pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009,
pada Pasal 4 ayat (4) hanya terkumpul total Rp.291.832.800.000,-. Juga pada bagian
judul peraturan daerah tersebut menyebutkan PT. Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara, tidak menggunakan PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara,
Tbk. (Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang
Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Sumatera
Utara, Tbk).
Walaupun Pemprovsu memiliki peran aktif dalam perubahan bentuk hukum
tersebut namun tidak diikuti dengan keseriusan penegakan hukum dari produk hukum
yang dikeluarkan. Setelah melakukan riset untuk memperoleh data berupa peraturan
daerah tersebut juga ditemukan berbagai kesulitan salah satunya adalah masalah
birokrasi yang carut marut. Untuk membalas surat riset yang diberikan kepada
Pemprovsu membutuhkan waktu yang lama dan adanya transaction cost. Hal ini
disebabkan kesadaran hukum para aparatur negara masih rendah.
D. Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut
Jika ada tanggung jawab disitu ada hak dan kewajiban. Pemprovsu
mempunyai tanggung jawab kepada PT. Bank Sumut dalam hal penyertaan modal.
113
Pemprovsu juga mempunyai hak berupa dividen dari PT. Bank Sumut. Tanggung
jawab tersebut berlangsung selama PT. Bank Sumut masih berdiri begitu juga dengan
hak berupa deviden tersbeut. Hal ini dikarenakan PT. Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara adalah Badan Usaha Milik Daerah dan merupakan alat kelengkapan
otonomi daerah yang berfungsi sebagai alat pengembangan ekonomi daerah dan
menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.214
Pemerintah Daerah Sumatera Utara diberikan tanggung jawab oleh Undang-
Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Bank Pembangunan Daerah-Daerah
Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan
Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan
Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah,
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan
Barat, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah
Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, Dan Bank Pembangunan
Daerah Nusa Tenggara Timur Dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum.
Jadi, tanggung jawab inilah yang menimbulkan peran kepada Pemprovsu untuk
mengatur sepenuhnya mengenai PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
Penyertaan modal dipandang perlu karena kesulitan permodalan yang dialami Bank
Pembangunan Daerah pada awal pertama kali berdiri.
214 Bagian Menimbang huruf a., Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009
tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
114
Menurut The General System Theory, “Struktur Hukum yang Sistematis dan
Hierarkis”, peraturan perundang-undangan mengenai penyertaan modal kepada
PT.Bank Sumut belum baik. Hal ini dikarena banyaknya kata-kata yang salah dalam
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mengatur mengenai penyertaan
modal ini. Contohnya dapat dilihat pada judul Perda Provsu No. 2 Tahun 1999 yang
kata PT. Bank Sumut sudah menggunakan kata “Tbk” padahal PT. Bank Sumut
belum melakukan privatisasi. Penggunaan kata terbuka tidak boleh dilakukan jika
perusahaan belum melakukan penawaran umum. Selanjutnya, diikuti juga dengan
aparatur yang tidak baik dan budaya hukum yang tidak baik pula maka peraturan
tersebut akan sia-sia. Dalam hal Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal bank
sumut, terdapat redaksi yang salah. Inilah substansi hukum yang tidak baik.
1. Hak dan Kewajiban Pemprovsu
Mengenai hak dan kewajiban Pemprovsu dalam hal penyertaan modal.
Pemprovsu berkewajiban menyertakan modal kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp.
400 miliar.215 Penyertaan modal tersebut bertujuan untuk : meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Kesejahteraan
masyarakat Sumatera Utara; meningkatkan kemampuan PT. Bank Sumut dalam
215 Pasal 7 ayat (1), Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang
Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Tbk.
115
rangka perluasan usaha guna meningkatkan perekonomian; dan memenuhi ketentuan
modal PT. Bank Sumut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.216
Pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Bank Sumut, Pemprovsu
mempunyai kewajiban untuk menghadiri rapat tersebut.217 Kehadiran Pemprovsu
dalam hal ini Kepala Daerah Tingkat I yaitu Gubernur Sumatera Utara terkait dengan
prinsip duty of care dan duty of loyality.218 Setelah melakukan penyertaan modal dan
menghadiri RUPS maka Pemprovsu mempunyai hak yaitu surat bukti penyertaan
modal berupa Sertifikat Kolektif Saham atas nama Pemerintah Daerah. 219 Saham atas
nama daerah ini disimpan oleh Pemerintah Daerah yaitu Kepala Daerah Sumatera
Utara tepatnya Gubernur Sumatera Utara. Hak pemegang saham atas saham yang
dipegangnya antara lain : hak atas dividen; hak menghadiri Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS); hak mengemukakan pendapat pada RUPS; hak mendapatkan laporan
keuangan tahunan.
216 Pasal 2, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan
Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. 217 RUPS diatur dalam Pasal 75-91, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. 218 Duty of Loyality adalah istilah yang digunakan dal am hukum perusahaan untuk
menggambarkan kesetiaan dari pengurus perusahaan yang menhindarkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan. Intinya pengurus perusahaan harus mengedepankan kepentingan perusahaan. Dalam hal ini adalah RUPS, setiap unsur dari perusahaan harus menghadi ri RUPS untuk menunjukkan bahwa pengurus tersebut memiliki Duty of Loyality. Dalam Beatty Samuelson, Introduction to Business Law, Third Edition, (USA : South Western Cengage Learning), hal. 350., lihat juga Dedy Sutanto, “Penentuan Standar Duty of Loyality dan Duty of Care Dalam Pertanggungjawaban Direktur Perseroan Terbatas”, (Medan : Tesis, Universitas Sumatera Utara, 2006), hal. 69.
219 Pasal 6, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
116
2. Hak dan Kewajiban PT. Bank Sumut
Mengenai hak dan kewajiban PT. Bank Sumut, antara lain :
menyelenggarakan RUPS; menerbitkan saham atas nama Pemerintah Daerah; dan
mengeluarkan deviden kepada Pemprovsu. PT. Bank Sumut wajib menerima
penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemprovsu karena hal tersebut merupakan hak
dari PT. Bank Sumut sendiri. PT. Bank Sumut juga berhak atas dana bagi hasil dari
penerimaan PBB setiap daerah Sumatera Utara sebesar 5%.220 Namun, penyertaan
modal disesuaikan dengan kemampuan daerah. Dalam hal ini, tidak ada paksaan
kepada daerah mengenai besaran penyertaan modal yang dikeluarkan.
Kewajiban lain PT. Bank Sumut adalah mengelola perusahaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Mengenai hasil deviden yang diperoleh Pemerintah
Daerah, PT. Bank Sumut wajib menyetorkan ke Kas Daerah dan disetorkan kembali
sebagai Penyertaan Modal kepada PT. Bank Sumut.221 Dalam ketentuan tersebut
dapat dilihat bahwa ada sebuah siklus perputaran uang Pemprovsu mengeluarkan
penyertaan modal, PT. Bank Sumut membagikan deviden dan membaginya ke Kas
Daerah lalu sisanya kembali ke perusahaan sebagai penambahan penyertaan modal.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal PT. Bank Sumut sangatlah singkat hanya mengatur masalah
220 Pasal 4 ayat (1), Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. 221 Pasal 5 ayat (2), Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
117
penyertaan modal saja. Tidak mengatur hal-hal yang kompleks. Jadi, hak dan
kewajiban Pemprovsu dan PT. Bank Sumut juga tidak dapat dilihat dengan lengkap.
3. Tanggung Jawab Pemprovsu dalam Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bertanggung jawab penuh terhadap
penyertaan modal PT. Bank Sumut. Hal ini dapat dilihat dari hierarki peraturan
perundang-undangan mengenai penyertaan modal Bank Sumut. Tanggung jawab
tersebut tersirat dari Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 35
Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia kepada Bank
Pembangunan Daerah di Indonesia.
Tanggung jawab Pemprovsu kepada PT. Bank Sumut terhadap penyertaan
modal yang dilakukan dapat dilihat pada pernyataan Wakil Bupati Deli Serdang,
Zainuddin Mars, yang menyatakan bahwa222 :
”Eksistensi PT. Bank Sumut sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan bagian dari tanggung jawab moral dari segenap jajaran Pemerintahan Daerah (Pemda) di Sumatera Utara. Maka itu, sejak tahun 1988 hingga 2008 Pemkab Deli Serdang telah menyertakan modalnya dalam bentuk saham sebesar Rp. 25 miliar lebih. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan bila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran itu telah ditetapkan dalam Perda. Diperkuat Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan sebagian dari hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) penerimaan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 5% setiap tahun anggaran sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut.
222 Waspada Online, “Wabup : Bank Sumut Tanggung Jawab Moral Pemda”,
http://www.waspada.co.id/index.php/images/index.php?option=com_content&view=article&id=99208:wabub-bank-sumut-tanggungjawab-moral-pemda-&catid=15&Itemid=28., diakses pada 06 Mei 2011.
118
Pada tahun 2009, Pemkab Deli Serdang, telah mengalokasikan penambahan penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp. 3,5 miliar, namun karena belum memiliki payung hukum berupa Perda, maka penyertaan modal itu tidak bisa direalisasikan. Pada tahun anggaran 2010, telah dianggarkan sebesar Rp. 4,6 miliar lebih, diharapkan bisa direalisasikan setelah Dewan terhormat menetapkan Ranperda yang diusulkan menjadi Perda sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan. Penyertaan modal pada PT. Bank Sumut ini, disamping berperan aktif bagi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan BUMD Sumut ini, Pemerintah Daerah juga mendapatkan kontribusi pendapatan daerah dalam bentuk dividen Bank, yang hingga kini telah tercatat mencapai Rp. 16 miliar lebih”.
Dari pernyataan di atas, PT. Bank Sumut yang dianalogikan sebagai sebuah
kendaraan yang menuju ke suatu tempat, pengemudinya adalah Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Sumatera Utara. Caranya adalah dengan peningkatan penyaluran kredit
kepada masyarakat dan pembiayaan-pembiayaan proyek Pemerintah Daerah. Jadi,
ada timbal balik disini antara PT. Bank Sumut dengan Pemerintah Daerah yaitu
keuntungan berupa dividen. Dengan demikian sudah pasti Pemerintah Daerah
memelihara kendaraannya agar sampai ke tujuan. Cara memeliharanya diatur dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
119
BAB IV
KETENTUAN ATAU KEBIJAKAN PEMBAGIAN DIVIDEN PADA PT. BANK SUMUT DARI PENYERTAAN MODAL YANG DILAKUKAN
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
PT. Bank Sumut adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah Sumatera Utara. PT. Bank Sumut diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
Penerimaan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, PT. Bank Sumut
juga diharapkan dapat memberikan dukungan bagi pertambahan ekonomi di Sumatera
Utara. PT. Bank Sumut harus memenuhi tuntutan walaupun menghadapi persaingan
yang sangat ketat yang ditunjukkan dari banyaknya bank yang beroperasi di Sumatera
Utara.
Suatu perusahaan di dalam melakukan aktivitasnya mempunyai tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan suatu
perusahaan adalah memperoleh atau menghasilkan laba, baik itu perusahaan di
bidang jasa, industri maupun di bidang perbankan.223 Berkembangnya suatu
perusahaan sangat ditentukan oleh laba atau pendapatan, sehingga perusahaan
tersebut dalam usaha untuk memperoleh laba pasti akan mengeluarkan beban-beban
yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan tersebut.224 Salah satu bebannya
adalah pembagian deviden kepada investor, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah
Sumatera Utara.
223 Anju Seth mengutarakan bahwa ”tujuan perusahaan adalah memaksimalkan laba”,
sebagaimana dikutip Indra Gunawan, Menelusuri Buku Kehidupan : Sebuah Perjalanan Mencari Keutuhan, (Jakarta : Gramedia, 2004), hal. 50. Lihat juga Gunawan Wijaya, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris, dan Pemilik PT, Cetakan Pertama, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 29.
224 Gunawan Wijaya, 150 Tanya Jawab t entang Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, (Jakart a: Forum Sahabat, 2008), hal. 253.
120
Beban-beban tersebut dapat dilihat pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK), penyajian pada laporan laba rugi atau pengungkapan pada catatan
atas laporan keuangan mencakup hal tersebut tetapi tidak terbatas pada unsur-unsur
pendapatan dan beban berikut ini225 :
1. Pendapatan bunga;
2. Beban bunga;
3. Pendapatan komisi;
4. Beban provisi dan komisi;
5. Pendapatan dividen;
6. Pendapatan operasional lainnya;
7. Beban penyisihan kerugian kredit dan asset produktif lainnya;
8. Beban administrasi umum;
9. Beban operasional lain.
Jika membahas masalah beban tidak terlepas dari Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Namun, dalam hal penulisan tesis ini tidak dibahas
mengenai PSAK melainkan peraturan-peraturan tentang kebijakan pembagian dividen
tersebut. Pembagian dividen yang merupakan beban perusahaan ada diatur dalam
hukum perusahaan maupun hukum perbankan. Pada hukum perbankan dapat dilihat
pada Peraturan Daerah mengenai pendirian Bank Pembangunan Sumatera Utara.
Berikutnya akan dibahas mengenai pembagian dividen perusahaan menurut
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan menurut
225 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Cetakan Kedua, (Jakarta : Salemba Empat, 2008), hal. 78-80.
121
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan
Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara juga Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum bank
Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan
Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Pembahasan peraturan
daerah tersebut tidak terlepas dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
A. Ketentuan Pembagian Dividen dalam Hukum Perusahaan
Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan
sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan dividen
merupakan kebijakan yang kontroversial karena : pertama, bila dividen ditingkatkan,
arus kas untuk investor akan meningkat, dengan kata lain akan menguntungkan
investor; dan kedua, jika dividen ditingkatkan, laba ditahan yang direinvestasi dan
pertumbuhan masa depan akan menurun, sehingga merugikan investor.226
Kebijakan dividen yang optimal adalah menyeimbangkan kedua hal tersebut
dan memaksimalkan harga saham. Kebijakan dividen suatu perusahaan dihadapkan
pada dua masalah utama, yaitu227 :
1. Pengaruh dividen; berkaitan dengan pertanyaan apakah jumlah atau tingkat
dividen yang dibayarkan mempengaruhi nilai saham suatu perusahaan atau
hasil yang akan dinikmati oleh pemegang saham.
226 Agnes Sawir, Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan, (Jakarta : Gramedia,
2004), hal. 138. 227 Ibid.
122
2. Informasi yang terkandung pada dividen; masalah ini mempertanyakan
apakah kebijakan dividen, terutama perubahan-perubahan kebijakan tersebut
(misalnya membayar dividen berupa saham bonus), memberikan indikasi
kepada pasar mengenai prospek laba di tahun yang akan datang.
Jika kebijakan pembagian dividen tersebut ditahan dan Pemprovsu melakukan
reinvestasi kepada PT. Bank Sumut maka akan dapat disalurkan melalui kredit usaha
kepada masyarakat. Sebaliknya jika tidak dilakukan reinvestasi kepada PT. Bank
Sumut maka Pemprovsu akan memperoleh laba yang dapat digunakan untuk
kemaslahatan rakyat banyak. Namun, dalam hal ini pengelolaan anggaran pemerintah
masih lemah, dan ada baiknya Pemprovsu membagikan ada yang direinvestasikan
dan ada yang diambil ke Kas Daerah. Dengan demikian tercapailah keadilan dan
kemanfaatan dari kebijakan pembagian dividen tersebut.228
Ketentuan pembagian dividen pada PT. Bank Sumut harus tunduk pada
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pada Pasal 15 ayat
(1) menyebutkan bahwa229 :
”Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya : a. nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk
tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
228 Pranoto Iskandar dan Yudi Junaidi, Memahami Hukum di Indonesia : Sebuah Korelasi
antara Politik, Filsafat, dan Globalisasi, (Cianjur : IMR Press, 2011), hal. 44. 229 Pasal 15 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
123
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris; i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen”.
Jadi, setelah melihat ketentuan hukum perusahaan dapat diketahui bahwa tata
cara penggunaan dan pembagian dividen terdapat dalam Anggaran Dasar Rumah
Tangga (ADRT) Perusahaan dalam hal ini adalah PT. Bank Sumut. Berarti terdapat
dalam Akta Notaris perubahan terakhir yang mengubah bentuk hukum perusahaan
dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara. Namun, dapat juga dilihat pada Laporan Keuangan Laba Rugi
PT. Bank Sumut pada tahun berjalan.
Pada Laporan Keuangan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30
September 2010 dan 2009 didapat angka dividen, keuntungan dari penyertaan dengan
equity method, komisi/provisi/fee dan administrasi. Pada 30 September 2010 didapat
angkat Rp. 8.308.000.000,- dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 22.580.000.000,-.
Penarikan dividen pada PT. Bank Sumut tidak bisa sebanyak 100% atau seluruhnya,
karena mengingat ada penyertaan kembali kepada penyertaan sebagai saham
Pemprovsu.
Ada tiga jenis kebijakan pembayaran dividen yang biasa dilakukan oleh
perusahaan, antara lain230 :
1. Stable Amount Per Share; dividen diberikan dalam nilai rupiah yang relatif
stabil per sahamnya. Alasan untuk memberikan dividen yang stabil adalah :
230 Agnes Sawir, Op.cit., hal. 138.
124
a. Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko daripada dividen yang stabil,
karena itu tingkat diskonto yang lebih rendah akan diterapkan pada
dividen yang stabil sehingga nilai saham lebih tinggi;
b. Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan
dividen akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang
stabil;
c. Persyaratan listing saham mensyaratkan dividen yang stabil dan tidak
terputus.
2. Constant Payout Ratio; dividen atas dasar persentasi tetap dari laba bersih
perusahaan;
3. Low Regular Dividend Plus Extra; tingkat dividen yang relatif rendah tetapi
sudah pasti jumlahnya ditambah suatu ekstra, yang besarnya disesuaikan
dengan tingkat keuntungan perusahaan.
PT. Bank Sumut melakukan pembagian dividen kepada Pemerintah Daerah
se-Sumatera Utara sebesar Rp. 127 miliar pada tahun 2006. Seperti yang yang
diungkapkan oleh Chaidir Ritonga dalam Harian Waspada sebagai berikut 231 :
“BUMD didisain sama dengan badan usaha atau korporasi lainnya. BUMD bisa bekerja profesional secara bussiness as usual (bisnis yang lazim), sebagaimana swasta lainnya. BUMD juga bisa untung, maju dan tumbuh berkembang bahkan memberikan manfaat yang besar bagi rakyat. Contoh yang sederhana dekat dengan kita sendiri adalah Bank Sumut. BUMD perbankan milik Pemprovsu, Pemkab dan Pemko se-Sumatera Utara itu telah memberikan jawaban atau lebih tepat harapan rakyat terhadap keberadaan setiap BUMD. Tahun 2006 untuk pertama kalinya, Bank Sumut mampu
231 Chaidir Ritonga, “Tantangan Mengelola BUMD”, Kolom Opini, Harian Waspada, Rabu
05 Desember 2007.
125
memberikan pembagian dividen dari perolehan labanya kepada pemegang saham tidak kurang dari Rp. 127 miliar”.
Berdasarkan keterangan di atas pembagian dividen PT. Bank Sumut
didasarkan dari perolehan laba. Jadi kebijakan pembayaran dividen PT. Bank Sumut
berdasarkan Stable Amount Per Share karena tujuan dari penetapan kebijakan ini
adalah untuk mendapatkan harga saham yang tinggi. Diketahui bahwa harga per
lembar saham PT. Bank Sumut adalah Rp. 10.000,-. Pendapatan Pemprovsu dari
pembagian dividen PT. Bank Sumut adalah stabil sehingga nilai sahamnya tinggi.
Sampai saat ini PT. Bank Sumut belum menjadi Perusahaan Terbuka. Karena belum
melakukan go public, walaupun desas-desus ke arah itu sudah ada dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang
Perubahan Bentuk Hukum bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari
Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah
Sumatera Utara.
B. Ketentuan Pembagian Dividen dalam Hukum Perbankan
Beralih ke hukum perbankan yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 mengatur tentang laba perusahaan perbankan yaitu bank. Pada Pasal 34 yang
menyatakan bahwa232 :
232 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
126
(1) “Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
(2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik;
(3) Tahun buku bank adalah tahun takwim”.
Maksudnya adalah setelah pembagian dividen dilakukan oleh PT. Bank
Sumut dengan menggunakan cara-cara yang disebutkan sebelumnya maka
selanjutnya akan dilaporkan pada Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia.
Berkaitan dengan fungsi dari bank sentral yaitu mengawasi setiap bank-bank yang
ada di Indonesia. Laporan keuangan laba/rugi tersebut menjadi suatu kewajiban bagi
PT. Bank Sumut kepada Bank Indonesia.233
Ketentuan hukum perbankan juga mengatakan agar dilakukan divestasi atau
penarikan kembali saham yang disertakan. Seperti yang tercantum dalam Pasal 7
huruf c., yang menyatakan bahwa234 :
“Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula : c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.
Penyertaan modal tersebut wajib ditarik kembali apabila : i. Telah melebihi
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau ii. Perusahaan telah memperoleh
233 Pasal 35, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. 234 Pasal 7 huruf c., Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
127
laba.235 Dalam hal Pemprovsu yang melakukan penyertaan modal kepada PT. Bank
Sumut, Pemprovsu sebagai pemegang saham tidak melakukan penarikan penyertaan
modal tersebut. Hal ini dikarenakan Pemprovsu mempunyai tanggung jawab yang
melekat untuk menyertakan modalnya di PT. Bank Sumut sesuai dengan Undang-
Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan
Daerah.
Dari ketentuan bank pembangunan daerah tersebut, turunannya adalah
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan
Modal PT. Bank Sumut. Pembagian dividen menurut ketentuan penyertaan modal
diatur dalam Pasal 5 ayat (2), yang menyatakan bahwa236 :
“Hasil Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disetor ke Kas Daerah Provinsi Sumatera Utara dan pada bulan berikutnya disetorkan sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut”.
Dari ketentuan di atas makna eksplisitnya adalah bahwa pembagian dividen
dilakukan setiap bulannya. Kaitannya dengan pembagian deviden interim menurut
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah bahwa di
dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membuka
peluang untuk dilakukan pembagian dividen interim melalui Pasal 72 ayat (4) yang
menyatakan bahwa : “Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan
Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, ...”. Selanjutnya
kebijakan pembagian dividen interim dirinci kembali dengan membagi antara Kas
235 Penjelasan Pasal 7 huruf c., Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. 236 Pasal 5 ayat (2), Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal PT. Bank Sumut.
128
Daerah dan reinvestasi pada Perda Provsu No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan
Modal PT. Bank Sumut. Selanjutnya, walaupun penarikan dividen tidak dapat 100%
dilakukan melainkan dibagi antara dilakukannya penyertaan modal kembali
(reinvestasi) dengan pembagian deviden bulan berikutnya yang disetorkan ke Kas
Daerah. Pada Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa237 :
“Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b., dan huruf c., ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan disesuaikan dengan kemampuan daerah”.
Kemampuan daerah disini adalah berbeda-beda antara Provinsi, Kabupaten,
dan Kota. Sudah jelas Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki saham yang
lebih besar dari Kabupaten dan Kota. Dengan demikian pembagian dividennya juga
memperoleh pembagian yang lebih besar pula. Pada Pasal 3 menyebutkan bahwa :
“Dana Penyertaan Modal bersumber dari : a. dana bagi hasil dari penerimaan PBB; b. dividen pada PT. Bank Sumut; c. dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) lainnya adalah pembagian dana bagi hasil dari
penerimaan jasa giro. Dana penyertaan modal juga dapat diambil dari dividen pada
PT. Bank Sumut. Berarti dividen tersebut digunakan kembali untuk penyertaan modal
kepad PT. Bank Sumut. Pada Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa “penyertaan modal
... ditetapkan dalam RUPS dan disesuaikan dengan kemampuan daerah”. Ketentuan
RUPS dilihat dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Hukum Perusahaan.
RUPS tidak diatur dalam Peraturan Daerah tersebut.
237 Pasal 4 ayat (2), Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Sumut.
129
C. Kebijakan Pembagian Dividen pada PT. Bank Sumut
Mengenai kajian hukum antara dividen guna meningkatkan APBD dengan
pembangunan sarana dan prasarana daerah ini terdapat di dalam Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan
Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Pasal 10
mengatur tata cara penyertaan modal negara, menyebutkan bahwa :
(1) “Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri dan Menteri Teknis.
(2) Rencana Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas inisiatif Menteri Keuangan, Menteri atau Menteri Teknis.
(3) Pengkajian bersama atas rencana Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan.
(4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat pula mengikutsertakan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu atau menggunakan konsultan independen”.
Pada pasal tersebutlah yang menyebabkan kericuhan yang terjadi pada DPRD
dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Dapat dilihat pada Kantor Berita
Antara yang memberitakan jurubicara Fraksi Keadilan Sejahtera yaitu Hidayatullah
yang menyatakan238 :
“Pemanfaatan APBD untuk penyertaan modal harus didasarkan pada analisa yang mendalam akan urgensi dan kemanfaatan apalagi APBD Sumut tahun 2009 berada dalam posisi minus atau defisit dalam jumlah yang cukup besar (defisit Rp. 366,976 miliar). Dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT, secara tegas dinyatakan pertimbangan penyertaan modal penambahan penyertaan modal harus didasarkan pada suatu kajian oleh kementerian dan instansi terkait atau oleh konsultan independen. Dalam ketentuan tersebut
238 Arvino Zulka, “FKS Pertanyakan Urgensi Penyertaan Modal Bank Sumut”, Kantor Berita
Antara, Jum’at 09 Januari 2009.
130
menyatakan penyertaan modal dan/atau penambahan penyertaan modal hanya dapat dilakukan bila berdasarkan analisa memang layak dilakukan. Dapat dipahami penyertaan modal pada BUMN dapat menjadi bagian dari pelaksanaan pembangunan daerah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun, yang harus ditegaskan adalah kebutuhan dana untuk pembangunan Sumut masih sangat besar, sehingga Sumut harus menentukan skala prioritas dalam pembangunan. Penjelasan dan informasi yang terungkap dalam pembahasan kajian tersebut akan dapat dilihat atau ditentukan skala prioritas mana yang lebih penting, apakah penyertaan modal atau langsung dialokasikan untuk kepentingan masyarakat Sumut. Ranperda yang diajukan ke DPRD juga tidak mencerminkan adanya kepastian hukum, karena Ranperda itu sama sekali tidak memberikan gambaran yang jelas tentang nilai nominal modal yang akan disetujui, apakah Rp. 10 miliar, Rp. 50 miliar, Rp. 100 miliar, Rp. 500 miliar atau justru tidak terhingga. Penyertaan modal itu direncanakan berasal dari 5% penerimaan dana bagi hasil PBB Sumut. Namun, Fraksi Keadilan Sejahtera tidak melihat kejelasan soal jangka waktu pengembalian dana dari bagi hasil PBB tersebut. Apa yang dipahami tentang PBB adalah pungutan yang berasal dari rakyat yang sesegera mungkin juga harus dikembalikan lagi kepada rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apalagi saat ini rakyat masih membutuhkan pembangunan pada hal-hal yang mendasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur”.
PT. Bank Sumut adalah alat atau motor penggerak perekonomian daerah yang
perlu disuntikkan dana agar dapat disalurkan kepada masyarakat.239 Didukung pula
dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas yang mengisyaratkan apabila perusahaan BUMN atau PT tersebut disertakan
modal oleh Pemerintah Daerah maka harus ada kajian-kajian mendasar yang
dilakukan oleh Menteri Keuangan dan yang lainnya.
239 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal
PT. Bank Sumut.
131
Disini terlihat urgensi dari penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah haruslah melakukan kajian terlebih dahulu.
PT. Bank Sumut harus membuat proposal kepada Pemerintah Daerah untuk diperiksa
dan dibahas. Setelah pembahasan dan pemeriksaan selesai barulah diputuskan atau
dibawa ke DPRD untuk dibahas kembali. Jika anggaran tersebut diserahkan kembali
kepada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) untuk membangun sektor-sektor
yang membutuhkan seperti Pertanian, Pendidikan, dan lain sebagainya maka akan
sulit untuk melakukan penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut yang dirasakan
tidak langsung kepada masyarakat.
Penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diserahkan
kepada SKPD harus disertai dengan pengawasan yang baik juga. Tidak sedikit
Kepala Dinas yang melakukan korupsi dan bagi-bagi proyek kepada anggota DPRD.
Jika, hal ini terjadi alangkah baiknya ditempuh jalan penyertaan modal kepada
PT.Bank Sumut.
1. Pembagian Dividen dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pembagian dividen diatur dalam Akta Notaris No. 39 tanggal 10 Juni 2008
yang dibuat di hadapan notaris H. Marwansyah Nasution, SH di Medan. Selanjutnya
Akta Penegasan No. 05 tanggal 10 November 2008 yang telah mendapat pengesahan
dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-87927.AH.01.02 tahun 2008
tanggal 20 November 2008 yang diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
132
Republik Indonesia No. 10 tanggal 03 Februari 2009, maka modal dasar ditambah
dari Rp. 500 miliar menjadi Rp. 1 triliun.240
Pembagian dividen pada Akta Notaris tersebut tidak terlepas dari Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.241 Pemegang saham yaitu
Pemerintah Daerah berhak untuk menerima dividen.242 Pembagiannya dapat
dilakukan dengan kumulatif atau non-kumulatif. Kumulatif maksudnya adalah hak
pemegang saham preferen untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang
belum dibayarkan sebelum pemegang saham biasa menerima dividennya. Dividen
dibagikan kepada Pemegang Saham apabila Perseroan memunyai saldo laba yang
positif.243 Dividen juga dapat dibagikan sebelum tahun buku Perseroan berakhir. 244
2. Kebijakan Pembagian Dividen pada PT. Bank Sumut
Kebijakan pembagian dividen pada PT. Bank Sumut diatur di dalam Akta
Notaris sebagai Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Namun, bisa juga dilihat pada
Perda Provsu No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Sumut. Pasal 5
menyebutkan bahwa :
(1) ”Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetorkan pada bulan berikutnya sebagai penyertaan modal pada PT. Bank Sumut.
(2) Hasil Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disetor ke Kas Daerah Provinsi Sumatera Utara dan pada bulan berikutnya disetorkan sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut.
240 Bank Sumut, ”Info Saham”, Op.cit. 241 Pasal 15 ayat (1) huruf i., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yang menyatakan bahwa “ anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya : … i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen”.
242 Pasal 53 ayat (4) huruf d., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 t entang Perseroan Terbatas.
243 Pasal 71 ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 244 Pasal 72 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
133
(3) Dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 butir c., disetorkan sebagai penyertaan modal pada PT. Bank Sumut.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berpedoman kepada Pengelolaan Keuangan Daerah”.
Pada ketentuan di atas kelihatan bahwa hasil dividen dimasukkan ke Kas
Daerah secara langsung dan sekaligus agar dapat dengan cepat diserap oleh
Pemerintah Daerah. Pada bulan selanjutnya barulah disertakan kembali ke PT. Bank
Sumut sebagai penyertaan modal. Memang benar jika dana yang ada dapat dengan
cepat diserap maka pembangunan akan berjalan, namun korupsi juga berjalan.
Namun, untuk mengikuti globalisasi ekonomi dunia PT. Bank Sumut
menerapkan pembagian dividen interim berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Pada Pasal 72 menyebutkan bahwa245 :
(1) ”Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5)”.
245 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
134
Pembagian dividen interim yang diterapkan oleh PT. Bank Sumut pada
dasarnya melindungi Pemegang Saham yang telah menyertakan modalnya yaitu
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Alasan menggunakan kebijakan ini adalah
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara. Gunanya adalah untuk disalurkan kepada setiap SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) agar dapat diserap untuk pembangunan daerah setiap
Kabupaten/Kota sebagai Pemegang Saham. PAD harus dilaporkan setiap 31
Desember setiap tahunnya. Pelaporan PAD tersebut didasarkan pada Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas.246 Dengan kata lain, pelaksanaan
pembagian deviden boleh dibuat oleh Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.
5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Sumut. Namun, pelaksanaannya
tetap menggunakan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pembagian saham menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah bisa dibagikan sebelum
tahun buku takwim tetapi perlu meminta persetujuan dari RUPS. Pada Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pembagian dividen interim
hanya berdasarkan surat keputusan dari Direksi saja. Jadi, PT. Bank Sumut harus
mengikuti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menggunakan persetujuan Direksi untuk pembagian dividen interim. Maka dari itu
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan
246 Pasal 69 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 t entang Perseroan Terbat as, yang
mengatakan bahwa : “ Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan sert a laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS”.
135
Modal PT. Bank Sumut menyebutkan bahwa pembagian dividen ke Kas Daerah
selanjutnya baru reinvestasi kembali tanpa perlu adanya RUPS.
Jika pembagian deviden pertahun maka saham akan menjadi 0 (nol) maka dari
itu agar tidak terjadi kekosongan saham harus dilakukan pembagian dividen
berdasarkan pembagian saham interim. Oleh karena itu, teori kebijakan dividen
menurut Merton Miller dan Franco Modigliani yang mengatakan bahwa : ”Kebijakan
deviden tidak berpengaruh baik terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap
biaya modalnya”.247 Pengaruh baik disini artinya bahwa penarikan seluruh deviden
akan menyebabkan hal yang negatif, maksudnya adalah bahwa PT. Bank Sumut akan
kesulitan dalam pengalokasian modalnya. Pengalokasian modal dalam hal
pembangunan cabang-cabang baru dan penyediaan layanan berupa penempatan
ATM, dan lain sebagainya. Jika, dividen ditahan akan menyebabkan kebaikan kepada
PT. Bank Sumut untuk membuka cabang-cabang baru dan peningkatan layanan
karena modal lebih besar dapat digunakan dengan baik.
3. Alokasi Penggunaan Dividen dari Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut
Mengenai alokasi penggunaan dividen dari penyertaan modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut dapat diketahui melalui Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya, dari hasil dividen yang
dialokasikan untuk pembangunan daerah, diserahkan untuk percepatan pembangunan
247 Merton Miller dan Franco Modigliani, “Teori Kebijakan Deviden”, Op.cit.
136
daerah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan R.E. Nainggolan sebagai Sekretaris
Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut 248 :
“Saat ini sebenarnya sudah dalam tahapan pengerjaan proyek, namun belum sampai kepada tahap pembayaran. Karenanya, serapan masih sekitar 54% dan kebanyakan yang belum terserap itu ada pada proyek-proyek fisik di empat SKPD. Empat SKPD tersebut adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim), Dinas Bina Marga, Dinas Pendidikan (Disdik) dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA).
Kita berharap percepatan ini memberikan peningkatan terhadap daya serap dan pelaksanaan program juga semakin cepat. Hal ini penting untuk mempercepat pembangunan sehingga bisa cepat dirasakan oleh masyarakat. Dari laporan kepala SKPD serapan anggaran akan besar pada bulan November dan Desember. Agar setiap SKPD mengajukan tahapan kegiatan secepat mungkin. Tahapan dimaksud seperti pengajuan pantian lelang bagi SKPD yang akan melaksanakan tender dan kesiapan lainnya. Sehingga ketika anggaran sudah berjalan, maka proses tender sudah bisa dilaksanakan di awal-awal tahun.
APBD 2011 sudah disetujui, untuk itu SKPD yang akan melaksanakan lelang sudah harus membuat usulan kepanitiaan lelang. Sehingga, pelaksanaan tender bisa lebih cepat dan pada akhirnya serapan juga bisa dipercepat. Tidak lagi di akhir tahun. Serapan anggaran tahun ini sudah lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya”.
Jelas kelihatan bahwa hasil dividen dari PT. Bank Sumut disertakan di dalam
APBD yang disalurkan kepada SKPD untuk menyelenggarakan tender-tender
pemerintahan. Pelaksanaan tender tersebut rentan terhadap korupsi, sehingga
menghambat pembangunan ekonomi. Investor akan sulit masuk ke Sumatera Utara
jika infrastrukturnya tidak baik.
248 Medan Bisnis, “ Sekdaprovsu Desak Empat SKPD Percepat Serap Anggaran”,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2010/10/27/5282/sekdapropsu_desak_empat_skpd_percepat_serap_anggaran/., diakses pada 06 Mei 2011.
137
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan pembahasan mengenai ”Aspek Hukum Penyertaan Modal
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” selanjutnya dapat ditarik
kesimpulan atau benang merah dari permasalahan yang diutarakan pada bab
sebelumnya. Setelah kesimpulan didapat selanjutnya diikuti dengan saran yang
diutarakan pada bab ini.
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian mengenai penyertaan modal Bank Sumut
yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, didapat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut adalah belum baik dan lengkap
berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan. Menurut Undang-Undang
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada
Pasal 12 menyebutkan bahwa seluruh “materi muatan Peraturan Daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”, jadi, dengan kata lain materi
muatan dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009
tentang Penyertaan Modal Pemprovsu pada PT. Bank Pembangunan Daerah
138
Sumatera Utara tidak diatur mengenai tata cara penyertaan modal. Perda tersebut
hanya memuat mengenai besaran dana yang telah direalisasikan dalam penyertaan
modal kepada PT.Bank Sumut. Setelah menyusun ketentuan-ketentuan tentang
penyertaan modal yang terkait dengan menggunakan hierarki peraturan
perundang-undangan didapat bahwa penyertaan modal yang dilakukan tidak bisa
ditarik 100% karena bertentangan dengan ketentuan keuangan negara.
Pertentangan tersebut adalah keharusan Pemprovsu untuk melakukan penyertaan
modal kepada PT. Bank Sumut (dalam hal ini PT. Bank Sumut sebagai tempat
penyimpanan Kas Daerah).
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah sudah tidak mengikuti perkembangan zaman karena tidak
bisa mengarah kepada Globalisasi Ekonomi. PT. Bank Sumut adalah perusahaan
daerah yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD. Oleh
karena itu, Globalisasi Ekonomi yang mengharuskan setiap perusahaan agar
diprivatisasi adalah tidak terpenuhi pada Undang-Undang No. 13 Tahun 1962
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Jadi, peraturan
yang digunakan oleh PT. Bank Sumut adalah Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Tebatas. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun
Kabupaten/Kota pasti tidak akan memprivatisasi PT. Bank Sumut karena
perusahaan tersebut menghasilkan banyak dividen bagi daerah sebagai PAD.
Lagipula, modal awal pembangunan PT. Bank Sumut adalah berasal dari
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara baik itu Pemerintah Kabupaten dan
Pemerintah Kota.
139
2. Mengenai tanggung jawab Pemprovsu terhadap penyertaan modal pada PT. Bank
Sumut adalah Pemprovsu bertanggung jawab penuh karena telah diberikan
kewenangan dari pemerintah pusat melalui peraturan pemerintah dan undang-
undang. Jadi, kewenangan tersebut berujung pada peran dan fungsi Pemprovsu
terhadap penyertaan modal pada PT. Bank Sumut, antara lain : menyertakan
modal; memegang saham atas nama daerah; menghadiri RUPS; dan lain
sebagainya.
3. Kebijakan pembagian dividen pada PT. Bank Sumut dari penyertaan modal yang
dilakukan oleh Pemprovsu adalah menggunakan jalan tengah yaitu dana dividen
tersebut sebagian dimasukkan ke Kas Daerah sementara sebagian lagi
dimasukkan dalam penyertaan modal kembali ke PT. Bank Sumut. Inilah yang
menggunakan teori kemanfaatan dapat dilihat bahwa kedua-duanya (antara
pembangunan sarana dan prasarana dengan penyertaan modal) sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Pada penyertaan modal efeknya tidak langsung kepada
masyarakat sedangkan pada pembangunan sarana dan prasarana melalui SKPD
efeknya langsung kepada masyarakat. Namun, dalam penambahan anggaran pada
setiap SKPD sangat rentan terhadap korupsi para Pejabat Daerah. Kebijakan
pembagian dividen adalah menggunakan ketentuan hukum perusahaan karena
seluruh RUPS jelas diatur di dalam ketentuan tersebut sedangkan dalam Perda
Penyertaan Modal tidak jelas. Namun kenyataannya pembagian dividen
mengikuti Perda Provsu No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank
Sumut, yang menginstruksikan agar pembagian dividen dilakukan dengan cara
140
langsung menkreditkan rekening Kas Daerah di Bank itu sendiri. Dengan begitu,
langsung dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah guna pembangunan daerah.
B. Saran
Setelah mengetahui kesimpulan dari rumusan masalah yang ada, maka
selanjutnya saran dari penelitian “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” antara lain :
1. Sebaiknya peraturan-peraturan mengenai penyertaan modal Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut dilakukan pengkajian ulang.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebaiknya dalam mengambil keputusan
harus melalui koridor hukum yang tersedia. Adanya pengkajian terhadap
penyertaan modal tersebut diperlukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara untuk mengetahui latar belakang penyertaan modal yang dilakukan.
Caranya adalah dengan membahas proposal penyertaan modal dari PT. Bank
Sumut melalui RUPS. Jika tidak ada sebaiknya PT. Bank Sumut segera
membuat bahan kajiannya dan dipersentasikan di depan Pemegang Saham
yaitu Kepala Daerah Pemerintahan se-Sumatera Utara.
2. Sebaiknya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemegang
saham mayoritas harus beriktikad baik untuk menghadiri RUPS yang
diselenggarakan oleh PT. Bank Sumut. Hal ini ditempuh agar terpenuhinya
duty of care dan duty of loyality dari Pemegang Saham yaitu Kepala Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak bisa
141
melepaskan tanggung jawabnya begitu saja dalam hal pengambilan kebijakan-
kebijakan mengenai pengelolaan perusahaan.
3. Kebijakan pembagian dividen sudah baik dan harus diteruskan dengan
konsisten. Dengan begitu tercapailah kemanfaatan hukum dari peraturan
daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jika
kemanfaatan hukum sudah tercapai maka hukum akan dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemanfaatan hukum adalah peraturan atau
kebijakan yang berkeadilan.
142
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2010.
Bank for International Settlement, International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Work June 2006, Basel : Basel Committee on Banking Supervision Press & Communications, 2006.
Bank Indonesia, International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework June 2004, Unofficial Translation by Directorate of Banking Research and Regulation, Jakarta : Bank Indonesia, 2004.
Bungin, Burhan., Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, Jakarta : Kencana, 2009.
Duharsa, Didi., “Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan dalam Menghindari Pembubaran (Studi Pada PT. Bank Sumut)”, Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dewi, Elita., “Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah”, Medan : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2002.
Dwijowijoto, Riant Nugroho., dan Ricky Siahaan, BUMN Indonesia : Isu, Kebijakan, dan, Strategi, Jakarta : Gramedia, 2005.
Fratiwi, Sumi., “Aspek Hukum Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara”, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010.
143
Ginting, Hartono., “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Persetujuan Pemberian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, Tesis : Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2010.
Gunawan, Indra., Menelusuri Buku Kehidupan : Sebuah Perjalanan Mencari Keutuhan, Jakarta : Gramedia, 2004.
Hadinoto, Soetanto., Bank Strategy on Funding and Liability Management, Jakarta : Gramedia, 2008.
Huijbers, Theo., Filsafat Hukum, Yogjakarta : Kanisius, 1995.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Cetakan Kedua, Jakarta : Salemba Empat, 2008.
Iskandar, Pranoto., dan Yudi Junaidi, Memahami Hukum di Indonesia : Sebuah Korelasi antara Politik, Filsafat, dan Globalisasi, Cianjur : IMR Press, 2011.
Kaihatu, Thomas S., “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Manajemen : Universitas Kristen Petra Surabaya, Tanpa Tahun.
Kelsen, Hans., Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet. III, 2007.
Kementerian Dalam Negeri, “Katalog Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Dari Tahun 1950 s.d. 2010 Dengan Status/Aspek Legalitasnya”, Jakarta : Pusdatinkomtel, April 2010.
Kusmono, “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”, Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008.
144
Leon, Boy., dan Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Nondevisa : Pengetahuan Dasar Bagi Mahasiswa dan Praktisi Perbankan, Jakarta : Grasindo, Tanpa Tahun.
Magee, Bryan., The Story of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, London : Dorling Kindersley Limited, 2001.
Makhsin, Mardzelah., Sains Pemikiran & Etika, Malaysia, Selangor : PTS Professional Publishing, 2006.
Mamesah, D. J., Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Marbun, Rocky., Tanya Jawab Seputar Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta : Visimedia, 2010.
Nasution, Bismar., “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
Pamudji, Suparni., Pelaksanaan Azas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta : Yayasan Karya Dharma, 1984.
Samuelson, Beatty., Introduction to Business Law, Third Edition, USA : South Western Cengage Learning.
Sawir, Agnes., Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan, Jakarta : Gramedia, 2004.
Sentana, Aso., Excellent Service & Customer Satisfaction, Jakarta : Gramedia, 2006.
Sinaga, Gagah Rezkiawan., “Analisis Penerapan Sistem Antrian pada Proses Transaksi di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, Medan : Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2010.
145
Suhardi, Gunarto., Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Yogjakarta : Kanisius, 2009.
Sunggono, Bambang., Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2010.
Sutanto, Dedy., “Penentuan Standar Duty of Loyality dan Duty of Care Dalam Pertanggungjawaban Direktur Perseroan Terbatas”, Tesis : Universitas Sumatera Utara, 2006.
Suyatno, Thomas., et.al., Kelembagaan Perbankan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999.
Syamsi, Ibnu., Pengambilan Keputusan (Decision Making), Cetakan Pertama, Jakarta : Bina Aksara, 1989.
Usman, Rachmadi., Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Wijaya, Gunawan., 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.
---------------------., Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris, dan Pemilik PT, Cetakan Pertama, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.
ARTIKEL DAN MAJALAH
Bank for International Settlements, Basel II : International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework – Comprehensive Version June 2006 The First Pillar – Minimum Capital Requirements, http://www.bis.org/publ/bcbs107b.pdf., diakses pada 04 April 2011.
------------------------------------------, “Tentang BIS”, http://www.bis.org/about/index.htm., diakses pada 05 April 2011.
146
Bank Sumut, “Info Saham”, http://www.banksumut.com/saham.php., diakses pada 16 Februari 2011.
--------------, “Tentang Kami”, http://www.banksumut.com/tentang.php., diakses pada 06 April 2011.
Gunadarma, “Sumber-Sumber Dana Bank”, peni.staff.gunadarma.ac.id/.../files/.../Sumber-sumber+Dana+Bank.ppt., diakses pada 21 April 2011.
Khaeruddin, “Makin Kuat Indikasi Aliran Dana Bank Sumut ke DPRD”, http://tekno.kompas.com/read/2008/05/29/18424227/Makin.Kuat.Indikasi.Aliran.Dana.Bank.Sumut.ke.DPRD., diakses pada 09 Juni 2011.
Media SMS, “Kinerja PT. Bank Sumut Meningkat”, http://media-sms.com/?p=112., diakses pada 15 April 2011.
Miller, Merton., dan Franco Modigliani, “Teori Kebijakan Dividen”, http://www.slideshare.net/riswono/dividend-policy-1875607., diakses pada 28 Februari 2011.
Rajawali News, “Minta Dana Penyertaan Modal Rp. 150 M, Bank Sumut Jangan Bebani APBD”, http://rajawalinews.com/2011/minta-dana-penyertaan-modal-rp150-m-bank-sumut-jangan-bebani-apbd/., diakses pada 16 Februari 2011.
Ritonga, Chaidir., “Tantangan Mengelola BUMD”, Kolom Opini, Harian Waspada, Rabu 05 Desember 2007.
Sunarsip, “Relasi Bank Pembangunan Daerah dan Perekonomian Daerah”, Harian Republika : Rubrik Pareto, Rabu 09 Januari 2008.
----------, “Membuka Belenggu BUMD”, dimuat Harian Jawa Pos Group, Jum’at 13 Maret 2009.
147
Tempointeraktif, “Permodalan BPD Terhambat Pemerintah Daerah”, http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/09/26/brk,20100926-280664,id.html., diakses pada 16 Februari 2011.
Waspada Online, “Wabup : Bank Sumut Tanggung Jawab Moral Pemda”, http://www.waspada.co.id/index.php/images/index.php?option=com_content&view=article&id=99208:wabub-bank-sumut-tanggungjawab-moral-pemda-&catid=15&Itemid=28., diakses pada 06 Mei 2011.
Wikipedia, “Bank”, http://id.wikipedia.org/wiki/Bank#Sejarah_ Perbankan _di _Indonesia., diakses pada 06 April 2011.
Zulka, Arvino., “FKS Pertanyakan Urgensi Penyertaan Modal Bank Sumut”, Kantor Berita Antara, Jum’at 09 Januari 2009.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 584/4039/K/1987 tentang Penggunaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II Se-Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.
Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Oleh Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 145 DPNP/DPbS, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4786 DPNP.
Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut, Lembaran Daerah
148
Kabupaten Dairi Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 133.
Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Yang Merupakan Penerimaan Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Sebagai Penyertaan Modal Pada PT. Bank Sumut, Berita Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 Nomor 11 Seri C Nomor 9.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Tbk., Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Tahun 1999 Nomor 47 Seri D Nomor 47.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 16.
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 79.
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555.
149
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609.
Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10.
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 59.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2904.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286.
150
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355.
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.